Materi Ke-6 - 019&049 - 2018J ATR
Materi Ke-6 - 019&049 - 2018J ATR
Disusun Oleh:
Kelompok 6
SURABAYA
2020
1
KATA PENGANTAR
Rasa puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas
berkah rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Ortopedagogik
Anak Tunarungu dengan baik. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Drs. Wagino, M.
Pd. dosen mata kuliah Ortopedagogik Anak Tunarungu.
Makalah ini berisi tentang permasalahan dan faktor penyebabnya yang dimiliki guru
pengajar dalam mengajar siswa tunarungu dengan disabilitas ganda lainnya dan solusi dari
permasalahan tersebut, yang saat ini masih banyak ditemui di dunia pendidikan. Kami
berharap dengan adanya makalah ini dapat berguna dan bermanfaat dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan bagi para pembacanya.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan baik dari materi maupun bahasanya sehingga kami selaku penulis memohon
maaf atas segala kesalahan yang terdapat dalam makalah ini dan kami mohon kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah yang kami buat di masa yang akan datang.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………...……….5
3.2 Saran……………………………………………………………………….…….....5
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui keadaan guru tunarungu di lapangan
2. Mengetahui program yang ditawarkan pada guru tunarungu
3. Mengetahui ilmu pengetahuan praktik guru tunarungu
4. Mengetahui pentingnya pelatihan, layanan khusus, program pendidikan khusus dan
fakta pengetahuan guru tentang pemenuhan siswa tunarungu
2
BAB II
PEMBAHASAN
Mereka menemukan, 26% program tidak menawarkan salah satu dari tiga jenis
kursus, sementara 16% program menawarkan ketiganya. Jika hanya satu dari kursus yang
ditawarkan, maka itu adalah kursus intervensi akademik atau perilaku di luar pendidikan
tuna rungu (Borders & Bock, 2012).
Data ini menunjukkan bahwa guru tidak dipersiapkan atau dididik secara profesional
untuk mengajar siswa penyandang disabilitas lain selain gangguan pendengaran atau
untuk mengelola perilaku mereka. Kurangnya informasi dan pelatihan ini membuat para
guru kurang siap untuk mengajar siswa ketika mereka memasuki kelas.
3
inisiasi teman sebaya, dan pelatihan perhatian bersama. Para guru yang biasa melakukan
intervensi berfikir bahwa intervensi sebelumnya akan efektif untuk siswa, tetapi
intervensi perilaku dan lain-lain, seperti perhatian bersama, tidak akan efektif (Borders &
Bock, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan dalam praktik berbasis bukti dan
pengaruhnya terhadap siswa penyandang disabilitas yang dimiliki oleh guru sangat
kurang.
2.4 Pentingnya Pelatihan, Layanan Khusus, Program Pendidikan Khusus dan Fakta
Pengetahuan Guru Tentang Pemenuhan Siswa Tunarungu
Karena kurang siap dan kurang terlatihnya guru pendidikan tunarungu dalam bekerja
dan mengajar siswa tunarungu dengan penyandang disabilitas lainnya termasuk
disabilitas fisik, maka pelatihan dan layanan khusus diperlukan untuk melakukan
pembelajaran dan melayani mereka dengan tepat.
Di sisi lain, jika siswa tersebut tidak dapat dilayani dalam program pendidikan
tunarungu, oleh guru tunarungu, maka mereka akan dilayani dalam program pendidikan
khusus. Program pendidikan khusus akan disediakan oleh guru pendidikan khusus yang
tidak memiliki keahlian atau pelatihan dalam gangguan pendengaran karena tidak dapat
memenuhi kebutuhan khusus tersebut.
Meskipun guru pendidikan luar biasa sering mempelajari berbagai macam kecacatan
dalam program pendidikan mereka, gangguan pendengaran bukan merupakan prioritas
utama, karena rendahnya insiden disabilitas. Karena faktanya, sertifikasi guru Missouri
untuk kecacatan lintas kategori ringan atau sedang tidak mencakup sertifikasi pada
tunarungu dan tuli (Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah, nd). Kursus permulaan
untuk sertifikasi ini, seperti Pengantar Pendidikan Luar Biasa, sering kali memberikan
gambaran singkat tentang semua disabilitas sehingga pengetahuan pra-guru tentang
ketulian atau gangguan pendengaran menjadi minimal. Sejumlah kecil informasi ini tidak
membuat para guru siap untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan gangguan
pendengaran (Jones & Jones, 2003).
4
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Guru tidak dipersiapkan atau dididik secara profesional untuk mengajar siswa
penyandang disabilitas lain selain gangguan pendengaran atau untuk mengelola perilaku
mereka. Kurangnya informasi dan pelatihan ini membuat para guru kurang siap untuk
mengajar siswa ketika mereka memasuki kelas.
Guru tunarungu tidak terbiasa dengan banyak praktik, termasuk minat khusus,
keakraban stimulus, pembelajaran tanpa kesalahan, pelatihan percobaan diskrit, pelatihan
toilet perilaku, pembentukan, pelatihan generalisasi, pelatihan inisiasi teman sebaya, dan
pelatihan perhatian bersama. Para guru yang biasa melakukan intervensi berfikir bahwa
intervensi sebelumnya akan efektif untuk siswa, tetapi intervensi perilaku dan lain-lain,
seperti perhatian bersama, tidak akan efektif (Borders & Bock, 2012).
Jika siswa tidak dapat dilayani dalam program pendidikan tunarungu, oleh guru
tunarungu, maka mereka akan dilayani dalam program pendidikan khusus. Program
pendidikan khusus akan disediakan oleh guru pendidikan khusus yang tidak memiliki
keahlian atau pelatihan dalam gangguan pendengaran karena tidak dapat memenuhi
kebutuhan khusus tersebut.
3.2 Saran
Sebagai Guru Anak Tunarungu kita harus memiliki keahlian dengan mengikuti
pelatihan pelatihan seorang pengajar yang profesional. guru harus dipersiapkan atau
dididik secara profesional untuk mengajar siswa penyandang disabilitas lain selain
gangguan pendengaran atau untuk mengelola perilaku mereka.
5
DAFTAR PUSTAKA
Rudelic, Adrienne A. 2012. An Analysis of Teaching Methods for Children Who Are Deaf
With Multiple Disabilities. Washington University School of Medicien.