Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Manajemen perusahaan memiliki kewajiban untuk menyediakan informasi laporan

keuangan kepada pengguna laporan keuangan. Laporan keuangan adalah suatu informasi

yang menggambarkan kondisi suatu perusahaan, dimana selanjutnya akan menjadi suatu

informasi yang menggambarkan mengenai kinerja suatu perusahaan (Irham Fahmi,2011).

Laporan keuangan juga merupakan sarana informasi pertanggungjawaban manajemen

atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Laporan keuangan

bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta

perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar

pengguna dan pengambil keputusan. Informasi laba pada laporan keuangan merupakan

informasi yang penting bagi manajemen sehingga mengakibatkan pihak manajemen

untuk melakukan perilaku disfungsional havior yaitu dengan maksud untuk

memaksimalkan keuntungan dengan memanfaatkan fleksibilitas standar akuntansi yang

digunakan oleh perusahaan. Disfungsional behavior muncul karena adanya informasi

asimetris antara pihak terkait atau pihak yang berkepentingan. Akibatnya, perusahaan

termotivasi untuk melakukan praktik perataan laba (Income Smoothing).

Perataan laba (Income smoothing) dilakukan oleh perusahaan untuk menunjukkan

kemampuan perusahaan kepada investor atau pun calon investor bahwa perusahaan

tersebut dalam keadaan yang stabil dalam menghasilkan laba guna peningkatan nilai

saham dan pemberian deviden  (We Fu et al., 2002; Acharya & Lambrecht, 2015).

Sehingga investor yang lama tidak menarik investasinya diperusahaan tersebut dan

investor yang baru tertarik untuk menanamkan uangnya di perusahaan tersebut. Praktik
Perataan laba merupakan fenomena yang telah banyak dilakukan di berbagai negara.

Banyak yang memperdebatkan apakah perataan laba itu baik atau buruk, serta mengapa

perataan laba ini banyak dan boleh dilakukan. Perataan laba tidak menjadi masalah untuk

dilakukan selama dalam pelaksanaannya tidak mengandung fraud (Wijoyo, 2014). Disisi

lain perataan laba dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan

seperti investor maupun pemakai laporan keuangan. Pengungkapan informasi mengenai

laba menjadi menyesatkan dan akan menyebabkan terjadinya kesalahan dalam

pengambilan keputusan. Namun berbeda dengan pendapat Fischer & Rosenzweig (1995),

bahwa praktik manajemen laba hanyalah upaya “mempermainkan” angka laba di atas

kertas, dan tidak menimbulkan kerugian materi bagi siapapun. Dengan demikian dapat

dilihat bahwa batasan perataan laba dan manipulasi laba menjadi tipis. Peluang dari

standar akuntansi dan kebebasan untuk memilih metode akuntansi mendorong semakin

longgarnya praktik manajemen laba. Secara umum masih banyak persepsi yang

mengatakan bahwa manajemen laba bukanlah manipulasi laba selama dilakukan masih

dalam koridor SAK.

Praktik perataan laba tidak akan terjadi jika keuntungan yang diharapkan tidak jauh

berbeda dengan laba aktual (Banam & Mehzaren, 2016) . Kasus perataan laba terjadi

disalah satu perusahaan Bursa Efek Indonesia, Wimboh Santoso(2019) menyatakan

bahwa kasus ini bermula dari laporan keuangan perusahaan yang membukukan laba

bersih US$ 809.846 pada tahun 2018 atau setara Rp 11,49 miliar (kurs Rp 14.200/US$).

Dari data tersebut jika ditinjau lebih detail, perusahaan Garuda Indonesia Airways ini

seharusnya mengalami kerugian. Dikarenakan, total beban usaha yang dibukukan

perusahaan tahun lalu mencapai US$ 4,58 miliar. Angka ini lebih besar US$ 206,08 juta

dibanding total pendapatan tahun 2018. Pada 24 April 2019 muncul dugaan kejanggalan

pada laporan keuangan Garuda Indonesia tahun buku 2018. Hal ini membuat
Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil tindakan. Garuda

Indonesia sebelumnya menjalin kerja sama dengan PT Mahata Aero Terknologi. Kerja

sama itu nilainya mencapai US$ 239,94 juta atau sekitar Rp 2,98 triliun . Dana itu masih

bersifat piutang tapi sudah diakui oleh Manajemen Garuda Indonesia sebagai pendapatan.

Alhasil, pada 2018 secara mengejutkan BUMN maskapai itu meraih laba bersih US$

809,85 ribu atau setara Rp 11,33 miliar (kurs Rp 14.000). (Detik Finance, 2019).

Habib (2012) menyatakan bahwa terjadinya praktik perataan laba juga dipengaruhi

oleh konflik kepentingan antara pihak internal (manajemen) dan pihak eksternal

(pemegang saham, kreditor, dan pemerintah). Pihak manajemen lebih memilih untuk

membayar pajak lebih rendah, sementara pemerintah ingin memungut pajak sesuai tarif

pajak.

Tarif pajak efektif adalah perbandingan antara pajak riil yang kita bayar dengan laba

komersial sebelum pajak (Richardson & Lanis, 2007). Keberadaan nilai effective tax rate

(ETR) merupakan bentuk perhitungan nilai tarif ideal pajak yang dihitung dalam sebuah

perusahaan, keberadaan dari effective tax rate (ETR) menjadi suatu perhatian yang khusus

pada berbagai penelitian karena dapat merangkum efek kumulatif dari berbagai insentif

pajak dan perubahan tarif pajak perusahaan (Liansheng et al., 2007). Tarif pajak efektif

digunakan untuk mengukur pajak yang dibayarkan sebagai proporsi dari pendapatan

ekonomi, sementara tarif pajak yang berlaku menunjukkan jumlah kewajiban pajak relatif

terhadap penghasilan kena pajak. Tarif pajak perusahaan yang efektif merupakan ukuran

penting beban pajak bagi pembuat kebijakan untuk jenis bisnis tertentu dan dalam

memberikan insentif kepada pembayar pajak. Penelitian ini menggunakan tarif pajak

efektif sebagai mediasi. Ini karena tarif pajak yang efektif adalah salah satu faktor yang

mendorong manajemen untuk melakukan perataan laba. Scott (2000) menyatakan bahwa


pajak penghasilan adalah motivasi paling signifikan bagi manajemen untuk melakukan

perataan laba.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Apakah tarif pajak efektif berpengaruh terhadap Income Smoothing?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menguji seara empiris pengaruh tarif pajak efektif

terhadap Income Smoothing.

1.4 Data dan sampel

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, dimana peneliti berusaha

menemukan sebuah fenomena dengan menganalisa hasil perhitungan yang dilakukan.

Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia

(BEI) dari tahun 2015-2019 sebagai populasi. Kriteria pemilihan sampel pada penelitian

ini adalah sebagai berikut: a) Perusahaan mengalami laba berturut-turut selama periode

penelitian. b) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

selama periode 2015 sampai 2019. c) Perusahaan yang menyajikan laporan tahunannya

dalam website perusahaan atau website Bursa Efek Indonesia selama periode 2015-2019.

d) Laporan keuangan perusahaan memiliki data-data yang berkaitan dengan variabel

penelitian. e) Perusahaan yang melaporkan laporan keuangan dalam mata uang rupiah

(Rp) agar tidak terpengaruh oleh fluktuasi nilai rupiah terhadap dolar.

1.5 Metodologi Penelitian

Dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan teknik:

a). Studi pustaka

Metode Pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca jurnal referensi yang

dapat digunakan sebagai landasan teori untuk menganalisis data.

b). Dokumentasi
Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengambil data dari laporan

keuangan dan laporan tahunan 2015-2019.

1.6 Kontribusi Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan referensi bagi

perusahaan dalam pengambilan keputusan.

1.7 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu hanya mengambil satu sektor perusahaan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia yaitu sektor manufaktur.

Anda mungkin juga menyukai