Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

STRATEGI PEMBELAJARAN
(UNTUK SISWA DENGAN DISABILITAS GANDA)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ortopedagogik Anak Tunarungu
Dosen Pengampu : Drs. Wagino, M.Pd

DisusunOleh :
1. Karunia Dwi M (18010044010)
2. Sulastri Sulasikin S (18010044032)
3. Tiananda Hestiningrum (18010044059)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2020
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dalam memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Ortopedagogik Anak Tunarungu
dengan judul makalah “Strategi Pembelajaran (Untuk Siswa Dengan Disabilitas
Ganda)”

Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini, terlebih kepada Bapak Drs. Wagino,
M.Pd selaku dosen pengampu matakuliah Ortopedagogik Anak Tunarungu.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Surabaya, 8 Oktober 2020

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Disabilitas Ganda 4


2.2 Ciri-Ciri Disabilitas Ganda ………………………………………... 6
2.3 Pengertian Strategi Pembelajaran ................................................... 7
2.4 Strategi Pembelajaran Untuk siswa Disabilitas Ganda 8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 12
3.2 Saran 12

Daftar Pustaka 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang


berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidak
mampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara
lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan
belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan
kesehatan, kesulitan bersosialisasi dan tuna ganda atau anak dengan disabilitas
ganda. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak
cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, ABK memerlukan bentuk
pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi
mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan
menjadi tulisan Braille (tulisan timbul) dan tunarungu berkomunikasi
menggunakan bahasa isyarat (bahasa tubuh).

Dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional, hak anak untuk memperleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya
diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang
berkebutuhan khusus. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema
dalam belajar, hanya saja problema tersebut ada yang ringan dan tidak
memerlukan perhatian khusus dari orang lain karena dapat diatasi sendiri oleh
anak yang bersangkutan dan ada juga yang problema belajarnya cukup berat
sehingga perlu mendapatkan perhatian dan bantuan dari orang lain. Anak
berkebutuhan khusus memang tidak selalu mengalami problem dalam belajar,
namun ketika mereka diinteraksikan bwrsama dengan teman-teman sebaya
lainnya dalam system pendidikan regular ada hal tertentu yang harus
mendapatkan perhatian khusus dari guru dan sekolah untuk mendapatkan hsil
belajar yang optimal.

1
Salah satu kesepakatan internasional yang mendorong sistem pendidikan
inklusi adalah Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional
Protocol yang disagkan pada Maret tahun 2007. Pada Pasal 24 dalam konvensi
ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem
kelas sudah memiliki data pribasi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni
berkaitan dengan karakteristik spesifik, kekuatan dan kelemahan, kompetensi
yang dimiliki dan tingkat erkembangannya. Karateristik anak berkebtuhan khusus
pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional.

Strategi pembelajaran untuk pesertadidik berkebutuhan khusus yang


dipersiapkan oleh guru di sekolah bertujuan agar peserta didik mampu
berinteraksi dengan lingkungan sosial. Strategi pembelajaran tersebut disusun
secara khusus melalui penggalian kemampuan diri peserta didik yang didasarkan
pada kurikulum berbasis kompetensi.

Maka dari itu dengan adanya makalah ini ditunjukan kepada para pembaca
agar mengetahui bagaimana strategi pembelajaran yang cocok untuk anak
berkebutuhan khusus terlebih pada anak dengan disabilitas ganda.

1.2. Rumusan Masalah

1) Apa pengertian anak dengan disabilitas ganda?

2) Bagaimana ciri-ciri anak dengan disabilitas ganda?

3) Apa pengertian strategi pembelajaran?

4) Bagaimana strategi pembelajaran untuk siswa disabilitas ganda?

1.3. Tujuan

1) Untuk mengetahui pengertian anak dengan disabilitas ganda

2) Untuk mengetahui ciri-ciri anak disabilitas ganda

3) Untuk mengetahui pengertian strategi pembelajaran

2
4) Untuk mengetahui strategi pembelajaran untuk siswa disabilitas ganda

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Disabilitas Ganda

Disabilitas ganda atau sering disebut juga dengan anak tunaganda


termasuk dalam kelompok anak berkebutuhan khusus. Definisi anak
berkebutuhan khusus itu sendiri adalah anak yang secara signifikan berbeda
dalam beberapa dimensi penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka secara
fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan- tujuan
atau kebutuhan dan potensi secara maksimal, yakni meliputi mereka yang tuli,
buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan
emosional, juga anak yang berbakat dengan intelegensi yang tinggi, karena
mereka memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional (Suran
& Rizzo, dalam Mangunsong dkk., 1998). Gearheart (dalam Mangunsong
dkk., 1998) menambahkan bahwa anak berkebutuhan khusus memerlukan
persyaratan pendidikan yang berbeda dari rata-rata anak normal, dan untuk
dapat belajar secara efektif memerlukan program, pelayanan fasilitas, dan
materi khusus.

Menurut Hallahan dan Kauffman (2006), anak berkebutuhan khusus


merupakan anak yang berbeda dari kebanyakan anak lain karena diantara
mereka memiliki kekurangan seperti keterbelakangan mental, kesulitan
belajar, gangguan emosional, keterbatasan fisik, gangguan bicara dan bahasa,
kerusakan pendengaran, kerusakan penglihatan ataupun memiliki
keberbakatan khusus. Mereka membutuhkan pendidikan khusus dan
pelayanan terkait agar dapat mengembangkan segenap potensi yang dimiliki.
Dalam kelompok anak berkebutuhan khusus ini, terdapat sebagian dari
mereka menyandang ketunaan lebih dari satu yang disebut dengan tunaganda.
Dollar dan Brooks (dalam Snell, 1983) mengidentifikasi anak tunaganda dan
tunamajemuk sebagai berikut (1) mereka memiliki ketunaan yang berat dan
parah, (2) mereka membutuhkan program pendidikan dengan sumber yang

4
lebih besar daripada program biasa, dan (3) mereka membutuhkan program
yang memfokuskan pada keterampilan dalam fungsi kemadirian dan
pemenuhan diri.

Definisi yang dikemukankan dalam U.S. Office of Education (dalam


Kirk & Gallagher, 1986) menyebutkan anak tunaganda atau disabilitas ganda
sebagai mereka yang karena intensitas masalah fisik, mental, ataupun
emosional, membutuhkan pelayanan pendidikan, sosial, psikologis, dan medis
melebihi program pendidikan khusus yang biasa guna memaksimalkan
partisipasi mereka dalam masyarakat dan pemenuhan diri. Anak tunaganda
dan tunamajemuk mungkin mengalami kesulitan bahasa dan persepsi kognitif,
memiliki kondisi fisiologis yang rentan, dan menunjukkan beberapa tingkah
laku abnormal seperti kegagalan dalam menanggapi stimulus, melukai diri,
amarah yang meledak-ledak, dan ketiadaan kontrol verbal. Sontag, Smith, dan
Sailor (dalam Kirk & Gallagher, 1986) menambahkan bahwa anak tunaganda
dan tunamajemuk adalah anak yang kebutuhan dasar pendidikannya
memerlukan pemantapan dan pengembangan keterampilan dasar dalam
bidang sosial, bantu diri, dan komunikasi yang merepresentasikan potensi
anak untuk bertahan dalam dunianya.

Menurut DNIKS dan BP3K (dalam Mangunsong dkk., 1998) anak


tunaganda atau disabilitas ganda merupakan anak yang menderita dua atau
lebih kelainan dalam segi jasmani, keindraan, mental, sosial, dan emosi,
sehingga untuk mencapai perkembangan kemampuan yang optimal
diperlukan pelayanan khusus dalam pendidikan, medis, dan sebagainya. Anak
tunaganda dan disabilitas ganda membutuhkan dukungan besar pada lebih
dari satu aktivitas hidup yang utama, seperti mobilitas, komunikasi,
pengurusan diri, tinggal mandiri, bekerja, dan pemenuhan diri (Hallahan &
Kauffman, 2006).

Melalui berbagai definisi yang telah disebutkan di atas, dapat


disimpulkan bahwa anak tunaganda atau disabilitas ganda merupakan bagian

5
dari kelompok anak berkebutuhan khusus yang menderita lebih dari satu
ketunaan dalam segi jasmani, keindraan, mental, sosial, dan emosi, dimana
mereka membutuhkan pelayanan melebihi pendidikan khusus yang biasa
untuk mencapai perkembangan yang optimal.

2.2 Ciri-Ciri Disabilitas Ganda

Disabilitas ganda atau tunaganda seringkali disertai dengan


keterbatasan yang sangat berat ataupun memiliki kombinasi yang sangat
kompleks dari berbagai keterbatasan tersebut. Mereka memiliki beberapa
kelemahan yang sangat berat diantaranya dalam hal fungsi otak,
perkembangan motorik, bicara dan bahasa, tingkah laku penyesuaian diri,
fungsi penglihatan dan juga pendengaran (Heward & Orlansky, 1988).

Menurut Mangunsong dkk. (1998), anak tunaganda mempunyai


kelainan lebih dari satu macam dengan ciri-ciri fisik seperti gangguan refleks,
gangguan perasaan kulit, gangguan fungsi sensoris, gangguan fungsi motorik,
gangguan fungsi metabolisme dan sistem endokrin, gangguan fungsi
gastrointestinal, gangguan fungsi sirkulasi udara, gangguan fungsi
pernapasan, dan gangguan pembentukan ekskresi urine. Heward dan Orlansky
(1988) menambahkan bahwa anak tunaganda memiliki perkembangan
motorik dan fisik yang terbelakang. Sebagian besar mereka mempunyai
keterbatasan dalam mobilitas fisik. Mereka tidak mampu berjalan ataupun
duduk sendiri, dan mereka bergerak lamban.

Secara mental, anak tunaganda seringkali mengalami gangguan dalam


kemampuan intelektual, kehidupan emosi dan sosialnya, antara lain adalah
gangguan emosional, hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, toleransi
yang rendah terhadap kekecewaan, berpusat pada diri sendiri, depresi, dan
cemas (Mangunsong dkk., 1998). Anak tunaganda juga memiliki beberapa
masalah tingkah laku seperti amarah yang meledak-ledak dan agresivitas
terhadap orang lain (Hallahan dan Kuffman, 2006). Menurut Heward dan
Orlansky (1988), seringkali anak tunaganda memiliki tingkah laku yang aneh

6
dan tidak bertujuan seperti menstimulasi ataupun melukai diri. Mereka juga
memiliki keterampilan yang kurang dalam menolong diri sendiri dan
mengurus kebutuhan dasar seperti makan, berpakaian, mengontrol buang air,
dan kebersihan diri.

Dalam aspek sosial, anak tunaganda juga memiliki hambatan fisik


dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, rasa rendah diri, isolatif, kurang
percaya diri, hambatan dalam keterampilan kerja, dan hambatan dalam
melaksanakan kegiatan sosial (Mangunsong dkk., 1998). Heward dan
Orlansky (1988) menambahkan bahwa anak tunaganda kurang atau tidak
dapat berkomunikasi. Kemampuan mereka sangat terbatas dalam
mengekspresikan atau mengerti orang lain. Banyak yang tidak dapat
berbicara, bila ada komunikasi beberapa anak tunaganda mungkin tidak dapat
memberikan respon. Selain itu, anak tunaganda juga jarang menampilkan
perilaku dan interaksi yang sifatnya konstruktif. Sangat sulit untuk
menimbulkan perhatian pada anak tunaganda atau untuk menimbulkan
respon- respon yang dapat diobservasi.

2.3 Pengertian Strategi Pembelajaran

Kata strategi berasal dari bahasa Latin strategia, yang diartikan sebagai
seni penggunaan rencana untuk mencapai tujuan. Strategi pembelajaran menurut
Frelberg & Driscoll (1992) dapat digunakan untuk mencapai berbagai tujuan
pemberian materi pelajaran pada berbagai tingkatan, untuk siswa yang berbeda,
dalam konteks yang berbeda pula. Gerlach & Ely (1980) mengatakan bahwa
strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan
materi pelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu, yang meliputi sifat,
lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada
siswa. Dick & Carey (1996) berpendapat bahwa strategi pembelajaran tidak hanya
terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi
atau paket pembelajaran. Strategi pembelajaran terdiri atas semua komponen

7
materi pelajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa
mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Strategi pembelajaran juga dapat diartikan sebagai pola kegiatan


pembelajaran yang dipilih dan digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan
karakteristik siswa, kondisi sekolah, lingkungan sekitar serta tujuan khusus
pembelajaran yang dirumuskan. Gerlach & Ely (1980) juga mengatakan bahwa
perlu adanya kaitan antara strategi pembelajaran dengan tujuan pembelajaran,
agar diperoleh langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien.
Strategi pembelajaran terdiri dari metode dan teknik (prosedur) yang akan
menjamin bahwa siswa akan betul-betul mencapai tujuan pembelajaran. Kata
metode dan teknik sering digunakan secara bergantian. Gerlach & Ely (1980)
mengatakan bahwa teknik (yang kadangkadang disebut metode) dapat diamati
dalam setiap kegiatan pembelajaran. Teknik adalah jalan atau alat (way or means)
yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan kegiatan siswa ke arah tujuan yang
akan dicapai. Guru yang efektif sewaktu-waktu siap menggunakan berbagai
metode (teknik) dengan efektif dan efisien menuju tercapainya tujuan.

2.4 Strategi pembelajaran Untuk Disabilitas Ganda

Ada dua strategi pembelajaran utama untuk siswa dengan disabilitas ganda
(tidak termasuk tuli) yang akan disorot dalam makalah ini. Strategi instruksional
pertama adalah pendekatan instruksi sistematis. Pendekatan instruksi sistematis
adalah pendekatan instruksional yang sangat populer untuk mengajar siswa
dengan disabilitas ganda. Pendekatan ini menggunakan analisis tugas, dorongan,
dan umpan balik untuk memberikan instruksi langsung kepada siswa. Untuk
menerapkan pendekatan ini dengan siswa, guru perlu menentukan apakah
masalahnya adalah keterampilan atau masalah kinerja, memilih keterampilan
yang ingin siswa peroleh, memutuskan bagaimana siswa akan memperoleh
keterampilan, mengajarkan keterampilan setiap hari, dan mendokumentasikan
kemajuan siswa dan membuat perubahan sesuai kebutuhan (Browder, 2001).

8
Anjuran digunakan dalam instruksi sistematis untuk membantu
memperoleh tanggapan yang benar dari siswa. Anjuran termasuk gerakan fisik,
isyarat verbal, pemodelan, dan dukungan tangan-over-hand (Browder, 2001).
Selain itu, petunjuk ini dapat digunakan dalam beberapa cara berbeda tergantung
pada kebutuhan siswa. Penundaan waktu, peningkatan bantuan, penurunan
bantuan, dorongan simultan, dan bimbingan lulus adalah semua jenis prosedur
untuk mendorong siswa (Wolery & Schuster, 1997). Ketika siswa mulai
menunjukkan pemahaman tentang keterampilan tersebut, tugas guru adalah
mengurangi atau memudarkan dorongan untuk meningkatkan kemandirian siswa
dan mengurangi ketergantungan pada guru. Sebagai contoh, Jika seorang guru
sedang mengerjakan menyikat gigi dengan siswanya, pertama-tama ia akan
membagi tugas menjadi beberapa langkah, mengerjakan langkah-langkah tersebut
secara individu dan kemudian bersama-sama (perlahan-lahan mengurangi
petunjuk dari serah terima menjadi tidak ada), kemudian mintalah siswa
mengerjakan menyikat gigi di lingkungan alaminya. Aspek lain dari instruksi
sistematis adalah umpan balik dari guru.

Penting bagi siswa untuk memahami apakah tanggapan mereka benar dan
salah. Kemudian guru perlu memberikan umpan balik kepada siswa tentang
pemahaman siswa terhadap tanggapan mereka. Jika siswa memberikan tanggapan
yang salah, guru perlu memberikan tanggapan yang benar kepada siswa (dan tidak
menarik perhatian pada tanggapan yang salah). Namun, jika siswa memberikan
tanggapan yang benar, Guru perlu memuji siswa atau memberinya penguat yang
disukai sehingga siswa tahu bahwa tanggapannya tepat atau benar. Pujian harus
spesifik untuk pelajaran atau keterampilan sehingga siswa membuat hubungannya
(Browder, 2001). Akhirnya, perlu dalam pengajaran sistematis bahwa guru juga
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggeneralisasi keterampilan
(gunakan dalam berbagai pengaturan atau dengan berbagai orang). Guru perlu
mempraktikkan keterampilan tersebut di luar kelas sehingga siswa memahami
cara lain keterampilan tersebut dalam pengajaran yang sistematis perlu bahwa
guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggeneralisasi
keterampilan (gunakan dalam berbagai pengaturan atau dengan berbagai orang).
9
Guru perlu mempraktikkan keterampilan tersebut di luar kelas sehingga siswa
memahami cara lain keterampilan tersebut dalam pengajaran yang sistematis
perlu bahwa guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menggeneralisasi keterampilan (gunakan dalam berbagai pengaturan atau dengan
berbagai orang).

Guru perlu mempraktikkan keterampilan tersebut di luar kelas sehingga


siswa memahami cara lain keterampilan tersebut digunakan (Browder, 2001).
Seperti yang ditunjukkan pada contoh, siswa perlu mengambil keterampilan
menggosok gigi dan menggunakannya di lingkungan dan waktu alami (pagi, di
rumah). Dengan demikian, siswa bergerak dalam urutan tertentu untuk
memperoleh pemahaman penuh tentang keterampilan: perolehan keterampilan,
kelancaran keterampilan, pemeliharaan keterampilan, generalisasi keterampilan.
Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan disabilitas signifikan atau
multipel memiliki kapasitas untuk mempelajari keterampilan hidup pribadi ini
(Browder & Cooper-Duffy, 2003). Bidang keterampilan fungsional lain di mana
siswa penyandang disabilitas ganda membutuhkan instruksi eksplisit adalah
keterampilan komunikasi dan sosial. Untuk mengajarkan keterampilan
komunikasi, guru perlu secara eksplisit mengajarkan "bentuk," isi, "dan" fungsi
"komunikasi dan menggeneralisasi informasi itu ke dalam interaksi dengan orang
yang berbeda (Browder & Ware, 2001). Selain itu, berkenaan dengan
keterampilan sosial, guru perlu secara eksplisit guru inisiasi sosial, respon sosial,
durasi interaksi, dan mengambil giliran (Browder & Ware, 2001). Misalnya,
seorang guru mungkin perlu mengerjakan salam / obrolan ringan dengan siswa
yang mencakup mendekati orang tersebut dengan tepat, Untuk mengajarkan
keterampilan komunikasi, guru perlu secara eksplisit mengajarkan "bentuk," isi,
"dan" fungsi "komunikasi dan menggeneralisasi informasi itu ke dalam interaksi
dengan orang yang berbeda (Browder & Ware, 2001).

Selain itu, terkait keterampilan sosial, guru perlu secara eksplisit guru
inisiasi sosial, respon sosial, durasi interaksi, dan pengambilan giliran (Browder
& Ware, 2001). Misalnya, seorang guru mungkin perlu bekerja keras salam /

10
obrolan ringan dengan siswa yang mencakup mendekati orang tersebut dengan
tepat, menyapa, menunggu jawaban, memberikan dan komentar tambahan seperti
"Apa kabar?", menunggu lagi tanggapan, dan kemudian mengetahui kapan harus
mengakhiri interaksi dan pergi. Siswa penyandang disabilitas ganda sering
mengalami kesulitan dalam bidang ini sehingga guru harus secara eksplisit
mengajarkan keterampilan ini agar siswa berhasil di sekolah dan bekerja. Seperti
yang telah dibahas sebelumnya, banyak siswa penyandang disabilitas ganda
dimasukkan dalam tatanan inklusif. Manfaat dari penempatan ini adalah
memungkinkan siswa penyandang disabilitas ganda memiliki akses ke
komunikasi dan pemodelan sebaya. Agar hal ini bermanfaat bagi siswa, mereka
perlu mempelajari komunikasi dan keterampilan sosial yang penting (Wolery &
Schuster,1997).

Keterampilan komunitas juga merupakan keterampilan fungsional penting


bagi siswa penyandang disabilitas ganda. Mengajar keterampilan komunitas
mempersiapkan siswa untuk menjadi bagian dari komunitas dan memahami apa
artinya. Pengajaran dalam keterampilan komunitas sering kali mencakup
pengajaran secara eksplisit dalam pengaturan komunitas tertentu, seperti bank,
toko, dan restoran (Browder & Cooper,2001). Keterampilan yang tercantum di
atas adalah semua keterampilan yang diajarkan di luar kelas kurikulum umum
tetapi mereka masih memenuhi standar pembelajaran yang ditetapkan untuk
kurikulum umum. Penting bagi siswa penyandang disabilitas ganda untuk
memiliki keterampilan membaca dan matematika, tetapi penting untuk membuat
keterampilan ini berfungsi bagi siswa. Para siswa mengerjakan matematika dan
membaca dalam pengaturan komunitas untuk membantu membuat informasi lebih
berguna bagi mereka dan membantu mereka menggeneralisasi informasi dalam
pengaturan yang berbeda. Melalui generalisasi matematika dan keterampilan
membaca ke masyarakat, siswa dapat menjadi lebih mandiri dan mandiri.
Membaca harus mencakup kata-kata penglihatan fungsional (toilet, label
makanan, hari, bulan, dll.) Dan kemampuan membaca untuk penggunaan
fungsional seperti membaca menu, daftar belanjaan, kalender, petunjuk arah, dan
surat kabar (Browder, 2001). Sementara keterampilan matematika harus
11
mencakup membayar barang, memberi tip di restoran, membuat perubahan yang
benar, dan mengisi kartu waktu.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anak tunaganda atau disabilitas ganda merupakan bagian dari


kelompok anak berkebutuhan khusus yang menderita lebih dari satu ketunaan
dalam segi jasmani, keindraan, mental, sosial, dan emosi, dimana mereka
membutuhkan pelayanan melebihi pendidikan khusus yang biasa untuk
mencapai perkembangan yang optimal. Disabilitas ganda mempunyai
kelainan lebih dari satu macam dengan ciri-ciri fisik seperti gangguan refleks,
gangguan perasaan kulit, gangguan fungsi sensoris, gangguan fungsi motorik,
gangguan fungsi metabolisme dan sistem endokrin, gangguan fungsi
gastrointestinal, gangguan fungsi sirkulasi udara, gangguan fungsi
pernapasan, dan gangguan pembentukan ekskresi urine.

Strategi pembelajaran untuk pesertadidik berkebutuhan khusus yang


dipersiapkan oleh guru di sekolah bertujuan agar peserta didik mampu
berinteraksi dengan lingkungan sosial. Strategi pembelajaran tersebut disusun
secara khusus melalui penggalian kemampuan diri peserta didik yang didasarkan
pada kurikulum berbasis kompetensi. Ada dua strategi pembelajaran utama untuk
siswa dengan disabilitas ganda (tidak termasuk tuli), strategi instruksional
pertama adalah pendekatan instruksi sistematis. Pendekatan instruksi sistematis
adalah pendekatan instruksional yang sangat populer untuk mengajar siswa
dengan disabilitas ganda. Yang kedua adalah pengajaran sistematis.

3.2 Saran

Strategi pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus terlebih untuk


disabilitas ganda lebih diperhatikan dan dikembangkan kembali. Karena siswa
disabilitas ganda membutuhkan pendidikan khusus dan pelayanan terkait agar
dapat mengembangkan segenap potensi yang dimiliki.

13
DAFTAR PUSTAKA

Sudrajat, A. (2008). Pengertian pendekatan, strategi, metode, teknik, taktik, dan


model pembelajaran. Online)(http://smacepiring. wordpress. com).

Anne Rudelic, Adrienne. (2012). An Analysis Of Teaching Methods For Childern


Who Are Deaf With Multiple Disabilities. Washington University School of Medicine.
file:///C:/Users/User/Downloads/An%20analysis%20of%20teaching%20methods%20for
%20children%20who%20are%20deaf%20with%20mu%20(1).pdf. Dikases tanggal 8
Oktober 2020.

14

Anda mungkin juga menyukai