Anda di halaman 1dari 130
22) ISLAM DI TENGAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA Oleh : H, Ahmad Ardaby Darban LAPORAN PENELITIAN TAS SASTRA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 1989 - 1990 (C&Y - aee soe yet hee, dar ISLAM DI TENGAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA Oleh : H, Ahmad Ardaby Darban LAPORAN PENELITIAN FAKULTAS. SASTRA’ UNIVERSITAS GADJAH MADA sYOGYAKARTA } 1989 - 1990 PRAKATA Bismillahirrahmanirrahion, berkat rahmat Allah Swt, penelitian tentang Islam di fengah-tengah Perjuangan Indo- : nesia, dapat diselesaikan, Oleh karena itu, penulis meman- jatkan puji dan puja syukur kehadirat Allah Swt., yang te- lah memberikan kelancaran kerja sejak dari penelitian sam- pai penulisannya. Penulisan ini dilakukan melalui penelitian terhadap sumber sejarah, baik berupa literatur yang sudah ada, mau- pun sumber arsip. Namun demikian, oleh karena keterbatasan waktu penelitian dan juga keterbatasan dana, maka hasil dari penelitian dan penulisan ini masih jauh dari memuas- kan. Penulis mengakui bahwa penélitian ini belum mendalam, dan masih banyak lahan sumber yang belum tersentuh, sehing- ga masih dapat memungkinkan penélitian lanjutan yang lebih luas dan mendalam. Hasil dart penulisan ini masih terbatas dari periode abad ke 16 sampai dengan abad ke 20 pertengahan, atau dari perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sampai de- ngan pergerakan nasional, hingga Indonesia merdeka. Hal itu pun tidak dapat menyeluruh, sesuai dengan jangkauan yang ada, sesuai dengan kondiei waktu penelitian yang hanya tiga bulan. Pada késempatan ini penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada Drs. Mahmud Effendie, yang telah dengan baik hati menyumbangkan bahan-bahan tulisan untuk memper- kaya penulisan ini. Terima kasih pula saya ucapkan kepada AL berbagai pihak yang telah membantu penelitian ini, mereka itudalah: Prof. Dr. T.. Ibrahim Alfian, M.A, Dekan Fakul- tas Sastra UGM; Dr. Darusuprapta, Pembantu Dekan II; dan Dr. Djoko Suryo, Ketua Jurusan Sejarah, yang telah banyak memperlancar jalannya penelitian ini. Di samping itu, se- luruh pegawai Fakultas SastrgUGM, khususnya bagian Keuang- an dan Perpustakaan yang telah membantu kami. Semuanya itu kami ucapkan banyak terima kasih, dengan iringan do'a, se- moga Tuhan Allah Swt. akan memberikan pahalanya, Amien. " Dalam hal ini lebih lanjut penulis menyadari, bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan senang hati penulis bersedia menerimd kritik dan saran yang membangun, guna melengkapi penulisan ini. Alhamdulillah Penulis: Ahmad Adaby Darban. Aii DAFTAR ISI BAB Halaman JUDUL PENELITIAN =... 2... eee i PRAKATA we ee ee ee ii DAFTAR ISI ww ee ee ee ee eee iv INTISARI rs v I. PENGANTAR 2 we ee ee ee 1 TI. HASIL DAN PEMBAHASAN .. . 2... ee ee us A. Perlawanan Kerajaan-kerajaan Islam Terhadap Kedatangan Penjajah ..- 2... ees 15 B. Ulama Memimpin Rakyat Melawan Penjajahan: Peres Tlgeeie-Re Te Se Ee Taber te tebe eat at arated 25 2. Perang Dipanegara. .... ++. ee 45 3. Perlawanen Para Kyai di Berbagai Daerah 62 4. Perlawanan Ulama dan Rakyat Aceh . . . 82 C. Selintas tentang Islam Dalam Pergerakan Nasional 6 we ee eee 96 TIT, KESIMPULAN Se ee ee eee ee 114 DAFTAR PUSTAKA. . we ee ee ee ee ee 116 iv INTISARI Inti Permasalahan Islam sebagai agama sebagien besar penduduk @i kawasan Nusantara, memiliki andil yang beear pula dalam perjuangan melawan penjajahan, dalam rangka menegakkan tanah air Re- publik Indonesia. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia dimu- lai sejak masuknya penjajahan Portugis (1511 ) dan Belan- da (1596 ) di kawasan Nusantara. Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia tidak tinggal diam, bahkan sebagai pemula per- lawanan menentang penjajahan tersebut. Perjuangan kerajaan-kerajaan Islam itu, kemudian di- lanjutkan oleh kaum pemimpin agama, yaitu Ulama beserta rakyat angkat senjata menentang pemerintah penjajahan di bumi ini. Di'dalam perjuangan melawan penjajahan itu, tam- pak adanya ruhul Islami, yang berhasil mendorong keberanian rakyat menentang kedlaliman penjajah. Dengan semangat Islam itu, membangkitkan rakyat secara berlanjut berani menentang penjajahan. Menurut Sartono Kartodirdjo, bahwa idiologi perang gabil ( jihad fi sabijillah ) telah membangkitkan rakyat melawan penjajahan. Demikian pula Douwwes Dekker atau Setya Budhi.Danudirjo menyatakan, bahwa semangat Islam punya andil membangun semangat nasional di Indonesia. Sebagai pelanjut dari. perjuangan rakyat semesta yang dipimpin oleh alim-ulama, maka muncul pergeraken nasional. Dalam pergerakan nasional itu pula umat Islam tampil tegar ikut aktif memperjuangkan tercapainya kemerdekaan Indone- sia. Penulisan ini henya berhenti sampai pergerakan nasio- nal, sebab pada era kontemporer akan dibahas tersendiri. Cara Penelitian dan Hasilnya Penelitian ini bersifat kualitatif, lebih banyak meng- gunakan sumber literatur dan arsip. Adapun langkah-langkah penelitiannya melalui tahapan: Pertama, mengadakan studi perpustakaan dan studi arsip untuk mengumpulkan bahan-ba- han yang relevan dengan penulisan ini. Kedua, miengadakan analisa data dengan kritik sumber, sehingga dapat diper- tanggungjawabkan keabsahannya. Ketiga, mengadakan penulis- an dengan memperhatikan metode penulisan se jarah. Adapun hasilnya dari penelitian ini berupa penulisan sejarah Islam di Tengah Perjuangan Bangsa Indonesia, yang di dalamnya mengungkapkan peranan ajaran Islam dan umat Islam di kawasan ‘Indonesia untuk membela tanah airnya ( Hizbul Wathan ), yaitu tanah air Indonesia. vi BAB I PENGANTAR + Sebelum membicarakan Peranan Islam dalam Perjuangan di Indonesia, alangkah baiknya dibicarakan terlebih dahulu pengertian Sejarah Nasional. Istilah Sejarah Nasional ini muncul setelah Negara Republik Indonesia Merdeka, 17 Agus- tus 1945. Istilah Sejarah Nasional adalah untuk mengubah isti- lah Sejarah Kolonial, namun tidak sekedar mengubah isti- lah, sebab meugandung perubahan yang besar dan mendasar, yaitu perubsahan dari sudut pandangan Neerlando Centris, ke_sudut pandangan Indonesia Sentris. Sejarah tentang In- donesia yang ditulis oleh sejarawan Belanda, mempunyai si- fat Neerlando Centrisme, yaitu memusatkan perhatiannya pa- da sejarah Bangsa Belanda dalam perantauannya. Jadi yang dianggap primer adalah riwayat dan peranan perantauan dan kolonisasi Belanda, sedangkan peristiwa-peristiwa sekitar bangsa Indonésia’ jadi scundair, dengan demikian menganggap Sejarah Indonesia hanya merupskan perpanjangan sejarah Be- Janda.) pi dalam penvlisan Sejarah yang bersifat Neerlan- go Centrisme, gambaran yang berperanan dalam panggung se- Jarah adaldii orang-orang Belanda, sedangkan bangsa Indo- nesia justeru lebih banyak ditulis sebagai pergerakan yang negatif, seperti perjuangen bangsa Indonesia dipandang se- bagai perusuh, pemberontak dan pengganggu stabilitas pe- nguasa pada waktu itu. Maka setelah Republik Indonesia Merdeka, timbul kesadaran dari bangsa Indonesia untuk menulis sejarah bangsanya sen- diri melalui pandangan dari sudut Indonesia, atau lazimnya penulisan sejarah yang bersifat Indonesia Centrisme, dan secara lengsung menggantikan penulisan sejarah yang bersi- fat Neerlando Centrisme. Jadi di dalam penulisan se jarah Indonesia bersifat Indonesia Centrisme ini berusaha menam- pilkan gambaran sejarah yang berperanan di dalam panggung sejarah adalah bangsa Indonesia, dengan mengungkapkan fak- ta-fakta sejarah yang akurat tentang perjuangan bangsa In- donesia. Bangsa Indonesia menampakkan se jarahnya sendiri, termasuk di dalemnye kehidupan kultur, dinamika sosial, struktur dan perjuangannya di dalam menentang Kolonialis- me. : Dengan gambaran di atas, maka dapat dimengerti bahwa di dalam S¢jarah Nasional, terdapat pergerakan sosial dan nasional, yaitu perjuangan kelompok atau tindakan bersama, untuk menghadapi kondiei-kondisi hidup, dengan jalan meng- adakan reaksi untuk melawan situasi kehidupan di dalam “ olontalieme.?) Oleh karena itu muncul di dalam Pergeraken Nasional, adanye kesadaran Nasional, perasaan Nasional dan kehondak Nasional yang dinyataken dengan berbaged ca- ra, antara lain dengan organisasi-organisasi baik polotik, Agama, Ekonomi, Sosial dan Kebudayaan, berjuang untuk men- dapatkan kemerdekaan dan terlepas dari kungkungan hidup Kolonial. Pergeraken Nasional tidaklah muncul begitu saja, atau berdiri sendiri dalam svatu zaman. Nasior t ada_merupaken basil proses Janjutan dari perjuangan yang Yang_telah mendahuluinya, yaitu Pergerakan Sosial. Perge- rakan sosial yang mengawali adanya Pergerakan Nasional itu muncul dengan mengadakan perlawanan-perlawanan pisik terha- dap kungkungan pemerintahan Kolonial Belanda dan para agen-agennya. Darisemangat yang muncul pada pergerakan so- sial inilah, kemudian dilanjutkan dalam bentuk lain pada pergerakan Nasional, oleh karena itu, sebelum memasuki Per- gerakan Nasional, alangkah bailinya di dalam tulisan ini akan dibicarakan terlebih dahulu Pergerakan Sosial di Indo- nesia. Baik di dalam Pergerakan Sosial maupun di dalam Per- gerakan Nasional, peranan Islam sebagai agama yang dipeluk dan dijiwai oleh mayoritas rakyat pada waktu itu tidak da- pat diabaikan, bahkan Islam berperan dalam membentuk ikat- an kesatuan den menjiwai perjuangan rakyat Indonesia. Dalam. penulisan ini ditampilkan peranan Islam dan umat Islam di atas panggung Se jarah Nasional. Di dalam membicarakan masalah "Peranan Islam" baik pa- da Pergerakan Sosial dan Nasional di Indonesia, dapat kita bagi menjadi dua bagian, yaitu pertama peranan ajaran Islam- nya dan yang kedua peranan ummat Islam-nya. Baikhah akan di- kupas satu demi satu di bawah ini: i, Beranan Islam sebagai Nilai atau ajaran Peranan Islam sebagai nilai/ajaran yang dipeluk oleh hanpir seluruh rakyat Indonesia, merupakan bimbingan kepada bang- sa Indonesia yang kemudian berhasil menciptakan suatu karak- ter dan citucita untuk berjuang menyirnakan bentuk kadloli- man yang dilakukan oleh rezim penjajah Kolonial Belanda, Konsepsi-konsepsi islam yang kemudian menjadi ruhul di da- lam perjuangan bangsa Indonesia itu a.l.: a. Berperang melawan penjajah, seperti yang diserukan Alloh swt. di dalam Al Qur'an: S, AL Haj-39, yang artinya: "Telah diijinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka itu telah dijajah, dan sesungguhnya Tu- han Alloh yang maha kuasa akan menolong mereka". Dari ayat ani, yang kemudian sering dikaji di pondok-pondok Pesantren dan dalam pelajaran pengajian yang diberikan oleh para Ula- ma, maka munculah semangat ielawan bentuk penjajahan. b. Idiologi Perane Sabilillah, sejarawan Indonesia Prof, Dr. Sartono Kartodirdjo mengungkapkan bahwa, idiologi Jihad Fi Sabilillah telah memperkuat semangat rakyat untuk berju- angan melewan -penjajali.>) Hal ini dapat dijelaskan bahwa adanya suatu keyakinan berjuang untuk menegakkan ajaren’ Alloh swt., melawan penjajahan yang dlolim, seperti ,enin- das rakyat, memusuhi Islam dan Unmat Islam, adalah terma- suk berperang di jalan Alloh swt, dan dianggap sebagai pe- rang suci. Dan apabila berkorban jiwa raganya dalam perang sabil itu akan mati syahid, mendapat imbalan sorga dari Tu- han Alloh swt. c. Cinta tanah air, ada ajaran di dalam Islam yang menyata- kan Khubul Wathon Minal Iman,-yang artinya Cinta Tanah Air adalah sebagian dari Iman, Ajaran ini rupanya ikut membang- kitkan Patriotisme (cinta tanah air) bagi bangsa Indonesia. Dan bila ditélusuri’ tentang akar Nasionalisme dan Patriotis- me bangsa Indonesia ini. berasal dari ajaran Islam. Bahkan 5 Dr. Dowwes Dekker (Setya Budi) menyatakan bahwa, Kalau ti- dak _ada_semangat Islam di Indonesia, sudah lama kebangsaan (iasionaliene) yang sebenarnya Jenvap dari Indonesia."? d. Symboolbegriep, adanya perkataan atau yel-yel yang me- ngandung suatu arti tertentu, bagi yang mendengar kalimat itu akan tergugah kesadarannya untuk berjuang.”) Islam mem- punyai beberape. symbool begriep yang terkenal mendorong se- mangat rakyat Indonesia untuk melawan penjajah. Kita kenal kelimat takbir "Allobu Akbar", kalimat ini yang berhasil mendorong semangat rakyat Indonesia sejak di zaman Perge- rakan Sosial (abad 17 - 19), zaman Pergerakan Nasional (awal abad 20) pada rapat-rapat. Akbar. Sarekat Islam, dan pada zaman perjuangan mempertahanken kemerdekaan Republik Indonesia, antara lain Takbir Boeng Tomo dalam perang Sura- baya 10 September 1945. e+ Doktrin Amar ma'ruf Nabi Munkar, adanya ajaran Islam un- tuk saling mengajak berbuat baik/membangun dan melarang ben- tuk kemungkaran (termasuk di dalamnya kedloliman penjajah- an), ajaran iii menggugah kesadaran rakyat tanah gajahan untuk melawan penindasan dan penjajahan sesama manusia. Dan secara sadar menggerakan untuk melawan pemerintah Kolonial yang menjajah saat itu, . Di samping lima hal yang mendorong rakyat Indonesia un- tuk melawan penjajahan itu, masih ada faktor yang tak kalah pentingnya dalam kontinuitas pembinaan bangsa, yaitu lemba- ga pendidiken Pesantren. Pondol: Pesantren dibawah para ula- manya merupakan pendidikan yang dikelola oleh bangsa Indone~ sia sendiri, di dalamyalah semangat perjuangan melawan pénjajah Belanda secara kontinyu ditanamkan. 2. Peranan Unmat Islan Bila dj)atas sudah diuraikan mengenai ajaran Islam yang berperanan dalam perjuangan di Indonesia, maka beri- ut ind diuraiken tentang perenan Unmat Islam, peranan orangnya,“di dalam perjuangan di Indonesia. Pada saat Portugis datang ke Indonesia, dengan muka ' manis menggalang perdagangan dengan bangsa Indonesia, hal itu ditanggapi dengan baik oleh para pedagang Islam dan ke- rajaan Islam. Namun setelah Portugis bernafsu untuk mono- poli dagang, dan kemudian membuka gelubungnya untuk menye- barkan agama dengan memusuhi Islam, serta berkeinginan un- tuk menguasai kepulavan Indonesia, maka secara sadar Ummat Islam bangkit melawan penjajah Portugis itu. Kasus penyer- buan dan kemudian diteruskan penjajahan terhadap Malaka oleh Portugis tahun 1511, ternyata mengundang timbulnya pergetakan di Indonesia untuk melawan tindakan penjajahan itu. Solidaritas Ummat Islam muncul pada waktu itu, Kera- jaan Islam Demak tidak tinggal diam, mengirimkan armadanya untuk melawan Portugis. Selain itu Demak juga membuat zone pertahanan di Pantai Utara Jawa dengan missi Fatahillah- nya. ‘ Demikian halnya yang dilakukan oleh Belanda (1596), mereka bermuka manis mengajak berdagang dengan Banten, hal ini mendapat tanggapan yang baik. Namun setelah Belanda bernafsu monopoli dagang dan menjajah negeri, maka timbul- leh perlawanon dari Unmat Islam Indonesia, dengen berbagai pergeraken. Kita masih ingat, ketika Belenda menduduki Ja- yakarta, dan akan melebarkan sayapnya ke daerah Indonesia lainnya, maka Sultan Agung Hanyokrokusuma dari Mataram ber- usaha membatasi penjajahan Belanda itu dengan méngirimkan ekspedicinya menyerbu Batavia (Jakarta), pada tahun 1625 dan tahun 1629. Di dalam ekepedisinya itu berhasil membunuh Gubernur Jendral J.P. Coen, dengan terlebih dahulu menge- pung Benteng Belanda. Ternyata perjuangan raja-raja Islam seperti di atas di kawasan Indonesia banyak muncwl -hampir serentak melawan penjajahan Belanda. Soperti, Iskandar Muda dari Aceh; Sisinga Mangaraja dari Batak; Intansari dari Sumatra Selatan; Sultan Ageng Tirtoyoso dari Banten; Hassanvddin dari Makasar; Antasari dari Ban jar/Kalimantan Selatan dan Baabullah dari Maluku. Oleh karena kalabnya persenjataan dan adanya taktik lictk Belanda calam devide et empera (pecah belah), maka sedikit demi sedikit kerajaan-kerajaan itu dapat dikuasai. Kolonial Belenda selalu mengambil keuntungan politis, apa- bila di dalam suatu kerajean terjadi keretakan, da akan berpihak membantu.satu kelompok, dan kemudian setelah me- nang membuat perjanjian dengan Belanda. Perjanjian itu bi- aganya menguntungkan Belanda dalam menguasai kerajaan-kera- jaan di kawasan Indonesia. Pada abad ke 19 merupakan abad jatubnya kerajaan-kerajeaan di Indonesia kedalam kekuasaan Belanda. Waleupun secara pisik kerajasn-kerajaan itu masih berdiri, namun secara kekuasaan/kedaulatan di bawah kekua= saan Felenda. Bahkan ada kerajaan-kerajaan yang rajanya me- & makai pangkat Belenda. Di samping itu kekuasaan kolonial semakin mantap, aparatur pensvasa tradisional berhasil pula dijadikan agen kolonial di daerah-daerah untuk menggerakkan rakyat bekerja deni keunt mgan kolonial Belenda, panguesa _tradisional itu kebanyakan menjadi agen-agen Felanda. Di satu pihak kelihatannya Belenda masih menghormati paral Bang- sawan (Priyayi), namun di pihak lain para bangsawayn hanyalah sebagai pelaksana di bavah penerintahan kolonial Balanda.© Akibat dari adanya pergéseran dalam bidang kekuasaan itulah, maka terjadi jurang pemisah antara burokraai kolo- nial yang dibantu oleh agen-agennya yakni burokrasi tradi- sional di satu pihak, dengan rakyat Indonesia dipihak lain. Hal‘ini juga terjadi adanya pergeseran pandangan kepemim- pinan rakyat, yang dulunya lebih mentaati burokrasi Tradi- sional, bergeser kepada kepemimpinan kaum agamawan (Ulama) yang berada di pedesaan-pedesaan. Rakyat lebih suka kepada para Ulama sebagai informal leaders yang menjadi pengayom rakyat, daripada burokrasi tradisional yang menjadi alat kolonial Belanda untuk mengeksploitir/memeras rakyat. Di gamping itu, apabila terjadi pemerasan terhadap rakyat yang dilakuken oleh kolonial Belenda lewat agen-agennya itu, maka rakyat berlindung dibawah para Ulama untuk menen~ tang pemerasan itu. “Munculnya pergeseran Sosial pada abad ke 19, dikare- naken menggalaknya eksploitasi.dan kedloliman pemerintab Kolonial Belenda yeng dibantu oleh para Bupati/penguasa tradisional untuk mencari keuntungan memeras rakyat, se- hingga rakyat berani menentang dan mengadakan pemberontak- an dipimpin oleh para Ulama. Namun ada juga personal buro- krasi tradisional yang sering.berpihak kepada rakyat, da~ lam menentang Iolonial Belanda. Bila ada pertanyaan, mengapa rakyat memihak pada Ulama dan sebaliknya Ulama memihak kepada rakyat, pertanyaan ini dapat dijawab, bahwa hubungan Ulama dengan para santri dan rakyat pedesaan sudah terjalin erat, karena para Ulema bia- sanya mempunyai identitas yang sama dengan masyarakat pe- desaan, yaitu sebagai petani.”). Di eamping itu kehidupan para Wlama merakyat, menyatu dengan rakyat, sehingga lebih banyak alet komunikasi dengan masyarakat pedesaan. Selain itu para Ulama juga mempunyai otoritas kharismatis sebagai elite religious, yang mempunyai pengaruh besar pada masya- ‘rakat dan menjadi key person dari masyarakat ai desanya.©) Maka tidak heranlah bahwa’ Ulama beserta santri pondok- nya selalu berpihak di hati rakyat, membela rakyat yang tertindas/terjajah. Oleh karena itulsh bila terjadi penin- dasan-eksploatasi kolonial baik langeung atau yang dilak- sanakan oleh para agen-agennya, maka Ulama tampil melindungi rakyat, membele hak~hak rakyat untuk melewan kebijaksanaan Kksolonial Belanda yang merugiken rakyat banyak. Adanya kon- flik-konflik dengan pihak penjijah ini, kemudian lebih len- jut menimbulkan perlawanan pisik rakyat ‘dipimpin oleh para Ulama melawan Belanda di kawasan Indonesia. Dapat dilihat dalam sejarah, antare lain: Teuku Umar/Tengku Cik Di Tiro dan Cut Nya' Dien (Aceh); Imam Bonjol (Sumatra Berat); Ha- san Mauleni (dari Lengkong Jawa Barat); Amat Ngisa (Peka- longan); Diponegoro (Yogyakarta/Jawa Tengah); Kyai Darmojoyo (Nganjuk); dan lainnya masih banyak tersebar di kepulavan Indonesia. ' Di dalam menghadapi perlawanan rakyat yang dipimpin oleh para Ulama itu, Pelanda mengalami kerugien besar, baik di bidang personal serdadunya banyak yang mati dan di bidang finansial menyebabkan keuangan kas negeri Hindia Belanda menjadi kosong. Walaupun perlawanan itu dapat dipadamkan dengan pengerahan tenaga dan vang yang banyak, namun sema~ ngat ‘ perlawanan di kalangan masyarakat terhadap kolonial masih berkobai terus, sehingga sambung sinambung mereka me- lawan terus kepada Belanda. Oleh karena itulah, maka peme- rintah Kolonial Belanda merasa perlu mengetahui latar bela- kang apakah yang menjadikan semangat juang rakyat Indonesia besar melawan Pelanda itu. Untuk mengetahui hal itu, maka pihak ..pemerintah Kolonial Belanda menugaskan Christiaan Snouck Hurgronje, seorang hli tentang Islam untuk meneliti kehidupan Unmat Islam Indonesia.?) Hasil dari penelitiannya itu antare lain: Buku De Atjehers dan Iglam in Nederlandech Indie, yang isinya antara lain mengupas bahayanya semangat Islam (ruhul Islam) yang ada di dada ummat Islam Indonesia terhadap stabilitas kekuasaan kolonial Belanda. Bahkan Snouck menydrankan untuk mengadakan perang kebudayaan mela- wan Islam, (De Islamisasi) yang antara lain dengan nasehat- nya: Pertama, mengadakan sekolah-sekolah Belanda untuk rak- yat, dengan tujuan bahwa pendidiken itu untuk memisahken ummat Ialam dengan dari Agama Islamnya. Kedua, memecah unmat Islam dengan terminologi Abangan dan Putihan, Dan - yang ketiga, memecah pengaruh kaum adat dengan kaum ulama. Keempat, menindas setiap gerakan politik Islam. Kelima, nembantu usaha ubudiyah di kalangan Ummat Islam, untuk me- narik simpati dengan haji gratis dan membangun masjid. Kon- sep Snouck Hurgronje ini kemudian dijalankan oleh pemerin- tah Kolonial, sehingga sesungguhnya lebih membahayakan bagi perjuangan bangsa Indonesia di kemudian hari. Di samping itu, juga berpengaruh mengubah pola’ perlawanan dengan ben- tuk organisasi-organisasi pada abad ke-20, kemudian disebut Pergerakan Nasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap kiprah umat Islam Indonesia dan peranan ajaran Islem dalam perju- angan Indonesia. Dengan demikian, maka penampilan umat Islam dalam panggung Sejarah Indonesia dapat lebih jelas, sehing- ga akan lebih menjelaskan adanya benang merah hubungan yang erat antara perjuangan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya. Bila peran perjuangan umat Islam Indonesia untuk tanah airnya Indonesia itu dipahami secara mendalam, maka aken menjauhkan sakwasangka atau kecurigaan kepada umat Is- lam, sehingga lebih jauh akan meredam konflik budaya anta- ra umat Islam ( yang disebut Nasionalis Islami ) dengan kaum kebangsran (yang sering disebut Nasionalis sekuler). Faedah penelitian dan penulisan Islam di Tengah Per- juangan Bangsa Indonesia, bagi ilmu pengetahvan diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu sejarah secara substantif, dengan demikian dapat digunakan sebagai pendukung mata ku- liah Sejarah Indonesia abad 16 - 18, di jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada. Di samping itu, penelitian dan penulisan ini juga berfaedah bagi pemba~ 12 ngunan, karena dengan memahar'i sejarah umat Islam di Indo- nesia, akan lebih bijak di dalam menentukan strategi pem- bangunan bangsa secara menyeluruh. Adapun sumber yang digunaken untuk menulis Islam di Tengah Perjuangan Bangsa Indonesia ini ialah: Pertama, ar- sip dan peninggalan tertulis lainnya. Kedua, kepustakaan, yaitu buku-buku yang memuat peristiwa-peristiwa se jarah umat Islam di Indonesia. Sumber literatur itu antara lain : Taufik Abdullah ( ed. ), Islam di Indonesia, Jakarta: Tin- tamas, 1974. Sejarah Umat Islam Indonesia, Jakarta: MUI, 1989 (belum disebarken) H.J. De Graaf, De Erste Moslimse Vorstendommen Op Java, ,5-Gravenhage: Martine Nijhoff, 1974.3 Sartono Kartodirdjo, Moyeme R ; Kualalumpur: Oxford University Press, 1978; Nieuwenhuijze, C.a.0. Van, Aspects of Islan in Post-Colonial Indonesia, The Hague: W, Van Hoewe Ltd., 1958, dan masih banyak lagi. Landasan teori yang dipergunakan untuk mengadakan pe- nelitian dan penulisan ini jalah teori sejarah, déngan me- nitikberatkan pada demensi ruang dan waktu terténtu. Adapun metode yang digunakan ialah metode sejarah kritis. Sajian hasil dari penelitian ini masih bersifat diskriptif-naratif, dengan sedikit analititis untuk penjelasannya. Jalannya penelitian melalui tahapan, pertama studi pustaka, studi arsip, dalam rangka mengumpulkan sumber yang relevan. Pada tahap yang kedua, seleksi dan kritik sumber, dan pada tahap ketiga mengadakan penulisan, dengan merang- kai sumber yang telah diseleksi menjadi kisah sejarah. Haeil dari penelitian ini berupa kisah sejarah yang menampilkan Islam di Tengah Perjuangan Bangsa Indonesia. Perlu dimaklumi, dengan keterbatasan waktu dan jangkauan pelacakan sumber, make hasil penulican ini masih bereifat dangkal, ‘belum mendalam dan meluas. Selain itu masih ba- nyak aspek peranan Islam dalam perjuangan bangsa yang be- lum sempat tezsentuh, Hal ini masih memberikan pada pene- liti lain untuk menggarapnya. CATATAN Vsartono Kartodirdjo, "Beberapa Fatsal dari Historiogra- fi Indonesia", Lembaran Sedjarah No. 2, Agustus 1968 (Yogyakarta; Yayasan Kanisius, 1968))h. 19. 2) ., "Kolonialisme dan Nasionalisme di Indonesia pada Abad 19 dan Abad 20", Lembaran Sediarah, No.8, Juni 1972 (Yogyakarta; Sékei Penelitian Djuruean Fakultas Sastra UGM, 1972) h. 29. 3) » Pemikiran dan Perkembangan Historjografi In- donesia, auatu alternatif, (Jakarta; Gramedia, 1982), h. 234. 4) Aboebakar Atjeh, Sedjarah Hidup KHA Wahid Hasjim, (Dja- karta; Panitia Buku Peringatan Alm. KHA Wahid Ha= sjim, 1957), h. 729. 5) Dyoay Gondokoesoemo, Mansa Paychologie, (Jogjakarta; 1946), bh. 25, ©)schrieke.B, Indonesian Sociological Studies, I (Bandung; 7 W. Van Hoeve Ltd., 1955), h. 190. ?)sartono Kartodidjo, Kapemimpinan Dalam Sedjarah Indone- sia, (Yogyakarta; BPA UGM, 1974), h. 16. 8)sartono, Ibid, h. 16, abmad Adaby Darban, Snouck Hurgrone dan Islam Di Indo= néaia, (Yogyakarta, ‘1983), h. 56. BAB Il HASIL DAN. PEMBAHASAN A. Perlawanan'Kerajaan-kerajaan Islam terhadap keda- tangan penjajah. ‘ Pada awal mula kedatangan Belanda sebagai orang asing di kepulauan Nusantara, bertindak kerjasama dalam bidang perdagangan dengan kerajaan-kerajaan setempat, Dengan penuh hormat meminta ijin untuk membuka kantor dagang di Banten, namun ketika mendapatkan kesempatan monopoli terhadap baz rang dagangan, dan sudah merasa memiliki kekvatan, maka berusaha untuk menanamkan ekspansi politik. Dari Batavia yang dijadikan pusat kékuasaannya, Belanda mengadakan eks- pansi kekuasaannya ke seluruh Nusantara. Semangat Imperia- lisme dan Kolonialisme-nya mendorong usaha penguasaan dae-- rah, yang kéliudian mengeksploitasi hasil bumi dan tenaga rakyatnya untuk kepentingan Belenda. Dengan menggunakan po- litik devide et impera, memecah-belah dan menguasai, Belan- da berhasil menaklukkan satu=persatu kerajaan di kawasan Nusantara. Beberapa contoh penaklukan itu antara lain : Terhadap Makasar, pihak Belanda pada aval mulanya meng- hendaki monopoli rempah-rempah dan baras di pelabuhan Maka~ sar, hamun tuntutan monopoli (tu ditolak oleh Sultan Hasan- nudin. Dalam penolakannya itu Sultan Hasannudin mengatakan, bahwa bumi dan laut ind milik Allah swt., bebas untuk setiap makhluk mencaririzki diatasnya.> Oleh karena itu monopoli terhadap perdagangan di daerah itu tidak’diperkenankan. Ma- kasar menghendaki prinsip politik perdagangan dengan sitem 16 "mare Liberum", yaitu laut bebas.” Jawaban Makasar itu me nyebabkan pihak VOC tidak suka, dan berkehendak. untuk meng- hancurkan Makasar. ” Pada tanggal 24 November 1666 angkatan perang VOC di- berangkatkan dari Batavia menuju Makasar, dibawah pimpinan Laksamana Cornellis Janszoon Speelman. Pada tanggal 19 De- sember 1666 armada VOC itu tiba di pelabuhan Sombaopu (Go= wa). Pada mulanya Speelman menggertak Sultan Hassanuddin dengan meriamnya, agar mau menerima usul Belanda untuk me= Jakukan monopolinya, dan mau .mengganti kerugian yang dide- rita VOC pada perdagangen yang lalu. Namun, Sultan Hassan- uddin tegas menolak ancaman Speelman itu. Dalam nenghadapi Makasar. Belanda perlu mengadakan perhitungan, sebab masih @iperlukan tambahan pasukan, Oleh karena itu, Speelman me~ minta bantuan bangsawan yang bernama Arung Palaka, yang di- harapkan dapat membantu Belanda dan memperlemah Makasar. Politik devide et impera dijalankan, Belanda bersama Arung Palaka berhasil menggempur Makasar, sehingga dalam pertem- puran besar pada tanggal 26 Oktober 1667 pasukan Sultan . Hassanudin kalah. Akibat kekalahan itu Sultan Hassanuddin yang diwakili oleh Kareng Lengkese dan Karaeng Bontosungu mengadakan pe- rundingan di desa Bongaya, pada tanggal 13 November 1667. Se jak kekalahan Makasar itu, maka kerajaan yang besar itu berada dibawah pengawasan dan kekuasaan Belanda. Terhadap kerajaan Banten, pihak Belanda tidak menyukai kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa, karena Sultan Banten itu selalu menentang kompeni Belanda yang akan menguasai daerah- a 1? nya. Masalah Cirebon merupakan persoalan yang selalu mene- gangkan, Belanda ingin menguasainya, namun Banten mengancam bila menyerang Cirebon berarti menyerang Banten. Untuk me- naklukkan Banten, pihak VOC mendekati putera mahkota Banten, yaitu Abunasir Abdulkahar yang kemudian bergelar Sultan Ha- ji. Persekutuan Sultan Haji dengan kompeni Belanda semakin kuat untuk menghadapi Su ltan Ageng Tirtayasa. Pada tanggal 27 Februari 1682, pecahlah perang saudara antara pihak Ayah (Sultan Ageng Tirtayasa) yang dibantu oleh pasukan Banten, dengan anak (Sultan Haji) yang dibantu VOC, Dalam perang saudara itu Sultan Haji dibantu langsung oleh kapiten Caeff dan serdadu kompeni dari Batavia, dengan perjanjian bila Sultan Haji menang akan memberi monopoli yang luas bagi VOC di Banton. Sultan Ageng Tirtayaca menyingkir ke luar kota mengadakan perang gerilya. Dalam. perang gerilya itu ia men~ dapat bantuan dari orang-orang Makasar, Bali dan Melayu, ser- ta dari sisa-sisa pasukan Mataram yang menentang Belanda. Pada tanggal 28 Desember 1682 Belanda mengerahkan pasu- kan dalam jumlah besar dari Batavia di bawah tiga komanden, yaitu Kapiten Jonker, Kapiten Tack dan Michielez, Akibat se- rangan gencar dari beberapa arah itu, pasukan Sultan Ageng Tirtayasa mengalami kekalahan, namun mereka masih terus ber- perang. Dalam keadaan terpepet, Belanda menggunakan kerabat Kasultanan Banten untuk membujuk Sultan Ageng Tirtayasa agar menghentiken perlawanan, Sultin Haji mengutus keluarga men- jemput ayahnya di Ketos, dengan berat hati akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa dibawa kerabat kasultanan mengiringi penye- lesaian perang Banten, tanggal 15 Maret tahun 1683.° Se jak a itulah kekuasaan Sultan Haji menjadi kuat, namun secara po- 18 litis berada di bawah kekuasaan VOC, Dengan demikian Banten kehilangan kemerdekaannya. Penaklukan Matarain dilakukan oleh VOC dengan mengada- kan pendekatan pada Sunan Amangkurat I, putera dan penggan- ti Sultan Ageng. Pada saat Sultan Agung berkuasa di Mataram (1613-1645), Belanda tidak berhasil membujuk dan menaklukkan kerajaan Mataram. Bahkan Sultan Agung perhah mengadakan eks= pedisinya menyerang Batavia sebanyak dua kali (1628 dan 1629), yang berhasil mengepung Benteng Pelanda dan mengaki~ batkan Gubernur Jendral J.P. Coen mati. Sejak Sultan Agung wafat tahun 1645, kekuasaan Mataram dipegang anaknya bernama Sayidin, yang kemudian bergelar Su- nan Amangkurat I (1645-1677), Raja Mataram ini meititiki ke- lemahan di bidang agama dan politik kenegaraan, lebih menyu- kai kemewahan hidup duniawi., Amangkurat I berkuasa otoriter, menghapuskan dewan parampara (penasehat raja), lembaga kea- gamaan yang dibentuk oleh Sultan Agung. Pada tahun 1646 Amangkurat I mengadakan perundingan dan perjanjian persaha- batan dengan VOC, dengan ketentuan ‘VOC dapat hak monopoli beras Mataram, sebagai imbalannya Amangkurat I mendapat ha- diah dari VOC barang-barang yang dipesannya." Ke jadian ini menimbulkan protes dari kalangan kerabat raja, alim-ulama dan rakyat di pedesaan. Namun protes yang dilakukan oleh kerabat raja, alim-wlama dan masyarakat itu ditanggapi dengan tindak sewenang-wenang. Dengan kekuasaan- nya, ‘Amangkurat I melakukan pembunuhan-pembunuhan, antara lain terhadap : Pangeran Alit (adiknya), Wiramenggala, Ra- Po tu Malang dan ribuan ulama menjadi korban. 19 Kekuasaan Amangkurat I itu berakhir dengan adanya per- lawanan dari Kyai Kajoran yang dibantu oleh menantunya Tru- najaya dan pasukan Makasar dipimpin Karaeng Galesung. Amang- kurat I turun tahta dan melarikan diri ke Batavia untuk minta bantuan VOC. Namun, sesampainya di Tegal Arum ia wa- fat. Anaknya yang bernama Adipati Anom ingin naik tahta, tetapi minta bantuan VOC dengan perjanjian yang mengikat, yaitu memberikan pantai utara Jawa pada VOC. Setelah Amang- kurat II naik tahta, Mataram sudah tidak memiliki kekuatan politik dan ekonomi, pengaruh Belanda selalu mengawasi dan menekan Mataram. . Dari ketiga contoh penaklukan VOC - Belanda terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara, maka dengan demikian terja- di situasi politik yang berbalik. Situasi politik yang berbalik itu ialah, pada awalnya pihak Belanta penuh hor- mat memohon kerjasama dan ijin memasuki. kawasan ini. Di sam- ping itu kerajaan-kerajaan punya kedaulatan politik dan ekonomi yang kuat, sehingga bangsa asing itu awalnya penuh hormat mematuhi kekuasaannya. Namun kemudian pada abad 18 - 19 terjadi pergeseran, yang menjadikan kerajaan-kera jaan di Nusantara.dijadikan bawahan dari pemerintah kolonial Belanda. : Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara semakin kehilang- an kedaulaten politik dan ekonominya, meskipun demikian ma- sih dapat memiliki kedaulatan adat dan kebudayaan. Setelah Belanda berhasil menaklukkan satu-persatu kerajaan di Nu- santara ini, kemudian mengadakan intervensi langsung secara 20 aktif dan intensif ke dalam urusan intern kerajaan-kera jaan. Pihak Belanda sering ikut campur -tangan dalam masalah per- gantian tahta, menentukan kebijakan politik, pengangkatan Pegawai dan pe jabat-pejabat birokrat tradisional. Balkan lebih tegas lagi pada abad ke 19, segala pengangkatan pe ja- bat-pejabat di lingkungan birokrat tradisional, segala per- mintaan gelar, perkawinan antar kerajaan dan sebagainya. Pemerintah Hindia Belanda barus ikut campur dan menentukan boleh tidaknya.. Dengan, demikian ‘pemerintah Hindia Belanda berhasil menguasai Nusantara, meskipun kerajaan-kera jaan’ dan perangkat birokratnya masih legal berdiri. Kondisi yang demikian itu menyebabkan penguasa-penguasa tradisional se- cara politis bergantung kepada kekuasaan Belanda. Lebih ter- gantung lagi pada pemerintah Pelenda; setelah kepala-kepala pemerintahan tradisional itu menjadi bagian dari pegawai Belanda, dan menerima gaji dari Pemerintah Hindia Belenda. Pemerintah Hiridia Pelanda sengaja tidak menghancurkan secare picik kerajaan-kerajaan tradisional, kemungkinan ke- ra jaan-kerajaan itu akan dapat dipakai alat untuk usaha eksploitasi pada rakyat. Hal ini mengingat personalia peme- rintah Hindis’Belanda kurang mampu untuk menangani daerah- daerah yang luas ini. Dengan demikian tangan-tangan biro- krat tradisional,. pemerintah Hindia. Belanda dapat secara efektif dan effisien mengeksploitasi rakyat .° Adanya aneksasi wilayah yang dilakukan oleh pemerin- tah Hindia Belanda, menyebabkan semakin sempitnya areal tanah para penguasa tradisional, Hal ini juga berakibat se- makin sempitnya penghasilan mernka, sehingga terpaksa seca- fF ra ekonomi para penguasa tradisional sangat bergantung pada al pemerintah Hindia Belanda. Ketergantungan kehidupan eko- nomi para penguasa tradisicnal ini, mendorong semakin ber- gesernya orientasi untuk berpihak kepada pemerintah Hindia Belanda. Pengayoman para penguasa tradisional kepada rak- yatnya semakin renggang, karena mereka lebih berfungsi se- bagai pegawai kolonial, dari pada sebagai pemimpin masyara- kat. Dengan masulmya perangkeat birokrasi tradisional ke dalam lingkearan pemerintah Hindia Belanda, berarti kekuasa- an Belanda semakin kokoh. Lebih lanjut oleh Belanda dikem- bangkan sistem pemerintahan dan kehidupan Barat di kalangan birokrat tradisional. Selain itu westernisasi dan kristeni- sasi dikembangkan dalam kehidupan sosial.. Hal ini sangat berpengaruh pada masyarakat elite birokrasi tradisional, yang semakin lama akan memisahkan hubungan dengan lapisan masyarakat bawah: Pengaruh kehidupan Barat benyak diserap oleh lapisan birokrat tradisional, yang kemudian mempenga- ruhi gaya hidup dan sikapnya di dalam pemerintah. Situasi yang demikian itu mengundang kekhawatiran para pemuka agama, bahwa akan mempengaruhi kendornya pengamalan syari'at dan nilai-nilai kehidupan agama yang lainnya. Dengan demikian antara birokrat tradisional dan para pemuka agama, serta masyarakat lapisan bawah mulai timbul kerenggangan hubung- an. : Keberhasilan Belanda menggunakan birokrasi tradisio- nal sebagai agen-agen untuk mengeksploitasi rakyat, berar- ti menambah disintegrasi di antara keduanya. Akibat lebih 22 jauh dari disintegrasi itu, munculnya ketegangan antara birokrat tradisional dengan masyarakat di pedesaan. Di da- Jan menghadapi ketegangan itu masyarakat pedesaan mengang- kat pemimpin yang terdekat, biasanya adalah pemuka agama atau ulama. Pémilihan terhadap wlama sebagai pemimpin mere- ka adalah tepat dan wajar, sebab para ulama memiliki iden- titas yang sama dengan petani, sehingga mempunyai lebih banyak alat komunikasi dengan rakyat pedesaan.® Masyarakat di Nusantara sebagian besar memeluk agama Islam, sehingga menurut tradisi Islam ulama mempunyai kedudukan sangat ter- pandang karena moralitas dan pengetahuan agamanya. Ulama memiliki otoritas kharismatis tidak hanya di lingkungan pesantren, namun juga dalam masyarakat pedesaan. Dengan de- mikian ulama dekat di hati rakyat dan merupakan tumpuan harapan rakyat untuk dapat dijadikan pemimpin mereka da- lam menghadapi pemerintah Kolonial Belanda dan kaum biro- krat Tradisional. Ulama yang dekat dengan rakyat telah me- ngetahui nasib kehidupan masyarakat akibat dari pemerasan kolonial, Di samping itu, di pihak ulama juga terdapat ke- cemasan adanya pengaruh kebudayaan asing akan merongrong norma-norma kehidupan agama dan tradisi serta pandangan hi- dup masyarakat.’ Uleh karena itu ulama beserta rakyat meng- adakan pergerakan untuk melawan pemerintah kolonial. Belanda dan kaum birokrat tradisional: yang dianggap sebagai antek- nya. Di samping adanya kebersamaan rakyat dan ulama menen- tang’ kolonial, di kalengan rakyat yang beragama Islam itu 23 sudah terdapat Rubul Islami yang mendasari semangat perju- angannya. Ruhul Islami atau semangat Islam yang mendasari, perjuangan rakyat itu ialah antara lein:® a. Adanya semangat Jihad fi Sabilillah yang telah mengakar di kalangan rakyat. Semangat Jihad fi Sabilillah ind telah mendorong rakyat untuk berjuang melawan penjajahan.? Rang- kedan dari semangat Jihad fi Sabilillah itu ialah semangat berani mati, karena bila wafat dalam rangka pertempuran mendapatkan predikat Syahid, yang jaminannya syorga. b. Adanya semangat menbela tanah air dalam agama Islam. Se- mangat itu tertuang dalam slogan Khubul Wathon minal Iman, yang artinya cinta tanah air itu sebagian dari iman. Ajar- an ini merupakan imbriyo dari patriotisme bangsa Indonesia. Dalam hal ini Dr. Douwwes Dekker (Setyabudi) menyatakan, bahwa kalau tidak ada semangat Islam di Indonesia, sudah lama kebangsaan yang sebenarnya lenyap dari Indonesia.!© c. Ijin Allah berperang melawan penjajah, hal ini dihayati oleh masyarakat Islam dari kitab Al Qur'an, surat Al-Haj 39, yang artinya : "Telah diijinkan berperang bagi orang- orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka itu telah dijajah, dan Allah akan menolong mereka". Penghayatan ter- hadap ayat ini di kailangan rakyat, akan memunculkan sema- ngat melawan pen ja jah: | d. Di dalam ajaren elem terdapat symboolbegrien, yaitu kata-kata yang bila diucapken dapat membangkitkan kesadar- an untuk berjuang.! Kata pembangkit semangat itu dalam Islam dikenal dengan Takbir, "Allahu Akbar", Kata-kata tak- bir ini berdengung di setiap ada perjuangan melawan penja- pF Jahan dan kedloliman. @. Doktrin Amar_ma'ruf nahi munkar, yaitu anjuran untuk berbuat baik dan memberantas kemungkaran (termasuk di da- 24 lamya tindak penjajahan), dapat menggerakkan rakyat mela- wan kolonicl. Semakin efektifnya pemerintah Belanda menggunakan kaum birokrat tradisional untuk memeras kehidupan rakyat, maka meriatangkan situasi perlawanan pisik rakyat yang di- pimpin oleh para ulama menenteng tindak kolonial yang bia- dab itu. Maka sepanjang abad 19 muncul secara sporadis per- gerakan sosial di daerah pedesaan-pedesaan, dengan perla- wanen pisik yang gilir gumanti. Beberapa gerakan perlawanan pada kolonial dan biro- krat tradisional yang sementara dapat dicatat, antara la- in:!2 9: Geraken Bagus Jedik alias Pandito Panembahan Syeh, di, Sala tahun 1839; b. Gerakan Sarip Prawirasentana alias Amat Sleman, di Yogyakarta tahun 1840; c. Gerakan Kyai Hasan Mauleni, di daerah Cirebon tahun 1842; d. Gerakan Ahmad Daris atau bergelar Susuhunan Waliullah, di. Kedu pa- da tahun 1843; Gerakan Amat Hasan, di Rembang pada tahun 1846; f. Gerakan Jenal Ngarip pada tahun 1847, di Kudus; dan g. Gerakan Rifa'iyah, muncul 1850 di Kalisalak Batang. Pada umumnya yang dijadikan modus untuk mengarahkan gerak- an mereka. adalah memberikan cap bahwa kolonial Pelanda adalah Kafir, dan pembantunya juga termasuk dikatakan Ka- fir juga. Dengan demikian, maka lebih memudahkan pengerah- an masa dalam perlawanan kepada Belanda. Perang Suci ter- hadap kaum kafir menjadi dorongan yang kuat untuk memun- se 25 culkean sebuah pemberontakan. B, lama Menimpin Rakyat Melawan Peniajahan 1. Paderd Sumatera Barat daerah penghasil lada dan emas, selain itu juga penghasil padi.2> Di daerah ini juga terdapat usaha tenun dan kerajinan rakyat yang cukup terkenal. Per- dagangan emas dan lada sudah ramai berjalan sejak tahun 1347 bingga tahun 1665, yang dilakukan oleh para pedagang Sumatera Barat dan Aceh.?4 Kemudian setelah itu, perdagang- an serupa tetap berjalan, namun dengan bangsa Eropa, yaitu Inggris dan Pelanda. Oleh karena hasil tambang emas dan hasil bumi lada dari Sumatera Barat dipandang cukup besar, maka menarik minat bangsa Eropa mengadakan usaha monopoli dagang, dan selanjutnya menguasai daerah itu, Sebelum kedatangan bangsa Eropa, kekuasaan politik formal di Sumatera Barat berada di bawah kerajaan Pagaru- yung.)> Namun, raja henyalah sebagai lambeng formal, sedang kekuasaan sesungguhnya berad di bawah tiap-tiap kepala nagari atau Penghulu, Dewan Penghulu atau Dewan Nagari adaleh yang berkuasa memutuskan sesuatu dan menentukan langkah-langkah politik di Sumatera Barat. Para penghulu bukanlah wakil raja di daerahnya, namun merupakan para pe- mimpin yang dipilih syah oleh rakyat 26 Kekuasaan raja di Pagaruyung selain sebagai lambang, juga dijadiken alat pengikat adat. Sebagai alat pengikat adat, raja diperlengkapi dengan perangkat pemerintahan yang disebut dengan Basa Ampek Balai. Basa Ampek Balai itu poo 26 terdiri: Datuk Bandaro di Sungai Tarab (sebagai ketua adat), Tuanku Makhudum (menteri kerajaan atau rantau), Tuanku Kadi (menteri urusan Agama), dan Tuanku Gadang (menteri urusan Keamanan),?? Meskipun agama Islam sudah masuk ke Sumatera Barat pada pertengahan abad ke 16, namun masih tampak adanya percampuran adat dan agama. Sinkretisme adat dan agama itu digambarkan dengan pepatah "Adat basandi syara', syara' basandiadat".15 Namun pelaksanaan di dalam kehidupan ma- syarakat terdapat. beberapa benturan antara adat dan syara' Chukum Islam). Situasi dikotomi dalam masyarakat itu an- tara lain adalah adanya kebiasaan buruk yang sudah umum dan menjadi adat, seperti perjudian, sabung ayam, minum-minuman “keras dan madat. Kebiasaan seperti itu bahkan mendapat du- kungan dari raja, para bangsawan dan para pengliulu.!9 De- ngan demikian adat sudah meninggalkan syara', sehingga ter- * Jadilah keprihatinan para ulama, yang kemudian disebut kaum Paderi. Keprihatinan kaum Paderi ini mendorong suatu tindakan untuk mengembalikan kewibawaan syara'. Per juangan kaum Pa- deri untuk mengembalikan hukum Islam itu akan menghadapi benturan dengan adat. yang berlaku, Oleh karena itulah di Sumatera Barat terjadi perlawanan antara pelaksanaan adat yang buruk itu dengan pelaksanaan hukum Islam (syara') yang ingin memperbaiki kehidupan masyarakat. Dalam hal ini pula terjadi benturan antara kaum Penghulu dan Raja di sa- tu pihak dengan kaum Paderi di pihak lain. * 2? Pergerakan Paderi ini dimulai dengan adanya ajaran Tuanku Kota Tua, yang memberikan dasar-dasar pemurnian Is- lam, dan mengajak masyarakat kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah Rosul’: Seruan mengajak masyarakat untuk mentaati agama Islam dan memberantas kemunkaran itu tidak disukai oleh masyarakat adat yang gemar. berjudi, sabung ayam, dan perbuatan maksiat lainnya. Tuanku nan Renceh murid Tuanku Kota Tua adalah pelaksana gerakan melawan kemasyiatan di Sumatera Barat, ia amat berpengaruh dan memiliki banyak murid di daerah Luhak Agama. Kaum Paderi mendapatkan kekuatan baru setelah pada tahun 1803 serombongan ulama Sumatera Barat pulang dari Mekah. Ulama yang pulang dari Mekah itu antara lain : Haji Miskin dari Pandai Sikat, Haji Sumanik dard VIII Kota, dan Haji Piabang dari Tanah Datar. Mereka itu membawa se- mangat Islam yang diilhami oleh garakan Wahabi dari Makah. Ketiga Haji itu memiliki semangat untuk memurnikan Islam, melawan bid'ah, kemaksyiatan dan meluruskan pengamalan Islam. Tiga orang. haji dari Mekah itu kemudian bergabung dengan Tuanku dan Renceh, untuk melakukan garakan pémber- sihen kemaksiyatan dan menegakkan kewibawaan syara'. Di daerak.Lubak Agam, para Tuanku mengadakan persatuan dan kebulatan tekad untuk memperjuangkan tegaknya syara', dan. membasmi kemaksiyatan. Mereka itu terdiri delapan orang yaitu : Tuanku nan Renceh, Tuanku Berapi, Tuanku Galung, Tuanku Lubuk Aur, Tuanku Ladang Lawas, Tuanku Padang Luar, Tuanku Kapau, dan Tuanku Biaro. Ke. delapan wlama Paderi itu disebut orang dengan Harimau nan Salapan, delapan hari- 28 mau yang berani menantang kemaksiyatan. . Sebagai kepala gerakan semula akan diangkat Tuanku Kota Tua, namun oleh karena ueianya yang telah lanjut, ma- ka diangkatlah Tuanku Mensiangan. Pada awal mula gerakan Paderi dilakukan dengan jalan. nasehat mélalui ceramah-ce- Yramah agama yang diselenggarakan di surau-surau dan mas jid- masjid. Di pihak kaum Adat mengadakan pesta menyabung ayam di kampung Batu Batabuh, dengan maksud untuk menghina kaum Paderi.?° Tindaken pesta kemeksiyatan itu mengundang kema- Yraban kaum Paderi, sehingga Tuanku Kota Tua yang sudah lan- jut usia, dan tidak suka akan kekerasan, melihat tindakan kaum adat yatiz sudah melampaui batas itu, kemudian mengecam- nya. Kecaman dari Tuanku Kota Tua itu dilenjutkan dengan tindakan amar_ma'ruf nahi munkar yang dilakuken oleh murid- muridnya. Peristiwa itu menandai dimulainya perang Paderi melawan ikaum Adat di-Sumatera Barat. Kedua belah pihak me- miliki seragam yang khas, yaitu kaum Paderi berpakaian pu- tih-pufih, sedangkan kaum Adat berpakaian hitam-hitam. Dalam pertempuran antara dxaum Adat dan kaum Paderi itu, tidak semua penghulu dari kaum Adat melawan dan memusuhi kaum Paderi, bahkan térdapat. para penghulu yang membelanya. Penghulu dan masyarakat: Lihak:.A dan IV kota menerima. kaum ‘para pi lu di lembah Alahan Pan- Jang mengikutd jejak kaum Paderi.?? Para penghulu yang tie~ Paderi. Di samping 1 i ngikuti kaum Paderi itu ialah dari Lubuk Ambacang, Jambak, Koto, Padang Lawas, Pasir, Mandari, Padang Sikanduduk, Cha- niago, Marapak, Talang, Padang Bubus, Tanjung Bungo dan Bonjol. Seluruh penghulu di Lembah Alahan Panjang itu di- pou. pimpin oleh Datuk Bandaro. Gerakan Paderi semakin berkem- 29 bang @i Sumatera Barat, termasuk dapat mempengaruhi daerah kauin Adat yang sangat kuat di Tanah Datar. Di daereh ini, kaum Paderi dipimpin oleh Tuanku Pasaman yang bergelar Tu- anku Lintau, mengadakan perjumpaan dengan kaum Adat di Kota Tengah. Dalam pertemuan itu raja Minangkabau Tuanku Raja Muning Alamsyah di Pagaruyung beserta para bangsawan, para penghulu dan kaum Paderi hadir. Pertemuan kaum Adat dan kaum Paderi itu gagal, sehingga terjadi perkelahian yang kemudian dilanjutkan dengan pertempuran berdarah. Pihak ka- um Adat mengalami kekalahan, Raja Muning Alamsyah melarikan dirt ke Kuantan di Lubuk Jambi 22: Kaum Adat yang semakin terdesak itu, kemudian mengan- bil inisiatif untuk meminta bantuan bangsa Inggris yang mendiami pantad Sumatera Barat. Raja Minangkabau mengutus Tuanku Tangsir Alam dan Sultan Kerajaan Alam untuk menghu- bungi Rafflas di Padang tahun 1818. Namun setelah diteliti dan dipertimbangkan untung ruginya bagi Inggris dalam rang- ka menguasai hasil Sumatera Barat, maka tidak menjanjikan bantuan kepada kaum Adat. Setelah kekuasaan Inggris berakhir, berkat adanya Trac- tat London, maka kekuasaan di ‘Sumatera Barat diserahkan kepada Belanda. Ditunjuk sebagai residen Belanda di Suma- tera Parat ialah Du Puy. Kaum Adat melanjutkan missi permo- honan bantuan untuk menyerang kaum Paderi kepada Belanda. Pada tengial 10 Pebruari 1821, Kaum Adat yang dipimpin oleh Tuanku Suruaso disertai 14 Penghulu secara resmi mewakili Negeri Minangkabau, menandatangani perjanjian dengan Du 30 Puy.23 Perjenjian itu digunakan oleh pihsk Belanda untuk dapat menduduki daerah strategis dan subur di Sumatera Ba- rat, di samping itu juga menindas gerakan Paderi. Langkah pertama yang dilakukan oleh Belanda ialah menyerang Sima- wang dengan inenggunaken 100 orang militer, dengan dua meri- am, Gempuran itu verhasil menduduki Kota Simawang, meskipun menghadapi perlawanan kaum Paderi. Sejak peristiva Simawang itu, menunjukkan perubahan perlewanan, kaum Paderi dari me- lawan kaum Adat, beralih untuk berjihad melawan Belanda, yang dimasukkan perang melawan Kafir. . Dalam menyusun kekvatan untuk pertahanan dan perlawan- | an kepada Belanda, kaum Paderi- membangun Benteng yang tang- guh di Bonjol, yang di dalamnya diperlengkapi tiga gubuk | keed1 dan sebuah masjid.2 Penteng itu juga berfunged un- tuk pengumpulan logistik dan pembuatan senjata api. Benteng | Bonjol ini dipimpin oleh Muhammad Syabab yang bergelar se- | bagai Tuanku Imam Bonjol. Di samping bertahan menangkal se- rangan Belanda kaum Paderi juga méengadakan serangan-serang- an pada pos-pos Belanda. Pada tanggal 29 April 1821 elenda menyereng daerah Sulit Air, namun mengdlami kekalahan, sehingga minta bantu- an tentara yang lebih’ batiyalt lagi baru dapat menduduki dae- rah itu. Serbuan Belaida berdicitiya ke Simabur dan Gunung, di daerah ini Belanda juga mengalami kesulitan menghadapi kaum Paderi. Setangan balasan dari kaum Paderi dilakukan terhadap markes Belanda di Simawang, sehingga kedudukan Be- Janda mengalami kegoyahan. Pada umumnya Belenda mengalami kesulitan menghadapi kaum Paderi di setiap front pertempuran. 31 Ternyata kaum Paderi juga memiliki kemampuan perang yang tangguh. Hal ini digambarkan oleh Letnan Bellhouwer yang melihat medan pertempuran sendiri, ia melaporkan keadaan kaum Paderi sebagai berikut: i: “Mereka berani dalam perang, terlatih menghadapi ke- sulitan, namun juga ganas. Mereka pandai menggu- nakan alam sekitarnya sebagai pertahanan. Mereka tidak hanya mengenal senapan, bahkan dapat juga membuatnya sendiri, demikian juga mesiu dibikin oleh para wanita. Bagaimana mereka kenal senapan, mungkin dari orang-orang Arab. Mereka (Paderi) adalah, menembak jitu, dan mahir sekali menggunakan tombak, pedang, dan kleweng."-> Selain itu Vermeulen Krieger ketika mengalami kekalahan dengan Paderi di Sipisang melaporkan kepada atasannya, bahwa pe juang Paderi biasa berperang dalam benteng, meng- gunakan lintas alam dan jarang di alem terbuka, mereka pun pandai menyusun taktik dengan posisi depan, samping dan belakang. Jika demikian sangat berbahaya bagi pasukan Be- landa yang akan menyerangnya.“° Untuk menghadapi kaum mujahidin Paderi, Belanda men- datangken bantuan dari Batavia. Pemerintah Hindia Belanda mengirimkan 494 tentara bersenjata lengkap dan 5 pucuk me- riam, di bawah pimpinan Letnan Kolonel A.F. Raaff, ke Su- matera Barat. Dengan pasuken yang lebih kuat itu Pelanda mulai mengadakan penyerangan ke daerah-daerah Tanah Datar, Lintau dan Sawah Tengah. Namun kaum Paderi membalas serbuan di Bukit Pinang, sebagai pos Belenda yang dihuni Letkol. Raaff. Di daerah Tanah Datar dan Lintau, Belanda mengha- dapi perlawanan yang tangguh-dari Tuanku Lintau dan pasu- kannya. Meskipun daerah Pagaruyung dan Batusangkar berha~ sil diduduki Belanda, namun Belanda gagal memasuki Lintau. Sebagai pertahanan Eelanda membuat benteng Fort van der Capellen di Batusangkar. Belanda mengajak berunding Tuan- ku Lintau, namun ditolak, sehingga Residen Du Puy menge- rahken para penghulu di Pagaruyung untuk memberikan bantu- an personil kepada Belanda. Pasukan 4elanda yang dipimpin oleh Raaff beserta pasukan para penghulu mengadakan ser- buan ke Lintau. Pasukan gabungan itu pada tanggal 17 Maret 1822 bergerak melalui Kota Tengah dan Tanjung Berulak, na- mun berkat akal jebakan Tuanku nan Gelek pasukan ini diser- gap oleh pasukan Paderi, sehingga mengalami kekalahan. Let- kol. Raafif mundur ke Pagaruyung. Atas kekalahannya itu pi- hak. Belanda minta berunding dengan Tuanku Lintau, namun de- ngan tegas ditolaknya. Pasukan Paderi yang berjumlah 13000 orang dikerahkan dari daerah Limapuluh Kota, Klahan Panjang, dan Luhak Agam, pada bulan Juli 1822, menyerbu pos-pos Belanda dan merebut Tanjung Alam. Tanggal 15 Agustus 1822,. kaum Paderi menyer- bu Petampung, Kota Baru, Lubuk Agam, sehingga Belanda ter- pak&a harus mundur meninggalkan kota itu. Letkol. Raaff mengadakan serbuan lagi ke Lintau pada tanggal 12 April 1823. Untuk menyerang Lintau yang dianggap kuat itu, Belanda mengerahkan 26 opsir, 562 serdadu Belanda, 12.000 kaum Adat, dengan persenjataan 6 pucuk meriam dan 2 howwitser, serta senapan. Mereka bergerak melalui Marapa- lam dimaksudkan mudah menghancurkan Paderi. Namun sesampai- nya di Bukit Bonio, pasukan itu sudah dihadang kaum Paderi. 33 @ Dengan gigihnya kaum Paderi menporakporardakan pasukan ga~ bungan Belenda itu, sehingga banyak yang mati termasuk se- jJumlah 4 perwira menjadi korban.°” Pada tanggal 16 April 1823, pasuken Belanda ingin menyelamatkan meriamnya yang J tertinggal di Bukit Bonio, namun gagal, karena dike jar-ke- jar kaum Paderi. Demikian pula halnya usaha van Geen ber- sama pastkan Belanda akan menyelamatkan meriam di Bukit Gadang, namun diserbu oleh kaum Paderi dengan teriakan "Kafir, anjing Belanda", Kaum Paderi berhasil mengalah- kan pasukan Belanda itu, sehingga 3 perwira Belanda tewas, 4S serdadu mati, sedangkan.9 perwira dan 178 serdadu luka berat. Dalam pertempuran ini Van Geen termasuk luka berat tertusuk tombak di sisi kirinya, dan tangannya berdarah.2® Pada tanggal 18 September 1823, Pasukan Paderi mem- bentuk pertahanan yang panjang di Kapau, kemudian menga- dakan serbuan terhadap pos-pos Belanda. Dalam peftempur- an itu, pasuken Belanda dapat dipukul mundur sampai ke Kota Tua, kemvdiian kaum Paderi béerhasil mengisolir Kota Tua dengan daerah lain. Oleh karena di berbagai front per- tempuran pihak Belanda banyak mengalami kekalahan dan kor- ban, maka Belanda mulai menjalankan taktik berunding. Tetnan Kolonel Raaff komandan tempur di Sumatera Ba- rat, pada tanggal 16 Desember 1823 diangkat oleh Gubernur Jendral sebagai Residen baru, menggantiken Du Puy. Reaff yang sudah berpengalaman di medan pertempuran itu meren- tanaken taktik baru mendekati kaum Paderi untuk berunding, Pada tanggal 22 Januari, 1824, Raaff berhasil mengadakan pe- rundingan damai dengan kaum Paderi di Bonjol, dan kemudian 34 perundingan' damai pula dengan kaum Paderi di daerah VI Kota®? Taktik berunding yang digunakan oleh Belanda itu, merupakan usaha untuk memperpanjang waktu konsolidasi pasukennya. Su- atu saat apabila pasukan Belanda sudah berhasil. diperkuat, maka akan’ menggunakan cara’ peiang dalam pendudukannya. Setelah Belanda merasa kekvatannya pulih kembali, make pade tanggal 29 Februari 1624, mengadakan serbuan dadakan dan menduduki Guguk Sigadang dan Kota lawas. Pada tanggal 1 Maret 1824 Kota Lawas dibakar dan diduduki Belanda, sedang- kan Tuanku Mensiangan pemimpin Paderi di daerah.itu hijrah ke Luhak Agam. Karena perjanjian damai itu dikhianati oleh Belanda, make kaum Paderi di Bonjol jadi marah, kemudian mengirin- kan kembald naskah perjanjian kepada Belanda.-° Setelah naskah perjanjian itu jadi batal, maka kaum’ Paderi melan- carkan perang kembali melawan kaum penjajah Belanda. Perang berjangkit kembali di daerah-daerah yang diduduki Belanda, sehingga pihak Pelenda merasakan terperas tenaganya: untuk menghadapi Paderi. Letnan Kolonel Raaff terforsir tenaga dan fikirannya, sehingga menderita sakit keras, dan kemu- dian tewas, pada tanggal 19 April 1824. Sebagai pengganti- nya diangkat Kolonel De Stuers. Pasukan Paderi semakin hari semakin bertambah kuat, karena masyarakat banyak yang simpati terhadap perjuangan- nya melawan Belanda. Kaum Adat yang tadinya membantu Belan- da, kemudian cenderung simpati dengan perjuangan kaum Pade- ri, Hal ind dikarenakan kaum Adat sudah merasaken juga diper- budak, ditindas dengan perintah pakea, dan tarikan pajak 35 yang memberatkan rakyat. Di samping itu Belenda tidak lagi memperhatikan aspirasi kaum Adat, sehingga kaum Adat sela- lu merasa dikecewakan. Oleh karena itu, kaum Adat menyesali bertempur melawan saudaranya sendiri kaum Paderi, akhirnya mereka bergabung, bersama-sama membenci dan menyerang Be- landa. Kekuatan gabungan kaum Paderi dengan kaum Adat meru- pakan tenaga yang kuat dalam perlawanan terhadap Belanda. Oleh karena itu Residen merangkap Komandan Militer Belan- da Sumatera Barat yang baru Kolonel H.1.d.L. de Stuers, me- milih jalan-damai, Apalagi setelah meletus perlawanan Jihad Pangeran Dipanegara di Jawa tahun 1825, maka secara resmi Stuers diperintahkan menjalankan perdamaian di Sumatera Ba- rat. Sebab konsentrasi pasukan Belanda sedang dipusatkan ke Jawa, untuk menghadapi P. Dipanegara. Belanda merasa tidak mampu lagi menghadapi dua perlawanan besar di Indonesia da~ lam waktu yang bersamaan. Kolonel de Stuers menggunakan seoreng Arab bernama Said Salim Al Jafrid untuk mendekati pimpinan kaum Paderi, sehing- ga dapat diajak berdamai. Pada tanggal 29 Oktober 1825 dia- dakan pertemuan di Ujung Karang daerah kekuasaan Belanda. Dalam pertemuan itu para pemimpin Paderi diwakili oleh Da- tuk Ujung sebagai utusan Tuanku nan Renceh, Tuanku Bawah Te- bing dari Lima puluh kota, Tuanku nan Saleh dari Talawi, dan Tuanku Keramat mevakili Tuanki Pasaman dari Lintau. Dengan beriktikat baik dan mempercayai missi Said Salim Al Jafrid, yang menyatakan Belanda tidak akan perang dan mencampuri urusan Agama, para ulama Paderi itu berunding dengan Belan- 36 da. Sebagai juru bicara pihak Belanda adalah de Stuers, dan di pihak Paderi juru bicaranya adalah Tuanku Keramat. Pada tanggal 15 November'1825 perjanjian itu ditandatangani oleh Tuanku Keramat dan Residen Belanda de Stuers, Adapun isi per- janjian damai itu ialah : 1. Kedua belah pihak tidak akan saling menyerang. 2. Kekuaenan Tuanku-Tuanku di Lintau, Lima puluh Kota, dan Kamang Agam diakui oleh Belanda. 3 Mengusahakan bersama perlindungan atas lancarnya perdagangan. 4, Belanda tidak akan mencampuri urusan agama penduduk. Adanya perjanjian itu untuk sementara waktu di Sumatera Barat jarang terjadi peperangan. Belanda dalam hal ini memang harus menta'atd perjanjian, sebab kekvatan militer dan dana sangat lemah di Sumatera Barat, Kejadian ini berlangsung sampai tahun 1930, setelah itu akan terjadi pertempuran kembali. Setelah Belanda dapat menyelesaikan perlawanan P, Dipane- gara di Jawa pada tahun 1830, maka mengadakan perhatian kemba- 14 ke Sumatera Barat, karena sangat memerlukan tambahan dana untuk mengisi kas pemerintah, Hal itu dijalankan mengingat Sumatera Barat memiliki hasil bumi dan tambang yang potensial. Langkah pertama yang dilakukan oleh Belanda ‘ialah mengangkat Kolonel Elout jadi Residen merangkap Komandan Militer Belanda di Sumatera Barat} dengan tugas untuk menguasai Sumatera Ba- rat baik dengan jalan Damai maupun kekerasan, Kolonel G.P.J, Elout mulai melanggar perjanjian, ia mulai membangun serangan baru terhadap kubu pertahanan Paderi. Dae- rah Kapau, Kota Tua di daerah Agam, dan Lintau menjadi sasar- 37 a an penyerbuan. Sesampainya di Lintau pasukan Belanda itu menghadapi perlawanan yang gigih dari kaum Paderi. Dalam pertempuran tigahari tiga malam pasukan Belanda tidak ber- hasil menduduki Lintau. Dikatakan dalam laporan Nahuys van Burg, bahwa pertahanan kaum Paderi kuat karena dapat dukung- an rakyat, di samping itu punya pertahanan di belakang parit- parit 22 Pada serangan berikutnya “tangeal 22 Juli 1832 Belanda menggunakan siasat licik, dengan terlebih dahitlu menggunakan tangan orang bayaran untuk membunuh Tuanku Lintau.-- Setelah Tuanku Lintau wafat terbunuh oleh kakitangan Belanda anak buah. Tuanku Limbur, maka Lintau dapat diduduki. Belanda mene- ruskan penyerbuan ke Kamang, namun dihadapi dengan perlawan- an yang gigih oleh rakyat, Namun kemudian Belanda menggunakan bantuan seorang hulubalang dan pasukannya untuk memukul Kamang dari belakang, maka Kamang dapat diduduki., Demikian pula daerah-dacrah Mantua, Tanah Agam, Lawang, Sungai Puar, dan lain sebagainya, Daerah-daerah itu ada yang diduduki dengan kekerasan dan ada yang dengan perundingan. Kemenangan Belan- da itu kenudian diikuti dengan tindakan penghukuman yang ke- jam terhadap pemimpin kaum Paderi, Kaum Paderi mengadakan pertemuan rahasia di lereng Gu- nung Tandikat, Padang Panjang. Dalam pertemuan itu wakil-wa- kil Paderi dari Tanah Datar, Lawang, Rao, Lubuk Sikeping, Si- pisang, Negeri Danau dan Tanah. Duabelas, sepakat untuk menga- dakan serangan umym kepada penjajah. Serangan umum untuk meng- gempur Belanda itu akan diadakan serentak di daerah masing-ma- sing, tepat pada tanggal 11 Januari 1833, Tepat pada tanggal 38 11 Januari 1833, kaum Paderi bergerak, Tuanku Garang dan Ra- jo Layang beserta pengikutnya menyerang Bonjol. Pasukan Be- landa yang menodai masjid dan sering berbuat dlolim kepada masyarakat, berhasil dibunuh semuanya. Pasukan Belanda Lubuk Sikaping berhasil dibunuh semuanya oleh pasukan Paderi dan rakyat. Di daerah-daerah lain, seperti Sipisang, Koto Baru, Tarantang, Lubuk Ambalu, Lundar, Magek, Rao dan sebagainya Pasukan Paderi bersama rakyat Sumatera Barat lainnya berha- sil menghancurkan markas-markas Belanda. Setelah berhasil merebut Bonjol, maka para Tuanku sepa- kat untuk memperkuat dan memperbaiki Bonjol, yang dipersiap- kan untuk benteng Paderi, Di samping itu masing-masing Tuan- ku membentuk pertahanan di negeri mereka. Kemenangan perla- wanan serentak tanggal 11 Januari 1833, diikrarkan sebagai tonggak baru perang sambil melawan pemerintah Belanda. Ikrar itu dineapkan oleh Tuanku Iman’ Bonjol, Tuanku Muda, Tuanku Tambusai dan Tuanku Damssiang. Peristiwa 11 Januari 1833 ju- ga merupaken perjuangan seluruh rakyat Sumatera Barat melaman Belanda, yang dipimpin oleh kaum Ulama Paderi. Dalam peristi- wa itu kaum Adat dan kaum Paderi telah bahu mombahu bersatu melawan Belanda. Perlawanan kaum Paderi yang didukung rakyat Sumatera Ba- rat itu berhasil pula memutuskan jalur logistik Belanda, se- perti di Banuhampu, Kamang, Gugukssigadang, Tanjung Alam, Biaro dan Candung. Patroli Belanda sebanyak 30 orang di bawah Letnan Thomson berhasil diserang oleh rakyat, kesemua pastkan Belanda itu tewas dalam pertempuran, Dalam berbagai front pertempuran di tahun 1833 Belanda menderita korban yang banyak, 39 dan markas-mirkasnya direbut oleh kaum Paderi dan rakyat, Belanda menggunakan kembali taktik damai dengan kaum Paderi., Taktik ini disamping untuk membenahi.kekuatan pasu- kannya, juga untuk menjulur waktu dalam memunggu bantuan da- ri Batavia. Maka dibuatlah Plakaat Panjang tanggal 25 Okto- ber 1833, Plakaat Panjang itu merupakan pengumuman dari pi- hak Belanda, yang isinya antara lain untuk mengajak berhenti perang, menciptakan perdamaian, dan pihak Belanda berjanji tidak akan ikut campur urusan dan dalem negeri Minangkabau, Untuk menarik yakyat diadakean pesta perdamaian di daerah- daerah, agar dapat simpati dan dukungan rakyat terhadap usul perdamaiannya itu, Namun kaum Paderi dan Rakyat Sumatera Ba- rat tidak mempedulikan plakaat Panjang itu, Kaum Paderi dan rakyat terus menggempur benteng Amerongan, sehingga Belanda melépaskan benteng itu, dan mundur ke Singengu. Jendral van den Bosch setelah mendengar laporan, balwa pasukannya banyak tewas di Sumatera Barat, maka ia berangkat ke Sumatera Barat untuk membuktikannya, Dengan perencanaan yang mateng, Veli den Bosch memimpin sendiri pasuken Belanda untuk menyerang Bonjol, Namun di Matur pasukannya sudah diha- dang oleh kaum Paderi:dan rakyat. Dalam pertempuran itu Belan- da terjebak taktik pasukan Paderi yang telah disusul oleh Tuanku Imam Bonjol, dengan menggunakan rintangan alam dan sistem pertahanan berantai, Jendral van den Bosch gagal menyer- bu Bonjol, didalam pertempuran itu 60 orang tentaranya tewas. Kemenangan pasukan Paderi pimpinan Tuanku Imam Bonjol atas pasukan Belanda yang dipimpin oleh Gubernur Jendral van den Bosch, membangkitkan kembali semangat kaum Paderi dan rakyat. 40 Daérah-daerah lain merasa mendapatkan harapan baru untuk dapat membebaskan dari penjajahan Belenda. Bantuan kepada Tuanku Imam Bonjol mengalir dari para Tuanku, seperti Tuan- ku Nan Tinggi dari Sungai Puar dan Tanah Dua ‘Daleh mengi- rim bantuan 2 senapan, seratus peluru dan obat sukat seratus biji, serta empat meriam dan pemegangnya. Dari Kampung La- ring Kamang dan Negeri VII Luyah mengirim bantuan satu me- riam, dua senapan, 400 pelura-dan 4 pon mesiu, Tuanku Manis Pasir Laweh, membantu 10 hulubalang dipimpin oleh Datuk Pa- muncak, mesiu 5 pon dan timah 5 kati, Bantuan dari Orang Ka- yo Kéto Gadang Agam kepada Tuanku Imam Bonjol berupa.12 rial uang, 40 pon mesiu dan perlengkapan lainnya 34,. Solidaritas ummat terhadap Tuanku Imam Bonjol terus mengalir, sehingga ikut memperkuat kedudukan Bon Jol. Sebagai pembalasan pihak Belanda mengirim Cochius untuk menyerbu Alahan Panjang (Bonjol), dengan menggunakan meriam dan persenjataan yang baru dan modern, Namun serangganya de- ngan pasukan Paderi dan rakyat yang tangguh, dan medan seba- gai benteng yang sulit ditembus. Di samping itu persediaan senjata dan mesiu kaum Paderi cukup banyak, karena mereka dapat membuatnya sendiri. Setelah Belanda gagal menyerbu Bonjol dalam perang se- lama sepuluh bulan, maka Residen Francis meminta untuk damai dengan Tuanku Imam Bonjol. Ajakan damai ini tidak segera di- jawab, Tuanku Imam Bonjol mohon waktu tujuh hari untuk bermu- syawarah dengan pimpinan yang lainnya. Setelah musyawarah an- tara Tuanku Imam Bonjol dengan semua Penghulu negeri di Alahan Panjang, maka disepakati untuk mengadakan perdamaian dengan al Belanda. Sebagai utusan missi perdamaian dari kaum Paderi ialah Rangkayo Basa, setelah berunding maka dihentikanlah peperangan Paderi dan Belanda. Untuk tanda gencatan senjata masing-masing mengibarkan bendera putih. ‘ Bila diamati sengan seksama setiap Belanda mengalami kekalahan, maka taktik untuk mengumpulken kekuatan kembali dengan cara minta berunding damai. Belanda merasakan berat menghadapi kaum Paderi dan Rakyat, sehingga takut apabila dalam keadaan lemah akan dapat dihancurkan. Demikian pula peristiwa Bonjol, Belanda dengan alasan minta damai untuk memperkuat pasukan dan menunggu bantuan dari Batavia. Di pi- hak Paderi yang kokoh memegang agama Islam, memiliki rasa cinta damai. Apabila pihak musuh meminta perdamaian, maka hal itu selalu diterimanya. Iktikat baik kaum Paderi ini se- ring digumakon oleh Belanda untuk melakukan taktik mengulur waktu dan menyusun kembali kekuatannya. Apabila Belanda su- dah merasa kuat, maka selalu akan mengadakan penyerbuan kem~ bali. Di dalam berperang Belanda tidak memiliki etik moral, secara mudah dan sengaja melanggar perjanjian perdamaian dan tidak saling serang menyerang. Seperti halnya perjanjian de- ngan Tuanku Imam Bonjol, Belanda berjanji tidak akan meme- rangi kaum Paderi, namun baru satu minggu perjanjian itu di- tandatangani, Belanda sudah melanggarnya. Pada waktu Belan- da telah memiliki kekuatan baru, Jendral Cochius membawa pa- sukan lebih besar dari Batavia ke Alahan Panjang, maka lang~ sung menembaki kubu pertahanan Paderi, Pasukan kavaleri de- ngan meriam model baru digunakan untuk menyerbu daerah-daerah 42 Sungai Limau, Alahan Panjang sampai ke benteng Bonjol. Se- rangan yang mendadak, licik dan tidak diduga itu cukup meng- goyahkan pertahanan Paderi. Masjid Raya Bonjol dan rumah Tuanku Imam Bonjol terbakar dalam pertempuran itu. Serangan malam hari yang tidak diduga itu, banyak membawa korban di pihak Paderi, Kaum wanita dan anak-anak juga menjadi korban, karena tidak sempat menyingkir, Tuanku Imam Bonjol tertembak pahanya, sedangkan anaknya Umar Ali tertembak punggungnya. Tuanku Imam kemudian menganuk dengan sebilah pédangnya ber- haeil menewagkan beberapa orang serdadu Belanda, Serdadu Be- landa yang menguasad parit-parit pertahanan Paderd berhasil dipukul mundur. Pada pertempuran malam hari itu pihak Belan- da kalah dan mengundurkan diri, namun Tuanku Imam Bonjol men- derita luka-luka tembak dan 13, tusukan.2> Pagi harinya Lletnan Vandret memimpin serbuan pada kubu pertahanan Bagindo Majalela. Serbuan itu mendapat perlawanan kaum Paderi dan rakyat. Sehingga terjadi pertempuran yang seru, Akbir dari pertempuran itu pasukan Belanda mundur, bahkan Letnan Vandret tertembak, Pihak Belanda terus menerus mengadakan serangan kearah Bonjol dan daereh pertahanan sekitarnya, selama dua tahun perang terus berkecamuk, Kaum Paderi dan masya rakat tetap gigih mempertahankan bumi pertiwi dari usaha penjajahan. Sejak bulan Juni sampai dengan Agustus 1837, Belanda menge- rahkan pasukannya untuk dipusatkan ke Sumatera Barat, khusus- nya.meruntubkan Bonjol. Pasukan dart Batavia gilir bergantd dikerahkan ke Sumatera Barat, dengan membawa senjata senja- ta baru, amunisi yang berlipat dan pasukan yang terlatih. 4. Dalam pertempuran tiga bulan itu, kaum Paderi yang mem- pertahankan Benteng dan parit-parit Bonjol banyak yang wafat. Bonjol dan seluruh Alahan Panjang diblokade, sehingga bahan makan sulit masuk. Manufer meriam dan senjata Belanda terus menghujani daerah itu, sehingga banyak bangunan rumah yang runtuh dan masjid pun terbakar. Tetapi kaum Paderi dan rak- yat tetap gigih tidak mau menyerah, lebih baik mati syahid dari pada menghamba pada penjajah Belanda. Imam Bonjol tetap terus menyerukan perang sabil melawan Belanda, meskipun masih dalam keadaan sakit, Setelah tanggul-tanggul parit runtuh ditembaki meriam, maka Belanda sedikit-demi sedikit dapat memasuki daerah Bonjol. Melihat keadaan yang demikian itu, maka Tianku Marajo dan Kadhi Mojolelo sebagai Imam Perang, meminta Tuanku Imam Bonjol sebagai pemimpin tertinggi Paderi ai daerah itu untuk menyelamatkan diri. Daerah yang ditunjuk untuk menyelamatkan Tuanku Imam Bonjol ialah kampung Merapak, yaitu daerah yeng masih belum dikvasai oleh Belanda. Tuaniu Imam Bonjol bersama keluarga dan sebagian pengikutnya mening~ galkan Bonjol ke Merapak, kemudian bergerilnya ke hutan-hutan ‘pelukar, dan tinggal di Ladang Rimbo, , Pada tangeal 16 Agustus 1837 Belanda dibawah pimpinan Reséden Francis menduduki Bonjol, ia mengumumkan ingin ber- jumpa dengan Tuanku Imam Bonjol. Di pihak Imam Bonjol sete- lah bermusyawarah dengan para penghulu, Tuanku dan kedua Imam Perangnya, maka ia menolak bertemu dengan Francis. Tu- anku Imam Bonjol menyatakan bahwa perang melawan Belanda be- dum_selesai.>© Pasukan Paderi memindahkan Imam Bonjol ke Bu- kit Gadang, di daerah ini telah dipersiapkan sebagai perta~ Aa, hanan dengan diberi rintangan-rintangan alam. Pihak Belan- da harus melancarkan serangan ke Ladang Rimbo, rumah-rumah dibakar dan sisa-sisa penduduknya dibunuh. Residen Francis sekali lagi meminta dapat bertemu de- ngan Tuanku Imam Bonjol, setelah diadakan musyawarah kem- bali dengan pemimpin Paderi yang lain, maka diutuslah Sutan Chaniago menemui Kapten Stimis, Ia membawa amanat hasil mu- syawarah Paderi dengan Tuanku Imam Bonjol, untuk menyampai- kan saran, balwa apabila Francis ingin bertemu Tuanku Imam Bonjol agar mendapat jaminan keamanan dari Kapten Stimis. Setelah Kapten Stimis bersedia menjamin keamanan Tuanku Imam Bonjol, maka Tuanku datang ke Palupuh. Tuanku Imam Bonjol mendapatkan surat jalan bebas pemerikcaan Belanda, untuk dipergunaken membébaskan keluarganya di Bonjol. Me- mang di perjalanan itu ia tidak mengalami gangguan, namun ketika Tuanku Imam Bonjol bermalam di rumah Tuanku Manis (muridnya), Gatenglah Jaksa dari Bukittinggi. Jaksa itu melarang Tuanku Imam Bonjol datang ke Bonjol, sebab dipe- rintahkan segera menemui Residen Francis, Tuanku Imam Bon- jol kemudian dibawa menuju Padang, namun kemudian tidak di- perkenankan hidup bebas. Dengan demikian Tuanku Imam Bon- Jol dikhianati dan dijebak untuk kemudian ditangkap, pada tanggal 28 Oktober 1837. Belanda takut apabila pengaruh kepemimpinan Tuanku Iman Bonjol muncul kembali melawan pemerintah. Oleh kere- na itu Tuanku Imam Bonjol bersama Bagindo Tan Labih, Sutan Saidi-dan Durahab, diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat. Di daerah pengasingannya itu ternyata masih giat melawan Be- 45 landa, sehingga Tuanku Imam Bonjol dipindah ke Ambon, tang- gal 19 Januari 1839, Pada tahun 1841 ia dipindah ke Menado, Tuanku Imam Bonjol wafat pada tanggal 6 November 1864 di tempat pengacingannya yang terakhir. Tertangkspnya Tuanku Imam Bonjol dan hancurnya ben- tetig serta perkampungan Bonjol, tidak memadamkan perlawan- an rakyat. Tuanku Haji Muhammad Saleh, atau lebih dikenal dengan Tuanku Tambusei tetap bergerilya melewan penjajah Belanda. Ia mengadakan serbuan kepada Belanda di Rao dan Mandahiling. Belanda mengerahkan tenaga serdadunya untuk menangkap Tuanku Tambusei, dengan mengadakan serangan di daerah-daerah Padang Lawas, Sipirok, Kota Pinang, dan Ang- kola. Tuanku Tambusei tetap bertahan di Dalu-dalu, daerah ini kemudian menjadi incaran Belanda., Dengan menggunakan ateleri dan dibantu oleh pasukan. Mandahiling, Belanda me- nyerbu Dalu-dalu dari segala penjuru. Pada tanggal 28 De~ sember 1838, Dalu-dalu diduduki Belanda. Tuanku Tambusei berhasil hijrah ke hutan bersama pengikutnya. Ia selalu me- ngadaken perlawanan, dan rakyat pun sering mengadakan perla- wanan di daerah Sumatera Barat yang telah diduduki Belanda. Perlawanan ini berlangsung silih berganti, hingga tahun 1945. 2. Perang Dinanesara Jatuhnya kedaulatean politik dan ekonomi kerajaan-kera- jaan di Indonesia ke tangan pemérintah kolonial, membawa dampak yang luas begi kehidupan penduduk bumiputera. Peme- rintah kerajaan pada umumnya kehidupannya tergantung kepada 46 pemerintah kolonial. Di samping itu, pemerintah kolonial banyak campur tangan terhadap kehidupan pemerintah keraja- an. Dengan demikian penetrasi kebudayaan Barat berjalan mantap semakin menusuk ke pusat-pusat kebudayaan di Nusan- tara. ; Di kealangan rakyat, dampak semakin berkuasanya peme- rinteh kolonial dirasaken sangat menghimpit dan menekan ke- hidupannya. Tidank ekeploatasi’ hasil bumi rakyat untuk ke- pentingan kolonial semakin meraja-lela. Penggusuran terha- daptaniah milik rakyat yang menjadi satu-satunya gantungan hidupnya, semakin digalakkan oleh kolonial. Di samping itu kaum birokrat tradisional jarang membantu nasib yang sedang menimpa rakyat, bahkan mereka sebagian besar memihak kepada pemerintah kolonial.:- Hal itu dieébabkan kaum birokrat tra- disional menjadi agen-agen pemerintah kolonial untuk memeras rakyat. Dalam hal ini rakyat dihadapkan pada kesuliten hi- dupnya, kesulitan ekonomi, ketakutan atas penindasan dan pe- rampasan hak milik. Demikianlah gambaran situaei pada perem- pat awal abad 19. Situasi yang demikian itu juga menghantui daerah Yog- yakarta, rakyat menderita kemiskinan akibat penjajahan. Di kraton Ngayogyakartahadiningrat juga sedang mengalami per- geseran budaya dan politik akibat pengaruh kolonial. Dalam keadaan yang demikian itu, di kalangan kraton Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785, lahirlah Antawirya.>” Ia pu- tera Sultan Hamengku Buwana III dengan Raden Ayu Mangkarawa- ti. Kelahiran Antawirya menarik perhatian Hamengku Buwana I, sohingga ketika ia melihat bayi itu mengataken, bahwa cicit- 47 ku ind kelak akan melebihi saya, dan akan memusnahkan orang-orang Belanda.® Oleh krrena itu Hamengku Buwana I mengamanatkan kepada isterinya supaya ikut mendidik Anta~ wirya. Antawitya yang kemudian menjadi Pangeran Dipanegara, se jak kecilnya diasuh oleh Ratu Ageng di ndalem Tegalreja. Di Tegalreja P. Dipanegara banyak belajar kitab Al Qur'an dan Hadits Nabi Muhammad S.A.W,, di samping itu ia sering berkhalawat di bukit-bukit dan gua-gua.? Berkat didikan eyang dan tekunnya mempelajari Islam serta beribadah kepa- da Allah S.W.T.,.maka P. Dipanegara menjadi seorang yang sholeh, muslim yang taat dan militan. Di samping itu oleh eyangnya, P. Dipanegara dididik dekat dengan rakyat, seti- ap hari bergaul dengan masyarakat. Meskipun ia anak raja, namun hatinya dekat dengan rakyat, karena mengetahui lang- sung kehidupan rakyat yang menderita. Oleh karena itu P. Dipanegara mulai tidak menyukai kehidupan yang mewah seper- ti di dalam kraton. Sebab kraton sudah terjauh dari rakyat- nya, karena sering mengadakan upacara model Barat, seperti minum-minuman keras, pergaulan bebas dan sebagainya. P. Di- panegara jarang masuk kraton, ia menghadap kepada Sultan Hamengku Buwana III harlya setiap Grebeg Mulud dan sungkeman di hari raya idul Fithrie. Meskipun demikian Sultan Hameng- ku Buwana I1I ayah P. Dipanegara sangat sayang dan menaruh perhatian ats kepandaian dan kepemimpinannya. Oleh karena itu P, Dipanegara diharapkan sekali untuk menggantikan jadi raja apabila ayahnya telah wafat. Untuk kepsstian tahta itu, P, Dipanegara akan diangkat oleh Hamengku Buwana III menja- 48 di putera mahkota, bergelar Adipati Anom. Dengan tegas dan bijaksana P.’ Dipanegara menolak jabatan itu, ia lebih meng- harapkan adilmya yang bernama Jarot sebagai putera mahkota. P, Dipanegara sanggup mendampingi dan membantu adiknya yang kélak jadi raja.'° Dari sikap itu membuktikan dengan jelas bahwa P. Dipanegara tidak berambisi menjadi raja, ia lebih senang menjadi seorang ulama yang dekat pada rakyat. Setelah Hamengku Buwana III wafat, maka Pangeran Jarot yang baru berusiq 13 tahun diangkat menjadi Sultan Hamengku Buwana IV (1814 - 1822), P. Dipanegara dengan setia men- dampingi dan memberikan nasehat-nasehatnya, meskipun dari Jewh, yakni di Tegalre jo. Sultan yang masih muda ini pun wa~ fat mendahului kakaknya P. Dipanegara, oleh karena itu seba- gai penggantinya putera mahkota P. Menol yang baru berusia 3.tahun. Oleh karena itu Patih Danureja IV sangat berperan- an dalam mengurus jalannya kerajaan Yogyakarta. Sejak tam- pilnya Patih Danure ja IV yang erat bersahabat dengan Belan-. da, maka adat-istiadat Barat yang banyak bertentangan de- ngan Islam serta kebudayaan Jawa masuk kedalam kraton. Sebagai Pengeran Senior Dipanegara telah mengadakan usaha dengan nasehat yang diberikan kepada raja. Berkali- kali nasehat amar ma'ruf nahi munkar itu disampaikan, na- mun ternyata penguasa kraton tidak berkutik membendung arus westernisasi. Hal itu disebabkan sudah kokohnya kekuasaan Belanda ‘mempengaruhi lingkungan Kraton Yogyakarta, teruta- ma Patih Danureja IV. Nasehat-nasehat damai yang ditempuh P, Dipanegara untuk menyelamatkan kraton tidak berhasil. Di pihak Belanda yang pada waktu itu dikepalai Residen A.H. 49 Smissaert, bersama Patih Danure ja IV merencanakan akan mem- buat jalan reya, yane kebetulan melintasi tanah milik P. Di- panegara di Tegalreja. Rencana ini secara langsung menan- tang kepada P, Dipanegara, sebagai tindakan awal patok-pa- tok rencana untuk jalan itu dicabuti oleh anak buah P, Di- panegara. Dengan menunjukkan bukti pelanggaran patok-patok itu, P, Dipanegara menuntut agar pelaksanaan pembuatan ja- lan dialihkan, dan Patih Danure ja IV dipecat. Namun, oleh Residen Yogyakarta A.H. Smissaert, tuntutan itu ditolak dan Patih Danureja dilindungi. Pemerintah Belanda dibantu oleh Patih Danure ja IV ke- mudian merencanakan penyerangan ndalem Tegalreja untuk me- nindak P, Dipanegara dan kemudian melakukan kehendaknya. Kabar rencana penyerangan Tegalreja didengar pula oleh P. Dipanegara, sehingga diadakan rapat keluarga dan pengikut- nya, untuk mempersiapkan sambutan perang melawan kolonial dan antek-anteknya. Segenap keluarga dan rakyat berbulat tekad mendukung maksud P, Dipanegara berperang melawan ko- lonial Belanda yang dibenci rakyat karena penindasannya selama itu. Ketika raja dan residen PBelanda memanggil P. Dipanegara untuk menghadap ke kraton dan loji (benteng Be- landa), P. Dipanegara dan rakyat pendukunenya sepakat meno- lak panggilan itu. Bahken P.. Mangkubumi yang diutus memang- gil P, Dipanegara tidak kembali ke kraton, dan justeru ber- gabung menentang pemerintah kolonial. Sebagai bekal pepe- rangan P, Dipanegara dan isterinya Ratnaningsih membagikan harta kekayaannya, untuk dipergunakan logistik dan persen- jataan, serta membantu kehidupan rakyat yang miskin. Sebagai 50 ‘jpengamanan, kaum wanita diungsikan dulu ke bukit Slarong, yang di atasnya ada gua-gua sebagai persembunyian. Di sam- ping itu bukit Slarong daerah Bantul itu dijadikan pos yang strategis oleh pasukan P. Dipanegara untuk mengadakan penyerbuan ke kota. Pada tanggal 20 Juli 1825, pasukan Belanda dibantu oleh pasuken Patih Danureje IV, mengepung Tegalreja."? Oleh karena Belanda telah mendahului menyerang Tegalre ja; maka P. Dipanegara memproklamirkan perang terbuka melawan kolonial Belanda dan Patih Danureja IV. Dalam pengepungan itu P, Dipanegara beserta pengikutnya berhasil lolos de- ngan menjebol benteng Tegalreja, kemudian meneruskan per- jalanan ke Bukit Slarong. P.. Dipanegara mendiami sebuah gua dilereng bukit itu, dari situ ia menyusun strategi perang, dan penugasan pada panglimanya. Para panglima perang yang mendapatkan tugas itu an- tara lain he Pangeran Adisurya dan Pangeran Sumonegoro di serahi tugas perlawanan di Kulon Progo; Tumenggung Cokro- negoro ditugasi mengadakan perlawanan di sekitar Godean; ‘Tumenggung Danukusuma dan Pangeran Dipanegara Anom (pu- tera P. Dipanegara) diberi tugas penyerangan daerah Bage- len; Pangeran Adiwinono dan Mangundipura bertugas mengada- kan. perlawanan di sekitar Kedu; Pangeran Jayakusuma bersa- ma Tumenggung Suradilaga mengadakan serangan di utara ko- ta Yogyakarta; ‘Pangeran Abubakar dan Tumenggung Jaya Mus- tapa ditugaskan mengadakan perlawanan di daerah Lowanu; Tumenggung Suryanegara dan Tumenggung Suranegara mengada= kan perlawanan di daerah Timur Yogyakarta; sedangkan di cay 51 daerah Gunung Kidul perlawanannya diserahkan kepada Pangeran Singasari dan Pangeran Warsakusuma; Pangeran Mertaya; Pange- ran Wiryakusuma, Tumenggung Sindure ja dan Pangeran Dipare ja diserahi tugas mengadakan perlawanan di sekitar Pajang, se= dangkan perlawanan di Sukawati dipimpin oleh Kertanegara. Untuk perlawanan di daerah Madiun, Magetan dan Kediri ditu- gaskan kepada Bupati Mangunegara. Adapun penjaga Maskas Be- sar Slarong dan sekitarnya diserahkan kepada Pangeran Surya- diningrat, Pangeran Jayawinata, dan Jayanegara. Di samping para panglima perang itu, Pangeran Dipanegara juga mempunyai tokoh-tokoh pendaping yaitu: Pangeran Mangkubumi (Paman P. Dipanegara), Pangeran Ngabehi Jayakusuma, Kyai Maja dan Sen- tot alias Alibasah Abdul Mustafa Prawiradirja. Dari bukit Slarong yang strategis untuk mengontrol Yog- yakarta, Pangeran Dipanegara duduk di atas kuda yang berne- ma Kyai Gentayu. Ia menunjukkan kepada para panglima dan pugikutnya, untuk melihat cahaya api kemerahan tanda diba- karnya ndalem Tegalreja dan Masjidnya oleh Belanda."?. Dengan tenang P. Dipanegara menggariskan makeud dan tujuan perlawan- an terhadap kolonial Felanda dan birokrat tradisional yang menjadi agen Belanda. Adapun tujuan perang itu ialeh.44 Per= tama, untuk menrapai cita-cita luhur mendirikan masyarakat baru yang merdeka adil dan makmur bersendikan agama Telan, Kedua mengembalikan keluhuran adat Jawa, yang bersih dari pengarth Barat. Dalam hal ini membuktikan bahwa bagi Pange- ren Dipanegara tidak memiliki ambisi tahta, dan semata-mate berjuang untuk rakyat, nagara dan agama serta kebudayaan. Tekad yang luhur itu memantapkan para pengikutnya untuk me= 52 mulai peperangan besar melawan kolonialis Belenda. Di sam- ping para panglima dan prajurit P. Dipanegara, rakyat juga berdatangan ke bukit Slarong, untuk menyediakan diri menja- di prajurit. Rakyat yang hadir itu sudah membawa beraneka senjata, dan bertekat untuk berani mati syahid.? Menurut keyakinan rakyat muslimin, mati syahid itu jaminannya akan mendapatkan sorga di akhirat kelak. Gubernur Jendral van der Capellen terke jut mendengar laporan peristiwa Tegalreja, kemudian untuk memperkuat pa- sukan Belanda, ia mengirim Jendral De Kock ke Semarang, ke~ mudian ke Surakarta. Dari Semarang dikirim bala bantuan par sukan Belanda sebanyak 200 orang, dengan senjata lengkap dan uang sebanyak f 50,000,- (lima puluh ribu gulden). Ban- tuan Pasukan Belanda: untuk memperkuat Yogyakarta itu dipin- pin oleh Kapten Kumsius, mereka dari Semarang melalui Mage- lang menuju Yogyakarta, Sesampainya di Logorok, + 11 Km. utara Yogyakarta, pagukan Belanda itu diserang oleh pasukan P. Dipanegara yang dipimpin Mulydsentika. Pasukan Belanda yang berjumlah 200 orang berikut Kapten Kumsius tewas semua- nya. Seluruh senjata dah uang yang dibawanya berhasil diram- pas, dan kemudian diserahkan kepada P. Dipanegara di Slarong, yang kemudian dibagikan untuk biaya perang dan tambahan per- lengkapan persenjataan, Kemenangan pasukan P, Dipanegara di Logorok merupakan dorongan semangat bagi pasukan perlawanan yang lainnya. Di samping itu para ulama yang tadinya masih berada di kraton Yogyakarta, kemudian mereka keluar kraton dan bergabung de- ngan P. Dipanegara. Pasukan P, Dipanegara yang dipimpin oleh 53 Tumenggung Surareja dengan gemilang pula berhasil menghan- curkan prajurit Mangkunegaran yang akan membantu Belanda di Yogyakarta. Prajurit Mangkunegaran yang dipimpin oleh Raden Mas Suwangsa (menantu Mangkunegara) itu ditaklukkan oleh Pasukan P, Dipanegara di desa Randugunting, daerah Ka- lasan. Oleh P, Dipanegara, Raden Mas Suwangsa yang menjadi tawanan perang itu dinasehati, dan kemudian dikembalikan ke Mangkunegaran. Pasukan Belanda dibantu oleh pasukan Kabupaten Magelang yang dipimpin Tumenggung Danuningrat (Bupati Magelang), meng- adakan opera{i untuk menumpas Pasukan P. Dipanegara yang berada di Kedu. Operasi itu dilawan oleh kelompok Bulkiya dibawah pimpinan Haji Usman Alibasah dan Haji Abdulkadir. Meskipun kelompok ini berani-mati, namun jumlahnya terlalu Kecil dibandingkan dengan pasukan Belanda dan Kabupaten Ma- gelang. Oleh karena itu mereka manghubungi Pasukan P. Dipa- negara yang lebih besar di bawah pimpinan Tumenggung Kerta- negara dan Tumenggung Secanegera. Setelah kedua pasukan P. Dipanegara itu bergabung, maka dengan cepat dapat mengalah- kan pasukan Belanda yang dibantu oleh Bupati Magelang itu. Dalam pertempuran itu Tumenggung Danuningrat dan pasrkan Be~ landa tewas, sedangkan sisa-sisa pasukan kabupaten banyak yang melariken diri. Kolonial Von Jett yang bermarkas di Yogyakarta berusa- ha menghimpun kekuatan untuk menyerang Bukit Slarong. Namun, setelah mereka menyerbu Slarong yang didapati hanyalah sebuah gta di atas bukit yang stdeh dikosongkan. Rupanya pasukan sandi P, Dipanegara sudah mengetahui sebelumnya. Setelah pa- 5h sukan Belanda kembali ke Yogyakarta maka bukit Slarong di- duduki oleh P, Dipanegara. "© Ketika Belanda bersama pasukan Kabupaten Menoreh meng- adakan penyerbuan di pegunungan Menoreh, Pasukan P. Dipane- gara berhasil menghancurkannya. Bupati Menoreh Aria Sumadi~ laga dan beberapa prajurit kabupaten serta prajurit Belan- da tewas. Untuk ligmperkuat semangat dan menye jajarkan kepemimpin- an formal dan Belanda, maka rakyat mengangkat Pangeran Dipa- negara menjadi seorang sultan bagi mereka. Maka diangkatlah P, Dipanegara sebagai pemimpin.resmi dan tertinggi rakyat Jawa, dengan gelar Sultan Neabdulhamid Herucakra Kabiril Mubminin Kalifatullah ing Tanah Jawa. Dengan munculnya gelar yang dianugerahkan kepada Pangeran Dipanegara itu, menanda- _kan bahwa rakyat tidak percaya terhadap penguasa birokrat tradisional, yang telah! menjadi antek-antek Belanda. Jendral De Kock merencanakan untuk menggempur markas P, Dipanegara di bukit Slarong, namun rencana itu bocor, se- hingga P. Dipanegara beserta pasukan intinya memindahkan markas ke Dekso, daerah Kulon Progo, Ketika De Kock bersama pasukan Belanda dan prajurit Patih Danureja IV menyerbu Sla~ rong (2-4 Oktober 1825), mereka menemukan bukit itu sudah kosong. Akhirnya de Kock kehilangan sasaran, sehingga meng~ adakan ‘serangan.membabi-buta ke daerah-daerah yang diduga terdapat P. Dipanegara. Ketika Belanda menyerang Imogiri (Desember 1825) dan Prambanan, mereka. mendapat perlawanan yang tangguh. Dalam pertempuran itu pihak Belanda mengalami kekalehan, bahkan markas Belenda di Prambanan diduduki pa- 55 sukan P. Dipanegara. Dalam pertempuran itu berhasil disita meriam-meriam dan senapan milik Belanda, yang keitudian di- pergunakan oleh pasukan P, Dipanegara untuk menghancurkan Belanda. Untuk menghadapi Pangeran Dipanegara de Kock meminta bantuan Jendral van Geen yang terkenal kejam di Sylawesi Selatan.” Ssrgabungnya pasukan van Geen ke Yogyakarta memperkuat posisi Belanda. Namun, berita penggabungan itu justeru membangkitkan perjuangan rakyat lebih agrésif. Per- lawanan terhadap Belenda tidak hanya di sekitar Yogyakar- ta, bahkan terus berkembang sampai di Semarang, Rembang, Blora, Bajanegara dan sekitar Kartasura. Pangeran Serang memimpin rakyat Semarang menyerang pos-pos Helanda, kemu- dian bergabung dengan pasukar’ rakyat Sukawati yang dipim- pin oleh Kartadirja. Pasukan gabungan ini mengobarkan pe- rang di dserah-daerah Bajanegara, Blora, Pati, Rembang dan sekitarnya. Selanjutnya P. Serang bergabung dengan pasukan rakyat Madiun yang dipimpin.oleh Pangeran Syukur. Di‘ dae- rah Madiun berhasil mengobrak-abrik pasukan Belanda. Sete- lah berhasil meleniahkean kekuatan Belanda di’ daerah-dacrah itu, Pangeran Serang dan Pangeran Syukur bergabung ke Dek- so, untuk memperkuat pasukan P. Dipanegara. Pada tanggal 8 Juli 1826 Jendral van Geen mengadaken serbuan ke Dekso, untuk menangkap P. Dipanegara, namun me~ reka menemui kegagalan sebab P. Dipanegara sudah berada di Kasuran. Ketika pasukan Belanda bersama prajurid kra- ton dalam perjalanan kembali ke Yogyakarta, mereka diser- “gap oleh pasukan P. Dipanegara yang dipimpin oleh Sentot 56 Alibasah. Serarigan mendadak itu berhasil menewaskan ham- pir semua pasukan Belanda, sedangkan Jendral van Geen, Ko- lone Cochius, Pangéran Murdaningrat dan Pangeran Panular berhasil melariken diri dari kejaran pasukan P. Dipanega- ra. Rupanya Pangeran Panular dan Pangeran Murdaningrat tidak jera menghadapi pasukan rakyat, pada tanggal 30 Juli 1826 mengadakan penyerangan kembali terbadap pasukan P. Di- panegara. Pasukan dari Kraton dan Belanda itu dipimpin oleh letnan Habert, mereka berjumpa dengan P. Dipanegara sendiri dan pasukannya di desa Lengkong. Dalam pertempur- an yang gencar itu pihak Pelenda mengalami kekalahan, Pa- ngeran Murdaningrat dan Pangeran Panular mati terbunuh. P. Dipanegara sendiri berhasil memenggal kepala Letnan Habert 48°" / Dalam pertempuran di Mangir pada tanggal 4 Agustus 1826, pasukan P. Dipanegara yang dipimpin oleh P. Adisur- ya dan dibantu oleh Pinilih serta prajurit Bulkiya, berha- sil mengalahkan pasukan Belanda. Di waktu yang sama pasu- kan rakyat yang dipimpin oleh P, Dipanegara sendiri berha- gil menghancurkan Belanda di Slarong dan Kalisat. Pangeran Dipanegara meisimpin penyerbuan ke desa Ji- wan untuk menghancurkan pasukan Belanda yang dipimpin oleh Mayor Sollewyn. Dalam pertempuran itu dimenangkan oleh pa- sukan P, Dipanegara. Arah perlawanan |P. Dipanegara berja— len ke Timur di sekitar daerah Surakarta. Dalam per jalanan itu berhasil menghancurkan pos-pos yang dibuat oleh Belan- 5? da. Pos-pos pertahanan Belanda yang dihancurkan itu anta- ra lain : Pos. Kalanggen, Pos Singasari dan Pos Delanggu. Dari pos-pos tersebut pasukan P. Dipanegara mendapatkah tambahan senjata api. Pihak Belanda dan dibantu oleh para bangsawan dari Surakarta mengadakan kesepakatan untuk menghancurkan P. Dipanegata. Pada tanggal 28 Agustus 1826 mereka membuat pertahanan dengan gelar khusus perang di daerah Delanggu, dimaksudkan untuk menghadang pasukan P. Dipanegara. Pada hari itu juga pasukan P. Dipanegara datang dipimpin oleh P, Dipanegara dan Sentot Alibasah. Dengan demikian pertem- puran sengit terjadi, para panglima Pasukan P. Dipanegara antara lain Pangeran Boi Jajakusuma, Haji Usman, Jagasura tampil kedeyan, berhasil menghancurkan prajurit dari Sura- karta. Sentot dan P. Dipanegara berhasil mengobrak-abrik pasukan Belanda, sehingga pasukan Belanda dan: prajurit dari Surakarta mundur karena kalah. Dalam perang itu ber~ hasil disita senjata api ringan dan duabelas pusuk meri- an,49 Dalam rangka menyerbu Surakarta yang telah berpihak kepada Belanda, Kyai Maja dan P. Dipanegara merencanakan serbuan besar-besaran. Namun untuk menyerang Surakarta menghadapi pertahanan Belanda yang cukup kuat. Dengan de- mikian dijalanken taktik penghancuran pos-pos Belanda sa- tu demi satu, dan kemudian bersama-sama menghancurkan per- tahanan Belanda yang kuat di Gowok. Pada tanggal 15 - 16 Oktober 1826 terjadi pertempuran yang dahsyat, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kolonel Le Baron mengalami kée- 58 & kalahan. Namun dalam pertempuran itu P. Dipanegara terkena peliru di kaki dan dadanya, sehingga perlu istirahat ber- obat di Kenderan, dan kemudian dibawa Sentot ke desa Kemi- . ri di lereng Gunung Merapi. Sementara itu pasukan P. Dipa- negara semakin garang menumpas pasukan Belanda, hingga me- masuki Surakarta. Pasukan rakyat yang dipimpin oleh Sentot dan P. Bei sudah hampir memas‘ki kraton Surakarta, namun diperintahkan oleh P, Dipanegara agar membatalkannya. Dalam perintah itu, P. Dipanegara mengatakan, bahwa yang menjadi tujuan bukan membunuh kerabat kraton, tetapi menghancurkan Belanda. Meskipun kemidian Belanda membuat Benteng Stelsel un- tuk mempersempit gerak P. Dipanegara, namun justerusemangat rakyat melawan Belanda semakin memuncak. Dalam pertempuran, demi pertempuran rakyat bersama P, Dipanegara dan para pang- limanya berhasil:mengalahkan pihak Belanda. Pertempuran- pertempuran itu antara lain ialah: Pada tanggal 30 April 1827 Pasukan F. Dipanegara berhasil mengalahkan pasukan Be- landa yang dipimpin oleh Kolonel Clerens, di daerah Balbag dan Trayem. Di daerah Banyumas pasukan Kolonel Diels dan Letkol De Bost berhasil dihancurkan, kedua pemimpinnya itu tewas. Pada tanggal 5 September 1828 Pasukan Sentot Aliba- sah berhasil mengalahkan pasukan Belanda yang. dipimpin oleh Letkol Sollwyns, di tepi Sungai Progo. Ketika Belanda mengadakan pengepungan ke markas P. Di- panegara di Pengasth dengan pasukan bantuan dari Batavia, maka pasukan P. Dipanegara yengadakan perlawanan sengit. 59 Para panglima sebagai penangkis musuh itu dipercayakan ke- pada : Tumengiung Kertapangalasan, Imam M Misbah, P. Dipa- negara Anom dan Mas Lurah, Dalam pertempuran itu pasukan Be- landa berhasil dipukul mundur. Dengan mengalirnya bantuan militer Belanda dari berba- gai daerah ke Yogyakarta untuk menghadapi P. Dipanegara, ma~ ka perlawanan di daerah-daerah yang jumlah pasukannya kecil berhasil dikalahkan oleh Belanda. Seperti pada tanggal 5 No- pember 1828, pasukan Kyai Maja digempur oleh prajurit Belan- da yang jumlahnya lebih besar, sehingga ia tertangkap di Kla- ten. Pada tanggal 24 Oktober 1829, karena terdesak di daerah Yogyakarta Selatan, maka Sentot Alibasah tertangkap dihewa ke Alun-alun, ini kemudian diikuti oleh para pangeran yang leinnya. “ Untuk menghadapi F, Dipanegara, Belanda mengerahkan da~ na dan tentaranya, sehingga Yogyakarta pada tahun 1429 sam- pai 1830 banyak didatangi tentara Belanda. Di samping itu uang kas Gubernur Jendral di Betawi terkuras dilirim ke Yog- yakarta untuk beaya perang. Dengan mewhangun 200 lebih ben- teng Belanda, akan mempersempit gerak pasukan P. Dipanegara. Akan tetapi pengerahan dana Can pasukan Belanda yang berli- pat ganda itu, tidak berhasil menangkap dan memadamkan per- juangan P, Dipanegara. Jendral De Kock kemudian merencanakan tindakan licik untuk menjebak P, Dipanegara melalui alasan perundingan damai. Pada tanggal 17 Pebruari 1830 De Kock mengutus Letkol Cleerens ke markas P. Dipanegara @i Pegunungan Menoreh, Ke- datangan Letkol Cleerens dengan tangan perdamaian diterima 60 baik oleh P.’ Dipanegara di markasnya. Usul perundingan itu diterima baik oleh P, Dipanegara, dengan jaminan adanya ke- kebalan diplomatik, yaitu selama perundingan dan apabila gagal hasil perundingannya tidak terjadi penangkapan. Let- kol Cleerenz, atas nama pihak Belanda berjanjani akan menja- min. kebebasan P, Dipahegara sesuai yang diusulkan itu, Oleh karena masih dalam suasana Romadlon, maka P.. Dipanegara min- ta agar perundingan diadakan pada tanggal 28 Maret 1830, yaitu sehari setelah ldul Fitri, Permintaan P, Dipanegara itu dikabulkan. Sebelum perundingan dimulai, pada tanggal 25 Maret 1830 De Kock menugaskan kepada Kojonel Du Perro dan Kolonel Du Baron, untuk mempersiapkan pasukan tersembunyi pada waktu perundingan berlangsung, Apabila perundingan gagal, maka pa~ sukan itu langsung menangkap P. Dipanegara. Pada tanggal 28 Maret 1830, P. Dipanegara menepati jan- janya untuk berunding dengan Jendral De Kock di kantor Resi-~ den Kedu di Magelang. Kedatangan P. Dipanegara dan delegasi~ nya sebanyak hanya 5 orang itu, disambut dengen upacara kebe- saran militer oleh Jendral De Kock dan Residen Kedu Valck. Penghormatan itu merupakan tanda bahwa pihak Belanda menga- gumi kebesaran P, Dipanegara. Dalam perundingan terdapat dua delegasi bertemu, yaitu: Delegasi P. Dipanegara terdiri atas Raden Mas Jonet, Panger- an-Anom, Raden Basah Mertanegara, Raden Mas Roub, dan Kyai Badaruddin, Delegasi Jendral De Kock terdiri Residen Valck Mayor de Stuers, Kapten Roefs, dan Ietnan Roest, Dalam perun- dingan itu P, Dipanegara mengemukakan agar diberi kebebasan 61 untuk mendirikan negara sendiri yang merdeka bersendikan agama Islam,°° Jendral De Kock merasa keberatan memenuhi permintaan P, Dipanegara, sehingga perundingan dianggap ga- gal. Pasukan Belanda dibawah pimpinan Kolonel Du Perro dan Kolonel Du Baron segera bertindak sesuai dengan rencana li- eik yang diatur oleh Dé Kock. P, Dipanegara dikepung sepasu- kan bersenjata, dan ditangkap, kemudian langeung dibawa ke Semarang. Dari Semarang, P. Dipanegara dibawa ke Betawi, kemudian pada tanggal 3 Mei 1830 diasingkan ke Menado, dimasukkan’ da- lam Benteng Amsterdam, Pada tahun 1834, P. Dipanegara dipin- dah ke Benteng Ujung. Pandang, Makasar. Se jak di Menado sam- pai mendiami Benteng Ujung Pandang, P. Dipanegara berhasil menulis Babad Dipanegara, terdiri 4 jilid, setebal 1357 ha- Jaman." Pada jilid yang pertama berici mulad aval perkembang- an Islam di Jawa sampai berdirinya kerajaan Mataram (311 ha- laman); Bagian jilid kedua memuat se jarah kerajaan Mataram sampai perpecahannya menjadi Surakarta dan Yogyakarta, dan memuat pula perjuangan P, Dipanegara berhasil mengepung Yog- yakarta (313 halaman); Pada jilid ketiga memuat pertempuran P. Dipanegara dengan Belanda (312 halaman); dan jilid yang keempat memuat kisah pertempuran dengan Jendral De Kock sam- pai perundingan Magelang dan pengasingannya ke Menado dan Makasar (421 halaman) .°- Di samping menulis babad, P. Dipanegara juga. masih me- nyvarakan ide-ide kebebasan dan kemerdekaan yang ditulis me- Jalui surat-suratnya ke Jawa. Selain itu juga menulis surat kecaman kepada orang-orang Belanda yang licik dan tidak meng= 62 hormati tatakrama perundingan. Di Jawa, sisa-sisa pasukan P. Dipanegara tetap gigih meneruskan perjuangan, meskipun hanya bersifat sporadis, Se- perti perlawanan Pangeran Ario Rengga dengan pengikutnya berhasil membunuh beberapa serdadu Belanda. Selama pergolakan rakyatryang dipimpin P. Dipanegara | terjadi (5 tahun), pihak Belanda mencatat telah tewas seba- nyak 80,000 orang serdadu, dan menghabiskan sebanyak f. 20,000,000,- atau dua juta gulden.” Kerugian yang besar da- ri pihak Belanda itu membuktikan bahwa Perjuangan P. Dipane- gara merupakan perjuangan yang besar, dan berhasil menggo- yahkan Pemerintah Kolonial Belanda. 3. Perlawanan Para Kyai di Perbagai Daerah Sepanjang abad XIX dan tahun-tahun pertama abad XX banyak dijumpai gerakan-gerakan protes yang muncul di bebe- rapa daerah ai Jawa dan daerah-daerah lainnya di luar Jawa. Sepanjang periode itu tak kurang dari 100 kasus pemberontak- an maupun kerusuhan-kerusuhan, baik itu berskala kecil mau- pun besar, yang terbesar di beberapa tempat.°+ Umumnya semua gerakan protes itu, baik yang tervujud dalam bentuk kekeras- an dan bentrokan fisik maupun yang tanpa menggunakan keke- rasan, sifatnya lokal dan relatif cepat dengan mudah dapat dipatahkan oleh penguasa kolonial. Tentu saja, munculnya gerakan-geraken protes itu tak dapat dipisahken dari kmndisi sosial yang telah mengalami perubahan-perubahan akibat pene- trasi kolonial. Dominasi politik, ekonomi, dan kebudayaan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial tidak saja mempo- “ 63 rak-porandakan bangunan struktural tradisional, tetapi ju- ga telah mendesak golongan-golongan sosial pribumi ke da- lam peran yang kurang menentukan legi. Diperkenalkannya sistem ekonomi uang dan pelaksanaan pajak-pajak dan penge- rahan tenaga-tenaga kerja akibat sentuban ekonomi liberal justru menjedikan kondisi kérja semalin tergantung kepada Penguasa kolonial. Selein itu, dibarengi dengan berkembang- nya perdagengan den industri pertanian telah menimbulkan diferensiasi struktural dalam masyarakat tradisional de- ngan terciptenya peranan-peranan sosial baru yang menggan- tikan peranan tradisional. Demikiah juga dengan adanya re- organisasi sistem administrasi yang menuju ke arah legal- rasional dengan proses birokratisasi menurut standart ba- rat, di satu pihak aken mendesak. lembaga—lembaga politik tradisional dan di pihak lain, kedudukean penguasa-penguasa tradisional semakin merosot dan hanya berfungei sebaged alat birokrasi yang sepenuhnya dibewah kontrol penguasa kolonial.°> Dengan kata lain, akibat monetisasi, moderni- sasi dan birokratisasi mengakibatkan timbulnya kegoncangan tata nilai dalam masyarakat tradicional. Dalam kondiei se- perti itu, memang, merupakan lahan yang subur bagi tumbuh- nya kecenderungan-kecenderungan untuk melancarkan gerakan protes, dengan harapan bahwa dengan adenya, gerakan akan Mampu mengubah keadaan atau paling tidak mengembalikan ke- adaan seperti semula, yaitu suatu kehidupan yang harmonic dan ideal. Dari beberapa kasus: gerakan protes mempunyai ke- cenderungan seperti itu, yaitu seperti apa yang biasa di- ungkapkan oleh para pemimpin gerakan, yakni menegakkan kem- 64 bali 'kerajaan lama (nativieme) dteu dengan bahasa lain me ngenbalikan tata cara kehidupan menjalankan ibadah dengan Maksud melawan kebudayaan asing atau kafir.>© Setiap gerakan protes mempunyai beberapa cara yang berbeda dalam mengungkapkan tujuannya. Dengan tidak neli- hat tujuan apa yang dikehendaki, pada umumnya cara=cara ~ yang lazim dipakai dalam geraken protes adalah, antara la- ins? pertama, semacam riot atau gegeran, perusuh atau brandalan. Cara protes seperti itu sering terjadi di dae- rah tanah partikelir akibat adanya pungutan pajak yang men- beratkan rakyat. Sekedar menyebut beberapa contoh, misal- nya, peristiva Cikendi Udik tahun 1845, pemberontakan Cio- mas tahun 1886, dan peristiwa Campea tahun 1892. Cara kedua yakni dengan cara membakar kebun-kebun tebu. Cara protes seperti ini banyak terjadi di Jawa Timur pada awal abad XX, Ketiga, yaitu gerakan rasial, anti Cina, yang banyak muncul pada periode awal munculnya Sarekat Islam.°® Keempat, yaitu geraken sektaris. Gerakan terakhir ini mencoba menolak ke- budayaan barat yang dianggap sebagai kebudayaan orang-orang kafir. Formulasi aksi gerakan ini biasanya dengan menghi- dupkan kembali ajaran-ajaran pemurnian agama. Dan masih ba- nyak lagi cara yang umum dipakai untuk menggugat ketidak adilan, kesewenang-wenangan misalnya dengan cara pepe atau penjemuren di alun-alun. Dalam konteks kolonial, kehadiran rezim yang cenderung desintegratif itu, peranan agama Islam dalam menggerakkan protes sosial cukup besar. Konsep jihat yang telah berakar dalam masyerakat Islam dan merupakan bagian dari sistem 65 terpadu dari seluruh ajaran Islam diberi makna lebih "ke- ras". Usaha itu tentu saja untuk memberikan pengesahan atas tindakan-tindakan protes untuk merubah kembali realitas ba- ru yang telah diciptakan oleh pemerintah kolonial agar se- suai dengan ajaran-ajaran Islam.°? Dengan demikian, dalam kerangka gerakan protes ini, jihad aken ditafsirkan sebagai kewajiban sci yang dikenakan bagi setiap muslim untuk ber- perang melawan kafir dan memulihkan agama yang benar 6° Da- lam dimensi jihad atau perang sabil inilah agama Islan neme- inkan peranan penting dalam gerakan protes melawan kekuasa- an kolonial. Namun, apakah semua gerakan protes itu dige- rakkan atau diilhami oleh ide jihad, atau paling tidak sen- tuhan agama Islam mempunyai pengaruh yang kuat. Tentu saja tidak semua gerakan protes itu digerakkan oleh ideologi ji- had. Gerakan protes yang demikian itu dapat disebutkan di antaranya adalah gerakan Haji Rifangi- tahun 1960-an, pen= berontakan Cilegon tahun 1888, gerakan Haji Kasan Mukmin tahun 1904, peristiwa Cikandi Udik tahun 1845, Peristiwa Ciomas tahin 1886, peristiwa Haji Hasan di Cimareme tahun 1919, peristiwa Haji Jenal Ngarib di Kudua tahun 1847, ‘pe- ristiwa Akhmad Daris di Kedu tahun 1845, peristiwa Derma ja- ya tahun 1907, dan luar Jawa, misalnya, perlawanan Haji Ha- san di Luwu, Sulawesi Selatan, peristiwa Salumpaga di Buol, Toli-Toli, Sulawesi Tengah, tahun 1919, gerakan "Raden Gu- nawan" atau "Sultan Sri Maharaja Baru" di Muara Tembesi, Jambi, tahun 1916, gerakan tiga Haji di Dena, Lombok, di Nu- sa Tenggara tahun 1908, Gerakan Haji Aling Kuning di Samba- liung, Kalimantan Timur tahun 1897, dan gerakan Muning di 66 Ban jarmasin yang mempunyai kaitan erat dengan sejarah perang Banjar. Untuk keperluan ini akan diangkat lima kasus di Jawa dan empat kasus di luar Jawa yang diharapkan dapat memberi- kan gambaran agak menyeluruh bagaimana gerakan-gerakan pro- tes yang diilhami oleh semangat jihad menentang kekuasaan kolonial, mulei dari gerakan yang hanya mempunyai pengikut sedikit dan relatif mudah dipatahkan oleh pemerintah kolo- nial dalam tempo yang tak labih dari satu hari sampai ge- rakan protes, yang mempunyai pengikut banyak dan memerlukan bantuan militer yang kuat untuk mematahkannya. Semua gerak- an protes tersebut dapat digolongkan sebagai gerakan protes radikal, dalam pengertian bahwa gerakan protes itu berke- hendak menolak secara menyeluruh tertib sosial yang sedang berlaku dan ditandai dengan kejengkelan moral yang kuat un- tuk menentang dan bermusuhan dengan kaum yang mempunyai hak-hak istimewa dan yang berkuasa.°! Pdmberontakan Ciomas tahun 1886 banyak melibatkan kaum tani yang pada waktu itu sudah sangat menderita akibat ke- tidak adilan dan pemerasan yang dilakukan oleh tuan-tuan tanah. Dengan munculnya tokoh bernama Arpan dan Muhammad Idris yang meniupkan api semangat perang sabil atau jihad di jalan Allah, akhirnya pada tanggal 19 Mei 1886 gerakan protes itu mencapai puncalmya dalam bentuk kekerasan. Aku- mulasi rasa dendam, rasa kecewa, tekanan ekonomi yang sa- ngat berat yang kemudian dipersatukan dengan semangat ji- had menjadikan gerakan itu semakin fanatik dan radikal. Namun, bagaimanapun juga, seperti halnya gerakan-gerakan 67 protes lainnya; pemerontakan Ciomas dengan mudah dapat dipatahken oleh pemerintah kolonial. Gambaran umum situasi politik dan ekonomi sebelum pemberontakan itu timbul, sungguh sangat memprihatinkan. Seperti misalnya masalah panen, petani tidak sepenuhnya dapat mengatur sendiri hasil panen mereka, tetapi semuanya telah diatur oleh tuan-tuan tanah, baik itu masalah pena- naman maupun masalah-masalah lainnya yang berkaitan dengan penanaman. Lagi pula dengan ditempatkannya petugas-petugas Pengawas hasil panen yang tidak langaung diawasi oleh tuan-tuan tanah, memberi jalan bagi pengawas-pengawas itu melakuken perbuatan-perbuatan yang merugikan petani. Belum lagi dengan diijinkannya petani-petani lain dari luar dae- rah ikut bekerja di Clomas, secara ekononis mengurangi pen- dapatan petani setempat. Penderitaan petani di Ciomas ti- dak berhenti sampai di situ, mereka masih dibebani kerja paksa di perkebunan- perkebunan kopi dan di pabrik-pabrik kopi. Selain itu apabila mereka tidak dapat membayar hu- tang, dengan sewenang-wenang tuan-tuan tanah akan menyita harta milik mereka 62 Dengan dipimpin oleh Arpan, pada bulan Pebruari 1886, para petani yang sudah lama menyimpan dendang dengan pega- wai~pegawai' pemerintah kolonial itu bergerak melakukan aksi protes. Sasaran pertama yang dituju pada waktu itu adalah penguasa Ciomas yakni Camat Ciomas, Haji Abdurrah- man. Setelah melakuken pembunuhan terhadap Camat Ciomas yang dianggapnya sebagai kaki tangan penindas, kaum pem- berontak meninggalkan tempat kejadian dan bergerak mengun- 68 durkan diri ke daerah Pasir Paok. Usaha berkali-kali dari pihak militer meminta Arpan dan pengikutnya menyerah, ti- dak berhasil., Sementara itu pimpinan pemberontak yang la- in, Muhammad Idris, telah mengundurkan diri ke Gunung 'Sa- lak. Di tempat ini ia menghimpun kelkuatan lagi dengan me- nobatkan dirinya sebagai Panembahan. Semakin hari pengikut- nya semakin bertambah, terutema orang-orang pelarian dari tanah-tanah partikelir di sekitar Ciomas. Setelah melalui pertemuan di sebuah pondok kecil, kemudian direncanakan untuk menyerang Ciomas pada tanggal 19 Mei 1886. Seperti yang dicita-citdkan oleh pemimpinnya, dalam pemberontakan yang direncanaken untuk menumpas orang-orang Belanda dan kaki tangannya kini mulei berkembang menjadi sebuah ge- rakan yang mencita-mencitakan adanya suatu orde yang ber- sendiken Izlam. Hari Rabu malam tanggal 19 Mei 1886 para pemberontak mulai bergerak dan menduduki Ciomas bagian se- jatan. Esuk harinya para pemberontak menuju ke daerah Ga- dok yang kebetulan pada hari itu di desa itu diadakan se- dekah desa. Melihat banyak kaki-tangan tvan-tuan tanah yang berada di-situ, tanpa ampun lagi para pemberontak me- nyerbu mereka. Dalam insiden di Gadok ini, 40 orang kaki tangan tuan-tuen terbunuh dan tujuh orang lainnya luka- luka. ; Pemberontakan Cilegon 1888 merupakan gerakan protes terhadap perubahan yang dipaksakan oleh kekuatan kolonial. Dibandingkan dengan geraken-gerakan protes yang berskala terbatas lainnya, pemberontakan Cilegon oleh pemerintsh kolonial dianggap yang paling serius. Sebagaimana pernya- 69 taan Snouck Hurgronye: "Memang kekuasaan kita tidak akan mudah dirubuhkan oleh suatu gerakan fanatik, tetapi huru- hara setempat di Cilegon tahun 1888 memang cukup serius".©> Adapun motivasi yang mendasari dilakukannya pemberontakan, . di antaranya, seperti keterangan salah seorang sakei ber- nama Ahmad mengatakan bahwa Haji Wasid pimpinan utama pem- berontakan itu pernah mengutarakan alasan-alasan dilancar- kan pemberontakan, di antaranya adalah: (1) Dua pejabat pe- merintah kolonial yaitu patih dan jaksa telah melarang umat Islam melekukan ibadah di Masjid; (2) dinaikkannya pajak perahu dan pajak-pajak usaha yang lain; (3) Pejabat- pejabat sama sekali tidak menghiraukan para kyai, bahkan mereka memusuhi Islam yeng ditunjukkan dengan melarang orang-orang Islam melakukan shalat di masjid dengan suara keras; (4) pejabat-pejabat pribumi terlalu banyak menggu- naken mata-mata yang hanya sekedar untuk mencari-cari ke- salahan orang-orang yang melanggar peraturan-peraturan yank peling keei1.64 Sebagai sustu geraken kolektif yang terorganisir cu- kup rapi, rencana pemberontakan ini sudah dipersiiapkan ja- uh sebelum meletusnya pemberontakan. Tanda-tanda yang jeles letupan, pertama pemberontakan itu terjadi pada tanggal 8 Juli 1888, ditandai dengan banyaknya orang-orang yang ber- pakaian putih-putih bergerak menuju désa Saneja, yang di- susul dengan rombongan-rombongan lain yang jumlahnya cukup banyak. Pada malam harinya sudah banyak sekali orang-orang yang berkumpul di rumah Haji Iskak di desa itu. Di tempat itu juga telah hadir Haji Wasid dan Haji Tubagus Ismail 70 Yang merupakan tokoh-tokoh utama pimpinan pemberontakan. Setelah melakukan musyawarah antar pimpinan kemudien Haji Wasid menuju ke distrik Bojonegoro guna memimpin persiapan- persiapan terakhir. Pukul dua pagi, hari Senin tanggal 9 Juli 1888 pasu- kan pemberontak di bawah pimpinan K.H. Tubagus Ismail mu- lai bergerak menuju kota Cilegon. Dalem perjalanan menuju pos komando terakhir di Gardu Pasar Jombang Wetan pasukan pemberontak membelok ke rumah Henri Francois Dumas, se- orang juru tulis di kantor Asisten Residen. Dalam pengge- rebegan itu, Dumas sempat melarikan diri dan kemudian ber- sembunyi di rumah Jaksa dan Ajun Kolektor. Sementara itu, istri dan anak-anak Dumas yang masih kecil terluka cukup parah dalam letusan pertama pemberontakan itu. Di pos terakhir, di Gardu Pasar Jombang Wetan, sudah menunggu pimpinan=pimpinan pemberontak yang lain beserta pasukan-pasukannya, di antaranya adalah Haji Wasid, K.H. Tubagus Ismail, Haji Abdulgani, K.H, Usman, dan Haji Nasi- man. Kemudian Haji Wasid selaku pimpinan operasi mulai mengatur strategi penyerangan. Pasukan kemudian dibagi menjadi tiga kelompok, yang masing-masing mempunyai tugas menyerang psnjara dan membebaskan para tawanan, menyerang kepatihan, dan menyerang rumah Asisten Residen, Kelompok Pertama dipimpin oleh Lurah Jasin, kelompok kedua dipimpin oleh Haji Abdulgani dan Haji Usman dari Arjawinangun, se- dangkan kelompok ketiga dipimpin oleh K.H. Usman dari Tung~ gak dan K,H. Tubagus Ismail. Haji Wasid dan beberapa peng- 71 awal tetap tinggal di gardu, Begitu Haji Wasid memberikan aba-aba menyerang, serentak bergema pekikan perang sabil yang bergemuruh, Dalam perjalanan menuju rumah Asisten Residen, pasukan K.H, Tubagus Ismail tidak sengaja menemukan Dumas yang ber- sembunyi di rumah seorang Cina, Tan Keng Hok. Seketika itu juga pasuken K.H, Tubagus Ismail menyerbu rumah itu dan membunuh Dumas di tempat itu juga. Sementara itu, pasukan Lurah Jasim yang sedang bergerak menuju penjara sempat mengobrak. alzik rumah jaksa dan rumah ajun kolektor serta menangkap jaksa Afdeling Anyer di Cilegon, Mas Sastradi- wiria, dan Ajun Kolektor Raden Purwadiningrat. Keduanya kemudian dibawa ke gardu untuk diadili oleh Haji Wasid. Se- sampainya di penjara, pasukan Lurah Jasim melepaskan para tawanan, sedangkan Kepala Penjara, Wedana dan istri Asis- ten Residen yang bersembunyi di tempat itu berhasil mela- rikan diri lewat pintu belakarg. Hampir bersamaan waktunya, pasttkan K.H, Tubagus tsmail yang telah sampai di kediaman Asisten Residen, Johan Hendrik Hubert Gobbels, tidak berha~ sil menemukan orang yang dicari. Sebagai pelampiasan rasa kesalnya, pasukan pemberontak mengobrak abrik isi rumah dan membunuh kedua anak Asisten Residen, Dora dan Elly. Di tempat lain, di sebelah barat alun-alun, pasukan pembe- rontak pimpinan K.H. Usman menyerang rumah Ulric Bachet, Kepala Penjualan garam di Cilegon. Perlawanan yang sia-sia dari Bachet dengan menggunakan pistol tidak dapat menyela- matkan dirinya dari kematian. Dalam keadaan yang kacau itu, Mary, anaknya Bachet serta dua orang saudaranya, August 7 Bachet dan Anna Canter Vischer dapat melariken diri. Usaha melarikan diri Jacob Grodhout, Insinyur peng- eboran Kelas 2 di Departemen Pertambangan di Cilegon, ber- sama istrinya, Cecile Wijermans,: dari kejaran para pemberon- tak ternyata sia-eia. Di Gardu Kusambi Buyut mereka diha- dang oleh pasukan pemberontak pimpinan Haji Masna, Haji Hamim, dan Haji Kemad. Suami istri itu akhirnya dibunuh oleh pasukan pemberontak di tempat itu. Sementara itu, se- telah mendapat laporan dari salah seorang pembantunya, Asis- ten Residen Gubbels, tidak lagi melanjutkan perjalanan ins- peksi di Afdeling Anyer bersama-sama dengan Residen dan kontrolir Muda, tetapi ja terus kembali puleng ke Cilegon. Melihat rumahnya yang sudah diduduki oleh kaum pemberontak, Gubbels berusaha mencari perlindungan ke Kepatihan. Dan di tempat inilah ia mencmui ajalnya di tangan pemberontak., Praktis pada sore hari tanggal 9 Juli Cilegon dapat didu- duki oleh Kaum pemberontak. Sebagian pasukan pemberontak bergerak menuju Serang untuk melancarken serangan dan men- duduki ibukota, Sebagian lagi pasuken pemberontak di bawah pimpinen Haji Kasiman, Haji Mahmud, Haji Koya, Agus Suradi- keria, K.H. Madani, Haji Kalipudin, dan Haji Akhiya berja- ga-Jjaga di Cilegon. ; Bentrokan di Toyomerte antara pasukan pemberontak yang sedang bergerak ke Serang dengan pasukan pemerintah pimpin- an letnan Van der Star yang mengakibatkan gugurnya bebera- pa orang pemberontak dan luka-luka, agalmya yang membuat & para pemberontak mulai kehilengan kepercayaan diri. Melihat 73 kenyataan bahwa ia tidak kebal terhadap peluru dan melihat Raji Wasid dan K.H, Tubagus Ismail yang tidak berani melak- sanaken niatnya menyerang Serang, para pemberontak banyak yong kehilangan semangat dan banyak yang memisahken dirt. Kins, setelah kedatangen satu batalyon pasukan yang mendarat di Karangantu tanggal 10 Juli. dan satu skwadron pasukan ku- da melalui darat dari Batavia, inisiatip penyerangan mulai beralih ke tangan tentara kolonial. Pasukan yang sudah ter- pecah=pecah dalam kelompok-kelompok kecil sedikit demi se- dikit dapat dilumpuhkan. Di Dawah pimpinan Kapten A.A. Veenhvyzen, dilakukan pengejaran terhadap sisa-sisa pasukan inti pimpinan Haji Wasid, Haji Abdulgani, K.H. Usman, Haji Jafar, Haji Arya, dan Haji Saban. Setelah melakukan penge jaran terus menerus akhirnya pasukan pemerintah menemukan tempat perlindungen Haji Wasdd dan para pemimpin lain beserta anak buahnya di dekat jalen Cemara. Di sinilah kemudian terjedi pertempuran penentuan antare pasukan pemerinteh pimpinan Kapten A.A. Veenhyzen dengan pasukan pemberontak pimpinan Haji Wasid. Pada akhir pertempuran tanggal 30 Juli 1888 itu, Haji Wa- sid, K.H, Tubagus Ismail, Haji Usman dan Haji Abdulgani terbunuh oleh pasukan pemerintah dan sebagian di antaranya dapat menyelamatkan diri, sedangkan Kapten A.A. Veenhuyzen mengalami luke~luka. Dengan meninggalkan beberapa tokoh utama penggerak pemberontakan, praktis pemberontakan dapat dipatahkan, meskipun pada waktu itu masih banyak sisa-sisa pasukan pemberontak yang berkeliaran di wilayah Cilegon. 7h Munculnya pemberontakan Gedangan, dekat Krian, Sura- haya tahun 1904, digerakkan oleh seorang Kyai, dari desa Samentara bernama Kasan Mukmin. Ia adalah putra seorang Kyai pendiri pesantren di Binangun daerah Pakishaji. Sebe~- lum memulai g¢rakannya, Kyai Kasan Mukmin berguru di bebe- rapa pesantren di Jawa Timur dan belajar ilmu agama di Kai- ro. Setelah kembali ke kampung halamannya, Kyai Kasan Muk- min menjadi guru tarekat Qadiriyyah-Naqsyabandiyah. Mela- lui pertemuan-pertemuan rutin di lembaga tarekat inilah Kyai Kasan Mukmin bersama-sama anggota tarekat merencana- kan suatu pemberontakan. Salah satu tema pokok yang hangat dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan itu yang kemudian di- bicaraken dalam pertemuan-pertemuan itu yang kemudian me- numbuhkan semangat untuk ‘mengadakan perlawarian adalah ba- nyaknya penyelewengan-penyelewengan dan ketidak adilan yang dilakukan pemerintah kolonial melalui pegawai-pegawai- nya di tingxat bawah. Se jak dikeluarkannya peraturan peme- rintah tahun 1899 tentang tata cara peminjaman tanah untuk perusa haan gula, banyak menimbulkan kesengsaraan rakyat, karena peraturan itu banyak disalah gunakan oleh pegawai-~ pegawai tingkat bawah. Di sana sini terjadi’ketidak wajeran masalah penyewaan tenah, pengerahan tenaga kerja, pungutan pajak, dan masaleh irigasi. Dan masalah-masalah inilah yang sering dibicarakan oleh Kyai (Kasan Mukmin bersana-sama da- lam pertemuan-pertemuan tarekat. Dengen se jumlah pengikutnya, terutama dari anggota tarekat, yang tersebar di desa Samentara, Taman, dan Damer- 25 si, Kyai Kasan Mulonin dibsntu Haji Abdulgani dan. Kyai Wa- gir merencanakan tanggal pemberontakan pada hari kedua be- las bulan Maulud tahun Waww ateu tanggal 27 Mei 190). Se- malam. suntuk mereka melakukan dzikir bersama dipimpin oleh Haji Abdulgani pada saat-saat menjelang dilakukannya pem- berontakan pada esuk harinya. Pagi tenggal 27 Mei para pem- berontak yang berkekuatan koreng lebih seratus orang mulai bergerak menuju Keboan Pasar. Wedana Gedangan yang sebelum- nya telah mendapat laporan tentang adanya arak-arakan di Keboan Pagar segera mendatangi tempat itu bersama dengan beberapa orang anggota Polisi. Setelah terjadi perkelahian singkat Wedana dan Lurah Gedangan yang ikut menyertainya dapat ditawan oleh kaum pemberontak. Bantuan pun segera didatangkan. Pasukan militer yang didatangkan dari Karesidenan Surabaya justru disambut oleh kaum pemberontak dengan menari-nari bergaya silat serta tak henti-hentinya mengucapkan kalimat la iJah illa'llah, dan mereka semakin beringas. Akhirnya dalam perkelahian yang tak seimbang itu kaum pemberontak dapat dipatahkan. Dalam laporan Residen Surabaya tanggal 10 Juni 1904 ter- catat jumlah kaum pemberontak yang meninggal 40 orang, 20 luka-luka, dan €& lainnya ditawan. Meletusnya perlawanan Bagus Talban di desa Bendungan, kabupaten Berbek, Karesidenan Kediri pada tanggal 29 Janu- ari 1907, mempunyai hubungan yang erat dengan tokoh-tokoh pesantren di wilayah Banywwangi, seperti misalnya Kyai Muhammad Rawi. Tidak diketahui dengen pasti kapan gerakan ini dimulei, tetapi rencana Bagus Talban untuk mengadakan 6 ‘ 7 pemberontakan itu sudah tercium oleh penguasa setempat, sehingga pada tanggal 29 Januari 1907, Bupati Nganjuk dan Wedana Berbek beserta beberapa anggote Polisi mengepung rumah Bagus Talban. Usaha penangkapan Bagus Talban dan pengikutnya baru dapat diselesaikan setelah bala bantuan militer didatangken dari Surabaya. Akhirnya perlawanan yang tak-berarti oleh’ Bagus Talban dan pengikutnya segera dapat dipatahkan, dan Bagus Talban sendiri meninggal dalam perlawanan itu. Peristiwa Cimareme pada tanggal 7 Juli 1919 sebenar- nya tak dapat dipieahkan dari geraken sayap radikal Sare- kat Islam, Guna Perlayan, yang merupakan fraksi sempalan yang mempunyai tujuan akbar, yakni menghancurkan orang- orang Belanda. Gerakan protes ini diawali dari ketidak- puasan Haji Hasan yang menganggap kebijaksanaan pemerin- tah kolonial tidak adil. Pada tahun 1918, pemerintah ko- lonial telah memaksa Haji Hesan untuk menenam padi di sa- wah miliknya yang sudah ditanami tembakau. Masalah itu akhirnya berkentang menjadi pertentangan’ antara Haji Ha- san dengan Wedana leles, karena setelah Haji Hasan mengi- rimkan surat penolakan penanaman itu kepada Acisten Resi- den, Asisten Residéen kemudian memarahi Wedana Leles. Bertepatan dengan kunjungan rombongan pe jabat-pe ja- bat pemerintah yang disertai dengan anggota polisi ke Ci- mareme tanggal 4 Juli 1919, Haji Hasan telah mengirimkan surat kedua kepada Asisten Residen yang isinya bersedia menerima tuntutan pemerintah. Namun oleh karena adanya issu santer Uahwa Haji Hasan akan mengadakan pemberontak- 77 an, maka pada tanggal 7 Juli 1919 pejabat-pejabat pribumi dengan dikawal oleh beberapa anggota polisi mendatangi rumah Haji Hasan. Mereka berhasil membujuk Haji Hasan un- tuk diajak ke Garut untuk dimintai keterangannya. Tetapi setelah mendengar bahwa ada pasuken militer menyertai Re- siden dan Bupati yang bergerak menuju desa itu, seketika Haji Hasan dan para pengikutnya mulai panik dan beberapa diantaranya malah bersiap-siap untuk mengadakan perlawan- an. Akhirnya tanpa sempat memberikan perlawanan, Haji Ha- san dan pengikutnya diberondong oleh pasukan pemerintah. Tekanan pajak yang semakin menghimpit penduduk Dena di Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang sudah terbiasa men- dapat tekanan-tekanan pajak pada masa-masa kerajaan Bima, kini dengan adanya perjanjian baru antara Pelanda dengan Sultan Bima pada tanggal 29 December 1905,°> rakyat sema- kin menderita karenanya. Sebab'wajib pajak yang sudah la- ma dikenakan itu terpaksa harus ditingkatkan untuk mendu- kung upeti yang diserahkan oleh Sultan Bima untuk pemerin- tah kolonial. Penduduk mulai resah tatkala pe jabat-pe jabat desa melakukan pencacahan penduduk. Mereka mulai mengkait- kan usaha pencacahan itu dengan peraturan-peraturan peme- rintah untuk memperkerjakan penduduk di luar desa. mereka, seperti yang sudah dijalankan di desa-desa sekitarnya. Dalam keadaan yang demikian kemudian muncul tiga haji, Ha- ji Abdurrahman Abu Sara, Haji Usman Ruma La Beda, dan Haji Abdul Azis La Sarah, mencoba memenangkan mereka. Dengan hati-hati sekali ketiga haji itu menanamkan keyakinan pa- 78 da penduduk cetempat bahwa membela kebenaran dan agena seperti halnya jihad fisabilillah. Setiap malam di masjid desa diadakan sholawatan dan kemudian diteruskan dengan arak-arakan mengelilingi desa sambil mengumandengkan tak- bir. Tatkala pémungut pajak memasuki desa Dena, mereka di~ usir beramai-ramai. Penolaken membayar pajak inilah yang Merupakan awal dari munculnya pemberontakan tanggal 25 Pebruari 1908 di desa Dena. Laporan yang-satpai ke tangan Gubernur Swart sudah berwajah lain, diberitaken bahwa di desa Dena telah terja- i pemberontakan. Tanpa menyelidiki lebih lanjut, Swart memerintahkan mengirimkan pasuken ke’ Bima. Pada tanggal 25 Pebruari pasukan yang sudah dikirim dengan kapal Siboga sudah memasuki desa Dena. Perlawanan penduduk desa Dena tidak berarti apa-apa bagi pasukan militer Felanda yang sudah terlatih itu. Kemudian Haji Abdurrahman Abu Sara bersama pengikutnya 28 orang ditangkap dan kemudian ditang- kap pula Ampu Anco, Haji Usman Ruma La Beda, Haji Mustafa Abu La Hawa, dan Haji Abdullah Abu La Shaleh.© Perlawanan Muara Tembesi. Pergeseran-pergeseran di bi- dang politik, ekonomi, dan sosial yang semakin "keras" pa- da awal abad XX, seolah-olah sedang bergerak pada suatu titik "kondisi yang perlu" bagi munculnya pemberontakan- pemberontakan kecil di Jambi, yang akhirnya mencapai pun- caknya pada tahun 1916. Reorganisasi, sistem pemerintahan tradisional dan penekanan politis pemerintah kolonial ter- hadap raja dan kerabatnya, tidak saja telah "memisahkan" 79 rakyat dengan mereka, tetapi malah penguasa-penguasa tradi- sional -- terutama Demang yang sering mengadakan kontak langsung detigan rakyat karena tugasnya memungut pajak-pajak, mengawasi rodi, dan lain--lein -- dimata rakyat tidak lebih dari kaki tangan penguasa kolonial. Sementara itu bergeser- nya ekonomi subsisten kearah ekonomi yang berorientasi pa- sar dan adanya introduksi sekolah-sekolah model barat beser- ta pajak sekolah yang tinggi,©” semakin mengasingkan rakyat dari realitas-baru yang sedang berkembang itu. Dalam kondi- si seperti ini, harapan-harap(n akan adanya keadaan yang lebih baik dan cocok hagi mereka, tentu akan menempati urut- an teratas dari cita-cita mereka, Munculnya figur, misalnya, Alam Bidar atau "Raden Gunawan" atau yang lainnya, yang mam- pu menyelamatkan mereka akan mendapatkan tempat tersendiri bagi rakyat Jambi. Alam Bidar, seorang pemuda dari Dusun Sungai Dingin, telah dinobatkan oleh Haji Latif, seorang ulama terkenal di Lubuk Resam, sebagai Imam Mahdi. Pada tahun 1910 dia memulai melakukan protes terhadap penguasa dengan mempengaruhi pen- duduk agar tidak membayar pajak dan menolak kerja rodi, Ge- raken ini tiddk berumur panjang dan dapat ditumpas oleh pe- merintah kolonial, Kemudian muncul gerakan anti kafir yang dipimpin oleh Kademang Ali pada tahun 1914. Gerakan protes inipun segera dapat dipatahkan oleh pemerintah kolonial. Dari gerakan-gerakan protes yang tersebar dalam bentuk yang berbeda-beda dan kekuatan yang berbéda pula itu akhirnya muncul gerakan protes yang lebih besar dipimpin oleh Duahia bin Dualip. 80 Duahid bin Dualip bersamd) pengikutnya pada tanggal 25 Agustus 1916 mulai melakukan aksinya dengan menyerang bebe- rapa rumah pejabat dan melumpuhkan markas polisi di Muare Tembesi, Dua hari kemudian ia menobatkan dirinya sebagai "Raden Cunawan" dan kemudian mengangkat dirinya sebagai "ra- ja" atau "Sultan Maharaja Baru". Sejak itu ia mulai menghim= pun pengikut dan memberi gelar-gelar tertentu pada orang- oreng dekatnya.®° Pemberontakan "Sultan Maharaja Baru" cukup lama dan baru dapat dipadamkan oleh pemerintah kolonial pada akhir bulan Oktober 1916. Dalam peristiwa Muara Tembesi ind jumlah korban dari pihak pemerintah adalah: 1 kontrolir, 6 pegawai pemerinteah bumiputra, 63 polisi. Adapun di pihak Jambi yang gugur adalah 360 orang, sedangkan mereka yang ma~ eih hidup, 62 dijatuhi hukuman mati, 1.287 dijatuhi hukuman 10 sampad 20 tahun, sedangkan 1.456 dijatubi hukuman ringan.©9 Perlawanan Haji Hasan di Lawu, Sulawesi Tenggara. Tidak diketahui dengan jelas motipasi Haji Hasan melakukan perla- wanen terhaddp pemerintah kolonial pada tahun 1919. Diberi- takan setelah dua orang bangsawan dart Mekangga, Pombili, dan dari Lawu bernama Todjabi cempat ueloloskan dirt dari ke- rusuhan yang terjadi di Bone pada. tahun 1905, mereka kemudian bergabung dengan Haji Hasan di lawu, Dari sini agaknya memang Haji Hasan sudah lama mempersiapkan pertempuran dengan pasu- ken kolondal, 'sebab selain dia mempunyad banyak pengikut ju ga telah membangun markas perlewanan di Lasusua dan secara terpisah. kelompok Haji Hasan melakukan perlewanan sendiri. Kekacauan-kekacauan yang ditimbulkan oleh anak buah Haji Fa- san di sekitar daerah Luu, Wajo, dan Kolaka, telah mengun- 81 dang perhatian penérintah, Dalem pengepungan di desa Wawo pada bulan Ramadhan 1907, Haji Hasan bersama beberapa peng- ikutnya berhasil meloloskan diri. Baru kemudian pada tanggal 14 April 1919 Haji Hasan bersama beberapa pengikutnya ditang- kap di desa Salubungko oleh pasukan pemerintah yang melaku- kan pengejaran. Haji Hasan meninggal dunia dalam tahanan di Palopo karena tidak mau makan makanan yang disediakan oleh orang-orang kafir,/° £ Peristiwa Salumpaga. Peristiwa ini bermula dari ke tegang- an antara Haji Hayun yang membela 43 penduduk Salumpaga yang dikenal kerja paksa, dengan raja Mogi Haji Ali, selaku pe- ngudsa setempat gang diserahi’ tugas mengatur pekerja-pekerja paksa. Dalam bulan puasa tahun 1919, 43 orang yang dikenai kerja paksa setelah tidak mendapatkan ijin untuk melakukan ibadah puasa di rumah, mereka kemudian meninggalken pekerja- an dan kembali ke Salumpaga. Sesampainya di Salumpaga mereka nelaporkan tindakan mereka itu. kepada Imam kampung, Haji Ha- yun. Tindakan ini oleh raja Mogi Haji Ald dianggap sebagai usaha untuk mélawan penguasa. Kemudian bersama kontrolir Pe- landa, De Kart Angelino, mereka mendatangani desa Salumpaga untuk memaksa kembali ke 43 orang pekerja paksa itu untuk — kembali ke tempat pekerjaannya. Namun usaha kontrolir Belan- da mendapat tantangan keras dari Haji Hayon. Pada tanggal 2 Ramadhan 1339 Hijriah (5 Juni 1919) kontrolir bersama bebera- pa anggota polisi (gewagenop) mendatangi lagi desa Salumpaga dan kemudian dengan paksa mengumpulkan 43 orang pekerja pake sa. Tindakan ini dihalang-halangi oleh Haji Hayun dengan mengajukan permintaan agar pada bulan puasa ke 43 orang itu sementara dibiarkan menjalankan ibadah puasa di rumah, nan- ti setelah puasa berakhir mereka akan meneruskan pekerjaan- nya. Namun permintaan Haji Hayun ite diacuhkan saja oleh kontrolir, kemdian Haji Hayun mengucapkan Allahu Akbar. Berbagengan dengan itu serentak 43 orang dan orang-orang terdekat Haji Hayun melakukan perlawanan. Dalam perlawanan itu kontrolir, jaksa Zakaria, lima orang anggota polisi dan seorang Opas meninggal dunia ditangan orang-orang Haji Ha- yun Pada hari berikutnya setelah didatangkan pasukan da- ri Donggala yang dipimpin langsung oleh Asisten Residen Donggala, para pemberontak berhasil dijinakkan tanpa meng- adakan perlawanan. 4. Perlawanan Ulama den Rakyat Aceh Sikap permusuhan umat Islam Indonesia terhadap domina- si barat sudah nampak se jak abad XVII, tatkala Kompeni Hin- dia Timur Belanda menginjakan kakinya pertama kali dibumi Nusantara.’? Dalam perjalanan sejarah, tak jarang dijumpad kristalisasi dari sikap permusuhan itu terwujud dalam bentuk perlawanan maupun pemberontakan. Salah satu bentuk perlawan- an rakyat yang dijiwai semangat jihad adalah perlawanan rak- yat Aceh, Dalam sejarah perang kolonial, perlawanan rakyat Aceh yang dijiwai’semangat jihad itu, tidak mudah dipadamkan oleh pemerintah kolonial. Meckipun secara politis dan strate- gi militer Belanda berhasil menguasai Aceh -- dengan tertang- kap beberapa tokoh utama penggerak perlawanan tahun 1903. =~ namun perlawanan rakyat dalam bentuk lain dan terpisah-pisah, masih terus berlangsung hingga menjelang pendudukan Jepang./> 83 Agaknya, bulan Nopember tahun 1871 merupakan titik awal tanda-tanda akan dimulainya "tragedi sejarah" di Aceh, sebab dengan adanya perundingan antara Belanda dan Ingeris pada bulan itu, yang kemudian kasil_perundingan itu dikenal dengan Traktat London, peluang Belanda' untuk mengadakan agresi ke Aceh seolah-olah disahkan. Salah satu dari pasal perjanjian itu dengan jelas dinyatakan bahwa Belanda bebas meluaskan kekuasaannya di seluruh Aceh, berarti Belanda be- bas melanggar kedaulatan Aceh,” Dengan begitu, Aceh yang semula terlindung dari campur tangan Belanda, berkat adanya perjanjian London 1824, kini mulai terancam. Dengan dalih ingin meninjau kembali perjanjian niaga, persahabatan, Aan perdamaian dengan Aceh tahun 1857. Belan- da mencoba mendekati Sultan untuk mehgadakan perundingan kembali dan direncanakan delegasi Belanda akan mengunjungi Aceh pada bulan Desember 1871. Dalam pertemuan pendahuluan di geladak kapal Jambi tanggal 27 September 1871, melalui utusannya, Aceh pada prinsipnya dapat memenuhi keinginan Belanda asalkan wilayah-wilayah yang dulunya termasuk dalam kerajaan Aceh; Sibolga, Barts, Singkel, Pulau Nias dan wila- yah-wilayah lain di Sumatra Timur dikembalikan kepada Aceh.’> Tentu saja syarat yang disodorkan Aceh itu tidak dapat dipe- nuhi oleh Belanda. Dan barangkali kecewa dengan pertemuan pendahuluan itu Belanda mengundurkan pengiriman delegasinya ke Aceh. & Pihak Aceh berusaha menyelesaikan persoalan yang me- nyangkut kepentingan kedua pihak dengan mengirimkan lima orang utusan yang diketuai oleh Tibang Muhammad menghadap 8h Residen Riau, D.W. Schiff, pada bulan Desémber 1872. Dalam perjumpaan dengan Residen Riau itu, diantaranya disampaikan permintaan Aceh agar perutusan Pelanda yang ingin datang ke Aceh menunda kedatangannya beberapa bulan sambil menunggu perutusan Aceh kembali dari Turki. Setelah kurang lebih sa- tu bulan perutusan Aceh itu berada di Riau, kemudian mereka diantar pulang dengan~kapal uap Marnik melewati Singapura, Kesempatan singgah di Singapura pada tanggal 27 Januari 1873, digunakan oleh perutusan Aceh untuk mengadakan kontak dengan konsul Amerika dan konsul Italia di Singapura. C ampur taligan pihak ketiga, yakni Amerika dan Italia tentu sangat menggelisahkan Belanda. Konsul Jenderal Belan- da di Singapura, Read, mencium gelagat yang mencurigakan da- ri perutusan Aceh yang mengadaken pertemuan dengan konsul Amerika dan Italia. Secepatnya Read mengawatkan berita me- ngenai "perselingkuhan perutusan Aceh" dengan para konsul Amerika dan Italia. Berita itu baru diterima oleh Gubernur Jenderal Findia Belanda, James Louden, pada tanggal 15 Pe- bruari. 1873 yang kemudian diteruskan ke Nederland. Tanpa mempelajari kejadian yang sesungguhnya, pemerintah Belanda di NederJend segera memerintahkan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda agar mempersiapkan pengiriman Angkatan laut- nya ke Aceh.”° sementera itu, perintah dari Nederland belun sampai ke Batavia, di Batavia sendiri telah diadakan persiap- an-persiapan. F.N. Nieuwenhuyzen, Wakil Ketua Dewan Hindia, diangkat sebagai Komisaris Pemerintah Hindia Felanda dan Jen- deral Mayor J.H.R, Kohler Komandan Teritorial Sumatra Barat diangkat sebagai Panglima Tertinggi Militer ekspedisi, serta 85 kolonel E,C, van Daalen diangkat sebagai komandan kedua. Di pihak Aceh pun jauh sebelumnya telah melakukan persiap- an-persiapan guna menghadapi perang dengan Belanda. Pada bulan Agustus 1872 sampai Maret 1873 Aceh telah memasukkan 5000 peti mesiu dan 1349 peti senapan dari pulau Penang, Sultan juga telah memerintahkan seluruh Panglimanya untuk mempersiapkan kubu-kubu pertahanan di sepanjang pantai wi- layah Tiga Sagi, dan Sultan memohon kepada seorang ulema terkenal, Teungku Syeh Abbas Kutakarang, untuk menyebarkan semangat jihad dan memobilisasi rakyat.°” Pada tanggal 7 Maret 1873, F.N. Niewwenhuyzen dengan dua buah kapal perang berangkat lebih dulu melalui Singa- pura, Penang dan baru tiba di pantai Aceh tanggal 22 Maret 1873. Pada hari itu juga dia segera mengirimkan surat ke- pada sultan melalui juru bahasanya, Mas Tahir, meminta penjelasan resmi dari sultan mengenai perutusannya yang mengadakan kontak dengan konsul Amerika dan Italia di Si- ngapura. Surat kedua yang dikirimkan tanggal 24 Maret 1873, nasibnya sama saja, sultan tidak memberiken jawaban yang memuaskan Belanda. Sementara itu armada angkatan perang pimpinan Jendral Mayor J.H.R. Kohler yang berangkat dari Batavia tanggal 22 Maret baru tiba di perairan Aceh tang- gal 4 April 1873. Tiga hari sebelumnya, F.N, Nieuwenhuyzen telah mengirimkan pernyataan perang dengan Aceh, Dengan ke- kuatan terdiri dari 33 kapal termasuk enam kapal pengangkut dan lima kapal layar biasa serta 168 perwira dan 3198 ser- dadu,?® pada tanggal 5 April 1873 Belanda betul-betul me- laksanakan ultimatumnya. 86 “Kontak senjata pertama antara pasuken Belanda dengan pasukan Aceh terjadi di pantai sebelah barat daya Kota Pan- tai Cermin, Pada hari pertama pertempuran itu, sebuah kapal perang Belanda, Citadel van Antwerpun, terkena dua belas ka- 14 tembakan meriam pasukan Aceh,’? Desakan yang terus mene- rus dilakukan pasukan Belanda memaksa pejuang Aceh mundur hingga di sekitar Mesjid Raya. Dalam pertempuran yang ber- langsung serv Ai Masjid Raya itu tak henti-hentinya para pe- juang Aceh selalu mengumandangkan kalimah la ilaha illa'llah, tiada Tuhen selain Allah.°° Usaha Belanda untuk menguasad kembali masjid Raya harus ditebus dengan terbunuhnya Jende- ral Mayor J.H.R, Kohler pada tanggal 14 April 1873. Belum sampai berhasil menduduki dalam (kraton), sedikit demi sedi- kit pasukan Belanda berhasil didesak mundur dengan meninggal-~ kan 45 korban dan 405 luka-luka. Kekalahan total "pemula-pe- mula dungu" itu.®) selain berkat adanya ketangguhan dari pe- mimpin-pemimpin pertempuran seperti Panglima Polim Cut Banta, seorang Panglima dari Sati XXII Mukim dan Teuku Imam Luengba- ta, seorang Imam dari Mukim Luengbata®@ serta usaha yang gi- “gih dari Chis Kutakarang membangkitken semangat jihad pada rakyat Aceh,©? Menyadari kegagalan agresinya yang pertama, Gubernur Jenderal James Louden atas nama pemerintah Hindia Belanda pa- da tanggal 6 Nopember 1873 mengangkat Jenderal van Swieten menjadi pimpinan pasukan ekspedisi kedua. Tugas pokok yang dibebankan kepada jenderal van Swieten adalah menyerang dan sekaligus merebut dalam (craton). Selain itu ia ditugaskan untuk mengadakan perjanjian dengan Sultan Mahmud Syah, bila 87 .. dipandang perlu. Selama persiapan militer untuk ekspedisi kedua ke Aceh, Belanda telah melakukan blokade laut. Tujuan blokade itu adalah untuk memutuskan hubungan Aceh dengan du- nia luar, Menghadapi situasi yang demikian, kemudian Aceh membentuk sebuah dewan penghubung yang berkedudukan di Pe= nang untuk mewakili- kepentingan Aceh ke luar dan sekaligus bertugas menguaahakan perbekalan perang. Anggota-anggota de- wan itu terdiri dari delapan orang yaitu Teuku Ibrahim, Nyak Payek, Haji Panglima Perang Yusuf, Nyak Abu, Syaikh Ahmad, Syaikh Kasim, ‘Umar, dan Ollah Meidin.o# Agresi Belanda kedua dimulai. Jenderal van Swieten' be- rangket dari Batavia tanggal 16 Nopember 1873 dengan kekuat- an tempur penuh; 60 kapal perang dengan 206 pucuk meriam, 22 pucuk mortir, 289 perwira, 7888 serdadu bawahan, 32 orang perwira dokter, 3565 orang hukuman dan 246 perempuan, seorang weldprdekter, seorang pastur, seorang guru agama, H.M. Ilyas dari. Semarang, lima orang mata-mata dari Jawa.dan Cina dan seorang mata-mata’ lagi, Ali Bahanan, yang telah diselundupkani: lebih dulu ke Aceh, Selain itu diperbantukan pula beberapa orang untuk memperkuat ekspedisi, antara lain seorang perwi- ra legiun Mangkunegaran, Ariogondosisworo, perwira Paku Alam Raden Mas Pénji Pakuningprang, Pitmeester (kapten Barisan Kuda) dari Bangkalan, Pangeran Adinegoro dan perwira barisan RA. Kromo.®? Pendaratan pertama pasukan Belanda di Pantai Kuala lue tanggal 9. Desember 1873 dipimpin langsung oleh Wa- kil Panglima Perang Jenderal Mayor Verspijck. Kolone pertama dni bergerak menuju ke Kuala Gigiéng. Dengan. mendapat perlin- dungan meriam dari kapal perangnya,. pasukan Belanda berhesil

Anda mungkin juga menyukai