Anda di halaman 1dari 9

PENGAJAR PROFESIONAL

(UNTUK SISWA TUNARUNGU DENGAN DISABILITAS GANDA)

Untuk memenuhi tugas matakuliah Ortopedagogik Anak Tunarungu

Dosen Pengampu : Drs. Wagino, M. Pd.

Disusun Oleh:

Kelompok 6

Mega Sasa Dela (18010044019)

Rifcha Annisa (18010044049)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

SURABAYA

2020

1
KATA PENGANTAR

Rasa puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas
berkah rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Ortopedagogik
Anak Tunarungu dengan baik. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Drs. Wagino, M.
Pd. dosen mata kuliah Ortopedagogik Anak Tunarungu.

Makalah ini berisi tentang permasalahan dan faktor penyebabnya yang dimiliki guru
pengajar dalam mengajar siswa tunarungu dengan disabilitas ganda lainnya dan solusi dari
permasalahan tersebut, yang saat ini masih banyak ditemui di dunia pendidikan. Kami
berharap dengan adanya makalah ini dapat berguna dan bermanfaat dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan bagi para pembacanya.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan baik dari materi maupun bahasanya sehingga kami selaku penulis memohon
maaf atas segala kesalahan yang terdapat dalam makalah ini dan kami mohon kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah yang kami buat di masa yang akan datang.

Surabaya, 12 Oktober 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………….1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………....1
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Keadaan Guru Tunarungu di Lapangan………………...…………………………...3


2.2 Faktor Program yang Ditawarkan……………………………………………….......3
2.3 Faktor Pengetahuan Praktik…………………………………………………………3
2.4 Pentingnya Pelatihan, Layanan Khusus, Program Pendidikan Khusus dan Fakta
Pengetahuan Guru Tentang Pemenuhan Siswa Tunarungu…………………………4

BAB III PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………...……….5
3.2 Saran……………………………………………………………………….…….....5

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini, dunia pendidikan sedang gencar-gencarnya mewujudkan sekolah inklusi,
dimana dalam satu sekolah umum terdapat siswa regular dan siswa berkebutuhan khusus
dan belajar dalam satu kelas secara bersama-sama. Selain itu, guru-guru bagi siswa
berkebutuhan khusus juga sering kali mengikuti kegiatan pelatihan-pelatihan dengan
materi yang berisi tentang kebutuhan siswa berkebutuhan khusus dalam memenuhi
kebutuhan pendidikannya. Namun faktanya, masih banyak guru yang belum memahami
secara keseluruhan bagaimana pembelajaran yang baik bagi anak berkebutuhan khusus
dan bagaimana cara menyelesaikan permasalahan yang dimiliki anak berkebutuhan
khusus di sekolah.
Salah satu anak berkebutuhan khusus yang memiliki permasalahan dan kesulitan
dalam hal akademik di sekolah adalah anak tunarungu. Anak tunarungu merupakan anak
yang mengalami gangguan pada fungsi pendengarannya baik sementara atau permanen
yang menyebabkan terhambatnya perkembangan bicara dan bahasa. Pengelompokkan
klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat kehilangan pendengarannya, terdiri atas: 1)
Sangat ringan 25dB-40dB; 2) Ringan 41dB-55dB; 3) Sedang 56dB-70dB; 4) Berat 71dB-
90dB; 5) Sangat berat 91dB-lebih (Heri Purwanto, 1998:7). Hal inilah yang membuat
guru hanya melakukan hal yang sama pada semua klasifikasi pengelompokannya dalam
melakukan pembelajaran di dalam kelas yang disesuaikan dengan kebutuhan anak
tunarungu.
Kondisi ini juga diperkuat apabila anak tunarungu dilengkapi dengan disabilitas lain
yang menjadikan anak tunarugu sebagai penyandang disabilitas ganda, misalnya
disabilitas fisik. Guru akan kebingungan dan kesulitan dalam bekerja dan mengajar anak
tunarungu saat proses pembelajaran di kelas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana keadaan guru tunarungu di lapangan?
2. Bagaimana program yang ditawarkan pada guru tunarungu?
3. Bagaimana pengetahuan praktik guru tunarungu?
4. Seberapa penting pelatihan, layanan khusus, program pendidikan khusus dan fakta
pengetahuan guru tentang pemenuhan siswa tunarungu?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui keadaan guru tunarungu di lapangan
2. Mengetahui program yang ditawarkan pada guru tunarungu
3. Mengetahui ilmu pengetahuan praktik guru tunarungu
4. Mengetahui pentingnya pelatihan, layanan khusus, program pendidikan khusus dan
fakta pengetahuan guru tentang pemenuhan siswa tunarungu

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Keadaan Guru Tunarungu di Lapangan


Fakta di lapangan mengungkapkan bahwa, guru mengalami kesulitan dalam
menghadapi siswa tunarungu ganda dengan disabilitas lain. Hal ini disebabkan karena
sedikitnya informasi yang dimasukkan dan dibahas secara mendalam tentang siswa
penyandang disabilitas lain dalam program persiapan untuk guru tunarungu.

2.2 Faktor Program yang Ditawarkan


Dibuktikan juga oleh studi yang dilakukan oleh Borders dan Bock (2012) dengan
mengevaluasi 42 program persiapan guru untuk siswa tunarungu atau tuli. Analisis awal
menunjukkan bahwa :
a. 26% program menawarkan kursus dalam manajemen perilaku
b. 30% menawarkan kursus tentang disabilitas tambahan, dan
c. 69% menawarkan kursus intervensi akademik atau perilaku di luar pendidikan
tunarungu.

Mereka menemukan, 26% program tidak menawarkan salah satu dari tiga jenis
kursus, sementara 16% program menawarkan ketiganya. Jika hanya satu dari kursus yang
ditawarkan, maka itu adalah kursus intervensi akademik atau perilaku di luar pendidikan
tuna rungu (Borders & Bock, 2012).
Data ini menunjukkan bahwa guru tidak dipersiapkan atau dididik secara profesional
untuk mengajar siswa penyandang disabilitas lain selain gangguan pendengaran atau
untuk mengelola perilaku mereka. Kurangnya informasi dan pelatihan ini membuat para
guru kurang siap untuk mengajar siswa ketika mereka memasuki kelas.

2.3 Faktor Pengetahuan Praktik


Dalam studi lain, Borders dan Bock (2012) juga melakukan survei terhadap guru
tunarungu dan keakraban mereka tentang praktik berbasis bukti, yang disebutkan dalam
Laporan Standar Nasional (2009). Dari survey tersebut, ditemukan hasil secara
keseluruhan bahwa hampir 50% guru tunarungu tidak terbiasa dengan banyak praktik,
termasuk minat khusus, keakraban stimulus, pembelajaran tanpa kesalahan, pelatihan
percobaan diskrit, pelatihan toilet perilaku, pembentukan, pelatihan generalisasi, pelatihan

3
inisiasi teman sebaya, dan pelatihan perhatian bersama. Para guru yang biasa melakukan
intervensi berfikir bahwa intervensi sebelumnya akan efektif untuk siswa, tetapi
intervensi perilaku dan lain-lain, seperti perhatian bersama, tidak akan efektif (Borders &
Bock, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan dalam praktik berbasis bukti dan
pengaruhnya terhadap siswa penyandang disabilitas yang dimiliki oleh guru sangat
kurang.

2.4 Pentingnya Pelatihan, Layanan Khusus, Program Pendidikan Khusus dan Fakta
Pengetahuan Guru Tentang Pemenuhan Siswa Tunarungu
Karena kurang siap dan kurang terlatihnya guru pendidikan tunarungu dalam bekerja
dan mengajar siswa tunarungu dengan penyandang disabilitas lainnya termasuk
disabilitas fisik, maka pelatihan dan layanan khusus diperlukan untuk melakukan
pembelajaran dan melayani mereka dengan tepat.
Di sisi lain, jika siswa tersebut tidak dapat dilayani dalam program pendidikan
tunarungu, oleh guru tunarungu, maka mereka akan dilayani dalam program pendidikan
khusus. Program pendidikan khusus akan disediakan oleh guru pendidikan khusus yang
tidak memiliki keahlian atau pelatihan dalam gangguan pendengaran karena tidak dapat
memenuhi kebutuhan khusus tersebut.
Meskipun guru pendidikan luar biasa sering mempelajari berbagai macam kecacatan
dalam program pendidikan mereka, gangguan pendengaran bukan merupakan prioritas
utama, karena rendahnya insiden disabilitas. Karena faktanya, sertifikasi guru Missouri
untuk kecacatan lintas kategori ringan atau sedang tidak mencakup sertifikasi pada
tunarungu dan tuli (Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah, nd). Kursus permulaan
untuk sertifikasi ini, seperti Pengantar Pendidikan Luar Biasa, sering kali memberikan
gambaran singkat tentang semua disabilitas sehingga pengetahuan pra-guru tentang
ketulian atau gangguan pendengaran menjadi minimal. Sejumlah kecil informasi ini tidak
membuat para guru siap untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan gangguan
pendengaran (Jones & Jones, 2003).

4
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Guru tidak dipersiapkan atau dididik secara profesional untuk mengajar siswa
penyandang disabilitas lain selain gangguan pendengaran atau untuk mengelola perilaku
mereka. Kurangnya informasi dan pelatihan ini membuat para guru kurang siap untuk
mengajar siswa ketika mereka memasuki kelas.
Guru tunarungu tidak terbiasa dengan banyak praktik, termasuk minat khusus,
keakraban stimulus, pembelajaran tanpa kesalahan, pelatihan percobaan diskrit, pelatihan
toilet perilaku, pembentukan, pelatihan generalisasi, pelatihan inisiasi teman sebaya, dan
pelatihan perhatian bersama. Para guru yang biasa melakukan intervensi berfikir bahwa
intervensi sebelumnya akan efektif untuk siswa, tetapi intervensi perilaku dan lain-lain,
seperti perhatian bersama, tidak akan efektif (Borders & Bock, 2012).
Jika siswa tidak dapat dilayani dalam program pendidikan tunarungu, oleh guru
tunarungu, maka mereka akan dilayani dalam program pendidikan khusus. Program
pendidikan khusus akan disediakan oleh guru pendidikan khusus yang tidak memiliki
keahlian atau pelatihan dalam gangguan pendengaran karena tidak dapat memenuhi
kebutuhan khusus tersebut.

3.2 Saran
Sebagai Guru Anak Tunarungu kita harus memiliki keahlian dengan mengikuti
pelatihan pelatihan seorang pengajar yang profesional. guru harus dipersiapkan atau
dididik secara profesional untuk mengajar siswa penyandang disabilitas lain selain
gangguan pendengaran atau untuk mengelola perilaku mereka.

5
DAFTAR PUSTAKA

Rudelic, Adrienne A. 2012. An Analysis of Teaching Methods for Children Who Are Deaf
With Multiple Disabilities. Washington University School of Medicien.

Anda mungkin juga menyukai