Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Uang Dalam Ilmu Ekonomi Makro Islam

Diajukan untuk memenuhi tugas mandiri Teori Ekonomi Makro Syariah

Dosen pengampu: Siti Zariah, S.E.I.

Semester / Kelas : II / B

Disusun oleh:

Muhammad Aswandi

Program Studi Ekonomi Syariah

STAI Auliaurrasyidin

Tembilahan

2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat
dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam
menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.

Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Teori Ekonomi Makro
Syariah pada Program Studi Ekonomi Syariah dengan ini penulis mengangkat
judul “Uang Dalam Ilmu Ekonomi Makro Islam ”.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

Tembilahan, Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................... i

Datar Isi................................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan................................................................................................ 1

A. Latar Belakang................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
C. Tujuan Pembahasan ........................................................................................... 2

BAB II Pembahasan .............................................................................................. 3

A. Pengertian Uang ................................................................................................ 3


B. Sejarah Singkat Uang Sebelum dan Sesudah Islam........................................... 5
C. Konsep Uang Dalam Islam................................................................................. 9
D. Makna Uang Dalam Pandangan Islam............................................................... 11
E. Ekonomi Makro dengan Uang........................................................................... 13
F. Perbedaan Uang dalam Ekonomi Islam dan Konvensional............................... 16

BAB III Penutup..................................................................................................... 18

A. Kesimpulan......................................................................................................... 18

Daftar Pustaka........................................................................................................ 20
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam membicakan ekonomi pada umumnya, dan ekonomi islam pada


khususnya, rasanya agak janggal jika tidak memulainya dengan membicarakan
“Uang”. Apalagi, jika pembahasan ekonomi ini terfokus pada masalah atau topic
moneter dan fiscal. Uang adalah alat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sejak
perabadan kuno mata uang logam sudah menjadi alat pembayaran yang biasa
gunakan walaupun belum sesempurna sekarang. Kebutuhan menghendaki adanya
alat pembayaran yang memudahkan pertukaran barang agar pekerjaan dapat lebih
mudah.

Oleh karena itu, uang oleh sebagian besar penduduk bumi ini dipandang
sebagai suatu yang penting. Sebab uang dapat dijadikan alat pemenuhan
kebutuhan manusia, alat pemudah aktivitas ekonomi. Dengan adanya uang yang
berfungsi sebagai alat pembayaran akan memudahkan pertukaran barang,
sehingga pekerjaan dapat dijalankan lebih mudah. Kebutahan uang muncul karena
system barter ternyata banyak menimbulkan kesukaran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan uang?
2. Bagaimana sejarah uang sebelum dan sesudah islam?
3. Bagaimana konsep uang dalam islam?
4. Bagaimana makna uang dalam pandangan islam?
5. Bagaimana ekonomi makro dengan uang?
6. Bagaimana perbedaan konsep uang dalam ekonomi islam dan konvensional?
C. Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan saya dalam menyusun makalah ini adalah disamping


memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar saya khususnya dan semua
mahasiswa pada umumnya mampu memahami tentang uang dalam ilmu ekonomi
makro islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Uang

Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu,
pengertiannya ada beberapa makna yaitu: al-naqdu berarti yang baik dari dirham,
menggenggam dirham, membedakan dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai.
Kata nuqud tidak terdapat dalam al-Quran dan hadis, karena bangsa Arab
umumnya tidak menggunakan nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka
menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas
dan kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka
juga menggunakan wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata ‘ain untuk
menunjukkan dinar emas.

Sedangkan kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang
digunakan untuk membeli barang-barang murah. Uang menurut fuqaha tidak
terbatas pada emas dan perak yang dicetak, tapi mencakup seluruh jenisnya dinar,
dirham dan fulus. Untuk menunjukkan dirham dan dinar mereka mengunakan
istilah naqdain. Namun mereka berbeda pendapat apakah fulus termasuk dalam
istilah naqdain atau tidak. Menurut pendapat yang mu’tamad dari golongan
Syafi’iyah, fulus tidak termasuk naqd, sedangkan Mazhab. Hanafi berpendapat
bahwa naqd mencakup fulus.

    Defenisi nuqd menurut Abu Ubaid (wafat 224 H), seperti yang dikutip
Ahmad Hasan dirham dan dinar adalah nilai harga sesuatu. Ini berarti dinar dan
dirham adalah standar ukuran nilai yang dibayarkan dalam transaksi barang dan
jasa. Senada dengan pendapat ini, Al-Ghazali (wafat 595 H) menyatakan, Allah
menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh harta,
sehinga seluruh harta bisa diukur dengan keduanya. Ibn al-Qayyim (wafat 751 H)
berpendapat dinar dan dirham adalah nilai harga barang komoditas. Ini
mengisyaratkan bahwa uang adalah standar unit ukuran untuk nilai harga
komoditas.

    Dalam pengertian kontemporer, uang adalah benda-benda yang disetujui


oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar-menukar atau
perdagangan dan sebagai standar nilai. Taqyudin al-Nabhani menyatakan, nuqud
adalah standar nilai yang dipergunakan untuk menilai barang dan jasa. Oleh
karena itu uang didefenisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur
barang dan jasa. Jadi uang adalah sarana dalam transaksi yang dilakukan dalam
masyarakat baik untuk barang produksi mapun jasa, baik itu uang yang berasal
dari emas, perak, tambaga, kulit, kayu, batu, besi, selama itu diterima masyarakat
dan dianggap sebagai uang. Untuk dapat diterima sebagai alat tukar, uang harus
memenuhi persyaratan tertentu yakni: 

1. Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu.


2. Tahan lama.
3. Bendanya mempunyai mutu yang sama.
4. Mudah dibawa-bawa.
5. Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya.
6. Jumlahnya terbatas (tidak berlebih-lebihan)
7. Dicetak dan disahkan penggunaannya oleh pemegang otoritas moneter
(pemerintah).

  

     Penerbitan uang merupakan masalah yang dilindungi oleh kaidah-kaidah


umum syari’at Islam. Penerbitan dan penentuan jumlahnya merupakan hal-hal
yang berkaitan dengan kemaslahatan umat, karena itu bermain-main dalam
penerbitan uang akan mendatangkan kerusakan ekonomi rakyat dan negara.
Misalnya hilangnya kepercayaan terhadap mata uang akibat turunnya nilai uang
yang bisa saja disebabkan oleh pembengkakan jumlah uang beredar, dan
sebagainya. Kondisi ini biasanya diringi dengan munculnya inflasi di tengah
masyarakat yang justru mendatangkan kemudaratan pada rakyat. Karena ekonom
muslim berpendapat bahwa penerbitan uang merupakan otoritas negara dan tidak
dibolehkan bagi individu untuk melakukan hal tersebut karena dampaknya sangat
buruk.

    Dalam hal ini Imam Ahmad mengatakan tidak boleh mencetak uang
melainkan dipercetakan negara dan dengan seizin pemerintah, karena jika
masyarakat luas dibolehkan mencetak uang akan terjadi bahaya besar. Untuk
menjaga stablitas nilai tukar uang, Ibn Taimiyah (1263-1328 M) menegaskan,
pemerintah sebagai pemegang otoritas dalam masalah ini harus mencetak uang
sesuai dengan nilai transaksi dari penduduk. Jumlah uang yang beredar harus
sesuai dengan nilai transaksi. Ini berarti Ibn Taimiyah melihat hubungan yang erat
antara jumlah uang beredar dengan total nilai transaksi dan tingkat harga.

B. Sejarah Singkat Uang Sebelum dan Sesudah Islam

     Uang dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdangangan telah
dikenal ribuan tahun yang lalu seperti dalam mesir kuno sekitar 4000 SM – 2000
SM. Dlaam bentuknya yang lebih standar uang emas dan perak diperkenalkan
oleh Julius Caesar dari Romawi sektar tahun 46 SM . Julia Caesar ini pula yag
memperkenalkan standar konversi dari uang perak dan sebaliknya dengan
perbandingan 12:1 untuk perak terhadap emas. Standar Julius Caesar ini berlaku
di belahan dunia eropa selama sekitar 1250 tahun yaitu sampai tahun 1204. 

    Sampai abad ke 13 baik di negeri Islam maupun di negeri non islam
sejarah menunjukkan bahwa mata uang emas yang relatif standar secara luas
digunakan. Pada akhir abad 13 tersebut islam mulai merambah Eropa dengan
berdiri kekhalifah Ustmaniyah dan tonggak sejarahnya tercapai pada tahun 1453
ketika Muahammad Al Fatih menaklukkan konstatinopel dan terjadilah penyatuan
dari seluruh kekuasaan Khalifahan Ustmaniyah. Selama tujuh abad dari abad 13
sampai awal abad 20, dinar dan dirham adalah mata uang yang paling luas
digunakan . Penggunaan dinar dan dirham meliputi seluruhwilyah kekuasaan
usmaniyah yang meliputi 3 benua yaitu Eropa bagian timur dan selatan, Afrika
utara dan Asia. Pada puncak kejayaannya kekuasan Turki Usmaniyah pada abad
16 dan 17 ditambah dengan masa kejayaan islam sebelumya yaitu masa awal
Rasulullah maka secara keseluruhan Dinar dan Dirhamadalah mata uang modern
yang dipakai paling lama (14 abad) dalam sejarah manusia.

     Selain emas dan perak, baik di negeri islam maupun non islam juga
dikenal uang logam yang terbuat dari logam tembaga atau perunggu. Dalam fiqh
islam, uang emas dan perak dikenal sebagai alat tukat yang hakiki, sedangkan
uang dari tembaga atau perunggu dikenal sebagai fulus dan menjadi alat
tukarberdasarkan kesepakatan. Dan sisi sifatnya yang tidak memiliki nilai
intrinsic sebagai nilai tukarnya, fulus ini lebih dekat kepada sifat uang kertas yang
kita kenal sekarang.

1. Uang Pada Masa Rasulullah

Bangsa arab di Hijaz pada masa jahiliah belum memiliki mata uang
tersendiri. Mereka menggunakan mata uang yang merka peroleh berupa Dinar
Emas Hercules, Byziantum dan Dirham perak Dinasti Sasanid dari Iraq, dan
sebagian mata uang bangsa Himyar, Yaman.

Kabilah Quraish mempunyai tradisi melakukan perjalanan dagang dua


kali dalam setahun; ketika musim panas ke negeri Syam (Syria,sekarang) dan
pada musim dingin ke negeri Yaman. Firman Allah SWT.:

Artinya : Karena kabiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka


bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah
mereka menyembah Tuhan pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang
telah memberi makan kepada mereka untuk menghilangkan lapar
dan mengamankan mereka dari ketakutan (QS Al-Quraisy [106]:1-
4).
Penduduk Mekkah tidak memperjual belikan kecuali sebagian emas
yang tidak ditempa dan tidak menerimanya kecuali dalam ukuran timbangan.
Mereka tidak menerima dalam jumlah bilangan. Hal ini disebabkan
beragamnya bentuk dirham dan ukurannya dan munculnya penipuan pada
mata uang mereka seperti nilai tertera yang melebihi dari nilai yang
sebenarnya.

Ketika Nabi Saw diutus sebagai nabi dan rasul oleh Allah SWT, beliau
menetapkan apa yang sudah menjadi tradisi penduduk Mekkah. Dan beliau
memrintahkan penduduk Madinah untuk mengikuti ukuran timbangan
penduduk Mekkah ketika itu mereka berinteraksi ekonomi dengan
menggunakan Dirham dalam jumlah bilangan bukan ukuran timbangan.
Beliau bersabda: “Timbangan adalah timbangan penduduk Mekkah sedang
takaran adalah takaran penduduk madinah.” 

2. Uang Pada Masa Khulafaurrasyidin

Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, beliau tidak melakukan


perubahan terhadap mata uang yang beredar. Bahkan menetapkan apa yang
sudah berjalan pada masa Rasulullah, yaitu penggunaan mata uang Dinar
Haercules dan Dirham Persia.

Begitu pula ketika Umar bin Khattab dibaiat sebagai khalifah, sibuk
melakukan penyebran Islam ke berbagai negara dan menetapkan uang sebagai
mana yang sudah berlaku. Hanya pada tahun 18 H, menurut riwayat tahun 20
H, dicetak Dirham Islam. Akan tetapi Dirham tersebut, bukan cetakan asli
Islam, akan tetapi masih mengkuti model cetakan Sasanid berukiran Kisra
dengan beberapa tambahan berupa ukiran di lingkaran yang meliputi ukiran
Kisra ditambah ukiran beberpa kalimat tauhid dalam jenis tulisan Kufi, seperti
kalimat Bismillah, Bismillah Rabbi, Alhamdulillah, dan pada sebagian lagi
kalimat Muhammad Rasulullah.
Ukuran Dirham Islam ketika itu adalah 6 daniq dan ukuran setiap 10
dirham adalah 7 mitsqal sebagaimana pada masa Nabi Saw. Ketika itu ukuran
hanya dalam ingatan maka pada masa Umar dituliskan di cetakan dirham. 

Pada masa Ustman bin Affan, dicetak dirham seperti model dirham
Khalifah Umar bin Khattab dan ditulis juga kota tempat pencetakan dan
tanggalnya dengan huruf Bahlawiyah dan salah satu kalimat Bismillah,
Barakah, Bismilah Rabbi, Allah, dan Muhammad dengan jenis tulisan Kufi.

Ketika Ali bin Abi Talib menjadi khalifah, beliau mencetak dirham
mengikuti model kahlifah Usman bin Affan dan menuliskan di lingkarannya
salah satu kalimat Bismillah, Bismillah Rabbi, dan Rabiyallahdengan jenis
tulisan Kufi

3. Uang pada masa Dinasti Umawiyah

Pencetakan uang pada masa dinasti Umawiyah semenjak masa


Muawiyah bin Abi Sofyan masih meneruskan model Sasanid dengan
menambahkan beberpa kata tauhid seperti halnya pada masa
Khulafaurrasyidin.

Pada masa Abdul Malik bin Marwan, setelah mengalahkan Abdullah


bin Zubair dan Mush’ab bin Zubair, beliau menyatukan tempat percetakan.
Dan pada tahun 76 H, beliau membuat mata uang Islam yang bernafaskan
model Islam tersendiri, tidak ada lagi isyarat atau tanda Byzantium atau
Persia. Dengan demikian, Abdul Malik bin Marwan adalah orang yang
pertama kali mencetak dinar dan dirham dalam model Islam tersendiri. 

4. Uang Pada Masa Dinasti Abbasiah

Pada masa Abbasiah, pencetakan dinar masih melanjutkan cara Dinasti


Umawiyah. Al-Saffah mencetak dinarnya yang pertama pada awal berdirinya
Dinasti Abbasiah pada tahun 132 H mengikuti model dinar Umawiyah dan
tidak mengubah sedikitpun kecuali pada ukiran-ukirannya.

Sedangkan dirham, pada awalnya ia kurangi satu butir kemudian dua


butir. Pengurangan ukuran dirham terus berlanjut pada masa Abu Ja’far al-
Manshur, dia mengurangi tiga butir hingga pda masa Musa al-Hadi kurangnya
mencapai satu karat. Dinar menjadi tidak seperti aslinya, pengurangan terus
terjadi setelah itu. Namun demikian nilainya, nilainya tetap dihitung seperti
semula. Al-Maqrizy berkata: “Pada bulan Rajab tahun 191, dinar Hasyimiah
mengalami pengurangan sebanyak setengah butir dan hal itu terus berlanjut
sepanjang periode tapi masih berlaku seperti semula.” 

Dengan demikian kita dapat membedakan dua fase pada masa Dinasti
Abbasiah. Fase pertama, terjadi pengurangan terhadap ukuran dirham
kemudian dinar. Fase kedua, ketika pemerintahan melemah dan para
pembantu (Mawali) dari orang Turki ikit seta dalam urusan Negara. Ketika itu
pembiayaan seamakin besar, orang-orang sudah menuju kemewahan sehingga
uang tidak lagi mencukupi kebutuhan. Negara pun membutuhkan bahan baku
tambahan, terjadilah kecurangan dalam pembuatan dirham dan
memcampurkannya dengan tembaga untuk memperoleh keuntungan dari
margin nilai tertulis dengan nilai actual.

Para fuqaha menolak pencetakan dirham yang curang karena terjadi


pengrusakan terhadap uang, merugikan yang berhak, dan menyebabkan
naiknya harga-harga (inflasi). Inflasi tersebut disebabkan nilai uang dirham
tertulis melebihi dari nilai yang sebenarnya.

C. Konsep  Uang Dalam Islam

Konsep uang dalam ekonomi islam berbeda dengan konsep uang dalam
ekonomi konvensional. Dalam ekonomi islam, konsep uang sangat jelas dan tegas
bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang
dikemukakan dalam ekonomi konvensional tidak jelas. Sering kali istilah uang
dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara bolak-balik
(interchangeability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.  

Perbedaan lain adalah bahwa dalam ekonomi islam, uang adalah sesuatu
yang bersifat flow concept dan capital adalah sesuatu yang bersifat stock concept,
sedangkan dalam ekonomi konvensional terdapat beberapa pengertian. Frederic s.
Mishkin, misalnya, mengemukakan konsep Irving fisher yang menyatakan bahwa:

MV = PT

Keterangan:

M = Jumlah uang

V = Tingkat perputaran uang

P = Tingkat harga barang

T = Jumlah barang yang diperdangkan

Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa semakin cepat perputaran


uang (V), maka semakin besar income yang diperoleh. Persamaan ini juga berarti
juga bahwa uang adalah flow concept. Fisher juga mengatakan bahwa sama sekali
tidak ada kolerasi antara kebutuhan memegang uang (demand for holding money)
dengan tingkat suku bunga. Konsep fisher ini hampir sama dengan konsep  yang
ada dalam ekonomi islam, bahwa uang adalah flow concept, bukan stock concept.
Pendapat lain yang diungkapkan oleh Mishkin adalah konsep dari Marshall pigou
dari Cambridge yaitu:

MV = PT

Keterangan:

M = Jumlah uang

K = 1/v

P = Tingkat harga barang

T = Jumlah barang yang diperdangkan


Walaupun secara matematis k dapat dipindahkan kekiri atau ke kanan,
secara fiosofis kedua konsep ini berbeda. Dengan adanya k pada persamaan
marshall pigou di atas menyatakan bahwa demand for holding money adalah
suatu proporsi (K) dari jumlah pendapatan (PT). semakin besar k, semakin besar
demand for holding money (M), untuk tingkat pendapatan tertentu (PT). ini
berarti konsep dari marshall pigou mengatakan bahwa uang adalah stock concept.
Oleh sebab itu, kelompok Cambridge mengatakan bahwa uang adalah salah satu
cara untuk menyimpan kekayaan (store of wealth).

Dari uraian di atas, jelas bahwa kita tidak boleh gegabah untuk
mengatakan bahwa perbedaan Islam dan konvensional adalah Islam memandang
uang sebagai flow concept, dan konvensional memandang uang sebagai stock
concept. Pandangan seperti itu menjadi keliru. Karena pada kenyataannya, dalam
ekonomi konvensional sendiri terjadi pertentangan yang hebat antara kelompok
Friedman dan kaum monetaris di satu kubu, dengan kaum Keynesian dan
Cambridge School di kubu yang lain. Kelompok yang pertama mengatakan,
misalnya Fisher, bahwa uang adalah flow concept, sedangkan kelompok yang
kedua menyakatakan bahwa uang adalah stock concept.

     

D. Makna Uang Dalam Pandangan Islam

Uang yang merupakan pelicin jalannya suatu perekonomian memang


selalu menjadi suatu topik yang hangat untuk dibicarakan. Ibarat sebuah mesin
tanpa minyak, perekonomian juga tidak akan jalan tanpa adanya uang. Namun,
banyak di antara kita yang hanya memahami makna uang dalam konteks
bentuknya sebagai uang kertas dan uang logam. Padahal,definisi uang adalah
segala sesuatu yang dapat diterima sebagai alat pembayaran untuk barang dan jasa
dalam suatu sistem perekonomian. Faktanya, di zaman kuno orang menggunakan
batu, kulit hewan, garam, dan kulit kerang sebagai uang. Dizaman Rasulullah
(SAW), koin emas (dinar) yang berasal dari Romawi dan koin perak (dirham)
yang berasal dari Persia merupakan dua logam mulia yang dianggap sebagai mata
uang. Di zaman sekarang, uang kertas (fiat money) sudah menjadi alat
pembayaran yang umum digunakan di seluruh negara di dunia.

Pada asalnya uang mempunyai tiga fungsi penting, yaitu sebagai alat
tukar, penyimpan nilai, dan pengukur nilai sebuah komoditas. Namun, dengan
menyebar luasnya sistem bunga dalam transaksi keuangan saat ini, fungsi uang
sudah bertambah menjadi sebuah komoditas. Fungsi uang sebagai komoditas
didukung oleh beberapa teori keuangan kontemporer seperti dalam Loanable
Funds Theory. Dalam teori ini bunga (interest) dianggap sebagai harga dari dana
yang tersedia untuk dipinjamkan (loanable fund) yang menjadi salah satu variable
yang mempengaruhi tingkat penawaran (supply of) dan permintaan (demand for)
dari loanable fund tersebut. Berdasarkan teori di atas,dapat disimpulkan bahwa
penyuplai loanable fund akan bersedia memberikan pinjaman uang kepada
peminjam hanya apabila si peminjam bersedia mengembalikan uang pinjamannya
dalam jumlah yang lebih besar dari pokok pinjamannya. Selisih antara jumlah
yang harus dibayarkan peminjam dan pokok pinjamannya itulah yangdisebut
bunga. Secara kontrak, harga (bunga) tersebut mesti dibayar peminjam dalam
keadaan apa pun (usaha si peminjam untung atau rugi) kepada pemberi pinjaman,
karena si pemberi pinjaman dianggap sudah menjual sebuah komoditas yang
disebut dengan uang.

Di sini sangat jelas terlihat bahwa dalam sistem keuangan yang berlaku
sekarang, uang sudah dianggap sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan. Hal
ini berlawanan dengan pandangan Islam yang tidak menerima fungsi uang sebagai
suatu komoditas. Hal itu dikarenakan uang tidak memenuhi syarat sebagai sebuah
komoditas.

Namun, perlu juga ditegaskan di sini bahwa uang fiat adalah uang yang
sah di sisi syariah. Penulis tidak setuju dengan pandangan bahwa hanya uang
emas yang sah di sisi syariah. Memang, benar uang emas adalah uang yang paling
baik dan paling stabil nilainya, dan kalau kita bisa kembali menggunakan emas
sebagai standar nilai uang, sudah tentu sistem keuangan dunia akan jauh lebih
baik. Namun, mengklaim bahwa hanya emas atau perak saja yang diakui Islam
sebagai uang dan selain emas dan perak maka tidak sah, hal ini adalah klaim yang
berlebihan. Buktinya, Khalifah Umar pernah berniat untuk menjadikan kulit unta
sebagai mata uang, namun kemudian dinasihati supaya tidak melakukannya,
karena nantinya unta akan pupus dari kehidupan. Begitu juga Imam Malik pernah
berkata bahwa seandainya masyarakat menjadikan kulit hewan sebagai mata
uang, niscaya beliau akan melarang jual beli kulit hewan tersebut melainkan
dengan tunai dan tidak boleh tertangguh. Walaupun pada hari ini kita bersemangat
untuk kembali kepada uang emas sebagai standar nilai mata uang, kita tidak perlu
berlebihan dan ekstrem dengan mengatakan bahwa uang fiat adalah haram.
Mengharamkan yang halal adalah sama saja buruknya di sisi Islam dengan
menghalalkan yang haram. Kalau uang fiat haram,sudah tentu mas kawin kita
menjadi tidak sah, dan perkawinan kita juga tidak sah, maka anak-anak kita juga
adalah jadi anak haram.

E. Ekonomi Makro dengan Uang

Ahmad Hasan menjelaskan bahwa kata nuqud (uang) tidak terdapat dalam
Alquran maupun Hadis Nabi Saw. Karena bangsa Arab umumnya tidak
menggunakan kata nuqud untuk menujukkan harga. Mereka menggunakan kata
dinar  untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas, kata dirham untuk
menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga menggunakan kata
wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata ‘Ain untuk menunjukkan dinar
emas. Sedang kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang
digunakan untuk membeli barang-barang murah.

Menurut Al-ghazali dan ibn Khaldun, definisi uang adalah apa yang
digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga, media transaksi
pertukaran, dan media simpanan.
1. Uang Sebagai Ukuran Harga

Abu Ubaid (w. 224 H) menyatakan bahwa dirham dan dinar adalah
nilai harga sesuatu, sedangkan segala sesuatu tidak bisa menjadi nilai harga
keduanya.  

Imam Ghazali (w. 505 H) menegaskan bahwa Allah menciptakan dinar


dan dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh harta agar seluruh harta
bisa diukur dengan keduanya. Dikatakan, unta ini menyamai 100 dinar, sekian
ukuran minyak za’faran ini menyamai 100. Keduanya kira-kira sama dengan
satu ukuran, maka keduanya bernilai sama.

Ibn Rusyd (w. 595 H) menyatakan bahwa, ketika seseorang susah


menemukan nilai persamaan antara barang-barang yang berbeda, jadikan
dinar dan dirham untuk mengukurnya. Apabila seseorang menjual kuda
dengan beberapa baju, nilai harga kuda itu terhadap beberaba kuda adalah
nilai harga baju itu terhadap beberapa baju. Maka jika kuda itu bernilai 50,
tentunya baju-baju itu juga harus bernilai 50.

2. Uang Sebagai Media Transaksi

Uang menjadi media transaksi yang sah  yang harus diterima oleh
siapa pun bila ia ditetapkan oleh negara. Inilah perbedaan uang dengan media
transaksi lain seperti cek. Berlaku juga cek sebagai alat pembayaran karena
penjual dan pembeli sepakat menerima cek sebagai alat bayar.

Begitu pula dengan kartu debet, kartu kredit dan alat bayar lainnya.
Pihak yang dibayar dapat saja menolak penggunaan cek atau kartu kredit
sebagai alat bayar sedangkan uang berlaku sebagai alat pembayaran karena
Negara mensahkannya.

Umar bin Khatab r.a berkata,”saat aku ingin menjadikan uang dari
kulit unta, ada orang yang berkata,’kalau begitu unta akan punah’, maka aku
batalkan keinginan tersebut.
Sebaliknya emas dan perak tidak serta merta menjadi uang bila tidak
ada stempel (sakkah) Negara. Imam nawawi berkata “Makruh bagi rakyat
biasa mencetak sendiri dirham dan dinar, sekalipun dari bahan yang murni,
sebab pembuatan tersebut adalah wewenang pemerintah. Kemudian apabila
dirham magsyusah tersebut dapat diketahui kadar campurannya, maka boleh
menggunakannya baik dengan kebendaannya maupun dengan nilainya.
Adapun jika kadar campuran tersebut tidak diketahui, maka di sini ada dua
pendapat. Dan pendapat yang paling shahih mengatakan hukumnya boleh.
Sebab, yang dimaksudkan adalah lakunya di pasaran.

 Imam malik bin Anas berkata : “Apabila pasar telah menjadikan kulit
sebagai mata uang, maka aku tidak senang kulit tersebut dijual dengan emas
dan perak.

3. Uang Media Penyimpanan Nilai

Al-Ghazali berkata : “kemudian disebabkan jual beli, muncul


kebutuhan terhadap dua mata uang. Seseorang yang ingin membeli makanan
dengan baju, dari mana dia mengetahui ukuran makanan dari nilai baju
tersebut. Berapa? Jual beli terjadi pada jenis barang yang berbeda-beda seperti
dijual baju dengan makanan dan hewan dengan baju. Barang-barang ini tidak
sama, maka diperlukan “hakim yang adil” sebagai penengah antara kedua
orang yang ingin bertransaksi dan berbuat adil satu dengan yang lain.
Keadilan itu dituntut dari jenis harta. Kemudian diperlukan jenis harta yang
bertahan lama karena kebutuhan yang terus-menerus. Jenis harta yang paling
bertahan lama adalah barang tambang. Maka dibuatlah uang dari emas, perak,
dan logam.

Ibnu khaldun juga mengisyaratkan uang sebagai alat simpanan. Ia


menyatakan, kemudian Allah Ta’ala menciptakan dari dua barang tambang,
emas dan perak sebagai nilai untuk setiap harta. Dua jenis ini merupakan
simpanan dan perolehan orang-orang di dunia kebanyakannya.
Dari ketiga fungsi tersebut jelaslah bahwa yang terpenting adalah
stabilitas uang, bukan bentuk uang itu sendiri, uang dinar yang terbuat dari
emas dan diterbitkan oleh raja Dinarius dari Kerajaan Romawi memenuhi
criteria uang yang nilainya stabil. Begitu pula uang dirham yang terbuat dari
perak dan diterbitkan oleh Ratu dari Kerajaan Sasanid Persia juga memenuhi
criteria uang stabil. Sehingga, meskipun dinar dan dirham diterbitkan oleh
bukan Negara islam, keduanya dipergunakan dizaman Rasulullah Saw.

F. Perbedaan Konsep Uang dalam Ekonomi Islam dan Konvesional

Menurut teori ekonomi konvensional, uang dapat dilihat dari sisi hukum
dan sisi fungsi. Secara hukum uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-
undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika ada
aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagi
alat tukar. Sementara secara fungsi, yang dikatakan uang adalah segala sesuatu
yang menjalankan fungsi sebagai uang, yaitu dapat dijadikan sebagai alat tukar
menukar (medium of exchange) dan penyimpan nilai (store of value). Ini adalah
pendapat irving fisher dan Cambridge. Sementara Keynes mengatakan, uang
berfungsi sebagai alat untuk transaksi, spekulasi dan jaga-jaga.

Di dalam ekonomi ini juga, uang dipandang sebagai sesuatu yang sangat
berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu. Konsep ini disebut
time value of money . adalah nilai waktu dari uang bisa bertambah dan berkurang
sebagai akibat perjalanan waktu. Dengan memegang uang orang dapat
dihadapkan pada resiko menurunnya daya beli dan kekayaan sebagai akibat
inflasi. Sedangkan memilih menyimpan uang dalam bentuk surat berharga,
pemilik akan memperoleh bunga yang diperkirakan di atas inflasi yang terjadi.
Dengan demikian, nilai uang saat sekarang - nilai substitusinya terhadap barang
akan lebih tinggi dibandingkan nilai dimasa yang akan datang.

Sebagi perbandingan dengan teori ekonomi konvensional kapitalisme,


islam membicarakan uang sebagai sarana penukar dan penyimpan nilai, tetapi
uang bukanlah barang dagangan.. mengapa uang berfungsi? Uang menjadi
berguna hanya jika ditukar dengan barang yang nyata atau digunakan untuk
membeli jasa. Oleh karena itu, uang tidak bisa di jual dan dibeli secara kredit.
Orang perlu memahami kebijakan Rasulullah SAW, bahwa tidak hanya
mengumumkan bunga atas pinjaman sebagai sesuatu yang tidak sah tetapi juga
melarang pertukran uang dan beberapa benda bernilai lainnya untuk pertukaran
yang tidak sama jumlahnya, serta menunda pembayaran jika barang dagangan
atau mata uangnya adalah sama. Efeknya adalah mencegah bunga yang masuk ke
system ekonomi melalui cara yang tidak di ketahui. Jika uang adalah flow concept
maka modal adalah stock concept.

Di dalam ekonomi islam, konsep time value of money tentunya tidak akan
terjadi. Untuk menganalisa ini, ada ajaran kuat dalam islam, yaitu terdapat di
dalam QS.Al Ashr:1-3. Dari surah al Ashr ini menunjukkan bahwa waktu bagi
semua orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24 jam/hari, 7 hari/minggu. Namun
nilai dari waktu itu akan berbeda dari satu orang dengan orang lainnya. Perbedaan
nilai waktu tersebut adalah tergantung pada bagaimana seseorang memanfaatkan
waktu. Semakin efektif dan efisien, maka akan semakin tinggi nilai waktunya.
Efektif dan efisien akan mendatangkan keuntungan di dunia bagi siapa saja yang
melaksakannya.  

Oleh karena itu, siapapun pelakunya tanpa memandang suku, agama dan
ras, secara sunatullah ia akan mendaptkan keuntungan di dunia. Di dalam islam
keuntungan bukan saja di dunia, namun yang dicari adalah keuntungan dunia dan
akhirat. Oleh karena itu, pemanfaatan waktu bukan saja harus efisien dan efektif,
namun juga harus di dasari keimanan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

             Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu,
pengertiannya ada beberapa makna yaitu: al-naqdu berarti yang baik dari dirham,
menggenggam dirham, membedakan dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai.

       Uang dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdangangan telah
dikenal ribuan tahun yang lalu seperti dalam mesir kuno sekitar 4000 SM – 2000
SM. Pada masa Rasulullah Bangsa arab di Hijaz pada masa jahiliah belum
memiliki mata uang tersendiri. Mereka menggunakan mata uang yang merka
peroleh berupa Dinar Emas Hercules, Byziantum dan Dirham perak Dinasti
Sasanid dari Iraq, dan sebagian mata uang bangsa Himyar, Yaman.

      Konsep uang dalam ekonomi islam berbeda dengan konsep uang dalam
ekonomi konvensional. Dalam ekonomi islam, konsep uang sangat jelas dan tegas
bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang
dikemukakan dalam ekonomi konvensional tidak jelas. Sering kali istilah uang
dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara bolak-balik
(interchangeability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.

       Menurut Syeikh Muhammad Taqi Usmani, pakar Syariah keuangan Islam,
setidaknya ada 3 faktor yang membedakan uang dengan komoditas. 

1. Uang tidak memiliki kegunaan instrinsk (intrinsic utility).

2. Uang tidak memerlukan kualitas untuk menentukan nilainya.

3. Uang tidak memerlukan spesifikasi ketika berlakunya transaksi, sementara


komoditas mempunyai sifat yang spesifik ketika berlakunya transaksi.

              Di dalam ekonomi konvensional, uang dipandang sebagai sesuatu yang


sangat berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu. Konsep ini
disebut time value of money. Di dalam ekonomi islam, konsep time value of
money tentunya tidak akan terjadi. Untuk menganalisa ini, ada ajaran kuat dalam
islam, yaitu terdapat di dalam QS.Al Ashr:1-3. Dari surah al Ashr ini
menunjukkan bahwa waktu bagi semua orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24
jam/hari, 7 hari/minggu.
DAFTAR PUSTAKA

Iqbal,M. mengembalikan kemakmuran islam dengan dinar dan dirham, 2007.Jakarta:


Spritual Learning Centre dan Dinar Club

Muhammad.,kebijakan fiscal dan moneter dalam ekonomi islam, 2002,


Jakarta:Salemba 4.

Ahmad, Hasan, Mata Uang Islam, 2005, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Karim, Adiwarman Azhar, ekonomi makro islami, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2010, edisi kedua.

http://studiosatu.wordpress.com/2007/12/01/sikap-yang-salah-tentang-uang/

http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/ekonomi-bisnis/2498-makna-uang-
dalam-pandangan-islam.html

Anda mungkin juga menyukai