Anda di halaman 1dari 4

Evaluasi Hasil Skor Pre-Test dan Post-Test Peserta Pelatihan dengan Materi Klasifikasi Penyakit ICD 10 dan Kode

Tindakan Pada
ICD 9-Cm di Pusdiklatnakes Jakarta Tahun 2016

EVALUASI HASIL SKOR PRE-TEST DAN POST-TEST PESERTA


PELATIHAN DENGAN MATERI KLASIFIKASI PENYAKIT ICD 10 DAN
KODE TINDAKAN PADA ICD 9-CM DI PUSDIKLATNAKES JAKARTA
TAHUN 2016
Fajrizka, Nanda Aula Rumana
Program Studi D-IV Manajemen Informasi Kesehatan, Universitas Esa Unggul, Jakarta
Jln. Arjuna Utara No.9 Kebon Jeruk Jakarta
rfajrizka@yahoo.com

Abstract
This study was conducted to evaluate the results of pretest and posttest scores of
participants with material classification of diseases ICD 10 and the action code in ICD 9-
CM in Pusdiklatnakes Jakarta 2016. The population in this study using saturated sample,
the samples are assigned a score pretest and posttest26 people who attend training. This
study uses a quantitative approach the data for this study was obtained through
secondary data. Data analysis methods used in this research is the design of
experiments. The result of the analyzes showed that there was a significant difference
between pre-test and post-test score. Average pre-test with 18 questions given to the
trainees at 53% with a standard deviation of 2,059. Average post-test of 18 questions
given to the trainees of 60% with a standard deviation of 1,629.

Keywords: evaluation, score, pre-test post-test

Pendahuluan dengan materi klasifkasi penyakit ICD 10 dan


Penyelenggaraan rekam medis kode tindakan pada ICD 9-CM di
memiliki peran yang sangat penting. Rekam Pusdiklatnakes Jakarta tahun 2016.
medis adalah berkas yang berisikan catatan Menurut Undang-Undang RI No. 13
dan dokumen tentang identitas pasien, Tahun 2003 pelatihan kerja adalah
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan keseluruhan kegiatan untuk memberi,
pelayanan lain yang telah diberikan kepada memperoleh meningkatkan serta
pasien (Permenkes No. mengembangkan kompetensi kerja,
269/MenKes/Per/III/2008). Satu diantara produktivitas disiplin, sikap dan etos kerja
kegiatan penyelenggaraan rekam medis pada tingkat keterampilan dan keahlian
adalah kegiatan koding. Koding adalah proses tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi
kegiatan pengklarifikasian data dan jabatan atau pekerjaan.
penentuan kode dengan nomor / alphabet / Sistem klasifikasi penyakit adalah
alfa numerik unuk mewakilinya (Kemenkes, sistem yang mengelompokkan penyakit-
2013). Penyebab koder belum dapat penyakit dan prosedur-prosedur yang sejenis
mengkode penyakit secara tepat adalah kedalam satu grup nomor kode penyakit dan
kurangnya tingkat pengetahuan koder tindakan yang sejenis.
tentang tata cara penggunaan ICD-10 dan International Clasification of Desease
ketentuan-ketentuan yang ada didalamnya Ninth Revision Clinical Modification (ICD 9-
serta pengetahuan penunjang lainnya yang CM) didasarkan pada versi World Health
berkaitan dengan koding (Utami, 2015); Organization (WHO) atau Badan Kesehatan
kurangnya pelatihan khusus kepada koder Dunia versi ke 9, International Statistical
tentang cara tepat pengkodean (Bakhtiar, Clasification of Diseases Ninth Revision (ICD
2015). 9) dirancang untuk tujuan penggolongan
Maka peran pelatihan sangat keadaan morbiditas dan informasi angka
diperlukan untuk meningatkan kompetensi mortalitas untuk tujuan statistik, dan untuk
khususnya klasifikasi dan kodefikasi penyakit, indexing arsip rumah sakit oleh penyakit dan
masalah-masalah yang berkaitan dengan operasi, untuk penyimpanan data dan
kesehatan dan tindakan medis. Tujuan perolehan kembali.
penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hasil
skor pre-test dan post-test pada pelatihan

Jurnal INOHIM, Volume 4 Nomor 2, Desember 2016 54


Evaluasi Hasil Skor Pre-Test dan Post-Test Peserta Pelatihan dengan Materi Klasifikasi Penyakit ICD 10 dan Kode Tindakan Pada
ICD 9-Cm di Pusdiklatnakes Jakarta Tahun 2016

Metode Penelitian koding hal itu menyebabkan peserta kesulitan


Jenis Penelitian yang digunakan adalah dalam menetapkan kode penyakit maupun
penelitian analitik. Pendekatan yang tindakan. Maka kesiapan peserta dalam
digunakan kuantitatif. Populasi pada mengikuti test sangat diperlukan karena
penelitian ini adalah nilai skor pre-test dan apabila peserta kurang siap seperti tidak
post-test 26 orang yang mengikuti pelatihan. membawa ICD 10 dan ICD 9-CM tentu akan
Teknik pengambilan sampel menggunakan memicu peserta untuk berbuat kecurangan
sampel jenuh dimana nilai skor pre-test dan terhadap peserta lain yang lebih siap dan
post-test seluruh peserta yang mengikuti keadaan diruang test, seperti meja yang
pelatihan. Instrumen penelitian yang berdekatan menjadi faktor lain yang
digunakan adalah studi studi literatur dan mendukung terjadinya kecurangan.
data sekunder. Pada saat test menggunakan metode
open ICD 10 dan ICD 9-CM, padahal dalam
Hasil dan Pembahasan soal teori terdapat pertanyaan yang
Hasil Penelitian jawabannya bisa ditemukan didalam ICD 10
Analisis Univariat dan ICD 9-CM. Dan ada beberapa soal yang
Hasil pre-test pelatihan dengan materi menurut penulis skor kebenarannya bisa
klasifikasi penyakit ICD 10 dan kode tindakan mencapai 100% karena soal tersebut
pada ICD 9-CM dari 18 soal yang diikuti oleh sangatlah mudah dan merupakan
26 peserta mempunyai nilai rata-rata 13,81 pengetahuan dasar bagi seorang perekam
jika dipersenkan menjadi 53%. Nilai yang medis dan informasi kesehatan.
sering muncul dari 18 soal yang berikan Hasil pre-test dan post-test terdapat
adalah 15 dan nilai tengah dari skor persoal perubahan skor dari 53% menjadi 60% hal ini
adalah 14. disebabkan karena peserta pelatihan pada
Hasil post-test pelatihan dengan saat post-test lebih siap daripada pre-test.
materi klasifikasi penyakit ICD 10 dan kode Jadi sudah dipastikan bahwa kesiapan peserta
tindakan pada ICD 9-CM dari 18 soal yang saat pelatihan akan berpengaruh terhadap
diikuti oleh 26 peserta mempunyai nilai rata- nilai yang akan diperoleh. Peningkatan pada
rata 15,58 jika dipersenkan menjadi 60%. hasil pre-test dan post-test hanya 7% dan itu
Nilai yang sering muncul dari 18 soal yang hanya meningkat pada soal teori yang
berikan adalah 17 dan nilai tengah dari skor terdapat pada soal nomor 1 sampai dengan
persoal adalah 16. soal nomor 10. Sedangkan soal tentang
koding tidak mengalami perubahan yang
signifikan.
Analisis Bivariat
Dimana analisis ini digunakan untuk
mengetahui keterkaitan dua variable. Hasil
Evaluasi Hasil Skor Pre-test dan
pre-test dari 18 soal yang diikuti oleh 26 Post-test Peserta Pelatihan Materi
peserta pelatihan mempunyai nilai rata-rata Klasifikasi Penyakit ICD 10 dan Kode
53%. Sedangkan hasil post-test dari 18 soal Tindakan pada ICD 9-CM.
yang diikuti oleh 26 peserta pelatihan Penelitian yang dilakukan di
mempunyai nilai rata-rata 60%. Dari hasil Pusdiklatnakes Jakarta mengenai evaluasi
skor pre-test dan post-test didapatkan nilai hasil skor pre-test dan post-test perserta
Pvalue=0,001 yang diartikan bahwa ada pelatihan dengan materi klasifikasi penyakit
perubahan skor pre-test dan post-test pada ICD 10 dan kode tindakan pada ICD 9-CM
pelatihan dengan materi klasifkasi penyakit mendapatkan hasil rata-rata pre-test dengan
ICD 10 dan kode tindakan pada ICD 9-CM. 18 soal yang diberikan pada peserta pelatihan
yaitu 53%, sedangkan dari hasil rata-rata
Pembahasan post-test dari 18 soal yang yang diberikan
Gambaran Hasil Pretest dan Post-test pada peserta pelatihan yaitu 60%. Dengan
Hasil skor pre-test dan post-test dari demikian dapat disimpulkan bahwa ada
26 peserta pelatihan, nilai rata-ratanya perubahan skor pre-test dan post-test pada
adalah 53% (pre-test) dan 60% (post-test). pelatihan dengan materi klasifkasi penyakit
Menurut penulis pada saat test kesiapan ICD 10 dan kode tindakan pada ICD 9-CM.
peserta masih kurang karena ada beberapa Pelatihan dan pendidikan dapat
peserta yang tidak membawa ICD 10 dan ICD dipandang sebagai salah satu bentuk
9-CM yang digunakan untuk menjawab soal investasi. Oleh karena itu setiap organisasi

Jurnal INOHIM, Volume 4 Nomor 2, Desember 2016 55


Evaluasi Hasil Skor Pre-Test dan Post-Test Peserta Pelatihan dengan Materi Klasifikasi Penyakit ICD 10 dan Kode Tindakan Pada
ICD 9-Cm di Pusdiklatnakes Jakarta Tahun 2016

atau instansi yang ingin berkembang, maka akan berdampak negatif terhadap penetapan
pendidikan dan pelatihan bagi karyawannya diagnosa utama (mean condition) dalam
harus memperoleh perhatian yang besar. keakuratan pengkodean. Hal ini dapat
Pentingnya pendidikan dan pelatihan diartikan bahwa hipotesis dalam penelitian ini
bukanlah semata-mata bermanfaat bagi dapat diterima.
karyawannya atau pegawai yang
bersangkutan, tetapi juga keuntungan bagi Kesimpulan
organisasi. Karena dengan meningkatkannya Sebaiknya pada saat test terbagi
kemampuan atau keterampilan para menjadi 2 metode, peserta dilarang
karyawan, meningkatkan produktivitas kerja membuka ICD 10 dan ICD 9-CM pada waktu
para karyawan (Notoatmodjo, 2009). menjawab soal teori koding dan peserta
Setiap karyawan mempunyai tingkat hanya diijinkan membuka ICD 10 dan ICD 9-
pekerjaan yang berbeda-beda dalam CM sewaktu ingin menetapkan kode penyakit
melaksanakan tugasnya, dan perkembangan maupun kode tindakan.
teknologi yang semakin lama semakin Apabila organisasi profesi ingin
meningkat menuntut karyawan untuk bisa mengadakan pelatiahan klasifikasi penyakit
meningkatkan mutu pekerjaanya agar ICD 10 dan kode tindakan ICD 9-CM
menjadi sumber daya yang berkualitas baik disarankan untuk menyediakan beberapa ICD
dari segi pengetahuan, keterampilan bekerja, 10 dan ICD 9-CM untuk peserta yang tidak
tingkat profisionalisme yang tinggi dalam membawa ICD 10 dan ICD 9-CM. Akan tetapi
bekerja agar bisa meningkatkan kemampuan sebaiknya pihak penyelenggara yang
untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan mengadakan pelatihan lebih menegaskan
dengan baik. Untuk itu sangat diperlukan agar peserta membawa ICD 10 dan ICD 9-
pelatihan dan pengembangan bagi sumber CM.
daya manusia agar para karyawan bisa Sebaiknya organisasi profesi
paham dan mengerti atas pekerjaan mereka penetapkan standar kelulusan untuk
sehingga apa yang menjadi tujuan menentukan tingkat keberhasian dari
perusahaan bisa dengan cepat terlaksana dan pelatihan yang telah diberikan.
mencapai target yang diharapkan.
Pelatihan harus segera diberikan Daftar Pustaka
kepada tenaga kesehatan secara rutin atau Badu, Ruslin 2011 Pengembangan Model
minimal 1 tahun sekali untuk meningkatkan Pelatihan Permainan Tradisional
pengetahuan. Memang pendapat diatas tidak Edukatif Berbasis Potensi Lokal Dalam
bisa secepatnya dijalankan begitu saja oleh Meningkatkan Kemampuan Dan
beberapa pihak karena faktor jarak, waktu Keterampilan Orang Tua Anak Usia
dan finansial yang dapat memberatkan pihak Dini Di Paud Kota Gorontalo. Gorontalo
tersebut. Akan tetapi apabila kita memahami
tujuan utama dari pelaksanaan pelatihan Hatta, Gemala R. “pedoman manajemen
adalah untuk mendapatkan informasi atau informasi kesehatan di Sarana
pengetahuan baru, karena setiap informasi Pelayanan Kesehatan”. Revisi ke 2,
dan pengetahuan mengalami perubahan 2013. Jakarta : Universitas Indonesia
mengikuti perkembangan teknologi baru atau Press.
teknologi baru.
Beberapa hal yang dapat mendukung Hatta, Gemala R. 2012. Hasil pilot test WHO-
keberhasilan pelatihan menurut Noe (2002) FIC-IFHIMA, Jakarta.
adalah tempat pelatihan yang sesuai,
fasilitator yang dapat menyampaikan materi Keputusan Menteri Kesehatan Republik
dengan baik, desain program yang baik. Pada Indonesia, 2007 No.
penelitian ini, dapat dikatakan faktor tempat 377/Menkes/SK/III/2007 tentang
pelatihan, fasilitator, modul, dan karakteristik Standar Profesi Perekam Medis dan
peserta pun turut mendukung keberhasilan informasi Kesehatan. Jakarta
pelatihan.
Kuantitas dan kualitas pelatihan yang Maimunah, Annisa. 2011. Pengaruh Pelatihan
semakin baik, akan meningkatkan secara Relaksasi Dengan Dzikir Untuk
signifikan pengetahuan tenaga kesehatan. Mengatasi Kecemasan Ibu Hamil
Jika tidak adanya pelatihan yang diadakan Pertama. Yogyakarta
secara rutin untuk tenaga kesehatan maka

Jurnal INOHIM, Volume 4 Nomor 2, Desember 2016 56


Evaluasi Hasil Skor Pre-Test dan Post-Test Peserta Pelatihan dengan Materi Klasifikasi Penyakit ICD 10 dan Kode Tindakan Pada
ICD 9-Cm di Pusdiklatnakes Jakarta Tahun 2016

Noe, Raymond A. 2002. Employee Training


and Development. New York: McGraw
Hill Companies, Inc

Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan


Sumber Daya Manusia. PT Rineka
Cipta. Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia, 2008. No
269/MENKES/PER/III/ 2008 Pasal 1
ayat (1) tentang Rekam Medis.
Jakarta.

Peter salim dan yeni salim. 1995 Kamus


Bahasa Indonesia Kontemporer
Jakarta : Modern Press

Pratiwi, 2012 “Tinjauan Ketepatan Penulisan


Kode Diagnosis pada Kasus Bayi Baru
Lahir dengan Gangguan RS. Pelabuhan
Jakarta”. Jakarta

Puji Hastuti, 2013. Hubungan kelengkapan


informasi dan keakuratan kode
diagnosis dan tindakan pada dokumen
rekam medis rawat inap.

Rismayanti dkk,. 2015. Tinjauan keakuratan


kode diagnosis PPOK berdasarkan ICD
10 dokumen rekam medis rawat inap
JKN. Semarang

Suliyanto. Analisis Data Dalam Aplikasi


Pemasaran. Ghalia Indonesia : Bogor.

Utami, Tri. 2015. Hubungan pengetahuan


koder dengan keakuratan kode
diagnosis pasien rawat inap jaminan
kesehatan masyarakat berdasarkan
ICD 10 di RSUD Simo, Boyolali.

Widawati dkk, 2014. Analisis kodefikasi


diagnosis utama pasien rawat inap
kasus carcinoma cervix uteri
unspecified berdasarkan ICD-O,
Bandung

Yani, Muhammad, 2012 Manajemen Sumber


Daya Manusia. Jakarta : Mitra Wacana
Media

Jurnal INOHIM, Volume 4 Nomor 2, Desember 2016 57

Anda mungkin juga menyukai