Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan haid atau disebut juga dengan perdarahan uterus abnormal

merupakan keluhan yang sering menyebabkan seorang perempuan datang berobat

ke dokter atau tempat pertolongan pertama. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada

tahun 2007 dan 2008 didapatkan angka kejadian perdarahan uterus abnormal

sebanyak 12,48% dan 8,8% dari seluruh kunjungan poli kandungan.1

Penelitian dan manajemen untuk Perdarahan Uterus Abnormal (PUA) atau

Abnormal Uterine Bleeding (AUB), untuk wanita yang tidak hamil dalam usia

reproduksi banyak terhambat baik oleh tata-nama yang membingungkan dan tidak

konsistennya istilah yang diterapkan dan kurangnya metode standar untuk

penyelidikan dan kategorisasi penyebab dari PUA itu sendiri.2,3

Federation Internationale de Gynecologie et d'sistem Obstetrique onkologi

(FIGO) membuat klasifikasi praktis yang dapat diterima secara universal dan

membantu dokter dalam melakukan penelitian, pengobatan, dan prediksi

terjadinya kanker ginekologi. Ringkasnya klasifikasi FIGO ini menggunakan

istilah PALM-COEIN untuk mengelompokan penyebab Perdarahan Uterus

Abnormal (PUA) yang dikembangkan oleh kelompok kerja gangguan haid dari

FIGO. Sistem ini dikembangkan dengan kontribusi dari grup internasional dari

peneliti klinis dan nonklinis dari 17 negara di enam benua. Sebuah sistem untuk

tata-nama dan gejala dikembangkan oleh FIGO tersebut merekomendasikan

1
2

nomenclatures standar serta ditinggalkannya istilah metrorrhagia, menorrhagia,

dan perdarahan uterus disfungsional.3

Sistem klasifikasi oleh Federal Internationale de Gynecologie et d’sistem

Obstetrique onkologi (FIGO) dibagi secara bertingkat ke dalam sembilan kategori

dasar yang diatur menurut singkatan PALM-COEIN : polip, adenomiosis,

leiomyoma, keganasan dan hiperplasia, koagulopati, gangguan ovulasi,

endometrium, iatrogenik, dan tidak diklasifikasikan. 3


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perdarahan Uterus Abnormal

2.1.1 Definisi perdarahan uterus abnormal

Perdarahan uterus abnormal meliputi gangguan perdarahan berasal dari

uterus yang disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia, dan

kontak berdarah (Manuaba, 2010). Perdarahan uterus abnormal meliputi semua

kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat

berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak

3
4

beraturan.2
5

Tabel 1. Terminologi pola perdarahan uterus2

Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak

atau Heavy Menstrual Bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal

yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium dan

gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam

Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD). 2

2.1.2 Klasifikasi perdarahan uterus abnormal

Dalam pertemuan International Federation of Gynecology and Obstetrics

(FIGO), ahli sepakat klasifikasi perdarahan uterus abnormal berdasarkan jumlah

perdarahannya yaitu : 3
6

Tabel 2. Pembagian PUA1


1. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan yang

banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah

kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada

kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.

2. Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan perdarahan dari korpus

uterus yang abnormal dalam volume, keteraturan, dan atau waktu.

perdarahan ini merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal

yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan

penanganan yang cepat dibandingkan dengan PUA akut.

3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan yang

terjadi di antara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan

saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini

ditujukan untuk menggantikan terminologi metroragia.

Dalam buku At a Glance Obstetri & Ginekologi (2007) definisi perdarahan

per vaginam abnormal antara lain: 3

1. Menoragia yaitu perdaraha uterus memanjang (> 7 hari) dan atau berat (> 80

ml) yang terjadi dengan interval teratur.

2. Metroragia yaitu perdarahan dengan jumlah bervariasi diantara periode

menstruasi dengan interval yang tidak teratur tapi sering terjadi.


7

3. Polimenorea yaitu interval yang terlalu pendek (< 21hari) antara menstruasi

teratur.

4. Oligomenorea yaitu interval yang terlalu panjang (>35 hari) antara menstruasi

teratur.

2.1.3 Epidemiologi perdarahan uterus abnormal

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahmed di Lady Willingdon

Hospital, Lahore, dari Agustus 2010 sampai Juli 2011 didapatkan sebanyak 2.109

perempuan atau sekitar 19,6% dari total 10.712 wanita yang mengunjungi klinik

pasien rawat jalan ginekologi yang didiagnosis menderita perdarahan uterus

abnormal. Kategorisasi PALM-COEIN dilakukan pada 991 (47%) kasus yang

menunjukkan 30 (3%) menderita polip, 15 (15%) adenomiosis, 250 (25%)

Leiomioma, 66 (6,6%) keganasan dan hiperplasia, 3 (0.3%) koagulopati , 236

(24%) disfungsi ovulasi, 48 (5%) endometritis, dan 53 (6%) iatrogenik. Sisanya

155 (15 %) kasus yang tak terkategorikan. 4

2.1.4 Etiopatogenesis perdarahan uterus abnormal

Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics

(FIGO), terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim

“PALM-COEIN” yakni; polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy and

hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik

dan not yet classified.1

Kelompok “PALM” merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai

dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok


8

COEIN merupakan kelainan non struktur yang tidak dapat dinilai dengan teknik

pencitraan atau histopatologi.1

Klasifikasi PUA berdasarkan FIGO.3

1) Polip (PUA-P)

 Definisi: pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik

bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan

kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium. Biasanya terjadi

pada fundus dan dapat melekat dengan adanya tangkai yang ramping

(bertangkai) atau dasar yang lebar (tidak bertangkai). Kadang-kadang polip

prolaps melalui serviks.1,4

 Gejala:
9

o Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula meyebabkan

PUA, paling umum berupa perdarahan banyak dan di luar siklus atau

perdarahan bercak ringan pasca menopause.1,4

o Lesi umumnya jinak, namun sebagian atipik atau ganas.1

 Diagnostik:

o Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau

histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi. 1

( Gambaran USG polip endometrium )

(gambaran histeroskopi polip endometrium)

o Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma

endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel

endometrium.1
10

Gambar histopatologi polip endometrium


 Terapi:

o Eksisi, namun cenderung berulang. 4

o Untuk terapi definitif dapat dilakukan histerektomi, namun jarang

dilakukan untuk polip endometrium yang jinak.4

2) Adenomiosis (PUA-A)

 Definisi: dijumpainya jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik pada

lapisan miometrium.1

 Gejala:

o Nyeri haid, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau sesudah haid,

nyeri saat buang air besar, atau atau nyeri pelvik kronik.1

o Gejala nyeri tersebut di atas dapat disertai dengan perdarahan uterus

abnormal berupa perdarahan banyak yang terjadi dalam siklus.1,4

 Diagnostik:

o Pemeriksaan Fisik:

 Fundus uteri membesar secara difus.4


11

 Adanya daerah adenomiosis yang melunak, dapat diamati tepat

sebelum atau selama permulaan menstruasi. 4

o Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalam jaringan

endometrium pada hasil histopatologi. Hasil histopatologi

menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium etopik

pada jaringan miometrium.1

o Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi berdasarkan

penelitian MRI dan USG. Mengingat terbatasnya fasilitas MRI,

pemeriksaan USG cukup untuk mendiagnosis adenomiosis. Hasil USG

menunjukkan jaringan endometrium heteropik pada miometrium dan

sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi miometrium.1

Gambar penebalan dinding uterus dan jaringan kelenjar endometrium pada


adenomiosis.
12

 Diagnosis banding

o Kehamilan.

o Leiomioma submukosa.

o Hipertrofi uteri idiopatik.

o Karsinoma endometrium.4

 Terapi:

o Simptomatik: diberikan jika masih ingin mempertahankan

kemampuan untuk memiliki anak.

o Reseksi.

o Terapi kuratif: histerektomi. 4

3) Leiomioma (PUA-L)

 Definisi: pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium.1

 Jenis berdasarkan lapisan uterus tempat tumbuhnya:

o Submukosa

o Intramural

o Subserosa.
13

Gambar subklasifikasi leiomioma 3

Mioma submukosa dan subserosa ada yang bertangkai (pedunculated).

Mioma submukosa bertangkai seringkali sampai keluar melewati ostium uteri

eksternum yang disebut sebagai mioma lahir (myoom geburt).5

Gambar jenis-jenis mioma berdasarkan lapisan tempat tumbuhnya di uterus

 Gejala:
14

o Perdarahan uterus abnormal berupa pemanjangan periode, ditandai

oleh perdarahan menstruasi yang banyak dan/atau menggumpal, dalam

dan di luar siklus.2,4,5

o Pembesaran rahim (bisa simetris ataupun berbenjol-benjol).5

o Seringkali membesar saat kehamilan.5

o Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan pada dinding

abdomen.1,5

o Nyeri dan/atau tekanan di dalam atau sekitar daerah panggul.4

o Peningkatan frekuensi berkemih atau inkontinensia. 4

 Diagnosis banding:

o Kehamilan.

o Adenomiosis.

o Karsinoma uteri.5

 Pemeriksaan penunjang:

o Darah lengkap dan urine lengkap.

o Tes kehamilan.

o Dilatasi dan kuretase pada penderita yang disertai perdarahan untuk

menyingkirkan kemungkinan patologi lain pada rahim (hyperplasia

atau adenokarsinoma endometrium).

o USG. 5
15

Gambar mioma subserosa: tampak gambaran massa hipoekhoik yang menonjol ke


luar dinding uterus.

Gambar mioma intramural: tampak gambaran massa hipoekhoik yang berada di


dalam dinding uterus.

Gambar mioma submukosa: tampak gambaran massa hipoekhoik yang menekan


endometrial line.

 Terapi:
16

1. Observasi: jika uterus diameternya kurang dari ukuran uterus pada masa

kehamilan 12 minggu tanpa disertai penyulit.

2. Ekstirpasi: biasanya untuk mioma submukosa bertangkai atau mioma

lahir/geburt, umumnya dilanjutkan dengan tindakan dilatasi dan kuretase.

3. Laparotomi miomektomi: bila fungsi reproduksi masih diperlukan dan secara

teknis memungkinan untuk dilakukan tidakan tersebut. Biasanya untuk mioma

intramural, subserosa, dan subserosa bertangkai, tindakan tersebut telah cukup

memadai.

4. Laparotomi histerektomi:

 Bila fungsi reproduksi tak diperlukan lagi,

 Pertumbuhan tumor sangat cepat.

 Sebagai tindakan hemostatis, yakni dimana terjadi perdarahan terus

menerus dan banyak serta tidak membaik dengan pengobatan.

4) Malignancy and hyperplasia (PUA-M)

 Definisi: pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan

endometrium.

 Gejala: perdarahan uterus abnormal.

 Diagnostik:

o Meskipun jarang ditemukan, namun hyperplasia atipik dan keganasan

merupakan penyebab penting PUA.


17

o Klasifikasi keganasan dari hiperplasia menggunakan system klasifikasi

FIGO dan WHO.

o Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi.

5) Coagulopathy (PUA-C)

 Definisi: gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan

uterus.

 Gejala: perdarahan uterus abnormal

 Diagnostik:

o Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatik

sistemik yang terkait dengan PUA.

o 13% perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki kelainan

hemostatis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah penyakit

von Willebrand.

Perdarahan uterus abnormal – koagulasi.3


18

6) Ovulatory Disfunction (PUA-O)

 Definisi: kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus.

 Gejala: perdarahan uterus abnormal.

 Diagnostik:

o Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan

manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah

yang bervariasi.

o Dahulu termasuk dalam kriteria Perdarahan Uterus Disfungsional

(PUD).

o Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan

jarang, hingga perdarahan haid banyak.

o Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh Sindrom Ovarium

Polikistik (SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas,

penurunan berat badan, anoreksia, atau olahraga berat yang

berlebihan.

7) Endometrial (PUA-E)

 Definisi: gangguan hemostatis lokal endometrium yang memiliki kaitan erat

dengan terjadinya perdarahan uterus.

 Gejala: perdarahan uterus abnormal.

 Diagnostik:

o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan

siklus haid teratur.


19

o Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan hemostatis

lokal endometrium.

o Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti

endothelin-1 dan prostaglandin F2α serta peningkatan aktivitas

fibrinolisis.

o Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengaha atau perdarahan

yang berlanjut akibat gangguan hemostatis lokal endometrium.

o Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain

pada siklus haid yang berovulasi.

8) Iatrogenik (PUA-I)

 Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis

seperti penggunaan estrogen, progesterin, atau AKDR.

 Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen atau

progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau Breakthrough

Bleeding (BTB).

 Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi

yang dapat disebabkan oleh sebagai berikut:

o Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi’

o Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin


20

o Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti

koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin)

dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.

9) Not yet classified (PUA-N)

 Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan

dalam klasifikasi.

 Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis kronik atau

malformasi arteri-vena.

 Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan PUA.

2.1.5 Diagnosis perdarahan uterus abnormal

Berdasarkan Himpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (2007)

penegakan diagnosis didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

1. Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan uterus,

faktorrisiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan berat badan yang drastis,

serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien dan keluarganya. Perlu ditan yakan

siklus haid sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdarahan uterus abnormal.
21

Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat kepatuhan

dan obat-obat lain yang diperkirakan menggangu koagulasi.

2. Pemeriksaan umum

Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan

hemodinamik. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak

berhubungan dengan kehamilan. Pemeriksaan IMT, tanda-tanda hiperandrogen,

pembesaran kelenjar tiroid atau manifestsi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea,

gangguan lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib

diperiksa. Awalnya, lokasi perdarahan uterus harus dikonfirmasi karena

perdarahan juga dapat berasal dari saluran reproduksi yang letaknya lebih rendah,

sistem pencernaan, atau saluran kemih. Hal ini lebih sulit dilakukan jika tidak ada

perdarahan aktif. Dalam situasi ini, urinalisis atau evaluasi guaiac feses mungkin

membantu pemeriksaan fisik.

3. Pemeriksaan ginekologi

Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan. Teliti untuk

kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia endometrium atau

keganasan.

4. Penilaian ovulasi

Siklus haid yang berovulasi sekitar 22-35 hari. Jenis perdarahan PUA-O

bersifat ireguler dan sering diselingi amenorea. Konfirmasi ovulasi dapat

dilakukan dengan pemeriksaan progesteron serum atau USG transvaginal bila

diperlukan.
22

5. Penilaian endometrium

Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua pasien

PUA. Pengambilan sample endometrium hanya dilakukan pada :

a. Perempuan umur > 45 tahun

b. Terdapat faktor risiko genetik

c. USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks yang

merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker endometrium.

d. Terdapat faktor risiko diabetes melitus, hipertensi, obesitas, nulipara

e. Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectar cancer

memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan rerata umur saat

diagnosis antara 48-50 tahun.

Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahna uterus

abnormal yang menetap (tidak respon terhadap pengobatan). Beberapa teknik

pengambilan sample endometrium seperti D & K dan biopsi endometrium dapat

dilakukan.

6. Penilaian kavum uteri

Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau

mioma uteri submukosum. USG transvaginal merupakan alat penapis yang tepat

dan harus dilakukan pada pemeriksaan awal PUA. Bila dicurigai terdapat polip

endometrium atau mioma uteri submukosum disarankan untuk melakukan SIS

atau histeroskopi. Keuntungan dalam penggunaan histeroskopi adalah diagnosis

dan terapi dapat dilakukan bersamaan.

7. Penilaian miometrium
23

Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau

adenomiosis. Miometrium dinilai menggunakan USG (transvagina, transrektal

dan abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI. Pemeriksaan adenomiosis

menggunakan MRI lebih unggul dibandingkan USG transvaginal.

8. Pemeriksaan Laboratorium

a. Tes β-Human Chorionic Gonadotropin dan Hematologik

Keguguran, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa dapat menyebabkan

perdarahan yang mengancam nyawa. Komplikasi dari kehamilan dapat secara

cepat dieksklusi dengan penentuan kadar subunit beta human chorionic

gonadotropin (β-hCG) dari urin atau serum.

Sebagai tambahan, pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal,

complete blood count dapat mengidentifikasi anemia dan derajat kehilangan

darah. Diperlukan juga skrining untuk gangguan koagulasi jika sebab yang jelas

tidak dapat ditemukan. Yang termasuk adalah complete blood count dengan

platelet count, partial thromboplastin time, dan prothrombin time dan mungkin

juga memeriksa tes khusus untuk penyakit von Willebrand.

b. Pemeriksaan “Wet Prep” dan Kultur Serviks

Pemeriksaan mikroskopik dari sekresi serviks diperlukan jika perdarahan

dicurigai karena servisitis yang akan memperlihatkan gambaran sel darah merah

dan neutrofil. Servisitis sekunder karena Herpes Simplex Virus (HSV) juga dapat

menyebabkan perdarahan dan diindikasikan untuk melakukan kultur secara

langsung. Trikomoniasis juga dapat menyebabkan servisitis dan ektoserviks yang

rapuh.
24

c. Pemeriksaan Sitologi

Kanker serviks dan kanker endometrium dapat menyebabkan perdarahan

yang abnormal dan dapat sering ditemukan dengan skrining Pap.

d. Biopsi Endometrium

Pada wanita dengan perdarahan abnormal, evaluasi histologi endometrium

mungkin mengidentifikasikan lesi infeksi atau neoplastik seperti hiperplasia

endometrium atau kanker. Terdapat perdarahan abnormal pada 80 sampai 90

persen wanita dengan kanker endometrium.

9. Histeroskopi

Prosedur ini menggunakan endoskop optik dengan diameter 3 sampai 5 mm

ke dalam kavitas endometrium. Kemudian kavitas uterus diregangkan dengan

menggunakan larutan salin. Keuntungan utama menggunakan histeroskopi adalah

untuk mendeteksi lesi intrakavitas seperti leiomioma dan polip yang mungkin

terlewati jika menggunakan sonografi atau endometrial sampling. Walaupun

akurat untuk mendeteksi kanker endometrium, namun histeroskopi kurang akurat

untuk mendeteksi hiperplasia endometrium.

10. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Rowe T. Senikas dalam Journal Obstetry& Gynekology Canada

(2013) hitung darah lengkap dianjurkan jika ada riwayat perdarahan. Kehamilan

dieksklusi melalui serum β - hCG. Thyrotropin diukur hanya jika ada gejala atau

temuan yang sugestif ke penyakit tiroid. Pengujian untuk gangguan koagulasi

harus dipertimbangkan pada wanita yang memiliki riwayat perdarahan berat yang

di mulai dari menarche, riwayat perdarahan postpartum atau perdarahan saat


25

ekstraksi gigi, bukti masalah perdarahan lainnya, atau riwayat keluarga cenderung

mengarah ke gangguan koagulasi. Tidak ada bukti bahwa pengukuran

gonadotropin serum, estradiol, atau kadar progesteron membantu dalam

pengelolaan AUB.

a. Ultrasound transvaginal sonografi memungkinkan evaluasi dari kelainan

anatomi uterus dan endometrium. Selain itu, patologi dari miometrium,

serviks, tuba, dan ovarium juga dapat dievaluasi. Modalitas investigasi ini

dapat membantu dalam diagnosis polip endometrium, adenomiosis,

leiomioma, anomali uterus, dan penebalan endometrium yang berhubungan

dengan hiperplasia dan keganasan.

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI jarang digunakan untuk menilai endometrium pada pasien yang

memiliki perdarahan uterus abnormal. MRI mungkin membantu untuk

memetakan lokasi yang tepat dari fibroid dalam perencanaan operasi dan

sebelum terapi embolisasi untuk fibroid. Hal ini juga mungkin berguna

dalam menilai endometrium ketika USG transvaginal atau tidak dapat

dilakukan.

c. Histeroskopi

Evaluasi histeroskopi untuk perdarahan uterus abnormal adalah pilihan yang

menyediakan visualisasi langsung dari patologi kavitas dan memfasilitasi

biopsi langsung. Histeroskopi dapat dilakukan dalam suasana praktek

swasta dengan atau tanpa anestesi ringan atau di ruang operasi dengan
26

anestesi regional atau umum. Risiko dari histeroskopi termasuk perforasi

rahim, infeksi, luka serviks, dan kelebihan cairan.

d. Biopsi Endometrium

Biopsi endometrium biasanya dapat dilakukan dengan mudah pada wanita

premenopause dengan persalinan pervaginam sebelumnya. Biopsi lebih sulit

dilakukan pada wanita dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya, wanita

yang nulipara, atau yang telah memiliki operasi serviks sebelumnya. Biopsi

endometrium dapat mendeteksi lebih dari 90% dari kanker. Patologi dari

endometrium dapat mendiagnosa kanker endometrium atau menentukan

kemungkinan kanker.

2.1.6 Penatalaksanaan perdarahan uterus abnormal

1. Penatalaksanaan Non-Bedah

Setelah keganasan dan patologi panggul yang signifikan telah

dikesampingkan, pengobatan medis harus dipertimbangkan sebagai pilihan terapi

lini pertama untuk perdarahan uterus abnormal. Target pengobatan untuk kondisi

medis yang mendasari yang dapat mempengaruhi siklus menstruasi, seperti

hipotiroidisme, harus dimulai sebelum penambahan obat lainnya. Wanita yang

ditemukan anemia karena perdarahan uterus abnormal harus segera diberikan

suplementasi besi. Perdarahan menstruasi yang berat dan teratur dapat diatasi

dengan pilihan pengobatan hormonal dan non-hormonal. Perawatan non-hormonal

seperti obat anti inflamasi non-steroid dan antifibrinolitik dikonsumsi selama

menstruasi untuk mengurangi kehilangan darah, dan pengobatan ini efektif

terutama saat perdarahan menstruasi yang berat ketika waktu perdarahan dapat
27

diprediksi. Perdarahan yang tidak teratur atau berkepanjangan paling efektif

diobati dengan pilihan terapi hormonal yang mengatur siklus menstruasi, karena

mengurangi kemungkinan perdarahan menstruasi dan episode perdarahan berat .

Progestin siklik, kontrasepsi hormonal kombinasi, dan levonorgesterel-releasing

intrauterine system adalah contoh pilihan yang efektif dalam kelompok ini. Terapi

medis juga berguna pada beberapa kasus untuk mengurangi kerugian menstruasi

yang berhubungan dengan fibroid atau adenomiosis.

2. Penatalaksanaan Bedah

Peran pembedahan dalam penatalaksanaan perdarahan uterus abnormal

membutuhkan evaluasi yang teliti dari patologi yang mendasari serta faktor

pasien. Indikasi pembedahan pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal

adalah:

a. Gagal merespon tatalaksana non-bedah

b. Ketidakmampuan untuk menggunakan terapi non-bedah (efek samping,

kontraindikasi)

c. Anemia yang signifikan

d. Dampak pada kualitas hidup

e. Patologi uterus lainnya (fibroid uterus yang besar, hiperplasia endometrium)

Pilihan tatalaksana bedah untuk perdarahan uterus abnormal tergantung

pada beberapa faktor termasuk ekspektasi pasien dan patologi uterus. Pilihan

terapi bedahnya adalah :


28

a. Dilatasi dan kuretase uterus

b. Hysteroscopic Polypectomy

c. Ablasi endometrium

d. Miomektomi

e. Histerektomi
29

Alur diagnosis dan tatalaksana perdarahan uterus abnormal1


BAB 3

KESIMPULAN

Perdarahan Uterus Abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik

dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan

banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan. Terminologi

menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau Heavy Menstrual

Bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor

koagulopati, gangguan hemostatis lokal endometrium dan gangguan ovulasi

merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam Perdarahan Uterus

Disfungsional (PUD).

Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics

(FIGO), terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim

“PALM-COEIN” yakni; polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy and

hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik dan not

yet classified.

Kelompok “PALM” merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai

dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok

COEIN merupakan kelainan non struktur yang tidak dapat dinilai dengan teknik

pencitraan atau histopatologi. Penatalaksanaan dan diagnosis tergantung dari

masing masing klasifikasi tersebut. Tetapi ada penatalaksanaan secara umum

untuk mengatasi perdarahan dibagi atas penatalaksanaan uterus abnormal akut dan

kronik

30
31

Anda mungkin juga menyukai