Anda di halaman 1dari 6

Nama : Muhamad Agung Purwanto

NIM : 34403519047

Kelas : 2A

Mata Kuliah : Keperawatan Perioperatif

Aspek Legal Dan Etik Keperawatan Perioperatif

1. Pengertian
Menurut kamus Webster, etik merupakan suatu ilmu yang mempelajari
tentang apa yang baik dan buruk secara moral. Etika berasal dari bahasa
Yunani “etos” yanag berarti adat kebiasaan. Berkaitan dengan benar tidak
suatu perubahan menurut KBBI, etika memiliki 3 pengertian :
a. Ilmu tentang yang baik dan buruk, serta ada kewajiban moral.
b. Kumpulan asa atau nilai yang berkenan dengan akhlak.
c. Nilai tentang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Jadi, etika adalah suatu adat kebiasaan atau akhlak tentang baik dan buruk
nya perilaku, watak, sikap dan cara berpikir seseorang.
Sedangkan etika dalam keperawatan adalah perilaku, akhlak dan sikap
perawat dalam bekerja serta sifat atau perilaku manusiawi yang dimilikinya.
Etika dalam hal bekerja yaitu respon terhadap tuntutan profesi serta
memenuhi standar yang di harapkan. Sedangkan sifat atau perilaku
manusiawi yaitu karena profesi tersebut berhubungan dengan
individu/masyarakat yang harus dilayani.
Etik keperawatan perioperatif adalah nilai-nilai atau norma tentang sekap,
perilaku dan budaya yang baik serta telah disepakati oleh masing-masing
kelompok profesi kamar operasi.
Ada 6 prinsip etis utama yang berlaku dalam pengambilan keputusan
perawatan kesehatan :
a. Otonomi
b. Benefisiense
c. Kesetiaan
d. Keadilan
e. Non-malefisiense
f. Kejujuran
2. Ruang Lingkup
a. Persetujuan Operasi
Persetujuan operasi ini sering disebut dengan inform consent.
Informed consent adalah hal yang sangat penting terkait dengan aspek
hukum, tanggung jawab dan tanggung gugat. Informed consent adalah
pernyataan persetujuan (consent) atau izin dari seseorang (pasien) yang
diberikan dengan bebeas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang
tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien sesudah
mendapatkan informasi yang cukup tentang tindakan kedokteran.
1) Setiap tindakan pembedahan kecil, sedang, maupun besar harus ada
persetujuan operasi secara tertulis. Persetujuan operasi ini
berdasarkan katentuan Permenkes No. 585/MEN.KES/PER/1989,
Perihal : Persetujuan Tindakan Medis.
2) Persetujuan operasi diperoleh dari pasien/keluarga yang
bersangkutan atau perwalian yang sah menurut hukum. Ijin bedah
dapat diperoleh dari pasien yang bersangkutan, keluarga, atau
perwalian yang sah menurut hukum.
3) Dalam keadaan emergency pasien tidak sadar, tidak ada
keluarga/perwalian persetujuan operasi dapat diberikan oleh direktur
RS yang bersangkutan/pejabat yang berwenang.
4) Pasien harus dapat informasi yang lengkap dan jelas tentang
prosedur tindakan pembedahan yang akan dilakukan serta akibatnya.
5) Persetujuan operasi merupakan dasar pertanggungjawaban yang sah
bagi dokter kepada pasien/keluarga/wali.
6) Persetujuam operasi harus disimpan dalam berkas dokumen
pasien/rekam medis.
b. Tata Tertib Kamar Operasi
Tata tertib kamar operasi disusun dengan tujuan agar semua
petugas dan anggota tim bedah memahami dan mentaati ketentuan-
ketentuan yang berlaku sehingga program operasi yang direncanakan
dapat berjalan dengan lancar. Tata tertib yang perlu ditaati antara lain :
1) Semua orang yang masuk kamar operasi, tanpa kecuali wajib
memakai baju khusus sesuai dengan ketentuan.
2) Semua petugas memahami tentang adanya ketentuan pembagian area
kamar operasi dengan segala konsekuensinya dan memahami
ketentuan tersebut.
3) Setiap petugas harus memahami dan melaksanakan teknik aseptik
sesuau dengan peran dan fungsinya.
4) Semua anggota tim harus melaksanakan jadwal harian operasi yang
telah dijadwalkan oleh perawat kepala kamar operasi.
5) Perubahan jadwal operasi harian yang dilakukan atas indikasi
kebutuhan dan kondisi pasien harus ada persetujuan antara ahli
bedah dan perawat kepala kamar operasi.
c. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu aspek dari suatu
proses akhir dalam perioperatif yang mencerminkan pertanggungjawaban
dari tim bedah dalam pelaksanaan pembedahan kepada
pasien/masyarakat dan rumah sakit.
1) Asuhan keperawatan
2) Registrasi pasien kamar bedah
3) Pemakaian obat-obatan, harus ditulis dengan lengkap dan jelas di
formulir yang telah tersedia
4) Peristiwa/kejadian luar biasa harus segera dilaporkan sesuai dengan
sistem yang berlaku
5) Catatan kegiatan rutin
6) Catatan pengiriman bahan pemeriksaan laboratorium harus ditulis
lengkap, jelas dan singkat pada formulir yang telah tersedia
7) Laporan operasi harus ditulis lengkap, jelas dan singkat oleh ahli
bedah/operator
8) Laporan operasi harus ditulis lengkap,jelas dan singkat olrh dokter
ahli anastesi/perawat anastesi.
d. Keselamatan dan Keamanan Kerja
1) Keselamatan dan keamanan pasien
2) Keselamatan dan keamanan petugas
3) Keselamatan dan keamanan alat-alat
4) Program jaminan mutu.
3. Aspek Legal Keperawatan Perioperatif
Legal aspek kamar bedah adalah peraturan hukum yang berlaku di dalam
kamar bedah yang mencakup hak dan kewajiban serta tanggung gugat yang
terkait dengan praktik keperawatan di dalam tindakan pembedahan, baik itu
perawat asisten, perawat instrumen dan perawat sirkuler. Aspek legal tersebut
tertulis dalam Undang-Undang RI Nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan
pada pasal 29 sampai pasal 35 yang menjelaskan mengenai tugas dan
tanggung jawab perawat anatara lain :
a. Pasal 29
1) Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, perawat bertugas
sebagai :
a) Pemberi Asuhan Keperawatan
b) Penyuluh dan konseler bagi klien
c) Pengelola pelayanan keperawatan
d) Peneliti keperawatan
e) Pelaksana tugas berdasarkan pelimapahan wewenang
f) Pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
b. Pasal 30
1) Bertugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya
kesehatan perorangan.
2) Bertugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya
kesehatan masyarakat.
c. Pasal 31
1) Bertugas sebagai penyuluh dan konselor bagi klien.
2) Bertugas sebagai pengelola Pelayanan Keperawatan.
3) Bertugas sebagai peneliti Keperawatan.
d. Pasal 32
1) Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf e hanya dapat diberikan
secara tertulis oleh tenaga medis kepada perawat untuk melakukan
suatu tindakan medis dan melakukan evaluasi pelaksanaannya.
2) Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara delegatif atau mandat.
3) Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu
tindakan medis diberilan oleh tenaga medis kepada perawat dengan
disertai pelimpahan tanggung jawab.
4) Pelimpaha wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) hanya dapat diberikan kepada perawat profesi atau perawat
vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang diperlukan.
5) Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh tenaga medis
kepada perawat untuk melakukan suatu tindakan medis di bawah
pengawasan.
6) Tanggung jawab atas tindakan medis pada pelimpahan wewenang
mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berapada pada pemberi
pelimpahan wewenang.
e. Pasal 33
1) Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf f merupakan penugasan
Pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan tidak adanya tenaga
medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat Perawat
bertugas.
2) Keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian
disuatu wilayah tempat Perawat bertugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
setempat.
3) Pelaksanaan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan
kompetensi Perawat.
4) Dalam melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perawat berwenang :
a) melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak
terdapat tenaga medis
b) merujuk pasien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan.
c) melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal
tidak terdapat tenaga kefarmasian.
f. Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan wewenang Perawat
diatur dengan Peraturan Menteri.
g. Pasal 35
1) Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama,
Perawat dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai
dengan kompetensinya.
2) Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
untuk menyelamatkan nyawa Klien dan mencegah kecacatan lebih
lanjut.
3) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
keadaan yang mengancam nyawa atau kecacatan Klien.
4) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Perawat sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai keadaan darurat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Anda mungkin juga menyukai