Ekonomi Makro
Ekonomi Makro
Semester / Kelas : II / B
Disusun oleh:
Muhammad Aswandi
STAI Auliaurrasyidin
Tembilahan
2020/2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat
dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam
menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Teori Ekonomi Makro
Syariah pada Program Studi Ekonomi Syariah dengan ini penulis mengangkat
judul “Uang Dalam Ilmu Ekonomi Makro Islam ”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................... i
Datar Isi................................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan................................................................................................ 1
A. Latar Belakang................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
C. Tujuan Pembahasan ........................................................................................... 2
A. Kesimpulan......................................................................................................... 18
Daftar Pustaka........................................................................................................ 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oleh karena itu, uang oleh sebagian besar penduduk bumi ini dipandang
sebagai suatu yang penting. Sebab uang dapat dijadikan alat pemenuhan
kebutuhan manusia, alat pemudah aktivitas ekonomi. Dengan adanya uang yang
berfungsi sebagai alat pembayaran akan memudahkan pertukaran barang,
sehingga pekerjaan dapat dijalankan lebih mudah. Kebutahan uang muncul karena
system barter ternyata banyak menimbulkan kesukaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan uang?
2. Bagaimana sejarah uang sebelum dan sesudah islam?
3. Bagaimana konsep uang dalam islam?
4. Bagaimana makna uang dalam pandangan islam?
5. Bagaimana ekonomi makro dengan uang?
6. Bagaimana perbedaan konsep uang dalam ekonomi islam dan konvensional?
C. Tujuan Pembahasan
A. Pengertian Uang
Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu,
pengertiannya ada beberapa makna yaitu: al-naqdu berarti yang baik dari dirham,
menggenggam dirham, membedakan dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai.
Kata nuqud tidak terdapat dalam al-Quran dan hadis, karena bangsa Arab
umumnya tidak menggunakan nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka
menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas
dan kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka
juga menggunakan wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata ‘ain untuk
menunjukkan dinar emas.
Sedangkan kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang
digunakan untuk membeli barang-barang murah. Uang menurut fuqaha tidak
terbatas pada emas dan perak yang dicetak, tapi mencakup seluruh jenisnya dinar,
dirham dan fulus. Untuk menunjukkan dirham dan dinar mereka mengunakan
istilah naqdain. Namun mereka berbeda pendapat apakah fulus termasuk dalam
istilah naqdain atau tidak. Menurut pendapat yang mu’tamad dari golongan
Syafi’iyah, fulus tidak termasuk naqd, sedangkan Mazhab. Hanafi berpendapat
bahwa naqd mencakup fulus.
Defenisi nuqd menurut Abu Ubaid (wafat 224 H), seperti yang dikutip
Ahmad Hasan dirham dan dinar adalah nilai harga sesuatu. Ini berarti dinar dan
dirham adalah standar ukuran nilai yang dibayarkan dalam transaksi barang dan
jasa. Senada dengan pendapat ini, Al-Ghazali (wafat 595 H) menyatakan, Allah
menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh harta,
sehinga seluruh harta bisa diukur dengan keduanya. Ibn al-Qayyim (wafat 751 H)
berpendapat dinar dan dirham adalah nilai harga barang komoditas. Ini
mengisyaratkan bahwa uang adalah standar unit ukuran untuk nilai harga
komoditas.
Dalam hal ini Imam Ahmad mengatakan tidak boleh mencetak uang
melainkan dipercetakan negara dan dengan seizin pemerintah, karena jika
masyarakat luas dibolehkan mencetak uang akan terjadi bahaya besar. Untuk
menjaga stablitas nilai tukar uang, Ibn Taimiyah (1263-1328 M) menegaskan,
pemerintah sebagai pemegang otoritas dalam masalah ini harus mencetak uang
sesuai dengan nilai transaksi dari penduduk. Jumlah uang yang beredar harus
sesuai dengan nilai transaksi. Ini berarti Ibn Taimiyah melihat hubungan yang erat
antara jumlah uang beredar dengan total nilai transaksi dan tingkat harga.
Uang dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdangangan telah
dikenal ribuan tahun yang lalu seperti dalam mesir kuno sekitar 4000 SM – 2000
SM. Dlaam bentuknya yang lebih standar uang emas dan perak diperkenalkan
oleh Julius Caesar dari Romawi sektar tahun 46 SM . Julia Caesar ini pula yag
memperkenalkan standar konversi dari uang perak dan sebaliknya dengan
perbandingan 12:1 untuk perak terhadap emas. Standar Julius Caesar ini berlaku
di belahan dunia eropa selama sekitar 1250 tahun yaitu sampai tahun 1204.
Sampai abad ke 13 baik di negeri Islam maupun di negeri non islam
sejarah menunjukkan bahwa mata uang emas yang relatif standar secara luas
digunakan. Pada akhir abad 13 tersebut islam mulai merambah Eropa dengan
berdiri kekhalifah Ustmaniyah dan tonggak sejarahnya tercapai pada tahun 1453
ketika Muahammad Al Fatih menaklukkan konstatinopel dan terjadilah penyatuan
dari seluruh kekuasaan Khalifahan Ustmaniyah. Selama tujuh abad dari abad 13
sampai awal abad 20, dinar dan dirham adalah mata uang yang paling luas
digunakan . Penggunaan dinar dan dirham meliputi seluruhwilyah kekuasaan
usmaniyah yang meliputi 3 benua yaitu Eropa bagian timur dan selatan, Afrika
utara dan Asia. Pada puncak kejayaannya kekuasan Turki Usmaniyah pada abad
16 dan 17 ditambah dengan masa kejayaan islam sebelumya yaitu masa awal
Rasulullah maka secara keseluruhan Dinar dan Dirhamadalah mata uang modern
yang dipakai paling lama (14 abad) dalam sejarah manusia.
Selain emas dan perak, baik di negeri islam maupun non islam juga
dikenal uang logam yang terbuat dari logam tembaga atau perunggu. Dalam fiqh
islam, uang emas dan perak dikenal sebagai alat tukat yang hakiki, sedangkan
uang dari tembaga atau perunggu dikenal sebagai fulus dan menjadi alat
tukarberdasarkan kesepakatan. Dan sisi sifatnya yang tidak memiliki nilai
intrinsic sebagai nilai tukarnya, fulus ini lebih dekat kepada sifat uang kertas yang
kita kenal sekarang.
Bangsa arab di Hijaz pada masa jahiliah belum memiliki mata uang
tersendiri. Mereka menggunakan mata uang yang merka peroleh berupa Dinar
Emas Hercules, Byziantum dan Dirham perak Dinasti Sasanid dari Iraq, dan
sebagian mata uang bangsa Himyar, Yaman.
Ketika Nabi Saw diutus sebagai nabi dan rasul oleh Allah SWT, beliau
menetapkan apa yang sudah menjadi tradisi penduduk Mekkah. Dan beliau
memrintahkan penduduk Madinah untuk mengikuti ukuran timbangan
penduduk Mekkah ketika itu mereka berinteraksi ekonomi dengan
menggunakan Dirham dalam jumlah bilangan bukan ukuran timbangan.
Beliau bersabda: “Timbangan adalah timbangan penduduk Mekkah sedang
takaran adalah takaran penduduk madinah.”
Begitu pula ketika Umar bin Khattab dibaiat sebagai khalifah, sibuk
melakukan penyebran Islam ke berbagai negara dan menetapkan uang sebagai
mana yang sudah berlaku. Hanya pada tahun 18 H, menurut riwayat tahun 20
H, dicetak Dirham Islam. Akan tetapi Dirham tersebut, bukan cetakan asli
Islam, akan tetapi masih mengkuti model cetakan Sasanid berukiran Kisra
dengan beberapa tambahan berupa ukiran di lingkaran yang meliputi ukiran
Kisra ditambah ukiran beberpa kalimat tauhid dalam jenis tulisan Kufi, seperti
kalimat Bismillah, Bismillah Rabbi, Alhamdulillah, dan pada sebagian lagi
kalimat Muhammad Rasulullah.
Ukuran Dirham Islam ketika itu adalah 6 daniq dan ukuran setiap 10
dirham adalah 7 mitsqal sebagaimana pada masa Nabi Saw. Ketika itu ukuran
hanya dalam ingatan maka pada masa Umar dituliskan di cetakan dirham.
Pada masa Ustman bin Affan, dicetak dirham seperti model dirham
Khalifah Umar bin Khattab dan ditulis juga kota tempat pencetakan dan
tanggalnya dengan huruf Bahlawiyah dan salah satu kalimat Bismillah,
Barakah, Bismilah Rabbi, Allah, dan Muhammad dengan jenis tulisan Kufi.
Ketika Ali bin Abi Talib menjadi khalifah, beliau mencetak dirham
mengikuti model kahlifah Usman bin Affan dan menuliskan di lingkarannya
salah satu kalimat Bismillah, Bismillah Rabbi, dan Rabiyallahdengan jenis
tulisan Kufi
Dengan demikian kita dapat membedakan dua fase pada masa Dinasti
Abbasiah. Fase pertama, terjadi pengurangan terhadap ukuran dirham
kemudian dinar. Fase kedua, ketika pemerintahan melemah dan para
pembantu (Mawali) dari orang Turki ikit seta dalam urusan Negara. Ketika itu
pembiayaan seamakin besar, orang-orang sudah menuju kemewahan sehingga
uang tidak lagi mencukupi kebutuhan. Negara pun membutuhkan bahan baku
tambahan, terjadilah kecurangan dalam pembuatan dirham dan
memcampurkannya dengan tembaga untuk memperoleh keuntungan dari
margin nilai tertulis dengan nilai actual.
Konsep uang dalam ekonomi islam berbeda dengan konsep uang dalam
ekonomi konvensional. Dalam ekonomi islam, konsep uang sangat jelas dan tegas
bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang
dikemukakan dalam ekonomi konvensional tidak jelas. Sering kali istilah uang
dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara bolak-balik
(interchangeability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.
Perbedaan lain adalah bahwa dalam ekonomi islam, uang adalah sesuatu
yang bersifat flow concept dan capital adalah sesuatu yang bersifat stock concept,
sedangkan dalam ekonomi konvensional terdapat beberapa pengertian. Frederic s.
Mishkin, misalnya, mengemukakan konsep Irving fisher yang menyatakan bahwa:
MV = PT
Keterangan:
M = Jumlah uang
MV = PT
Keterangan:
M = Jumlah uang
K = 1/v
Dari uraian di atas, jelas bahwa kita tidak boleh gegabah untuk
mengatakan bahwa perbedaan Islam dan konvensional adalah Islam memandang
uang sebagai flow concept, dan konvensional memandang uang sebagai stock
concept. Pandangan seperti itu menjadi keliru. Karena pada kenyataannya, dalam
ekonomi konvensional sendiri terjadi pertentangan yang hebat antara kelompok
Friedman dan kaum monetaris di satu kubu, dengan kaum Keynesian dan
Cambridge School di kubu yang lain. Kelompok yang pertama mengatakan,
misalnya Fisher, bahwa uang adalah flow concept, sedangkan kelompok yang
kedua menyakatakan bahwa uang adalah stock concept.
Pada asalnya uang mempunyai tiga fungsi penting, yaitu sebagai alat
tukar, penyimpan nilai, dan pengukur nilai sebuah komoditas. Namun, dengan
menyebar luasnya sistem bunga dalam transaksi keuangan saat ini, fungsi uang
sudah bertambah menjadi sebuah komoditas. Fungsi uang sebagai komoditas
didukung oleh beberapa teori keuangan kontemporer seperti dalam Loanable
Funds Theory. Dalam teori ini bunga (interest) dianggap sebagai harga dari dana
yang tersedia untuk dipinjamkan (loanable fund) yang menjadi salah satu variable
yang mempengaruhi tingkat penawaran (supply of) dan permintaan (demand for)
dari loanable fund tersebut. Berdasarkan teori di atas,dapat disimpulkan bahwa
penyuplai loanable fund akan bersedia memberikan pinjaman uang kepada
peminjam hanya apabila si peminjam bersedia mengembalikan uang pinjamannya
dalam jumlah yang lebih besar dari pokok pinjamannya. Selisih antara jumlah
yang harus dibayarkan peminjam dan pokok pinjamannya itulah yangdisebut
bunga. Secara kontrak, harga (bunga) tersebut mesti dibayar peminjam dalam
keadaan apa pun (usaha si peminjam untung atau rugi) kepada pemberi pinjaman,
karena si pemberi pinjaman dianggap sudah menjual sebuah komoditas yang
disebut dengan uang.
Di sini sangat jelas terlihat bahwa dalam sistem keuangan yang berlaku
sekarang, uang sudah dianggap sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan. Hal
ini berlawanan dengan pandangan Islam yang tidak menerima fungsi uang sebagai
suatu komoditas. Hal itu dikarenakan uang tidak memenuhi syarat sebagai sebuah
komoditas.
Namun, perlu juga ditegaskan di sini bahwa uang fiat adalah uang yang
sah di sisi syariah. Penulis tidak setuju dengan pandangan bahwa hanya uang
emas yang sah di sisi syariah. Memang, benar uang emas adalah uang yang paling
baik dan paling stabil nilainya, dan kalau kita bisa kembali menggunakan emas
sebagai standar nilai uang, sudah tentu sistem keuangan dunia akan jauh lebih
baik. Namun, mengklaim bahwa hanya emas atau perak saja yang diakui Islam
sebagai uang dan selain emas dan perak maka tidak sah, hal ini adalah klaim yang
berlebihan. Buktinya, Khalifah Umar pernah berniat untuk menjadikan kulit unta
sebagai mata uang, namun kemudian dinasihati supaya tidak melakukannya,
karena nantinya unta akan pupus dari kehidupan. Begitu juga Imam Malik pernah
berkata bahwa seandainya masyarakat menjadikan kulit hewan sebagai mata
uang, niscaya beliau akan melarang jual beli kulit hewan tersebut melainkan
dengan tunai dan tidak boleh tertangguh. Walaupun pada hari ini kita bersemangat
untuk kembali kepada uang emas sebagai standar nilai mata uang, kita tidak perlu
berlebihan dan ekstrem dengan mengatakan bahwa uang fiat adalah haram.
Mengharamkan yang halal adalah sama saja buruknya di sisi Islam dengan
menghalalkan yang haram. Kalau uang fiat haram,sudah tentu mas kawin kita
menjadi tidak sah, dan perkawinan kita juga tidak sah, maka anak-anak kita juga
adalah jadi anak haram.
Ahmad Hasan menjelaskan bahwa kata nuqud (uang) tidak terdapat dalam
Alquran maupun Hadis Nabi Saw. Karena bangsa Arab umumnya tidak
menggunakan kata nuqud untuk menujukkan harga. Mereka menggunakan kata
dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas, kata dirham untuk
menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga menggunakan kata
wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata ‘Ain untuk menunjukkan dinar
emas. Sedang kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang
digunakan untuk membeli barang-barang murah.
Menurut Al-ghazali dan ibn Khaldun, definisi uang adalah apa yang
digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga, media transaksi
pertukaran, dan media simpanan.
1. Uang Sebagai Ukuran Harga
Abu Ubaid (w. 224 H) menyatakan bahwa dirham dan dinar adalah
nilai harga sesuatu, sedangkan segala sesuatu tidak bisa menjadi nilai harga
keduanya.
Uang menjadi media transaksi yang sah yang harus diterima oleh
siapa pun bila ia ditetapkan oleh negara. Inilah perbedaan uang dengan media
transaksi lain seperti cek. Berlaku juga cek sebagai alat pembayaran karena
penjual dan pembeli sepakat menerima cek sebagai alat bayar.
Begitu pula dengan kartu debet, kartu kredit dan alat bayar lainnya.
Pihak yang dibayar dapat saja menolak penggunaan cek atau kartu kredit
sebagai alat bayar sedangkan uang berlaku sebagai alat pembayaran karena
Negara mensahkannya.
Umar bin Khatab r.a berkata,”saat aku ingin menjadikan uang dari
kulit unta, ada orang yang berkata,’kalau begitu unta akan punah’, maka aku
batalkan keinginan tersebut.
Sebaliknya emas dan perak tidak serta merta menjadi uang bila tidak
ada stempel (sakkah) Negara. Imam nawawi berkata “Makruh bagi rakyat
biasa mencetak sendiri dirham dan dinar, sekalipun dari bahan yang murni,
sebab pembuatan tersebut adalah wewenang pemerintah. Kemudian apabila
dirham magsyusah tersebut dapat diketahui kadar campurannya, maka boleh
menggunakannya baik dengan kebendaannya maupun dengan nilainya.
Adapun jika kadar campuran tersebut tidak diketahui, maka di sini ada dua
pendapat. Dan pendapat yang paling shahih mengatakan hukumnya boleh.
Sebab, yang dimaksudkan adalah lakunya di pasaran.
Imam malik bin Anas berkata : “Apabila pasar telah menjadikan kulit
sebagai mata uang, maka aku tidak senang kulit tersebut dijual dengan emas
dan perak.
Menurut teori ekonomi konvensional, uang dapat dilihat dari sisi hukum
dan sisi fungsi. Secara hukum uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-
undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika ada
aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagi
alat tukar. Sementara secara fungsi, yang dikatakan uang adalah segala sesuatu
yang menjalankan fungsi sebagai uang, yaitu dapat dijadikan sebagai alat tukar
menukar (medium of exchange) dan penyimpan nilai (store of value). Ini adalah
pendapat irving fisher dan Cambridge. Sementara Keynes mengatakan, uang
berfungsi sebagai alat untuk transaksi, spekulasi dan jaga-jaga.
Di dalam ekonomi ini juga, uang dipandang sebagai sesuatu yang sangat
berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu. Konsep ini disebut
time value of money . adalah nilai waktu dari uang bisa bertambah dan berkurang
sebagai akibat perjalanan waktu. Dengan memegang uang orang dapat
dihadapkan pada resiko menurunnya daya beli dan kekayaan sebagai akibat
inflasi. Sedangkan memilih menyimpan uang dalam bentuk surat berharga,
pemilik akan memperoleh bunga yang diperkirakan di atas inflasi yang terjadi.
Dengan demikian, nilai uang saat sekarang - nilai substitusinya terhadap barang
akan lebih tinggi dibandingkan nilai dimasa yang akan datang.
Di dalam ekonomi islam, konsep time value of money tentunya tidak akan
terjadi. Untuk menganalisa ini, ada ajaran kuat dalam islam, yaitu terdapat di
dalam QS.Al Ashr:1-3. Dari surah al Ashr ini menunjukkan bahwa waktu bagi
semua orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24 jam/hari, 7 hari/minggu. Namun
nilai dari waktu itu akan berbeda dari satu orang dengan orang lainnya. Perbedaan
nilai waktu tersebut adalah tergantung pada bagaimana seseorang memanfaatkan
waktu. Semakin efektif dan efisien, maka akan semakin tinggi nilai waktunya.
Efektif dan efisien akan mendatangkan keuntungan di dunia bagi siapa saja yang
melaksakannya.
Oleh karena itu, siapapun pelakunya tanpa memandang suku, agama dan
ras, secara sunatullah ia akan mendaptkan keuntungan di dunia. Di dalam islam
keuntungan bukan saja di dunia, namun yang dicari adalah keuntungan dunia dan
akhirat. Oleh karena itu, pemanfaatan waktu bukan saja harus efisien dan efektif,
namun juga harus di dasari keimanan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu,
pengertiannya ada beberapa makna yaitu: al-naqdu berarti yang baik dari dirham,
menggenggam dirham, membedakan dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai.
Uang dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdangangan telah
dikenal ribuan tahun yang lalu seperti dalam mesir kuno sekitar 4000 SM – 2000
SM. Pada masa Rasulullah Bangsa arab di Hijaz pada masa jahiliah belum
memiliki mata uang tersendiri. Mereka menggunakan mata uang yang merka
peroleh berupa Dinar Emas Hercules, Byziantum dan Dirham perak Dinasti
Sasanid dari Iraq, dan sebagian mata uang bangsa Himyar, Yaman.
Konsep uang dalam ekonomi islam berbeda dengan konsep uang dalam
ekonomi konvensional. Dalam ekonomi islam, konsep uang sangat jelas dan tegas
bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang
dikemukakan dalam ekonomi konvensional tidak jelas. Sering kali istilah uang
dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara bolak-balik
(interchangeability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.
Menurut Syeikh Muhammad Taqi Usmani, pakar Syariah keuangan Islam,
setidaknya ada 3 faktor yang membedakan uang dengan komoditas.
Ahmad, Hasan, Mata Uang Islam, 2005, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Karim, Adiwarman Azhar, ekonomi makro islami, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2010, edisi kedua.
http://studiosatu.wordpress.com/2007/12/01/sikap-yang-salah-tentang-uang/
http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/ekonomi-bisnis/2498-makna-uang-
dalam-pandangan-islam.html