Anda di halaman 1dari 9

https://kemenperin.go.

id/artikel/20908/Tumbuh-Positif,-Industri-Masih-Kontributor-Terbesar-Ekonomi-
Hingga-19-Persen

Tumbuh Positif, Industri Masih Kontributor Terbesar Ekonomi Hingga 19 Persen

Senin, 5 Agustus 2019

Sektor industri masih memberikan kontribusi paling besar terhadap struktur produk domestik bruto
(PDB) nasional pada triwulan II tahun 2019 dengan capaian 19,52% (y-on-y). Sepanjang paruh kedua ini,
pertumbuhan ekonomi mencatatkan di angka 5,05%.

"Kinerja industri manufaktur kita masih tumbuh positif. Semangat dan kepercayaan diri dari pelaku
usaha untuk investasi dan ekspansi juga masih tinggi," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di
Jakarta, Senin (5/8).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan merupakan sumber pertumbuhan
tertinggi pada perekonomian nasional di triwulan II-2019 sebesar 0,74%. Sektor lainnya yang turut
berkontribusi, di antaranya pertanian (0,71%), perdagangan (0,61%), dan konstruksi (0,55%).

Adapun tiga sektor yang menopang pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada kuartal dua tahun
ini, yaitu industri tekstil dan pakaian jadi yang tumbuh melejit hingga 20,71%, kemudian disusul industri
kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman yang tumbuh mencapai
12,49%.

Selanjutnya, industri makanan dan minuman tumbuh sebesar 7,99%. Kinerja sektor-sektor manufaktur
tersebut mampu melampaui pertumbuhan ekonomi di periode yang sama. Secara keseluruhan, pada
triwulan II-2019, industri pengolahan nonmigas tumbuh 3,98% (y-on-y)
Industri tekstil dan pakaian jadi tumbuh signfikan dengan didukung peningkatan produksi di beberapa
sentra. Sementara itu, pertumbuhan industri makanan dan minuman dipengaruhi oleh peningkatan
permintaan domestik dan ekspor.

Menperin menegaskan, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional semakin kompetitif di kancah
global karena telah memiliki daya saing tinggi. Hal ini lantaran struktur industrinya sudah terintegrasi
dari hulu sampai hilir dan produknya juga dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional.

"Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri TPT merupakan satu dari lima sektor manufaktur
yang sedang diprioritaskan pengembangannya sebagai sektor pionir dalam penerapan industri 4.0,"
jelasnya. Aspirasi besar yang akan diwujudkan Indonesia adalah menjadikan industri TPT nasional masuk
jajaran lima besar perusahaan kelas dunia pada tahun 2030.

Kementerian Perindustrian mencatat kinerja ekspor industri TPT nasional dalam kurun tiga tahun
terakhir terus menanjak. Pada tahun 2016, berada di angka USD11,87 Miliar kemudian di tahun 2017
menyentuh USD12,59 miliar dengan surplus USD5 miliar. Tren ini berlanjut sampai dengan 2018 dengan
nilai ekspor USD13,27 miliar.

Di sektor industri makanan dan minuman, Indonesia memiliki potensi pertumbuhan signfikan karena
didukung sumber daya alam melimpah dan permintaan domestik yang besar. Oleh karenanya, sejumlah
produsen masih percaya diri dan optimistis untuk meningkatkan investasi dan berekspansi guna
memenuhi permintaan pasar, baik di domestik maupun ekspor.
Sektor industri makanan memberikan sumbangsih signfikan terhadap peningkatan nilai investasi sebesar
USD323 juta (PMA) dan Rp12,3 triliun (PMDN) pada paruh kedua tahun ini. Total penyerapan tenaga
kerja industri makanan dan minuman mencapai 1,2 juta orang.

Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.

https://www.google.com/amp/s/amp.kontan.co.id/release/sektor-industri-masih-jadi-andalan-pdb-
nasional

Logo

Sektor Industri Masih Jadi Andalan PDB Nasional

Sektor Industri Masih Jadi Andalan PDB Nasional

Oleh:

Jumat, 07 Agustus 2020 14:28 WIB

Sektor industri masih memberikan kontribusi terbesar pada struktur produk domestik bruto (PDB)
nasional sepanjang triwulan II tahun 2020 dengan mencapai 19,87 persen. Guna menjaga kinerja sektor
industri, pemerintah berkomitmen untuk memberikan stimulus atau insentif yang dibutuhkan saat ini.

“Kami akan terus melakukan berbagai upaya strategis agar industri manufaktur tetap berproduksi dan
berdaya saing di tengah pandemi Covid-19. Misalnya memberikan fleksibilitas bagi dunia usaha untuk
beroperasi,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Jumat (7/8).

Baca Juga

Siap Tampung Investor, Jumlah dan Luas Kawasan Industri Melonjak

Kemenperin: Industri Batik dan Kerajinan Perlu Dipoles Teknologi Modern


Menperin menjelaskan, salah satu bentuk dukungan yang telah diberikan agar dunia usaha bisa
beroperasi di tengah pandemi adalah dengan penerbitan izin operasional mobilitas dan kegiatan industri
(IOMKI) pada awal triwulan II-2020. Dengan penerbitan IOMKI, diharapkan dapat membantu
perekonomian Indonesia tidak terpuruk terlalu dalam.

“Pemerintah akan menjalankan pemulihan ekonomi nasional secara simultan dengan penanganan
pandemi Covid-19. Artinya, mendorong aktivitas sektor industri juga harus tetap mengikuti protokol
kesehatan yang ketat,” paparnya.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik, terjadinya kontraksi 5,74 persen pada industri pengolahan
nonmigas pada triwulan II-2020 yang disebabkan oleh wabah Covid-19. Sementara itu, di periode yang
sama, perekonomian Indonesia tumbuh minus 5,32 persen secara tahunan (y-o-y).

Namun demikian, Menperin optimistis, pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal membaik pada kuartal
III-2020. “Saya amat yakin triwulan III ini akan rebound,” ungkapnya. Apalagi, pemerintah telah banyak
mengeluarkan banyak stimulus kepada pelaku industri, termasuk sektor industri kecil menengah (IKM)
untuk menggairahkan kembali kinerja mereka.

“Pemerintah sudah menggulirkan berbagai macam stimulus untuk dunia usaha, bahkan yang terbaru
kami telah mengusulkan untuk penghapusan biaya minimum listrik 40 jam nyala bagi industri. Khusus
untuk sektor industri, kami mempersiapkan adanya stimulus khusus modal kerja yang dapat dinikmati
oleh sektor industri, termasuk bagi pelaku IKM,” sebutnya.

Lebih lanjut, Menperin mengatakan, pihaknya terus memantau dan mendorong semaksimal mungkin
agar stimulus-stimulus yang telah diberikan pemerintah kepada sektor industri dapat segera terealisasi
dan terasa manfaatnya.

Agus menyatakan pihaknya akan terus menjaga momentum peningkatan indeks PMI nasional agar bisa
kembali menembus level 50,0 pada kuartal III/2020. “Kami juga akan menjaga momentum peningkatan
Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia agar bisa kembali menembus level 50,0 pada
kuartal III-2020,” imbuhnya.

Merujuk hasil survei yang dirilis IHS Markit, PMI manufaktur Indonesia pada bulan Juli 2020 berada di
level 46,9 atau naik dibandingkan bulan sebelumnya dengan 39,1 poin. Peningkatan ini juga
menunjukkan peningkatan kepercayaan bisnis terhadap kondisi pasar yang lebih normal.

Sektor tangguh

Meskipun di tengah kondisi perekonomian nasional yang mengalami kontraksi dalam pada triwulan II-
2020, terdapat sektor industri manufaktur yang masih mencatatkan kinerja positif. Sektor tangguh
tersebut, meliputi industri kimia, farmasi dan obat tradisional yang tumbuh sebesar 8,65 persen.

Capaian itu meningkat dibanding triwulan I-2020 yang tumbuh 5,59 persen. Akeselerasi pertumbuhan
sektor industri kimia, farmasi dan obat tradisional ini didukung karena peningkatan dari permintaan
domestik terhadap obat-obatan atau suplemen dalam upaya menghadapi wabah Covid-19.
“Peningkatan PMI manufaktur Indonesia pada kuartal III-2020, akan bergantung pada sektor manufaktur
yang utilitasnya dapat meningkat signifikan, yakni sektor-sektor yang memiliki permintaan domestik
tinggi seperti industri farmasi, alat kesehatan, serta makanan dan minuman,” ungkap Agus.

Berdasarkan data BPS, pada triwulan II-2020, sektor industri logam dasar tumbuh 2,76 persen. Kinerja
positif ini karena peningkatan kapasitas produksi besi-baja di Sulawesi Tengah. Selain itu, peningkatan
ekspor logam dasar, di antaranya komoditas ferro alloy nickel dan stainless steel.

Berikutnya, industri kertas dan barang dari kertas percetakan dan reproduksi media rekaman yang
tumbuh 1,10 persen. Capaian ini didukung dari peningkatan produksi kertas di beberapa sentra produksi
seperti Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. Selain itu, permintaan luar negeri yang mengalami
pertumbuhan.

Sektor lainnya, industri makanan dan minuman yang tumbuh 0,22 persen. Adapun, angka tersebut
meningkat sekitar 1,87 persen jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Pertumbuhan sektor ini
diidukung peningkatan ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak inti kelapa
sawit (palm kernel oil/PKO).

Menurut Menteri AGK, yang perlu dilakukan untuk menggenjot kinerja industri saat ini salah satunya
dengan mengoptimalkan sisi permintaan pasar, sehingga penyerapan terhadap produk-produk industri
manufaktur di Indonesia bisa terjadi. “Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita. Stimulus bagi dunia
industri akan terus kami gulirkan agar aktivitas industri bisa kembali normal,” tuturnya.

Guna meningkatkan daya saing sektor industri, Agus menambahkan, pemerintah akan mengintegrasikan
peta jalan substitusi impor sebesar 35% pada tahun 2022 dengan implementasi program prioritas pada
peta jalan Making Indonesia 4.0. Sebab, penggunaan teknologi dapat menurunkan biaya operasional
dan meningkatkan produktivitas.

“Selain pengurangan impor, strategi lainnya adalah peningkatan utilisasi produksi seluruh sektor
manufaktur yang anjlok ke level 40% pada awal masa pandemi,” ujarnya. Menperin menargetkan angka
tersebut akan terus naik ke kisaran 60% pada akhir 2020, sehingga bisa kembali ke kondisi sebelum
pandemi di kisaran 75% pada akhir 2021.

Editor: Marketing Exabytes

https://kemenperin.go.id/artikel/21704/Lampaui-19-Persen-Pada-Kuartal-I-2020,-Industri-Masih-
Berkontribusi-Tinggi

Lampaui 19 Persen Pada Kuartal I-2020, Industri Masih Berkontribusi Tinggi

Selasa, 5 Mei 2020


Meskipun di tengah tekanan dampak pandemi Covid-19, sektor industri masih memberikan kontribusi
paling besar terhadap struktur produk domestik bruto (PDB) nasional hingga 19,98 persen pada triwulan
I tahun 2020. Melalui peran vitalnya tersebut, pemerintah bertekad memacu kinerja sektor industri agar
terus mendorong roda perekonomian, namun dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.

“Kami telah melakukan pemetaan kepada sektor-sektor industri yang terpukul karena pandemi Covid-
19. Dari banyaknya sektor yang terimbas, ada beberapa sektor yang tetap memiliki demand tinggi yang
bisa memperkuat neraca perdagangan,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT)
Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam di Jakarta, Selasa (5/5).

Menurut Dirjen IKFT, pemetaan tersebut mulai dari sektor industri kecil, menengah sampai skala besar.
“Secara ringkas, 60 persen dari industri suffer, 40 persennya adalah insustri yang moderat dan demand
tinggi. Hal ini tentunya akan menyebabkan tertekannya pada pertumbuhan industri,” ungkapnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri pengolahan nonmigas berada di
angka 2,01 persen sepanjang kuartal I-2020. Hal ini membawa dampak pada laju perekonomian nasional
yang hanya mampu tumbuh 2,97 persen.

Sementara itu, sejumlah negara mitra dagang Indonesia ikut pula terkontraksi sebagai akibat adanya
pembatasan aktivitas dan lockdown untuk mengendalikan penyebaran Covid-19. Sebut saja, China yang
pertumbuhan ekonominya merosot hingga -6,8 persen pada kuartal I-2020. Selanjutnya, Amerika Serikat
(0,3%), Singapura (-2,2%), Korea Selatan (1,3%), Hongkong (-8,9%), dan Uni Eropa (-2,7%).
Khayam menyebutkan, sektor manufaktur yang saat ini masih memiliki permintaan cukup tinggi di
pasar, yakni industri makanan dan minuman. Selain itu, industri yang terkait dengan sektor kesehatan,
seperti industri alat pelindung diri (APD), industri alat kesehatan dan etanol, industri masker dan sarung
tangan, serta industri farmasi dan fitofarmaka.

Merujuk laporan BPS, beberapa sektor industri pengolahan nonmigas yang masih memcatatkan kinerja
positif sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, di antaranya adalah industri kimia, farmasi dan obat
tradisional yang tumbuh 5,59 persen, kemudian industri alat angkutan (4,64%) serta industri makanan
dan minuman (3,94%).

Sedangkan sektor yang terpukul paling parah oleh dampak pandemi virus corona, meliputi industri
otomotif, logam, kabel dan peralatan listrik, semen, keramik, kaca, karet, mesin, alat berat, elektronika
dan peralatan komunikasi, tekstil, serta mebel dan kerajinan. “Yang terdampak moderat, di antaranya
adalah industri petrokimia, industri plastik, dan industri pulp,” imbuh Khayam.

Pengaruh daya beli

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengemukakan turunnya Purchasing


Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia karena merosotnya daya beli masyarakat selama pandemi
(Covid-19). Berdasarkan rilis dari IHS Markit, PMI manufaktur Indonesia periode April 2020 berada di
level 27,5.
“Ekonomi kita khususnya sektor industri manufaktur sangat tergantung dari kemampuan pasar dalam
negeri atau konsumsi domestik. Assessment kami sekitar 70 persen hasil produksi industri manufaktur
diserap pasar dalam negeri,” papar Menperin.

Maka ketika daya beli masyarakat tertekan, hal itu berdampak terhadap minimnya permintaan pasar.
Secara otomatis perusahaan atau industri harus melakukan penyesuaian, termasuk penurunan drastis
utilisasinya.

“Belum lagi dikaitkan dengan supply chain dari industri turunannya yang banyak tergantung dari industri
besar atau industri induknya, pasti juga akan memukul supply chain tersebut,” ujat Agus. Menurutnya,
kebutuhan dan ketersediaan bahan baku juga menjadi kendala, karena dikaitkan dengan demand yang
ada.

Selain itu, indeks manufaktur yang menurun juga disebabkan oleh pergerakan nilai tukar rupiah yang
melemah. “Variabel penjualan dan input manufaktur kita 74 persen impor dan dengan tambahan
tekanan kurs maka beban input meningkat. Akibatnya, output menurun signifikan,” tandasnya.

Namun demikian, Menperin Agus optimistis kegiatan industri akan segera normal bila Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) dicabut nanti. “Industri manufaktur kita akan bergairah lagi, seperti PMI yang 51,9
di bulan Februari lalu,” tegasnya.
Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.

https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/laporan-perkembangan-ekonomi-indonesia-dan-
dunia-triwulan-i-tahun-2020/

Anda mungkin juga menyukai