Anda di halaman 1dari 21

Tugas perkulihan 3

Nama : Muhamad Agung Purwanto

Nim : 34403519047

Kelas : 2A

Mata kuliah : Pengkajian kesehatan

Dosen : Asep Solihat Ners.,M.Kep

Tanggal : 17 September 2020

A.Definisi, tanda dan gejala beserta pengkajian diagnostik

a.Pneumonia

Pneumonia adalah kondisi di mana seseorang mengalami infeksi yang terjadi pada kantung-
kantung udara dalam paru-paru orang tersebut. Infeksi yang ditimbulkan pneumonia bisa
terjadi pada salah satu sisi paru-paru maupun keduanya. Kantung udara yang terinfeksi
tersebut akan terisi oleh cairan maupun pus (dahak purulen). Infeksi virus, bakteri, ataupun
jamur adalah penyebab utama pneumonia. Pneumonia lebih dikenal sebagai paru-paru
basah di Indonesia.Penyakit ini bukan hanya dapat menimpa orang dewasa, melainkan juga
terjadi pada anak-anak, hingga bayi yang baru lahir.

Gejala Pneumonia

Indikasi dan juga gejala ringan dari pneumonia umumnya menyerupai gejala flu, seperti
demam dan batuk. Gejala tersebut memiliki durasi yng lebih lama bila dibandingkan flu
biasa. Jika dibiarkan dan tidak diberikan penanganan, gejala yang berat dapat muncul,
seperti:

● Nyeri dada pada saat bernapas atau batuk.

● Batuk berdahak.

● Mudah lelah.

● Demam dan menggigil.

● Mual dan muntah.


● Sesak napas.

● Gangguan pada kesadaran (terutama pada pengidap yang berusia >65 tahun).

● Pada pengidap yang berusia >65 tahun dan punya gangguan sistem imun, umumnya
mengalami hipotermia.

Pengkajian Keperawatan Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data


secara subjektif (data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa dan
data objektif (data hasil pengukuran atau observasi). Menurut Nurarif (2015), pengkajian
yang harus dilakukan adalah :

a. Indentitas: Nama, usia, jenis kelamin,

b. Riwayat sakit dan kesehatan

1) Keluhan utama: pasien mengeluh batuk dan sesak napas.

2) Riwayat penyakit sekarang: pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi
selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mukus purulen kekuning-
kuningan, kehijauhiajuan, kecokelatan atau kemerahan, dan serring kali berbau busuk.
Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil (onset mungkin tiba-tiba
dan berbahaya). Adanya keluhan nyeri dada pleuritits, sesak napas, peningkatan frekuensi
pernapasan, dan nyeri kepala.

3) Riwayat penyakit dahulu: dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit seperti ISPA,
TBC paru, trauma. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisi.

4) Riwayat penyakit keluarga: dikaji apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab pneumoni seperti Ca paru, asma, TB
paru dan lain sebagainya.

5) Riwayat alergi: dikaji apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap beberapa oba,
makanan, udara, debu.

c. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum: tampak lemas, sesak napas

2) Kesadaran: tergantung tingkat keprahan penyakit, bisa somnolen 13

3) Tanda-tand vital: - TD: biasanya normal - Nadi: takikardi - RR: takipneu, dipsneu,
napas dangkal - Suhu: hipertermi
4) Kepala: tidak ada kelainan Mata: konjungtiva nisa anemis

5) Hidung: jika sesak, ada pernapasan cuping hidung Paru:

- Inspeksi: pengembangan paru berat dan tidak simetris, ada penggunaan otot bantu napas

- Palpasi: adanya nyeri tekan, peningkatan vocal fremitus pada daerah yang terkena.

- Perkusi: pekak bila ada cairan, normalnya timpani

- Auskultasi: bisa terdengar ronchi.

6) Jantung: jika tidak ada kelainan, maka tidak ada gangguan

7) Ekstremitas: sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi, kelemahan

B.empisema toraksis

Emfisema adalah penyakit kronis akibat kerusakan kantong udara atau alveolus pada paru-
paru. Seiring waktu, kerusakan kantong udara semakin parah sehingga membentuk satu
kantong besar dari beberapa kantong kecil yang pecah. Akibatnya, luas area permukaan
paru-paru menjadi berkurang yang menyebabkan kadar oksigen yang mencapai aliran darah
menurun. Kondisi ini juga membuat paru-paru membesar secara perlahan akibat udara yang
terperangkap di dalam kantong dan sulit dikeluarkan

Gejala Emfisema
Penyakit emfisema bisa tidak menimbulkan gejala. Bila timbul gejala, keluhan yang
dirasakan dapat muncul secara bertahap, antara lain:

● Napas menjadi pendek


● Batuk.
● Cepat lelah
● Penurunan berat badan
● Jantung berdebar
● Bibir dan kuku menjadi biru
● Depresi

Kunci dari settiap teknik pengkajian ini adalah untuk mengembangkan pendekatan yang
sistematik, teknik yang paling tepat yaitu jika pengkajian dimula dari kepala lalu ke tubuh
bagian bawah. Kemudian hal yang perlu disiapakan dan diperhatikan oleh perawat ada pada
saat pengkajian antara lain yatu : peralatan yang diperlukan, cuci tangan sebelum
melakukan prosedur, siapkan pasien, pastikan lingkungan yang kondusif, jaga privasi
pasien, pemeriksaan harus efektif dan efisien bagi perawat dan pasien, dan gunakan
universal precaution. Berikut merupakan cara-cara yang digunakan dalam pemeriksaan
fisik paru menurut George Lawry (2015 : 81) sebagai berikut :

1. Inspeksi

a. Pemeriksaan dada dimulai dari thoraks posterior, klien pada posisi duduk.

b. Dada di observasi dengan membandingkan satu sisi dengan sisi yang lainnya.

c. Tindakan dilakukan dari atas(apex) sampai ke bawah.

d. Inspeksi thoraks posterior terhadap warna kulit dan kondisinya, skar, lesi, massa,
gangguan tulang belakang seperti : kiposis, skoliosis, dan lordosis.

e. Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.

f. Observasi tipe pernapasan, seperti : pernapasan hidung atau pernapasan diafragma, dan
penggunaan otot bantu pernapasan.

g. Saat mengobservasi respirasi, catat durasi, dari fase inspirasi (I) dan fase ekspirasi (E).
Ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya
obstruksi jalan napas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow
Limitation(CAL)/COPD.

h. Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter antero posterior (AP) dengan diameter
lateral/transversal(T). Ratio ini normalnya berkisar 1:2 sampai 5:7, tergantung dari cairan
tubuh klien.

i. Kelainan pada bentuk dada: 1) Barrel Chest Timbul akibat terjadinya overinflation paru.
Terjadi peningkatan diameter AP : T (1 :1), sering terjadi pada klien emfisema.2) Funnel
Chest (FectusExcavatium).

Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum. Hal ini akan menekan jantung
dan pembuluh darah besar, yang mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada
ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.

3) Pigeon Chest (Pectus Carinatum) Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum
dimana terjadi peningkatan diameter AP. Timbul pada klien dengan kiposkoliosis berat.
4) Kiposkoliosis Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan mengganggu
pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan osteoporosis dan kelainan
muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thoraks.

j. Kelianan bentuk tulang belakang:

1) Kiposis Meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis menyebabkan


klien tampak bongkok.

2) Skoliosis Melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi vertebral. k.


Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan dada atau tidak adekuatnya
ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura. l. Observasi retraksi
abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan
napas.

2. Palpasi

Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan observasi abnormalitas,


mengindentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi). Palpasi
thorak untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti : massa, lesi,
bengkak. Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri. Vocal premitus :
getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.

a. Leher Trakea yang normal dalam garis lurus di antara otot sternokleidomastoideus pada
leher dengan mudah digerakkan serta dengan mudah kembali ke posisi garis tengah setelah
di geser. Massa dada, goiter, atau cidera akut dapat mengubah posisi trakea, selain itu pada
efusi pleura selalu membuat deviasi trakea ke sisi jauh dari yang sakit sementara aelektasis,
trakea sering tertarik ke bagian yang sakit.

b. Dada 1) Vocal fremitus adalah vibrasi yang dirasakan ketika pasien mengatakan “77”
(tujuh pulih tujuh). Vibrasi normal bila terasa di atas batang bronkus utama. Bila teraba
diatas perifer paru, hal ini menunjukkan konsulidasi sekresi atau efusi pleura ringan sampai
sedang.

2) Fremitus ronkhi adalah vibrasi yang teraba di atas sekresi dan sekresi dan kongesti pada
bronkus atau trakea.

3) Emfisema subkutan menyebabkan krepitasi di atas daerah yang terkena. Bila di


auskultasi, juga terdengar crackles. Hal ini dapat berpindah kedaerah yang berbeda
tergantung pada posisi pasien. Kebocoran udara dari suatu pneumothoraks atau
pneumomediastium ke dalam jaringan subkutan menyebabkan emfisema subkutan.
3. Perkusi Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada
disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Jenis suara perkusi :

a. Suara perkusi normal: Resonan (sonor): bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan
paru normal. Dullness : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru. Timphany : musikal,
dihasilkan di atas perut yang berisi udara. 14

b. Suara perkusi abnormal Hipperresonan : bergaung lebih rendah dibandingkan dengan


resonan dan timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara . Flatness : sangat dullness
dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi. Dapat didengar oleh perkusi daerah paha, dimana
area seluruhnya berisi jaringan.

4. Auskultasi Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan


suara napas normal, suara tambahan (abnormal), dan suara . suara napas normal dihasilkan
dari getaran udara ketika melalui jalan napas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.

a. Suara napas normal :

1) Bronchial : sering disebut juga dengan “tubular sound” karena suara ini dihasilkan oleh
udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras, nyaring, dengan hembusan
yang lembut, fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diatara
dua fase tersebut. Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.

2) Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara napas bronchial dan vesikular.


Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang
dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh
dinding dada.

3) Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang
dari ekspirasi , ekspirasi terdengar seperti tiupan.

b. Suara napas tambahan :

1) Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara nyaring,
musikal,suara terus menerus yang berhubungan dengan aliran udara dengan melalui jalan
napas yang menyempit.

2) Ronchi : terdngar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara terdengan perlahan,
nyaring, suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan sekresi kental dan
peningkatan produksi sputum. 15
3) Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara : kasar,
berciut, suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah pleura. Sering kali klien
juga mengalami nyeri saat bernapas dalam.

4) Crackles : setap fase lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara meletup,
terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau bronchiolus. Suara
seperti rambut yang digesekkan. Coarse crackles : lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter
suara lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat terdapatrnya cairan atau sekresi pada
jalan napas yang besar. Mungkin akan berubah ketika klien batuk.

C.BRONKITIS AKUT

 Ini merupakan  jenis bronkitis yang bisa menyebabkan pengidapnya mengalami gejala
hingga dua atau tiga minggu. Bronkitis jenis ini adalah gangguan infeksi sistem pernapasan
yang cukup umum terjadi. Korban yang paling sering terserang penyakit ini adalah anak-
anak dengan usia di bawah 5 tahun.

Gejala Bronkitis akut

● Batuk disertai lendir berwarna kuning keabu-abuan atau hijau.

● Sakit tenggorokan.

● Sesak napas.

● Hidung beringus atau tersumbat.

● Sakit atau rasa tidak nyaman pada dada.

● Kelelahan.

● Demam ringan.

Pengkajian mengenai nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tinggal, adanya riwayat
alergi pada keluarga, adanya riwayat asma pada saat anak-anak. Hal ini yang perlu dikaji
dari identitas klien adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi
kesehatan, dan diagnosa medis perlu dilakukan pada klien dengan Bronkitis.

1) Keluhan utama pada Bronkitis adalah dispnea, klien biasanya mempunyai riwayat
merokok dan riwayat batuk kronik.

2) Riwayat Penyakit Saat Ini Klien dengan Bronkitis datang mancari pertolongan dengan
keluhan sesak nafas, susah untuk bernafas, batuk. Suara nafas ngkrok-ngkrok diikuti
adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, tidak nafsu makan, berat badan
menurun serta kelemahan 17

3) Riwayat penyakit Dahulu Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti
adanya infeksi saluran pernafasan atas, bronkitis kronik, asma bronkhial, emfisema, batuk
kronis, dan alergi

4) Riwayat Penyakit Keluarga Pada klien dengan Bronkitis perlu dikaji adanya keluarga
yang mempunyai riwayat alergi 2.3.1.2 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Perawat perlu
mengkaji kesadaran klien, adanya dispnea, riwayat merokok, riwayat batuk kronis, adanya
faktor pencetus eksaserbasi yang meliputi alergen, stres emosional, peningkatan aktivitas
fisik yang berlebihan, riwayat asma saat anak-anak, terpapar dengan polusi udara, infeksi
saluran pernafasan, tidak adanya nafsu makan, penurunan berat badan, serta kelemhan.
Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien.

1) B1 (Breathing) Pada pemeriksaan fisik B1 dapat kita lihat klien dengan Bronkitis,
terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, serta penggunaan otot bantu
nafas (sternokloidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat klien mempunyai
bentuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas
dengan bibir yang dirapatkan, dan pernafasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap
lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktivitas bahkan pada saat aktivitas kehidupan sehari-
hari seperti makan 18 dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen
disertai dengan demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan,
kemudian pada palpasi dengan klien bronkitis terdapat vocal fremitus biasanya normal
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
mendatar/menurun, sedangkan pada Auskultasi Sering didapatkan adanya bunyi nafas
ronchi dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruksi pada bronkhiolus

2) B2 (Blood) Pada pasien dengan Bronkitis terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi),
takikardia, disritmia, pulsus paradoksus, didapatkan kadar oksigen yang rendah
(hipoksemia), distensi vena jugularis, vlubbing finger, edema perifer, sianosis sentral

3) B3 (Brain) Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu diperlukan
pemeriksaan GCS untuk menentukan tingkat kesadaran pasien apakah compos mentis,
somnolen, stupor, atau koma

4) B4 (Bledder) Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal
tersebut merupakan tanda awal syok

5) B5 (Bowel) Pasien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan. 19
6) B6 (Bone) Dikaji adanya edema pada ekstremitas, adanya infeksi, keletihan fisik. Pada
integumen perlu dikaji adanya permukaan yang kasar, turgor kulit, keelastisan kulit,
kelembaban, mengelupas, bersisik atau pruritus, perdarahan, adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis. Pada rambut dikaji warna rambut, kelembaban, penyebaran
rambut, dan kusam. Perlu dikaji bagaimana istirahat serta aktivitas pasien, berapa lama
pasien istirahat tidur dan berapa lama pasien beraktivitas.

7) B7 (Penginderaan)

(a) Mata: Konjungtiva tampak anemis, pupil isokor, sklera berwarna putih

(b) Telinga: Tidak terjadi pembengkakan, gangguan pendengaran pada klien

(c) Hidung: Tidak terdapat sekret pada hidung klien kecuali klien dalam keadaan flu atau
bersin

(d) Mulut: Biasanya klien mengalami perasa lidah yang pahit sehingga klien tidak nafsu
makan yang mengakibatkan nafsu makan klien menurun

8) B8 (Endokrin) Pada endokrin tidak ditemukan pembesaran pada area kelenjar tiroid dan
kelenjar parotis

B. Tes Diagnostik Pada Masalah Masalah Sistem Pernafasan


1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Tes Diagnostik :
● Tes Fungsi Paru
● Sputum
● EKG
2. Gangguan Penyapihan Ventilator
Tes diagnostik :
● Analisa Gas Darah
3. Gangguan Penukaran Gas
Tes Diagnostik :
● Tes Fungsi Paru
● Analisa Gas Darah
4. Gangguan Ventilasi Spontan
Tes Diagnostik :
● EKG
● Exrecise Strea Test
● Tes Fungsi Paru
● Test ASTRUP
5. Pola Nafas Tidak Efektif
Tes Diagnostik
● Tes Fungsi Paru
● Fhoto Thorax
6. Risiko Aspirasi
Tes Diagnostik :
● Spirometri
A. Tes Diagnostik Pada Sistem Pernafasan
1. Fhoto Torax
a. Tujuan
Rontgen dada atau rontgen thorax adalah foto dada yang menunjukkan
jantung, paru-paru, saluran pernafasan, pembuluh darah, dan nodus limfa.
Rontgen dada juga bisa menunjukkan tulang belakang dan dada, termasuk
tulang rusuk, tulang selangka, dan bagian atas tulang belakang.
b. Persiapan Alat
Sebagian besar Rumah Sakit dan beberapa klinik memiliki mesin rontgen
portabel. Jika rontgen dada dilakukan dengan mesin portabel di samping
tempat tidur di rumah sakit, radiolog dan perawat akan membantu klien
bergerak ke posisi yang benar. Biasanya hanya satu gambar dari posisi
depan yang diambil.
c. Tahapan
1. Klien akan diminta berdiri menghadap plat rontgen untuk pengambilan
gambar. Jika klien perlu duduk atau berbaring seseorang akan membantu
klien ke posisi yang benar
2. Klien akan diminta untuk diam dan tidak bergerak selama rontgen untuk
mencegah gambar terlihat kabur
3. Klien akan diminta untuk menahan nafas selama beberapa detik
sementara gambar rontgen diambil.
d. Hasil
Dalam keadaan darurat, hasil rontgen dada akan langsung tersedia dalam
beberapa menit untuk ditinjau oleh dokter
1. Hasil foto rontgen dada normal
● Hasil rontgen paru-paru terlihat normal dalam ukuran dan bentuk,
serta jaringan paru terlihat normal. Tidak ada pertumbuhan massa
dalam paru-paru. Ruang pleura (ruang yang mengelilingi paru-
paru) juga terlihat normal.
● Jantung terlihat normal dalam ukuran dan bentuk, serta jaringan
jantung terlihat normal. Pembuluh darah dari dan yang mengarah
ke jantung juga normal baik dalam ukuran, bentuk, dan tampilan
● Tulang termasuk tulang belakang dan rusuk terlihat normal.
● Diafragma terlihat normal dalam bentuk dan letak.
● Tidak terlihat adanya penumpukan cairan atau udara yang
abnormal, dan tidak ada benda asing yang terlihat.
● Semua tabung, kateter, atau alat medis lainnya berada pada posisi
yang tepat di dalam dada.
2. Hasil foto rontgen dada Abnormal
● Adanya infeksi, seperti pneumonia atau tuberkulosis.
● Adanya masalah seperti tumor, cedera, atau kondisi seperti edema
karena gagal jantung mungkin terlihat. Pada beberapa kasus,
rontgen lebih lanjut atau tes lainnya akan diperlukan untuk melihat
masalah lebih jelas.
● Terlihat adanya masalah seperti pembesaran jantung—yang dapat
mengakibatkan gagal jantung, penyakit katup jantung, atau cairan
disekitar jantung.
● Terlihat adanya masalah dengan pembuluh darah, seperti
pembesaran aorta, aneurisma, atau pengerasan arteri
(aterosklerosis).
● Terlihat adanya cairan dalam paru-paru (edema paru) atau
disekitar paru-paru (efusi pleura), atau udara terlihat di sekitar
rongga paru (pneumothorax).
● Terlihat adanya patah tulang pada tulang rusuk, selangka, atau
tulang belakang.
● Terlihat adanya pembesaran nodus limfa.
● Benda asing terlihat di dalam esofagus, tabung pernapasan, atau
paru-paru.
● Tabung, katerer, atau alat medis lainnya bergeser dari posisi
semula.
2. Peak Flow Meter
a. Tujuan
Peak flow meter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa
lancar aliran udara yang mengalir dari paru-paru. Tes ini memeriksa fungsi
paru-paru, dan sering digunakan oleh pasien yang memiliki asma.
Melakukan tes dengan peak flow meter dan mencatat hasilnya sangat
penting. Dari hasil pengukuran dengan peak flow meter, dapat diketahui
apakah kondisi sesak napas terkendali atau justru memburuk
b. Persiapan Alat
Alat yang digunakan bernama Peak Flow Meter alat ini mengukur
kemampuan Anda untuk mengeluarkan udara dari paru-paru. Dengan bentuk
yang kecil dan mudah digenggam, peak flow meter mudah dibawa ke mana-
mana.
c. Tahapan
Berikut adalah langkah-langkah menggunakan peak flow meter:
● Sebelum digunakan, pastikan jarum pengukur (indikator) menunjuk
angka nol atau angka terendah pada skala peak flow meter yang
digunakan. Skala yang digunakan pada alat ini adalah satuan liter per
menit (lpm).
● Berdirilah tegap. Ambillah napas sedalam mungkin lalu tahan dan
biarkan udara mengisi paru-paru Anda.
● Pastikan mulut Anda kosong.
● Dalam keadaan masih menahan napas, tempatkan corong di antara
kedua bibir. Tempelkan bibir serapat mungkin pada corong.
● Dalam satu embusan napas, keluarkanlah udara sebanyak dan
secepat mungkin. Pastikan Anda mengeluarkan seluruh udara yang
tersimpan di paru-paru.
● Dorongan udara yang keluar dari paru-paru membuat jarum indikator
bergerak, sampai berhenti pada angka tertentu.
● Anda telah mendapatkan hasil pengukuran pertama. Catatlah hasil
tersebut dengan mencantumkan tanggal dan waktu.
Ulangilah seluruh langkah di atas sebanyak 3 kali. Pengukuran yang akurat
menunjukkan angka peak flow rate yang berdekatan. Catatlah angka
tertinggi dari hasil pengukuran tersebut. Menggunakan alat ini tidak
membutuhkan banyak persiapan. Anda mungkin sebaiknya tidak
mengenakan pakaian ketat yang mungkin bisa membuat Anda kesulitan
untuk bernapas dalam. Cobalah untuk berdiri atau duduk tegak, dan fokus.
d. Hasil
Hasil tes yang normal biasanya bervariasi tergantung usia, jenis kelamin,
dan tinggi badan. Maka itu, Anda perlu berkonsultasi dengan dokter untuk
mengetahui hasil normal yang Anda miliki. Setelah melakukan pengukuran,
tempatkan angka tersebut pada diagram yang terbagi dalam tiga zona, yaitu
hijau, kuning, dan merah. Diagram tersebut biasanya diberikan langsung
oleh dokter. Namun, pada beberapa jenis alat, indikator ketiga zona biasanya
telah tertera langsung pada alat. Setiap zona ini menandakan perkembangan
penyakit pernapasan Anda, yaitu:
● Zona hijau, tandanya adalah stabil, Anda mampu menjalani kegiatan
sehari-hari.
● Zona kuning, tandanya Anda harus berhati-hati, terlebih jika terdapat
gejala, seperti batuk, bersin, atau napas pendek.
● Zona merah, adalah yang cukup parah. Anda mungkin mengalami
batuk terus-menerus, napas sangat pendek, dan sebaiknya menjalani
perawatan.
Jika berada dalam zona hijau (80-100%),  Anda sebaiknya melanjutkan
konsumsi obat yang telah diberikan dokter. Pengukuran yang berada di zona
kuning (50-80%) menandakan kondisi sesak napas memburuk dan
membutuhkan pengobatan tambahan. Zona merah (di bawah 50%)
mengindikasikan Anda membutuhkan penanganan darurat. Anda bisa
meminum obat yang dianjurkan dokter sebagai langkah pertolongan pertama
sesak napas.
3. Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD)
a. Tujuan
Tujuannya adalah untuk memeriksa fungsi organ paru yang menjadi tempat
sel darah merah mengalirkan oksigen dan karbon dioksida dari dan ke
seluruh tubuh.
Selain itu, tes ini dapat dilakukan untuk memeriksa kondisi organ jantung
dan ginjal, serta gejala yang disebabkan oleh gangguan distribusi oksigen
serta karbon dioksida, atau keseimbangan pH dalam darah, seperti mual,
sesak napas, dan penurunan kesadaran. Tes ini juga dilakukan pada pasien
yang sedang menggunakan alat bantu napas untuk memonitor efektivitasnya.
b. Persiapan Alat
Dokter atau perawat akan melakukan Allen test atau pemeriksaan kelancaran
aliran pembuluh darah dengan menekan pembuluh darah di pergelangan
tangan selama beberapa detik. Jika pasien sedang diberikan tambahan
oksigen, dokter akan melepaskan selang oksigen kurang lebih 20 menit
sebelum melakukan tes analisa gas darah. Namun, hal tersebut dapat
dilakukan bila pasien tidak sepenuhnya bergantung pada oksigen tambahan
tersebut. Untuk kondisi tertentu, dokter akan memberikan bius lokal untuk
mengebaskan rasa nyeri yang dapat terjadi saat jarum ditusukkan ke dalam
pembuluh darah arteri.
c. Tahapan
Sebagai langkah awal analisa gas darah, dokter akan mensterilkan titik
pengambilan sampel darah, seperti pergelangan tangan, lipat siku, atau lipat
paha, dengan cairan antiseptik.
Setelah menemukan pembuluh darah arteri, yaitu pembuluh darah yang
berdenyut, dokter akan memasukkan jarum suntik melalui kulit menuju
pembuluh darah tersebut. Jumlah darah yang diambil biasanya 1 mL. Setelah
sampel darah sudah diambil, jarum suntik akan dilepas secara perlahan dan
area suntik akan ditutup perban. Untuk mengurangi potensi pembengkakan,
tekan area suntik selama beberapa menit setelah jarum suntik dilepas.
Sampel darah akan segera dibawa ke laboratorium untuk melalui proses
analisa.
d. Hasil
Hasil analisa gas darah umumnya meliputi pengukuran terhadap beberapa
hal, antara lain:
● Asam basa (pH) darah, yaitu dengan mengukur jumlah ion hidrogen
dalam darah. Jika pH darah di bawah normal dikatakan lebih asam,
sementara jika pH di atas nilai normal maka darah dikatakan lebih
basa.
● Saturasi oksigen, yaitu pengukuran jumlah oksigen yang dibawa oleh
hemoglobin di dalam sel darah merah.
● Tekanan parsial oksigen, yaitu pengukuran tekanan oksigen yang
larut di dalam darah. Pengukuran ini dapat menentukan seberapa
baik oksigen dapat mengalir dari paru ke dalam darah.
● Tekanan parsial karbon dioksida, yaitu pengukuran tekanan karbon
dioksida yang larut di dalam darah. Pengukuran ini menentukan
seberapa baik karbon dioksida dapat dikeluarkan dari tubuh.
● Bikarbonat, yaitu zat kimia penyeimbang yang membantu mencegah
pH darah menjadi terlalu asam atau terlalu basa.
Berdasarkan unsur pengukuran tersebut, ada dua jenis hasil analisa gas
darah, yaitu normal dan abnormal (tidak normal).
Hasil normal. Hasil analisa gas darah dikatakan normal jika:
- pH darah arteri: 7,38-7,42.
- Tingkat penyerapan oksigen (SaO2): 94-100%.
- Tekanan parsial oksigen (PaO2): 75-100 mmHg.
- Tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2): 38-42 mmHg.
- Bikarbonat (HCO3): 22-28 mEq/L.
Hasil abnormal dapat menjadi indikator dari kondisi medis tertentu. Berikut
ini beberapa kondisi medis yang mungkin terdeteksi melalui analisa gas
darah. Angka kisaran normal dan tidak normal umumnya bervariasi
tergantung pada laboratorium tempat pasien menjalani analisa gas darah. Hal
ini dikarenakan beberapa laboratorium menggunakan pengukuran atau
metode yang berbeda dalam menganalisa sampel darah. Konsultasikan hasil
tes kepada dokter untuk mendapatkan penjelasan secara detail. Dokter akan
menentukan apakah pasien membutuhkan pemeriksaan lanjutan atau terapi
pengobatan tertentu.
4. Uji Tuberkulin
a. Tujuan
Tes Mantoux merupakan metode pemeriksaan awal yang umum dilakukan
untuk skrining atau deteksi awal penyakit TBC pada populasi tertentu.
Menurut Dirjen Pelayanan Kesehatan RI, tes Mantoux atau uji tuberkulin
dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya bakteri penyebab TBC  di
dalam tubuh seseorang.Tes ini juga sangat berguna untuk deteksi penyakit
TBC sejak dini untuk orang yang akan bepergian ke negara dengan kasus
TBC tinggi atau orang yang bekerja di fasilitas kesehatan.
b. Persiapan Alat
Alat yang Harus dipersiapkan diantaranya alat untuk injeksi (suntikan)
seperti jarum, kapas alkohol, bengkok dan lain sebagainya.
c. Tahapan
Tes Mantoux atau uji tuberkulin bisa jadi tampak menakutkan karena
dilakukan dengan prosedur injeksi. Namun, tes kulit TBC ini sebenarnya
cukup mudah dilakukan. Tes Mantoux biasanya akan dilakukan dalam dua
tahap.
Pertama, dokter akan menyuntikkan sejumlah kecil larutan steril, yang
mengandung tuberkulin. Tuberkulin adalah sebagian kecil protein murni
yang berasal dari Mycobacterium tuberculosis. Jika seseorang terinfeksi
TBC, sistem kekebalan tubuhnya akan bereaksi terhadap cairan tuberkulin
yang disuntikkan.
Suntikan biasanya dilakukan di lengan bawah bagian dalam. Ketika tes
Mantoux dilakukan dengan benar, titik injeksi akan membentuk benjolan
kecil  pada kulit, tapi bukan bagian kemerahan yang muncul juga akibat
injeksi. Benjolan ini disebut dengan indurasi.
Tes kulit TBC tahap kedua harus dilakukan antara 48-72 jam setelah injeksi
tuberkulin pertama dilakukan. Dokter akan memeriksa untuk melihat apa
yang terjadi pada kulit dan bagaimana tubuh meresponnya.
Dalam tahap kedua tes Mantoux ini, dokter akan mengukur diameter
benjolan indurasi di lengan bawah secara searah dengan diameter panjang
tangan. Ukuran indurasi biasanya dicatat dalam satuan milimeter.
Setelahnya, dokter mengajukan beberapa pertanyaan untuk memastikan
kondisi kesehatan Anda.
d. Hasil
Setelah 2-3 hari, hasil pemeriksaan tes Mantoux atau uji tuberkulin dapat
memperlihatkan peluang Anda untuk terjangkit penyakit TBC. Jika pada
lokasi uji atau bagian yang disuntik hanya berwarna kemerahan saja tanpa
indurasi atau benjolan, mungkin Anda negatif atau tidak terinfeksi bakteri
TBC. Sebaliknya, jika muncul benjolan merah, kemungkinan Anda telah
terinfeksi bakteri tuberkulosis. Menurut CDC, pembacaan hasil
Mantoux test dapat diinterpretasi atau diklasifikasikan sebagai reaksi
tuberkulin positif dengan syarat berikut ini
1. Ukuran indurasi > 5 mm, hal ini berlaku untuk pasien dengan kondisi:
● Memiliki HIV positif.
● Berkontak dengan orang yang memiliki tuberkulosis aktif.
● Pernah menderita TBC dan sudah dinyatakan sembuh
● Penerima transplantasi organ dan pernah menerima obat
imunosupresan, seperti siklofosfamid atau metotreksat.
● Pasien yang menjalani terapi kortikosteroid sistemik jangka
panjang (lebih dari enam minggu) dan mereka yang
menggunakan dosis prednison sebelum 15 mg/hari atau setara.
● Penyakit ginjal stadium akhir.
2. Ukuran indurasi > 10 mm, hal ini berlaku untuk orang yang merupakan
● Penduduk yang tinggal di negara-negara dengan kasus TBC
tinggi, termasuk Indonesia
● Pengguna narkoba suntik.
● Penduduk di tempat-tempat berisiko tinggi (misalnya di penjara,
panti jompo, rumah sakit, tempat penampungan tunawisma)
● Petugas lab dengan pasien tuberkulosis
● Orang dengan kondisi klinis yang menempatkan mereka pada
risiko tinggi (misalnya, diabetes, terapi kortikosteroid jangka
panjang, leukemia, penyakit ginjal tahap akhir, sindrom
malabsorpsi kronis, berat badan rendah)
● Anak-anak berusia di bawah empat tahun, atau anak-anak dan
remaja yang terpapar orang dewasa dalam kategori risiko tinggi
● Bayi, anak-anak dan remaja yang terpapar orang dewasa dalam
kategori risiko tinggi.
3. Ukuran indurasi > 15 mm, hal ini berlaku untuk pasien dengan kondisi:
Orang tanpa faktor risiko TB yang diketahui. Reaksi yang lebih besar
dari 15 mm tidak mungkin disebabkan oleh vaksinasi BCG sebelumnya
atau paparan dari lingkungan.
Penting untuk diketahui, tes Mantoux tidak mengukur tingkat kekebalan
terhadap penyakit TBC, melainkan tingkat hipersensitivitas seseorang
terhadap infeksi TBC. Hasil pemeriksaan tes Mantoux dengan tuberkulin
juga memiliki sensitivitas yang rendah dibandingkan dengan metode
diagnosis TBC lainnya, sehingga hasil tes belum seratus persen akurat.
Beberapa orang mungkin saja mendapatkan hasil tes yang keliru atau palsu
karena memiliki beberapa faktor yang memengaruhi hasil tes tersebut.
Berikut adalah beberapa kemungkinan tes Mantoux bisa membawa hasil
palsu.
4. Hasil tes Mantoux positif palsu
Beberapa orang mungkin bereaksi terhadap tes ini sekalipun jika mereka
tidak terinfeksi bakteri M. tuberculosis. Penyebab dari reaksi positif
palsu ini dapat terjadi di antaranya karena beberapa hal berikut:
● Adanya infeksi mikobakteria nontuberkulosis di dalam tubuh.
● Menjalani vaksinasi BCG sebelumnya.
● Melakukan metode tes Mantoux yang salah.
● Melakukan interpretasi dari reaksi tuberkulin yang salah seperti
kesalahan pengukuran atau pembacaan ukuran indurasi.
● Menggunakan ukuran botol antigen yang tidak tepat.
Pada orang yang memiliki risiko rendah terhadap paparan bakteri TBC,
hasil positif yang didapat kemungkinan besar adalah positif palsu. Hasil
positif palsu dapat disebabkan oleh adanya mikobakteria
nontuberkulosis atau vaksin BCG sebelumnya. Vaksinasi sebelum BCG
dapat menghasilkan hasil positif palsu selama bertahun-tahun kemudian.
Sebuah uji tuberkulin positif tidak berarti Anda memiliki infeksi
menular (aktif). Seperti yang telah dijelaskan, uji tuberkulin tidak bisa
menunjukkan jika infeksi aktif atau tidak aktif (TB laten)
5. Hasil tes Mantoux negatif palsu
Hasil tes Mantoux negatif biasanya menunjukkan bahwa individu
tersebut tidak pernah terpapar M. tuberculosis. Namun, ada beberapa
faktor yang dapat menyebabkan hasil negatif palsu, yaitu:
● Mengalami anergi kulit (anergi adalah ketidakmampuan untuk
bereaksi terhadap tes kulit karena sistem kekebalan tubuh yang
lemah).
● Terinfeksi TBC baru-baru ini (dalam 8-10 minggu paparan).
● Terinfeksi TBC yang sudah sangat lama (menahun).
● Berusia sangat muda (kurang dari enam bulan).
● Melakukan vaksinasi virus (seperti campak dan cacar).
● Memiliki penyakit TB ekstra paru.
● Terjangkit beberapa penyakit virus (misalnya, campak dan cacar
air)
● Menjalani prosedur uji tuberkulin yang salah, seperti adanya
interpretasi dari reaksi yang salah, dosis yang tidak memadai, dan
injeksi obat lain yang tidak disengaja.
5. Scanning Paru
a. Tujuan
Tujuannya adalah untuk mendeteksi kemungkinan adanya kelainan atau
penyakit tertentu. Pemeriksaan CT scan yang dilakukan pada dada bertujuan
untuk melihat ada atau tidaknya infeksi, emboli paru, hingga kanker paru.
CT scan juga bisa dilakukan pada organ tubuh lainnya, seperti perut, saluran
kemih, panggul, tungkai atau lengan, kepala, hingga tulang belakang.
b. Persiapan Alat
Dalam pemeriksaan ini, alat yang digunakan adalah kombinasi teknologi
rontgen atau sinar-X dan sistem komputer yang dirancang khusus.
Pemeriksaan CT scan dilakukan untuk melihat kondisi di dalam tubuh dari
berbagai sudut dan potongan.
c. Tahapan
CT scan dapat dilakukan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain yang
menyediakannya. Prosedur ini tidak menyakitkan dan tidak butuh waktu
lama. Umumnya, keseluruhan proses CT scan memakan waktu sekitar 30
menit dengan prosedur sebagai berikut:
● Pasien diminta melepas pakaian dan menggantinya dengan gaun
khusus dari rumah sakit.
● Pasien diminta melepas barang-barang yang terbuat dari logam,
seperti ikat pinggang, perhiasan, gigi palsu, dan kacamata. Benda-
benda ini dapat memengaruhi hasil pemeriksaan.
● Pasien berbaring di atas meja pemeriksaan yang akan bergerak
masuk ke dalam mesin CT scan yang berbentuk seperti terowongan
atau donat.
● Bantal dan tali pengikat dapat digunakan untuk memastikan pasien
berbaring pada posisi yang tepat. Bagi pasien yang melakukan
prosedur CT scan kepala, meja akan dipasangi cekungan khusus
yang dapat menahan kepala agar posisinya pas.
● Ketika meja bergerak masuk ke dalam mesin CT scan, detektor dan
tabung X-ray akan bergerak memutari tubuh pasien. Tiap rotasi ini
akan menghasilkan beberapa gambar irisan tipis dari tubuh. Pasien
juga mungkin akan mendengar suara berdengung dari mesin.
Teknisi medis (radiolog) dapat melihat dan memantau pasien dari ruang
terpisah. Pasien bisa berkomunikasi dengan radiolog melalui
interkom.Radiolog akan meminta pasien untuk menahan napas pada saat-
saat tertentu guna menghindari buramnya gambar hasil pemeriksaan. Pada
pasien anak, orangtua bisa diizinkan untuk berdiri atau duduk di dekat anak
dengan mengenakan baju pelindung khusus guna menghindari paparan
radiasi.
d. Hasil
Hasil CT scan akan disimpan sebagai data elektronik dan biasanya dapat
dilihat di layar komputer. Dokter spesialis radiologi akan menganalisis
gambar pemindaian lalu mengirimkan laporannya ke dokter Anda. Hasil
pemindaian ini terbilang normal apabila dokter spesialis radiologi tidak
menemukan adanya tumor, gumpalan darah, patah tulang, atau kelainan lain.
Jika ditemukan kelainan tertentu pada hasil CT scan, pasien mungkin
memerlukan pemeriksaan atau penanganan lebih lanjut, tergantung dari
kondisi medisnya.
6. Angiografi paru
a. Tujuan
Angiografi adalah pemeriksaan pencitraan yang menggunakan sinar X dan
zat pewarna khusus. Tujuannya untuk melihat keadaan pembuluh darah
arteri, yang berperan membawa darah keluar dari jantung. Pemeriksaan ini
hanya bisa dilakukan di fasilitas kesehatan dan biasanya membutuhkan
waktu 30 menit hingga dua jam. Pasien kemudian dapat pulang pada hari
yang sama. Angiografi paru umumnya dilakukan untuk mendeteksi adanya
gumpalan darah (emboli) dan kondisi lain yang menyebabkan penyumbatan
darah di paru-paru.
b. Persiapan Alat
Dalam angiografi, dokter akan memasukkan zat pewarna kontras ke arteri
melalui selang tipis bernama kateter. Dokter kemudian melihat aliran darah
dalam arteri melalui monitor yang menampilkan hasil pencitraan dengan X-
ray. Melalui angiografi, dokter dapat mendeteksi ada tidaknya penyempitan,
sumbatan, pelebaran, ataupun malformasi (kelainan bentuk) pada pembuluh
darah di berbagai organ tubuh.
c. Tahapan
Angiografi biasanya dilakukan dengan bius lokal. Karena itu, pasien tetap
sadar, tapi sama sekali tidak merasa sakit. Meski demikian, bius
total mungkin akan dianjurkan pada pasien anak-anak agar mereka tertidur
dan tidak bergerak selama prosedur berlangsung. Secara umum, prosedur
angiografi meliputi:
● Dokter akan membuat sayatan kecil pada kulit di selangkangan atau
pergelangan tangan.
● Anestesi lokal akan disuntikkan agar pasien tidak merasa sakit ketika
sayatan dilakukan.
● Kateter akan dimasukkan ke dalam pembuluh darah arteri melalui
sayatan tersebut.
● Dokter akan memandu kateter secara hati-hati hingga mencapai arteri
yang akan diperiksa, baik di otak, jantung, maupun paru-paru.
● Pasien mungkin akan merasakan sensasi kateter yang didorong dan
ditarik, tapi tidak akan merasa nyeri.
● Setelah kateter sampai di arteri, dokter akan menyuntikkan zat
pewarna kontras ke dalam kateter.
● Setelah itu, dokter akan mengambil gambar X-ray. Zat pewarna
kontras dalam pembuluh darahakan tampak pada hasil foto.
Kadang kala, penanganan penyempitan pembuluh darah dilakukan selama
angiografi. Prosedur ini dikenal dengan istilah angioplasti Angioplasti
melibatkan pemasangan balon atau selang kecil untuk membuka pembuluh
darah yang tersumbat. Setelah angiografi, kateter akan dilepas dan tekanan
diberikan di atas sayatan guna menghentikan perdarahan. Sementara jahitan
untuk menutup luka sayatan biasanya tidak diperlukan.
d. Hasil
Hasil angiografi berupa gambar rontgen. Gambar sinar X ini  menunjukkan
aliran zat pewarna kontras dalam pembuluh darah. Dokter dapat mendeteksi
ada tidaknya sumbatan atau masalah lain dalam pembuluh darah arteri dari
hasil pemeriksaan tersebut.
Hasil angiografi yang tidak normal akan menandakan kelainan pada
pembuluh darah pasien. Dokter akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk mendeteksi penyebab dan melakukan penanganan sesuai.

Anda mungkin juga menyukai