A. Konsep Teori
1. DEFINISI
Anafilaktik merupakan jenis syok distributif adalah hasil dari reaksi hipersensitivitas
segera. Ini adalah peristiwa hidup yang mengancam yang memerlukan intervensi
secepatnya. Respon antibodi antigen yang parah menyebabkan penurunan perfusi
jaringan dan inisiasi respon syok umum. (critical care nursing, 986)
2. ETIOLOGI
a. Karena obat-obatan terjadi reaksi histamine tak langsung yang berat biasanya
mengikuti suntikan obat, serum, media kontras foto rontgen.
b. Makanan tertentu, gigitan serangga.
c. Reaksi kadang dapat idiopatik / manifestasi abnormalitas immunologis.
4. PATOFISIOLOGI
Bila suatu alergen spesifik disuntikkan langsung kedalam sirkulasi darah maka
alergen dapat bereaksi pada tempat yang luas diseluruh tubuh dengan adanya basofil
dalam darah dan sel mast yang segera berlokasi diluar pembuluh darah kecil, jika telah
disensitisasi oleh perlekatan reagin Ig E menyebabkan terjadi anafilaksis.
Histamin yang dilepaskan dalam sirkulasi menimbulkan vasodilatasi perifer
menyeluruh, peningkatan permebilitas kapiler menyebabkan terjadi kehilangan banyak
plasma dari sirkulasi maka dalam beberapa menit dapat meninggal akibat syok sirkulasi.
Histamin yang dilepaskan akan menimbulkan vasodilatasi yang menginduksi timbulnya
red flare (kemerahan) dan peningkatan permeabilitas kapiler setempat sehingga terjadi
pembengkakan pada area yang berbatas jelas (disebut hives). Urtikaria muncul akibat
masuknya antigen kearea kulit yang spesifik dan menimbulkan reaksi setempat.
Histamin yang dilepaskan sebagai respon terhadap reaksi menyebabkan
dilatasi pembuluh darah setempat terjadi peningkatan tekanan kapiler dan peningkatan
permeabilitas kapiler menimbulkan kebocoran cairan yang cepat dalam hidug
menyebabkan dinding mukosa hidung bengkak dan bersekresi.
Allergen
(Antibiotik, makanan, bisa binatang, lateks )
Reaksi antibody
SYOK ANAFILAKTIK
Kekurangan volume
cairan
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penunjang diagnostik EKG untuk mengetahui gambaran jantung (biasanya pada gambar
EKG gelombang T mendatar dan terbalik), aritmia. Tidak ada pemeriksaan laboratorium
yang khas, diagnosa ditegakkan dengan adanya keluhan dan tanda anafilaktik dengan
riwayat sebelumnya memakai obat parenteral atau adanya gigitan serangga.
6. PENATALAKSANAAN
a. Memerlukan tindakan cepat, diutamakan dengan pemberian adrenalin sesegera
mungkin
b. Penanganan utama
1) Hentikan antigen penyebab, beri antihistamin
2) Baringkan pasien dengan posisi tungkai / kaki lebih tinggi dari kepala
3) Pemberian adrenalin 1:1000 ( 1mg / ml )
4) Segera diberi IM dosis 0,3-0,5 ml pada otot deltoideus ( anak 0,01 mg/ kg BB )
dapat diulang tiap 5 menit
5) Pemberian adrenalin iv bila tidak ada respon pemberian dengan im atau terjadi
kegagalan sirkulasi dan syok dosis 0,5 ml. Adrenalin 1:1000 diencerkan dalam 10
ml larutan dan diberikan selama 10 menit
6) Pasang infus untuk mengatasi hipovolemia dan tanda kolaps vaskuler
7) Bebaskan jalan nafas kalau perlu pasang intubasi endotrakeal
8) Pemberian oksigen 5-10 lt/mt, bila perlu bantuan pernafasan
c. Pengobatan tambahan
1) Antihistamin : dipenhidramin iv 50 mg pelan ( 5-10 menit ) diulang tiap 6 jam
selama 48 jam
2) Kortikosteroid : untuk mencegah reaksi berulang seperti hidrokortison
d. Tindakan dan pengobatan simptomatis
1) Apabila terjadi bronkospasme yang menetap atau tidak mempan dengan adrenalin
maka diberikan aminopillin 1v 4-7 mg/kg BB selama 10-20 menit , bronkodilator
aerosol.
2) Apabila tekanan darah tidak naik dengan pemberian cairan maka dapat diberikan
dopamin 0.3-1.2 mg/ kg BB / jam dalam larutan infus Dextrose 5%
3) Apabila ada obstruksi saluran nafas atas karena oedema maka dilakukan intubasi
dan trakeostomi.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian :
Data subyektif :
- Pasien mengeluh kesulitan dalam bernafas.
- Pasien mengeluh gatal-gatal.
- Pasien mengeluh pusing.
- Pasien mengeluh kesulitan menelan
- Pasien mengeluh muntah
Data objektif:
- Bronkospasme dan edema saluran nafas atau laring
- Pembengkakan periorbital
- Pruritus
- Pasien tampak menggaruk daerah yang gatal
- Pasien terlihat kejang - kejang
DAPUS:
Bailey, J.J., Sabbagh, M., Loiselle, C. G., Boileau, J.,& McVey, L. (2010). Intensive and
Critical Care Nursing 2010, Vol. 26, Hal. 986.
2. Etiologi
Terdapat beberapa penyebab dari terjadinya shock kardiogenik, diantaranya:
a. Gangguan kontraktilitas miokardium.
b. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru
dan/atau hipoperfusi iskemik
c. Infark miokard akut ( AMI)
d. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur septum,
atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat)
syok kardiogenik pada pasien dengan infark-infark yang lebih kecil
e. Valvular stenosis
f. Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung)
g. Cardiomyopathy ( myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak diketahui
penyebabnya )
h. Trauma jantung
i. Temponade jantung akut
j. Komplikasi bedah jantung
3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri dada yang berkelanjutan, dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak pucat,
danapprehensive (anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
b. Hipoperfusi jaringan
c. Keadaan mental tertekan/depresi
d. Anggota gerak teraba dingin
e. Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
f. takikardi (detak jantung yang cepat,yakni > 100x/menit)
g. Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit
h. Hipotensi : tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg
i. Diaphoresis (diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis,
perspirasi)
j. Distensi vena jugularis
k. Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
l. Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
m. Suara nafas dapat terdengar jelas dari edem paru akut
c. Kriteria
Adanya disfungsi miokard disertai dengan:
1) Tekanan darah sistolis arteri < 80 mmHg.
2) Produksi urin < 20 mL/jam.
3) Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
4) Ada tanda-tanda: gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardi
4. Patofisiologi
Syok kardiogenik merupakan kondisi yang terjadi sebagai serangan jantung
pada fase terminal dari berbagai penyakit jantung. Berkurangnya ke aliran darah
koroner berdampak pada supply O2 kejaringan khususnya pada otot jantung yang
semakin berkurang, hal ini akan menyababkan iscemik miokard pada fase awal,
namun bila berkelanjutan akan menimbulkan injuri sampai infark miokard. Bila
kondisi tersebut tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan kondisi yang
dinamakan syok kardiogenik. Pada kondisi syok, metabolisme yang pada fase awal
sudah mengalami perubahan pada kondisi anaerob akan semakin memburuk sehingga
produksi asam laktat terus meningkat dan memicu timbulnya nyeri hebat seperti
terbakar maupun tertekan yang menjalar sampai leher dan lengan kiri, kelemahan
fisik juga terjadi sebagai akibat dari penimbunan asam laktat yang tinggi pada darah.
Semakin Menurunnya kondisi pada fase syok otot jantung semakin kehilangan
kemampuan untuk berkontraksi utuk memompa darah. Penurunan jumlah strok
volume mengakibatkan berkurangnnya cardiac output atau berhenti sama sekali. Hal
tersebut menyebakkan suplay darah maupun O2 sangatlah menurun kejaringan,
sehingga menimbulkan kondisi penurunan kesadaran dengan akral dinging pada
ektrimitas, Kompensasi dari otot jantung dengan meningkatkan denyut nadi yang
berdampak pada penurunan tekanan darah Juga tidak memperbaiki kondisi penurunan
kesadaran. Aktifitas ginjal juga terganggu pada penurunan cardiac output,yang
berdampak pada penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR ). Pada kondisi ini
pengaktifan system rennin, angiotensin dan aldostreron akan , menambah retensi air
dan natrium menyebabkan produksi urine berkurang( Oliguri < 30ml/ jam).
Penurunan kontraktilitas miokard pada fase syok yang menyebabkan adanya
peningkatan residu darah di ventrikel, yang mana kondisi ini akan semakin
memburuk pada keadaan regurgitasi maupun stenosis valvular .Hal tersebut dapat
menyebabkan bendungan vena pulmonalis oleh akumulasi cairan maupun refluk
aliran darah dan akhirnya memperberat kondisi edema paru.
5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik:
1) Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan
intubasi.
2) Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg.
3) Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus
diatasi dengan pemberian morfin.
4) Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang
terjadi.
5) Bila mungkin pasang CVP.
6) Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
b. Medikamentosa :
1) Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri
2) Ansietas, bila cemas
3) Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi
4) Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit
5) Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung
tidak adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
6) Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon
IV.
7) Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m
8) Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.
Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia
dan kerusakan pola.
b. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
c. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau
peningkatan tekanan pulmonal.
d. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
e. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi
serta mengkaji potensi arteri koroner.
f. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi
ginjal, terapi diuretic.
g. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF
memperburuk PPOM.
h. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
i. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan
jantung,misalnya infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan
Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).
7. Komplikasi
a. Cardiopulmonary arrest
b. Disritmi
c. Gagal multisistem organ
d. Stroke
e. Tromboemboli
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien dengan syok kardiogenik , dengan data fokus
pada :
a. Aktivitas
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan warna
kulit kelembaban, kelemahan umum
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat AMI sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD,
diabetes mellitus.
Tanda : tekanan darah turun <90 mmhg atau dibawah, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau
lemah, tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung
atau penurun an kontraktilitas ventrikel, Gejala hipoperfusi jaringan kulit ;
dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis, vena – vena pada
punggung tangan dan kaki kolaps
c. Eliminasi
Gejala : Produksi urine < 30 ml/ jam
Tanda : oliguri
d. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak dan sangat hebat, tidak hilang
dengan istirahat atau nitrogliserin, lokasi tipikal pada dada anterio substernal,
prekordial, dapat menyebar ketangan, rahang, wajah, tidak tentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang,abdomen,punggung, leher, dengan kualitas
chorusing, menyempit, berat,tertekan , dengan skala biasanya 10 pada skala 1-
10, mungkin dirasakan pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Tanda : wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang, mengeliat,
menarik diri, kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau irama jantung,
TD,pernafasan, warna kulit/ kelembaban ,bahkan penurunan kesadaran.
e. Pernafasan
Gejala : dyspnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
dengan atau tanpa produksi sputum,penggunaan bantuan pernafasan oksigen
atau medikasi,riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis
Tanda : takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan ototaksesori
pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk terus –
menerus,dengan / tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah
muda/ berbuih ( edema pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar
dengan crakles dari basilar dan mengi peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak
atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral dingin.
2. DIAGNOSA Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai
dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put
menurun, sianosis, edema (vena).
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
reflek otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada,
dispnea, gelisah, meringis.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen dan
kebutuhan (penurunan / terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat.
3. INTERVENSI
N DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
O KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan 1. Evaluasi frekuensi
berhubungan dengan asuhan keperawatan pernafasan dan kedalaman.
pertukaran gas ditandai selama 3x 24 jam Catat upaya pernafasan,
dengan sesak nafas, diharapkan pola nafas contoh adannya dispnea,
gangguan frekwensi efektif penggunaan obat bantu
pernafasan, batuk-batuk nafas, pelebaran nasal
2. Auskultasi bunyi nafas. Catat
kriteria hasil :
area yang menurun atau
1. Klien tidak sesak
tidak adannya bunyi nafas
nafas.
dan adannya bunyi nafas
2. Frekueensi
tambahan, contoh krekels
pernafasan
atau ronchi.
normal.
3. Kalaborasi dengan beriakan
3. Tidak ada batuk-
tambahan oksigen dengan
batuk.
kanula atau masker sesuai
§
indikasi.
§
§