Anda di halaman 1dari 183

Executive Summary

Kajian Tahun 2008

Sistem Penggajian
Pegawai Negeri Sipil di Indonesia

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian,


mengamanatkan bahwa setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai
dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Gaji tersebut harus mampu memacu
produktivitas dan menjamin kesejahteraan Pegawai Negeri. Amanat Undang-Undang ini, setelah
hampir satu dasa warsa ternyata belum mampu dipenuhi oleh Pemerintah. Meskipun Pemerintah
sudah beberapa kali menaikkan nominal gaji tetapi ternyata tidak membawa dampak yang
signifikan. Kondisi ini disebabkan karena peningkatan gaji PNS selalu diikuti dengan naiknya
tingkat harga kebutuhan pokok (sembako). Sehingga banyak PNS yang mengeluh gaji sebulan
habis dalam satu atau dua minggu. Bahkan beberapa penelitian menyimpulkan bahwa tingkat gaji
PNS yang rendah ini memberikan andil dalam maraknya korupsi di kalangan birokrasi. Kondisi
ini tentunya perlu diperbaiki. Bukan hanya dengan meningkatkan nominal gaji tetapi yang paling
penting adalah mengubah sistem penggajian PNS yang berlaku saat ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur Lembaga
Administrasi Negara pada tahun 2008 dengan judul Sistem Penggajian Pegawai Negeri Sipil di
Indonesia difokuskan untuk menghasilkan satu sistem penggajian PNS yang lebih baik. Dalam arti
bisa menghargai apa yang dimiliki pegawai dan apa yang disumbangkan oleh pegawai pada unit
organisasinya. Dalam penelitian ini ditemukan berbagai permasalahan yang ada dalam sistem
penggajian PNS yang berlaku saat ini. Permasalahan tersebut antara lain : (1) terkait dengan nilai
nominal atau besaran gaji PNS yang diterima setiap bulan yang cenderung menyatakan masih
kurang sehingga perlu ditingkatkan jumlahnya; (2) terkait dengan sistem pembayarannya yang
dibayar dimuka dianggap kurang memotivasi kinerja PNS karena dibayar dulu baru kerja; (3)
terkait dengan sistem penggajian PNS saat ini yang belum mengakomodasi beban kerja, tanggung
jawab dan kinerja PNS; (3) terkait dengan skala gaji PNS yang mempunyai rentang
golongan/ruang tinggi (17 jenjang) sementara rasio gaji hanya 1 : 3. Kondisi ini berdampak
perbedaan gaji tiap jenjang tidak memberikan makna yang berarti; dan (4) terkait dengan
variabel-variabel penggajian yang hanya mempertimbangkan masa kerja dan golongan/ruang.
Variabel ini dirasakan terlalu sederhana apabila dikaitkan dengan tujuan pemberian gaji PNS.
Beberapa variabel baru yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan sistem penggajian
PNS yang berhasil diidentifikasi oleh Tim Peneliti, meliputi : (1) beban kerja dan tanggung jawab,
terkait dengan jabatan yang diemban oleh seorang pegawai. Jabatan yang sama sangat
dimungkinkan mempunyai tanggung jawab, beban kerja dan wewenang yang berbeda sehingga
harus dihargai dengan harga yang berbeda; (2) kemampuan atau kompetensi, yang terkait dengan
perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing pegawai. Meskipun berada dalam
jabatan yang sama, dimungkinkan pegawai mempunyai penguasaan kemampuan yang berbeda-
beda sehingga harus dihargai dengan harga yang berbeda; (3) prestasi kerja, terkait dengan filosofi
penggajian sebagai balas jasa yang diberikan kepada pegawai atas kontribusi yang diberikan
kepada organisasi. Untuk ini perlu didukung dengan instrumen penilaian kinerja yang mampu
mengukur dan menilai kinerja nyata pegawai dan mentransformasikannya kedalam nilai rupiah
tertentu sesuai pencapaian kinerjanya; dan (4) kebutuhan Hidup Layak (KHL), terkait dengan

1
upaya meningkatkan kesejahteraan PNS di semua wilayah Indonesia. Tujuannya untuk
memberikan rasa keadilan/kesetaraan di semua daerah sehingga kesejahteraan PNS dapat
diwujudkan dalam arti gaji yang diterima mampu memenuhi kebutuhan hidup layak tanpa
melihat dimana pegawai berada.
Selanjutnya, bicara mengenai sistem penggajian PNS tidak bisa dilepaskan dengan sistem
pensiun atau purna tugas dan kesejahteraan sosial PNS. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh
Tim Peneliti diidentifikasi beberapa permasalahan yang terkait dengan sistem pensiun atau purna
tugas. Permasalahan tersebut antara lain adalah : (1) banyaknya instansi yang terlibat dalam
pengelolaan dana pensiun dan jaminan sosial Pegawai Negeri di Indonesia, yaitu : PT TASPEN,
PT ASKES dan Bapertarum berdampak pelayanan kesejahteraan purna tugas PNS di Indonesia
tidak maksimal; (2) sistem dan program-program kesejahteraan purna tugas yang dikeluarkan
Pemerintah untuk memberikan ketenangan dalam bekerja dan memacu produktivitas PNS
ternyata belum memberikan dampak yang signifikan; (3) pemerintah belum menunjukkan
komitmennya sebagai pemberi kerja dalam hal sharing iuran program purna tugas. Saat ini
Pemerintah baru memberikan kewajibannya untuk iuran dana kesehatan saja sementara yang lain
belum sehingga pengelolaannya tidak maksimal; dan (4) sistem yang diberlakukan, yaitu sistem
pay as you go terbukti membebani anggaran negara. Bahkan disinyalir pada tahun 2014, PT
TASPEN akan kehabisan dana untuk membayar pensiun PNS.
Berdasarkan landasan teoritis dan kebijakan yang dikembangkan dalam kajian ini, Tim
Peneliti memberikan beberapa saran yang diharapkan bisa memberikan secercah harapan bagi
PNS. Saran tersebut adalah : (1) mengembangkan sistem penggajian PNS yang didasarkan pada
empat prinsip, yaitu : pay for position, pay for person, pay for living cost dan pay for performance.
Pay for position, dilakukan dengan menyusun job grading, yaitu memberikan harga, nilai atau
bobot bagi jabatan-jabatan yang ada didalam struktur kepegawaian PNS. Pay for person untuk
menghargai kemampuan atau kompetensi yang berbeda-beda dari pegawai. Pay for living cost
supaya jumlah nominal gaji yang diterima bisa memenuhi kebutuhan hidup pegawai dan
keluarganya. Pay for performance untuk menghargai pegawai-pegawai yang mampu bekerja
bagus dan membedakannya dengan pegawai-pegawai yang lain; (2) untuk bisa menerapkan sistem
tersebut perlu didukung dengan kegiatan : analisa jabatan dan evaluasi jabatan untuk
menghasilkan job grading dan job pricing semua jabatan dalam struktur PNS, fit and proper test
untuk memotret kompetensi yang dimiliki pegawai untuk penempatannya dalam posisi-posisi
tertentu, adanya instrumen performance appraisal yang mampu mengukur dan menilai kinerja
nyata pegawai, perhitungan indek KHL yang bagus sehingga mencerminkan kebutuhan nyata
manusia di Indonesia di masing-masing daerah, adanya dukungan anggaran yang memadai dan
terakhir adanya perubahan paradigma, mindset, budaya dan perilaku PNS dalam bekerja; (3)
penghapusan eselon, pangkat, golongan/ruang, jabatan, masa kerja, pendidikan dan variabel-
variabel lain yang selama ini dikaitkan dengan penetapan gaji PNS dan digantikan dengan variabel
baru sesuai sistem yang baru. Demikian pula dengan pemberian honorarium atau berbagai bentuk
pemberian uang tambahan diluar gaji dihapuskan, gaji yang diterima oleh PNS hanya terdiri pay
for position, pay for person, pay for living cost dan pay for performance; dan (4) terkait dengan
pengelolaan dana purna tugas atau pensiun dan jaminan sosial, perlu penerapan sistem fully
funded dengan terlebih dahulu mengefektifkan sistem sharing position antara PNS dan
pemerintah supaya beban anggaran negara tidak berat. Menetapkan PT TASPEN sebagai
pengelola tunggal dana purna tugas dan jaminan sosial PNS yang mengelola secara mandiri dan
sentralistis. Dalam melaksanakan tugas ini maka PT TASPEN dapat menjalin kerjasama dengan
instansi lain yang terlibat. Dan dana yang terkumpul dari iuran peserta dikelola oleh PT TASPEN
sehingga bisa menghasilkan laba dan deviden yang sepenuhnya digunakan untuk para pensiunan.

2
Saran-saran yang diberikan oleh Tim tersebut diharapkan mampu memberikan masukan
bagi Pemerintah dalam menyusun sistem penggajian PNS. Dan bisa memberikan secercah harapan
baru bagi PNS. Harapan ini akan memotivasi PNS untuk mau bekerja lebih giat, baik pada saat
masih aktif maupun setelah purna tugas.

3
Sistem Penggajian
Pegawai Negeri Sipil di Indonesia

Penyusun / Peneliti Utama :

Agustinus Sulistyo Tri P., SE., MSi.

-1-
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Sistem Penggajian Pegawai Negeri Sipil di Indonesia
Oleh : Agustinus Sulistyo, et al.
Cet. 1 - Jakarta : Pusat KKSDA-LAN, 2008
xviii, 197, 21 hlm.; 21 x 16 cm
ISBN 978-602-8463-00-3

Sistem Penggajian Pegawai Negeri Sipil di Indonesia

Diterbitkan oleh :
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
Jl. Veteran Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3868201-05 ext. 151, 152
Fax. (021) 3866857, 3865102

Cetakan I, Desember 2008

Desain sampul : Agustinus Sulistyo


Foto sampul : Yarip Rusli

Hak cipta dilindungi Undang-Undang


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa ijin tertulis dari Penerbit

-2-
Sistem Penggajian Pegawai Negeri Sipil di Indonesia

Tim Peneliti :

Dra. Emma Rahmawiati, MSi.


Agustinus Sulistyo Tri P., SE., MSi.
Drs. Hari Budimawan
Edy Sutrisno, SE., MSi.
Trimo Santoso, S.Sos., SAP
Dyah Yekti Utami, SIP., MA
Syamsuarman, S.Sos., MSi.
Budi Sudarso, S.Sos.
Agung F. Sampurna, SE., MSi.
Puji Rahayu, SAP
Wajar Santoso, S.Sos.

Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur


Lembaga Administrasi Negara
Jakarta
2008

-3-
Sambutan
Kepala Lembaga Administrasi Negara

Bicara mengenai gaji PNS selalu menjadi topik yang menarik karena menyangkut
hidup dan nasib sekian ribu pegawai. Apabila gaji yang diberikan tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidup maka niscaya mengharapkan PNS untuk bisa bekerja dengan baik. Maka
yang terjadi adalah maraknya korupsi, lemahnya profesionalisme kerja, rendahnya tingkat
disiplin dan sebagainya. Dalam konteks ini, pengembangan sistem penggajian PNS yang baik
sangat diperlukan. Artinya bisa memenuhi kebutuhan hidup, merupakan penghargaan atas
kompetensi, beban kerja, tanggung jawab dan kewenangannya serta sekaligus merupakan
penghargaan atas prestasi kerjanya.
Kajian Sistem Penggajian Pegawai Negeri Sipil di Indonesia yang dilakukan oleh
Kedeputian Bidang Kajian Kinerja Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur, Lembaga
Administrasi Negara ini memberikan satu alternatif sistem penggajian PNS yang bisa
memenuhi kriteria tersebut. Sistem penggajian PNS harus didasarkan pada prinsip : pay for
position, pay for person, pay for living cost dan pay for performance.
Mudah-mudahan kajian ini bisa memberikan secercah harapan bagi PNS dalam
meningkatkan kesejahteraannya, baik semasa bertugas maupun setelah purna tugas. Kepada
para narasumber dan key informant yang telah banyak memberikan pemikiran, ide dan saran
dalam penyusunan kajian ini disampaikan penghargaan dan terima kasih.

Jakarta, Desember 2008


Kepala
Lembaga Administrasi Negara

….
Asmawi Rewansyah

-4-
Kata Pengantar

Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang


Pokok-Pokok Kepegawaian, khususnya di Pasal 7 ayat (1) bahwa setiap Pegawai Negeri
berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung
jawabnya. Selanjutnya ditegaskan di ayat (2) bahwa gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri
harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya. Amanat yang
terkandung dalam Pasal tersebut menegaskan perlunya disusun suatu sistem penggajian yang
adil dan layak sekaligus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan hidup
Pegawai Negeri.
Menindaklanjuti amanat Undang-Undang tersebut, Kedeputian Bidang Kajian
Kinerja Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur, Lembaga Administrasi Negara pada tahun
2008 ini melakukan kajian Sistem Penggajian Pegawai Negeri Sipil di Indonesia. Kajian ini
difokuskan pada upaya membangun sistem penggajian PNS yang baru yang mampu
memenuhi amanat Undang-Undang tersebut. Sistem penggajian PNS yang berlaku saat ini
masih mengindikasikan banyak kelemahan sebagaimana berhasil diidentifikasi dalam kajian
ini. Demikian pula dengan variabel-variabel dalam sistem penggajian PNS dirasakan masih
kurang.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Tim Peneliti, berhasil disusun sistem
penggajian PNS yang diharapkan mampu memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999. Ada empat prinsip yang harus dipegang dalam menyusun sistem penggajian
PNS, yaitu pay for position, pay for person, pay for living cost dan pay for performance. Pay
for position untuk menghargai jabatan yang diduduki seorang pegawai. Setiap jabatan
mempunyai harga yang berbeda yang dikaitkan dengan beban kerja, tanggung jawab dan
kewenangannya. Pay for person untuk menghargai kompetensi yang dimiliki masing-masing
pegawai. Meskipun memegang jabatan yang sama, tetapi perbedaan kompetensi yang dimiliki
masing-masing pegawai harus dihargai dengan harga yang berbeda. Pay for living cost untuk
menghargai adanya perbedaan biaya pemenuhan kebutuhan hidup yang berbeda-beda di
masing-masing daerah. Dan pay for performance diberikan untuk menghargai pegawai yang
bekerja bagus dan untuk memotivasi pegawai untuk selalu meningkatkan kinerjanya. Dengan
keempat prinsip tersebut diharapkan tujuan pemberian gaji sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang dapat dipenuhi.
Bicara mengenai sistem penggajian tidak bisa dilepaskan dari pensiun pegawai.
Kajian ini juga membahas mengenai pensiun PNS dimana berhasil diidentifikasi beberapa
kelemahan yang ada dalam sistem pensiun PNS saat ini. Dari analisis yang dilakukan Tim
Peneliti direkomendasikan tiga hal, yaitu : (1) Perubahan sistem pay as you go menjadi sistem
fully funded. Kondisi ini menuntut adanya sistem sharing position antara PNS dan
pemerintah supaya beban anggaran negara tidak berat; (2) Menetapkan PT TASPEN sebagai
pengelola tunggal dana purna tugas dan jaminan sosial PNS yang mengelola secara mandiri
dan dilakukan secara sentralistis. Dalam melaksanakan tugas ini maka PT TASPEN dapat
menjalin kerjasama dengan instansi lain yang terlibat; dan (3) Dana yang terkumpul dari
iuran peserta dikelola oleh PT TASPEN sehingga bisa menghasilkan laba dan deviden yang
sepenuhnya digunakan untuk keperluan para pensiunan.

-5-
Pada akhirnya, sebagaimana kata pepatah ”tak ada gading yang tak retak” maka tidak
dapat dipungkiri bahwa dalam kajian ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Maka
Tim sangat terbuka untuk adanya kritik, saran dan masukan yang bersifat lebih
mengembangkan hasil kajian ini. Besar harapan kami kajian ini akan dapat memberikan
sumbangan bagi perbaikan pengelolaan PNS di Indonesia khususnya untuk pengembangan
sistem penggajiannya.

Jakarta, Desember 2008


Deputi
Bidang Kajian Kinerja Kelembagaan dan Sumber Daya
Aparatur

Sri Hadiati WK

-6-
Executive Summary

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian,


mengamanatkan bahwa setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak
sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Gaji tersebut harus mampu memacu
produktivitas dan menjamin kesejahteraan Pegawai Negeri. Amanat Undang-Undang ini,
setelah hampir satu dasa warsa ternyata belum mampu dipenuhi oleh Pemerintah. Meskipun
Pemerintah sudah beberapa kali menaikkan nominal gaji tetapi ternyata tidak membawa
dampak yang signifikan. Kondisi ini disebabkan karena peningkatan gaji PNS selalu diikuti
dengan naiknya tingkat harga kebutuhan pokok (sembako). Sehingga banyak PNS yang
mengeluh gaji sebulan habis dalam satu atau dua minggu. Bahkan beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa tingkat gaji PNS yang rendah ini memberikan andil dalam maraknya
korupsi di kalangan birokrasi. Kondisi ini tentunya perlu diperbaiki. Bukan hanya dengan
meningkatkan nominal gaji tetapi yang paling penting adalah mengubah sistem penggajian
PNS yang berlaku saat ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur Lembaga
Administrasi Negara pada tahun 2008 dengan judul Sistem Penggajian Pegawai Negeri Sipil
di Indonesia difokuskan untuk menghasilkan satu sistem penggajian PNS yang lebih baik.
Dalam arti bisa menghargai apa yang dimiliki pegawai dan apa yang disumbangkan oleh
pegawai pada unit organisasinya. Dalam penelitian ini ditemukan berbagai permasalahan
yang ada dalam sistem penggajian PNS yang berlaku saat ini. Permasalahan tersebut antara
lain : (1) terkait dengan nilai nominal atau besaran gaji PNS yang diterima setiap bulan yang
cenderung menyatakan masih kurang sehingga perlu ditingkatkan jumlahnya; (2) terkait
dengan sistem pembayarannya yang dibayar dimuka dianggap kurang memotivasi kinerja
PNS karena dibayar dulu baru kerja; (3) terkait dengan sistem penggajian PNS saat ini yang
belum mengakomodasi beban kerja, tanggung jawab dan kinerja PNS; (3) terkait dengan skala
gaji PNS yang mempunyai rentang golongan/ruang tinggi (17 jenjang) sementara rasio gaji
hanya 1 : 3. Kondisi ini berdampak perbedaan gaji tiap jenjang tidak memberikan makna
yang berarti; dan (4) terkait dengan variabel-variabel penggajian yang hanya
mempertimbangkan masa kerja dan golongan/ruang. Variabel ini dirasakan terlalu sederhana
apabila dikaitkan dengan tujuan pemberian gaji PNS.
Beberapa variabel baru yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan sistem
penggajian PNS yang berhasil diidentifikasi oleh Tim Peneliti, meliputi : (1) beban kerja dan
tanggung jawab, terkait dengan jabatan yang diemban oleh seorang pegawai. Jabatan yang
sama sangat dimungkinkan mempunyai tanggung jawab, beban kerja dan wewenang yang
berbeda sehingga harus dihargai dengan harga yang berbeda; (2) kemampuan atau
kompetensi, yang terkait dengan perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing
pegawai. Meskipun berada dalam jabatan yang sama, dimungkinkan pegawai mempunyai
penguasaan kemampuan yang berbeda-beda sehingga harus dihargai dengan harga yang
berbeda; (3) prestasi kerja, terkait dengan filosofi penggajian sebagai balas jasa yang diberikan
kepada pegawai atas kontribusi yang diberikan kepada organisasi. Untuk ini perlu didukung
dengan instrumen penilaian kinerja yang mampu mengukur dan menilai kinerja nyata
pegawai dan mentransformasikannya kedalam nilai rupiah tertentu sesuai pencapaian

-7-
kinerjanya; dan (4) kebutuhan Hidup Layak (KHL), terkait dengan upaya meningkatkan
kesejahteraan PNS di semua wilayah Indonesia. Tujuannya untuk memberikan rasa
keadilan/kesetaraan di semua daerah sehingga kesejahteraan PNS dapat diwujudkan dalam
arti gaji yang diterima mampu memenuhi kebutuhan hidup layak tanpa melihat dimana
pegawai berada.
Selanjutnya, bicara mengenai sistem penggajian PNS tidak bisa dilepaskan dengan
sistem pensiun atau purna tugas dan kesejahteraan sosial PNS. Dari hasil analisis yang
dilakukan oleh Tim Peneliti diidentifikasi beberapa permasalahan yang terkait dengan sistem
pensiun atau purna tugas. Permasalahan tersebut antara lain adalah : (1) banyaknya instansi
yang terlibat dalam pengelolaan dana pensiun dan jaminan sosial Pegawai Negeri di
Indonesia, yaitu : PT TASPEN, PT ASKES dan Bapertarum berdampak pelayanan
kesejahteraan purna tugas PNS di Indonesia tidak maksimal; (2) sistem dan program-program
kesejahteraan purna tugas yang dikeluarkan Pemerintah untuk memberikan ketenangan
dalam bekerja dan memacu produktivitas PNS ternyata belum memberikan dampak yang
signifikan; (3) pemerintah belum menunjukkan komitmennya sebagai pemberi kerja dalam
hal sharing iuran program purna tugas. Saat ini Pemerintah baru memberikan kewajibannya
untuk iuran dana kesehatan saja sementara yang lain belum sehingga pengelolaannya tidak
maksimal; dan (4) sistem yang diberlakukan, yaitu sistem pay as you go terbukti membebani
anggaran negara. Bahkan disinyalir pada tahun 2014, PT TASPEN akan kehabisan dana
untuk membayar pensiun PNS.
Berdasarkan landasan teoritis dan kebijakan yang dikembangkan dalam kajian ini,
Tim Peneliti memberikan beberapa saran yang diharapkan bisa memberikan secercah
harapan bagi PNS. Saran tersebut adalah : (1) mengembangkan sistem penggajian PNS yang
didasarkan pada empat prinsip, yaitu : pay for position, pay for person, pay for living cost dan
pay for performance. Pay for position, dilakukan dengan menyusun job grading, yaitu
memberikan harga, nilai atau bobot bagi jabatan-jabatan yang ada didalam struktur
kepegawaian PNS. Pay for person untuk menghargai kemampuan atau kompetensi yang
berbeda-beda dari pegawai. Pay for living cost supaya jumlah nominal gaji yang diterima bisa
memenuhi kebutuhan hidup pegawai dan keluarganya. Pay for performance untuk
menghargai pegawai-pegawai yang mampu bekerja bagus dan membedakannya dengan
pegawai-pegawai yang lain; (2) untuk bisa menerapkan sistem tersebut perlu didukung
dengan kegiatan : analisa jabatan dan evaluasi jabatan untuk menghasilkan job grading dan
job pricing semua jabatan dalam struktur PNS, fit and proper test untuk memotret
kompetensi yang dimiliki pegawai untuk penempatannya dalam posisi-posisi tertentu,
adanya instrumen performance appraisal yang mampu mengukur dan menilai kinerja nyata
pegawai, perhitungan indek KHL yang bagus sehingga mencerminkan kebutuhan nyata
manusia di Indonesia di masing-masing daerah, adanya dukungan anggaran yang memadai
dan terakhir adanya perubahan paradigma, mindset, budaya dan perilaku PNS dalam bekerja;
(3) penghapusan eselon, pangkat, golongan/ruang, jabatan, masa kerja, pendidikan dan
variabel-variabel lain yang selama ini dikaitkan dengan penetapan gaji PNS dan digantikan
dengan variabel baru sesuai sistem yang baru. Demikian pula dengan pemberian honorarium
atau berbagai bentuk pemberian uang tambahan diluar gaji dihapuskan, gaji yang diterima
oleh PNS hanya terdiri pay for position, pay for person, pay for living cost dan pay for

-8-
performance; dan (4) terkait dengan pengelolaan dana purna tugas atau pensiun dan jaminan
sosial, perlu penerapan sistem fully funded dengan terlebih dahulu mengefektifkan sistem
sharing position antara PNS dan pemerintah supaya beban anggaran negara tidak berat.
Menetapkan PT TASPEN sebagai pengelola tunggal dana purna tugas dan jaminan sosial PNS
yang mengelola secara mandiri dan sentralistis. Dalam melaksanakan tugas ini maka PT
TASPEN dapat menjalin kerjasama dengan instansi lain yang terlibat. Dan dana yang
terkumpul dari iuran peserta dikelola oleh PT TASPEN sehingga bisa menghasilkan laba dan
deviden yang sepenuhnya digunakan untuk para pensiunan.
Saran-saran yang diberikan oleh Tim tersebut diharapkan mampu memberikan
masukan bagi Pemerintah dalam menyusun sistem penggajian PNS. Dan bisa memberikan
secercah harapan baru bagi PNS. Harapan ini akan memotivasi PNS untuk mau bekerja lebih
giat, baik pada saat masih aktif maupun setelah purna tugas.

-9-
Daftar Gambar

Hal.
Gambar 2.1 Determinan Utama dalam Penetapan Kompensasi 25
Gambar 2.2 Pendekatan dalam Penggajian 31
Gambar 2.3 Scatter Diagram Hasil Evaluasi Jabatan 34
Gambar 3.1 Pendekatan Job Grading di Departemen Keuangan 50
Gambar 3.2 Ilustrasi Sistem Penggajian PNS 56
Gambar 5.1 Take Home Pay Pegawai dalam Sistem Penggajian 148
PNS yang Baru
Gambar 5.2 Pola Pengelolaan Manfaat Pensiun 153

- 10 -
Daftar Diagram

Hal.
Diagram 4.1 Perkembangan Jumlah PNS di Provinsi Kalimantan 58
Tengah Periode 2004-2008
Diagram 4.2 Jumlah Pegawai menurut Tingkat Pendidikan di 62
Provinsi Papua Barat Tahun 2008
Diagram 4.3 Jumlah PNS menurut Golongan dan Ruang di 66
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008
Diagram 4.4 Jumlah PNS menurut Golongan dan Ruang di 71
Provinsi Jawa Tengah
Diagram 4.5 Jumlah PNS menurut Golongan dan Ruang di 74
Provinsi Jawa Barat Tahun 2007
Diagram 4.6 Jumlah PNS menurut Golongan dan Ruang di 77
Provinsi Kalimantan Selatan
Diagram 4.7 Jumlah PNS menurut Golongan dan Ruang di 81
Provinsi Maluku Tahun 2008
Diagram 4.8 Jumlah PNS menurut Golongan dan Ruang di 84
Provinsi Papua
Diagram 4.9 Jumlah Pegawai menurut Tingkat Pendidikan di 87
Kota Palangkaraya
Diagram 4.10 Jumlah PNS menurut Golongan di Kabupaten 91
Kapuas Tahun 2008
Diagram 4.11 Jumlah PNS menurut Jenis Kelamin di Kabupaten 94
Manokwari
Diagram 4.12 Jumlah PNS menurut Golongan di Kota Padang 98
Diagram 4.13 Jumlah PNS menurut Jenis Kelamin dan Golongan 101
di Kabupaten Solok
Diagram 4.14 Jumlah PNS menurut Golongan di Kota 107
Banjarmasin
Diagram 4.15 Jumlah PNS menurut Golongan di Kabupaten 110
Banjar
Diagram 4.16 Jumlah PNS menurut Golongan/Ruang di 111
Kabupaten Jayapura
Diagram 4.17 Jumlah PNS menurut SKPD/Golongan di Kota 113
Ambon

- 11 -
Daftar Tabel

Hal.
Tabel 2.1 Informasi-Informasi dalam Analisis Jabatan 29
Tabel 2.2 Langkah-Langkah dalam Proses Job Analysis 30
Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan metode dalam Job 32
Evaluation
Tabel 3.1 Daftar Skala Gaji Pokok PNS 37
Tabel 3.2 Daftar Tunjangan Jabatan Struktural PNS 39
Tabel 3.3 Daftar Tunjangan Jabatan Fungsional 39
Tabel 3.4 Daftar Tunjangan Umum PNS 40
Tabel 3.5 Prosentase Insentif per Bulan di KPK 48
Tabel 3.6 Perbandingan Penggajian Pegawai PT KAI dengan 54
PNS
Tabel 4.1 Besar Tambahan Penghasilan di Provinsi 59
Kalimantan Tengah
Tabel 4.2 Tunjangan Khusus Provinsi Papua untuk PNS di 63
Lingkungan Provinsi Papua Barat
Tabel 4.3 Standar Biaya Honorarium di Lingkungan 64
Pemerintah Provinsi Papua Barat
Tabel 4.4 Standar Biaya Tunjangan Daerah bagi PNS dan PTT 68
di Lingkungan Provinsi Sumatera Barat
Tabel 4.5 Tunjangan Daerah bagi Pejabat Struktural di 75
Provinsi Jawa Barat
Tabel 4.6 Besaran Tunjangan Pejabat Struktural di Provinsi 78
Kalimantan Selatan
Tabel 4.7 Besaran Tunjangan Pejabat Fungsional di Provinsi 79
Kalimantan Selatan
Tabel 4.8 Besaran Tunjangan Pejabat Widyaiswara di 79
Provinsi Kalimantan Selatan
Tabel 4.9 Besaran Tunjangan Non Struktural dan Non 79
Fungsional di Provinsi Kalimantan Selatan
Tabel 4.10 Tunjangan Kinerja Daerah untuk Jabatan Struktural 85
dan Fungsional di Provinsi Papua
Tabel 4.11 Aspek Komponen Disiplin 86
Tabel 4.12 Besaran Tambahan Penghasilan di Kota 88
Palangkaraya

- 12 -
Tabel 4.13 Besaran Tambahan Penghasilan di Kabupaten 92
Kapuas
Tabel 4.14 Honorarium Pengelola Keuangan TA 2006 95
Kabupaten Manokwari
Tabel 4.15 Honorarium Pegawai Non PNS TA 2006 Kabupaten 96
Manokwari
Tabel 4.16 Harga Satuan Insentif Pengelola Keuangan TA 2006 96
Kabupaten Manokwari
Tabel 4.17 Besaran Harga Satuan Biaya Tertinggi Uang 97
Harian/Lumpsum TA 2006 Kabupaten Manokwari
Tabel 4.18 Besaran Tunjangan Tambahan Penghasilan 102
Kabupaten Solok Tahun 2008
Tabel 4.19 Kebijakan Pemotongan Tunjangan Daerah di 105
Kabupaten Solok
Tabel 4.20 Pemberian Tali Asih untuk PNS di Kota 108
Banjarmasin
Tabel 4.21 Pemberian Santunan PNS di Kota Banjarmasin 108
Tabel 4.22 Tunjangan Perbaikan Penghasilan bagi PNS dan 109
PTT di Kota Banjarmasin
Tabel 4.23 Tunjangan Daerah untuk Jabatan Struktural dan 111
Fungsional di Kabupaten Banjar
Tabel 4.24 Tunjangan Kinerja Daerah untuk Jabatan Struktural 112
di Kabupaten Jayapura
Tabel 4.25 Aspek Komponen Disiplin 112
Tabel 4.26 Besaran Tunjangan Pelayanan Publik di Kota 114
Ambon
Tabel 4.27 Uang Jasa Kehormatan bagi PNS yang masuk BUP 115
di Kota Ambon
Tabel 5.1 Kebutuhan Hidup Layak dan Upah Minimum 146
Provinsi selama Sebulan menurut Provinsi Tahun
2007-2008
Tabel 5.2 Skim Pengelolaan Kesejahteraan Pegawai Negeri 151
Tabel 5.3 Sumber Pembiayaan Pensiun 153

- 13 -
Daftar Isi

Hal.
Halaman Judul 1
Sambutan Kepala Lembaga Administrasi Negara 4
Kata Pengantar 5
Executive Summary 7
Daftar Gambar 10
Daftar Diagram 11
Daftar Tabel 12
Daftar Isi 14
Bab I Pendahuluan 16
A. Latar Belakang Masalah 16
B. Perumusan Masalah 19
C. Tujuan Kajian 19
D. Sasaran Kajian 20
E. Hasil yang Diharapkan 20
F. Metodologi Penelitian 20
Bab II Tinjauan Teoritis Sistem Penggajian 22
A. Pengertian Penggajian 22
B. Pendekatan Pembayaran Gaji 24
C. Prinsip-Prinsip dalam Penggajian 26
D. Menyusun Sistem Penggajian Pegawai 27
Bab III Tinjauan Kebijakan dan Empiris Sistem Penggajian 36
A. Tinjauan Kebijakan Penggajian PNS 36
B. Penelitian Penggajian oleh Kantor BKN 40
C. Beberapa Contoh Pengembangan Sistem Penggajian di 44
Indonesia (Komisi Pemberantasan Korupsi, Departemen
Keuangan, PT Pos Indonesia dan PT Kereta Api Indonesia)
D. Konsep Sistem Penggajian 55
Bab IV Hasil Temuan dan Analisis Data 57
A. Permasalahan dalam Sistem Penggajian PNS Saat Ini 57
B. Keterkaitan berbagai Komponen dalam Sistem Penggajian 117

- 14 -
Bab V Pengembangan Sistem Penggajian PNS yang Baru 139
A. Sistem Penggajian Berdasarkan Jabatan (pay for position) 140
B. Sistem penggajian berdasarkan kompetensi pegawai (pay
for person) 142
C. Sistem penggajian berdasarkan kinerja (pay for
performance) 144
D. Sistem penggajian berdasarkan kebutuhan hidup (pay for
living cost) 145
E. Perhitungan Pensiun dalam Sistem Penggajian PNS 148
Bab VI Penutup 155
A. Kesimpulan 155
B. Saran 156
Daftar Pustaka 158
Lampiran 160
1. Pedoman Indept Interview
2. Kuesioner Analisis Jabatan
3. Instrumen Penilaian Kinerja

- 15 -
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Menggagas tentang kesejahteraan apapun konteksnya selalu tidak pernah habis
untuk didiskusikan, apalagi jika menyangkut pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia.
PNS hingga saat ini disebutkan masih jauh dari sejahtera apalagi bila dicermati dari
nominal gaji yang diterima per bulannya. Gaji yang dimaksud dalam pengertian ini
adalah total pendapatan yang diterima sebagai seorang PNS selama satu bulan. Dalam hal
ini meliputi gaji pokok dan berbagai tunjangan, seperti tunjangan anak, suami/istri,
tunjangan jabatan dan sebagainya. Bahkan kecilnya gaji PNS seringkali dikaitkan dengan
maraknya praktik korupsi di lingkungan pemerintahan. Sebagaimana dilansir oleh Luky
Djani seorang peneliti ICW dalam Republika Online yang menyatakan bahwa “sering
kali kecilnya gaji penyelenggara negara dijadikan kambing hitam bagi maraknya kasus
korupsi”. Tetapi disisi lain, apakah dengan dinaikkannya gaji dapat otomatis memangkas
praktik korupsi? Luky memberikan hasil berbagai penelitian yang sudah dilakukan oleh
banyak kalangan yang melakukan penelitian mengenai korupsi di Indonesia. Kesimpulan
yang diambil dari berbagai penelitian tersebut adalah bahwa korupsi bukan hanya
disebabkan karena gaji yang kecil, tetapi lebih pada adanya kekuasaan, jabatan dan
adanya peluang menyelewengkan atau menyalah-gunakannya untuk kepentingan
pribadi.
Terlepas dari perannya dalam praktik korupsi di lingkungan pemerintahan,
kecilnya gaji yang diterima PNS memang menjadi masalah tersendiri. Saat ini penggajian
PNS diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggajian
PNS. Di dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan bahwa gaji pokok terendah PNS
adalah Rp 910.000,- yang diberikan kepada PNS Golongan I/a dengan masa kerja 0 tahun,
sementara gaji pokok tertinggi adalah Rp 2.910.000,- yang diberikan kepada PNS
Golongan IV/e dengan masa kerja 32 tahun. Gaji sejumlah itu ternyata belum mampu
meningkatkan kesejahteraan PNS. Secara lahir dan batin PNS merasa belum sejahtera
apalagi di tengah situasi dan kondisi bangsa yang sedang berada dalam krisis multi
dimensi. Dalam upaya menyikapi kondisi tersebut tidak jarang PNS bekerja “nyambi” di
tempat lain untuk sekedar menambah penghasilannya. Dan dalam upaya ini seringkali
mereka mengorbankan waktu bekerja efektif di unit organisasinya. Dampaknya, waktu
kerja yang sudah sedikit semakin berkurang. Menurut Gunawan (opini dalam Sinar
Harapan Online), jam kerja PNS di Indonesia termasuk yang paling sedikit dibandingkan
dengan negara Asia lainnya. Malaysia, pegawainya bekerja 45 jam per minggu, Singapura
42 jam per minggu, Thailand dan Korea 40 jam per minggu. Sementara PNS di Indonesia
bekerja 37,5 jam per minggu (Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1995 tentang Hari
Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah).
Diskusi tentang kesejahteraan PNS memang tidak bisa ditentukan hanya dengan
melihat pada besaran nominal gaji yang diterima perbulan. Perlu diperhitungkan
bagaimana tingkat harga-harga yang berlaku di masyarakat. Apakah gaji pokok ditambah
- 16 -
berbagai tunjangan yang diterima oleh PNS mampu untuk membiayai kebutuhan
hidupnya dengan tingkat harga tersebut. Saat ini tingkat harga cenderung meningkat
sementara gaji tidak naik, sebaliknya apabila ada kenaikan gaji maka segera diikuti
naiknya harga. Kondisi ini berdampak setiap kebijakan kenaikan gaji PNS tidak atau
kurang memberikan dampak yang signifikan terhadap upaya peningkatan kesejahteraaan
PNS. Kondisi ini terlihat dari kebijakan pemerintah dalam menaikkan gaji PNS yang
sering diumumkan jauh-jauh hari sebelumnya sehingga harga cenderung naik terlebih
dahulu sementara gaji belum dinaikkan. Sebagai contoh, kebijakan yang dilakukan pada
Pemerintahan Presiden Megawati yang akan menaikkan gaji PNS sebesar 10% dan
tunjangan guru sebesar 50%, tetapi dalam kurun waktu 4,5 bulan sebelum kebijakan itu
direalisasikan, harga sudah melonjak terlebih dahulu.
Upaya peningkatan kesejahteraan PNS paling tidak harus memperhatikan dua
faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terkait dengan upaya
memperbaiki tingkat atau nominal gaji yang diterima PNS setiap bulannya, termasuk
didalamnya upaya memperbaiki sistem penggajian itu sendiri. Sementara faktor eksternal
terkait dengan tingkat harga kebutuhan hidup yang berlaku. Dalam upaya peningkatan
kesejahteraan PNS maka kedua faktor ini harus dapat disinergiskan, dalam arti dapat
saling mendukung. Jangan sampai gaji yang diberikan terlalu sedikit sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan hidup PNS, dan sebaliknya tidak terlalu besar sehingga
cenderung berlebihan. Tetapi bisa tepat sesuai kebutuhan dan sesuai dengan kontribusi
yang diberikannya.
Faktor yang paling realistis untuk diubah dalam ranah kebijakan kepegawaian
adalah faktor internalnya, yaitu terkait dengan upaya memperbaiki sistem penggajian
PNS. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah sebagaimana disampaikan oleh Deputi
MenPAN bidang SDM, Tasdik Kinanto (sekarang Sekretaris MenPAN) sebagaimana
dikutip Antara News. Dikatakan bahwa struktur gaji PNS akan dirancang kembali dengan
mempertimbangkan prestasi dan beban kerja serta adanya tunjangan bagi pegawai di
daerah terpencil. Dijelaskan bahwa prestasi kerja pegawai akan diukur setiap tahun dan
pada akhir tahun akan muncul tunjangan prestasi yang besarannya tergantung kredit
point yang dihasilkan. Sementara besaran gaji yang didasarkan pada beban kerja akan
dibuat dengan mempertimbangkan beban kerja di setiap satuan kerja sehingga ada
kemungkinan gaji seorang kepala bagian di suatu instansi tidak akan sama dengan kepala
bagian di instansi lainnya.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Penggajian PNS, pemberian gaji pokok PNS didasarkan pada 2 (dua) aspek, yaitu
golongan/ruang dan masa kerja. Golongan/ruang PNS dibagi dalam 4 (empat) kelompok,
yaitu : Golongan I terdiri dari 4 (empat) ruang : a, b, c, d, Golongan II terdiri dari 4
(empat) ruang : a, b, c, d, Golongan III terdiri dari 4 (empat) ruang : a, b, c, d, dan
Golongan IV terdiri dari 5 (lima) ruang : a, b, c, d, e. Sementara masa kerja pegawai
dihitung dalam tahunan dan setiap dua tahun sekali diberikan kenaikan gaji berkala.
Selain gaji yang diberikan tersebut, PNS juga memperoleh tunjangan jabatan, yaitu
tunjangan yang diberikan bagi PNS yang memangku suatu jabatan, baik jabatan

- 17 -
struktural maupun fungsional. Sementara bagi PNS yang tidak/belum mempunyai jabatan
diberikan tunjangan fungsional umum.
Dalam sistem penggajian yang berlaku saat ini semua pegawai dalam
golongan/ruang dan masa kerja yang sama diberikan besaran gaji pokok yang sama tanpa
melihat pada kontribusinya pada unit organisasinya. Sehingga muncul istilah PGPS
(Pinter Goblok Penghasilan Sama) untuk menggambarkan tidak diperhitungkannya
kontribusi pegawai dalam sistem penggajian PNS. Padahal dengan adanya perbedaan
kontribusi sudah selayaknya ada perbedaan gaji yang diterima. Karena sudah sepantasnya
kalau pegawai yang bekerja lebih giat dan rajin serta mampu melaksanakan tugas dengan
baik akan menerima gaji yang lebih besar daripada mereka yang tidak mampu.
Kondisi empiris saat ini menunjukkan adanya pandangan yang berbeda terkait
dengan tingkat kesejahteraan dan sistem penggajian PNS yang berlaku saat ini.
Pandangan yang menyatakan bahwa tingkat kesejahteraan dan sistem penggajian PNS
harus diubah dan disesuaikan dengan pendekatan baru yang lebih rasional dan
proporsional. Sementara pandangan lainnya menyatakan apa yang diterima oleh PNS
selama ini sebanding dengan kinerja PNS. Menurut pandangan ini sudah sewajarnya PNS
memperoleh gaji tersebut karena memang kinerja dan produktivitasnya yang masih
rendah. Kedua pandangan tersebut dapat dibenarkan karena memang seperti itulah
kondisi PNS Indonesia, akan tetapi bagaimana dengan PNS yang mampu bekerja dengan
baik, apakah mereka tidak layak untuk dihargai dengan diberikan gaji yang besar? Dan
apakah PNS yang tidak mampu bekerja tidak bisa dikembangkan dengan menggunakan
pendekatan sistem penggajian yang lebih rasional dan proporsional? Berangkat dari
kondisi tersebut, maka perlu dilakukan suatu kajian untuk dapat mengembangkan suatu
sistem penggajian yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu dapat memberikan
nilai nominal gaji yang dapat memenuhi kebutuhan hidup juga sesuai dengan kontribusi
atau kinerja pegawai.
Salah satu syarat pelaksanaan reformasi birokrasi adalah adanya reformasi
terhadap pegawai negeri sipilnya. Dalam hal ini reformasi terhadap kinerja dan
produktivitas pegawai menjadi prioritas utama dalam pelaksanaannya. Namun apabila
reformasi tersebut tidak diimbangi dengan perbaikan kesejahteraan pegawai apakah
reformasi tersebut akan berhasil. Ada hubungan yang linier antara tingkat kesejahteraan
yang rendah dengan aktivitas korupsi yang meningkat. Menteri Negara PAN dalam
banyak kesempatan telah menyatakan perlunya perbaikan tingkat kesejahteraan bagi
PNS. Hal ini menyangkut program pemerintah untuk terus meningkatkan efektivitas dan
produktivitas birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Walaupun hal ini terkendala oleh anggaran yang dimiliki oleh negara namun pada
tahun-tahun mendatang perbaikan gaji/penghasilan dan kesejahteraan pegawai negeri
sipil harus dilakukan yang semestinya dibarengi dengan perbaikan sistem manajemen
PNS secara keseluruhan sehingga kinerja dan produktivitas PNS semakin baik. Intinya
adalah perbaikan penghasilan dan sistem penggajian PNS harus mampu mewujudkan
sosok PNS yang profesional dan sejahtera.
Perkembangan terakhir dalam sistem penggajian PNS saat ini menunjukkan
gambaran yang semakin “kritis”. Beberapa instansi yang dianggap telah mampu

- 18 -
melakukan reformasi di instansinya diberikan tunjangan yang sangat tinggi. Misalnya di
Departemen Keuangan, pegawai terendah dengan jabatan pelaksana golongan Ia
mendapat tunjangan Rp 1.230.000,- sementara untuk pegawai dengan jabatan eselon I
grade 1 mendapat tunjangan sebesar Rp 46.950.000,- (Kompas, 30 Agustus 2007).
Dibandingkan dengan tunjangan yang diterima oleh seorang peneliti dengan jabatan Ahli
Peneliti Utama (APU) atau widyaiswara dengan jabatan Widyaiswara Utama yang hanya
Rp 1.400.000,- terlihat gap-nya sangat jauh.
Kondisi ini diperparah dengan gambaran di daerah, yaitu dengan adanya
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dengan dasar kedua peraturan tersebut pemerintah daerah diperkenankan untuk
memberikan tambahan penghasilan kepada pegawainya sesuai dengan kemampuan
APBD masing-masing. Bagi pemerintah daerah yang mempunyai PAD atau kemampuan
anggarannya besar maka mereka bisa memberikan tambahan tunjangan yang besar.
Sebagai contoh, Provinsi Kepulauan Riau yang mampu memberikan tambahan
penghasilan kepada pegawainya sebesar Rp 1.250.000,- kepada pegawai golongan I dan II
sementara untuk Pejabat Eselon I diberikan tambahan penghasilan sebesar Rp
12.000.000,- (Lampiran Keputusan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 58.b Tahun 2007
tentang Penetapan Tambahan Penghasilan Berdasarkan Prestasi Kerja di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2007). Sementara di Provinsi Jawa
Barat, pegawai golongan I diberikan tambahan sebesar Rp 100.000,- dan pejabat Eselon I
diberikan tambahan sebesar Rp 3.750.000,- (Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 27
Tahun 2007 tentang Standar Biaya Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2008). Gambaran tersebut menunjukkan bahwa tidak ada standar yang jelas dalam
sistem pemberian tambahan penghasilan pegawai di daerah. Ada pegawai yang mendapat
tambahan besar tetapi di sisi yang lain ada pegawai yang mendapat sedikit. Dampaknya,
kesenjangan penghasilan (gaji, tunjangan jabatan dan tambahan lainnya) yang diterima
oleh PNS diberbagai daerah/instansi menjadi semakin besar.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas dan memandang
urgensi dari perbaikan sistem penggajian PNS dalam rangka meningkatkan
kesejahteraannya, maka Lembaga Administrasi Negara dalam hal ini Pusat Kajian Kinerja
Sumber Daya Aparatur melaksanakan kajian dengan judul ”Sistem Penggajian Pegawai
Negeri Sipil di Indonesia”. Dengan dilakukannya kajian ini diharapkan akan diperoleh
rekomendasi kebijakan berkaitan dengan perbaikan sistem penggajian PNS di Indonesia
yang rasional dan proporsional sehingga PNS dapat mencapai kesejahteraan.

B. Perumusan Masalah
Dari paparan singkat diatas maka permasalahan dalam kajian ini dirumuskan
sebagai berikut ”Bagaimana sistem penggajian yang rasional dan proporsional dalam
rangka memperbaiki tingkat kesejahteraan PNS di Indonesia”.

C. Tujuan Kajian
Tujuan kajian ini adalah :
1. Mengidentifikasi berbagai kelemahan dari sistem penggajian PNS saat ini;
- 19 -
2. Mengidentifikasi keterkaitan variabel-variabel yang mempengaruhi perbaikan sistem
penggajian PNS;
3. Merumuskan sistem penggajian PNS yang rasional.

D. Sasaran Kajian
Sasaran kajian ini adalah :
1. Teridentifikasinya berbagai kelemahan dari sistem penggajian PNS saat ini;
2. Teridentifikasinya keterkaitan variabel-variabel yang mempengaruhi perbaikan
sistem penggajian PNS;
3. Tersusunnya sistem penggajian PNS yang rasional.

E. Hasil yang Diharapkan


Dari kajian ini diharapkan keluar satu rekomendasi kebijakan berupa model
sistem penggajian PNS yang rasional dan proporsional serta mendorong peningkatan
kesejahteraan PNS. Dengan sistem ini diharapkan selain meningkatkan kesejahteraan
PNS juga dapat meningkatkan profesionalisme PNS dengan meningkatnya kinerja dan
kontribusi pegawai kepada unit organisasinya.

F. Metodologi Penelitian
Ditinjau dari tujuan yang hendak dicapai dalam Kajian Sistem Penggajian PNS
maka penelitian ini termasuk dalam penelitian terapan, yaitu untuk menerapkan,
menguji dan mengevaluasi kemampuan teori yang diterapkan dalam memecahkan
masalah-masalah praktis (Sugiyono, 2001). Dalam kajian ini, tujuan yang hendak dicapai
adalah memecahkan permasalahan yang ada dalam sistem penggajian PNS di Indonesia
khususnya dengan menyusun sistem penggajian PNS yang rasional dan proporsional.
Sedangkan apabila ditinjau dari tingkat eksplanasinya, penelitian ini dapat digolongkan
dalam penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri
tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain.
1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam kajian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu
suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 1999). Dengan
menggunakan desain penelitian kualitatif diharapkan penelitian dapat lebih
mendekatkan diri pada objek-objek yang diteliti serta meningkatkan sensitivitas
terhadap konteks-konteks yang ada dan sifat-sifat tersebut cenderung membuahkan
konfidensi yang lebih besar pada kesahihan data kualitatif dibandingkan kuantitatif
(Brannen, 1999).
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian Kajian Sistem Penggajian PNS ditetapkan dengan metode
purposive sampling dengan mempertimbangkan karakteristik daerah, keterwakilan
menurut lokasi geografis serta pertimbangan lain yang dapat mempermudah
penggalian data dan informasi. Kajian Sistem Penggajian PNS mengambil sampel 10
(sepuluh) Provinsi di Indonesia dan dari masing-masing Provinsi diambil sampel satu
- 20 -
Kabupaten dan satu Kota. Berikut ini adalah lokasi sampel kajian tersebut, yaitu :
Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
Bali, Maluku, Sulawesi Selatan, Papua dan Papua Barat.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode yang dipergunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
terdiri dari :
a. Wawancara mendalam (in-depth interview), wawancara ini dilakukan untuk
menggali data secara mendalam dengan narasumber (key informant) terpilih.
Narasumber ini diantaranya adalah : Sekretaris Daerah, Kepala Badan
Kepegawaian Daerah atau Kepala Biro/Bagian Kepegawaian, baik di tingkat
Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
b. Diskusi mendalam (in-depth discussion), diskusi ini dimaksudkan untuk
memperoleh dan menjaring data berdasarkan kesepakatan bersama diantara
pejabat yang kompeten di bidang yang sesuai dengan topik penelitian.
c. Kajian Kepustakaan, kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh data
pendukung kajian melalui telaahan buku, literatur, dokumen, peraturan
perundangan serta sumber-sumber lain yang relevan dengan kajian.
4. Sumber Data dan Data yang Diperlukan
Key Informant yang ditemui adalah para pejabat yang memahami dan terlibat
langsung dalam pengelolaan kepegawaian khususnya dalam penggajian PNS di
daerah. Key informant ini terdiri dari : Sekretaris Daerah, Kepala Badan Kepegawaian
Daerah atau Kepala Biro/Bagian Kepegawaian, dan Kepala Bagian Keuangan baik di
tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Dimungkinkan juga untuk menambah key
informant apabila diperlukan untuk menambah berbagai data dan informasi kajian.
Data yang diperlukan untuk kajian ini terdiri dari data primer dan sekunder.
Data primer berupa berbagai pernyataan, saran, rekomendasi dan masukan yang
bermanfaat untuk penyusunan sistem penggajian PNS yang diberikan oleh para key
informant, sedangkan data sekunder berupa berbagai kebijakan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Daerah serta berbagai data dan informasi lainnya yang bersumber
dari buku, literatur atau dokumen lainnya yang terkait dengan penyusunan sistem
penggajian PNS.
5. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan selanjutnya dianalisis dengan pendekatan
analisis interpretif, yaitu dengan memberikan makna secara analitis dengan mengkaji
data dan informasi hasil dari wawancara dan diskusi berdasarkan peraturan yang
berlaku atau teori-teori yang dikembangkan dalam penelitian. Sedangkan data-data
sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber dianalisis dan digunakan sebagai data
pendukung. Dalam melakukan analisis interpretif ini diperlukan kepekaan peneliti
dalam menganalisis suatu data atau informasi baik yang diperoleh dari key informant
maupun hasil pengamatan serta dari sumber-sumber lain.

- 21 -
Bab II
Tinjauan Teoritis Sistem Penggajian
A. Pengertian Penggajian
Remunerasi, kompensasi, gaji dan upah (dalam tulisan ini disebut dengan istilah
penggajian) seringkali dipergunakan secara bergantian dan dianggap mempunyai makna
dan definisi yang sama, yaitu sebagai pembayaran atas apa yang sudah dikerjakan oleh
seorang pegawai atau sebagai balas jasa atas pelaksanaan tugas seorang pegawai. Akan
tetapi dari berbagai literatur yang ada ternyata istilah-istilah penggajian tersebut
mempunyai makna dan definisi yang berbeda, meskipun dasar filosofis yang terkandung
didalamnya adalah sama, yaitu merupakan balas jasa.
Menurut Paul Mackay (1997) dari Management Development Centre, USA
disebutkan bahwa pada intinya ada dua jenis balas jasa yang diberikan kepada pegawai,
yaitu remuneration dan reward. Menurut Mackay : Remuneration is the monetary value
of the compensation an employee receives in return for the performance of their
contracted duties and responsibilities. Sementara reward on the other hand covers both
remuneration and other tangible and intangible gains of value to the employee. Dari
definisi yang diberikan oleh Mackay tersebut dapat dipahami bahwa remunerasi
(remuneration) adalah balas jasa yang diberikan kepada pegawai atas kinerjanya dan
diwujudkan dalam bentuk uang (misalnya gaji, bonus, komisi dan sebagainya), sementara
penghargaan (reward) maknanya lebih luas, yaitu balas jasa yang diberikan kepada
pegawai atas kinerjanya yang bisa berwujud uang atau lainnya (misalnya kesempatan
promosi, belajar, rekreasi dan sebagainya). Dari pengertian yang diberikan oleh Mackay
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa balas jasa yang diberikan oleh organisasi
kepada pegawai atas kinerjanya dapat berupa materi atau non materi, yang keduanya
diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan memberikan kepuasan kepada pegawai yang
bersangkutan.
Bernardin dan Russel (1998) cenderung menggunakan istilah kompensasi untuk
menggambarkan balas jasa yang diberikan kepada pegawai. Menurut mereka, the term
compensation refers to all forms of financial returns and tangible benefits that employees
receive as a part of an employment relationship. Dari pengertian ini terlihat jelas bahwa
pemberian kompensasi merupakan bagian dari suatu hubungan kerja yang terjalin antara
pegawai dan organisasi atau perusahaan yang mempekerjakannya. Menurut Bernardin
dan Russel, dalam perkembangannya, kompensasi juga dapat dipandang dalam tiga sudut
pandang, yaitu sebagai : (a) a system of rewards that motivates employees to perform, (b)
a critical communications device through which organizations convey and reinforce the
value, culture and the behaviors they require, dan (c) an important mechanism that
enables organizations to achieve their business objectives.
Sementara itu, Sulistiyani dan Rosidah (2003) menyebut penggajian dengan
istilah kompensasi. Pengertian kompensasi menurut Sulistiyani dan Rosidah adalah segala
sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai balas jasa (kontra prestasi) atas kerja mereka.
Atau dengan kata lain, kompensasi merupakan kontribusi yang diterima oleh pegawai
- 22 -
atas pekerjaan yang diterimanya. Kompensasi ada dua (2) macam, yaitu langsung
(financial) dan tidak langsung (non financial). Kompensasi langsung adalah upah dasar
yang diberikan berdasarkan prestasi, sementara kompensasi tidak langsung berupa
tunjangan, program proteksi yang diamanatkan, asuransi kesehatan dan lain sebagainya.
Istilah kompensasi juga dipakai oleh Dessler (1997) yang mendefinisikan
kompensasi sebagai setiap bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada
pegawai dan timbul dari dipekerjakannya pegawai itu. Menurut Dessler ada tiga (3)
komponen kompensasi pegawai, yaitu :
1. Pembayaran keuangan secara langsung (direct financial payment), berupa gaji, upah,
insentif, komisi dan bonus;
2. Pembayaran tidak langsung (indirect financial payment), berupa tunjangan seperti
asuransi, liburan dan sebagainya; dan
3. Penghargaan non finansial (non financial reward), berupa kesempatan berkembang,
promosi, beasiswa pendidikan, pemberian jam kerja yang lebih fleksibel dan
sebagainya.
Wayne Mondy dan Robert Noe (2005) menggunakan istilah kompensasi atau
compensation untuk mendefinisikan penggajian, sebagaimana berikut : compensation is
the total of all rewards provided to employees in return of their services. Selanjutnya
dijelaskan pula bahwa tujuan utama dari pemberian kompensasi adalah untuk menarik,
mempertahankan dan memotivasi pegawai. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Dessler,
Wayne Mondy dan Robert Noe juga menyebutkan bahwa kompensasi terdiri dari dua (2)
jenis, yaitu (1) direct finacial compensation, yaitu bayaran uang yang diberikan kepada
pegawai yang berupa upah, gaji, bonus dan komisi serta (2) indirect financial
compensation, yaitu bayaran yang diberikan diluar direct finacial compensation,
misalnya keamanan sosial, asuransi kesehatan, asuransi untuk keluarga dan sebagainya.
Pemikiran yang sama juga diberikan oleh Bernardin dan Russel (1998) yang
menyebutkan adanya dua (2) jenis kompensasi, yaitu direct compensation dan indirect
compensation. Pengertian direct compensation biasanya untuk menggambarkan
pembayaran secara finansial dan dibayar secara cash, yang meliputi gaji dasar,
pembayaran lembur, perbedaan giliran kerja, bonus, komisi dan sebagainya. Sementara
indirect compensation biasanya untuk menggambarkan berbagai macam penghargaan
yang diberikan kepada pegawai yang berupa program-program asuransi (kesehatan,
pensiun dan sebagainya), rekreasi, liburan, ijin sakit dan sebagainya.
Sementara itu Wikipedia (free encyclopedia web) memberikan definisi yang
berbeda-beda untuk istilah-istilah dalam penggajian, diantaranya pengertian
remuneration, salary, wage, commission dan allowance. Pengertian tersebut dijelaskan
sebagai berikut : Remuneration is a pay or salary, typically monetary payment for
services rendered as in an employment. Salary is a form of periodic payment from an
employer to an employee, which is specified in an employment contract. Wage is a
compensation which workers receive in exchange for their labor . Commission is
remuneration for services rendered or products sold, is a common way to reward sales
people dan Allowance is a term used to describe an allocation of money from one person
to another.

- 23 -
Dari berbagai pengertian yang berbeda-beda dalam istilah penggajian tersebut
memberikan kesimpulan bahwa pada dasarnya ada perbedaan dalam karakteristik
masing-masing istilah penggajian tersebut. Akan tetapi dasar filosofis dari istilah
penggajian adalah sama, yaitu sebagai balas jasa atas apa yang sudah dilakukan oleh
pegawai kepada unit organisasinya. Sehingga dalam konteks ini, dalam pemberian
remunerasi, kompensasi, gaji atau upah selalu didahului dengan pelaksanaan pekerjaan
dan penilaian atas pekerjaan tersebut. Sehingga setiap orang atau pegawai akan mendapat
bayaran sesuai dengan apa yang telah diberikan kepada unit organisasinya atau sesuai
kontribusi yang diberikan. Sehingga untuk bisa memberikan bayaran yang adil dan
transparan, penilaian kinerja yang baik menjadi syarat mutlak.

B. Pendekatan Pembayaran Gaji


Sub bab berikut ini menjelaskan berbagai pendekatan yang dikembangkan dalam
pembayaran gaji pegawai. Paul Mackay (1997) menyebutkan ada dua (2) pendekatan
yang dapat dilakukan dalam pembayaran gaji atau memberikan remunerasi dan
penghargaan kepada pegawai, yaitu : performance based dan skill based systems.
Pendekatan mana yang akan dipilih tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masing-
masing individu atau tim manajemen yang akan menggunakannya untuk mengatur
penggajian. Menurut Mackay, performance-based pay links remuneration to individual
achievement (or non achievement) of predetermined outcomes and/or the performance
of the company. Dalam pendekatan performance-based pay ini, pembayaran gaji
didasarkan pada outcomes yang dicapai oleh individu atau organisasi. Sementara skills-
based pay links remuneration employees to the nature, number and levels of different
skills and knowledge employees possess and/or use. Dalam pendekatan skills-based pay
ini pembayaran gaji dibedakan menurut level-level tertentu yang menunjukkan keahlian
yang dimiliki oleh masing-masing pegawai.
Penjelasan Mackay tersebut menunjukkan bahwa kedua pendekatan pemberian
gaji tersebut dapat digabungkan untuk memperoleh satu sistem penggajian yang baik.
Performance-based pay difokuskan untuk memberikan gaji sesuai dengan kinerja atau
kontribusi masing-masing pegawai kepada organisasi, sementara skill-based pay
difokuskan untuk memberikan gaji sesuai kapasitas (kompetensi) yang dimiliki masing-
masing pegawai untuk dapat bekerja atau memberikan kontribusi kepada organisasi.
Kedua pendekatan ini membutuhkan instrumen yang dapat dipergunakan untuk
mengukur kinerja dan mengukur kapasitas (kompetensi) pegawai dengan baik sehingga
gaji yang diberikan adil dan transparan.
Sementara Bernardin dan Russel (1998) menyebutkan dua (2) pendekatan dalam
pembayaran kompensasi (direct compensation), yaitu (1) wage and salary programs (base
salary, overtime pay, shift differential, etc) dan (2) pay that is contingent on performance
(merit increases, bonuses, gainsharing pay, commision etc). Dari penjelasan tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa pembayaran kompensasi pegawai didasarkan pada dua
aspek, yaitu pay for job dan pay for performance. Sementara itu, Dessler (1997) juga
menyebutkan adanya dua (2) pendekatan dalam pemberian gaji pegawai, khususnya yang
berupa pembayaran keuangan secara langsung (direct financial payment), yaitu : (1)
pembayaran berdasarkan waktu, yaitu gaji yang dibayarkan secara per jam, per hari, per
- 24 -
minggu atau per bulan. Gaji yang diberikan berdasarkan waktu ini biasanya jumlahnya
sama untuk setiap satu satuan waktu; dan (2) pembayaran yang langsung dikaitkan
dengan kinerja, yaitu gaji yang dikaitkan dengan pencapaian kinerja tertentu. Misalnya
terjadinya kenaikan produksi, adanya prestasi tertentu yang dicapai seorang pegawai. Gaji
yang diberikan berdasarkan kinerja biasanya jumlahnya tidak sama tergantung pada
pencapaian kinerjanya.
Wayne Mondy dan Robert Noe (2005) menyebutkan bahwa untuk bisa
membangun sistem penggajian yang baik bagi pegawai perlu memperhatikan empat (4)
determinan, yaitu pegawai, pekerjaan, organisasi dan pasar kerja. Secara terperinci
masing-masing determinan disajikan dalam gambar berikut ini :
Gambar 2.1
Determinan Utama dalam Penetapan Kompensasi
The Organization
Compensation Policies
The Employee Organizational Politics
Ability to Pay
Job Performance The Labor market
Merit Pay
Compensation Surveys
Variable Pay
Individual Expedience
Skill-Based Pay
Financial Cost of Living
Competency-Based Pay
Labor Unions
Seniority Compensation
Society
Experience
The Economy
Organization Membership
Legislation
Potential
Political Influence The Job
Luck
Job Analysis
Job Description
Job Evaluation
Job Pricing
Collective Bargaining

Sumber : Human Resource Management, Wayne Mondy & Robert Noe, 2005

Martochio sebagaimana dikutip oleh BKN (2006) membagi secara lebih spesifik
mengenai penggajian pegawai. Secara garis besar ada dua (2) jenis kompensasi pegawai,
yaitu kompensasi intrinsik yang merupakan kondisi kritis psikologis pegawai yang
dihasilkan untuk membentuk pekerjaan pegawai dan kompensasi ekstrinsik yang
dikendalikan oleh organisasi. Kompensasi intrinsik terdiri dari : keragaman keahlian
(skill variety), identitas pekerjaan (task identity), signifikansi pekerjaan (task
significance), otonomi (autonomy) dan timbal balik (feed back).
Sementara kompensasi ekstrinsik terdiri dari penghargaan yang berupa moneter
dan non moneter. Kompensasi moneter merupakan kompensasi inti atau core
compensation yang terdiri dari : dasar pembayaran (base pay), penyesuaian biaya hidup
(cost of living adjustment), pembayaran atas senioritas (seniority pay), pembayaran
berdasarkan merit (merit pay), pembayaran insentif (incentive pay) dan pembayaran atas
perencanaan pengetahuan (pay for knowledge plans). Sementara kompensasi non
moneter mencakup berbagai program proteksi, misalnya asuransi kesehatan, pembayaran
selama cuti, pembayaran untuk rekreasi dan sebagainya.

- 25 -
C. Prinsip-Prinsip dalam Sistem Penggajian
Untuk bisa memberikan gaji, kompensasi, remunerasi yang layak, adil, bisa
menarik, mempertahankan dan memotivasi pegawai untuk bekerja lebih baik maka perlu
disusun suatu sistem penggajian yang didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu. Menurut
Desler (1997) untuk bisa membangun sistem penggajian yang baik maka perlu disusun
skala gaji. Untuk menyusun skala gaji tersebut ada beberapa faktor yang mempengaruhi,
antara lain :
1. Faktor hukum, dalam faktor ini besaran gaji/upah yang harus dibayar diatur dalam
undang-undang yang meliputi segi upah minimum, tarif lembur dan tunjangan,
2. Faktor Serikat Buruh, serikat dan Undang-undang Hubungan Tenaga Kerja
mempengaruhi hubungan bagaimana perencanaan pembayaran yaitu adanya tawar
menawar antara serikat buruh dengan yang mempekerjakan,
3. Faktor kebijakan, faktor kebijakan (pemberi kerja), pemberian kompensasi
mempengaruhi upah yang dibayar, kebijakan ini mempengaruhi tingkat upah dan
tunjangan misalnya perbedaan upah/gaji bagi pegawai yang masih dalam masa
percobaan, dan
4. Faktor keadilan, faktor keadilan menjadi faktor penting dalam menentukan tinggi
rendahnya pembayaran upah/gaji dalam arti bahwa keadilan eksternal tarif upah/gaji
harus sebanding dengan organisasi lain, sedangkan keadilan internal hendaknya
setiap pegawai memperoleh pembayaran gaji/upah yang sama dalam organisasi.
Untuk bisa memenuhi keadilan internal maupun eksternal maka harus dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Lakukan sebuah survey gaji tentang beberapa pembayaran organisasi lain untuk
pekerjaan sebanding.
2. Tentukanlah nilai dari masing-masing pekerjaan dalam organisasi melalui evaluasi
jabatan.
3. Kelompokan pekerjaan-pekerjaan serupa kedalam tingkat upah.
4. Tetapkan harga masing-masing tingkat pembayaran dengan menggunakan kurva
upah.
5. Tentukan dengan tepat tarif upah.
Mengenai keadilan dalam pembayaran gaji ini juga disinggung oleh Wayne
Mondy dan Robert Noe (2005) yang menyebutkan bahwa keadilan atau equity is the
perception by workers that they are being treated fairly. Akan tetapi kadangkala
pandangan mengenai keadilan ini bisa dilihat dari berbagai perspektif yang berbeda.
Dalam hal ini persamaan persepsi antara pegawai dan organisasi menjadi hal yang
penting. Kalau Dessler membagi equity menjadi dua, Wayne Mondy dan Robert Noe
membagi equity menjadi empat (4), yaitu :
1. internal equity is payment of employees according to the relative values of their
jobs within the same organization,
2. external equity is payment of employees at rates comparable to those paid for
similar jobs in other firms,

- 26 -
3. employee equity is a condition that exist when individuals performing similar jobs
for the same firm are paid according to factors unique to the employee, such as
performance level or seniority, dan
4. team equity is equity that is achieved when teams are rewarded based on their
group’s productivity.
Menurut Flippo sebagaimana dikutip oleh BKN (2006) disebutkan bahwa prinsip-
prinsip penggajian yang harus diperhatikan dalam menentukan formula penggajian
adalah : harus memperhitungkan tingkat inflasi, tanggung jawab pekerjaan, resiko
pekerjaan dan kebutuhan aktualisasi. Disamping itu sistem penggajian harus disesuaikan
dengan ranking pekerjaan yang sesuai dengan sifat pekerjaan, misalnya sangat sulit, sulit,
sedang, mudah dan mudah sekali yang didasarkan pada penilaian pekerjaan. BKN juga
mengutip pendapat yang diberikan oleh Amstrong dan Murlis yang menyatakan perlunya
beberapa langkah yang harus diambil dalam menyusun sistem penggajian, yaitu meliputi
:
1. Menganalisis keadaan sekarang yang meliputi analisis berbagai jabatan-jabatan,
banyaknya staf dalam setiap jabatan, besarnya gaji tiap-tiap orang, kenaikan umum
apa saja (biaya hidup), kenaikan atau prestasi apa yang diberikan dan apakah
perusahaan mengalami kesulitan atas kenaikan gaji.
2. Merumuskan kebijakan penggajian, yaitu kebijakan penggajian ditetapkan oleh level
yang bertanggung jawab dalam penentuan kebijakan.
3. Menilai pekerjaan, yaitu dengan menggunakan teknik-teknik penilaian pekerjaan
dari berbagai aspek.
4. Merencanakan struktur gaji, yaitu struktur gaji harus mencerminkan hubungan
pekerjaan dengan cara yang logis dan penggunaan survey gaji dan informasi lain
untuk mengembangkan struktur gaji.
5. Mengembangkan prosedur sistem penggajian untuk menjamin kebijakan dan
anggaran dilaksanakan dalam anggaran, kenaikan gaji dihubungkan dengan prestasi,
struktur gaji tetap adil kedalam dan bersaing keluar, tingkat upah yang betul untuk
tiap pekerjaan dan gaji tiap orang tidak melebihi batas teratas golongan gaji di tiap
pekerjaan.
6. Merencanakan seluruh aspek balas jasa, yaitu meliputi melaksanakan
pengadministrasian gaji pokok dan unsur-unsur tunjangan, lembur, bonus dan
pembagian laba.
7. Mengevaluasi seluruh langkah-langkah tersebut diatas.

D. Menyusun Sistem Penggajian Pegawai


Dari uraian didepan dapat diambil kesimpulan bahwa dalam upaya menyusun
skala gaji yang baik perlu dilakukan berbagai langkah strategis. Wayne Mondy dan
Robert Noe (2005) menyebutkan adanya empat (4) determinan dalam penyusunan gaji,
yaitu the organization, the labor market,the job dan the employee. Determinan pertama
terkait dengan the organization atau organisasi. Ada tiga (3) faktor yang dibahas dalam
determinan organisasi ini, yaitu : (1) kebijakan penggajian yang terkait dengan berbagai
kebijakan yang dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan dalam sistem
penggajian, (2) kepentingan organisasi yang terkait berbagai kebijakan internal
- 27 -
organisasi, misalnya kebijakan penggajian dikaitkan dengan promosi, mutasi dan lainnya,
(3) kemampuan membayar yang terkait dengan kondisi keuangan organisasi apakah
mampu memenuhi kebutuhan untuk membayar gaji yang ditetapkan.
Determinan kedua terkait dengan the labor market atau pasar kerja. Ada
beberapa faktor yang dibahas dalam determinan ini, yaitu survey gaji yang digunakan
untuk mengumpulkan data-data penggajian untuk berbagai organisasi yang sejenis
sebagai pembanding, expediency atau kebijakan yang terkait dengan
keleluasaan/kewenangan luas yang diberikan dalam menetapkan gaji yang didasarkan
pertimbangan tertentu. Perkumpulan pekerja juga menjadi faktor yang dibahas dalam
determinan organisasi karena seringkali mempunyai kekuatan untuk menentukan gaji.
Faktor lainnya adalah society atau lingkungan masyarakat karena seringkali penggajian
dikaitkan dengan harga barang atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi/perusahaan
sehingga untuk alasan ini konsumen atau masyarakat sangat penting untuk
dipertimbangkan, kondisi perekonomian sangat terkait dengan penggajian karena kalau
kondisi perekonomian bagus maka pegawai layak digaji besar dan sebaliknya kalau buruk
maka pegawai akan digaji lebih rendah dan faktor terakhir adalah legislation atau
peraturan perundangan atau hukum yang berlaku dan terkait dengan sistem penggajian.
Determinan ketiga adalah the job atau pekerjaan. Sebelum suatu organisasi
sampai kepada penentuan jumlah nominal gaji perlu dilakukan apa yang disebut dengan
evaluasi jabatan atau job evaluation. Wayne Mondy dan Robert Noe (2005) menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan job evaluation adalah a process that determines the
relative value of one job in relation to another. Sementara menurut hr-guide.com, job
evaluation is the methods and practices of ordering jobs or positions with respect to their
value or worth to the organization. Sebelum melakukan apa yang disebut evaluasi jabatan
terlebih dahulu harus dilakukan analisis jabatan atau job analysis.
Dalam Petunjuk Teknis Analisis Jabatan yang disusun oleh Biro Organisasi
Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri (2006), disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan analisis jabatan adalah : proses, metoda dan teknik untuk mendapatkan data
jabatan yang diolah menjadi informasi jabatan guna penyusunan kebijakan program
pembinaan/penataan kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan dan perencanaan
kebutuhan pendidikan dan pelatihan serta umpan balik bagi organisasi dan tata laksana.
Dalam Buku Petunjuk tersebut dijelaskan bahwa pada hakekatnya analisis jabatan adalah
upaya untuk mengurai informasi tentang aspek-aspek jabatan. Aspek-aspek jabatan
tersebut ditelusuri melalui proses pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh si
pemegang jabatan, yaitu berupa proses mengolah bahan kerja. Untuk memahami aspek-
aspek jabatan, hal yang pokok adalah hasil kerja. Eksistensi jabatan ditentukan oleh hasil
kerja karena suatu jabatan diperlukan untuk menghasilkan hasil kerja. Untuk
memperoleh hasil kerja diperlukan bahan kerja dan untuk memproses bahan kerja
diperlukan alat kerja melalui pelaksanaan kerja. Berikut ini dijelaskan berbagai informasi
yang diperoleh dalam kegiatan analisis jabatan.

- 28 -
Tabel 2.1
Informasi-informasi dalam Analisis Jabatan

No. Informasi Keterangan


1. Nama Jabatan Sebutan untuk memberi ciri/gambaran atas isi
jabatan, berupa sekelompok tugas yang
melembaga/menyatu dalam satu wadah jabatan,
berupa : nama jabatan, kode jabatan.
2. Ringkasan Tugas Ikhtisar dari keseluruhan tugas jabatan yang ada
dan disusun dalam satu kalimat, dirumuskan dari
tugas yang paling inti atau esensial dalam jabatan
yang bersangkutan.
3. Hasil Kerja Produk/output yang harus dicapai oleh jabatan,
bisa berupa : benda, jasa/informasi.
4. Bahan Kerja Masukan yang diproses dengan tindak kerja
sehingga menjadi hasil kerja. Bahan kerja bisa
berupa : benda berwujud (barang) dan benda tak
berwujud (informasi, data, jasa).
5. Perangkat Kerja Sarana/prasarana yang dibutuhkan untuk
memproses bahan kerja menjadi hasil kerja.
Misalnya : mesin, peralatan, perlengkapan kerja.
6. Rincian Tugas Paparan semua tugas jabatan yang merupakan
upaya pokok yang dilakukan pemegang jabatan
dalam memproses bahan kerja menjadi hasil
kerja dengan menggunakan perangkat kerja dan
dalam kondisi tertentu. Setiap tugas diuraikan
secara jelas mengenai apa yang dikerjakan,
mengapa harus dikerjakan dan bagaimana cara
mengerjakannya.
7. Kondisi Tempat Gambaran lingkungan kerja yang dapat
Kerja menimbulkan dampak positif atau negatif bagi
pelaksanaan tugas jabatannya.
8. Upaya Fisik Merupakan gambaran penggunaan anggota
tubuh dlm melaksanakan tugas jabatannya.
9. Resiko Kerja Resiko yang mungkin timbul dan menimpa
pegawai dalam melaksanakan tugas jabatannya,
baik secara fisik maupun mental.
10. Syarat Jabatan Kualifikasi yang harus dipenuhi pemegang
jabatan untuk dapat melakukan pekerjaan atau
memangku jabatan yg bersangkutan.
Sumber : Petunjuk Teknis Analisis Jabatan, DDN, 2006.
Sementara menurut Bernardin dan Russel (1998) disebutkan bahwa job analysis is
a systemic process of gathering information about a job. Pengertian-pengertian tersebut
sejalan dengan pengertian yang diberikan oleh hr-guide.com, dimana disebutkan bahwa
job analysis adalah a process to establish and document the 'job relatedness' of
- 29 -
employment procedures such as training, selection, compensation, and performance
appraisal.
Untuk bisa menghasikan informasi jabatan yang baik dalam arti sesuai dengan
kebutuhan maka harus ditetapkan dahulu tujuan dilakukannya job analysis. Karena
apabila tidak ditegaskan diawal maka informasi yang dihasilkan dalam proses job analysis
bisa meluas. Dengan diperjelasnya tujuan dari pelaksanaan job analysis maka hanya
informasi jabatan yang relevan dengan tujuan saja yang akan dianalisa. Berikut ini
disajikan langkah-langkah dalam melakukan job analysis.
Tabel 2.2
Langkah-Langkah dalam Melakukan Proses Job Analysis

No Langkah Uraian dalam Job Analysis


1. I 1. Perencanaan proses analisis jabatan.
Persiapan 2. Penyusunan bentuk atau form analisis
jabatan dan petunjuk.
3. Perencanaan penyelenggaraan dan
penyusunan petunjuk pelaksanaannya.
4. penyiapan tenaga analis jabatan.
2. II 1. Pemberitahuan kepada unit organisasi
Pengumpulan Data yang menjadi sasaran.
Lapangan 2. Perkenalan diri analis kepada pimpinan
yang terlibat.
3. Studi pengenalan organisasi, meliputi :
fungsi dan tugas, struktur, daftar jabatan
dan pegawai.
4. Penarikan sampel pegawai dan pejabat.
5. Pengumpulan data dengan menggunakan
beberapa metode, misalnya : kuesioner,
interview, observasi, tenaga ahli, kajian
pustaka atau kombinasi.
3. III Penyusunan berbagai bentuk cakupan
Pengolahan Data informasi jabatan dgn menggunakan hasil
pengumpulan data lapangan, misalnya :
1. Penyusunan uraian jabatan.
2. Penyusunan spesifikasi jabatan.
3. Penyusunan spesifikasi menurut macam
informasi.
4. Penyusunan lembaran prospek jabatan.
5. Penyusunan kode jabatan, dsb.
4. IV Pengecekan hasil yang diperoleh dari
Verifikasi Jabatan pengolahan data (langkah ke-3).
5. V Koreksi dan pembetulan dari hasil analisis
Pembetulan jabatan yang dilakukan.
Sumber : Petunjuk Teknis Analisis Jabatan, DDN, 2006.

- 30 -
Dengan melaksanakan kelima langkah dalam proses analisis jabatan tersebut diharapkan
akan diperoleh informasi jabatan yang sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya setelah
masing-masing jabatan dianalisis maka informasi tersebut perlu disajikan secara
informatif kepada pengguna.
Hasil dari analisis jabatan adalah informasi jabatan yang meliputi : nama jabatan,
ringkasan tugas, hasil kerja, bahan kerja, perangkat kerja, rincian tugas, kondisi tempat
kerja, upaya fisik, resiko kerja dan syarat jabatan. Informasi jabatan ini bisa dimanfaatkan
untuk melakukan evaluasi jabatan. Tujuan utama dilakukannya evaluasi jabatan adalah
untuk melihat struktur jabatan yang ada di dalam suatu organisasi, untuk mengurangi
ketidakadilan dalam pembayaran karena adanya perbedaan pekerjaan dan terakhir untuk
menyusun job hierarchy atau peringkat jabatan. Peringkat jabatan ini sering juga disebut
dengan job grading, yaitu setelah diberi bobot atau nilai tertentu. Dalam portalhr.com
disebutkan bahwa penyusunan job grading dalam suatu organisasi harus dilakukan
melalui evaluasi jabatan. Dari evaluasi jabatan inilah akan diperoleh bobot atau nilai
relatif dari suatu jabatan tertentu. Urutan logis dari bobot jabatan ini secara gradasi dari
yang paling tinggi ke yang paling rendah akan membentuk suatu jenjang jabatan, dan
itulah yang dinamakan job grading.
Berikut ini dijelaskan pendekatan dalam penyusunan kompensasi yang
dikembangkan oleh Bernardin dan Russel (1998) yang didasarkan dari informasi yang
diperoleh dari job analysis.
Gambar 2.2
Pendekatan dalam Penggajian
-To discover nature of duties performed
Job Analysis -To clarify authority and responsibility
-To determine KASOCs

-To record job information


Job Documentation -Typical content: Job summary, Specific duties, KASOCs

al ns Co Exte
ern tio ns
ide rnal
Int dera rat
s i ion
Con s
-Apply job evaluation -Identify benchmark position
Job Rating Prepare to Survey -Select information sources
instrument

-Choose comparators
Conduct Survey -What information is needed?
-Document survey

-Sore-thumbing
Create Job Analyze
-Check for evidence -Select methods for analysis
Worth Hierarchy of bias Market Data

Reconcile Internal &


External Consideration

Develop
Pay Structure

Sumber : Jhon Bernardin & Joyce Russel, Human Resources Management, 1998.

Pada prinsipnya ada beberapa langkah utama dalam penyusunan kompensasi bagi
pegawai menurut Bernardin dan Russel (1998) sebagaimana digambarkan didepan, yaitu :
(1) melakukan job analysis, kegiatan untuk mengumpulkan dan mengevaluasi informasi-

- 31 -
informasi relevan yang terkait dengan suatu jabatan, (2) job documentation, dari job
analysis diperoleh data dan informasi dari suatu jabatan yang didokumentasikan, (3)
rating the job, data dan informasi tersebut selanjutnya dievaluasi dengan menggunakan
metode tertentu untuk menyusun rankingnya, (4) creating the job hierarchy, setelah
disusun rangkingnya maka tersusunlah jenjang dari semua jabatan yang ada dalam suatu
susunan hierarki jabatan.
Bernardin dan Russel (1998) memberikan tiga (3) metode yang bisa dipakai dalam
menyusun rating the job, yaitu : job ranking, job classification dan point factor. Secara
ringkas berikut ini dijelaskan prosedur dalam menyusunnya : job ranking, semua jabatan
yang ada dibandingkan satu dengan yang lain dan disusun dari yang tertinggi sampai
terendah, job classification, membandingkan job description dari masing-masing jabatan
dan disusun dalam suatu hierarki atau jenjang tertentu mulai dari jabatan tertinggi
sampai terendah, dan point factor, masing-masing jabatan diberi bobot dan nilai tertentu
dan disusun dalam jenjang tertentu mulai dari jabatan tertinggi sampai terendah.
Bernardin dan Russel menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing
metode tersebut :
Tabel 2.3
Kelebihan dan Kekurangan Metode dalam Job Evaluation

No Metode Kelebihan Kekurangan


1. Job Ranking Sederhana, murah, Skalanya bersifat umum,
mudah dimengerti kurang spesifik, tdk
dan dilakukan. mampu mengukur
perbedaan antar jabatan.
2. Job Sederhana, mudah Cenderung terjadi
Classification dilakukan utk banyak overlapping antar jenjang
jabatan, memakai jabatan.
satu skala.
3. Point Factor Lebih spesifik krn Membutuhkan waktu
menggunakan lama, lebih sulit
banyak faktor, lebih dimengerti, cenderung
tepat pengukuran- banyak komplain.
nya.
Sumber : Jhon Bernardin & Joyce Russel, Human Resources Management, 1998.

Sementara itu Wayne Mondy dan Robert Noe (2005) menjelaskan beberapa
metode untuk menyusun skala gaji pegawai, antara lain adalah :
(1) point method, yaitu an approach to job evaluation in which numerical values are
assigned to specific job components and the sum these values provides a quantitative
assessment of a job’s relative worth,
(2) Hay guide chart-profile method, yaitu a refined version of the point method of job
evaluation that uses the factors of know-how, problem solving, accountability and
additional compensable elements,

- 32 -
(3) factor comparison method, yaitu a job evaluation method in which raters need not
keep an entire job in minds as they evaluate it, instead they make decisions based on
separate aspects or factors of the job.
Dalam praktiknya di lapangan, Hay guide chart-profile method lebih banyak
dipakai oleh organisasi dalam menyusun skala gaji pegawai. Hay guide chart-profile
method disebut juga dengan Hay Plan digunakan oleh kebanyakan organisasi di dunia
sebagaimana disebut oleh Wayne Mondy dan Robert Noe. Sebagaimana dijelaskan
didepan, Hay Plan didasarkan pada tiga faktor, yaitu know-how, problem solving,
accountability dan additional compensable elements. Berikut ini penjelasannya : (1)
Know-how adalah keseluruhan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kepuasan kerja. Know-how ini terdiri dari tiga dimensi, yaitu :
kemampuan teknik, kemampuan manajerial dan kemampuan hubungan antar manusia.
(2) Problem solving adalah tingkatan kemampuan berpikir dalam melakukan analisis,
evaluasi, menciptakan, menjawab dan membuat kesimpulan. Problem solving terdiri dari
dua dimensi, yaitu : lingkungan berpikir dimana masalah akan dipecahkan dan tantangan
berpikir yang ditunjukkan dari masalah yang dihadapi. (3) Accountability adalah
tanggung jawab dari tindakan yang dilakukan dan konsekuensi yang timbul.
Accountability terdiri dari tiga dimensi, yaitu kebebasan untuk bertindak, dampak dari
tindakan, dan dampak tindakan terhadap keuangan. Faktor terakhir (4) Additional
compensable elements adalah kondisi-kondisi yang ada diluar pekerjaan.
Dari hasil evaluasi jabatan dengan menggunakan pendekatan Hay Plan tersebut
maka dapat disusun peringkat jabatan (job grading atau job hierarchy) yang didasarkan
pada nilai jabatan (job value). Dalam proses ini akan diperoleh informasi bahwa seorang
akuntan senior lebih berharga atau bernilai daripada seorang operator komputer, dan
seorang operator komputer lebih berharga atau bernilai daripada seorang petugas data
entry. Wayne Mondy dan Robert Noe (2005) menyebutkan bahwa informasi yang
diperoleh dalam job hierarchy ini merupakan nilai relative belum merupakan nilai
absolute dari suatu jabatan atau bisa disebut sebagai nilai jabatan atau bobot jabatan.
Langkah berikutnya setelah tersusun job value adalah memberikan nilai nominal
atau harga (dalam bentuk nilai uang, misalnya rupiah atau $) dari jabatan tersebut yang
disebut dengan job pricing. Setelah tersusun informasi tersebut langkah berikutnya
adalah membuat pay grade, yaitu pengelompokan jabatan-jabatan yang sama untuk
menyederhanakan tingkat gaji (pay grade). Lebih mudah memberikan gaji dalam 15
peringkat daripada memberikan gaji kepada 200 jabatan yang berbeda dalam suatu
organisasi. Caranya adalah dengan meletakkan jabatan-jabatan yang sudah dianalisis
sebagai hasil proses analisa jabatan kedalam sebuah Scatter Diagram. Sebagai contoh
dapat dilihat Scatter Diagram yang dikembangkan oleh Wayne Mondy dan Robert Noe
berikut ini.

- 33 -
Gambar 2.3
Scatter Diagram Hasil Evaluasi Jabatan,
Kurva Gaji, Tingkat Gaji dan Cakupan Gaji
Average Pay / Hour
(Current Rates or Market Rates)

$ 19.80
5

ve 4
ur
geC
a
W 3

2 Pay Ranges
14.60 for Pay Grades
1

12.00
100 200 300 400 500
Evaluated Points

1 2 3 4 5
Pay Grades

Sumber : Wayne Mondy & Robert Noe, Human Resource Management, 2005.

Dalam Scatter Diagram tersebut dapat dijelaskan bahwa jabatan-jabatan yang


sudah dievaluasi (dalam bentuk titik hitam) menunjukkan suatu penyebaran yang tidak
merata. Proses evaluasi jabatan yang menghasilkan job value dan job pricing setelah
dimasukkan kedalam Scatter Diagram terlihat menyebar sesuai dengan nilai yang dimiliki
suatu jabatan. Setiap titik menunjukkan satu jabatan, dan posisinya menunjukkan berapa
harga atau gaji yang diperoleh dari jabatan itu (average pay/hour) serta nilai hasil
evaluasinya (evaluated points). Nilai jabatan yang tersebar tersebut bisa dibuatkan wage
curve atau kurva gajinya yang menggambarkan garis linier yang menunjukkan
peningkatan dari nilai-nilai jabatan tersebut. Dengan menggunakan data-data tersebut
maka dapat disusun pay grade (tingkat gaji), yaitu dengan mengelompokkan jabatan-
jabatan yang sejenis dalam satu kelompok gaji. Dalam contoh Scatter Diagram diatas ada
lima (5) kelompok gaji (pay grade).
Setelah tersusun pay grade, langkah berikutnya adalah menyusun pay range
(cakupan gaji). Pengertian pay range adalah a minimum and maximum pay rate for a job,
with enough variance between the two to allow for a significant pay difference. Pay
range ini terkait dengan kebijakan organisasi apakah akan memberikan gaji yang sama
bagi pegawai-pegawai yang kinerja individunya berbeda meskipun mereka berada dalam
satu kelompok jabatan. Tetapi biasanya pay range yang dikaitkan dengan kinerja ini
berupa pemberian bonus atau insentif yang diberikan berdasarkan penilaian kinerja.
Sehingga kalau pay range mau diterapkan maka organisasi harus mengembangkan
kebijakan yang terkait dengan penggunaannya. Sebagai contoh gaji terendah bagi suatu
jabatan dalam satu grade menggambarkan gaji pada awal menjabat, sementara gaji
tertinggi menunjukkan gaji maksimal yang akan diperoleh seorang pegawai dalam
jabatan tersebut tanpa melihat bagaimana dia bekerja.

- 34 -
Determinan keempat dalam penyusunan sistem penggajian adalah pegawai atau
individu. Penggajian dengan melihat individu pegawai pada intinya didasarkan pada tiga
(3) faktor utama, yaitu performance-based pay, skill-based pay dan competency-based
pay. Selain ketiga faktor utama tersebut ada juga dipertimbangkan faktor seniority,
experience, membership in the organization, potential, political influence dan luck.
Performance-based pay didasarkan pada hasil penilaian kinerja dari pegawai. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan produktivitas dan motivasi pegawai untuk lebih baik.
Penggajian dengan melihat kinerja sering juga disebut merit pay, yaitu pay increase given
to employees based on their level of performance as indicated in the appraisal, the
increase is added to the employee’s base pay. Sementara skill-based pay adalah a system
that compensates employees on the basis of job-related skills and the knowledge they
possess. Sistem ini bertujuan untuk menghargai pegawai yang mempunyai pengetahuan
dan keterampilan lebih dari yang lain sehingga dia bisa bekerja lebih baik. Sementara
competency-based pay terkait dengan penghargaan terhadap kemampuan atau
kompetensi yang ditunjukkan pegawai. Berikut ini contoh kompetensi yang dibutuhkan
dalam organisasi yang bergerak di bidang pelayanan, yaitu team-centered, result-driven,
client dedicated, innovative, fast cycle. Faktor-faktor lainnya seperti seniority,
experience, membership in the organization, potential, political influence dan luck
merupakan penghargaan yang diberikan kepada pegawai karena mempunyai kelebihan di
faktor tersebut dan dianggap dengan kelebihan tersebut dia dapat bekerja lebih baik dari
pegawai lainnya.

- 35 -
Bab III
Tinjauan Kebijakan dan Empiris Sistem Penggajian
Pegawai
A. Tinjauan Kebijakan Penggajian PNS
Kebijakan yang mengatur mengenai penggajian PNS sudah diatur dengan
Peraturan Pemerintah yang sudah beberapa kali diubah, terakhir kali diatur dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggajian PNS. Perubahan yang
dilakukan bukan menyangkut pada substansinya tetapi lebih difokuskan pada besaran gaji
yang diberikan kepada PNS. Hal ini untuk menyesuaikan besaran jumlah gaji yang
diterima pegawai dengan besarnya beban hidup yang ada.
Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa pemberian gaji PNS didasarkan pada
2 (dua) aspek, yaitu golongan/ruang dan masa kerja. Golongan/ruang PNS dibagi dalam 4
(empat) kelompok, yaitu :
1. Golongan I terdiri dari 4 (empat) ruang : a, b, c, d;
2. Golongan II terdiri dari 4 (empat) ruang : a, b, c, d;
3. Golongan III terdiri dari 4 (empat) ruang : a, b, c, d; dan
4. Golongan IV terdiri dari 5 (lima) ruang : a, b, c, d, e.
Sementara masa kerja pegawai dihitung dalam tahunan dan setiap dua tahun
sekali diberikan kenaikan gaji berkala. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2008
tersebut ditindaklanjuti dalam bentuk Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Penyesuaian Gaji Pokok PNS menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2007
kedalam Gaji Pokok PNS menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2008. Dalam
Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2008 disebutkan bahwa gaji terendah PNS adalah
sebesar Rp 910.000,- yang diberikan kepada PNS Golongan I/a dengan masa kerja 0
tahun, sementara gaji tertinggi PNS adalah sebesar Rp 2.910.000,- yang diberikan kepada
PNS Golongan IV/e dengan masa kerja 32 tahun. Perbandingan antara gaji terendah dan
tertinggi kurang lebih 1 : 3. Secara lengkap daftar skala gaji menurut Peraturan Presiden
Nomor 14 Tahun 2008 adalah sebagai berikut :

- 36 -
Tabel 3.1
Daftar Skala Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil

GOLONGAN I GOLONGAN II

MKG

MKG
RUANG DAN GAJI POKOK RUANG DAN GAJI POKOK

a b c d a b c d

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 910.000
1
2 931.400
3 982.200 1.023.700 1.067.000
4 953.200
5 1.005.200 1.047.800 1.092.100
6 975.600 0 1.151.700
7 1.028.900 1.072.400 1.117.800 1 1.165.200
8 998.600 2
9 1.053.000 1.097.600 1.144.000 3 1.192.600 1.243.000 1.295.600 1.350.400
10 1.022.000 4
11 1.077.800 1.123.400 1.170.900 5 1.220.600 1.272.200 1.326.000 1.382.100
12 1.046.100 6
13 1.103.100 1.149.800 1.198.400 7 1.249.300 1.302.100 1.357.200 1.414.600
14 1.070.600 8
15 1.129.000 1.176.800 1.226.600 9 1.278.600 1.332.700 1.389.100 1.447.900
16 1.095.800 10
17 1.155.600 1.204.500 1.255.400 11 1.308.700 1.364.000 1.421.700 1.481.900
18 1.121.600 12
19 1.182.700 1.232.800 1.284.900 13 1.339.400 1.396.100 1.455.200 1.516.700
20 1.147.900 14
21 1.210.500 1.261.700 1.315.100 15 1.370.900 1.428.900 1.489.300 1.552.300
22 1.174.900 16
23 1.239.000 1.292.400 1.346.000 17 1.403.100 1.462.500 1.524.300 1.588.800
24 1.202.500 18
25 1.268.100 1.321.700 1.377.600 19 1.436.100 1.496.900 1.560.200 1.626.200
26 1.230.800 20
27 1.297.900 1.352.800 1.410.000 21 1.469.900 1.532.000 1.596.800 1.664.400
22
23 1.504.400 1.568.000 1.634.400 1.703.500
24
25 1.539.800 1.604.900 1.672.800 1.743.500
26
27 1.575.900 1.642.600 1.712.100 1.784.500
28
29 1.613.000 1.681.200 1.752.300 1.826.400
30
31 1.650.900 1.720.700 1.793.500 1.869.400
32
33 1.689.700 1.761.100 1.835.600 1.913.300

- 37 -
GOLONGAN III GOLONGAN IV

MKG

MKG
RUANG DAN GAJI POKOK RUANG DAN GAJI POKOK

a b c d a b c d e

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

0 1.440.600 1.501.500 1.565.100 1.631.300 0 1.700.300 1.772.200 1.847.100 1.925.300 2.006.700


1 1
2 1.474.500 1.536.800 1.601.800 1.669.600 2 1.740.200 1.813.800 1.890.500 1.970.500 2.053.900
3 3
4 1.509.100 1.572.900 1.639.500 1.708.800 4 1.781.100 1.856.400 1.935.000 2.016.800 2.102.100
5 5
6 1.544.600 1.609.900 1.678.000 1.749.000 6 1.823.000 1.900.100 1.980.400 2.064.200 2.151.500
7 7
8 1.580.900 1.647.700 1.717.400 1.790.000 8 1.865.800 1.944.700 2.027.000 2.112.700 2.202.100
9 9
10 1.618.000 1.686.500 1.757.800 1.832.100 10 1.909.600 1.990.400 2.074.600 2.162.400 2.253.800
11 11
12 1.656.000 1.726.100 1.799.100 1.875.200 12 1.954.500 2.037.200 2.123.400 2.213.200 2.306.800
13 13
14 1.695.000 1.766.700 1.841.400 1.919.300 14 2.000.500 2.085.100 2.173.300 2.265.200 2.361.000
15 15
16 1.734.800 1.808.200 1.884.700 1.964.400 16 2.047.500 2.134.100 2.224.300 2.318.400 2.416.500
17 17
18 1.775.600 1.850.700 1.928.900 2.010.500 18 2.095.600 2.184.200 2.276.600 2.372.900 2.473.300
19 19
20 1.817.300 1.894.200 1.974.300 2.057.800 20 2.144.800 2.235.600 2.330.100 2.428.700 2.531.400
21 21
22 1.860.000 1.938.700 2.020.700 2.106.100 22 2.195.200 2.288.100 2.384.900 2.485.800 2.590.900
23 23
24 1.903.700 1.984.200 2.068.200 2.155.600 24 2.246.800 2.341.900 2.440.900 2.544.200 2.651.800
25 25
26 1.948.400 2.030.800 2.116.800 2.206.300 26 2.299.600 2.396.900 2.498.300 2.604.000 2.714.100
27 27
28 1.994.200 2.078.600 2.166.500 2.258.100 28 2.353.700 2.453.200 2.557.000 2.665.200 2.777.900
29 29
30 2.041.100 2.041.100 2.127.400 2.311.200 30 2.409.000 2.510.900 2.617.100 2.727.800 2.843.200
31 31
32 2.089.000 2.177.400 2.269.500 2.365.500 32 2.465.600 2.569.900 2.678.600 2.791.900 2.910.000
33 33

Sumber : Perpres No. 14 Tahun 2008.

- 38 -
Selain memperoleh gaji pokok sebagaimana diatur dalam kedua peraturan
tersebut, PNS yang menduduki jabatan tertentu juga memperoleh tunjangan jabatan
sesuai dengan jabatannya tersebut. Jabatan dalam PNS ada dua (2) jenis, yaitu jabatan
struktural dan jabatan fungsional. Masing-masing jabatan ini mempunyai tunjangan yang
besarnya berbeda-beda. Untuk tunjangan jabatan struktural diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Struktural sebagaimana
disajikan dalam Tabel dibawah ini :
Tabel 3.2
Daftar Tunjangan Jabatan Struktural PNS
Jumlah Tunjangan
No. Eselon
(Rp)
1. Ia 5.500.000,-
2. Ib 4.375.000,-
3. IIa 3.250.000,-
4. IIb 2.025.000,-
5. IIIa 1.260.000,-
6. IIIb 980.000,-
7. IVa 540.000,-
8. IVb 490.000,-
9. Va 360.000,-
Sumber : Perpres No. 26 Tahun 2007.

Sementara untuk PNS yang menduduki jabatan fungsional, besarnya tunjangan


yang diterima diatur secara tersendiri dan besarnya berbeda-beda sesuai dengan jenjang
dan jenis jabatan masing-masing. Berikut ini diberikan contoh besarnya tunjangan
jabatan beberapa pejabat fungsional.
Tabel 3.3
Daftar Tunjangan Jabatan Fungsional

Fungsional Widyaiswara Fungsional Peneliti


(Perpres No 59/2007) (Perpres No 30/2007)
Jenjang Jml Tunj Jenjang Jml Tunj
Utama 1.400.000,- Utama 1.400.000,-
Madya 1.000.000,- Madya 1.200.000,-
Muda 700.000,- Muda 750.000,-
Pertama 325.000,- Pertama 325.000,-
Sumber : Perpres No. 59 Tahun 2007 dan Perpres No. 30 Tahun 2007.

Untuk PNS yang belum menduduki suatu jabatan, baik jabatan struktural
maupun fungsional sejak tahun 2006 diberikan tunjangan umum PNS sebagaimana diatur
dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2006. Tunjangan umum PNS diberikan

39
sesuai golongan yang dimiliki. Secara lengkap besarnya tunjangan umum PNS disajikan
dalam Tabel berikut :
Tabel 3.4
Daftar Tunjangan Umum PNS
Jumlah Tunjangan
No. Golongan
(Rp)
1. IV 190.000,-
2. III 185.000,-
3. II 180.000,-
4. I 175.000,-
Sumber : Perpres No. 12 Tahun 2006.

Dari data-data yang disajikan tersebut terlihat bahwa gaji yang diterima oleh
seorang PNS sebenarnya sudah cukup memadai. Sebagai contoh untuk seorang pegawai
dengan pangkat, golongan/ruang terendah, belum mempunyai pengalaman kerja dan
tidak menduduki suatu jabatan tertentu, akan menerima gaji perbulan sebesar Rp
760.500,- ditambah Rp 175.000,- atau sebesar Rp 935.500,-. Apabila dibandingkan dengan
Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2008, yang sebesar Rp 972.605,- maka
gaji PNS tersebut terhitung lebih rendah. Kondisi di lapangan menunjukkan banyak PNS
yang mengeluh bahwa gaji yang diterima tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.
Sehingga menuntut mereka untuk mencari berbagai peluang dan kesempatan untuk bisa
menambah penghasilannya. Kondisi ini membuka peluang terjadinya berbagai praktik-
praktik negatif sebagaimana digambarkan didepan.

B. Penelitian Sistem Penggajian oleh Kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN)


1. Pendahuluan
Kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada tahun 2006 melakukan kajian
mengenai Penyusunan Struktur Gaji Pegawai Negeri Sipil, Berbasis Bobot Jabatan
dan Kebutuhan Hidup Layak dalam Rangka Keadilan Internal dan Eksternal Pegawai
Negeri Sipil. Penelitian ini dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan BKN,
Jakarta. Penelitian yang dilakukan BKN mempunyai tujuan :
1. Mendeskripsikan kondisi dan perkembangan struktur gaji yang diterima oleh
PNS selama ini;
2. Mengukur dan menentukan bobot jabatan dan kebutuhan hidup layak (KHL)
PNS serta pengaruhnya terhadap struktur gaji PNS;
3. Merumuskan rekomendasi kebijakan bagi pengambil atau penentu kebijakan
dalam upaya mewujudkan struktur gaji PNS yang adil dan layak, baik secara
internal maupun eksternal dengan berbasis pada bobot jabatan dan KHL.
Latar belakang masalah yang diangkat dalam penelitian BKN berangkat dari
berbagai hasil penelitian lain yang menunjukkan bahwa PNS masih digaji rendah.
Gaji yang rendah ini berkontribusi pada aktivitas pelayanan publik yang semakin
buruk. Selain itu juga disinyalir bahwa gaji PNS yang rendah akan mendorong (men-

40
stimulate) terjadinya kebocoran keuangan negara, yaitu dalam bentuk korupsi
(terjadinya inefisiensi dan inefektivitas). Bahkan salah satu kajian yang dikutip, yaitu
penelitian Theodore Smith dari Yayasan Ford dengan judul Stimulating Performance
in the Indonesian Bureacracy : Gaps in the Administrator’s Tool Kit dalam Jurnal
Economic Development and Cultural Change (1975) mengemukakan bahwa diantara
pegawai pemerintah sedunia, PNS Indonesia termasuk yang paling murah dibayar.
Menurutnya, gaji bulanan tak sanggup menutup biaya hidup lebih dari setengah
bulan (hanya cukup untuk satu sampai dua minggu saja), sehingga bisa dikatakan
PNS-lah yang sebetulnya memberikan subsidi kepada pemerintah.
Penelitian lain yang dikutip oleh BKN adalah penelitian yang dilakukan oleh
Sekretariat Jenderal Ketahanan Nasional (1999) yang melakukan penelitian dengan
pendekatan Kebutuhan Hidup Minimum dan Pengeluaran. Hasil penelitian tersebut
mengungkapkan bahwa pengeluaran untuk kebutuhan hidup minimum seorang PNS
dan keluarganya adalah sebesar Rp 1.096.250,-. Sementara penelitian yang dilakukan
oleh Tim BKN sendiri pada tahun 2000, mengungkapkan bahwa rata-rata
pengeluaran PNS Guru SD adalah sebesar Rp 1.556.524,28,-, Guru SLTP sebesar Rp
1.488.834,03,-, Guru SLTA sebesar Rp 1.529.127,07,- dan Guru SMK sebesar Rp
1.527.530,59,-. Demikian pula dengan penelitian Indarto (2004) yang
mengungkapkan bahwa hampir semua PNS (94,7% dari responden) menyatakan
bahwa gaji dan tunjangan yang mereka terima saat ini belum mencukupi kebutuhan
hidup PNS dan keluarganya. Dengan gambaran tersebut dapat dipahami bahwa
dengan gaji dan tunjangan yang diterima, PNS tidak dapat menabung untuk masa
depan mereka.
Kondisi tersebut bukannya tidak dipahami oleh pemerintah, berbagai
kebijakan sudah dikeluarkan untuk meningkatkan kesejahteraan PNS. Disebutkan
dalam penelitian BKN, pemerintah sudah merespon dengan mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 tentang Peraturan Gaji PNS. Peraturan ini
merupakan perubahan ketujuh tentang gaji PNS. Dalam Peraturan Pemerintah ini
disebutkan bahwa gaji terendah yang diterima PNS adalah sebesar Rp 661.300,- (PNS
Golongan I dengan masa kerja nol tahun) sementara gaji tertinggi adalah sebesar Rp
2.070.000,- (PNS Golongan IV, masa kerja 32 tahun). Akan tetapi dalam
kenyataannya disebutkan bahwa kebijakan tersebut belum mampu meningkatkan
kesejahteraan PNS. Karena besaran atau nominal gaji belum seimbang
(disequilibrium) dengan kenaikan harga, terutama kenaikan harga BBM dan tarif
dasar listrik.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, gaji pada dasarnya adalah sebagai balas jasa atau penghargaan atas hasil
kerja seorang PNS. Di Pasal 7 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 lebih
ditegaskan bahwa setiap PNS berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai
dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya, gaji yang diterima tersebut harus
mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya. Untuk bisa
menjamin semua itu, maka BKN menyebutkan perlu adanya keadilan internal
maupun eksternal (internal and eksternal equity) dalam struktur gaji PNS. keadilan
internal berarti bahwa besarnya gaji harus dikaitkan dengan nilai relatif pekerjaan,
41
dimana pekerjaan-pekerjaan yang sejenis memperoleh gaji yang sama. Sedangkan
keadilan eksternal menyangkut pembayaran kepada pegawai pada tingkat gaji yang
relatif sama dengan pekerjaan pegawai pada organisasi atau perusahaan lain dengan
pekerjaan yang sejenis.
2. Hasil Penelitian
Penelitian BKN dilakukan di empat belas (14) Provinsi, yaitu Sumatera Utara,
Jambi, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur,
Gorontalo, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Sementara jumlah
responden yang dilibatkan dalam penelitian ini mencakup 284 orang PNS. Berikut ini
disajikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil kajian tersebut :
a. Terdapat ketidaksesuaian antara gaji yang diterima PNS dengan : kebutuhan
hidup layak (KHL) PNS, upaya yang dikeluarkan PNS dalam bekerja, motivasi
PNS untuk bekerja lebih giat, rasa aman/ketenangan dalam bekerja.
b. Besaran gaji atau nilai gaji yang dianggap adil dan layak yang harus diterima PNS
setiap bulan adalah sebesar Rp 3.000.000,-.
c. Dari aspek keadilan internal PNS dapat disebutkan bahwa gaji saat ini belum
terkait dengan : kinerja atau prestasi kerja pegawai, tingkat disiplin pegawai,
tingkat beban kerja pegawai, keterampilan/keahlian pegawai dan tingkat
keadilan.
d. Dari aspek keadilan eksternal PNS dapat disimpulkan bahwa nominal gaji PNS
saat ini : tidak seimbang bila dibandingkan dengan gaji pegawai swasta, tidak
menunjukkan kesetaraan beban kerja antara PNS dengan pegawai swasta, tidak
menunjukkan kesetaraan keterampilan/keahlian kerja antara antara PNS dengan
pegawai swasta, tidak mampu memberikan ketenangan bagi PNS dan tidak
sebanding, adil, layak dengan pegawai swasta yang selevel.
e. Struktur gaji yang disusun dalam penelitian ini mengacu pada klasifikasi jabatan
berdasarkan pangkat, golongan, ruang yang berlaku saat ini, yaitu 17 tingkat (dari
Juru Muda sampai Pembina Utama).
f. Bobot jabatan yang digunakan mengacu pada faktor jabatan sesuai keputusan
Kepala BKN Nomor 46b Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Evaluasi
Jabatan dalam Rangka Penyusunan Klasifikasi Jabatan PNS Nasional, yaitu :
tanggung jawab, kompleksitas tugas, pengetahuan dan keterampilan.
g. Struktur Gaji Pokok PNS terendah (Juru Muda) didasarkan pada tingkat KHL
(Kebutuhan Hidup Layak), pada simulasi I didasarkan pada KHL pegawai
berstatus lajang, yaitu sebesar Rp 2.312.891,- pada simulasi II didasarkan pada
KHL Daerah, yaitu sebesar Rp 2.603.323,- pada simulasi III didasarkan pada KHL
Provinsi DKI, yaitu sebesar Rp 2.946.055,- pada simulasi IV didasarkan pada KHL
Daerah Tertinggi (Kota Tarakan), yaitu sebesar Rp 2.979.203,- dan KHL Daerah
Terendah (Kabupaten Sumedang), yaitu sebesar Rp 2.335.252,- pada simulasi V
didasarkan pada KHL berbasis golongan ruang kepangkatan PNS Golongan I,
yaitu sebesar Rp 2.368.687,.
h. Komponen KHL yang tertinggi dalam perhitungan gaji PNS adalah komponen
perumahan, yaitu sebesar Rp 964.434,- berikutnya adalah komponen makanan

42
dan minuman, yaitu sebesar Rp 606.448,- komponen sandang sebesar Rp
454.647,- komponen kesehatan sebesar Rp 175.427,- komponen rekreasi dan
tabungan sebesar Rp 171.392,- komponen pendidikan sebesar Rp 67.289,-
komponen aktivitas sosial sebesar Rp 47.847,-.
i. KHL bagi PNS yang sudah menikah adalah rata-rata sebesar Rp 2.639.394,-
sedangkan bagi PNS yang lajang rata-rata sebesar Rp 2.312.891,-.
j. KHL bagi PNS yang sudah menikah tanpa anak adalah sebesar Rp 2.392.908,-
menikah dengan 1 - 2 anak adalah sebesar Rp 2.496.699,- menikah dengan anak
lebih dari 2 (maksimal 7 anak) adalah sebesar Rp 2.878.770,-.
k. Perbandingan gaji terendah dan gaji tertinggi PNS dalam simulasi I adalah sebesar
Rp 2.312.900,- dan Rp 23.127.700,- dengan rasio 1 : 10, dalam simulasi II adalah
sebesar Rp 2.603.300,- dan Rp 26.031.900,- dengan rasio 1 : 10, dalam simulasi III
adalah sebesar Rp 2.946.100,- dan Rp 29.459.000,- dengan rasio 1 : 10, dalam
simulasi IV a adalah sebesar Rp 2.979.200,- dan Rp 29.790.500,- dengan rasio 1 :
10, simulasi IV b adalah sebesar Rp 2.335.300,- dan Rp 23.351.300,- dengan rasio
1 : 10, dalam simulasi V adalah sebesar Rp 2.368.700,- dan Rp 23.685.600,-
dengan rasio 1 : 10.
l. Struktur gaji yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi aspek keadilan
eksternal dalam arti selaras dengan gaji pegawai swasta (PT SUCOFINDO dan PT
TELKOM).
Dari kesimpulan yang dihasilkan tersebut Tim Peneliti BKN memberikan
beberapa saran rekomendasi berikut ini :
a. Penetapan gaji pokok PNS terendah hendaknya didasarkan pada standar KHL
(Kebutuhan Hidup Layak) masing-masing daerah sehingga dapat memenuhi
kebutuhan hidup layak PNS sesuai amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1999.
b. Komponen-komponen KHL yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu makanan
dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi,
rekreasi dan tabungan dapat dipertimbangkan, ditetapkan dan dibakukan sebagai
pedoman dalam penyusunan KHL nasional.
c. Dalam penyusunan sistem gaji PNS perlu didasarkan pada hasil pelaksanaan
evaluasi jabatan dan klasifikasi jabatan sesuai Keputusan Kepala BKN Nomor 46B
Tahun 2003. Klasifikasi jabatan disusun berdasarkan pengelompokan jabatan
manajerial dan non manajerial serta fungsional umum dan fungsional khusus.
d. Perlunya dukungan dan good will Pemerintah untuk menyediakan anggaran
yang memadai.
e. Perlu berbagai perubahan dalam pengelolaan kepegawaian sebagai pre-requisite
yang mencakup sistem penilaian kinerja pegawai, sistem pensiun, akuntabilitas
pegawai dan organisasi, tata laksana organisasi dan sebagainya.
f. Untuk menjaga keadilan eksternal, maka dalam penyusunan sistem gaji PNS pada
seluruh tingkatan jabatan perlu mempertimbangkan besaran gaji di sektor swasta.

43
C. Beberapa Contoh Pengembangan Sistem Penggajian di Indonesia
1. Sistem Kompensasi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Sistem penggajian yang dikembangkan di Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) disebut dengan istilah kompensasi. Pengertian kompensasi adalah imbalan
yang diberikan kepada pegawai sebagai penghargaan atas kontribusi positif dan/atau
jasanya yang berupa gaji, tunjangan (uang transportasi) dan insentif berdasarkan
kinerja. Sementara yang dimaksud dengan gaji adalah imbalan bulanan dalam bentuk
uang yang terdiri dari komponen beban kerja dan komponen kompetensi serta
kinerja sesuai kontribusi pegawai kepada komisi. Desain sistem kompensasi yang
dikembangkan di KPK didasarkan pada 3 P, yaitu : pay for position, pay for person
dan pay for performance.
Ada tiga (3) tujuan utama yang hendak dicapai dengan diterapkannya sistem
penggajian atau kompensasi di KPK, yaitu :
1. Memadukan sasaran dan daya tarik bagi organisasi dalam hal ini KPK dan bagi
pegawai sehingga pegawai memiliki komitmen, rasa memiliki yang kuat dan
tinggi terhadap organisasi serta akan berjuang sekuat tenaga, pikiran dan sepenuh
hati melebihi harapan organisasi demi kesuksesan pencapaian misi organisasi;
2. Membentuk perilaku pegawai sesuai dengan nilai-nilai dari organisasi; dan
3. Mendapatkan pegawai yang unggul, mempertahankan dan memotivasinya.
Untuk bisa mewujudkan tujuan tersebut maka dalam pengembangan sistem
penggajian atau kompensasi tersebut harus terintegrasi dengan sistem
pengorganisasian, struktur organisasi dan bisnis proses serta nilai-nilai yang berlaku
dalam organisasi. Selain itu, sisem penggajian atau kompensasi yang dibangun harus
terintegrasi juga dengan sistem manajemen sumber daya manusia secara keseluruhan,
meliputi: perencanaan kebutuhan, rekrutmen dan seleksi, pengembangan,
kompensasi dan kesejahteraan, manajemen kinerja, hubungan kepegawaian,
pemutusan hubungan kerja serta audit pegawai. Sehingga semua sistem tersebut -
KPK menyebutnya sebagai sembilan pilar MSDM - terintegrasi dalam satu kesatuan.
Kondisi ini menuntut adanya perpaduan yang sangat kuat antara strategi organisasi
dengan strategi dalam pemberian kompensasi. Selain itu, pegawai juga dituntut untuk
memahami sasaran organisasi secara baik dan harus mendapat penghargaan yang
pantas apabila mampu mencapai atau memenuhi sasaran tersebut.
Dalam mengembangkan sistem penggajian atau kompensasinya, KPK
mengacu pada visi, misi, strategi serta desain organisasi KPK yang ada. Secara filosofi
sistem penggajian KPK dapat dijelaskan sebagai berikut :
- memberikan penghargaan atau imbalan kepada pegawai atas bobot pekerjaan (job
based), kompetensi (competency based) dan kinerja (performance based);
- mengkaitkan model kompensasi dengan karakteristik organisasi yang bergerak di
bidang penegakan hukum;
- memberikan penghargaan atau imbalan kepada pegawai atas dasar hasil (outcomes
driven) dan proses (process driven) secara seimbang mengingat karakteristik
organisasi KPK yang tidak dapat hanya mengutamakan salah satu aspek saja;

44
- memberikan kompensasi yang dapat menarik minat kandidat yang unggul,
mempertahankan dan memotivasi pegawai untuk berkinerja lebih baik lagi demi
kepentingan organisasi.
Dalam memberikan gaji atau kompenasi, KPK mempertimbangkan beberapa
strategi, yaitu antara lain adanya keseimbangan internal (internal equity), yaitu
keseimbangan antar bobot jabatan (job based) yang ada di internal organisasi
berdasarkan hasil evaluasi jabatan, serta keseimbangan antar pegawai selaku
pemegang jabatan (person based) melalui evaluasi pegawai dengan memperhatikan
perbedaan karakteristik individual berdasarkan kompetensi yang dimiliki. kegiatan
evaluasi jabatan dan evaluasi kompetensi dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan
atau perkembangan organisasi. Selain itu juga mempertimbangkan adanya
keseimbangan eksternal (external equity), yaitu keseimbangan antara harga jabatan
yang ada di organisasi KPK dengan diluar organisasi. Kegiatan ini dilakukan dengan
melakukan survey gaji terhadap jabatan-jabatan yang sejenis atau setara diluar
organisasi dengan tujuan untuk mempertahankan pegawai-pegawai yang unggul.
Kemudian strategi berikutnya adalah menghargai kontribusi positif pegawai kepada
organisasi berdasarkan hasil pencapaian kinerja untuk menentukan besaran kenaikan
gaji yang diberikan melalui pemberian gaji tetap (fixed pay) maupun gaji variabel
(variabel pay), yaitu berupa merit dan insentif. Dalam pengembangan sistem
penggajian atau kompensasi ini harus didukung dengan pengadministrasian
kompensasi yang sistematis, akurat dan terkendali melalui perencanaan anggaran
biaya pegawai yang baik.
Berikut dijelaskan mengenai tiga dasar pengembangan sistem penggajian atau
kompensasi di KPK, yaitu : pay for position, pay for person dan pay for performance.
a. Pay for Position
Pay for position adalah penghargaan atau imbalan yang diberikan kepada
pegawai atas bobot pekerjaan yang dipangkunya (job based). Dalam sistem ini,
KPK menyusun job grading untuk semua jabatan yang ada di KPK. Saat ini ada
delapan belas (18) grade atau peringkat jabatan yang ada di KPK diluar Pimpinan
KPK.
Dalam menyusun job grading ada beberapa tahapan yang harus dilakukan,
meliputi : menyusun job title, melakukan job analysis berdasarkan job title untuk
menghasilkan job description, melakukan job evaluation berdasarkan job
description yang tersusun, menyusun klasifikasi jabatan untuk setiap kelompok
pekerjaan, menyusun job requirement berdasarkan job description dan job title.
Ada delapan tahapan dalam proses analisis jabatan dalam rangka penerapan
sistem imbal jasa yang dilakukan oleh KPK, yaitu : (1) penulisan uraian jabatan,
(2) pelatihan evaluasi jabatan, (3) evaluasi jabatan benchmark, (4) penempatan
jabatan non-benchmark, (5) penyusunan golongan jabatan, (6) analisa imbal jasa
internal, (7) penyesuaian sistem imbal jasa, dan (8) perhitungan dampak biaya.
Dalam menyusun atau menulis uraian jabatan ada beberapa prinsip dasar
yang harus dipahami, meliputi : uraian jabatan bukan merupakan hasil analisa
dan bukan merupakan daftar tugas, uraian jabatan disusun berdasarkan jabatan

45
dan bukan pemegang jabatan, uraian jabatan merupakan fakta (kenyataan) dan
bukan pendapat (opini), uraian jabatan disusun berdasarkan situasi sekarang
bukan kondisi ideal atau seharusnya. Dalam menyusun uraian jabatan, KPK
melibatkan tiga stake holder, yaitu manajer, pemegang jabatan dan analis jabatan.
Dalam uraian jabatan mengandung beberapa elemen, yaitu : identifikasi jabatan,
tujuan jabatan, dimensi, tanggung jawab utama, wewenang, hubungan kerja,
spesifikasi jabatan, tantangan dan struktur organiasi.
KPK dalam melakukan evaluasi jabatan menggunakan tiga elemen, yaitu :
pengetahuan (know how), pemecahan masalah (problem solving) dan hasil kerja
(accountability). Pengetahuan (know how) terdiri dari tiga hal, yaitu :
pengetahuan teknis (technical know how), kemampuan manajerial (managerial
know how) dan kemampuan hubungan antar manusia (human relations skills).
Sementara pemecahan masalah (problem solving) terdiri dari dua hal, yaitu :
lingkungan berpikir (thinking environment) dan tantangan berpikir (thinking
chalenge) dan hasil kerja (accountability) terdiri dari tiga hal, yaitu kebebasan
bertindak (freedom to act), besaran (area of impact) dan pengaruh pada hasil
akhir (nature of impact).
Sebagaimana dijelaskan didepan, jabatan yang ada di KPK dibedakan dalam
delapan belas (18) peringkat jabatan tetapi dalam pengelolaannya disusun dua
puluh empat (24) peringkat jabatan. Kedelapan belas peringkat jabatan yang di
KPK disusun dari peringkat ke-5 sampai ke-22. Dalam menyusun job grading atau
peringkat jabatan ini, semakin tinggi suatu peringkat jabatan maka menunjukkan
semakin besarnya beban kerja dan tanggung jawabnya dan semakin besar pula
nominal gaji yang diberikan. Nominal gaji yang diberikan akan naik turun seiring
beralihnya jenjang atau peringkat jabatan pegawai. Dengan sistem ini, KPK dapat
memotivasi pegawainya untuk meningkatkan kinerjanya sehingga peringkat
jabatannya meningkat dan otomatis nominal gaji yang diterima akan meningkat
pula.
Di KPK ada tiga (3) rumpun jabatan yang dibedakan sesuai karakteristik
tugasnya, yaitu jabatan administrasi, jabatan fungsional dan jabatan struktural.
Jabatan administrasi menduduki peringkat jabatan dari level 5 sampai 12,
sementara jabatan fungsional menduduki peringkat jabatan dari level 8 sampai 19
dan jabatan struktural menduduki peringkat jabatan dari level 14 sampai 22.
Setiap pegawai diberi kesempatan untuk meniti jenjang jabatan tersebut tidak
secara linier artinya bisa saja seorang pegawai lompat dari peringkat yang
dimilikinya dua atau tiga tingkat atau bisa juga lompat jabatan. Semua didasarkan
pada hasil penilaian dan kesesuaian kompetensi, selama bisa memenuhi
persyaratan maka diperbolehkan.

b. Pay for Person


Pay for person adalah penghargaan atau imbalan yang diberikan kepada
pegawai atas kompetensi yang dimilikinya (competency based). Dalam sistem ini

46
KPK menyusun competency leveling (tingkat kompetensi). Kompetensi yang
disusun dan diterapkan di KPK terdiri dari behaviour competencies dan technical
competencies. Dalam menyusun kompetensi ini KPK menggunakan referensi dari
Spencer and Spencer.
Untuk melakukan penggajian berdasarkan kompetensi ini disusun
competency directory yang memuat indikator kompetensi perilaku dan indikator
kompetensi teknis. KPK paling tidak menyusun 25 (dua puluh lima) direktori
kompetensi perilaku, yaitu : integritas, inisiatif, percaya diri, persistensi,
membina hubungan, pengertian antar pribadi, komunikasi, membangun
kemitraan, orientasi pelayanan pelanggan, dampak dan pengaruh, pengendalian
diri, dorongan berprestasi, pemikiran analitis, pemikiran konseptual, pencarian
informasi, pengambilan keputusan, kepedulian akan keteraturan dan kualitas,
kepemimpinan tim, kerjasama, komitmen organisasi, pengarahan,
mengembangkan orang lain, perencanaan dan pengorganisasian, orientasi
strategis dan delegasi. Sementara direktori kompetensi teknis selalu berkembang
dan saat ini sudah tersusun 24 (dua puluh empat) direktori, yaitu : basic
investigator, advanced investigator, seach and seizure, general audit, audit
investigative, forensic computer, accounting forensic, procurement, E-
procurement, asset tracing, human resources management, quality management,
building management, safety and security management, treasury, speed and
accuracy, work efficiency, negotiation, coaching, counselling, delegating
responsibility, meeting facilition, publication, promotion dan lain sebagainya.
Selanjutnya menyusun job requirement berdasarkan job description yang
sudah disusun, kemudian melakukan competency mapping untuk setiap job title
dan tingkat jabatan di setiap kelompok jabatan, dan kemudian menyusun
proficiency level untuk setiap competency list di setiap job title. Ada lima level
dalam proficiency level untuk setiap jenjang jabatan, yaitu : jabatan utama (ahli),
jabatan madya (lanjut), jabatan muda 3 (menengah), jabatan muda 2 (pemula) dan
jabatan muda 1 (dasar).
Nominal gaji ditentukan oleh tingkat jabatan serta tingkat kompetensi dari
pemegang jabatan atau pegawai. semakin tinggi tingkat jabatan dan tingkat
kompetensinya makin besar nominal gaji yang diterima. Nilai nominal ini akan
berubah naik atau turun jika pegawai beralih tugas ke rumpun jabatan yang lain
atau terjadi peningkatan/ penurunan tingkat jabatan/kompetensi.
c. Pay for Performance
Pay for performance adalah penghargaan atau imbalan yang diberikan
kepada pegawai atas kinerjanya (performance based). Untuk mengukur
kontribusi atau kinerja pegawai, KPK menggunakan metode balance scorecard.
Ada empat (4) perspektif, yaitu : keuangan, pelanggan, proses internal,
pembelajaran dan pertumbuhan. Untuk mendukung pelaksanaannya maka
disusun dan ditetapkan target atau sasaran kinerja individu (SKI), key result area
(KRA), key performance indicator (KPI) dan menyusun peringkat kinerja.

47
Target atau sasaran kinerja individu (SKI) diturunkan dari sasaran
organisasi, yaitu KP kemudian diturunkan lagi menjadi sasaran unit kerjanya
baru kemudian diturunkan menjadi sasaran individu. Untuk mendukung
penilaian kinerja pegawai, maka pegawai wajib mengisi time sheet yang harus
diisi setiap hari. Time sheet yang sudah diisi selanjutnya akan diperiksa dan
disahkan oleh atasan langsungnya. Semua pegawai dan pejabat KPK wajib
mengisi time sheet ini. Sementara itu, kriteria kinerja disusun ada lima level dan
insentif yang diterima pegawai ditentukan berdasarkan penilaian kinerja dan
disesuaikan berada di level mana.
Gaji berdasarkan kinerja ini diberikan dalam bentuk insentif. Insentif
tahunan diberikan berdasarkan nilai kinerja masing-masing pegawai. Nominal
faktor kinerja ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :
Rp Faktor Kinerja = % Nilai Kinerja x Rp Gaji Bulan Terakhir
Insentif tahunan ini diberikan sekali dalam setahun di akhir tahun. Karena
pencapaian sasaran kinerja individu (SKI) baru akan kelihatan di akhir periode
penilaian, yaitu bulan Desember. Insentif tahunan hanya diberikan kepada
pegawai yang telah bekerja minimal tiga (3) tahun dan dibayarkan secara
proporsional bulan masa kerja aktif di tahun berjalan.
Sementara itu insentif bulanan ditentukan berdasarkan Nilai Kinerja
masing-masing individu atau pegawai. Berikut lima level kinerja tersebut dengan
perolehan prosentasenya yang dihitung dari gaji bulan terakhir.
Tabel 3.5
Prosentase Insentif per Bulan di KPK

Nilai Kinerja Insentif/Bulan


A 8%
B 6%
C 4%
D 2%
E 0%
Sumber : Biro SDM KPK

Insentif kinerja bulanan diberikan bagi pegawai yang sudah mempunyai hasil
penilaian kinerja selama satu tahun. Penggajian dengan mempertimbangkan
faktor kinerja ini bertujuan untuk memberikan kompensasi atas pencapaian
kinerja pegawai. Selain itu juga untuk memotivasi pegawai dalam mencapai hasil
atau target yang diinginkan organisasi serta untuk mengkompensasi faktor inflasi.
Pegawai di KPK karena sudah digaji tinggi (dibandingkan dengan gaji PNS)
maka dilarang untuk : menerima honor-honor lain, tidak ada uang lembur, tidak
oleh mempunyai pekerjaan lain diluar KPK, biaya perjalanan dengan ad-cost,
tidak diperkenankan menerima antar jemput dari pihak lain dalam rangka tugas
kedinasan atau menjadi pembicara.

48
2. Sistem Remunerasi di Departemen Keuangan
Perbaikan sistem penggajian di Departemen Keuangan sering disebut dengan
reformasi remunerasi merupakan satu paket reformasi birokrasi yang dilakukan di
Departemen Keuangan. Reformasi birokrasi di Departemen Keuangan merupakan
keharusan untuk mendukung keberhasilan reformasi keuangan secara nasional.
Sebagaimana dijelaskan oleh Tim Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan,
keberhasilan reformasi birokrasi perlu didukung oleh tiga (3) pilar utama, yaitu
penataan organisasi, penyempurnaan bisnis proses dan peningkatan disiplin dan
manajemen sumber daya manusia. Ketiga pilar tersebut perlu didukung dengan
adanya key performance indicators (KPI) dan sistem remunerasi yang baik.
Penataan organisasi dilakukan dengan melaksanakan empat (4) prinsip, yaitu :
modernisasi unit kerja, pemisahan fungsi, penggabungan fungsi dan penajaman
fungsi. Penyempurnaan bisnis proses dengan melaksanakan tiga (3) program, yaitu :
melakukan analisis dan evaluasi jabatan, menyusun standar operating procedure
(SOP) dan melakukan analisis beban kerja. Sementara peningkatan disiplin dan
manajemen sumber daya manusia dilakukan dengan lima (5) program, yaitu :
pembangunan accessment center, melakukan diklat berbasis kompetensi, melakukan
integrasi SIMPEG (sistem kepegawaian), menyusun pedoman pola mutasi dan
terakhir adalah meningkatkan disiplin pegawai.
Sebagaimana dijelaskan didepan, untuk mendukung ketiga pilar tersebut perlu
didukung dengan adanya key performance indicators (KPI) dan sistem remunerasi
yang baik. Saat ini Departemen Keuangan sudah berhasil menyusun 161 (seratus
enam puluh satu) KPI, yang terbagi dalam lima (5) tema, yaitu : (1) pendapatan
negara, (2) belanja negara, (3) pembiayaan negara, (4) kekayaan negara dan (5) pasar
modal dan lembaga keuangan. Sedangkan untuk pengukuran kinerja, Departemen
Keuangan mengembangkan balance scorecard.
Sedangkan sistem remunerasi dikembangkan dengan menyusun job grading
atau job based dan akan dikembangkan dan disempurnakan dengan kinerja individu
(individual performance based). Tujuan dilakukannya pemeringkatan jabatan atau job
grading adalah :
a. Memberikan penghargaan kepada pegawai sesuai dengan tingkat tanggung jawab
dan resiko jabatan/pekerjaan.
b. Melakukan pemeringkatan jabatan untuk mengelompokkan sejumlah jabatan
yang memiliki bobot yang relatif sama.
c. Pemeringkatan jabatan merupakan cerminan atas besarnya tanggung jawab dan
resiko pekerjaan.
Beberapa prinsip yang dipegang dalam melakukan penyusunan peringkat
jabatan adalah : (1) yang dievaluasi adalah jabatan/pekerjaan bukan pemangku
jabatan/ pejabatnya, (2) menghargai tanggung jawab pekerjaan, (3) mengakomodasi
perbedaan tanggung jawab pekerjaan satu dengan lainnya, dan (4) sebagai dasar bagi
pola mutasi dan perencanaan karier di Departemen Keuangan secara profesional.
Pemeringkatan jabatan di Departemen Keuangan menggunakan pendekatan Hay
Plan yang menggunakan tiga (3) faktor, yaitu : input (know-how), throughput
(problem solving) dan output (accountability).
49
Gambar 3.1
Pendekatan Job Grading di Departemen Keuangan
-Technical know-how
Input -Managerial know-how
(Know-How) -Human relations know-how

Job Profile

Throughput Output
(Problem Solving) (Accountability)

-Thinking environment -Freedom to act


-Thinking challenge -Magnitude
-Impact on end result

Sumber : Tim Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan

Dengan pendekatan tersebut, saat ini ada 27 (dua puluh tujuh) grade yang
dikembangkan di Departemen Keuangan. Eselon I terdiri dari empat grade, yaitu
grade 24-27, eselon II terdiri dari empat grade, yaitu grade 20-23, eselon III terdiri
dari tiga grade, yaitu grade 17-19, eselon IV terdiri dari tiga grade, yaitu grade 14-16
dan eselon V terdiri dari satu grade, yaitu grade 13. Sementara grade 1-12 adalah
untuk pelaksana (fungsional dan staf). Job pricing untuk masing-masing job grading
di Departemen Keuangan ini disebut dengan istilah Tunjangan Keuangan Pengelola
Keuangan Negara atau TKPKN. Pertimbangan diberikannya TKPKN adalah :
a. Usaha peningkatan dan pengamanan penerimaan dan pengeluaran negara.
b. Usaha preventif sekaligus sebagai imbangan atas tindakan yang akan diambil
untuk menertibkan dan mendisiplinkan pegawai, sehingga penyimpangan dalam
bidang penerimaan dan pengeluaran keuangan negara bisa ditekan seminimal
mungkin.
c. Agar pegawai dapat melaksanakan tugas jabatannya dengan keinsyafan yang
sedalam-dalamnya dengan penuh rasa tanggung jawab serta dapat memberikan
prestasi kerja seoptimal mungkin.
d. Penertiban dan pembersihan aparatur di lingkungan Departemen Keuangan.
Dengan diberikannya TKPKN diharapkan kinerja pegawai di Departemen
Keuangan bisa meningkat. Job pricing tertinggi diberikan kepada eselon I, grade 1,
yaitu sebesar Rp 46.950.000,- dan job pricing terendah diberikan kepada staf
pelaksana golongan Ia, yaitu sebesar Rp 1.330.000,-. Apabila dilihat memang job
pricing yang diberikan untuk masing-masing grade adalah sangat besar, tetapi pada
praktiknya tidak semua TKPKN tersebut diterima oleh pegawai karena adanya
kebijakan pemotongan TKPKN apabila pegawai melakukan pelanggaran.
Berikut ini dijelaskan mengenai hubungan TKPKN, kinerja, integritas dan
disiplin pegawai :
a. Setiap pegawai dituntut untuk menghasilkan kinerja sesuai dengan tuntutan
pekerjaan dan organisasi.

50
b. Setiap pegawai dituntut untuk memiliki integritas yang sesuai dengan tuntutan
pekerjaan dan organisasi.
c. Setiap pegawai dituntut untuk berdisiplin dalam melaksanakan tugas dan
mentaati jam kerja.
d. Setiap pelanggaran kinerja, integritas dan disiplin yang dilakukan oleh pegawai
diancam dengan sanksi pemotongan TKPKN yang menjadi hak pegawai yang
bersangkutan.

3. Sistem Penggajian di PT Pos Indonesia


Sistem penggajian yang berlaku di PT Pos Indonesia disebut dengan Sistem
Balas Jasa. Pengertian balas jasa adalah segala bentuk imbalan berupa gaji dan
manfaat (benefit) yang diterima oleh karyawan atas kontribusinya terhadap
pencapaian sasaran perusahaan atau karena kedudukannya sebagai karyawan.
Implementasi sistem balas jasa dilakukan dengan berbasis pada prinsip 3-P yaitu :
Person (orang), Position (posisi atau jabatan) dan Performance (kinerja).
Bentuk balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawan berupa gaji dan
benefit. Gaji digolongkan dalam dua (2) bagian besar, yaitu gaji tetap dan gaji tidak
tetap. Gaji tetap terdiri dari tiga (3) jenis, yaitu :
a. GAPOK (Gaji Pokok), sejumlah uang yang dibayarkan kepada karyawan setiap
bulan dan bersifat tetap dan dipakai sebagai dasar perhitungan dalam
menentukan besaran pokok pensiun dan kewajiban lainnya kepada pihak ketiga,
b. TUKON (Tunjangan Konjungtur), sejumlah uang yang dibayarkan kepada
karyawan setiap bulan dan bersifat tetap untuk penyelarasan penghasilan
karyawan dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan memperhatikan indeks
daerah,
c. TUPOS (Tunjangan Posisi), sejumlah uang yang dibayarkan kepada karyawan
setiap bulan dan bersifat tetap sesuai dengan bobot tanggung jawab pada suatu
posisi.
Sementara itu gaji tidak tetap terdiri dari tiga (3) jenis, yaitu :
a. TUKIN (Tunjangan Kinerja Minimal), sejumlah uang yang dibayarkan kepada
karyawan setiap bulan dimaksudkan untuk menghargai kontribusi kinerja
minimal karyawan di perusahaan.
b. THR (Tunjangan Hari Raya Keagamaan), sejumlah uang yang dibayarkan kepada
karyawan untuk membantu biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan peringatan
hari raya keagamaan.
c. Bonus, penghargaan dalam bentuk uang yang dibayarkan kepada karyawan sesuai
dengan persyaratan tertentu sebagai bentuk apresiasi perusahaan atas prestasi
kerja atau kontribusi kinerja unit yang bersangkutan terhadap kinerja perusahaan
pada periode waktu tertentu dalam satu tahun.
Dalam pemberian Gaji Pokok diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Setiap karyawan diberikan Gapok berdasarkan golongan/ ruang gaji pokok yang
dimilikinya;
b. Bagi karyawan yang diberi kenaikan pangkat atau diangkat dalam pangkat yang
lebih tinggi diberikan gaji pokok dan masa kerja golongan dalam golongan/ruang
51
gaji pokok pada pangkat baru yang segaris dengan gaji pokok dan masa kerja
golongan/ruang gaji pokok dari pangkat lama;
c. Bagi calon karyawan diberikan gaji pokok sebesar 80% pada posisi masa kerja
golongan nol tahun;
d. Bagi calon karyawan, apabila telah mempunyai pengalaman kerja yang dapat
diperhitungkan untuk menetapkan gaji pokok, diberikan gaji pokok sebesar 80%
dari gaji pokok yang segaris dengan hasil perhitungan masa kerja golongan yang
ditetapkan sebagai masa kerja golongan.
Untuk kenaikan gaji pokok berkala diatur sebagai berikut :
a. Telah mencapai masa kerja golongan yang ditentukan untuk kenaikan gaji pokok
berkala;
b. Tidak dinyatakan tidak cakap menurut sarana penilaian yang berlaku;
c. Kenaikan gaji pokok berkala diberikan tiap 2 (dua) tahun sekali;
d. Kenaikan gaji pokok berkala tetap diberikan kepada karyawan yang dikaryakan
di luar perusahaan;
e. Kenaikan gaji pokok maksimum diberikan kepada karyawan yang diangkat
sebagai anggota direksi BUMN sebelum pemberhentiannya sebagai karyawan;
f. Kenaikan gaji pokok berkala tidak diberikan kepada karyawan yang menjalani
cuti diluar tanggunggan perusahaan.
Kenaikan gaji pokok berkala tidak berpengaruh terhadap kenaikan komponen balas
jasa lainnya.
TUKON diberikan kepada setiap karyawan berdasarkan tarif golongan atau
tarif tingkat jabatan dengan memperhatikan variabel status kawin dan tidak kawin.
Formulasi TUKON adalah sebagai berikut :
a. Untuk karyawan
TUKON = (Tarif x Indeks Daerah) + (Susunan Keluarga x Rp 60.000);
b. Untuk calon karyawan
TUKON = 80% x (Tarif x Indeks Daerah) + (Susunan Keluarga x Rp 60.000);
Susunan keluarga yang menjadi tanggungan perusahaan untuk karyawan dengan
status kawin berhak untuk mendaftarkan susunan keluarga yang menjadi
tanggungannya dengan ketentuan maksimal 1 (satu) orang/isteri dan 3 (tiga) kali
persalinan.
Tunjangan Posisi diberikan kepada karyawan atas tanggungjawab dan
wewenang yang melekat padanya karena menduduki suatu posisi tertentu di
perusahaan. Karyawan yang memangku posisi jabatan manajerial struktural dan
kemudian menjalani cuti besar atau cuti khusus bersambung dengan masa persiapan
pensiun (MPP) yang mengakibatkan adanya pembebasan tarif dari jabatan struktural
maka diberikan tarif TUPOS berdasarkan tarif TUPOS Manajerial
Spesialis/Fungsional. Karyawan yang tidak berhak mendapat TUPOS adalah
karyawan yang menjalani cuti diluar tanggungan perusahaan.
Tunjangan Kinerja diberikan sebagai balas jasa atas motivasi kerja dan kinerja
yang diberikan perusahaan kepada karyawan. Pada dasarnya setiap karyawan yang
bekerja telah memberikan kontribusi kinerja minimal kepada perusahaan sehingga
pada setiap bulan kepada setiap karyawan dibayarkan TUKIN minimal yang
52
besarannya berdasarkan tarif golongan dan tingkat jabatan (manajerial struktural atau
manajerial spesialis/fungsional). Pembayaran TUKIN dengan tarif lebih dari tarif
TUKIN minimal yang telah dibayarkan kepada setiap karyawan dilakukan setiap
triwulan paling cepat pada awal bulan triwulan berikutnya apabila karyawan tersebut
memenuhi syarat dan ketentuan berlaku yang ditetapkan perusahaan.
THR diberikan kepada setiap karyawan yang dimaksudkan untuk membantu
dalam memperingati hari raya keagamaan dengan besaran sesuai dengan ketentuan
perusahaan dengan mengacu pada peraturan yang berlaku. Bagi daerah tertentu
pembayaran THR disesuaikan dengan waktu peringatan hari raya keagamaan di
daerah tersebut.
Bonus diberikan kepada karyawan yang dimaksudkan sebagai bentuk apresiasi
perusahaan atas prestasi kerja karyawan terhadap kinerja perusahaan dengan besaran
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Persayaratan yang harus dipenuhi dalam
pengajuan dan pemberian bonus adalah :
a. perusahaan mendapatkan laba dengan besaran lebih dari besaran yang disepakati
dengan pemegang saham;
b. realisasi pemberian dilakukan setelah terdapat persetujuan pemegang saham;
c. sumber biaya pembayarannya telah dicadangkan dan merupakan bagian dari laba.
Benefit digolongkan dalam beberapa kelompok yaitu kelompok benefit yang
diberikan karena status sebagai karyawan, karena posisi yang diduduki karyawan dan
karena kondisi geografis tempat kerja/tinggal karyawan. Jenis benefit yang diberikan
kepada karyawan di lingkungan PT Pos Indonesia adalah : bantuan kesehatan,
program asuransi dengan berbagai macam bentuk, program pensiun, uang sewa
kontrak rumah, sumbangan pembinaan jasmani/rohani, sumbangan rekreasi,
sumbangan pindahan, uang cuti tahunan, uang cuti besar, uang bingkisan
penghargaan, cuti, piagam penghargaan biaya pemakaman, asuransi bagi para
karyawan yang menjalankan tugas-tugas khusus.
Jenis benefit berdasarkan posisi adalah : biaya abonemen dan pemakaian
listrik, biaya abonemen dan pulsa telepon (rumah dinas/jabatan/seluler), biaya
abonemen dan pemakaian air dari PAM, biaya Pajak Bumi dan Bangunan atas rumah
jabatan, fasilitas kendaraan jabatan dan BBM atau uang pengganti fasilitas kendaraan
jabatan, fasilitas rumah jabatan, fasilitas telepon seluler jabatan, fasilitas bacaan media
cetak. Jenis benefit berdasarkan kondisi geografis adalah : sumbangan pembelian air
bersih, sumbangan bencana alam.
Perusahaan PT Pos Indonesia mengenakan iuran untuk kepentingan karyawan
dan perusahaan yang terdiri dari : iuran pensiun, iuran THT Taspen, premi Asuransi
Multiguna Sejahtera, premi Asuransi Jiwa THT kumpulan jaminan lengkap, iuran
THT Jamsostek, iuran santunan kematian.
4. Sistem Penggajian di PT Kereta Api Indonesia
Sistem penggajian yang diberlakukan di PT Kereta Api Indonesia (PT KAI)
secara keseluruhan hampir sama dengan sistem penggajian yang diberlakukan di
lingkungan PNS. Sistem penggajian yang diberlakukan di lingkungan PT KAI
berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT KAI Nomor KEP.U/KP.208/IV/3/KA-2008

53
tanggal 10 April 2008 yang telah menetapkan Gaji Pokok Pegawai PT KAI. Sistem
pemberian gaji pokok yang diberlakukan di lingkungan PT KAI adalah hampir sama
dengan yang diberlakukan di lingkungan PNS, yaitu didasarkan pada pangkat dan
golongan.
Berikut ini diberikan contoh besaran gaji pegawai PT KAI dibandingkan
dengan PNS golongan III/c.
Tabel 3.6
Perbandingan Penggajian Pegawai PT KAI dengan PNS
Gaji Pokok Golongan Ruang III/c
PT KAI (2008)
MKG PNS (PP.10/2008)
(110% x PNS)
0 Rp 1.565.100 Rp 1.721.600
1
2 Rp 1.601.800 Rp 1.762.000
3
4 Rp 1.639.500 Rp 1.803.400
5
6 Rp 1.678.000 Rp 1.845.800
7
8 Rp 1.717.400 Rp 1.889.100
9
10 Rp 1.757.800 Rp 1.933.600
Sumber : Surat Keputusan Direksi PT KAI No. KEP.U/KP.208/IV/3/KA-2008.

Pemberian gaji pokok di lingkungan PT KAI diberikan setelah dilakukan


sejumlah potongan-potongan yang harus dibayarkan oleh masing-masing pegawai PT
KAI yang meliputi : iuran pegawai untuk program Jaminan Hari Tua (JHT) dan iuran
pegawai untuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
Sedangkan tunjangan yang diberikan kepada pegawai PT KAI terdiri dari :
1. Tunjangan keluarga meliputi :
a. Tunjangan istri/suami, 10% dari gaji pokok;
b. Tunjangan anak, 10% dari gaji pokok, maksimum 2 orang anak.
2. Tunjangan pangan, 10 kg beras untuk tiap jiwa yang berhak menerima tunjangan
keluarga;
3. Tunjangan jabatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
4. Tunjangan iuran perusahaan untuk program Jaminan Hari Tua (JHT) dengan
rumus : 12,5% x (TDPIP + TI + TA);
5. Tunjangan iuran Perusahaan untuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK),
sebesar 2%, dengan rumus 2% x (TDPIP + TI + TA);
6. Tunjangan Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan peraturan yang berlaku di
perusahaan.

54
Sistem penggajian yang diberlakukan di lingkungan PT KAI memberikan
perlakuan yang berbeda diantara pegawai PT KAI disebabkan di lingkungan PT KAI
terdapat 2 (dua) jenis pegawai, yaitu : Pegawai eks PNS Departemen Perhubungan
dan pegawai PT KAI (BUMN). Terdapatnya dua jenis pegawai ini akan membedakan
pemberian tunjangan perusahaan. Untuk pegawai PNS eks Dephub tidak diberikan
tunjangan perusahaan sedangkan untuk pegawai yang berasal dari PT KAI diberikan
tunjangan perusahaan.
Sistem penggajian yang baru di lingkungan PT KAI akan diberlakukan apabila
pegawai PNS yang berasal dari Departemen Perhubungan sudah memasuki masa
pensiun yang diperkirakan akan diberlakukan mulai tahun 2020, sehingga sistem
pembayaran pensiun untuk pegawai PT KAI sistemnya masih sama dengan sistem
pensiun yang diberlakukan di lingkungan PNS. Apabila semua pegawai PNS yang
terdapat di lingkungan PT KAI sudah memasuki masa pensiun maka sistem
penggajian yang diberlakukan di lingkungan PT KAI menggunakan sistem penggajian
yang baru.

D. Konsep Pengembangan Sistem Penggajian PNS


Berdasarkan tinjauan teoritis dan empiris sebagaimana dijelaskan didepan, Tim
mengembangkan satu konsep sistem penggajian PNS yang baru. Dari tinjauan tersebut
terdapat perbedaan yang cukup mendasar mengenai pengertian penggajian. Dalam
konteks kajian ini, yang dimaksud dengan sistem penggajian adalah sama dengan
pengertian sistem kompensasi atau remunerasi. Pengertiannya adalah : penghargaan
berupa uang yang diberikan kepada pegawai atas tanggung jawab, kemampuan dan
prestasi kerja atau kontribusinya kepada unit organisasinya.
Selanjutnya konsep ini lebih dikembangkan dengan hasil penelitian di lapangan
yang difokuskan pada tiga (3) sasaran, yaitu mengidentifikasi berbagai permasalahan dan
kelemahan yang ada dalam sistem penggajian PNS yang berlaku saat ini, mengidentifikasi
keterkaitan berbagai variabel/komponen yang mempengaruhi perbaikan sistem
penggajian PNS dan sasaran akhirnya adalah merumuskan sistem penggajian PNS yang
rasional dan proporsional yang bisa mendorong peningkatan kesejahteraan dan
profesionalisme PNS.
Dalam konsep utuhnya, sistem penggajian PNS terdiri dari dua (2), yaitu gaji
pokok dan gaji tidak tetap. Gaji pokok adalah gaji yang besaran nominalnya dibayarkan
sama sesuai dengan tanggung jawab, beban kerja, kompetensi, kualifikasi atau
karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing pegawai. Besaran nominal dari gaji pokok
cenderung sama setiap bulan, tergantung pada perubahan kompetensi, kualifikasi atau
karakteristik pegawai. Sementara gaji tidak tetap adalah gaji yang besaran nominalnya
dibayarkan berbeda-beda sesuai capaian kinerja atau penilaian kinerja masing-masing
pegawai. Besaran nominal gaji tidak tetap tidak sama setiap bulannya tergantung pada
hasil capaian kinerja atau penilaian kinerja pegawai. Selain gaji pokok dan gaji tidak
tetap, seorang PNS juga berhak atas tunjangan hidup. Tunjangan hidup diberikan untuk
meringankan beban hidup pegawai. Secara ilustratif dapat dilihat dalam Gambar berikut
ini.

55
Gambar 3.2
Ilustrasi Sistem Penggajian PNS

Nominal Gaji (Rp)


Total Penerimaan Gaji
(take home pay)

Gaji Tidak Tetap

Tunjangan
Gaji Pokok

0 Satuan Waktu (Bln)


Sumber : Pengembangan Tim

Dari gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa total penerimaan gaji seorang
pegawai adalah gaji pokok ditambah tunjangan yang jumlahnya relatif sama setiap bulan
ditambah dengan gaji tidak tetap yang jumlahnya bisa naik atau turun sesuai hasil
penilaian kinerjanya. Dalam konsep ini, jumlah total penerimaan gaji yang diperoleh
seorang pegawai tidak sama setiap bulannya karena sangat tergantung pada hasil
penilaian kinerjanya. Pada saat kinerjanya bagus maka dia akan menerima total
penerimaan yang besar dan pada saat kinerjanya kurang bagus maka total penerimaannya
akan lebih sedikit. Dengan konsep ini diharapkan pegawai akan termotivasi dan berusaha
meningkatkan kinerjanya karena terkait langsung dengan penerimaan gajinya.

56
Bab IV
Hasil Temuan dan Analisis Data
Untuk bisa menghasilkan satu sistem penggajian PNS yang baik dan memberi manfaat
yang maksimal bagi PNS di Indonesia maka kajian ini melakukan penggalian data dan
informasi di daerah. Ada sepuluh (10) daerah Provinsi yang dijadikan sampel dalam kajian
Sistem Penggajian PNS di Indonesia. Dalam bab berikut ini disajikan hasil penggalian data
dan informasi tersebut. Tim menyajikannya dalam tiga (3) Sub bab sesuai tujuan penelitian,
yaitu menggambarkan permasalahan yang ada dan dihadapi oleh para pegawai/responden di
daerah terkait dengan sistem penggajian PNS yang berlaku saat ini, menggambarkan berbagai
variabel yang perlu dipertimbangkan dan/atau diperhitungkan dalam upaya memberikan gaji
yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan profesionalisme PNS dan
mengembangkan satu sistem penggajian PNS yang baru berdasarkan masukan-masukan yang
diperoleh dari responden di daerah.

A. Permasalahan dalam Sistem Penggajian PNS Saat Ini


Dalam Sub bab ini akan dibahas berbagai permasalahan yang dihadapi oleh
pegawai/responden terkait dengan sistem penggajian PNS yang berlaku saat ini. Dalam
penyajiannya Sub bab ini mendeskripsikan terlebih dahulu mengenai kondisi
kepegawaian dari masing-masing daerah, selain juga memberikan gambaran tunjangan
atau tambahan lain yang diterima oleh pegawai diluar gaji. Berikut ini disajikan data dan
informasi yang diperoleh di masing-masing daerah.
1. Gambaran di Daerah Penelitian
a. Gambaran di Daerah Provinsi
1) Provinsi Kalimantan Tengah
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah saat ini didukung oleh pegawai
(PNS) sebanyak 5.449 orang (data per bulan April 2008). Sebanyak 4.473 orang
atau 82,09% adalah pegawai golongan I, II, III dan IV serta 976 orang atau
17,91% lainnya menduduki jabatan struktural dan fungsional. Sementara, apabila
dilihat perkembangannya pertahun dapat dilihat dalam Diagram Batang berikut
ini.
Dari data jumlah pegawai selama lima tahun yang diperoleh Tim
sebagaimana disajikan dalam Diagram 4.1 dapat diketahui bahwa secara umum
terjadi kenaikan dan penurunan jumlah pegawai di Provinsi Kalimantan Tengah
selama periode 2004-2008. Kenaikan jumlah pegawai terjadi pada periode tahun
2004-2005, yaitu sebesar 1,79% dan periode tahun 2007-2008, yaitu sebesar
4,83% sedangkan penurunan jumlah pegawai terjadi pada periode tahun 2005-
2006, yaitu sebesar 0,89% dan periode tahun 2006-2007, yaitu sebesar 1,52%.

57
Diagram 4.1
Perkembangan Jumlah PNS di
Provinsi Kalimantan Tengah periode 2004 - 2008
5.449
5.450

5.400

5.350
5.312
5.300
5.265
Jum lah
5.250
Pegaw ai 5.217
5.200 5.186

5.150

5.100

5.050
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun

Sumber : BKD Prov Kalimantan Tengah

PNS di Provinsi Kalimantan Tengah sudah menerima tambahan


penghasilan sejak tahun 2006, yaitu berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
Kalimantan Tengah Nomor 429 Tahun 2006 tentang Pemberian Tambahan
Penghasilan bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Tengah. Dengan berbagai pertimbangan - pada tahun 2008 - besaran
nominalnya ditambah dan karakteristiknya diperluas. Dasar hukumnya adalah
Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 01 Tahun 2008 tentang
Pemberian Tambahan Penghasilan bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Para Dokter Spesialis yang Bertugas
pada Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. Besaran
nominal tambahan penghasilan tersebut tersaji dalam Tabel berikut ini.

58
Tabel 4.1
Besaran Tambahan Penghasilan
di Provinsi Kalimantan Tengah

Pegawai Besaran 2006 Besaran 2008


JS Es I b 2.000.000 3.400.000
JS Es II a 1.500.000 2.000.000
JS Es II b 1.750.000
JS Es III a 1.250.000 1.500.000
JS Es III b 1.300.000
JS Es IV a 750.000 1.000.000
JS Es IV b 800.000
JF Gol IV 450.000 1.500.000
JF Gol III 400.000 1.000.000
JF Gol II 350.000 750.000
PNS Gol IV 450.000 500.000
PNS Gol III 400.000 450.000
PNS Gol II 350.000 400.000
PNS Gol I 300.000 350.000
Sumber : Peraturan Gubernur Kalteng No. 01 Tahun 2008 dan Keputusan Gubenur
Kalteng No. 429 Tahun 2006

Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah


Nomor 01 Tahun 2008, tujuan pemberian tambahan penghasilan adalah untuk
meningkatkan kinerja dan kesejahteraan PNS (Pasal 1 butir 10). Dasar yang
dipergunakan dalam pemberian tambahan penghasilan adalah : beban kerja,
tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja dan/atau
pertimbangan objektif lainnya (Pasal 2 ayat 2). Dasar hukum penetapan kriteria
tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sehingga dalam
pemberian tambahan penghasilan ini tidak menyalahi peraturan yang berlaku.
Karena tujuan utama pemberian tambahan penghasilan ini adalah untuk
meningkatkan kinerja pegawai maka dalam pemberiannya diberlakukan
ketentuan pemotongan apabila hasil penilaian kinerjanya kurang bagus. Kriteria-
kriteria pemotongan besaran tambahan penghasilan disajikan berikut :
1. Tidak mengikuti apel pagi atau apel siang tanpa keterangan dipotong 1% per
orang per apel;
2. Mengikuti apel pagi dan apel siang tetapi tidak masuk bekerja tanpa
keterangan dipotong sebesar 2% per orang per hari;
3. Tidak masuk bekerja tanpa keterangan dipotong sebesar 4% per orang per
hari;
4. Tidak masuk bekerja tanpa keterangan lebih dari 10 hari pada bulan yang
bersangkutan, tidak diberikan tambahan penghasilan;
59
5. Pejabat/PNS yang ijin dengan alasan penting lebih dari 10 hari dan cuti diluar
tanggungan negara pada bulan yang bersangkutan, tidak diberikan tambahan
penghasilan;
6. Pejabat/PNS yang tidak masuk kerja lebih dari 10 hari karena sakit, cuti
tahunan, cuti bersalin dan cuti besar dibayarkan sebesar 50%;
7. Pejabat/PNS yang melaksanakan perjalanan dinas dan diklat tepat diberikan
tambahan penghasilan.
(Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 01 Tahun 2008, Pasal 3 ayat 2
c).
Dengan adanya ketentuan pemotongan tambahan penghasilan
sebagaimana dijelaskan didepan, ternyata memberi dampak yang signifikan
terhadap kinerja pegawai. Kinerja yang dimaksud disini memang baru
representasi atau dilihat dari tingkat kehadiran pegawai. Pegawai menjadi lebih
rajin datang ke kantor, pegawai yang bolos semakin berkurang. Tetapi memang
belum dilakukan analisis terhadap kinerja pegawai dalam arti kualitas
pelaksanaan tugas-tugasnya.
Karena sudah diberikan tambahan penghasilan, maka di Provinsi
Kalimantan Tengah sudah tidak ada lagi pemberian honorarium. Honorarium
yang diberikan kepada pegawai sebagai bagian dari pelaksanaan suatu kegiatan
atau proyek dihapuskan. Honorarium ini pemberiannya berbeda-beda tergantung
pada SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Bagi SKPD yang banyak melakukan
kegiatan atau proyek - misalnya Dinas Pekerjaan Umum - pegawainya akan
banyak menerima honorarium, sementara SKPD yang tidak punya proyek tidak
akan mendapat honorarium. Kondisi ini menciptakan adanya SKPD basah dan
SKPD kering. Dengan pertimbangan untuk meningkatkan kinerja dan
kesejahteraan semua pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan
Tengah maka semua honorarium yang ada dihapus dan diganti dalam bentuk
pemberian tambahan penghasilan.
Dengan kondisi tersebut, take home pay atau penghasilan pegawai di
lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dapat dikatakan sudah
cukup bagus. Sebagai contoh pegawai di Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah
dengan pangkat jabatan terendah tanpa memiliki pengalaman kerja atau baru
masuk, gaji pokoknya adalah sebesar Rp 760.500,- (Peraturan Presiden Nomor 4
Tahun 2007), selain itu berhak atas tunjangan fungsional umum sebesar Rp
175.000,- (Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2006), kemudian masih berhak
atas tambahan penghasilan sebesar Rp 350.000,- (Peraturan Gubernur Kalimantan
Tengah Nomor 01 Tahun 2008). Sehingga total penghasilan pegawai terendah di
Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebesar Rp 1.285.500,- satu jumlah yang
cukup besar untuk ukuran pegawai dengan pangkat terendah dan tanpa
pengalaman kerja.

60
Masalah dalam Sistem Penggajian PNS
Permasalahan yang ada dalam sistem penggajian saat ini lebih pada
masalah besaran atau nominalnya serta sistemnya yang masih PGPS. Nominal gaji
sekarang ini tidak “manusiawi” karena untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimal saja tidak cukup. Sehingga muncul istilah gaji sebulan habis dalam
seminggu. Masih lumayan untuk pegawai di Provinsi Kalimantan Tengah yang
sudah memperoleh tambahan penghasilan. Seharusnya besaran gaji disesuaikan
dengan standar kebutuhan hidup layak (KHL). Pegawai dengan golongan/pangkat
yang terendah harus mempunyai gaji yang bisa memenuhi kebutuhan
minimalnya. Bagaimana bisa seorang pegawai dituntut untuk bekerja bagus
apabila dia masih berpikir mengenai kebutuhan hidup mereka yang belum
menentu?
Besaran gaji pokok seharusnya selalu dievaluasi karena terkait dengan
tingkat harga kebutuhan hidup (sembilan bahan pokok = sembako). Tingkat
harga sembako dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya harga BBM, biaya
transport, inflasi dan sebagainya. Sehingga sudah sewajarnya kalau besaran gaji
pokok selalu berubah tergantung kondisi kebutuhan hidup. Bisa sewaktu-waktu
naik dan sebaliknya bisa juga turun. Karena tujuan utama pemberian gaji adalah
menjamin kesejahteraan pegawai. Memang kondisi ini agak menyulitkan dalam
sistem anggarannya. Karena dasar penganggaran di Indonesia (APBN) menganut
sistem anggaran tahunan sehingga kurang fleksibel dalam mengakomodasi
perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat. Tetapi apabila ada niat (political
will) dari pimpinan sebenarnya tidak ada masalah, karena ada APBN Perubahan
(APBN P). Demikian pula dengan kondisi di daerah, ada juga APBD Perubahan
(ABPD P) yang bisa mengakomodasi perubahan. Asalkan pertanggung-jawaban
dan pemanfaatannya jelas, tidak akan ada masalah.
Masalah lain dalam sistem penggajian adalah menyangkut pembayarannya.
Saat ini gaji dibayar diawal bulan untuk membayar bulan berjalan, artinya
pegawai sudah menerima gaji sebelum dia bekerja. Ini tentunya berbeda apabila
dikaitkan dengan kinerja. Seharusnya gaji dibayarkan untuk menghargai kinerja,
sehingga gaji diberikan setelah pegawai melaksanakan tugas-tugasnya. Kondisi ini
berdampak pada psikologis pegawai - saya sudah dibayar ngapain saya kerja,
mendingan saya mengerjakan tugas lain yang dapat menghasilkan uang -
sehingga tidak salah kalau motivasi pegawai untuk bekerja tidak ada. Kondisi ini
diperparah dengan tidak adanya penilaian kinerja pegawai dan penerapan reward
and punishment yang tidak jelas dan tegas.
Masalah lainnya adalah tidak diakomodasinya kinerja dan kompetensi
pegawai dalam sistem penggajian. Semua pegawai selama berada dalam pangkat
dan golongan yang sama diberi nominal gaji yang sama tanpa melihat apakah dia
berprestasi atau tidak. Kondisi ini menguntungkan bagi pegawai yang tidak mau
bekerja dan merugikan bagi pegawai yang bekerja keras. Saat ini, kenaikan
pangkat dan golongan didasarkan pada masa kerja, yaitu setiap empat tahun sekali
pegawai naik pangkat dan golongan tanpa melihat pada prestasi kerja, dimana
penilaian kinerja hanya didasarkan pada instrument DP3. Sementara DP3 sendiri
61
tidak mampu menilai kinerja nyata pegawai, bahkan kadangkala yang mengisi
adalah pegawai sendiri. Selain itu, setiap dua tahun sekali pegawai berhak
mendapat kenaikan gaji berkala. Kondisi ini akan menyebabkan demotivasi
pegawai yang kinerjanya bagus karena tidak dihargai kinerja dan prestasinya.
Dengan sistem penggajian yang berlaku saat ini, niscaya bisa meningkatkan
kinerja dan motivasi kerja pegawai. Dilihat dari besarannya tidak mampu
mencukupi kebutuhan hidup, dilihat dari sistem pembayarannya tidak
didasarkan pada hasil penilaian kinerja atau dengan kata lain sistemnya tidak
mengakomodasi kinerja dan prestasi kerja. Selain itu pembayaran yang dilakukan
diawal bulan harus merupakan penilaian bulan sebelumnya bukan merupakan
pembayaran bulan berjalan.
2) Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat atau Irian Jaya Barat saat ini didukung oleh 849 orang
pegawai terdiri dari yang masih berstatus CPNS sebanyak 92 orang atau sebanyak
10,84% dan yang sudah berstatus PNS sebanyak 757 orang atau sebanyak 89,16%
(data per bulan Juni 2008). Berikut ini disajikan Diagram Batang yang
menunjukkan jumlah pegawai di Provinsi Papua Barat menurut tingkat
pendidikan. Dari Diagram Batang 4.2 dapat diketahui bahwa mayoritas pegawai
di Provinsi Papua Barat berpendidikan S1, yaitu sebanyak 53,47%. Sementara
yang paling sedikit adalah yang berpendidikan AKABRI, yaitu 1 orang atau
sebanyak 0,17%.
Diagram 4.2
Jumlah Pegawai di Provinsi Papua Barat
menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008

500
450
400
350
300
Jum lah
250
Pegaw ai
200
150
100
50
0
TP

4
SD

TA

S1

S2

ri
D

ab
SL

SL

Ak

Jenjang Pendidikan

Sumber : Biro Kepegawaian Prov. Papua Barat

Selain menerima penghasilan dari gaji yang diterima setiap bulan, pegawai
di Provinsi Papua Barat juga menerima penghasilan yang berasal dari tunjangan,
yaitu Tunjangan Khusus Provinsi Papua yang didasarkan pada Surat Edaran
Menteri Keuangan Nomor : SE-150/A/A/2002. Selain itu juga mendapat uang
tambahan berupa honorarium, lembur dan tambahan lainnya yang diatur dalam
62
Surat Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 48 Tahun 2006. Berikut ini
disajikan besaran Tunjangan Khusus Provinsi Papua untuk pegawai di Provinsi
Papua Barat.
Tabel 4.2
Tunjangan Khusus Provinsi Papua untuk PNS
di Lingkungan Provinsi Papua Barat
Besaran
No Gol/Ruang Pangkat
Tunjangan (Rp)
1. I/a Juru Muda 200.000,-
2. I/b Juru Muda Tingkat I 225.000,-
3. I/c Juru 250.000,-
4. I/d Juru Tingkat I 275.000,-
5. II/a Pengatur Muda 300.000,-
6. II/b Pengatur Muda Tingkat I 325.000,-
7. II/c Pengatur 350.000,-
8. II/d Pengatur Tingkat I 375.000,-
9. III/a Penata Muda 425.000,-
10. III/b Penata Muda Tingkat I 450.000,-
11. III/c Penata 475.000,-
12. III/d Penata Tingkat I 500.000,-
13. IV/a Pembina 525.000,-
14. IV/b Pembina Tingkat I 550.000,-
15. IV/c Pembina Utama Muda 575.000,-
16. IV/d Pembina Utama Madya 600.000,-
17. IV/e Pembina Utama 625.000,-
Sumber : Surat Edaran Menteri Keuangan No. : SE-150/A/2002 Biro Kepegawaian Prov.
Papua Barat

Di Provinsi Papua Barat belum diberikan Tunjangan Tambahan


Penghasilan, sehingga masih ada honorarium kegiatan. Besaran honorarium
tersebut diatur dalam Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 48 Tahun 2006
tentang Standar Biaya Honorarium Tim, Lembur, Penataran/Pelatihan dan Tugas
Belajar, Pendidikan dan Latihan Struktural/Prajabatan dan Pendidikan Latihan
Teknis/Fungsional di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Barat.
Tujuan penetapan standar biaya tersebut adalah dalam rangka
pengendalian dan pelaksanaan APBD Provinsi Papua Barat secara hemat, efektif
dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam surat ini juga dijelaskan bahwa standar
biaya tersebut ditetapkan berdasarkan perhitungan atas kebutuhan dan harga riil
komponen-komponen tersebut. Menurut informasi yang diperoleh dari
responden, sebenarnya standar biaya tersebut seharusnya sudah perlu dilakukan
penyesuaian mengingat adanya kenaikan harga-harga barang. Selain itu surat
tersebut ditetapkan pada tahun 2006 sehingga sudah sepantasnya perlu direvisi
sesuai kondisi saat ini.

63
Tabel 4.3
Standar Biaya Honorarium
di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Barat

No Rincian Besaran (Rp)


1. Honorarium Tim
Utk tim yg bersifat khusus :
1. Pembina/pelindung 1.500.000
pengarah/penanggung-jawab/ 1.200.000
narasumber
2. Ketua 1.000.000
3. Wakil Ketua 750.000
4. Sekretaris 500.000
5. Seksi/bidang 400.000
6. Anggota 300.000
Utk tim yg masa kerjanya 1 th :
1. Pembina/pelindung 700.000
2. Pengarah/penanggung- 600.000
jawab/narasumber
3. Ketua 500.000
4. Wakil Ketua 400.000
5. Sekretaris 350.000
6. Anggota dan Staf sekret 300.000
2. Lembur 25.000/jam
3. Biaya Penataran, Pelatihan dan
Tugas Belajar
a. Honor maksimal penceramah
(pejabat dan tenaga ahli) :
1. Guru Besar/Tenaga Ahli 500.000/orang/jam
2. Eselon I/Pejabat Negara 400.000/orang/jam
3. Eselon II 350.000/orang/jam
4. Eselon III 300.000/orang/jam
5. Eselon IV 250.000/orang/jam
b. Moderator
1. Eselon II dan sederajat 350.000/angkatan
2. Eselon III dan sederajat 300.000/angkatan
3. Eselon IV dan sederajat 250.000/angkatan
c. Notulen 150.000/hari
d. Instruktur/Pembahas 75.000/jam
e. Pembantu Instruktur 45.000/jam
f. Pengamat Kelas Diklat 15.000/jam
g. Biaya Pembuatan Materi 750.000/materi
h. Sewa ruang sidang/gedung 2.500.000/paket
i. Dana kesehatan 1.000.000/angkatan

64
4. Diklat Struktural, Prajabatan, Diklat
Teknis/Fungsional
1. Diklat Pimpinan
Untuk setingkat Eselon I 25.000.000/
10 mgg/angkatan
Untuk setingkat Eselon II 15.000.000/
10 mgg/angkatan
Untuk setingkat Eselon III 7.500.000/
8 mgg/angkatan
Untuk setingkat Eselon IV 5.500.000/
8 mgg/angkatan
2. PKL Diklat Pimpinan
Biaya PKL Diklatpim Tk I 15.000.000/orang/
angkatan
Biaya PKL Diklatpim Tk II 10.000.000/orang/
angkatan
Biaya PKL Diklatpim Tk III 3.500.000/orang/
angkatan
Biaya PKL Diklatpim Tk IV 2.000.000/orang/
angkatan
3. Diklat Teknis dan Fungsional
Untuk setingkat Eselon I 10.000.000/orang
Untuk setingkat Eselon II 5.000.000/orang
Untuk setingkat Eselon III 3.000.000/orang
Untuk setingkat Eselon IV 2.000.000/orang
Untuk setingkat Pelaksana PNS 1.000.000/orang
4. Latihan Prajabatan
Golongan III 500.000/orang/
angkatan
Golongan II 300.000/orang/
angkatan
5. Tugas Belajar
Uang saku/biaya hidup 750.000/bulan
Biaya penginapan 350.000/bulan/
peserta
Biaya buku-buku 1.500.000/semester/
peserta
Biaya penyusunan tesis 2.500.000/peserta
Biaya penyusunan skripsi 2.000.000/peserta
Biaya wisuda 3.000.000/peserta
Sumber : Keputusan Gubernur Papua Barat No. 48 Tahun 2006 Biro Kepegawaian Prov.
Papua Barat

Menurut pegawai di Provinsi Papua Barat dengan tingkat gaji dan


tunjangan tersebut dirasakan masih sangat berat untuk menopang hidup. Kondisi
ini disebabkan karena karakteristik wilayah Provinsi Papua Barat yang bisa
65
dikatakan masih agak terisolir, sehingga biaya transportasinya menjadi mahal.
Dampaknya harga barang-barang menjadi lebih mahal dibandingkan dengan
daerah lainnya, misalnya Provinsi Papua. Karena barang-barang kebutuhan harus
diangkut dengan kapal atau pesawat untuk sampai ke Papua Barat. Kondisi inilah
yang menyebabkan kebutuhan biaya hidup di Papua Barat menjadi lebih mahal.
Harapan pegawai di Provinsi Papua Barat adalah ditingkatkannya besaran
nominal gaji pegawai sehingga bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kurangnya dukungan gaji dalam mencukupi kebutuhan hidup pegawai di
lingkungan Provinsi Papua Barat berdampak pada tingkat disiplin pegawai yang
kurang. Kondisi ini lebih terlihat pada pegawai-pegawai yang tidak terlibat dalam
kegiatan proyek sehingga tidak mendapat honorarium. Hidupnya hanya ditopang
oleh gaji bulanan saja. Sehingga banyak pegawai yang karena desakan kebutuhan
ekonominya menjadi kurang disiplin dalam bekerja. Mereka jarang masuk kantor
atau tidak penuh bekerja - jam 12 siang sudah pulang atau pagi absen - siang
pulang - sore absen lagi atau terkenal dengan istilah “delapan kosong empat”.
3) Provinsi Sumatera Barat
Saat ini Pemerintah Provinsi Sumatera Barat didukung oleh 7.742 orang
PNS. Mayoritas PNS di Provinsi Sumatera Barat berada pada golongan III, yaitu
sebesar 68,38% kemudian pegawai golongan II dengan jumlah sebesar 21,71%,
berikutnya adalah pegawai dengan golongan IV dan I dengan jumlah masing-
masing sebesar 8,19% dan 1,72%. Secara lengkap sebaran pegawai di Provinsi
Sumatera Barat menurut golongan/ruang dapat dilihat dalam Pie Chart dibawah
ini.
Diagram 4.3
Jumlah PNS menurut Golongan/Ruang
di Pemerintah Provinsi Sumatera Barat per Maret 2008

8% 2%
22%
Golongan I
Golongan II
Golongan III
Golongan IV

68%

Sumber : BKD Provinsi Sumatera Barat

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sudah memberikan tambahan


penghasilan kepada pegawainya, yaitu berupa pemberian tunjangan daerah.

66
Tunjangan daerah diatur dalam Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 14
tahun 2007 tentang Standar Biaya Tunjangan Daerah bagi PNS Daerah dan
Pegawai Tidak Tetap di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Besaran nominal tunjangan daerah didasarkan pada kriteria beban kerja dan
kriteria prestasi kerja (Pasal 2 ayat (1)).
Tunjangan daerah dengan kriteria beban kerja ditetapkan berdasarkan total
indek jenis jabatan dikalikan nilai rupiah per indek jabatan yang dipangku oleh
PNS Daerah dan Pegawai Tidak Tetap yang bersangkutan. Sedangkan tunjangan
daerah dengan kriteria prestasi kerja diberikan kepada PNS Daerah dengan
klasifikasi berikut :
a. PNS Daerah berprestasi dengan kriteria prestasi dan sistem penilaiannya
ditetapkan oleh Gubernur Sumatera Barat dengan suatu keputusan.
b. PNS Daerah yang secara personal mendapatkan predikat teladan, baik secara
nasional maupun daerah yang ditetapkan secara resmi oleh pemerintah.
c. PNS Daerah dan PTT yang secara personal ditunjuk sebagai anggota Tim
Kerja yang memerlukan keahlian dan keterampilan khusus.
Besaran tunjangan daerah perbulan didasarkan pada beban kerja menurut
jenis jabatan dan golongan PNS Daerah serta jenis jabatan dan pendidikan PTT.
Secara lengkap disajikan dalam Tabel berikut ini.

67
Tabel 4.4
Standar Biaya Tunjangan Daerah bagi PNS dan PTT
di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat

Besaran Tunj menurut Gol Jabatan (Rp)


No Jabatan
IV III II I
1. Sek. Daerah 3.000.000 - - -
2. Ass. Sekda, Ka. 2.400.000 - - -
Dinas, Sekwan
DPRD
3. Ka. Biro, Ka. 2.000.000 - - -
RSUD
4. Ka. Kantor, 1.200.000 1.125.000 - -
Sekretaris,
Kabid, Kabag,
Kasubdin, Ka.
UPTD
5. Kabag RSUD 1.080.000 1.012.500 - -
6. Kasubag, 800.000 750.000 - -
Kasubid, Kasie
7. Kasie RSUD 640.000 600.000 - -
8. Fungsional Ahli 820.000 775.000 - -
9. Fungsional - 512.000 364.000 -
Terampil
10. Sespri Gub. 820.000 775.000 - -
11. Ajudan Gub. 740.000 700.000 484.000 -
12. Sespri Wagub 780.000 737.500 508.000 -
13. Ajudan Wagub 700.000 662.500 460.000 -
14. Pramu Adm 660.000 625.000 460.000 -
Pimp
15. Ajudan Ka. 600.000 662.500 460.000 -
DPRD
16. Sopir Pimp - 662.500 460.000 -
17. Layanan Fisik - 475.000 340.000 325.000
Kantor
18. Layanan Adm - 475.000 340.000 325.000
19. Sopir Umum - 475.000 340.000 325.000
20. Penyusun - 580.000 550.000 -
Metodologi,
Kajian, Analisa
dan Perlakuan
21. Pengumpul dan - 500.000 475.000 340.000
Pengolah Data
22. Teknisi, - 500.000 475.000 340.000
Operator Mesin,
Pelaks Lap
23. Penguji Lab, - 500.000 475.000 340.000
Survey dan
68
sejenisnya
24. Layanan - 500.000 475.000 340.000
Pengawasan
Objek,
Pemeriksaan &
sejenisnya
25. Layanan - 500.000 475.000 340.000
Hiburan,
Wisata, Seni
Budaya &
sejenisnya
26. Layanan Tatap - 500.000 475.000 340.000
Muka
27. Layanan Jaga - - 512.500 364.000
Sumber : Lampiran Peraturan Gubernur Sumbar No. 14 Tahun 2007

Tunjangan daerah ini sudah diberikan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
sejak tahun 2006. Dengan diberikannya tambahan penghasilan ini, pegawai
merasa sangat terbantu karena membantu untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Tunjangan daerah tidak diberikan kepada PNS Daerah dan PTT di
lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, apabila :
a. menjalani cuti besar dan cuti diluar tanggungan negara.
b. PNS Daerah yang pindah tugas dan berstatus sebagai PNS Daerah titipan
keluar Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
c. PNS Daerah/PNS yang masuk ke lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera
Barat yang kepindahannya setelah penetapan indek dalam tahun anggaran
berjalan.
d. PNS Daerah yang melaksanakan tugas belajar.
Dengan diberikannya tunjangan daerah ini bisa meningkatkan kinerja dan
motivasi kerja pegawai. Untuk lebih meningkatkan disiplin kerja pegawai,
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mengeluarkan Peraturan Gubernur
Sumatera Barat Nomor 71 Tahun 2006 tentang Pembinaan dan Penegakan
Disiplin PNS di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Untuk
meningkatkan disiplin pegawai, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
menerapkan absensi pegawai sebanyak tiga kali, yaitu : pagi hari (kedatangan),
siang hari (setelah istirahat) dan sore hari (kepulangan).
Bagi pegawai yang melanggar peraturan disiplin sebagaimana diatur dalam
Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 71 Tahun 2006 tersebut, dikenakan
sanksi berupa hukuman disiplin sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 13 dan 14.
Selain itu juga dikenakan pemotongan tunjangan daerah dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Terlambat datang atau cepat pulang, dipotong sebesar 2,5% per hari.
b. Tidak masuk kantor tanpa keterangan (TK) dipotong 5% per hari.
c. Meninggalkan kantor dalam jam dinas tanpa ijin atasan dipotong 2,55 per
hari.

69
d. Tidak mengikuti apel atau upacara bendera tanpa keterangan (TK) dipotong
2,5% per ketidakdatangan.
e. Tidak memakai pakaian dinas dan atribut sebagaimana ditetapkan dipotong
1% setiap melakukan pelanggaran.
Masalah dalam Sistem Penggajian
Terkait dengan sistem penggajian PNS yang berlaku saat ini, disebutkan
bahwa masih belum seperti yang diharapkan. Dilihat dari sisi besarannya masih
kurang, bahkan sangat kurang bagi pegawai yang tidak menduduki jabatan.
Apabila pegawai hanya menerima gaji saja tanpa ada tambahan lagi maka tidak
akan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Apalagi dengan tingkat kebutuhan
hidup yang semakin meningkat akhir-akhir ini. Apabila dibandingkan dengan
tingkat UMP (upah minimal provinsi) Sumatera Barat yang sebesar Rp 800.000,-
maka gaji PNS hanya lebih tinggi sedikit. Padahal UMP merupakan gaji minimal
dari pegawai swasta terendah. Apabila dihitung, kira-kira pengeluaran seorang
pegawai yang sudah berkeluarga dengan satu anak kurang lebih minimal sebesar
Rp 1.500.000,- sampai Rp 2.000.000,- per bulan. Dengan nominal gaji saat ini
rasanya sangat berat bagi pegawai untuk bisa hidup layak. Menurut responden di
Provinsi Sumatera Barat, kenaikan nominal gaji pokok PNS merupakan
keharusan.
Kemudian dilihat dari sisi sistem penggajiannya pun masih kurang tepat,
terutama karena belum diakomodasinya prestasi kerja, kedisiplinan, tanggung
jawab atau beban kerja pegawai dalam sistem penggajian. Saat ini, selama seorang
pegawai berada di level (golongan, ruang dan masa kerja) yang sama maka akan
menerima gaji pokok yang sama. Tidak melihat apakah dia bekerja bagus/jelek,
rajin/malas, pandai/bodoh, bebannya berat/ringan dan sebagainya. Memang ada
tunjangan yang diberikan untuk pegawai yang menduduki suatu jabatan, baik
jabatan struktural maupun fungsional. Akan tetapi dalam pemberian tunjangan
tersebut ternyata juga tidak diperhitungkan mengenai prestasi kerja dan beban
kerja. Dalam praktiknya, meskipun berada di jenjang eselon yang sama tetapi
prestasi kerja dan beban kerjanya bisa berbeda sehingga tunjangan yang diberikan
harus beda.
4) Provinsi Jawa Tengah
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah saat ini didukung oleh pegawai (PNS)
sebanyak 4.524 orang (data per bulan April 2008). Rinciannya disajikan dalam
Piechart sebagai berikut :

70
Diagram 4.4
Jumlah PNS menurut Golongan/Ruang
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

10% 2%
26% Gol I
Gol II
Gol III
Gol IV

62%

Sumber : BKD Prov. Jawa Tengah

Masalah dalam Sistem Penggajian PNS


Permasalahan yang ada terkait dalam sistem penggajian yang berlaku di
lingkungan PNS di Indonesia adalah tidak adilnya pemberian gaji yang berlaku di
lingkungan PNS pada saat sekarang ini. Adanya ketidakadilan dalam pemberian
gaji PNS ini mengakibatkan adanya demotivasi di lingkungan kerja PNS.
Terdapatya implikasi perubahan sejumlah lingkungan PNS terhadap resistensi
pemberian penggajian dengan tidak memperhatikan aspek penilaian kinerja.
Sejumlah PNS mengeluhkan dengan tidak adanya penilaian PNS berdasarkan
hasil kinerja maka akan berdampak tidak terdapatnya semangat untuk
meningkatkan kinerja di masing-masing pegawai.
Tidak adanya semangat yang ada di sejumlah kalangan PNS dibuktikan
bahwa pada awal PNS memasuki lingkungan kerja di pemerintah Provinsi Jawa
Tengah, maka memiliki semangat kerja yang sangat tinggi, namun setelah lima
tahun kemudian semangat kerja PNS tersebut mulai luntur. Terjadinya
penurunan semangat untuk meningkatkan kinerja disebabkan faktor budaya
kerja yang tidak maksimal yang dilakukan oleh setiap pegawai PNS berdampak
terhadap PNS yang baru memasuki lingkungan kerja. Budaya kerja yang sudah
ada inilah yang yang berdampak kepada sejumlah PNS yang baru memasuki
lingkungan kerja PNS, yang berakibatkan adanya penurunan kinerjanya.
Perubahan budaya kerja yang terjadi pada PNS yang baru berakibat
terjadinya penurunan kinerja yang dimiliki oleh sejumlah PNS tersebut. Budaya
kerja yang sudah lama tertanam mempengaruhi budaya kerja yang diimilki oleh
pegawai PNS yang baeru masuk di lingkungan kerja pemerintah propinsi Jawa
Tengah. Budaya kerja inilah yang sulit untuk dihilangkan disebabkan penilaian
kinerja yang sekarang berlaku di lingkungan PNS tidak dapat membedakan

71
kinerja yang dihasilkan oleh masing-masing pegawai negeri di lingkungan
pemerintah propinsi Jawa Tengah.
Sistem penggajian yang berlaku pada saat ini juga mempengaruhi
kelangsungan budaya yang sudah lama tertanam. Hal ini disebabkan pemberian
gaji masing-masing pegawai hanya memperhatikan pangkat golongan pegawai
serta lamanya bekerja. Aspek kinerja dalam sistem penggajian PNS tidak
dijadikan sebagai faktor pembeda besaran gaji yang diterima oleh masing-masing
PNS di lingkungan propinsi Jawa Tengah. Sistem penggajian yang telah
berlangsung lama juga turut mempengaruhi budaya kerja PNS yang berlaku di
lingkungan propinsi Jawa Tengah. Motivasi peningkatan kinerja yang diharapkan
terjadi di lingkungan PNS di propinsi Jawa Tengah tidak akan muncul disebabkan
tidak adanya semacam reward untuk PNS di lingkungan propinsi Jawa Tengah
yang memiliki kinerja yang lebih baik dari PNS pada umumnya. Sistem
penggajian PNS di lingkungan propinsi Jawa Tengah sama dengan sistem
penggajian PNS yang berlaku di seluruh Indonesia. Dengan demikian
penggunaan sistem penggajian yang sentralistis mengakibatkan pemerintah
propinsi Jawa Tengah tidak memiliki kewenangan untuk merubah sistem
penggajian PNS menjadi yang lebih baik dari sistem penggajian yang sekarang.
Besaran gaji PNS yang diterima pada saat ini untuk pegawai yang baru
memasuki lingkungan kerja di Provinsi Jawa Tengah lebih besar dibandingkan
dengan Upah Minimum Regional yang berlaku di Provinsi Jawa Tengah. Besaran
gaji PNS untuk pegawai baru yang belum memiliki keluarga untuk biaya
kehidupan selama satu bulan lebih dari cukup untuk biaya kehidupan di
lingkungan Provinsi Jawa Tengah. Permasalahan yang muncul adalah adanya
ketidak wajaran kenaikan gaji yang diterima oleh sejumlah PNS di lingkungan
propinsi Jawa Tengah. Besaran gaji bagi seorang PNS dengan pangkat dan
golongan III/c dengan masa kerja lebih dari 10 tahun dengan satu istri dan dua
orang anak gaji pokoknya berkisar sekitar Rp 1.757.800, sedangkan untuk seorang
PNS yang baru masuk dengan pangkat dan golongan III/a masa kerja 0 tahun
maka gaji pokok yang diterimanya adalah sebesar Rp. 1.440.600,-. Apabila kita
perhatikan secara seksama perbedaan selisih yang tidak begitu besar gaji pokok
antara PNS yang memiliki masa kerja yang lebih lama dengan PNS yang baru
masuk. Kriteria masa kerja yang dimiliki oleh seorang PNS tidak menjadi ukuran
yang signifikan dalam penentuan besaran gaji yang diterimanya.
Aspek lainnya yang menjadi perhatian dalam sistem penggajian PNS di
Indonesia adalah besaran tunjangan anak dan istri yang dirasakan sangat kecil
sehingga tidak memberi dampak yang signifikan untuk peningkatan kemakmuran
bagi kehidupan keluarganya. Rendahnya tunjangan anak dan istri diharapkan
menjadi perhatian bagi pemerintah untuk menaikkan tunjangan tersebut,
dikarenakan sebagian besar gaji yang diterima oleh PNS sepenuhnya digunakan
untuk kepentingan kebutuhan kehidupan keluarganya. Kenaikan tunjangan
untuk anak dan istri akan sangat membantu dalam peningkatan gaji yang akan
diterima oleh PNS.

72
Kriteria lain yang menjadi perhatian dalam sistem penggajian PNS adalah
dana pensiun yang diterima oleh seorang PNS yang hanya sebesar 80% dari gaji
pokoknya. Bagi seorang PNS khususnya yang menduduki jabatan structural akan
membawa dampak yang sangat signifikan terhadap besarnya gaji yang
diterimanya. Terjadinya perubahan besaran gaji yang diterima oleh seorang PNS
menyebabkan dampak psikologis yang sangat signifikan bagi seorang PNS yang
menduduki jabatan struktural menjelang usia pensiun. Dampak psikologis ini
akan menggangu kesehatan bagi seorang PNS, sejumlah temuan mengungkapkan
bahwa bagi seorang PNS yang telah memasuki masa pensiun akan menderita
sejumlah macam penyakit.
Berdasarkan sejumlah temuan tersebut maka responden di lingkungan
pemerintah Propinsi Jawa Tengah menginginkan adanya sejumlah perubahan
yang terkait dengan sistem penggajian PNS yang berlaku di Indonesia. Aspek-
aspek yang menjadi fokus perbaikan dalam system penggajian PNS adalah adanya
besaran gaji pokok yang harus dinaikkan sehingga akan memiliki dampak yang
sangat besar bagi biaya kehidupan keluarga PNS tersebut. Besaran gaji pokok
yang diterima oleh PNS pada dasarnya harus disesuaikan dengan kebutuhan
hidup layak bagi seorang PNS selain itu pula PNS harus memiliki tabungan sisa
dana gaji sebagai persiapan untuk masa tuanya.
Kenaikan besaran gaji pokok itu harus disesuaikan dengan kinerja yang
dihasilkan oleh masing-masing PNS sehingga masing-masing penerimaan gaji
pokok seorang PNS berbanding lurus dengan kinerja yang dihasilkannya. Aspek
lainnya adalah laju inflasi dalam daerah menjadi semacam tolok ukur dalam
rangka kenaikan gaji pokok seorang PNS. Adapun usulan besaran gaji PNS untuk
memenuhi kebutuhan hidup layak serendah-rendahnya adalah sebesar tiga juta
rupiah.
Pemberian gaji yang dilakukan pada saat awal bulan akan dapat
menimbulkan permasalahan dikarenakan tidak akan membawa dampak yang
signifikan bagi peningkatan kinerja seorang PNS di lingkungan pemerintah
propinsi Jawa Tengah. Pemberian gaji yang berlangsung di awal bulan tidak
memberi dampak yang signifikan bagi seorang PNS disebabkan adanya pemikiran
di sejumlah kalangan PNS bahwa sebelum bekerja melaksanakan tugas yang
diembannya sudah menerima upah sehingga pada saat melakukan pekerjaan
selama satu bulan seorang PNS tidak akan memperlihatkan kinerja (prestasi kerja)
yang dimilikinya. Pemikiran inilah yang ada di dalam benak PNS yaitu sudah
menerima gaji dalam setiap bulannya.
5) Provinsi Jawa Barat
Pelaksanaan pengambilan data di lingkungan Provinsi Jawa Barat selain
dilakukan di Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat juga dilakukan di dua
BUMN, yaitu PT Pos Indonesia dan PT Kereta Api. Pemerintah Provinsi Jawa
Barat saat ini didukung oleh sekitar 4.242 orang PNS dengan jumlah sebaran
sebagai berikut :

73
Diagram 4.5
Jumlah PNS menurut Golongan/Ruang
di Pemerintah Provinsi Jawa Barat per Juli 2007

8% 2%

29% Gol I
Gol II
Gol III
Gol IV

61%

Sumber : Biro Kepegawaian Provinsi Jawa Barat

Secara keseluruhan kinerja yang dihasilkan oleh PNS pada saat sekarang
ini masih jauh dari harapan yang diinginkan. Permasalahan ini dikarenakan
belum adanya instrumen yang secara nyata dapat mengukur kinerja yang
dihasilkan oleh masing-masing PNS. Permasalahan inilah yang menjadi kendala
bagi setiap PNS untuk meningkatkan kinerja dikarenakan setiap PNS mempunyai
pemikiran bahwa tidak ada keterkaitan kinerja yang dihasilkan dengan gaji yang
akan diterimanya. Atas dasar pemikiran itulah maka sebagai besar PNS di
lingkungan pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak memaksimalkan kinerja yang
dimilikinya.
Permasalahan lainnya adalah gaji yang diterima tiap bulan di lingkungan
pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup yang
layak di lingkungan pemerintah Provinsi Jawa Barat. Atas alasan itulah maka
sebagian pegawai melakukan kerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang layak dengan mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi segala
kebutuhannya. Kerja sampingan yang dilakukan oleh sebagian pegawai menjadi
suatu dasar pemikiran untuk melaksanakan tambahan perbaikan penghasilan.
Tambahan perbaikan penghasilan yang dilakukan di lingkungan
pemerintah Provinsi Jawa barat adalah dimulai dengan diterbitkannya Keputusan
Gubernur Jawa Barat Nomor 14 Tahun 2005 tentang Pemberian Bantuan
Peningkatan Kesejahteraan bagi PNSD (Pegawai Negeri Sipil Daerah). Bantuan
ini berupa : bantuan kesehatan, bantuan bea siswa pendidikan, bantuan musibah
berat, bantuan ongkos naik haji, fasilitasi manasik haji, bantuan uang saku,
bantuan kerohanian, bantuan kesenian, bantuan Tunjangan Hari Raya, bantuan
biaya masuk sekolah dan bantuan biaya pindah. Keputusan Gubernur ini
bertujuannya untuk membantu permasalahan yang dialami oleh setiap PNS yang
terkait dengan pendapatan yang diperolehnya. Dengan harapan apabila
74
pendapatan dinaikkan maka akan berimplikasi terhadap peningkatan kinerja dari
masing-masing PNS di lingkungan Provinsi Jawa Barat.
Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Permendagri
Nomor 13 Tahun 2005 menyebabkan pemerintah Provinsi Jawa Barat
mengeluarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Standar Biaya Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran
2008. Keputusan Gubernur Jawa Barat ini mengatur mengenai sejumlah aspek
standar biaya belanja daearh salah satu aspeknya mengatur mengenai Standar
Biaya Tunjangan daerah bagi Pejabat Struktural, Fungsional dan Non-Struktural.
Tabel 4.5
Tunjangan Daerah Bagi Pejabat Struktural
di Provinsi Jawa Barat

No Uraian Tunjangan Daerah (Rp)


1 Eselon I B 3.750.000,-
2 Eselon II A 3.125.000,-
3 Eselon IIB 2.500.000,-
4 Eselon IIIA 2.000.000,-
5 Eselon IIIB 1.750.000,-
6 Eselon IVA 1.500.000,-
Sumber : Keputusan Gubernur Jabar No. 27 Tahun 2007

Sementara untuk staf pelaksana didasarkan oleh pangkat dari masing-masing PNS
dengan besaran sebagai berikut :
a. Golongan IV : Rp 250.000/bulan,
b. Golongan III : Rp 200.000/bulan,
c. Golongan II : Rp 150.000/bulan,
d. Golongan I : Rp 100.000/bulan.
Selain tunjangan daerah tersebut juga diberikan kompensasi berupa uang makan
yang besarnya sama untuk semua PNS, yaitu Rp 220.000,-/bulan.
Dengan dikeluarkannya Keputusan Gubernur tersebut maka Pemerintah
Provinsi Jawa Barat perlu merumuskan kebijakan umum kepegawaian yang
mengarah pada aspek kompetensi, profesionalisme, prestasi kerja, transparansi
dan equity. Aspek-aspek tersebut merupakan syarat agar pelaksanaan pemberian
penggajian yang fair dapat terlaksana dengan baik.
Tujuan dari penyusunan sistem renumerasi yang baik di lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah untuk mewujudkan adanya pemberian
reward and punishment yang tepat orang dan tepat waktu. Adapun tujuan khusus
pemberian remunerasi tersebut adalah :
1. untuk memperbaiki komposisi dan distribusi kesejahterasan PNS di setiap
instansi sehingga bisa memperoleh tambahan penghasilan berdasarkan hasil
kerja yang optimal dan pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja instansi
pemerintah.

75
2. terjadinya kesesuaian antara prestasi kerja PNS dengan kesejahteraan
sehingga PNS memiliki tugas dan tanggung jawab dengan resiko yang harus
diterima.
3. terdistribusinya kesejahteraan setiap PNS secara proporsional di masing-
masing instansi sesuai dengan beban kerja masing-masing PNS.
4. tersusunnya program pengganggaran yang mendukung peningkatan
kesejahteraan pegawai.
5. tersusunnya sistem penggajian yang adil, layak, dan mendorong peningkatan
kinerja.
6. terlaksananya sistem penilaian kinerja yang obyektif.
6) Provinsi Kalimantan Selatan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan saat ini didukung oleh pegawai
(PNS) sebanyak 5.905 orang sebagaimana digambarkan berikut ini :

76
Diagram 4.6
Jumlah PNS menurut Golongan
di Provinsi Kalimantan Selatan

7% 2% Gol I
25%
Gol II
Gol III
Gol IV

66%

Sumber : BKD Prov. Kalimantan Selatan

Berbicara mengenai sistem gaji PNS - secara kebijakan - pemerintah sudah


memperhatikan berbagai hal yang terkait untuk memenuhi kebutuhan hidup
PNS secara layak. Misalnya dengan memberikan berbagai jenis tunjangan, yaitu :
tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kesehatan (ASKES), tunjangan
perumahan (TAPERUM) dan lainnya.
Sejumlah perkembangan yang terkait dengan sistem penggajian PNS
berdampak terhadap sejumlah perubahan-perubahan yang terkait dengan sistem
penggajian PNS yang berlaku pada saat ini. Sejumlah aspek yang memiliki
pengaruh terhadap sistem penggajian yang diberlakukan pada saat ini adalah :
aspek inflasi, kenaikan BBM, kenaikan harga sembako, daerah terpencil
(terisolir), masalah transportasi, kemahalan daerah, era desentralisasi,
keseimbangan gaji legislatif dan eksekutif, perbedaan antara standar gaji PNS dan
BUMN. Sejumlah aspek inilah yang memicu tuntutan penyesuaian standar hidup
layak PNS. Mengenai besarnya gaji dan prosentase tunjangan, apakah masih
sesuai atau tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut, misalnya besarnya
tunjangan istri dan anak, kesehatan serta perumahan dan lain-lain.
Agar penerimaan penghasilan PNS di lingkungan pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan meningkat dan dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak
maka dikeluarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor
188.44/324/KUM/2007 tentang Pedoman Pemberian Tunjangan Tambahan
Penghasilan PNS Bagi Pejabat Struktural di Lingkungan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan berdasarkan Kinerja. Besaran tunjangannya adalah sebagai
berikut :

77
Tabel 4.6
Besaran Tunjangan Pejabat Struktural
di Provinsi Kalimantan Selatan
No. Eselonisasi Jumlah (Rp)
1. Eselon I/b 7.000.000,-
2. Eselon II/a 5.000.000,-
3. Eselon II/b 4.000.000,-
4. Eselon III/b 3.000.000,-
5. Eselon III/a 2.500.000,-
6. Eselon IV/a 2.000.000,-
7. Eselon IV/b 1.500.000,-
Sumber : Keputusan Gubernur Kalsel No. 188.44/324/KUM/2007

Selain pejabat struktural tunjangan tambahan penghasilan juga diberikan


kepada sejumlah pejabat fungsional di lingkungan provinsi Kalimantan Timur.
Pemberian ini didasarkan pada Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor
188.44/325/KUM/2007 tentang Pedoman Pemberian Tunjangan Tambahan
Penghasilan PNS Bagi Pejabat Fungsional di Lingkungan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan Berdasarkan Kinerja.

78
Tabel 4.7
Besaran Tunjangan Pejabat Fungsional di Provinsi Kalimantan Selatan
No. Pejabat Fungsional Jumlah (Rp)
1. Pejabat Fungsional Gol IV 1.200.000,-
2. Pejabat Fungsional Gol III 900.000,-
3. Pejabat Fungsional Gol II 600.000,-
Sumber : Keputusan Gubernur Kalsel No. 188.44/325/KUM/2007

Untuk widyaiswara dibedakan besaran tunjangannya dengan pejabat


fungsional lainnya. Besarannya didasarkan pada Keputusan Gubernur Kalimantan
Selatan Nomor 188.44/326/KUM/2007 tentang Pedoman Pemberian Tunjangan
Tambahan Penghasilan PNS bagi Widyaiswara di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan Kinerja.

Tabel 4.8
Besaran Tunjangan Widyaiswara
di Provinsi Kalimantan Selatan

No. Jenjang Widyaiswara Jumlah (Rp)


1. Widyaiswara Jenjang Utama 1.500.000,-
2. Widyaiswara Jenjang Madya 1.350.000,-
3. Widyaiswara Jenjang Muda 1.200.000,-
4. Widyaiswara Jenjang Pertama 1.050.000,-
Sumber : Keputusan Gubernur Kalsel No. 188.44/326/KUM/2007

Pegawai di lingkungan pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan juga


memperoleh tunjangan tambahan penghasilan berdasarkan Keputusan Gubernur
Kalimantan Selatan Nomor 188.44/327/KUM/2007 tentang Pedoman Pemberian
Tunjangan Tambahan Penghasilan PNS Non Struktural dan Non Fungsional di
Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan Kinerja.

Tabel 4.9
Besaran Tunjangan Non Struktural dan
Non Fungsional PNS Provinsi Kalimantan Selatan

No. Golongan Jumlah (Rp)


1. PNS Golongan IV 600.000,-
2. PNS Golongan III 550.000,-
3. PNS Golongan II dan I 450.000,-
Sumber : BKD Prov. Kalimantan Selatan

79
7) Provinsi Bali
Pelaksanaan wawancara yang dilakukan di pemerintah Provinsi Bali
dilakukan dengan responden Kepala BKD dan sejumlah pejabat Eselon III BKD.
Tanggapan terhadap sistem penggajian yang berlaku pada saat sekarang masih
belum mampu memenuhi kebutuhan minimum pegawai dalam waktu satu bulan.
Faktanya sebagian besar PNS di lingkungan pemerintah Provinsi Bali pada saat
pertengahaan bulan gaji yang diterima sudah habis sebelum menerima gaji
selanjutnya.
Sistem penerimaan gaji yang diberlakukan di pemerintah Provinsi Bali
sesuai dengan aturan yang diberlakukan oleh pemerintah pusat. Dengan
demikian besaran gaji yang diterima oleh masing-masing PNS sesuai dengan
pangkat dan golongan serta masa kerja yang telah dimilikinya. Penerimaan gaji
PNS dilingkungan pemerintah Provinsi Bali diberikan pada awal bulan dan
diberikan melalui transfer ke rekening masing-masing pegawai di BPD Bali.
Sejumlah permasalahan yang terkait dengan sistem penggajian yang
diberlakukan pada saat sekarang ini adalah terletak pada sisi besaran nominal gaji
yang diterimanya serta belum adanya perbedaan terhadap penghitungan kinerja
yang dihasilkan oleh masing-masing PNS di lingkungan pemerintah Provinsi
Bali. Aspek nominal besaran gaji pokok yang diterima oleh masing-masing PNS
semestinya bisa ditingkatkan lebih layak lagi sehingga pada saat pegawai pensiun
maka setidaknya pegawai tersebut dapat terjamin kesejahteraan hidupnya, hal ini
merupakan penghargaan bagi PNS yang telah mengabdi puluhan tahun di
lingkungan kerja pegawai negeri. Pada kenyataannya yang terjadi adalah
sebaliknya kondisi pegawai yang pensiun justru sangat memprihatinkan
terutamanya adalah pegawai mantan pejabat struktural. Pensiunan mantan
pejabat struktural hanya menerima gaji pensiun sebesar 85% gaji pokok yang
diterimanya sedangkan tunjangan jabatan selama menjadi pejabat struktural
dihilangkan.
Berdasarkan kondisi penerimaan besaran gaji yang sangat rendah maka
Gubernur Bali memberikan perhatian untuk meningkatkan kesejahteraan
pegawai di lingkungan pemerintah Provinsi Bali. Peningkatan kesejahteraan ini
dilakukan melalui pemberian Tunjangan Peningkatan Kinerja dan sejumlah
tambahan penghasilan/insentif yang sumbernya berasal dari Dinas Pendapatan.
Pemberian peningkatan kesejahteraan yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi
Bali berdampak adanya peningkatan kesejahteraan PNS yang lebih baik apabila
dibandingkan dengan PNS yang berasal dari daerah/kota lain di Bali.
Pembayaran tunjangan peningkatan kinerja di Provinsi Bali tidak
dilakukan secara bersamaan dengan pembayaran gaji bulanan. Hal ini disebabkan
perlu dilakukan rekapitulasi absen pegawai terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan
tunjangan peningkatan kinerja akan dipotong sesuai dengan tingkat kehadiran
pegawai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembayaran tunjangan peningkatan
kinerja yang dilakukan di Provinsi Bali tidak dikaitkan dengan lokasi pekerjaan,
beban kerja serta kinerja yang dihasilkan oleh masing-masing PNS di lingkungan
pemerintah Provinsi Bali. Besaran tunjangan peningkatan kinerja yang diberikan
80
oleh pemerintah Provinsi Bali masih berdasarkan aspek pangkat/golongan,
jabatan dan eselon dari masing-masing pegawai, sedangkan mengenai besarannya
Tim tidak memperoleh data yang lengkap.
Usulan yang disampaikan lainnya adalah : kenaikan gaji berkala yang
selama ini diberlakukan ternyata sangat kecil sekali dan diharapkan terdapatnya
perubahan dalam besaran kenaikan gaji berkala. Begitu pula sistem penggajian
bagi PNS yang diberlakukan pada masa sekarang ini sebaiknya perlu diubah
untuk mengantisipasi perkembangan yang terdapat di lingkungan PNS. Honor
yang diberikan pada saat pelaksanaan kegiatan diharapkan masih ada dan
dipisahkan dari pendapatan gaji yang ada. Tujuan pemberian honor adalah untuk
meningkatkan dan menjaga motivasi pegawai dalam melaksanakan kegiatan.
Adanya kehawatiran apabila honor digabungkan menjadi satu dengan gaji pokok
yang diterima oleh PNS maka pegawai yang bekerja di dalam suatu proyek
produktifitasnya akan menjadi rendah.
8) Provinsi Maluku
Saat ini, Pemerintah Provinsi Maluku didukung oleh 4.739 orang PNS.
Dari Tabel berikut terlihat bahwa mayoritas pegawai di Provinsi Maluku adalah
pegawai dengan golongan III, yaitu sebesar 60,66% berikutnya adalah golongan
II, yaitu sebesar 30,2%.
Diagram 4.7
Jumlah PNS menurut Golongan/Ruang Pemerintah Provinsi Maluku per Juli
2008

7% 2%

Gol I
30%
Gol II
Gol III
Gol IV

61%

Sumber : Biro Kepegawaian Provinsi Maluku

Dari informasi yang diperoleh dari Biro Kepegawaian Provinsi Maluku


disebutkan bahwa pegawai di lingkungan Provinsi Maluku belum diberikan
Tunjangan Tambahan Penghasilan. Karena hal tersebut maka di Provinsi Maluku
masih berlaku honorarium bagi pegawai yang terlibat dalam suatu kegiatan di
unit kerjanya. Selain menerima gaji pokok dan tunjangan jabatan bagi yang
memangku suatu jabatan (baik struktural maupun fungsional), pegawai di
Provinsi Maluku diberikan tambahan berupa tunjangan beras, yang besarnya
81
adalah Rp 50.000,- per bulan, uang makan yang dihitung berdasarkan absensi dan
diberikan per bulan sebesar Rp 10.000,-/hari dan THR (Tunjangan Hari Raya)
yang diberikan setahun sekali sebesar gaji sebulan.
Menurut responden di Provinsi Maluku, sistem penggajian saat ini dan
besaran atau nominal gaji yang berlaku saat ini belum memadai atau dengan kata
lain belum mampu memenuhi kebutuhan hidup layak. Sistem penggajian saat ini
didasarkan pada masa kerja dan golongan/ruang sehingga dianggap belum
mengakomodasi pada pencapaian kinerja pegawai. Sistem saat ini lebih
cenderung menghargai senioritas yang ditunjukkan dengan masa kerja dan
golongan/ruang pun juga menunjukkan senioritas karena dicapai setiap empat
tahun sekali. Padahal seharusnya menurut responden, sistem penggajian harus
bisa mengakomodasi kinerja dimana pegawai yang kinerjanya bagus berhak
memperoleh gaji yang lebih baik daripada pegawai yang kinerjanya kurang baik.
Dengan tingkat atau besaran gaji yang diterima saat ini, pegawai di Ambon
merasa masih sangat kurang. Dari informasi yang diberikan responden di Biro
Keuangan Provinsi Maluku, saat ini tingkat UMP (Upah Minimum Provinsi)
Maluku adalah Rp 700.000,- per bulan. Memang apabila dibandingkan dengan
UMP untuk pegawai swasta, gaji yang diterima PNS masih lebih tinggi. Tetapi
dengan tingkat harga yang semakin hari semakin meningkat rasanya jumlah
tersebut sudah tidak mampu memenuhi semua kebutuhan pegawai. apalagi bagi
pegawai yang sudah berkeluarga dan sudah mempunyai anak. Kebutuhan hidup
yang mencakup sandang, pangan, papan, kesehatan, perumahan dan sebagainya
rasanya sangat sulit dipenuhi dengan nominal gaji sebesar itu. Tambahan yang
diberikan oleh Pemerintah Provinsi Maluku sebagaimana dijelaskan didepan
memang cukup membantu pemenuhan biaya hidup tetapi belum memadai.
Mencermati sistem penggajian PNS yang berlaku saat ini, dari aspek
nominal memang tidak memadai. Demikian pula kenaikannya apabila dilihat
menurut masa kerja dan golongan/ruang. Perbedaan masa kerja dan
golongan/ruang tersebut menurut responden di Provinsi Maluku tidak terasa
karena hanya sedikit sekali. Kenaikan berkala dua tahun sekali besarannya
bahkan kurang dari Rp 50.000,- sementara kalau dibandingkan dengan tingkat
harga kebutuhan hidup tidak akan mampu memenuhi. Kalau dicermati
perbandingan gaji terendah dengan gaji tertinggi saat ini kurang lebih 1 : 3
rasanya tidak relevan lagi. Apalagi bila dilihat dari beban kerja dan tanggung
jawab dari pegawai dengan pangkat terendah dan belum mempunyai masa kerja
dibandingkan dengan pegawai dengan pangkat tertinggi dan masa kerja 32 tahun.
Dengan perbandingan 1 : 10 atau bahkan 1 : 15 mungkin akan lebih memberikan
makna dan mampu memberikan perbedaan yang jelas.
9) Provinsi Sulawesi Selatan
Berdasarkan Keppres Nomor 10 Tahun 2007 bahwa yang diberikan kepada
PNS adalah Gaji Pokok, tunjangan anak isteri dan tunjangan beras. Dalam rangka
mensejahterakan pegawai daerah bervariasi gaji sama hanya kesejahteraannya
yang berbeda dalam artian dalam suatu daerah ada yang menerapkan suatu

82
kesejahteraan berupa bantuan, kalau di Sulawesi Selatan selain gaji ada bantuan
yang diterapkan sekitar tahun 1985 diatur oleh Kepala Daerah hanya besarannya
yang berbeda, kemudian ada tunjangan hari raya seperti hari Raya Idhul Fitri dan
hari Raya Natal. Besaran pemberiannya sama semua kepada PNS tanpa melihat
jabatan dan golongan jumlahnya Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) diluar
pegawai tidak tetap.
Sistim penggajian di Sulawesi Selatan dibayarkan setiap awal bulan kepada
PNS dengan membuka rekening melalui Bank Sulsel, kecuali tambahan
penghasilan dibayarkan langsung kepada para pegawai. Pada pokoknya sistim
penggajian di Sulsel tidak ada masalah. Sebenarnya ada sedikit masalah yaitu
karena DAU itu hanya akal-akalan untuk tidak menambah pegawai saja tapi juga
tidak menerima perpindahan pegawai, sehingga kalau ingin pindah dengan
DAU-nya tidak memungkinkan suatu hal yang mustahil dilakukan apabila
seorang pegawai Kabupaten Maros ingin pindah ke Provinsi karena DAU yang
berbeda karena tidak dapat diberikan dari segi aturan karena ada akred 2,5% dari
setahun gaji cukup untuk membiayai perpindahan pegawai bisa terjadi secara
konvensional, apabila terjadi seperti ini dapat dianggarkan pada tahun anggaran
berikutnya untuk menjaga keutuhan NKRI.
Tunjangan uang makan pegawai Provinsi Sulawesi Selatan belum
diterapkan, karena pernah dihitung oleh Biro Keuangan bahwa untuk tunjangan
lauk pauk dengan kurang lebih 9000 pegawai dibutuhkan dana sebesar 23 milyar
setahun. Sehingga bila diterapkan di Provinsi itu dapat dilakukan tapi bagaimana
dengan di Kabupaten dan Kota sangat sulit apalagi yang jumlah PAD-nya kecil.
Kemudian efektivitas dari pemberian uang lauk pauk kurang bermanfaat,
Provinsi bila ingin menerapkan itu Kabupaten dan Kota juga harus mampu.
Jangan sampai Provinsi dapat menerapkan tapi Kabupaten dan Kota ada yang bisa
dan ada yang tidak biasa. Hal ini pernah dikoordinasikan antara Biro Keuangan
Provinsi dan Bagian Keuangan Kabupaten serta Kota apabila sanggup bilang kalau
tidak sanggup juga bilang.
Walaupun demikian ada Kabupaten yang sanggup dengan mengikuti SE
Dirjen Perbendaharaan. Tetapi hal tersebut telah ditegaskan kembali oleh
Menteri Keuangan bahwa itu hanya untuk APBN dan pegawai Departemen dan
Non Departemen yang ada di Pusat dan Daerah silahkan sesuai dengan
kemampuan. Kalau ada yang tidak mampu karena 60% gaji dan belanja pegawai
menggunakan DAU, misalnya di Kabupaten Selayar maksud dari pemberian uang
makan supaya tetap di kantor atau tidak makan di rumah kurang efektif karena
rata-rata rumah pegawai dekat dengan kantor. Sekarang ini dengan uang makan
Rp. 10.000,- tidak cukup lagi untuk makan di Makassar, kalau di Jakarta mungkin
masih bisa makan dengan tempe atau tahu tapi orang Makassar tidak doyan
tempe atau tahu. Setiap bulan dengan hari kerja 22 hari dan harus hadir terus di
kantor maka menerima Rp. 220.000,- tapi apabila melakukan perjalanan dinas
selama 10 hari makan dipotong Rp. 100.000,-.
Bagaimana dengan TKD (Tunjangan Kesejahteraan Daerah) dimana daerah
bisa mengelola sendiri untuk tambahan penghasilan untuk pegawai. Provinsi
83
Sulsel telah mencoba seperti yang telah dilakukan oleh Provinsi Gorontalo, tapi
persoalan siapa yang mampu menghitung beban kerja. Di Biro Keuangan yang
harus bekerja efektif dari jam 8 pagi sampai jam 12 malam, tapi sementara ada
biro yang kerjanya hanya baca koran, duduk-duduk saja. Bagaimana kita menilai
terhadap biro yang seperti ini dan biro lainnya dari sisi pemberian kesejahteraan.
Kami telah mengatakan hitung dulu beban kerjanya apabila skornya sekian harus
diberi penghargan seperti ini atau diberi tambahan penghasilan seperti itu pula.
Akan terjadi kesenjangan yang dulu proyek sekarang menjadi kegiatan orang-
orang yang mendapat honor disekitarnya saja yang jauh tidak dapat ini yang
menyebabkan perbedaan antar pegawai, inilah Permendagri Nomor 13 tahun
1959 memungkinkan untuk seperti itu, di Provinsi belum ada tunjangan
kelangkaan, kami anggap belum ada pegawai yang langka menurut kami, beban
kerjanya berbeda jauh, untuk pegawai di tempat terpencil yang jarak tempuh
kerjanya mencapai 6 sampai 8 jam mungkin dapat diberikan tambahan
penghasilan.
Jumlah belanja pegawai kurang lebih 220 milyar lebih per tahun dengan
jumlah pegawai 9900 orang, dari jumlah tersebut sudah over pegawai
dibandingkan dengan tugas fungsinya, ini akibat dari pengaruh rekrutmen yang
lalu yaitu dari Kanwil-Kanwil masuk ke Provinsi dapat menampung seluruhnya
yang besar dari Departemen. Pendidikan di lingkup ketatausahaan, irigasi,
sumber daya air, prasarana wilayah dan Kimpraswil, Departemen Penerangan.
10) Provinsi Papua
Saat ini Pemerintah Provinsi Papua didukung oleh 5.309 orang PNS,
adapun rincian dari jumlah pegawai di lingkungan Provinsi Papua adalah sebagai
berikut :
Diagram 4.8
Jumlah PNS menurut Golongan/Ruang
Pemerintah Provinsi Papua

6% 2%
25%
Gol I
Gol II
Gol III
Gol IV

67%

Sumber : BKD Provinsi Papua

84
Berdasarkan sistem penggajian yang ada pada saat sekarang ini kondisi
penggajian di provinsi Papua masih kurang memenuhi harapan yang diinginkan
oleh PNS di lingkungan provinsi Papua. Alasan yang mendasari kurang puasnya
sebagian besar PNS di lingkungan provinsi Papua adalah tingkat kemahalan
harga-harga barang pokok kebutuhan hidup PNS. Tingkat kemahalan kebutuhan
bahan-bahan pokok di provinsi Papua lebih tinggi dibandingkan dengan harga
kemahalan di pulau Jawa. Mencermati kondisi sistem penggajian yang berlaku
bagi PNS saat ini di Provinsi Papua maka dikeluarkan Peraturan Gubernur
Provinsi Papua Nomor 189 Tahun 2007 Tentang Tunjangan Kinerja Daerah
Provinsi Papua.
Besaran nominal Tunjangan Kinerja Daerah Provinsi Papua untuk Jabatan
Struktural dan Fungsional di lingkungan Provinsi Papua adalah sebagai berikut :

Tabel 4.10
Tunjangan Kinerja Daerah Jabatan Struktural dan Fungsional di Provinsi Papua

Jab Struktural Besaran Jab Fungsional Besaran


Gubernur 15.000.000 Pembina Utama 6.000.000
Wa. Gubernur 12.500.000 Pembina Utama 4.500.000
Madya
Sek. Daerah 10.000.000 Pembina Utama 4.500.000
Muda
Eselon II a 7.500.000 Pembina Tingkat I 3.000.000
Eselon II b 6.000.000 Pembina 3.000.000
Eselon III 3.500.000 Penata Tingkat I 3.000.000
Eselon IV 2.000.000 Penata 1.750.000
Staf 1.000.000 Penata Muda 1.750.000
Tingkat I
Honorer SK 750.000 Lainnya 1.250.000
Sumber : Peraturan Gubernur Papua No. 189 Tahun 2007

Pemberian Tunjangan Kinerja Daerah tersebut diikuti dengan hukuman


disiplin terhadap pegawai di lingkungan pemerintah Provinsi Papua sesuai
dengan Peraturan Gubernur Provinsi Papua Nomor 189 Tahun 2007 dengan
sejumlah komponen disiplin dengan sejumlah kriteria sebagai berikut :

85
Tabel 4.11
Aspek Komponen Disiplin
Pengurangan
No Jenis Penilaian Keterangan
Non Jab Jabatan
1 Terlambat Datang 5% 5% Daftar Absensi
2 Pulang Cepat (PC) 5% 5% Daftar Absensi
3 Tidak hadir dengan ijin 5% 10% Daftar Absensi
karena sakit atau
keperluan dan atau cuti
4 Meninggalkan tugas 10% 15% Pejabat penilai
selama jam kerja tanpa
ijin
5 Alpa (tidak hadir tanpa 10% 15% Daftar absensi
ijin)
6 Tdk mengikuti kegiatan 10% 20% Sekda/Asisten/
kenegaraan/rapat/lain- Kadis
lain
7 Dikenakan sanksi sesuai 40% 40% Pejabat
PP No.30/1980 berwenang
Sumber : Peraturan Gubernur Prov. Papua No. 189 Tahun 2007

Total pengurangan disiplin untuk setiap PNS di lingkungan pemerintah


provinsi Papua tidak lebih dari 40%. Dalam pemberian tambahan penghasilan ini
dikenakan potongan PPh. sesuai peraturan yang berlaku. Pengurangan atau
pemotongan tambahan penghasilan ini disetor ke Kas Daerah Pemerintah
Provinsi Papua. Pengawasan pelaksanaan pemotongan dilakukan oleh atasan
langsung pejabat/pegawai di masing-masing unit atau SKPD. Pemberian
tambahan penghasilan dibayarkan pada setiap awal bulan pada bulan berikutnya,
yaitu setelah PNS melaksanakan tugas selama satu bulan, khusus untuk bulan
Desember dibayarkan pada akhir bulan Desember. Dasar pengenaan PPh 21
untuk lingkungan pemerintah provinsi Papua adalah sebagai berikut : non
jabatan dikenakan 5%, jabatan struktural/ fungsional : 0 s/d Rp 1.000.000,-
dikenakan 5%, Rp 1.000.000,- s/d Rp 2.000.000,- dikenakan 10%, Rp 2.000.000,-
s/d Rp 4.000.000,- dikenakan 15% dan diatas Rp 4.000.000,- dikenakan 25%.
Dengan diterapkannya pemberian tambahan penghasilan ini - responden
di BKD Provinsi Papua - menyatakan bahwa terjadi perubahan terhadap tingkat
kedisiplinan pegawai. Bahkan bisa disebutkan bahwa pemberian tambahan
penghasilan ini telah merubah budaya kerja pegawai di Provinsi Papua. Pegawai
yang biasanya malas dan jarang masuk kerja menjadi lebih rajin. Memang belum
dilakukan kajian mendalam terhadap kinerja atau kualitas pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab.

86
b. Kabupaten/Kota
1) Kota Palangkaraya
Saat ini Pemerintah Kota Palangkaraya didukung oleh 5.755 orang PNS,
terdiri dari 2.245 orang laki-laki dan 3.510 orang perempuan (data bulan
Desember 2007). Dari data tersebut terlihat bahwa mayoritas PNS di Kota
Palangkaraya adalah perempuan, yaitu kurang lebih 60,99% dibandingkan laki-
laki yang hanya 39,01%. Dari tingkat pendidikannya disajikan dalam Pie Chart
berikut.
Diagram 4.3
Jumlah Pegawai di Kota Palangkaraya
Menurut Tingkat Pendidikan per Desember 2007

S2
S 3 SD SLTP
D IV
S1 SLTA

D III
D II

Sumber : Hasil Pengolahan Tim

Dari Pie Chart tersebut terlihat bahwa mayoritas PNS di Kota Palangkaraya
mempunyai jenjang pendidikan D IV atau S 1, yaitu sebesar 33,45%, berikutnya
jenjang pendidikan SLTA, yaitu sebesar 32,91%. Secara terperinci disajikan dalam
Pie Chart dibawah ini.
Mencermati kondisi sistem penggajian yang berlaku saat ini, harus diakui
bahwa secara nominal masih sangat kurang, demikian pula dengan sistemnya
yang belum mengakomodasi prestasi kerja pegawai. Melihat kondisi tersebut,
Pemerintah Kota Palangkaraya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah maka Pemerintah Kota Palangkaraya memberikan tunjangan tambahan
penghasilan. Konsep yang dikembangkan dalam memberikan tunjangan
tambahan penghasilan pada dasarnya adalah bagaimana menghargai prestasi kerja
pegawai, sehingga pegawai yang berprestasi akan mendapat penghargaan yang
lebih besar daripada pegawai yang kurang atau tidak berprestasi.
PNS di Kota Palangkaraya menerima tunjangan tambahan penghasilan ini
sejak tahun 2007, yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Walikota
Palangkaraya Nomor 310 Tahun 2007 tentang Pemberian Tunjangan Tambahan
Penghasilan berdasarkan Prestasi Kerja kepada Pegawai Negeri Sipil di
87
Lingkungan Pemerintah Kota Palangkaraya. Pemberian tunjangan tambahan
penghasilan ini didasarkan pada penilaian terhadap disiplin apel pagi, apel siang,
disiplin jam kerja dan prestasi kerja. Besarannya adalah sebagai berikut :

Tabel 4.12
Besaran Tambahan Penghasilan di Kota Palangkaraya
PNS Besaran (Rp)
JS Es II a 2.500.000,-
JS Es II b 1.500.000,-
JS Es III 900.000,-
JS Es IV 600.000,-
JS Es V 450.000,-
JF Gol IV 650.000,-
JF Gol III 500.000,-
JF Gol II 450.000,-
PNS Gol IV 500.000,-
PNS Gol III 400.000,-
PNS Gol II 350.000,-
PNS Gol I 300.000,-
Sumber : Keputusan Walikota Palangkaraya No. 310 Tahun 2007

Karena didasarkan pada hasil penilaian kedisiplinan, maka bagi PNS yang
tidak disiplin dikenakan pengurangan besaran tambahan penghasilan.
Pengaturannya adalah sebagai berikut :
1. Pemberian tambahan penghasilan bagi PNS dikurangi apabila :
a. Tidak mengikuti apel pagi tanpa keterangan yang sah, sebesar 1%,
b. Tidak mengikuti apel siang tanpa keterangan yang sah, sebesar 1%,
c. Mengikuti apel pagi dan apel siang tetapi tidak melaksanakan tugas
pekerjaan tanpa keterangan yang sah, sebesar 2%,
d. Tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah, sebesar 4%,
e. Menjalani cuti sakit lebih dari 10 hari, sebesar 50%,
f. Menjalani cuti alasan penting lebih dari 10 hari, sebesar 50%.
2. Pemberian tambahan penghasilan bagi PNS tidak diberikan apabila :
a. Tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah lebih dari 10 hari pada
bulan yang bersangkutan,
b. Menjalani cuti diluar tanggungan Negara,
c. Menjalani cuti besar,
d. Menjalani cuti bersalin,
e. Ijin sakit karena mengalami persalinan ketiga atau lebih,
f. Mengikuti tugas belajar,
g. Menjalani bebas tugas,
h. Sedang menjalani hukuman disiplin tingkat sedang atau berat,

88
i. Sedang mengajukan keberatan/banding terhadap putusan hukuman
disiplin,
j. Dijatuhi hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan. Tambahan
penghasilan dapat diberikan atas usulan dari atasan langsung setelah
minimal satu tahun menjalani hukuman,
k. PNS Pemerintah Kota Palangkaraya yang berstatus sebagai tenaga titipan
diluar wilayah Kota Palangkaraya.
Dalam pemberian tambahan penghasilan ini dikenakan potongan Pph.
sesuai peraturan yang berlaku. Pengurangan atau pemotongan tambahan
penghasilan ini disetor ke Kas Daerah Pemerintah Kota Palangkaraya.
Pengawasan pelaksanaan pemotongan dilakukan oleh atasan langsung
pejabat/pegawai di masing-masing unit atau SKPD. Pemberian tambahan
penghasilan dibayarkan pada setiap awal bulan pada bulan berikutnya, yaitu
setelah PNS melaksanakan tugas selama satu bulan, khusus untuk bulan
Desember dibayarkan pada akhir bulan Desember.
Dengan diterapkannya pemberian tambahan penghasilan ini - responden
di BKD Kota Palangkaraya - menyatakan bahwa terjadi perubahan yang
signifikan terhadap tingkat kedisiplinan pegawai. Bahkan bisa disebutkan bahwa
pemberian tambahan penghasilan ini telah merubah budaya kerja pegawai di
Kota Palangkaraya. Pegawai yang biasanya malas dan jarang masuk kerja menjadi
lebih rajin. Memang belum dilakukan kajian mendalam terhadap kinerja atau
kualitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab mereka, tetapi dari tingkat
kedisiplinan masuk kerja terlihat jelas ada peningkatan. Karena mereka yang
biasa malas-malasan menjadi malu dan tidak enak karena mendapat tambahan
penghasilan yang lebih kecil daripada yang lain. Hal ini bisa dicermati dari data
Tanda Terima Tunjangan Tambahan Penghasilan Berdasarkan Prestasi Kerja
untuk SKPD BKD Kota Palangkaraya. Sebagai contoh : seorang pegawai pada
bulan Januari mendapat potongan tambahan tunjangan penghasilan sebesar 13%
sehingga dia hanya menerima Rp 295.800,- (sudah potong Pph.) dari total Rp
400.000,- yang seharusnya diterima. Pada bulan berikutnya ternyata ada
peningkatan kedisiplinan yang terlihat dari berkurangnya potongan menjadi 2%
sehingga penerimaan tambahan tunjangan penghasilannya bertambah menjadi
Rp 333.200,- demikian pula pada bulan berikutnya dia bisa mempertahankan
kedisiplinannya tersebut.
Penilaian atau evaluasi terhadap kedisiplinan pegawai dilakukan oleh
atasan langsung dengan memeriksa laporan dari masing-masing anak buahnya.
Laporan dibuat setiap hari dan diperiksa paling lama seminggu sekali. Rekap
penilaian inilah yang menjadi dasar dalam pemberian tambahan penghasilan.
Dengan model ini memang diakui ada kelemahan terutama terkait dengan
bertambahnya pekerjaan masing-masing pegawai dan berkesan repot. Tetapi
kondisi ini bisa diminimalisir apabila sudah menjadi rutinitas, karena sebenarnya
setiap penyerahan atau pelaksanaan tugas selalu diikuti dengan surat tugas atau
disposisi apabila ada yang belum dengan surat tugas hanya sedikit jumlahnya.
Dan kerepotan yang muncul dibandingkan dengan hasil yang diperoleh tentu
89
sangat sepadan karena bisa mengubah kebiasaan pegawai menjadi lebih baik dan
dapat meningkatkan kinerjanya.
Pemerintah Kota Palangkaraya selain mengeluarkan kebijakan mengenai
pemberian tambahan penghasilan yang didasarkan pada kedisiplinan atau kinerja
juga merancang satu Surat Keputusan Walikota tentang Pemberian Penghargaan
dan Sanksi kepada PNS di Lingkungan Kota Palangkaraya. Surat Keputusan ini
dirancang untuk membangun rasa keadilan dalam pelaksanaan tugas PNS dan
bertujuan untuk memotivasi dan meningkatkan kinerja PNS di lingkungan Kota
Palangkaraya.
Dalam rancangan ini, pemberian penghargaan bagi pegawai yang
berprestasi didasarkan pada tujuh kriteria berikut ini : pemenuhan standard
kualitas pekerjaan, ketepatan waktu, beban kerja, kesesuaian tugas pokok dan
fungsi, kerjasama, kreativitas dan inovatif. Masing-masing kriteria tersebut diberi
bobot penilaian yang berbeda. Pemenuhan standard kualitas pekerjaan dengan
bobot 20%, ketepatan waktu dengan bobot 15%, beban kerja dengan bobot 15%,
kesesuaian tugas pokok dan fungsi dengan bobot 15%, kerjasama dengan bobot
15%, kreativitas dengan bobot 10% dan inovatif dengan bobot 10%. Sementara
sanksi diberikan apabila terjadi pelanggaran disipliner, yaitu setiap ucapan,
tulisan atau perbuatan PNS yang melanggar ketentuan peraturan PNS baik yang
dilakukan didalam maupun diluar jam kerja. Jenis pelanggarannya dibagi kedalam
tiga (3) kriteria, yaitu pelanggaran ringan, sedang dan berat.
Permasalahan dalam sistem penggajian PNS, yaitu besaran nominal,
sistemnya yang belum mengakomodasi prestasi kerja pegawai sebenarnya sudah
bisa diakomodasi dalam sistem pemberian tunjangan tambahan penghasilan
sebagaimana dilakukan Pemerintah Kota Palangkaraya. Dengan sistem tersebut,
pegawai akan termotivasi untuk lebih baik dalam bekerja, lebih disiplin dan lebih
baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Intinya bagaimana bisa
memberikan gaji sesuai kontribusi masing-masing pegawai. Kontribusi inilah
yang harus diukur secara riil dan transparan.
2) Kabupaten Kapuas
Pemerintah Kabupaten Kapuas saat ini didukung oleh 7.380 orang PNS
dengan distribusi PNS laki-laki berjumlah 3.903 orang atau 52,89% dan PNS
perempuan sejumlah 3.477 orang atau 47,11%. Sementara itu apabila dilihat dari
golongannya, terlihat PNS di Kabupaten Kapuas mayoritas ada di golongan III,
yaitu 52,47%, kemudian golongan II ada 27,52%, golongan IV ada 18,24% dan
paling sedikit ada di golongan I, yaitu ada 1,78%. Berikut disajikan dalam bentuk
Pie Chart.

90
Diagram 4.10
Jumlah PNS menurut Golongan di Kabupaten Kapuas
per Maret 2008

Gol I
Gol IV
Gol II

Gol III

Sumber : BKD Kabupaten Kapuas

Pemerintah Kabupaten Kapuas sudah memberikan Tunjangan Tambahan


Penghasilan kepada pegawainya, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati
Kapuas Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan bagi
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kapuas. Meskipun
peraturan ini baru dikeluarkan pada bulan Maret 2008 tetapi diberlakukan sejak 2
Januari 2008 (berlaku surut). Dampaknya pegawai menerima rapel sejak
diberlakukan, yaitu bulan Januari sampai bulan Maret 2008. Berikut ini disajikan
besaran nominal tambahan penghasilan tersebut.

91
Tabel 4.13
Besaran Tambahan Penghasilan di Kabupaten Kapuas

PNS Besaran (Rp)


Bupati 5.000.000
Wakil Bupati 4.000.000
JS Es II a 1.750.000
JS Es II b 1.300.000
JS Es III 1.100.000
JS Es IV 700.000
JS Es V a 450.000
PNS Gol IV 425.000
PNS Gol III 400.000
PNS Gol II 300.000
PNS Gol I 250.000
Pimp Kegiatan Es III 1.200.000
Pimp Kegiatan Es IV 750.000
Pimp Kegiatan Non Es 425.000
Bendahara Umum 1.200.000
Kuasa Bendahara 1.000.000
Bendahara > 10 M 650.000
Bendahara 5 - 10 M 550.000
Bendahara < 5 M 450.000
Dokter Spesialis 5.000.000
Dokter Umum/Apoteker 1.000.000
Pengawas PJU 300.000
Koordinator Lapangan 400.000
Pengawas Sungai 300.000
Pengawas Taman 300.000
Sopir 300.000
Sopir Bupati 400.000
Honorer 200.000
Satpol PP 350.000
Sumber : Peraturan Bupati Kapuas No. 5 Tahun 2008

Sebulan setelah dikeluarkan, yaitu pada bulan April 2008 dilakukan


beberapa perubahan yang cukup mendasar. Perubahan terhadap Peraturan Bupati
Kapuas Nomor 5 Tahun 2008 ini dituangkan dalam Peraturan Bupati Kapuas
Nomor 7 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Kapuas Nomor 5
Tahun 2008 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan bagi Pegawai Negeri Sipil
di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kapuas. Perubahan ini mencakup : (1)
perluasan kriteria pegawai yang menerima tunjangan tambahan penghasilan,
yaitu pemberian tambahan penghasilan bukan hanya untuk PNS saja tetapi
mencakup juga CPNS dan tenaga honorer daerah; (2) juga memasukkan dokter

92
PTT dengan memberikan tunjangan sebesar Rp 1.000.000,-; (3) memasukkan
tenaga Pemadam Kebakaran dengan memberikan tunjangan sebesar Rp 350.000,-;
(4) memasukkan tenaga honorer daerah yang diangkat dengan Keputusan Bupati
(tidak masuk database) dengan memberikan tunjangan sebesar Rp 150.000,-.
Karena baru saja dikeluarkan (meskipun berlaku surut sejak bulan Januari),
pegawai di Kabupaten Kapuas menyatakan bahwa memang belum kelihatan
dampak yang signifikan terhadap kinerja atau perilaku pegawai. Dampak yang
paling kelihatan adalah pegawai menjadi senang karena mendapat tambahan
penghasilan yang cukup besar. Apalagi pada saat menerima rapel yang jumlahnya
cukup lumayan dan tidak dilakukan potongan. Sementara untuk penerimaan
bulan April sudah dilakukan perhitungan pemotongan.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Bupati Kapuas Nomor 5 Tahun 2008
tentang Pemberian Tambahan Penghasilan bagi Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kapuas khususnya di Pasal 3 butir (3),
disebutkan bahwa sanksi pemotongan dikenakan apabila :
a. Tidak masuk tanpa keterangan, dipotong sebesar 4% per hari,
b. Tidak apel pagi (alasan tidak jelas), dipotong sebesar 2% per hari,
c. Tidak apel siang (alasan tidak jelas), dipotong sebesar 2% per hari,
d. Sakit tanpa pemberitahuan dianggap tanpa keterangan, dipotong sebesar 4%
per hari,
e. Sakit ada pemberitahuan tetapi lebih dari 2 hari tanpa surat keterangan
dokter kelebihannya dianggap tanpa keterangan, dipotong 4% per hari,
f. Sakit yang dilengkapi dengan surat keterangan dokter (maksimal 14 hari)
dianggap ijin, dipotong sebesar 3% per hari,
g. Tugas belajar, dibayar sebesar 50%,
h. Tidak masuk kerja tanpa keterangan lebih dari 7 hari, pada bulan yang
bersangkutan tidak diberikan tambahan penghasilan,
i. Bagi pejabat/pegawai yang melakukan perjalanan dinas berobat dan sakit
lebih dari 10 hari, maka tidak diberikan tambahan penghasilan selama
perjalanan dinas tersebut,
j. Ijin alasan penting maksimal 7 hari, dipotong sebesar 3% per hari,
k. Tugas belajar sudah habis masa waktunya tidak diberikan tambahan
penghasilan,
l. Libur kalender dan libur akademik, dipotong sebesar 3%,
m. Bagi pejabat/pegawai yang melaksanakan perjalanan dinas kecuali perjalanan
dinas sebagaimana huruf (i) tetap diberikan tambahan penghasilan,
n. Pegawai yang melaksanakan pendidikan kedinasan tetap diberikan tambahan
penghasilan,
o. Cuti alasan penting sebagaimana dimaksud huruf (o) dan (p) maksimal 7 hari,
dipotong sebesar 3%,
p. Cuti alasan penting jika ada istri, suami, anak, ayah/ibu/mertua meninggal
dunia atau sakit keras maksimal 7 hari, dipotong sebesar 2% per hari
selebihnya tidak diberikan,
93
q. Cuti melahirkan maksimal 2 bulan, dipotong sebesar 2% per hari selebihnya
tidak diberikan.
Terkait dengan sistem penggajian PNS yang berlaku saat ini disebutkan
bahwa belum mampu memenuhi harapan. Dari nilai nominalnya yang dirasakan
masih kurang, dalam arti belum mampu memenuhi kebutuhan hidup layak,
sistemnya belum mengakomodasi prestasi kerja pegawai, sehingga tidak bisa
membedakan pegawai yang bekerja bagus dengan pegawai yang biasa-biasa saja.
3) Kabupaten Manokwari
Pemerintah Kabupaten Manokwari didukung oleh 4.599 orang pegawai
(data per 31 Desember tahun 2006). Dari jumlah tersebut 313 orang adalah CPNS
yang belum diangkat sejak tahun 2005. Dilihat dari golongannya, mayoritas
berada di golongan II, yaitu 45,15% dan di golongan III, ada 42,62%. Sementara
kalau dilihat dari jenis kelaminnya, mayoritas pegawai berjenis kelamin laki-laki,
yaitu 63,36%. Sebaran menurut jenis kelamin dapat dilihat dalam Diagram
Batang berikut ini.
Diagram 4.11
Jumlah Pegawai menurut Jenis Kelamin
di Kabupaten Manokwari per Desember 2006

2500

2000
un

an
pa

pu
m

m
re

re
Pe

1500
Pe

Jumlah
Pegawai
1000
ki

ki
-la

-la
ki
n

ki
ki u a

La

La

500
-la p

n
ki em

kiua
La er

-lap
kiem
P

La r

0
Pe

IV III II I
Jenjang Pangkat

Sumber : BKD Kab. Manokwari

Pemerintah Kabupaten Manokwari belum memberikan tunjangan


tambahan penghasilan untuk pegawainya sehingga masih memberikan
honorarium kegiatan pengelola kegiatan. Besarannya diatur dalam Pedoman
Penyusunan dan Pembahasan RASK di Lingkungan Kabupaten Manokwari
Tahun Anggaran 2006. Meskipun sudah berumur dua tahunan, pedoman ini
masih dipergunakan. Kondisi ini memang menyulitkan para penyelenggara
kegiatan, karena satuannya dianggap tidak sesuai lagi dengan standar kebutuhan
saat ini dan seharusnya sudah diubah. Berikut disajikan besarannya.

94
Tabel 4.14
Honorarium Pengelola Kegiatan TA 2006
Kabupaten Manokwari

Nilai Kegiatan
Uraian Lamanya Satuan
< 500 jt 500 jt - 1 M >1M

Ka Unit Umur Perbulan 60.000 70.000 80.000


Kerja keg.
Ka Bidang Umur Perbulan 50.000 60.000 70.000
keg.
Ka Subbid Umur Perbulan 40.000 50.000 60.000
keg.
PUMK Umur Perbulan 40.000 50.000 60.000
keg.
Staf Adm Umur Perbulan 35.000 37.500 45.000
keg.
Sumber : Pedoman Penyusunan dan Pembahasan RASK Kab. Manokwari

Sementara honorarium pegawai non PNS terlihat di Tabel berikut.


Honorarium pegawai non PNS di Kabupaten Manokwari diatur dengan Pedoman
Penyusunan dan Pembahasan RASK Tahun Anggaran 2006. Sehingga besaran
satuannya dianggap tidak sesuai lagi dengan standar yang berlaku saat ini.
Besarannya dibedakan menurut tingkat pendidikan pegawai.

95
Tabel 4.15
Honorarium Pegawai Non PNS TA 2006
Kabupaten Manokwari

Uraian Lamanya Satuan Honor/Bln


SD 12 bulan Perbulan 300.000
SLTP 12 bulan Perbulan 400.000
SLTA 12 bulan Perbulan 500.000
D3 12 bulan Perbulan 600.000
Sarjana (S1) 12 bulan Perbulan 700.000
Sumber : Pedoman Penyusunan dan Pembahasan RASK Kab. Manokwari
Selain menerima honorarium, para pengelola keuangan di Kabupaten
Manokwari juga menerima insentif atau tambahan. Tambahan ini juga masih
menggunakan satuan dengan pedoman yang diterbitkan tahun 2006 sehingga
perlu direvisi. Berikut ini disajikan tambahan satuan insentif yang diberikan
untuk para pengelola keuangan di Kabupaten Manokwari.

Tabel 4.16
Harga Satuan Insentif Pengelola Keuangan TA 2006
Kabupaten Manokwari

Uraian Lamanya Satuan Honor/Bln


Pemegang Kas 12 bulan Perbulan 240.000
Pemegang Barang 12 bulan Perbulan 180.000
Kasir 12 bulan Perbulan 180.000
Penyimpan Uang 12 bulan Perbulan 180.000
Pengurus Uang 12 bulan Perbulan 180.000
Pembukuan 12 bulan Perbulan 180.000
Pembuat Daftar Gaji 12 bulan Perbulan 180.000
Sumber : Pedoman Penyusunan dan Pembahasan RASK Kab. Manokwari

Selain menerima berbagai honorarium tersebut, Pemerintah Kabupaten


Manokwari memberikan berbagai tambahan untuk membantu pelaksanaan tugas
pegawainya. Berikut ini disajikan besaran harga satuan biaya tertinggi uang
harian/lumpsum yang diberikan untuk berbagai keperluan. Satuan biaya ini
masih menggunakan standar tahun anggaran 2006.

96
Tabel 4.17
Besaran Harga Satuan Biaya Tertinggi Uang Harian/Lumpsum TA 2006
Kabupaten Manokwari

Tingkat Biaya/Golongan
No Uraian
A / IV B / III C / II D/I
I Keluar wilayah 450.000 400.000 300.000 275.000
Prov. Irian Jaya
1. Penginapan dan 250.000 225.000 225.000 225.000
makan
2. Angkutan lokal 100.000 100.000 50.000 25.000
3. Uang saku 100.000 75.000 25.000 25.000
II Dalam wilayah Prov. 400.000 350.000 250.000 200.000
Irian Jaya (diluar
Kab. Manokwari)
1. Penginapan dan 200.000 200.000 200.000 150.000
makan
2. Angkutan lokal 100.000 75.000 25.000 25.000
3. Uang saku 100.000 75.000 25.000 25.000
III Dalam wilayah Kab. 200.000 150.000 125.000 115.000
Manokwari
(perjalanan < 6 jam
atau < 20 km keluar
batas kota)
Sumber : Pedoman Penyusunan dan Pembahasan RASK Kab. Manokwari

Memang agak mengherankan mengapa satuan yang digunakan dalam


pedoman tersebut masih menggunakan tahun anggaran 2006. Padahal melihat
berbagai kondisi yang berkembang pada dua tahun ini sudah seharusnya
dilakukan penyesuaian, khususnya mengenai besaran satuannya. Dengan kondisi
tersebut, motivasi pegawai di Kabupaten Manokwari agak kurang. Banyak
pegawai yang disiplin kerjanya kurang, di kantor banyak yang malas-malasan
hanya ngobrol saja dan bahkan tidak masuk kantor dengan berbagai alasan.
4) Kota Padang
Pemerintah Kota Padang didukung oleh 14.071 orang PNS yang tersebar di
berbagai SKPD. Sebanyak 1.238 memangku jabatan struktural (eselon II, III, IV
dan V), sebanyak 9.288 memangku jabatan fungsional dan sisanya sebanyak 3.545
orang adalah staf. Apabila dilihat prosentase sebarannya, dapat diketahui bahwa
mayoritas pegawai adalah pejabat fungsional, yaitu sebesar 66,1%, sementara
yang masih staf umum adalah 25,2% dan prosentase pejabat struktural adalah
8,8%. Komposisi ini sangat bagus dimana pegawai tidak lagi mengejar atau
terkonsentrasi pada jabatan struktural dan staf tetapi sudah tertarik dalam jabatan
fungsional, ini menunjukkan pengembangan pegawai yang berhasil. Secara
lengkap disajikan dalam Pie Chart dibawah ini.
97
Diagram 4.12
Jumlah PNS menurut Golongan dan Jabatan
di Kota Padang per Juni 2008

0%
1% 7% 0%
25%
Eselon II
Eselon III
Eselon IV
Eselon V
JF
Staf
67%

Sumber : Pengembangan Tim

Pemerintah Kota Padang sudah memberikan Tunjangan Daerah yang


diberikan kepada PNS Daerah dan Pegawai Daerah/Honorer, yaitu berdasarkan
Peraturan Walikota Padang Nomor 03 Tahun 2008. Tunjangan Daerah ini
diberikan dalam bentuk uang makan yang besarnya adalah Rp 7.500,- per hari
yang pembayarannya didasarkan pada kehadiran atau absensi (Pasal 2 ayat (2)
Peraturan Walikota Padang Nomor 03 Tahun 2008). Apabila dihitung dalam satu
bulan ada 22 hari kerja maka dalam satu bulan seorang pegawai apabila masuk
terus akan mendapat tunjanga daerah sebesar Rp 165.000,-. Tunjangan daerah
tersebut tidak dibayarkan kepada pegawai apabila :
a. Tidak masuk kantor dengan alasan apapun.
b. Pindah tugas dan berstatus PNS Daerah titipan keluar Pemerintah Kota
Padang, terhitung mulai tanggal berlakunya Surat Keputusan pindah/titipan
PNS Daerah yang bersangkutan.
c. PNS luar daerah yang pindah ke Pemerintah Kota Padang apabila kepindahan
yang bersangkutan dalam Tahun Anggaran berjalan.
d. PNS Daerah yang sedang melaksanakan tugas belajar.
e. Tidak mengikuti wirid mingguan pada hari Jumat.
f. Sedang ditugaskan keluar daerah yang disertai dengan Surat Perintah
Perjalanan Dinas dari pejabat berwenang.
Sementara bagi pegawai yang tidak mengikuti apel pagi atau apel pulang
dikenakan pemotongan 50% perhari. Pengelolaan pemberian tunjangan daerah
ini diserahkan ke masing-masing SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).

98
Masalah dalam Sistem Penggajian PNS
Terkait dengan sistem penggajian yang berlaku saat ini, pegawai di Kota
Padang menyebutkan belum begitu bagus. Dengan kata lain ada yang perlu
diperbaiki, terutama terkait dengan besaran nominalnya dan sistemnya itu
sendiri. Besaran nominal merupakan satu aspek yang harus diubah, yaitu dengan
menambah jumlahnya karena tidak sesuai lagi dengan tuntutan biaya hidup
pegawai. Saat ini gaji pokok terendah PNS sebagaimana diatur oleh Pemerintah
adalah sebesar Rp 910.000,- dibandingkan dengan UMR (upah minimum
regional) Kota Padang saat ini yang sebesar Rp 700.000,- rasanya tidak pantas lagi.
UMR adalah upah minimum untuk pegawai swasta lajang dan di Kota Padang
sendiri hampir tidak ada perusahaan yang menggaji pegawai/karyawannya
dengan gaji sebesar itu. Apakah PNS yang notabene pegawai negara hanya
dibayar Rp 900.000,-? Dengan mempertimbangkan tingkat harga saat ini, dimana
kebutuhan hidup semakin meningkat sudah sepantasnya kalau nominal gaji
pokok ditinjau kembali.
Tim juga memperoleh pandangan yang berbeda dari Kota Padang, dimana
disebutkan perlunya perubahan mindset atau paradigma pegawai terkait dengan
gaji. Sebagai pegawai seharusnya tidak perlu terlalu menuntut penambahan gaji
karena sebetulnya pegawai bagaimanapun kondisinya tetap dibayar dan tidak
akan dipecat. Kondisi ini harus disikapi dengan arif, artinya bagaimana kalau
kondisi ini dibandingkan dengan pegawai swasta. PNS jauh lebih nyaman dan
aman dalam arti tidak akan dipecat dan kehilangan pekerjaan sehingga
kelangsungan hidup keluarga lebih terjamin daripada pegawai swasta yang selalu
was-was dengan kenyamanan dan keamanan kerjanya karena takut dipecat.
Selain itu, selama ini belum ada ceritanya PNS telat digaji oleh pemerintah dan
selama ini jumlah nominal gaji selalu ditingkatkan dari tahun ke tahun meskipun
tidak sebanding dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Dengan kata
lain yang perlu diperbaiki atau dikendalikan sebenarnya adalah harga-harga
diluar tersebut. Bagaimana dengan gaji yang ada, pegawai mampu memenuhi
kebutuhannya. Kalau saat ini gaji dinaikkan untuk menyesuaikan tingkat harga
yang tinggi, bagaimana kalau dibalik, tingkat harga dikendalikan sehingga gaji
tinggi tetapi harga-harga barang bisa rendah. Ini tentunya merupakan satu
tantangan tersendiri bagi pemerintah.
Demikian pula dengan sistemnya, sejauh ini gaji yang diberikan kepada
pegawai tidak dikaitkan dengan tanggung jawab, beban kerja dan kinerjanya.
Semua pegawai selama berada di jenjang yang sama (masa kerja dan golongan
ruang) akan diberikan besaran gaji yang sama. Ini tentu tidak akan memotivasi
pegawai untuk bekerja lebih baik, karena kerja atau tidak kerja, rajin atau malas,
pandai atau bodoh tetap akan dibayar gajinya. Penundaan pembayaran gaji hanya
dilakukan kalau seorang pegawai melakukan kesalahan yang berat yang
ditunjukkan dengan DP3-nya. Padahal DP3 sendiri tidak mampu menilai kinerja
nyata pegawai, bahkan dalam praktiknya seringkali yang mengisi DP3 adalah
pegawai yang bersangkutan sendiri. Disinilah seharusnya sistem penggajian perlu
didukung dengan instrumen penilaian kinerja yang baik. Selain itu, perbedaan
99
beban kerja juga perlu dimasukkan dalam perhitungan gaji PNS. Kondisi ini
sebenarnya sudah diakomodasi dalam bentuk pemberian tunjangan jabatan, baik
jabatan struktural maupun jabatan fungsional. Akan tetapi pada praktiknya,
pemberian tunjangan ini hanya membedakan beban kerja atau tanggung jawab
secara vertikal saja, padahal secara horisontal pun seharusnya perlu dibedakan.
Karena meskipun sama-sama berada di eselon III atau IV tetapi kalau dilihat
beban kerja dan tanggung jawabnya bisa berbeda. Sebagai contoh, seorang Kepala
Bagian Keuangan mempunyai beban kerja dan tanggung jawab yang berbeda
dengan seorang Kepala Bagian Administrasi di Sekretariat Daerah, Kepala Seksi di
Bagian Keuangan beban kerjanya lebih berat daripada Kepala Seksi Pengairan di
Dinas Pertanian. Kondisi tersebut seharusnya diakomodasi dalam pemberian
tunjangan jabatan, bukannya disamakan seperti yang berlaku saat ini.
Dengan sistem penggajian sebagaimana yang berlaku saat ini niscaya bisa
meningkatkan motivasi pegawai. Karena pegawai tidak merasa tertantang untuk
bekerja lebih baik. Pegawai yang rajin, pandai dan kinerjanya bagus mendapat
gaji yang sama dengan pegawai yang malas, bodoh dan kinerjanya jelek. Melihat
kondisi ini sudah seharusnya sistem penggajian dan nominal gaji pokok PNS
harus ditinjau kembali.

5) Kabupaten Solok
Kabupaten Solok saat ini didukung oleh 6.326 orang PNS, yang terdiri dari
2.581 orang pegawai laki-laki dan 3.745 orang pegawai perempuan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa mayoritas PNS di Kabupaten Solok adalah perempuan,
yaitu sebesar 59,2% atau separo lebih dari total pegawai. Sementara itu apabila
dicermati menurut golongan, mayoritas pegawai di Kabupaten Solok berada di
golongan II, yaitu sebesar 53,04%. Sementara untuk golongan I dan III
mempunyai jumlah yang hampir sama, yaitu sebanyak 1.442 orang (golongan I)
atau sebesar 22,79% dan 1.443 orang (golongan III) atau sebesar 22,81%.
Sementara itu pegawai dengan golongan IV ada sebesar 1,36%. Berikut disajikan
Piechart Jumlah PNS di Kabupaten Solok.

100
Diagram 4.13
Jumlah PNS menurut Jenis Kelamin dan Golongan Pemerintah Kabupaten Solok
per Desember 2007

1%
23% 23%
Gol I
Gol II
Gol III
Gol IV

53%

Sumber : Pengembangan Tim

Pemerintah Kabupaten Solok sudah memberikan Tunjangan Tambahan


Penghasilan yang diatur dengan Peraturan Bupati Solok Nomor 800-345-2008
tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Berdasarkan Beban Kerja kepada
Pejabat Negara dan PNS di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Solok. Tujuan
pemberian tunjangan ini sebagaimana di sebutkan dalam Peraturan Bupati
tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan disiplin Pejabat Negara
dan PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Solok dan dalam rangka
pelaksanaan Pakta Integritas serta mewujudkan pelayanan prima. Besaran
tunjangan yang diberikan kepada para pejabat dan PNS disesuaikan dengan
kemampuan keuangan daerah. Berikut disajikan besarannya.

101
Tabel 4.18
Besaran Tunjangan Tambahan Penghasilan
di Kabupaten Solok Tahun Anggaran 2008

No Komponen Besaran (Rp)


1. Bupati 10.000.000,-
2. Wakil Bupati 8.500.000,-
3. Eselon II a 5.000.000,-
4. Eselon II b 3.500.000,-
5. Eselon III a 1.750.000,-
6. Eselon III b 1.350.000,-
7. Eselon IV a 600.000,-
8. Eselon IV b 450.000,-
9. Eselon V 320.000,-
10. Kepala SMK/SMA/SMP 400.000,-
11. Wakil Kepala SMK/SMA/SMP 350.000,-
12. Kepala TK/SD/SDLB 270.000,-
13. KPA SMK/SMA/SMP 600.000,-
14. PPK pada SMP/SMA/SMK
a. eselon 500.000,-
b. non eselon 400.000,-
15. Bendahara pengeluaran pemb sekolah 350.000,-
16. KPA UPTD dan SKB 650.000,-
17. Kepala TU UPTD Diksar 300.000,-
18. PPTK UPTD dan SKB (TU)
a. eselon 550.000,-
b. non eselon 500.000,-
19. Bendahara pengeluaran pembantu 450.000,-
(UPTD Pendidikan dan SKB)
20. Pembantu bendahara UPTD (Kepala 300.000,-
Sekolah)
21. Pengawas TK/SD dan Penilik 350.000,-
22. Pengawas SMP/SMA 450.000,-
23. Guru/Staf/Non eselon/Fungsional/
Penjaga Sekolah
a. Golongan IV 275.000,-
b. Golongan III 250.000,-
c. Golongan II 185.000,-
d. Golongan I 175.000,-
24. Sekretaris Pribadi 800.000,-
25. Ajudan Bupati, Wakil Bupati, Sekda dan 650.000,-
Ketua DPRD
26. Ajudan Asisten Sekda 450.000,-
27. Sopir Bupati, Wakil Bupati, Ketua 600.000,-
DPRD
28. Sopir Wakil Ketua DPRD dan Sekda 500.000,-
102
29. Sopir Asisten, bus karyawan, PKK, DW 400.000,-
dan GOW
30. Operator telepon Setda 400.000,-
31. Tunjangan pelayanan satu pintu
a. Golongan III 500.000,-
b. Golongan II 450.000,-
c. Golongan I 400.000,-
32. Auditor Bawasda
a. Auditor Ahli Madya 1.200.000,-
b. Auditor Muda 1.000.000,-
c. Auditor Pratama 540.000,-
d. Auditor Terampil Penyelia 1.000.000,-
e. Auditor Terampil Pelaks Lap 540.000,-
33. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) 2.250.000,-
34. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD 800.000,-
(PPK-SKPD)
35. Pejabat Pelaks Teknis Kegiatan SKPD
(PPTK-SKPD)
a. Eselon 700.000,-
b. Non eselon 600.000,-
36. Tunjangan Petugas Adm (BPK) 300.000,-
37. Bendahara Pengeluaran 550.000,-
38. Bendahara Penerima 550.000,-
39. Bendahara Pengeluaran Pembantu 450.000,-
40. Pembantu Bendahara Pengeluaran dan 350.000,-
Pemb Bendahara Penerimaan
41. Bendahara Penerima Pembantu 350.000,-
42. KPA/Kepala Puskesmas (eselon IV) 650.000,-
43. PPK pada RSUD/Puskesmas
a. Eselon 500.000,-
b. Non eselon 450.000,-
44. Bendahara Pengeluaran Pembantu 400.000,-
Puskesmas
45. Tunjangan Pengawas Lapangan 400.000,-
46. Tunjangan Pegawai Tugas Belajar
a. Golongan IV 140.000,-
b. Golongan III 125.000,-
47. Tunjangan Widyaiswara
a. Golongan IV 720.000,-
b. Golongan III 675.000,-
Sumber : Keputusan Bupati Solok No. 800-345-2008

Apabila dicermati dalam Tabel tersebut maka terlihat bahwa beban kerja
sebagai dasar pemberian tunjangan ditetapkan sesuai dengan jabatan, golongan
dan karakteristik lainnya yang bisa menunjukkan adanya perbedaan beban kerja
pegawai. Sebagai contoh, sesama widyaiswara dibedakan golongannya dan
dibedakan besaran tunjangannya karena dianggap bebannya berbeda untuk
103
masing-masing golongan. Demikian pula untuk auditor, juga dibedakan menurut
jenjang keahliannya, yaitu dibagi dalam lima jenjang sebagai berikut : Auditor
Ahli Madya, Auditor Muda, Auditor Pratama, Auditor Terampil Penyelia dan
Auditor Terampil Pelaksana Lapangan. Kondisi ini untuk menunjukkan bahwa
beban kerja dan tanggung jawab dari masing-masing jabatan tersebut berbeda
sehingga harus dihargai dengan besaran tunjangan yang berbeda pula. Dengan
diberikannya tunjangan tambahan penghasilan di Kabupaten Solok maka semua
honorarium yang berlaku di SKPD-SKPD dihapuskan.
Selanjutnya didalam Surat Keputusan Bupati tersebut ditegaskan pula
bahwa tunjangan tersebut bukan hak tetapi merupakan penghargaan kepada
pejabat negara dan PNS yang telah melaksanakan tugas dan berdisiplin sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya di lingkungan Pemerintah Kabupaten Solok.
Kondisi ini berimplikasi bahwa pejabat atau PNS tidak bisa menuntut pemberian
tunjangan tetapi harus menunjukkan terlebih dahulu kinerjanya baru nanti akan
dinilai oleh pihak yang berwenang. Untuk itu maka dalam pemberian tunjangan
ini dikaitkan dnegan tingkat kehadiran pegawai. Bagi pegawai pegawai yang
malas maka akan menerima tunjangan yang lebih kecil daripada pegawai yang
rajin.
Untuk mendukung pencapaian tujuan pemberian tunjangan tersebut,
ditetapkan berbagai kesepakatan dan kebijakan untuk melakukan pemotongan
tunjangan. Berikut ini disajikan berbagai kebijakan dimaksud.

104
Tabel 4.19
Kebijakan Pemotongan Tunjangan Daerah
di Kabupaten Solok

Jumlah
No Komponen
Potongan/Hari
1. Tidak ada kabar (TK) 4%
2. Terlambat datang 2%
3. Ijin terlambat datang karena Dibayar penuh
melaksanakan tugas kedinasan dan
dibuktikan dengan surat tugas atau
memo dari atasan langsung yang
bersangkutan, kemudian diketahui oleh
pejabat organisasi/tempat berurusan atau
disusulkan kemudian yang sifatnya
mendesak.
4. Ijin terlambat datang karena terkait Dibayar penuh
masalah sosial yang sifatnya darurat
seperti : mengurus keluarga dan famili
atau kerabat dekat/tetangga dekat yang
mengalami musibah kecelakaan atau
meninggal dunia (emergency) yang
ijinnya harus disusulkan kemudian dari
Kepala Unit Kerja yang bersangkutan.
5. Cepat pulang 2%
6. Ijin cepat pulang karena melaksanakan Dibayar penuh
tugas yang diperintahkan oleh atasan
langsung sebelum jam kantor habis dan
ada bukti surat tugas dari atasan
langsung yang bersangkutan kemudian
diketahui oleh pejabat atau organisasi
tempat berurusan.
7. Ijin cepat pulang karena terkait masalah Dibayar penuh
sosial seperti : membezuk, mengurus
keluarga, membezuk kerabat
dekat/famili dekat/tetangga dekat yang
mengalami musibah kecelakaan/ sakit
keras/meninggal dunia, ada ijin dari
atasan langsung dan jika bersama harus
ada ijin kolektif dari kepala unit kerja
yang bersangkutan.
8. Ijin tidak masuk kantor sehari penuh 2%
karena terkait dengan masalah sosial
yang sifatnya darurat, seperti : mengurus
keluarga dan famili/kerabat
dekat/tetangga dekat yang mengalami
musibah kecelakaan/ sakit
keras/meninggal dunia, ijinnya harus
disusulkan kemudian dari kepala unit

105
kerja yang bersangkutan.
9. Ijin untuk menghadiri undangan resmi Dibayar penuh
dari instansi pemerintah atau lembaga
resmi kemasyarakatan seperti acara PKK,
Dharma Wanita, sekolah, dewan sekolah
dibuktikan dengan adanya undangan
resmi, kehadirannya diketahui oleh
pejabat atau pengurus yang
mengundang.
10. Sakit adanya pemberitahuan dari yang Dibayar penuh
bersangkutan maksimal hanya dua hari.
11. Sakit tanpa pemberitahuan dianggap TK. 4%
12. Sakit yang dilengkapi dengan surat Dibayar penuh
keterangan dokter maksimal empat belas
hari.
13. Sakit ada pemberitahuan tetapi lebih 4%
dari dua hari tanpa surat keterangan
dianggap TK.
14. Sakit yang dilengkapi dengan surat 2%
keterangan dokter (maksimal 14 hari)
kelebihannya dianggap ijin.
15. Sakit lebih dari empat belas hari ada Dibayar penuh
surat ijin cuti sakit dari pejabat pembina
kepegawaian (Bupati)
16. Cuti (semua bentuk cuti kecuali cuti Dibayar penuh
diluar tanggungan Negara), jika ada
istri/suami, anak, ayah/ ibu/mertua yang
meninggal atau sakit keras dapat diambil
cuti alasan penting maksimal 2 bulan.
17. Tugas belajar 50%
18. Tugas belajar sdh habis waktunya dan Tidak dibayarkan
tidak melaporkan diri
19. Libur kalender dan libur akademik Dibayar penuh
Sumber : Keputusan Bupati Solok No. 800-345-2008

Dengan diberikannya tunjangan tambahan penghasilan di Kabupaten


Solok dirasakan dapat memotivasi kinerja pegawai. Mereka menjadi lebih giat
bekerja dan termotivasi karena merasa dihargai kinerjanya. Kondisi ini
seharusnya dapat diterapkan di tingkat pusat.
Terkait dengan sistem penggajian yang berlaku saat ini, responden di
Kabupaten Solok menyatakan perlu diperbaiki. Karena sistem penggajian yang
berlaku saat belum mengakomodasi dan menghargai kinerja pegawai. Saat ini
semua pegawai selama berada di jenjang masa kerja dan golongan ruang yang
sama maka akan menerima gaji pokok yang sama tanpa melihat bagaimana
kinerjanya, apakah dia rajin atau malas, pandai atau bodoh dan sebagainya.
Kondisi ini tidak dapat memotivasi pegawai karena semua pegawai mendapat gaji

106
yang sama. Bagi pegawai yang malas, bodoh dan tidak mau kerja memang kondisi
ini menguntungkan karena kerja tidak kerja, malas atau rajin dia tetap dibayar.
Tetapi bagi pegawai yang kinerjanya bagus, rajin dan pandai tentu tidak
menguntungkan. Kondisi ini bisa dikatakan tidak fair.
Selain itu besaran atau nominal gaji yang saat ini berlaku, menurut
responden disebutkan tidak manusiawi. Dengan nilai gaji PNS terendah sebesar
Rp 910.000,- perbulan rasanya tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup
yang layak. Apalagi kalau sudah berkeluarga maka akan terasa lebih berat lagi,
meskipun ditambah dengan tunjangan anak istri, besarannya yang hanya 2,5%
dari gaji pokok tersebut tentu dirasakan sangat berat bagi pegawai. Responden
mencontohkan gaji pegawai terendah dengan istri dan satu anak dalam satu bulan
dia akan menerima sebesar Rp 955.500,-. Dengan jumlah sebesar itu mungkin
hanya cukup untuk makan saja, bagaimana dia memenuhi kebutuhan lainnya,
seperti sandang, papan dan pendidikan dan bahkan dia tidak akan bisa menabung.
6) Kota Banjarmasin
Pemerintah kota Banjarmasin didukung oleh pegawai (PNS) sebanyak
7.819 orang dengan rincian jumlah pegawai berdasarkan golongan dan ruang
disajikan dalam Pie Chart berikut :

Diagram 4.14
Jumlah PNS menurut Golongan di Kota Banjarmasin

1% 13%

37%
Gol I
Gol II
Gol III
Gol IV

49%

Sumber : BKD Kota Banjarmasin

Pemerintah Kota Banjarmasin dalam meningkatkan kesejahteraan


pegawainya mengeluarkan kebijakan Keputusan Walikota Banjarmasin Nomor
054 Tahun 2007 tentang Pemberian Tali Asih Bagi PNS penerima tanda
kehormatan Satya Lancana Karya Satya dan PNS Purna Tugas di Lingkungan
Pemerintah Kota Banjarmasin.

107
Tabel 4.20
Pemberian Tali Asih untuk PNS di Kota Banjarmasin
a. Satya Lancana Karya Satya Jumlah (Rp)
Masa Bakti 30 Tahun 1.000.000,-
Masa Bakti 20 Tahun 750.000,-
Masa Bakti 10 Tahun 500.000,-
b. PNS Purna Tugas Jumlah (Rp)
Eselon II 2.500.000,-
Eselon III 2.000.000,-
Eselon IV 1.500.000,-
Staf/Fungsional 750.000,-
Sumber : Keputusan Walikota Banjarmasin No. 054 Tahun 2007

Kebijakan lainnya adalah Keputusan Walikota Banjarmasin Nomor 632


Tahun 2007 tentang Pemberian Santunan kepada PNS yang mendapat Musibah,
Melahirkan dan Perkawinan Pertama di Lingkungan Pemerintah Kota
Banjarmasin.
Tabel 4.21
Pemberian Santunan PNS di Kota Banjarmasin
No Jenis (Kelompok) Jumlah (Rp)
1. PNS yang meninggal akibat kecelakaan 3.500.000,-
dalam menjalankan tugas kedinasan
2. PNS yang meninggal biasa/kecelakaan diluar 3.000.000,-
dinas
3. PNS yang mendapat cacat total akibat 2.500.000,-
kecelakaan dalam dinas yang mengakibatkan
kehilangan fungsi : penglihatan,
pendengaran, kedua belah kaki, dan sebelah
tangan.
4. PNS yang mendapat cacat sebagian 1.500.000,-
5. Istri atau suami yang meninggal dunia 750.000,-
6. Anak PNS yang meninggal dunia yang masih 500.000,-
dalam tanggungan
7. PNS/CPNS melangsungkan pernikahan 500.000,-
pertama
8. PNS/CPNS/Istri PNS melahirkan anak 350.000,-
pertama
Sumber : Keputusan Walikota Banjarmasin No. 632 Tahun 2007

Pemerintah Kota Banjarmasin memperhatikan kesejahteraan PNS di


lingkungannya dengan memberikan Tunjangan Perbaikan Penghasilan bagi PNS
dan Pegawai Tidak Tetap di lingkungan pemerintah kota Banjarmasin. Pemberian
tambahan penghasilan PNS setiap bulannya berdasarkan Keputusan Walikota
Banjarmasin Nomor : 0105 Tahun 2007 tentang Pemberian Tunjangan Perbaikan

108
Penghasilan bagi PNS dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Lingkungan Pemerintah
Kota Banjarmasin Tahun Anggaran 2007. Adapun besaran pemberian tunjangan
perbaikan penghasilan bagi PNS di lingkungan kota Banjarmasin adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.22
Tunjangan Perbaikan Penghasilan bagi PNS dan PTT
Pemerintah Kota Banjarmasin
No Jenis Jabatan/Eselonisasi Jumlah (Rp)
1. Sekda 2.500.000,-
2. Eselon II/Staf Ahli/Fungsional 2.000.000,-
3. Eselon III/a 1.000.000,-
4. Eselon IV/a 600.000,-
5. Eselon IV/b 350.000,-
6. Eselon V/a 350.000,-
7. Kepala Sekolah SLTP/SLTA 600.000,-
8. Kepala Sekolah TK/SD Negeri 350.000,-
9. Pengawas SLTP/SLTA 600.000,-
10. Pengawas TK/SD 500.000,-
11. Guru (PNS) TK s/d SLTA 200.000,-
12. Widyaiswara 600.000,-
13. PPL/PLKG 300.000,-
14. Kepala Puskesmas 500.000,-
15. Petugas Medis 350.000,-
16. Petugas Paramedis (PTT Dokter di 250.000,-
Puskesmas)
17. Staf Non Eselon Golongan IV & III 300.000,-
18. Staf Non Eselon Golongan II & I 200.000,-
19. Ajudan Walikota/Wakil/Sekda 500.000,-
20. Sopir Walikota/Wakil/Sekda 300.000,-
Sumber : Keputusan Walikota Banjarmasin No. 0105 Tahun 2007

7) Kabupaten Banjar
Pemerintah Kabupaten Banjar didukung oleh pegawai (PNS) sebanyak
7.202 orang dengan rincian jumlah pegawai berdasarkan golongan dan ruang,
adalah sebagai berikut :

109
Diagram 4.15
Jumlah PNS menurut Golongan di Kabupaten Banjar

1%
23% 25% Gol I
Gol II
Gol III
Gol IV

51%

Sumber : BKD Kab. Banjar

Pemerintah kabupaten Banjar dalam meningkatkan kesejahteraan


pegawainya mengeluarkan sejumlah kebijakan diantaranya adalah Keputusan
Bupati Banjar Nomor : 841/014/KEU/2006 tentang Tunjangan Daerah Bagi Kepala
Daerah, Wakil Kepala Daerah dan Pejabat Struktural di Lingkungan Pemerintah
Kabupaten Banjar. Pejabat fungsional di lingkungan kabupaten Banjar juga
memperoleh sejumlah tunjangan daerah yang didasarkan pada Keputusan Bupati
Banjar Nomor : 691/Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Daerah.

110
Tabel 4.23
Tunjangan Daerah untuk Pejabat Struktural dan Fungsional di Kabupaten Banjar
Jab Struktural Jumlah (Rp) Jab Fungsional Jumlah (Rp)
Bupati 4.000.000,- Golongan II 250.000,-
Wakil Bupati 3.500.000,- Golongan III 300.000,-
Eselon II/a 2.500.000,- Golongan IV 350.000,-
Eselon II/b 2.000.000,- Dokter, Dosen 400.000,-
Eselon III/a 1.500.000,-
Eselon III/b 1.300.000,-
Eselon IV/a 1.000.000,-
Eselon IV/b 800.000,-
Eselon V/a 600.000,-
Eselon V/b 500.000,-
Sumber : Keputusan Bupati Banjar No. 841/014/KEU/2006 dan No. 691 Tahun 2006

8) Kabupaten Jayapura
Saat ini Pemerintah Kabupaten Jayapura didukung oleh 4.902 orang PNS.
Secara terperinci disajikan berikut :
Diagram 4.16
Jumlah PNS menurut Golongan/Ruang
Pemerintah Kabupaten Jayapura

Gol I
Gol II
6% 3%
Gol III
Gol IV

43%

48%

Sumber : BKD Kab. Jayapura

Sama halnya dengan kondisi yang terdapat di lingkungan pemerintah


Provinsi Papua maka sebagian besar kondisi penggajian di lingkungan pegawai
kabupaten Jayapura masih kurang memenuhi harapan yang diinginkan oleh
sebagian besar PNS di lingkungan kabupaten Jayapura. Alasan yang mendasari
kurang puasnya sebagian besar PNS di lingkungan kabupaten Jayapura adalah
tingkat kemahalan harga-harga barang pokok kebutuhan hidup PNS. Tingkat
kemahalan kebutuhan bahan-bahan pokok di kabupaten Jayapura lebih tinggi
dibandingkan dengan harga kemahalan di pulau Jawa. Mencermati kondisi sistem
111
penggajian yang berlaku bagi PNS saat ini di kabupaten Jayapura maka
dikeluarkan Peraturan Bupati Jayapura Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tunjangan
Kinerja Daerah Kabupaten Jayapura Tahun 2008.
Besaran nominal Tunjangan Kinerja Daerah Provinsi Papua untuk Jabatan
Struktural di lingkungan Kabupaten Jayapura adalah sebagai berikut :
Tabel 4.24
Tunjangan Kinerja Daerah Jabatan Struktural
di Kabupaten Jayapura

Jabatan Besaran (Rp)


Bupati 600.000,-
Wakil Bupati 600.000,-
Eselon II 450.000,-
Eselon III 350.000,-
Eselon IV 230.000,-
Eselon V 200.000,-
Staf 130.000,-
Sumber : Peraturan Bupati Jayapura No. 3 Tahun 2008

Pemberian Tunjangan Kinerja Daerah di Kabupaten Jayapura diikuti


dengan pemberian hukuman disiplin terhadap pegawai melanggar. Hal ini diatur
dalam Peraturan Bupati Jayapura Nomor 3 Tahun 2008 yang memuat sejumlah
komponen disiplin dengan kriteria sebagai berikut :
Tabel 4.25
Aspek Komponen Disiplin

Pengurangan
No Jenis Penilaian Keterangan
Non Jab Jabatan
1 Terlambat Datang 5% 5% Daftar Absensi
2 Pulang Cepat (PC) 5% 5% Daftar Absensi
3 Tidak hadir dengan ijin 5% 10% Daftar Absensi
karena sakit atau
keperluan dan/atau cuti
4 Meninggalkan tugas 10% 15% Pejabat penilai
selama jam kerja tanpa
ijin
5 Alpa (tidak hadir tanpa 10% 15% Daftar absensi
ijin)
6 Tdk mengikuti kegiatan 10% 20% Sekda/Asisten/
kenegaraan/rapat/lain- Kadis
lain
7 Dikenakan Sanksi sesuai 40% 40% Pejabat
PP No. 30/1980 berwenang
Sumber : Peraturan Bupati Jayapura No. 3 Tahun 2008

112
Total pengurangan disiplin untuk setiap PNS di lingkungan pemerintah
Kabupaten Jayapura tidak lebih dari 40%. Dalam pemberian tambahan
penghasilan ini dikenakan potongan Pph. sesuai peraturan yang berlaku.
Pengurangan atau pemotongan tambahan penghasilan ini disetor ke Kas Daerah
Pemerintah Kabupaten Jayapura. Pengawasan pelaksanaan pemotongan
dilakukan oleh atasan langsung pejabat/pegawai di masing-masing unit atau
SKPD. Pemberian tambahan penghasilan dibayarkan pada setiap awal bulan pada
bulan berikutnya, yaitu setelah PNS melaksanakan tugas selama satu bulan,
khusus untuk bulan Desember dibayarkan pada akhir bulan Desember. Dasar
pengenaan PPh 21 untuk lingkungan pemerintah Kabupaten Jayapura adalah
sebagai berikut : Non jabatan Golongan III dikenakan 1,5%, Jabatan Struktural
dengan penghasilan Rp 450.000,- s/d Rp 600.000,- dikenakan 10%, Rp 230.000,-
s/d Rp 350.000,- dikenakan 5% dan Rp 200.000,- dikenakan 2%.
Dengan diterapkannya pemberian tambahan penghasilan ini - responden
di BKD Provinsi Papua - menyatakan bahwa terjadi perubahan terhadap tingkat
kedisiplinan pegawai. Selain Tunjangan Kinerja daerah yang diberikan dapat
Bahkan bisa disebutkan bahwa pemberian tambahan penghasilan ini telah
merubah budaya kerja pegawai di Provinsi Papua. Pegawai yang biasanya malas
dan jarang masuk kerja menjadi lebih rajin. Memang belum dilakukan kajian
mendalam terhadap kinerja atau kualitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab.
9) Kota Ambon
Saat ini Pemerintah Kota Ambon didukung oleh 7.627 PNS. Sebaran
lengkapnya sebagaimana tersaji dalam Tabel dibawah ini.
Diagram 4.17
Jumlah PNS menurut SKPD dan Golongan
di Kota Ambon per Desember 2007

2% 0%
19%

3%
2%
Sek. Kota
2% Sek. DPRD
2%
70% Dinas
Badan
Kantor
Kecamatan
Kelurahan
Sekolah

Sumber : BKD Kota Ambon

113
Dari data tersebut terlihat bahwa sebaran terbesar adalah pegawai dengan
golongan III, yaitu sebesar 48,78%, sebaran berikutnya adalah di golongan IV,
yaitu sebesar 26,58%. Selanjutnya adalah pegawai dengan golongan II, yaitu
sebesar 23,32% dan pegawai dengan golongan I sebesar 1,29%.
Dari data yang diberikan oleh Pemerintah Kota Ambon dijelaskan bahwa
pegawai sudah diberi tunjangan tambahan penghasilan, yaitu berupa pemberian
Tunjangan Pelayanan Publik (TPP). Pemberian tunjangan ini diatur dalam
Peraturan Walikota Ambon Nomor 07 Tahun 2007 tentang Tunjangan Pelayanan
Publik. Dengan adanya tunjangan ini maka semua tunjangan khsusu yang ada di
Pemerintah Kota Ambon dihapuskan. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal
14 Mei 2007. Besarannya sebagaimana tersaji dibawah ini.
Tabel 4.26
Besaran Tunjangan Pelayanan Publik Kota Ambon

No Jabatan Besaran Tunjangan (Rp)


1. Walikota 5.000.000,-
2. Wakil Walikota 4.000.000,-
3. Sekretaris Kota 2.500.000,-
4. Eselon II b 1.000.000,-
5. Eselon III 500.000,-
6. Eselon IV a 300.000,-
7. Eselon IV b 250.000,-
8. Eselon V 200.000,-
9. Staf 100.000,-
10. Tenaga Honor 100.000,-
11. Tenaga Kontrak 100.000,-
Sumber : Peraturan Walikota Ambon No. 07 Th 2007

Pemberian tunjangan ini tidak serta merta diberikan kepada semua


pegawai tetapi diatur sedemikian rupa sebagaimana diatur dalam Peraturan
Walikota Ambon Nomor 07 Tahun 2007, khususnya di Pasal 7. Berikut ini adalah
bentuk pengaturannya : bagi PNS, tenaga honor, tenaga kontrak dikenakan
pemotongan tunjangan apabila :
a. Tidak melaksanakan tugas sesuai dengan jam kerja, dikurangi TPP sebesar
jumlah biaya satu bulan dibagi 26 hari dikurangi 50% untuk satu kali tidak
menjalankan tugas.
b. Tidak hadir selama jam kerja, TPP dikurangi sebesar jumlah biaya satu bulan
dibagi 26 hari untuk satu kali tidak hadir selama jam kerja.
Selain menerima Tunjangan Pelayanan Publik, bagi pegawai di lingkungan
Pemerintah Kota Ambon yang memasuki batas usia pensiun (BUP) diberikan
uang jasa kehormatan. Pemberian uang jasa kehormatan ini diatur dalam
Keputusan Walikota Ambon Nomor 387/UP/D Tahun 2001 dengan besaran
sebagai berikut :

114
Tabel 4.27
Uang Jasa Kehormatan bagi PNS yang Masuk BUP
di Kota Ambon

No Jabatan Besaran Tunjangan (Rp)


1. Golongan IV 2.000.000,-
2. Golongan III 2.500.000,-
3. Golongan II 3.000.000,-
4. Golongan I 3.500.000,-
5. Honorer Daerah 3.000.000,-
Sumber : Keputusan Walikota Ambon No 387/UP/D Th 2001

Apabila dicermati terlihat bahwa bagi pegawai dengan golongan rendah


diberikan uang jasa kehormatan yang lebih besar. Bahkan bagi pegawai honorer
daerah diberikan uang jasa kehormatan yang lumayan besar, yaitu Rp 3.000.000,-.
Dengan adanya uang jasa kehormatan ini membuat para pegawai yang akan
pensiun tidak kebingungan dan merasa khawatir lagi.
Untuk mendukung pelaksanaan tugasnya, Pemerintah Kota Ambon juga
memberikan bantuan berupa uang transport sebesar Rp 7.500,- per hari. Dasar
pemberian uang transport ini disebabkan karena lokasi rumah pegawai yang
cukup jauh dari kantor Pemerintah Kota Ambon. Memang pemerintah
menyediakan bus karyawan tetapi karena jumlahnya terbatas sehingga tidak
mampu menampung semua pegawai. Banyak pegawai yang tidak terangkut dan
harus menggunakan kendaraan pribadi atau kendaraan umum. Untuk
meringankan beban biaya transportasi tersebut maka diberikanlah uang transport
yang didasarkan pada absensi pegawai.
Terkait dengan sistem penggajian yang berlaku saat ini, disebutkan masih
menganut sistem PGPS (pinter goblok penghasilan sama) sehingga tidak bisa
memotivasi pegawai untuk bekerja lebih baik. Bahkan untuk pejabat struktural
juga demikian, kerja bagus atau jelek, beban berat atau ringan mendapat
tunjangan yang besarnya sama. Kondisi ini menurut responden Kota Ambon
tidak fair, karena seharusnya penghargaan yang diberikan berupa gaji harus
sesuai dengan kontribusinya atau kinerjanya. Sehingga dari sistem harus diubah.
Demikian juga apabila dilihat dari besaran atau nominalnya masih belum
mampu memenuhi kebutuhan hidup layak pegawai. Apalagi dengan tingkat
harga yang semakin meningkat rasanya dengan nominal gaji saat ini tidak akan
mampu meningkatkan kesejahteraan pegawai. Saat ini, UMR (Upah Minimum
Regional) di Kota Ambon adalah sebesar Rp 847.000,- per bulan. Memang apabila
dibandingkan dengan gaji terendah PNS yang sebesar Rp 910.000,- gaji PNS
masih lebih besar. Akan tetapi jumlah tersebut menjadi tidak bermakna karena
harga kebutuhan yang semakin meningkat. Apalagi bagi pegawai yang sudah
menikah dan mempunyai anak sehingga kebutuhan hidupnya semakin besar. Gaji
sebulan tidak akan bisa menutup kebutuhan hidup layak pegawai.

115
2. Analisis
Gambaran yang diberikan oleh responden di berbagai daerah penelitian
sebagaimana diuraikan didepan dapat dirangkum dalam beberapa masalah besar
berikut ini :

a. Terkait dengan nilai nominal gaji atau besarannya.


Hampir semua responden di daerah penelitian menyatakan bahwa nilai nominal
atau besaran gaji masih kurang, artinya tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan hidup layak. Bahkan muncul pernyataan “gaji sebulan habis dalam
waktu seminggu” untuk menunjukkan bahwa nilai gaji PNS sangat kecil.
Tuntutan untuk meningkatkan nilai nominal gaji sudah merupakan keharusan
bagi pemerintah.
b. Terkait dengan sistem pembayarannya.
Responden menyatakan bahwa sistem pembayaran gaji PNS saat ini dibayar
dimuka, artinya gaji diberikan dahulu baru melaksanakan tugas. Hal ini
menyalahi filosofi pemberian gaji sebagai penghargaan atas kinerja atau
kontribusi pegawai kepada unit organisasinya. Seharusnya gaji diberikan pada
akhir bulan setelah pegawai melaksanakan tugasnya. Perbedaan ini seringkali
tidak dipermasalahkan oleh pegawai tetapi dari aspek motivasi mempunyai
dampak besar. Apabila gaji dibayar didepan, maka motivasi pegawai cenderung
susah ditingkatkan karena belum kerja tetapi sudah menerima bayaran,
sebaliknya apabila gaji dibayar dibelakang maka pegawai akan lebih mudah
dimotivasi untuk bekerja lebih baik, apalagi kalau gaji dikaitkan dengan penilaian
kinerjanya. Bagi pegawai yang kinerjanya bagus akan menerima gaji yang lebih
besar daripada pegawai yang kinerjanya kurang.
c. Terkait dengan sistemnya.
Sistem penggajian PNS saat ini, menurut responden di berbagai daerah penelitian
belum mengakomodasi pada beban kerja, tanggung jawab dan kinerja dengan
kata lain masih menganut sistem PGPS (pinter goblok penghasilan sama). Saat ini
selama pegawai berada di golongan ruang yang sama dan mempunyai masa kerja
sama, maka mereka akan menerima besaran gaji yang sama. Meskipun ada
tunjangan jabatan tetapi sistemnya pun tidak didasarkan pada kinerja selama
berada pada jenjang yang sama maka pegawai menerima tunjangan yang sama.
Padahal di lapangan menunjukkan bahwa beban kerja, tanggung jawab, kinerja
pegawai berbeda-beda meskipun mempunyai golongan/ruang, masa kerja dan
jabatan yang sama. Seharusnya bagi pegawai yang beban kerja dan tanggung
jawabnya berat dan kinerjanya bagus sudah sepantasnya digaji lebih besar
daripada yang beban kerja dan tanggung jawabnya ringan dan kinerjanya kurang.
d. Terkait dengan tabel skala penggajian PNS.
Tabel skala penggajian yang didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 14
Tahun 2008 tidak memberikan makna yang besar dalam penggajian PNS. Dalam
skala tersebut golongan/ruang dibagi dalam 17 jenjang dari jenjang terendah

116
sampai jenjang tertinggi sedangkan rasio gaji terendah sampai tertinggi hanya
berbanding 1 : 3. Kondisi ini berdampak perbedaan gaji tiap jenjang tidak
memberikan makna yang berarti.
e. Terkait dengan variabel-variabel gaji.
Dalam sistem penggajian saat ini, variabel yang dipertimbangkan adalah masa
kerja dan golongan/ruang. Menurut responden variabel tersebut terlalu sederhana
karena belum mempertimbangkan variabel-variabel lain yang juga sangat
penting, misalnya mengenai biaya untuk pemenuhan kebutuhan hidup layak
(KHL). Variabel ini sangat penting karena terkait dengan tujuan pemberian gaji
untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai. Gambaran empiris di lapangan
menunjukkan bahwa tingkat KHL di berbagai daerah berbeda-beda.

B. Keterkaitan Berbagai Variabel dalam Sistem Penggajian PNS


Dalam sub bab ini dibahas mengenai berbagai variabel atau komponen yang harus
dipertimbangkan dalam menyusun sistem penggajian PNS. Dalam sistem penggajian PNS
yang dilaksanakan saat ini, variabel yang dipertimbangkan ada dua, yaitu
pangkat/golongan dan masa kerja. Dari temuan data dan informasi di lapangan diketahui
bahwa variabel dalam sistem penggajian tidak hanya itu tetapi masih ada lainnya. Berikut
ini disajikan temuan data dan informasi lapangan terkait dengan variabel-variabel sistem
penggajian yang baru.
1. Gambaran di Daerah Penelitian
a. Gambaran di Daerah Provinsi
1) Provinsi Kalimantan Tengah
Dalam sistem penggajian yang berlaku saat ini, gaji pokok didasarkan pada
dua komponen, yaitu pangkat golongan dan masa kerja. Terkait dengan konsep
penggajian dimana dikembangkan empat komponen dalam gaji pokok, yaitu
pangkat golongan, masa kerja, tingkat pendidikan dan jabatan, tanggung jawab,
beban kerja, pegawai di Provinsi Kalimantan Tengah pada prinsipnya sepakat
dengan komponen tersebut. Menurut mereka, masing-masing komponen tersebut
harus dibuatkan tabelnya dan total gaji pokok merupakan penjumlahan dari nilai
tabel masing-masing komponen tersebut. Memang diakui sistem penggajian
menjadi rumit, tetapi akan menjadi lebih baik karena masing-masing pegawai
akan mempunyai gaji yang berbeda tergantung pada nilai komponen yang
dimilikinya.
Pegawai di Provinsi Kalimantan Tengah memberikan masukan terutama
terkait dengan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang dihargai harus
relevan atau sesuai dengan tugas pokok dan fungsi atau formasi awal seorang
pegawai. Kondisi ini untuk mengatasi adanya pegawai yang menempuh
pendidikan dengan jurusan yang tidak jelas, hanya untuk melakukan penyesuaian
ijasah saja. Misalnya yang berkembang saat ini adalah kuliah di ruko - tidak jelas
kurikulum dan statusnya - asalkan bisa mendapat ijasah untuk keperluan
kenaikan pangkat dan golongan. Sehingga jenjang pendidikan yang bisa diakui

117
atau dihargai adalah jenjang yang ada kesesuaian dengan tugas dan fungsinya.
Kondisi ini berlaku untuk pegawai yang menempuh pendidikan saat mereka
sudah bekerja. Bagi yang fresh graduate, jenjang diakui sesuai dengan formasi
awalnya. Misalnya pegawai dengan tugas dan fungsi operator komputer, maka
jenjang pendidikan dan jurusannya harus sesuai, yaitu bidang komputer. Bagi
pegawai tanpa pendidikan komputer tentunya tidak bisa masuk.
Dalam sistem penggajian yang baru masing-masing jenjang pendidikan
diberikan harga sesuai dengan tingkatnya. Misalnya tingkat SD dan SLTP
digabung dalam satu kelompok, SLTA dan D3 digabung dalam satu kelompok,
Sarjana, Pasca Sarjana dan Doktor digabung dalam satu kelompok. Sehingga ada
empat (4) kelompok dalam jenjang pendidikan. Masing-masing jenjang diberikan
nilai nominal yang berbeda. Mengenai besarannya harus dilakukan penelitian
yang mendalam supaya perbedaannya signifikan. Misalnya dari tingkat kesulitan
pencapaiannya, biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk menempuh jenjang
tersebut atau lainnya.
Sejalan dengan jenjang pendidikan, dalam masa kerja juga harus dibuat
kelompok-kelompok yang menunjukkan lama masa kerja seorang pegawai.
Dalam masa kerja ada hal yang harus diperhatikan khususnya untuk pegawai
yang sudah mempunyai pengalaman kerja. Sebagai contoh, bagi pegawai yang
sebelum menjadi PNS pernah bekerja atau mempunyai pengalaman kerja,
bagaimana masa kerja itu dihitung? Apakah dihitung semua, dihitung separoh,
atau bagaimana? Apa dasar perhitungannya? Bagaimana dengan masa kerja diluar
instansi pemerintah? Apakah disamakan antara masa kerja didalam dan diluar
instansi pemerintah? Permasalahan ini harus diperjelas dahulu. Kelompok masa
kerja dapat dibuat dalam per tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Masing-
masing diberi besaran nominal yang sesuai yang bisa membedakan nilai atau
harga masing-masing kelompok. Dalam masa kerja ini yang dihargai sebenarnya
adalah pengalaman kerja pegawai, semakin lama masa kerjanya semakin
berpengalaman sehingga dihargai lebih.
Sistem Penggajian yang Baru
Mengenai konsep sistem penggajian yang dikembangkan terutama terkait
gaji pokok dan gaji tidak tetap, pegawai di Provinsi Kalimantan Tengah
menyatakan setuju. Prinsip yang harus dipegang adalah bagaimana sistem
penggajian dapat menghargai pegawai sesuai kinerjanya. Artinya pegawai yang
kinerjanya bagus harus dihargai lebih tinggi daripada pegawai yang malas.
Mengenai perbandingan atau proporsi antara gaji pokok dan gaji tidak tetap,
responden menyatakan antara 30% : 70%. Komposisi ini diyakini dapat
memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerjanya karena tentu pegawai tidak
mau hanya menerima 30% gaji. 70% gaji inilah yang harus dicapai pegawai
dengan menunjukkan kinerjanya.
Tim juga memperoleh pendapat yang berbeda mengenai proporsi sistem
penggajian, proporsi yang tepat adalah 70% gaji pokok dan 30% gaji tidak tetap.
Dasar alasannya, dengan menerima 70% gaji pokok pegawai akan merasa tenang

118
dan dapat bekerja lebih giat. Artinya, keperluan pokok rumah tangga sudah dapat
dipenuhi dengan 70% gaji, sementara untuk 30%-nya mereka akan capai dengan
kinerja mereka. Apabila kebutuhan pokok mereka belum dapat dipenuhi, maka
bisa saja mereka justeru tidak bisa bekerja karena harus berusaha memenuhinya,
yaitu dengan bekerja di tempat lain atau “nyambi”. Masalah utama yang ada di
dalam sistem penggajian PNS saat ini terutama adalah pada sistemnya yang belum
bisa mengakomodasi kinerja pegawai. Dengan kata lain sistem saat ini adalah
sistem PGPS (pinter goblok penghasilan sama).
Selain itu besaran nominal gaji pokok sebaiknya selalu dievaluasi
disesuaikan dengan besarnya kebutuhan hidup. Jadi dimungkinkan untuk naik
bahkan turun besarannya. Memang akan menimbulkan sedikit masalah dalam
pertanggung jawaban keuangannya karena APBN disusun secara tahunan. Akan
tetapi dari aspek akuntabilitas dapat diakomodasi karena adanya APBN
Perubahan. Pagu anggaran penggajian PNS dibuat dengan nilai maksimal kalau
ada sisa dikembalikan ke kas negara. Demikian pula dengan kondisi di daerah
juga ada APBD Perubahan, sisa anggaran bisa dikembalikan ke kas daerah. Dalam
hal ini yang perlu dipertegas adalah pertanggung-jawaban administrasinya supaya
bisa berjalan baik. Selain itu dalam implementasinya perlu didukung dengan
intrumen penilaian kinerja yang bagus.
Penilaian kinerja menjadi instrumen yang paling penting dalam
mendukung sistem penggajian PNS. Instrumen ini harus mampu membedakan
secara jelas kinerja masing-masing pegawai, mana pegawai yang kinerjanya bagus
mana pegawai yang kinerjanya biasa-biasa saja atau pegawai yang kinerjanya
buruk. Sehingga masing-masing kriteria tersebut dapat diberikan reward atau gaji
yang sesuai.
2) Provinsi Papua Barat
Pegawai di Papua Barat menegaskan bahwa melihat kondisi sistem
penggajian saat ini, belum bisa mengakomodasi kemampuan yang dimiliki
pegawai. Pegawai yang bekerja menggunakan pemikiran gajinya sama dengan
pegawai yang bekerja dengan tenaga karena berada dalam satu kelompok.
Padahal seharusnya, pegawai yang bekerja dengan pemikiran seharusnya digaji
lebih besar karena memerlukan kemampuan khusus. Sementara yang bekerja
dengan tenaga kemungkinan besar semua orang bisa melakukan. Intinya adalah,
bagaimana sistem penggajian bisa membedakan kemampuan dan jenis pekerjaan
seorang pegawai. Dalam hal ini sangat penting untuk memberikan perbedaan
standar gaji bagi jenis-jenis pekerjaan yang berbeda. Dengan kata lain perlu
adanya job grading dan job pricing dimana semua jenis pekerjaan dibagi dalam
grade atau tingkatan dan masing-masing tingkatan diberi harga yang sesuai.
Penentuan job grading dan job pricing ini harus disusun dengan jelas dan
transparan didasarkan pada karakteristik atau kualifikasi kemampuan, keahlian,
keterampilan yang dibutuhkan masing-masing tingkatan. Semakin tinggi
kualifikasinya semakin tinggi harganya.

119
Selain itu juga perlu dipikirkan adanya tunjangan kemahalan yang
disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak (KHL) masing-masing daerah. Hal ini
didasari dengan melihat kondisi geografis Papua Barat yang masih sulit dijangkau,
khususnya di daerah pedalaman. Harga barang-barang kebutuhan hidup menjadi
mahal karena membutuhkan transportasi yang mahal. Barang-barang kebutuhan
banyak didatangkan dari daerah luar (bahkan dari luar Papua) sehingga harganya
bisa menjadi dua atau bahkan tiga kali lipat. Apabila standar gajinya dibuat sama
untuk semua PNS di Indonesia, maka bagi PNS yang tinggal di daerah yang
mampu memenuhi semua kebutuhan hidupnya tidak akan menjadi masalah
karena tingkat harga menjadi rendah/murah. Sementara bagi daerah yang tidak
bisa memenuhi sendiri semua kebutuhannya, tingkat harga akan menjadi
tinggi/mahal karena ditambah dengan biaya transport.
Karena belum memberikan tunjangan tambahan penghasilan maka -
sebagaimana dijelaskan didepan - Provinsi Papua Barat masih memberikan
honorarium. Secara lengkap besaran honorarium disajikan didepan. Akan tetapi
menurut informasi yang diberikan oleh responden ternyata ada masalah, yaitu
tidak adanya perbedaan besaran honor untuk jenis kegiatan yang berbeda.
Misalnya untuk kegiatan yang masanya hanya tiga hari dengan kegiatan yang
masanya tiga bulan, honor yang diberikan kepada anggotanya sama, yaitu sebesar
Rp 300.000,-. Menurut responden seharusnya dibedakan karena dari perbedaan
masa kerja tersebut maka tanggung jawab dan beban kerjanya juga berbeda.
Sistem Penggajian yang Baru
Pegawai di Papua Barat menyarankan untuk sistem penggajian yang baru,
gaji pokok harus dinaikkan jumlahnya karena terkait dengan uang pensiun. Saat
ini uang pensiun dihitung dari prosentase gaji pokok sehingga kalau gaji pokok
kecil nanti uang pensiun juga kecil, kalau gaji pokok dinaikkan otomatis uang
pensiun jadi besar. Kalau hanya tunjangan yang dinaikkan tidak terkait dengan
pensiun, artinya uang pensiun yang akan diterima tetap kecil. Saat ini uang
pensiun yang diterima setelah purna tugas kurang lebih 75% dari gaji pokok,
harapan responden di Papua Barat dengan adanya kenaikan gaji pokok maka
besaran pensiun akan naik. Sehingga masa depan setelah pensiun akan terjamin
dan masa persiapan pensiun tidak stres.
Selain harapan dinaikkannya gaji pokok, tunjangan kemahalan
sebagaimana dijelaskan didepan perlu ditambahkan adanya tunjangan
perumahan, transportasi dan pendidikan. Tunjangan ini sangat membantu
pegawai dalam menghadapi beban hidupnya. Kondisi rumah-rumah pegawai di
Provinsi Papua Barat masih sangat sederhana dan perlu dibangun supaya
memenuhi standar kesehatan. Selain itu tunjangan transportasi juga sangat
diperlukan untuk mendukung kinerja pegawai khususnya untuk meningkatkan
disiplin pegawai. Saat ini bus-bus pegawai yang disiapkan masih sangat kurang
sehingga banyak pegawai yang menggunakan bus umum atau kendaraan pribadi
sehingga mengeluarkan ongkos yang lebih besar. Seandainya ini bisa dibantu oleh
pemerintah maka akan meringankan beban hidup pegawai. Demikian pula

120
dengan biaya pendidikan yang semakin meningkat sehingga perlu didukung
dengan adanya tunjangan pendidikan baik untuk pegawai sendiri atau untuk
anak-anaknya.
Untuk menghasilkan sistem penggajian yang berdasarkan kinerja nyata
pegawai, perlu didukung dengan adanya penilaian kinerja pegawai. Instrumen
penilaian kinerja menjadi satu instrumen kunci untuk menilai dan mengukur
kinerja pegawai sehingga bisa dinominalkan dalam bentuk rupiah. Untuk
keperluan ini perlu adanya kontrak kinerja dan indikator kinerja yang jelas,
sehingga yang diukur dan dinilai adalah kinerja nyata pegawai. Selain itu dalam
penilaian ini juga perlu fair, dalam arti kinerja pegawai dinilai secara adil. Artinya
perlu dianalisis juga mengapa kinerja pegawai baik atau buruk, apa faktor
penyebabnya. Apakah karena kompetensinya kurang, salah tempat, dukungan
sarana yang kurang atau lainnya. Sehingga atasan sebagai penilai bisa bertindak
fair, tidak asal menilai jelek kinerja pegawai tetapi sekaligus menemukan
kendalanya sehingga bisa dicarikan solusi yang tepat.
Akan tetapi untuk menerapkan sistem penggajian baru yang berdasarkan
pada kinerja pegawai rasanya akan mendapat banyak tantangan khususnya
melihat budaya dari orang Papua (Irian Jaya Barat). Melihat budaya masyarakat,
tingkat pendidikan, tingkat pemahamannya mungkin masih ada kendala untuk
menerapkan sistem penggajian yang baru. Karena pegawai maunya adil, sama rata
dalam hal gaji dan tidak mau tahu kalau sampai beda. Tetapi dengan sosialisasi
yang terus menerus diyakini kendala ini bisa diatasi. Karena prinsip pembayaran
gaji sesuai kinerja memang sudah seharusnya dilaksanakan.
3) Provinsi Sumatera Barat
Menurut pegawai di Provinsi Sumatera Barat, komponen gaji yang ada saat
ini sudah cukup baik, tapi perlu dikembangkan mengenai penghargaan terhadap
kinerja pegawai. Karena sistem penggajian saat ini masih menganut sistem PGPS,
sama rata, sama rasa tanpa membedakan adanya prestasi kerja pegawai. Padahal
dalam praktiknya tidak semua pegawai mempunyai prestasi kerja yang bagus.
Selama pegawai berada di level yang sama, golongan ruang dan masa kerja yang
sama maka mereka mendapat nominal gaji yang sama. Padahal belum tentu
kinerja atau prestasi kerja mereka sama. DP3 yang selama ini digunakan untuk
menilai kinerja pegawai tidak dikaitkan dengan pemberian gaji pegawai. DP3
hanya selesai sebagai syarat administrasi saja untuk kenaikan pangkat atau
promosi jabatan. Untuk keperluan ini harus dikembangkan satu instrumen
penilaian kinerja yang mampu membedakan prestasi kerja antar pegawai dan
mampu dinominalkan dalam bentuk pemberian gaji.
Selain itu juga tidak membedakan beban kerja dan tanggung jawab
pegawai. Memang mengenai beban kerja dan tanggung jawab ini sudah
diakomodasi dalam tunjangan jabatan baik untuk jabatan struktural maupun
fungsional. Tetapi dalam kenyataannya pemberiannya pun disama-ratakan, dalam
arti selama berada di jenjang yang sama maka akan menerima tunjangan yang
besarannya sama. Misalnya, untuk jabatan eselon III akan menerima tunjangan

121
sebesar Rp 1.260.000,- (untuk eselon IIIa) dan Rp 980.000,- (untuk eselon IIIb).
Tetapi dalam pemberiannya tidak melihat atau membedakan berat ringannya
beban kerja atau tanggung jawab yang dipangku. Dalam praktiknya, meskipun
sama-sama eselon III bisa saja beban kerja dan tanggung jawabnya berbeda,
misalnya eselon III yang ada di unit lini (Dinas-Dinas) dengan eselon III yang ada
di unit staf (Sekretariat). Menurut responden di Provinsi Sumatera Barat
seharusnya besaran tunjangannya dibedakan, karena beban kerja dan tanggung
jawabnya lebih berat yang ada di unit lini. Tetapi bisa juga sama-sama di unit staf
tetapi beban kerja dan tanggung jawabnya berbeda, misalnya antara bagian
keuangan dengan bagian umum. Kalau dilihat dari pengalaman di DPKD, maka
beban kerjanya lebih berat daripada di bagian umum, sehingga selayaknya diberi
tunjangan yang lebih besar.
Sistem Penggajian yang Baru
Dalam sistem penggajian yang baru seharusnya bisa membedakan prestasi
kerja, beban kerja dan tanggung jawab seorang pegawai. Selain itu sistem
penggajian yang baru ini harus bisa meningkatkan kesejahteraan dan
profesionalisme pegawai sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999. Dengan begitu, pegawai akan termotivasi untuk bekerja lebih giat
dan baik karena terkait dengan penghasilannya. Bagi pegawai yang kinerjanya
kurang bagus maka akan menerima penghasilan yang lebih sedikit daripada
pegawai yang kinerjanya bagus. Selain itu dia akan merasa malu kalau dengan
kondisi tersebut sehingga akan terpacu untuk meningkatkan kinerjanya.
Sehingga dalam sistem penggajian baru ini akan membangun budaya malu,
persaingan untuk menunjukkan kinerja yang bagus sehingga bisa membudaya.
Untuk membangun sistem penggajian yang baru harus didukung dengan
berbagai instrumen lain yang bisa memaksimalkannya. Misalnya adanya bobot
jabatan dari semua jabatan yang ada di PNS, adanya instrumen penilaian kinerja
yang mampu mengukur kinerja pegawai secara nyata dan dapat diintegrasikan
dalam nominal gaji tertentu, sistem penggajian ini juga harus lebih luwes untuk
mengakomodasi naik-turunnya nominal gaji pegawai yang sangat terkait dengan
naik turunnya kinerja pegawai.
4) Provinsi Kalimantan Selatan
Gaji yang diterima PNS sebaiknya sesuai dengan beban dan tanggung-
jawab yang dilakukan, tetapi pada kenyataannya pegawai hanya menuntut hak-
nya tanpa mempertimbangkan tanggung-jawab yang sudah diberikan kepada
pemerintah. Istilah PGPS (Pinter Goblok Pendapatan Sama) sudah menjadi
pembicaraan umum bahwa pegawai yang rajin dan malas serta yang pinter dan
bodo gajinya sama. Hal ini ikut mempengaruhi kinerja PNS yang tidak sejalan
dengan tujuan ideal pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang baik,
bagaimana mau berkinerja baik, kalau gajinya tidak dapat mencukupi kebutuhan
hidup keluarganya. Latar belakang pemberian gaji PNS berbeda dengan swasta,
kalau di pemerintah gaji diberikan sebelum pegawai melaksanakan pekerjaan,

122
sedangkan kalau di swasta pegawai diberikan gaji setelah menjalankan tugas
pekerjaannya.
Pemberian gaji kepada PNS seyogyanya dapat dikaitkan dengan motivasi
dan kinerjanya, agar kinerjanya dapat dipertanggung-jawabkan kepada publik.
Budaya kerja yang ada dilingkungan aparatur birokrasi perlu diperbaiki apabila
perlu merubah paradigma lama. Budaya kerja aparatur yang ada sekarang kurang
dapat menciptakan sosok aparatur yang handal dan profesional, hal ini
disebabkan berbagai kelemahan birokrasi kita, antara lain dari aspek kebijakan,
netralitas, manajemen, budaya kerja dan lain-lain.
Dengan adanya TKD diharapkan dapat memacu untuk meningkatkan
kinerja pegawai kearah yang labih baik. TKD ini diarahkan untuk memacu
kinerja, dan masing-masing unit sudah berjalan dengan baik dan tujuannya untuk
mewujudkan Good Governance/Clean Governance yang diatur dalam SKPD.
Kinerja pegawai akan dievaluasi oleh Badan Pengawas Daerah mulai dari kapan
kegiatan itu dilaksanakan, berapa banyak yang harus dicapai dan kapan
selesainya.
Jika berbicara kenaikan gaji yang selama ini diterima oleh pegawai negeri
belum dapat dirasakan kemanfaatannya bagi pegawai negeri, karena kebutuhan
hidup juga akan meningkat lebih tinggi nilainya dari apa yang kita terima lewat
kenaikan gaji tersebut, jadi kesimpulannya pemerintah harus dapt menekan harga
kebutuhan pokok. Gaji identik dengan harga barang, yang dalam arti bila gaji
pegawai negeri naik maka harga barangpun ikutan naik. Mungkin yang lebih
tepat besaran gaji pegawai negeri disesuaikan dengan tingkat kemahalan daerah.
Berbicara tentang kompetensi yang dimiliki berdasarkan pendidikan yang
diharapkan dapat mempengaruhi tunjangan kinerja, Kepala Badan kurang
sependapat, bila tunjangan kinerja itu dilihat dari hasil kinerja pegawai, karena
belum tentu punya kompetensi akan lebih baik dari mereka yang pendidikan
lebih rendah tetapi semangat dan tanggung jawabnya tinggi.
5) Provinsi Maluku
Beberapa komponen yang diharapkan bisa diakomodasi dalam sistem
penggajian PNS menurut responden Provinsi Maluku antara lain adalah : masa
kerja, tanggung jawab, beban kerja dan kinerja. Komponen ini dianggap penting
untuk mengukur dan menentukan besaran gaji yang akan diterima oleh pegawai.
Masa kerja sebagaimana yang berlaku saat ini memang harus dihargai, dasar
pemikirannya adalah semakin lama seorang bekerja semakin banyak pengalaman
yang diperolehnya sehingga diyakini semakin lama bekerja (masa kerjanya)
semakin bagus kinerjanya. Kenaikannya menurut responden seharusnya mampu
memberikan makna yang berarti, misalnya 5% atau 10% per tahun atau per dua
tahun dari besaran gaji pokoknya. Dengan besaran ini pegawai akan merasa
dihargai pengabdiannya.
Komponen kedua adalah tanggung jawab, komponen ini terkait dengan
posisi atau jabatan yang dipangkunya. Jabatan ini bisa berupa jabatan struktural
maupun fungsional dan dalam sistem penggajian saat ini sudah dihargai dalam

123
bentuk tunjangan jabatan. Permasalahan yang dikemukakan oleh responden di
Provinsi Maluku adalah pada besarannya yang belum mencerminkan besarnya
tanggung jawab masing-masing level jabatan. Masalah lain adalah pada
perbandingan tunjangan jabatan antara jabatan struktural dan fungsional yang
sangat besar. Kondisi ini berdampak motivasi pegawai banyak mengarah ke
jabatan struktural tidak mau ke jabatan fungsional. Padahal posisi jabatan
struktural sangat terbatas sementara yang terbuka luas adalah posisi jabatan
fungsional, tetapi karena perbedaan tunjangan tersebut menyebabkan motivasi
pegawai banyak mengarah ke jabatan struktural. Memang alasan besaran
tunjangan ini bukan alasan satu-satunya banyak alasan lain yang melandasi.
Tetapi paling tidak kalau masalah ini bisa diselesaikan maka motivasi pegawai
untuk menjadi pejabat fungsional diyakini akan meningkat.
Komponen berikutnya adalah beban kerja, dasar pemikirannya adalah
meskipun sama-sama berada di level jabatan struktural yang sama, beban
kerjanya bisa beda. Sebagai contoh pejabat struktural eselon III di lingkungan
sekretariat mempunyai beban kerja yang berbeda dengan pejabat structural
eselon III di Dinas. Sebagai contoh, beban kerja di Biro Keuangan yang sangat
berat seharusnya dihargai dengan memberi tambahan gaji yang lebih besar
daripada unit lainnya. Perbedaan ini seharusnya dihargai dengan pemberian
besaran gaji yang berbeda pula. Pejabat struktural dengan beban kerja yang berat
berhak mendapat besaran gaji yang lebih besar daripada pejabat struktural yang
beban kerjanya sedikit meskipun berada pada jenjang atau level yang sama.
Komponen terakhir yang harus dipertimbangkan dalam sistem penggajian
adalah kinerja, yaitu hasil penilaian terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
atau pekerjaan pegawai. bagi pegawai yang kinerjanya bagus maka berhak
mendapat gaji yang lebih besar daripada pegawai yang kinerjanya kurang. Dalam
hal ini diperlukan instrument penilaian kinerja yang bagus yang mampu
mengukur kinerja nyata pegawai bukan dengan DP3 seperti saat ini. Dengan
konsep ini maka bisa saja gaji pegawai tidak sama setiap bulannya sangat
tergantung pada hasil penilaian kinerjanya.
Sistem Penggajian yang Baru
Dalam sistem penggajian yang baru, menurut responden di Provinsi
Maluku, semua komponen sebagaimana dijelaskan didepan harus bisa
diakomodasi sehingga menunjukkan total gaji pegawai. Sistem penggajian saat ini
yang hanya mengakomodasi dua komponen, yaitu masa kerja dan golongan ruang
pegawai harus ditinggalkan. Keempat komponen, yaitu masa kerja, tanggung
jawab, beban kerja dan kinerja digabung menjadi satu sehingga merupakan total
pendapatan pegawai. Masing-masing komponen tersebut harus mampu
menggambarkan perbedaan karakteristik masing-masing pegawai.
Masa kerja dengan tabel tersendiri menunjukkan tahun masa kerja dan
besaran gaji yang diterima. Konsep kenaikan gaji berkala setiap dua tahun masih
relevan untuk diteruskan untuk menyesuaikan beban kebutuhan hidup dengan
gaji yang diterima. Masa kerja satu tahun dihargai dengan harga tertentu,

124
kemudian setiap dua tahun naik 5% - 10% demikian seterusnya sampai pegawai
masuk usia pensiun. Berapa besar gaji dengan dasar masa kerja ini harus dikaji
lebih mendalam untuk bisa menemukan besaran yang tepat.
Demikian juga dengan tanggung jawab dibuatkan tabel tersendiri yang
memuat level atau jenjang jabatan (baik jabatan struktural maupun jabatan
fungsional) dengan besaran gajinya. Dalam sistem saat ini, gaji dengan dasar
tanggung jawab ini dihargai dalam bentuk pemberian tunjangan jabatan. Kondisi
masih relevan untuk diakomodasi tetapi perlu penyesuaian terutama dalam
besaran nominalnya dan kesetaraan antara jabatan struktural dan jabatan
fungsional.
Selanjutnya beban kerja juga dibuatkan tabel tersendiri yang memuat
bobot jabatan dari masing-masing posisi atau jabatan dengan besarnya gaji yang
diterima untuk masing-masing jabatan tersebut. Gaji dengan dasar beban kerja
sangat spesifik karena sangat dimungkinkan masing-masing jabatan mempunyai
bobot yang berbeda. gaji dengan dasar beban kerja ini memerlukan dilakukannya
analisis jabatan sehingga bobot jabatan dan harga jabatan dapat ditetapkan dengan
tepat dan tidak bias.
Komponen terakhir adalah kinerja sangat tergantung pada pencapaian
kinerja atau penilaian kinerja pegawai. Sehingga dalam tabel penggajian dengan
dasar kinerja ini dibuat level-level pencapaian kinerja. Masing-masing level
menunjukkan pencapaian kinerja pegawai. Dalam hal ini perlu didukung dengan
instrument penilaian kinerja yang bagus, transparan dan dapat dipertanggung-
jawabkan. Selain itu perlu juga didukung dengan komitmen pimpinan untuk
melakukan penilaian dan pengukuran secara adil, objektif dan transparan
sehingga tidak ada bias. Dengan sistem ini maka pegawai akan termotivasi untuk
terus meningkatkan kinerjanya karena terkait dengan gaji yang diterimanya.
Total gaji atau total take home pay yang diterima pegawai merupakan hasil
penggabungan dari keempat komponen tersebut. Dengan sistem penggajian ini
maka gaji setiap pegawai berbeda-beda sangat tergantung pada karakteristiknya.
Dengan sistem penggajian ini diharapkan pegawai akan termotivasi untuk bekerja
lebih bagus dan kinerjanya dihargai sesuai dengan kontribusinya.
Terkait dengan masalah penggajian ini, responden di Provinsi Maluku
menyarankan perlunya perubahan mengenai iuran pensiun pegawai dan iuran
tabungan perumahan (Taperum). Menurut responden sebaiknya kedua
komponen itu dikeluarkan dari perhitungan gaji dengan kata lain diatur
tersendiri. Saat ini, iuran dipotong langsung dari gaji yang diterima sehingga
mengurangi pendapatan pegawai padahal manfaat yang diperoleh kadangkala
tidak sepadan dengan apa yang sudah disetor. Bahkan kadangkala untuk
mengurusnya saja sangat sulit. Sehingga mereka menyarankan untuk melakukan
iuran pensiun dan Taperum secara mandiri dengan melakukan kerjasama dengan
pihak asuransi. Dengan konsep ini maka pegawai mempunyai kebebasan untuk
mengatur masa depannya, apakah mau menerima pensiun atau tidak.

125
b. Gambaran di Daerah Kabupaten/Kota
1) Kota Palangkaraya
Dalam sistem penggajian PNS saat ini, komponen yang terkait adalah masa
kerja dan pangkat golongan pegawai. Komponen itu sebenarnya sudah cukup
bagus. Misalnya dalam penentuan pangkat dan golongan pegawai didalamnya
sudah diperhitungkan mengenai tingkat pendidikan pegawai sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 sebagai pengganti Peraturan
Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan PNS. Dari peraturan
tersebut terlihat bahwa masing-masing jenjang pendidikan dihargai dengan
golongan yang berbeda-beda. Demikian pula dengan pangkat yang diberikan juga
berbeda-beda sesuai dengan golongannya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam
Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan PNS.
Dari kedua pasal tersebut terlihat bahwa masing-masing jenjang
pendidikan, golongan dan pangkat dibedakan selanjutnya masing-masing diberi
besaran gaji yang berbeda-beda. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 11 tahun 2003 tentang Peraturan Gaji PNS. Peraturan ini selanjutnya
diterjemahkan dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2007 tentang Skala Gaji
PNS. Dalam Peraturan Presiden tersebut diatur jelas skala gaji PNS masing-
masing pangkat golongan dan masa kerja pegawai.
Selain komponen pangkat, golongan, pendidikan, masa kerja, juga perlu
dipertimbangkan mengenai beban kerja, tanggung jawab dan resiko kerja. Karena
meskipun pangkat, golongan, tingkat pendidikan dan masa kerja yang dimiliki
sama, ada kalanya karena jabatannya berbeda maka beban kerja dan tanggung
jawab pegawai menjadi berbeda. Misalnya beban kerja dan tanggung jawab
seorang guru berbeda dengan seorang dokter. Selain itu, misalnya sesama eselon
III sangat mungkin beda beban kerja dan tanggung jawabnya. Misalnya, seorang
pejabat eselon III di Sekretariat Daerah tentu beda dengan pejabat eselon III di
Dinas Pertanian. Perbedaan ini seharusnya juga diakomodasi dengan tingkatan
gaji yang berbeda-beda.
Sistem Penggajian yang Baru
Terkait dengan upaya perbaikan sistem penggajian PNS, hal utama yang
harus diperbaiki adalah nominal atau besarannya. Nominal besaran gaji
seharusnya mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup layak dari pegawai dan
keluarganya. Jangan sampai ada olok-olok “gaji sebulan hanya cukup untuk
seminggu”. Perbaikan nominal gaji ini harus disesuaikan dengan biaya kebutuhan
hidup layak pegawai di masing-masing daerah. Sangat dimungkinkan ada
perbedaan biaya antar daerah. Karena ada daerah yang kebutuhan hidupnya
mahal seperti di daerah timur, misalnya Papua, sementara ada daerah yang masih
murah, misalnya Jogjakarta. Bahkan disatu Propinsi saja bisa beda, misalnya
kebutuhan hidup di Kota Palangkaraya beda dengan di Kabupaten yang ada di
daerah pedalaman. Adanya perbedaan ini seharusnya bisa diakomodasi dalam
sistem penggajian PNS.

126
Menurut pegawai di Kota Palangkaraya, dimungkinkan bahwa gaji PNS di
masing-masing daerah akan berbeda tergantung pada tingkat kebutuhan hidup
layak di daerah tersebut. Karena tidak fair apabila gaji PNS di Papua sama dengan
gaji PNS di Jogjakarta, sementara tingkat kebutuhannya berbeda. Misalnya untuk
membeli satu liter beras di Jogjakarta cukup membayar Rp 6.000,- sementara di
Papua harus mengeluarkan Rp 10.000,- bahkan lebih. Artinya, dengan jumlah
gaji yang sama PNS di Papua beban hidupnya lebih berat daripada PNS di
Jogjakarta. Kondisi ini bisa dianalogikan dengan UMR (Upah Minimum Regional)
bagi pegawai swasta. UMR dibedakan untuk masing-masing Provinsi dan
Kabupaten.
Gambaran tersebut sebenarnya sudah dilakukan oleh Pemerintah Daerah,
yaitu dengan adanya pemberian Tunjangan Tambahan Penghasilan oleh masing-
masing pemerintah daerah. Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota bisa
memberikan Tunjangan Tambahan Penghasilan yang besarannya disesuaikan
dengan kemampuan keuangan daerah. Kota Palangkaraya memberikan tunjangan
tambahan penghasilan sejak tahun 2007, yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan
Walikota Palangkaraya Nomor 310 Tahun 2007 tentang Pemberian Tunjangan
Tambahan Penghasilan berdasarkan Prestasi Kerja kepada Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Pemerintah Kota Palangkaraya. Seandainya kebijakan ini bisa
diangkat menjadi kebijakan nasional dan diatur standard secara jelas tentu akan
lebih baik. Karena saat ini sepertinya terjadi kesenjangan yang sangat tajam
diantara daerah-daerah yang “kaya” dengan daerah-daerah yang “miskin”. Daerah
yang kaya mempunyai PAD besar karena mempunyai sumber daya alam yang
berlimpah, misalnya Kalimantan Timur dapat memberikan tunjangan tambahan
penghasilan yang besar. Tetapi daerah-daerah yang tidak mempunyai sumber
daya alam atau misalnya daerah-daerah pemekaran baru tentu tidak bisa
memberikan tunjangan yang besar.
Selain nilai nominal, yang harus diperbaiki adalah sistemnya. Disebutkan
bahwa sistem penggajian PNS saat ini belum mengakomodasi pada kinerja
pegawai. Semua pegawai selama mempunyai pangkat golongan dan masa kerja
yang sama diberikan gaji yang sama tanpa melihat pada kinerjanya. Untuk
pegawai yang mempunyai jabatan memang diberikan tunjangan jabatan (baik
struktural maupun fungsional) sesuai dengan jenjangnya. Padahal meskipun
mempunyai pangkat golongan, masa kerja dan jabatan yang sama tetapi tentu
kinerjanya berbeda. Ada yang kinerjanya bagus tetapi ada yang kinerjanya buruk,
ada yang rajin ada yang malas bekerja. Apakah mereka pantas mendapat gaji yang
sama?
Dalam sistem penggajian yang baru seharusnya bisa membedakan atau
mengakomodasi kinerja pegawai. Sehingga pegawai termotivasi untuk bekerja
lebih bagus karena terkait dengan besarnya penerimaan gaji mereka. Dalam hal
ini penilaian kinerja pegawai menjadi hal yang sangat penting. Harus disiapkan
satu instrumen penilaian kinerja yang bagus, yang dapat membedakan kinerja
masing-masing pegawai secara jelas, nyata, akuntabel, jelas dan mudah
diaplikasikan. Contoh yang paling sederhana adalah dengan mengukur tingkat
127
kehadiran/kedisiplinan pegawai, yang dilihat dari daftar absensi. Semakin rajin
seorang pegawai semakin dia dihargai. Hal ini sebagaimana dilakukan dalam
pemberian Tunjangan Tambahan Penghasilan di Kota Palangkaraya. Setelah itu
untuk tingkat selanjutnya baru diukur bagaimana pelaksanaan tugas dan
pekerjaannya. Apakah dia berkinerja bagus, sedang atau buruk. Masing-masing
dihargai dengan nominal gaji yang berbeda.
2) Kabupaten Kapuas
Menurut responden di Kabupaten Kapuas, dalam menyusun sistem
penggajian pegawai yang baik haruslah didasarkan pada komponen yang tepat.
Komponen ini harus mampu membedakan atau dapat mewakili komponen apa
saja yang patut dihargai dalam penentuan besaran gaji seorang pegawai. Masing-
masing komponen ditetapkan nilainya sesuai karakteristik masing-masing
pegawai sehingga bisa memberikan gambaran perbedaan mereka.
Saat ini, sistem penggajian PNS menggunakan dua komponen, yaitu masa
kerja dan pangkat golongan. Masa kerja dibedakan dari 0 tahun sampai 32 tahun,
sementara pangkat golongan dibedakan dari pegawai golongan I (a, b, c, d),
golongan II (a, b, c, d), golongan III (a, b, c, d), dan golongan IV (a, b,c, d, e).
Masing-masing diberikan nilai gaji yang berbeda sesuai karakteristiknya.
Menurut responden Kabupaten Kapuas, untuk memperbaiki sistem penggajian
PNS tersebut khususnya dalam penentuan besaran nominal perlu memperhatikan
kebutuhan hidup layak.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian, khususnya di Pasal 7 ayat (1) disebutkan : setiap PNS berhak
memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan
tanggung jawabnya dan di ayat (2) disebutkan : gaji yang diterima oleh pegawai
negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.
Undang-undang yang khusus membahas mengenai Pegawai Negeri ini secara
jelas menegaskan bahwa gaji yang diterima harus mampu menjamin
kesejahteraan. Untuk pegawai swasta sebagaimana dijelaskan dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya di Pasal 88
ayat (1) disebutkan : setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kemudian di ayat (4)
dijelaskan : Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan
memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam Undang-
undang ini dengan jelas disebutkan bahwa gaji yang diterima pegawai swasta
harus memenuhi penghidupan yang layak.
Kepala BKD Kabupaten Kapuas yang mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi menyebutkan bahwa dari hasil penelitian tahun 2006
ditemukan fakta bahwa kebutuhan hidup layak pegawai lajang di Kabupaten
Kapuas secara rata-rata adalah sebesar Rp 1.055.000,-. Jumlah itu adalah
kebutuhan hidup layak pada bulan Mei 2006. Dari temuan ini - menurut
responden - seharusnya bisa menjadi pedoman dalam menentukan besaran gaji

128
pegawai. Apabila rata-rata untuk memenuhi kebutuhan hidup layak pegawai
lajang di Kabupaten Kapuas adalah sebesar Rp 1.055.000,- maka besaran gaji bisa
ditetapkan, misalnya sebesar Rp 1.500.000,-. Misalnya dia sudah menikah, maka
jumlah itu dikalikan dua kali sehingga jumlah gajinya menjadi Rp 3.000.000,- dan
bila menikah dengan satu anak maka gajinya Rp 4.500.000,-. Perhitungan
berikutnya bila punya dua atau tiga anak maka dilakukan perhitungan lain,
misalnya ditambah Rp 500.000,- atau Rp 750.000,-. Dengan jumlah sebesar itu
diyakini sudah mampu memenuhi kebutuhan hidup layak.
Sistem Penggajian yang Baru
Menurut pegawai di Kabupaten Kapuas masalah besaran nominal gaji yang
mampu memenuhi kebutuhan hidup layak pegawai ini menjadi point utama
dalam perbaikan sistem penggajian PNS. Komponen-komponen lain seperti
tingkat pendidikan, beban kerja, tanggung jawab, masa kerja dan tingkat
pendidikan tetap penting tetapi besaran gaji tetap menjadi yang paling penting.
Dalam pengembangan sistem penggajian pegawai yang baru diharapkan besaran
gaji pokok sudah bisa memenuhi kebutuhan hidup layak bagi pegawai dan
keluarganya.
Setelah kebutuhan hidup pegawai dan keluarganya terpenuhi maka
pegawai bisa dituntut untuk bekerja lebih baik. Responden Kabupaten Kapuas
mengistilahkan : bagaimana kita bisa menuntut pegawai untuk bekerja di kantor
dengan baik kalau pikirannya tidak di kantor? Karena mereka mesti memenuhi
kebutuhan hidupnya terlebih dahulu. Sehingga banyak pegawai yang tidak bisa
maksimal bekerja di kantor, banyak yang “nyambi” untuk menutupi
kebutuhannya. Harapannya pegawai bisa mendapat gaji besar tetapi system
reward and punishment harus diterapkan secara tegas dan transparan. Sehingga
bagi pegawai yang malas atau berbuat kesalahan harus mendapat sanksi, selain
sanksi administratif sebagaimana diatur dalam peraturan disiplin pegawai juga
diberikan sanksi dengan mengurangi besaran gaji yang diterimanya. Penerapan
ini memang memerlukan satu instrument penilaian kinerja yang jelas sehingga
semua kinerja pegawai dapat diukur dan dinilai serta dihargai dalam bentuk
pemberian/pemotongan gaji.

3) Kota Padang
Sebagaimana dijelaskan didepan, komponen gaji seharusnya
mencerminkan kinerja pegawai karena pada prinsipnya pemberian gaji adalah
penghargaan atau balas jasa atas kinerja yang diberikan pegawai pada unit
organisasinya. Untuk itu maka komponen gaji harus mampu menghargai kinerja
pegawai. Kinerja ini harus bisa diukur dan dinominalkan dalam bentuk
pemberian gaji. Kondisi ini berdampak pada naik turunnya gaji sesuai dengan
hasil penilaian kinerja pegawai.
Selain itu, sebelum menilai kinerja harus ditetapkan dahulu beban kerja
dan tanggung jawab pegawai. Beban kerja ini harus ditetapkan untuk
menunjukkan apa yang harus dilaksanakan pegawai selama kurun waktu

129
tertentu. Penghitungan beban kerja ini akan menunjukan besaran gaji yang akan
diterima pegawai atau dengan kata lain menunjukkan harga jabatan, harga
pekerjaan atau nilai kontrak pegawai. Dengan demikian pegawai akan
mengetahui seberapa besar nilai dari pekerjaan yang dia kerjakan selama kurun
waktu tertentu. Kemudian baru dalam pelaksanaan pekerjaannya dia akan dinilai
oleh atasannya.
Sehingga pada intinya ada dua komponen utama yang harus diakomodasi
dalam sistem penggajian PNS. Pertama, nilai kontrak pegawai akan pekerjaannya,
kedua, hasil penilaian kinerjanya. Nilai kontrak harus disepakati bersama oleh
pegawai dan atasan selain juga menyepakati target atau sasarannya yang akan
digunakan sebagai acuan penilaiannya. Demikian pula dengan penialian kinerja
harus didukung dengan instrumen yang bagus yang mampu menilai kinerja nyata
pegawai. Hal ini untuk menghindari terjadinya komplain dari pegawai apabila
kinerjanya dinilai kurang bagus. Selain itu bisa sebagai masukan untuk
pengembangan pegawai selanjutnya, misalnya berupa pendidikan dan pelatihan,
mutasi atau promosi.

Sistem Penggajian yang Baru


Masing-masing komponen sebagai dijelaskan didepan, yaitu komponen
nilai kontrak kerja dan hasil penilaian kinerja merupakan komponen pokok
penggajian. Dalam sistem penggajian baru, bisa ditambahkan berbagai bentuk
tunjangan yang dapat menunjang kinerja pegawai. Misalnya uang transportasi,
uang makan atau lainnya. Penting juga untuk memberikan semacam tunjangan
tambahan penghasilan yang disesuaikan dengan tingkat kemahalan harga-harga
kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan dan sebagainya). Karena selama ini
kenaikan gaji tidak terkait atau justeru kalah dengan kenaikan harga-harga
kebutuhan pokok.
Dengan komponen-komponen tersebut diharapkan PNS akan bisa menjadi
lebih sejahtera dan profesional. Selain itu dengan sistem ini akan meningkatkan
motivasi pegawai karena terkait langsung dengan gaji atau total pendapatan yang
diterimanya. Bagi yang kinerjanya bagus maka akan memperoleh gaji yang lebih
besar daripada yang kinerjanya kurang. Selain itu dapat membantu dalam
pengambilan kebijakan kepegawaian berupa mutasi, promosi atau diklat.
4) Kabupaten Solok
Sebagaimana sudah dijelaskan didepan dan sudah dicoba untuk diterapkan
di Kabupaten Solok dalam pemberian tunjangan tambahan penghasilan, maka
komponen utama dalam penggajian adalah gaji yang didasarkan pada beban kerja.
Komponen ini bisa disebut sebagai bobot jabatan atau harga jabatan yang
merupakan penghargaan atas beban kerja dan tanggung jawab yang melekat
dalam suatu jabatan. Semakin besar atau berat beban kerja dan tanggung
jawabnya maka semakin besar pula harga jabatannya. Hal ini bisa dilihat dari
karakteristik tunjangan tambahan penghasilan di Kabupaten Solok sebagaimana

130
dijelaskan didepan. Karakteristik dari suatu jabatan bisa lebih diperluas untuk
menunjukkan perbedaannya dan harus dihargai dengan nominal yang berbeda
secara signifikan. Hal ini sekaligus untuk memotivasi pegawai untuk bisa
memperoleh gaji yang lebih besar maka dia harus berani mengemban beban kerja
dan tanggung jawab yang lebih besar pula.
Komponen berikutnya adalah yang terkait dengan pencapaian kinerja atau
hasil pelaksanaan dari jabatannya. Ini perlu didukung dengan instrumen
penilaian kinerja yang baik, dalam arti mampu mengukur pencapaian kinerja
nyata pegawai. Semakin bagus kinerja pegawai semakin besar gaji yang diterima.
Dalam hal ini perlu disusun kriterianya dalam bentuk level, misalnya bagus
sekali, bagus, cukup, kurang dan kurang sekali. Kinerja pegawai dinilai dan
dimasukkan dalam level mana dan akan mendapat gaji sesuai pencapaian
levelnya. Apabila pegawai mau bekerja lebih giat maka dia akan menerima gaji
yang lebih besar. Dalam hal ini instrumen yang disusun harus transparan dan
mempunyai standar yang jelas. Hal ini untuk menghindari adanya komplain dari
pegawai. Selain itu pimpinan atau atasan langsung yang melakukan penilaian
harus mampu menilai secara objektif tidak subjektif. Hasil penilaian kinerja selain
untuk menentukan besaran gaji juga bisa digunakan untuk melakukan berbagai
kebijakan kepegawaian terutama dalam upaya pengembangan kemampuan
pegawai. Misalnya kinerja pegawai kurang bagus, maka pimpinan harus mencari
tahu permasalahannya untuk diselesaikan, apakah dengan mengikutsertakan
pegawai dalam pendidikan dan pelatihan, mutasi atau promosi.
Mengingat saat ini tingkat harga kebutuhan pokok selalu berubah-ubah
dan kemungkinan besar tingkat harganya berbeda-beda di masing-masing daerah,
maka dalam sistem penggajian bisa dimasukkan komponen tunjangan kemahalan.
Sebagai contoh bisa ditiru model swasta, yaitu tingkat UMP atau UMR yang
berbeda dimasing-masing daerah. Bisa saja tunjangan kemahalan ini diberikan
berbeda-beda besarannya dimasing-masing daerah tergantung bagaimana
perhitungan tingkat kemahalannya. Misalnya didaerah-daerah timur (Papua)
tentu lebih mahal daripada di daerah tengah (Jawa). Dengan tunjangan ini maka
pegawai dapat menerima dan membelanjakan gajinya sesuai tingkat harga yang
berlaku di daerahnya. Belanja beras sebesar satu kilo di Papua tentu berbeda
dengan di Jawa, sehingga dengan adanya tunjangan ini kesejahteraan pegawai
menjadi sejajar.
Sistem Penggajian yang Baru
Sistem penggajian yang baru harus dapat mengakomodasi komponen-
komponen sebagaimana dijelaskan didepan. Komponen utama adalah yang
didasarkan pada beban kerja dan tanggung jawab dari suatu jabatan. Dalam
komponen ini semakin berat beban kerja dan tanggung jawab suatu jabatan maka
harus dihargai lebih besar pula gajinya. Sebaliknya jabatan yang ringan beban
kerja dan tanggung jawabnya dihargai lebih kecil. Kondisi ini menuntut adanya
jenjang bobot jabatan dari yang paling berat sampai yang paling ringan. Dalam
pembobotan ini perlu duduk bersama untuk menentukan dan menetapkan

131
jabatan mana yang paling berhak mendapat bobot tertinggi dan bobot mana yang
mendapat bobot terendah.
Selanjutnya untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai perlu disusun
komponen gaji yang terkait dengan hasil pelaksanaan kerja pegawai. Gaji dengan
basis kinerja ini merupakan bentuk penghargaan organisasi terhadap pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab yang diemban pegawai. Bagi pegawai yang kinerjanya
bagus maka mereka berhak mendapat gaji yang lebih besar daripada mereka yang
kinerjanya kurang. Dalam hal ini diperlukan dukungan instrumen penilaian
kinerja yang bagus yang mampu mengukur kinerja nyata pegawai.
5) Kota Banjarmasin
Kriteria tunjangan kinerja daerah untuk pemerintah kota Banjarmasin
tahun ini masih memakai golongan, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk
kedepannya akan dikembangkan sesuai dengan perubahan dan perkembangan
sistem penggajian PNS. Kriteria yang sangat mungkin untuk dapat dimasukkan ke
aspek sistem penggajian PNS adalah beban kerja dikarenakan terdapat perbedaan
untuk setiap SKPD misalnya : beban kerja untuk unit Dispenda akan berbeda
dengan beban kerja di Sekretariat.
Kebutuhan hidup layak PNS, kalau sekarang ini sudah tidak mencukupi
lagi, maka untuk itulah paling tidak struktur penggajian perlu ada perbaikan
kalau memungkinkan. Perubahan yang paling mendasar adalah kenaikan
prosentasi tunjangan bagi aspek seperti tunjangan istri dan anak. Selain itu pula
adanya perubahan pada struktur gaji yang juga perlu perbaikan.
Besarnya tunjangan untuk istri dan anak kan cuma 12%, karena sekarang
kan untuk menyekolahkan anak saja mereka sering mengeluhnya disitu, kalau
kita mau menaikkan tunjangan perbaikan sulit juga karena dari PAD kita juga
yang tidak punya sumber daya alam seperti Banjarmasin berat juga. Kalau disini
hanya jasa saja, lain seperti Kabupaten Banjar yang punya sumber daya alam.
Struktur gaji PNS kurang relevan untuk kondisi saat ini, lihat saja kenaikan
gaji berkala yang nol tahun, yang dua tahun kan cuma 25 ribu dan yang tertinggi
40 ribu sampai 50 ribu, akibatnya yang bekerja 10 tahun dengan yang baru masuk
itu bedanya sedikit sekali. Gaji semestinya memperhatikan pegawai yang rajin
dan malas, yang bekerja dan yang tidak bekerja, siapa yang rajin akan dapat gaji
banyak, sedangkan kalau yang tidak rajin kan gajinya sedikit. Kalau sekarang kan
istilahnya PGPS (Pintar Goblok Penghasilan Sama)
Tambahan penghasilan, ada lagi belanja langsung yang kayak kegiatan-
kegiatan, tapi itu tergantung SKPD kalau memang SKPD-nya seperti bagian
keuangan yang beban kerjanya lebih, jadi diberikan honor disitu. Itupun kita
lihat juga kegiatan apa yang berkaitan dengan tupoksinya itu.
6) Kabupaten Banjar
Keterkaitan gaji PNS apabila dikaitkan dengan kinerjanya maka sampai
saat ini belum dilakukan sehingga pemberian sistem penggajian yang berlaku
tidak terkait dengan kinerja yang dihasilkan oleh masing-masing PNS.
Permasalahan ini dikarenakan kemampuan daerah dalam memberikan tunjangan
132
yang belum maksimal, indikator serta instrumen pengukurannya masih belum
ada, sistem pengawasan untuk masing-masing pegawai belum nampak terlihat.
Selain itu pula struktur gaji yang perlu disusun adalah dikaitkan dengan
kompetensi pegawai, hal ini disebabkan kompetensi yang dimiliki oleh setiap
pegawai merupakan dasar dalam melaksanakan pekerjaan di lingkungan PNS.
Pengukuran kompetensi akan nampak terlihat kemampuan yang dimiliki oleh
masing-masing PNS. Penghargaan terhadap pegawai yang baru masuk dengan
pendidikan S2 dengan pegawai yang SMA tapi sudah 10 tahun bekerja, aturannya
dibuat seperti itu, artinya disini pemerintah menghargai pada pendidikan yang
dia punya, karena untuk mencapai itu kan butuh biaya, butuh tenaga, dan
pikiran.
Pemberian honor untuk panitia kegiatan tidak perlu dihilangkan hal ini
disebabkan untuk pemberian motivasi bagi setiap pegawai yang diberi tugas
untuk melaksanakan kegiatan proyek tersebut. Maka untuk itulah honorarium
kepanitian tidak digabungkan dengan penerimaan gaji pokok setiap pegawai.
Pemberian gaji bulanan diterimakan setelah menjalankan pekerjaan,
idealnya besarnya gaji yang diberikan sebanding dengan hasil kerjanya. Fakta
yang terjadi di lingkungan PNS sebaliknya yaitu pemberian gaji PNS dilakukan
sebelum melaksanakan pekerjaan makanya dibilang kalau pegawai negeri itu kan
makan gaji karena makan dulu kerjanya belum, padahal yang benar seharusnya
kerja dulu. Namanya juga gaji, gaji itu kan upah. Upah itu kan biasanya diterima
kalau sudah bekerja. Nah nanti kalau sistem kinerja itu diterapkan mungkin perlu
diubah, artinya kita kerja diukur berdasarkan kinerjanya. Seharusnya memang
begitu, kita kerja dululah jadi terima gaji diakhir bulan.
Besaran gaji pokok yang diberikan pada saat sekarang ini dirasakan tidak
dapat untuk penghidupan yang layak bagi setiap PNS di lingkungan kabupaten
Banjar sehingga pemerintah kota kabupaten Banjar berinisitif untuk memberikan
tunjangan daerah untuk meningkatkan penghasilan bagi setiap PNS di kabupaten
Banjar.
Besaran tunjangan berbeda-beda. Untuk eselon ada perbedaan, untuk yang
struktural beda, untuk yang fungsional juga beda. Besarannya itu sesuai dengan
jabatannya. Kalau untuk guru golongan I dan II sama dan golongan III dan IV
sama. Tapi bedanya tipis-tipis aja. Karena baru pertama kali, akhirnya kita bikin
demikian, yang penting semuanya dapat dulu. Untuk Kalimantan Selatan kita
paling tinggi. Seluruh fungsional juga paling tinggi dan semua staf juga dapat.
Aspek yang perlu memperoleh perhatian adalah terdapatnya penghargaan
untuk aspek pengabdian, yaitu tentang jumlah masa kerja. Pengalaman kerja di
sistem penggajian PNS masih sepenuhnya belum dihargai sehingga selisih besaran
nominal gaji antara PNS yang sudah mengabdi selam 20 tahun dengan PNS yang
baru masuk dengan pangkat dan golongan yang sama maka selisih besaran
nominal gajinya tidak terlampau besar.
Pemberian tunjangan perumahan juga masih jauh dari harapan sejumlah
PNS, hal ini disebabkan pemotongan taperum untuk setiap PNS dilakukan dalam
setiap tahunnya sedangkan nilai besaran yang diterimanya juga hampir sama
133
antara diambil pada tahun masih aktif menjadi PNS dengan pengambilan taperum
pada saat pensiun. Secara logika seharusnya uang pemotongan taperum
merupakan tabungan yang dilakukan oleh masing-masin PNS terhadap implikasi
dari pemotongan gaji pada setiap bulannya. Sehingga dengan demikian semakin
besar PNS tidak mengambil dananya di Taperum maka besarannya tentunya
berbeda dengan PNS yang secara cepat mengambil dananya di Taperum.
Struktur gaji apakah sudah menghargai pengabdian, maksudnya masa
kerja, pendidikan dan lainnya, secara detailnya kita kurang memperhatikan
itu.kita biasanya kerja aja terima, Cuma kalau dimintai pendapat ya... seharusnya
ditinjau kembalilah. Saya pernah bekerja di swasta jadi saya merasa ada
perbedaan, untuk sistem penggajian begini, kepegawaian begini, akhirnya saya
sedikit memahami. Kita sudah terlanjur, jadi jalan saja terus. Karena pengalaman
di swasta itu lah , makanya saya jadi tahu, tapi yang jelas dengan pengalaman itu
akhirnya saya memahami, kok kenapa di swasta begini, di negeri begini. Jadi saya
pikir begini, karena ini merubah artinya untuk memperbaiki, kita memperbaiki
bukan hanya tertentu tapi secara nasional, contohnya untuk struktur gaji di
Jakarta harus berbeda dengan struktur gaji di Kalimantan, karena tingkat
kebutuhannya beda. Apalagi di Irian tingkat ekonominya tinggi, disana harga
semen aja sampai lima ratus ribu, orang gak bisa bikin rumah. Akhirnya saya
mikir gitu. Saya mengusulkan seandainya di struktur gaji kita seperti kayak
BUMN-BUMN bisa nggak, misalnya ada tunjangan perumahan, kalau ada kan
cukup membantu pegawai. Menurut saya kalau bisa bapertarum itu gak usah ada
aja. Sudah ngambilnya susah, ketika kita ngambil rumah juga oleh developer
suruh menambah lagi. Apalagi kalau kita gak ngambil sampai pensiun hanya
segitu aja. Kalau golongan IV dua juta, golongan III satu juta delapan ratus, masa
segitu aja, sudah 10 tahun kita kerja, lebih baik gak usah aja. Mungkin diganti
dengan tunjangan perumahan.
7) Kota Ambon
Pada dasarnya apa yang didiskusikan di Provinsi Maluku terkait dengan
komponen sistem penggajian sama dengan apa yang diharapkan oleh Kota
Ambon. Keempat komponen penggajian, yaitu masa kerja, tanggung jawab, beban
kerja dan kinerja harus diperhitungkan untuk bisa menyusun sistem penggajian
yang adil, layak dan proporsional artinya gaji yang diberikan kepada pegawai
benar-benar merupakan penghargaan atas kinerjanya.
Responden di Kota Ambon menambahkan satu komponen lagi dalam
sistem penggajian, yaitu terkait dengan biaya hidup yang berbeda-beda di
masing-masing daerah. Tingkat kemahalan atau indeks biaya hidup di masing-
masing daerah baik di Provinsi atau Kabupaten/Kota saat ini berbeda-beda, hal
ini ditunjukkan dengan adanya tingkat UMP (Upah Minimum Provinsi) dan
UMR (Upah Minimum Regional) yang berbeda. UMP/UMR digunakan sebagai
dasar untuk memberikan upah minimal bagi pegawai swasta. Besarannya
ditetapkan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) seorang pegawai
yang nilai besarannya ditetapkan berdasarkan pada hasil survei harga berbagai

134
kebutuhan yang meliputi makanan, minuman, sandang, papan, pendidikan,
kesehatan, transportasi, rekreasi dan tabungan. Hal ini ditegaskan dalam
Permennakertrans Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan
Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Dalam sistem penggajian PNS sebaiknya bisa mengakomodasi data tersebut
untuk bisa meningkatkan kesejahteraan pegawai. Sehingga pada total pendapatan
pegawai bisa berbeda-beda untuk daerah yang berbeda. Daerah-daerah bagian
Timur kemungkinan akan menerima total gaji yang lebih besar daripada daerah
yang ada di Jawa atau bagian Barat karena tingkat kemahalan di daerah bagian
Timur yang tinggi. Adanya pembedaan ini akan memberikan rasa keadilan bagi
PNS karena rasanya tidak fair kalau dengan besaran gaji yang sama, PNS di bagian
Timur harus memenuhi kebutuhan hidupnya yang lebih besar daripada PNS di
bagian Barat. Kondisi ini diyakini tidak akan menimbulkan kecemburuan apabila
bisa disosialisasikan dengan baik. Karena pada dasarnya sudah diaplikasikan,
misalnya di daerah Papua diberikan tunjangan khusus Papua. Tinggal bagaimana
kebijakan ini disosialisasikan ke daerah-daerah lain yang membutuhkan
tunjangan kemahalan.

Sistem Penggajian yang Baru


Dalam sistem penggajian PNS baru yang diharapkan adalah bagaimana
sistem tersebut mampu meningkatkan kesejahteraan pegawai dan meningkatkan
kinerjanya. Dalam hal ini perbaikannya bukan hanya pada sistemnya tetapi juga
meningkatkan besaran nominalnya. Sistemnya diarahkan untuk bisa menghargai
kinerja atau prestasi kerja pegawai, dan besarannya mampu menjamin
kesejahteraan pegawai. Dengan sistem penggajian yang baik diharapkan pegawai
mampu meningkatkan terus kinerjanya dan pada akhirnya meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat.
Dengan konsep sebagaimana dijelaskan didepan, diharapkan total gaji yang
diterima pegawai bisa menunjukkan hasil kinerjanya. Sehingga pegawai
termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya apabila gaji yang diterimanya lebih
sedikit daripada yang diterima pegawai lainnya. Disini dikembangkan konsep
persaingan yang sehat. Memang dalam hal ini perlu dukungan berbagai sarana,
seperti adanya uraian tugas yang jelas dan instrumen penilaian kinerja yang jelas.
Tanpa dukungan kedua hal tersebut memang agak sulit mengukur kinerja
pegawai, dan dampaknya apabila kedua hal itu tidak jelas maka gaji bisa
dibayarkan sama rata sama rasa (PGPS). Padahal kondisi inilah yang seharusnya
dihindari.
2. Analisis
Gambaran yang diberikan responden di berbagai daerah berkenaan dengan
variabel-variabel apa saja yang terkait atau perlu dipertimbangkan dalam
pengembangan sistem penggajian PNS terlihat sangat variatif dan kompleks.
Beberapa variabel sebenarnya sudah diakomodasi dalam sistem yang berlaku saat ini
meskipun tidak secara langsung. Sebagai contoh variabel tingkat pendidikan,
meskipun didalam sistem penggajian tidak diakomodasi tetapi sudah diperhitungkan
135
dalam penyusunan pangkat dan golongan. Karena dalam penyusunan pangkat dan
golongan pegawai sangat tergantung pada tingkat pendidikan pegawai yang
bersangkutan. Kecuali apabila sistem penyusunan pangkat dan golongan pegawai
sudah diubah maka variabel pendidikan bisa diakomodasi.
Setelah dilakukan analisis maka Tim mendeskripsikan variabel yang perlu
diperhitungkan secara khusus dalam sistem penggajian menurut responden adalah
sebagai berikut :
a. Masa Kerja
Responden menyatakan bahwa masa kerja masih perlu diperhitungkan dalam
sistem penggajian. Pertimbangannya adalah untuk menghargai masa pengabdian
pegawai kepada organisasi. Akan tetapi dalam hal ini perlu dipertegas bahwa nilai
nominal untuk variabel masa kerja ini tidak bisa besar karena tidak berkaitan
langsung dengan kemampuan atau prestasi kerja. Belum tentu seorang pegawai
yang sudah bekerja selama 20 tahun lebih bagus daripada pegawai yang baru
bekerja selama lima tahun. Karena hal ini terkait dengan bagaimana kompetensi
atau kemampuan pegawai dalam mengembangkan kemampuannya dalam
bekerja. Dalam perhitungan variabel masa kerja ini, konsep kenaikan gaji berlaku
sebagaimana yang berlaku saat ini masih bisa diadopsi, tentunya dengan
perhitungan nominal yang disesuaikan.
b. Tingkat Pendidikan
Sebagaimana dijelaskan didepan, variabel ini sebenarnya sudah diakomodasi
dalam penyusunan pangkat dan golongan. Akan tetapi dalam sistem penggajian
yang baru, sistem kepangkatan yang berlaku saat ini perlu diperbaiki. Saat ini
sistem kenaikan pangkat golongan pegawai berlaku reguler, otomatis setiap
empat tahun sekali PNS naik pangkat dan golongannya berdasarkan hasil
penilaian DP3. Padahal DP3 sebagai instrumen penilaian kinerja tidak mampu
menilai kinerja nyata pegawai secara baik sehingga hasilnya diragukan.
Melihat kenyataan tersebut maka sistem kepangkatan harus diperbaiki dengan
berdasarkan pada kompetensi nyata pegawai. Kompetensi nyata ini bisa dipotret
dengan melakukan fit and proper test. Hasilnya bisa dipergunakan untuk
keperluan promosi, mutasi atau demosi yang bertujuan menyesuaikan
kompetensi yang dimiliki pegawai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh
organisasi. Untuk itu, maka langkah pertama dalam sistem penggajian adalah
menghargai tingkat pendidikan. Hal inipun harus disesuaikan dengan tuntutan
jabatan atau kebutuhan organisasi. Artinya, tingkat pendidikan yang bisa
diakomodasi adalah yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, bukan hanya
tingkat atau jenjangnya tetapi juga jurusannya harus sesuai. Apabila tidak sesuai
maka tidak bisa diakomodasi dalam perhitungan gaji.
c. Jabatan
Sebagaimana dijelaskan didepan, dengan adanya fit and proper test maka akan
diperoleh pegawai yang tepat untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Masing-
masing jabatan perlu diberi harga jabatan yang sesuai dengan jenjang atau
hierarkinya. Dalam sistem penggajian saat ini kondisi ini diakomodasi dalam
136
bentuk pemberian tunjangan jabatan (baik jabatan struktural maupun
fungsional). Akan tetapi dalam praktiknya tunjangan jabatan ini terkesan terpisah
dari sistem penggajian dan besarannya sangat besar bahkan lebih besar daripada
gaji pokok pegawai. Kondisi ini berdampak pegawai termotivasi untuk mengejar
jabatan tersebut tetapi kurang memperhatikan pada peningkatan kinerja.
d. Tanggung Jawab dan Beban Kerja
Variabel ini sangat terkait dengan jabatan yang diemban oleh seorang pegawai.
Akan tetapi pada praktiknya masing-masing jabatan meskipun berada pada
jenjang atau hierarki jabatan yang sama tetapi mempunyai tanggung jawab dan
kewenangan yang berbeda. Perbedaan ini bisa dilihat antara pejabat yang
menjalankan fungsi teknis dan staf. Pejabat dengan tugas fungsi teknis terlihat
mempunyai tanggung jawab dan beban kerja yang lebih berat daripada pejabat
dengan tugas fungsi staf. Meskipun dalam praktiknya ada juga pejabat dengan
tugas staf yang tanggung jawab dan beban kerjanya berat. Kondisi menuntut
perlunya dilakukan evaluasi jabatan yang cermat untuk bisa memberikan bobot
jabatan yang tepat berdasarkan tanggung jawab dan beban kerjanya. Melihat
kondisi ini, maka Tim memandang perlu untuk mengakomodasi perbedaan ini
dalam sistem penggajian yang baru.
e. Prestasi Kerja
Variabel ini memegang peran yang sangat penting dalam sistem penggajian
pegawai. Hal ini sesuai dengan filosofi penggajian sebagai balas jasa yang
diberikan kepada pegawai atas kontribusi yang diberikan kepada organisasi.
Dalam mengakomodasi variabel kinerja ini perlu didukung dengan instrumen
penilaian kinerja yang mampu mengukur dan menilai kinerja pegawai nyata dan
mentransformasikannya kedalam nilai rupiah tertentu sesuai pencapaian
kinerjanya. Sehingga bisa membedakan antara pegawai yang berkinerja bagus
dengan pegawai yang biasa-biasa saja. Dengan diakomodasinya variabel kinerja
dalam sistem penggajian maka akan memotivasi pegawai untuk terus
meningkatkan kinerjanya karena terkait dengan peningkatan nominal gaji yang
diterimanya.
f. Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
Responden yang merekomendasikan variabel kebutuhan hidup layak (KHL) ini
mayoritas adalah responden yang berada di daerah atau wilayah yang biaya
hidupnya tinggi, misalnya di wilayah timur Indonesia. Karena kondisi
geografisnya yang memang susah dijangkau menjadikan biaya hidupnya menjadi
tinggi dan dengan gaji yang sama dengan pegawai yang ada di wilayah barat
Indonesia yang biaya hidupnya lebih murah maka gaji yang diterima tersebut
menjadi tidak fair. Dengan nominal yang sama, dipergunakan untuk membiayai
kebutuhan hidup yang lebih tinggi, otomatis tingkat kesejahteraannya menjadi
timpang. Kondidi ini secara praktik sudah diakomodasi dalam bentuk pemberian
tunjangan kemahalan ataupun dana otonomi khusus (di Papua) akan tetapi
kesannya terpisah dengan sistem penggajian yang ada. Selain itu, pemberiannya

137
tidak merata, dengan kata lain ada daerah-daerah lain yang membutuhkan tetapi
belum diakomodasi.
Dalam sistem penggajian pegawai yang baru, kondisi ini coba diakomodasi dalam
bentuk pemberian tunjangan KHL dengan mempertimbangkan UMP atau UMR
masing-masing daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Dengan
solusi ini diharapkan semua daerah bisa terjangkau dan keadilan/kesetaraan
dalam penggajian dapat diperoleh sehingga kesejahteraan PNS dapat diwujudkan
dalam arti gaji yang diterima mampu memenuhi kebutuhan hidup layak tanpa
melihat dimana pegawai berada.

138
Bab V
Pengembangan Sistem Penggajian PNS yang Baru
Data dan informasi yang diperoleh dari lapangan menunjukkan dukungan terhadap
perlunya perubahan sistem penggajian PNS di Indonesia. Banyak permasalahan yang
teridentifikasi selain juga memberikan berbagai masukan mengenai komponen atau variabel
yang terkait dengan sistem penggajian sebagaimana disajikan didepan. Dalam sub bab ini Tim
memberikan satu model sistem penggajian yang diharapkan sesuai dengan yang diharapkan
PNS dan mampu memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian, khususnya di Pasal 7 ayat (1) dimana disebutkan “Setiap Pegawai Negeri
berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung
jawabnya”, serta di ayat (2) dimana disebutkan “Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri
harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya”. Ketentuan yang ada
di Pasal 7 tersebut menegaskan bahwa sistem penggajian yang disusun harus sesuai beban
pekerjaan dan tanggung jawab pegawai dan gaji yang diberikan tersebut harus mampu
memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya. Selain itu dalam Penjelasan Undang-
Undang Nomor 43 tahun 1999 juga dijelaskan mengenai pengertian “Gaji adalah sebagai balas
jasa dan penghargaan atas prestasi kerja Pegawai Negeri yang bersangkutan”. Ketentuan ini
menegaskan bahwa gaji diberikan karena pegawai mempunyai kinerja, berprestasi atau
mampu melaksanakan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya dengan baik. Ketentuan-
ketentuan itulah yang harus bisa dijabarkan kedalam sistem penggajian PNS yang disusun.
Amanah pertama menunjukkan perlunya sistem penggajian yang didasarkan pada
beban kerja dan tanggung jawab. Kondisi ini bisa diwujudkan dengan menyusun job grading,
yaitu memberikan harga, nilai atau bobot bagi jabatan-jabatan yang ada didalam struktur
kepegawaian PNS. Amanah kedua perlunya menghargai kemampuan atau kompetensi yang
berbeda-beda dari pegawai. Meskipun memangku jabatan yang sama tetapi dengan
kemampuan yang berbeda sudah seharusnya diberi penghargaan yang berbeda pula. Amanah
ketiga terkait dengan penetapan nominal atau besaran gaji yang mampu memacu
produktivitas dan menjamin kesejahteraannya. Dengan kata lain, jumlah nominal gaji yang
diterima bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup pegawai dan keluarganya. Amanah keempat
terkait dengan perlunya diperhitungkan prestasi kerja pegawai dalam penentuan gaji
pegawai. Kondisi ini untuk menghargai pegawai-pegawai yang mampu bekerja bagus dan
membedakannya dengan pegawai-pegawai yang biasa saja. Untuk bisa menerapkan
ketentuan ini perlu didukung dengan instrumen penilaian kinerja yang mampu mengukur
dan menilai kinerja nyata pegawai.
Dalam rangka melaksanakan keempat amanah tersebut dalam sistem penggajian PNS
baru ini Tim mengembangkan sistem penggajian dengan empat (4) pendekatan, yaitu (1)
berdasarkan jabatan (pay for position), (2) berdasarkan kompetensi pegawai (pay for person),
(3) berdasarkan kinerja (pay for performance) dan (4) berdasarkan kebutuhan hidup (pay for
living cost). Berikut ini dijelaskan mengenai keempat pendekatan tersebut dalam penyusunan
sistem penggajian PNS di Indonesia.

139
A. Sistem Penggajian Berdasarkan Jabatan (pay for position)
Pay for position ini merupakan penggajian yang diberikan kepada pegawai yang
menduduki jabatan-jabatan tertentu yang ada dalam suatu struktur organisasi. Dalam hal
ini gaji melekat pada jabatan-jabatan tersebut, dengan kata lain bisa disebutkan bahwa
pay for position ini merupakan harga jabatan (job pricing). Semua pegawai yang menjabat
jabatan tersebut berhak memperoleh gaji sesuai dengan harga jabatannya. Tidak lagi
memandang pada tingkat pendidikan, pangkat golongan, masa kerja dan sebagainya.
Selama si pegawai lolos fit and proper test, dalam arti kompetensi yang dimiliki sesuai
dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk jabatan tersebut maka dia berhak
memperoleh gaji sesuai harga jabatannya. Variabel yang direkomendasikan responden
seperti tingkat pendidikan, pangkat golongan, masa kerja akan diperhitungkan dalam
proses fit and proper test-nya bukan pada saat penentuan bobot jabatannya.
Pertimbangannya adalah variabel-variabel tersebut melekat pada individu pegawai
sementara yang dimaksud dengan pay for position adalah yang terkait dengan jabatan
dalam organisasi.
Dalam pengembangan sistem penggajian berdasarkan jabatan atau pay for position
ini faktor utamanya adalah menyusun job grading atau jenjang jabatan dan job pricing
atau harga jabatan. Untuk bisa melakukan job grading dan job pricing perlu dilakukan
dua kegiatan, yaitu job analysis dan job evaluation. Job analysis atau analisa jabatan
adalah suatu proses atau kegiatan untuk menghasilkan informasi jabatan yang meliputi :
nama jabatan, ringkasan tugas, hasil kerja, bahan kerja, perangkat kerja, rincian tugas,
kondisi tempat kerja, upaya fisik, resiko kerja dan syarat jabatan. Sementara job
evaluation atau evaluasi jabatan adalah suatu proses atau kegiatan untuk memberikan
nilai atau bobot pada masing-masing jabatan tersebut (job pricing).
a. Analisis Jabatan
Sebagaimana dijelaskan didepan, hasil dari proses atau kegiatan job analysis
atau analisa jabatan adalah informasi jabatan. Untuk bisa menghasilkan informasi
jabatan yang baik dalam arti sesuai dengan kebutuhan organisasi maka harus
ditetapkan dahulu tujuan dilakukannya job analysis tersebut. Apakah untuk
kebutuhan promosi jabatan, kebutuhan mutasi, kebutuhan pengembangan
kemampuan pegawai, kebutuhan penyusunan gaji atau lainnya. Karena apabila tidak
ditegaskan diawal maka informasi yang dihasilkan dalam proses job analysis bisa
meluas. Dengan diperjelasnya tujuan dari pelaksanaan job analysis maka hanya
informasi jabatan yang relevan dengan tujuan saja yang akan dianalisa. Secara
terperinci langkah-langkah dalam melakukan analisa jabatan sudah disajikan di Bab
II. Secara umum ada lima (5) langkah utama yang perlu dilakukan, yaitu : (1)
persiapan, (2) pengumpulan data lapangan, (3) pengolahan data, (4) verifikasi jabatan
dan (5) pembetulan.
Untuk bisa memperoleh data dan informasi yang baik dalam arti bisa
dimanfaatkan untuk melakukan analisa jabatan maka bisa dipergunakan beberapa
metode pengumpulan data. Misalnya : metode observasi dan interview, metode
dengan daftar pertanyaan atau kuesioner, metode studi referensi atau metode
kombinasi. Masing-masing metode tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan,

140
tinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan. Dalam Lampiran laporan ini
disajikan contoh kuesioner yang bisa dipergunakan untuk memperoleh data dan
informasi yang diperlukan dalam melakukan analisa jabatan.
Dengan melaksanakan kelima langkah dalam proses analisa jabatan tersebut
diharapkan akan diperoleh informasi jabatan yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk
masing-masing jabatan akan diperoleh data dan informasi yang mencakup : nama
jabatan, ringkasan tugas, hasil kerja, bahan kerja, perangkat kerja, rincian tugas,
kondisi tempat kerja, upaya fisik, resiko kerja dan syarat jabatan. Setelah masing-
masing jabatan tersebut dianalisis maka semua informasi yang menyangkut semua
jabatan yang ada dalam organisasi tersebut perlu disajikan secara informatif kepada
pengguna. Informasi tersebut disajikan dalam bentuk berikut ini : (1) Uraian Jabatan
(cakupan informasi jabatan atas jabatan yang tercantum dalam daftar jabatan), (2)
Peta Jabatan (bentangan seluruh jabatan baik jabatan struktural maupun jabatan
fungsional dalam satu unit organisasi), (3) Daftar Jabatan (daftar atas rumusan jabatan
yang dihasilkan dari proses analisis jabatan. Daftar jabatan disusun menurut : unit
kerja (tanpa mempertimbangkan jenisnya), atau jenis jabatan (misalnya jabatan
struktural dan fungsional)), (4) Spesifikasi Jabatan (informasi jabatan yang disajikan
dalam program atau tujuan tertentu, misalnya untuk keperluan pelatihan, promosi
dan sebagainya), (5) Golongan Jabatan (untuk memudahkan dalam pemahaman dan
pengalaman serta penggunaannya dalam tujuan tertentu, maka informasi jabatan
perlu dikelompokkan menurut kriteria tertentu, misalnya : bidang kerja, sifat jabatan,
nilai jabatan, eselon, pangkat atau lainnya).
Selain informasi sebagaimana dijelaskan didepan proses analisis jabatan juga
bisa menghasilkan berbagai data/informasi lainnya, misalnya : data pemegang jabatan
(meliputi identitas pegawai, kualifikasi yang dimiliki, rincian tugas dan pengalaman
kerjanya), informasi praktik kepegawaian, indikasi adanya kelebihan atau
kekurangan pegawai dalam jabatan tertentu, kondisi kualifikasi pegawai yang
dikaitkan dengan syarat jabatan tertentu.
b. Evaluasi Jabatan
Setelah semua jabatan terdeskripsikan dan terpetakan maka langkah
selanjutnya adalah melakukan job evaluation atau evaluasi jabatan, yaitu proses
memberikan bobot atau nilai pada masing-masing jabatan tersebut (job pricing) dan
mengurutkannya dalam suatu susunan atau hierarki dari jabatan tertinggi sampai
terendah (job grading). Dalam hal ini sebagaimana dijelaskan di Bab 2 ada tiga (3)
pendekatan yang bisa dipergunakan. Kesimpulan yang diperoleh dari berbagai
metode tersebut adalah bahwa, point factor method atau disebut juga dengan nama
Hay guide chart-profile method paling jamak digunakan karena berbagai
kelebihannya.
Data dan informasi yang diperoleh dari proses analisa jabatan sebagaimana
dijelaskan didepan dapat dipergunakan dalam proses evaluasi jabatan. Data dan
informasi tersebut masih terpisah-pisah untuk masing-masing jabatan yang ada dalam
suatu organisasi, belum dikaitkan satu dengan lainnya. Maka dalam proses evaluasi
jabatan ini mulai dilakukan evaluasi untuk menemukan keterkaitan dan hubungan

141
masing-masing jabatan tersebut. Dengan menggunakan point factor method atau Hay
guide chart-profile method dipergunakan tiga (3) faktor, yaitu : pengetahuan (know
how), pemecahan masalah (problem solving) dan hasil kerja (accountability).
Masing-masing jabatan dievaluasi dari faktor know-how, yaitu keseluruhan
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kepuasan kerja
yang terkait dengan jabatan dimaksud. Know-how ini terdiri dari tiga dimensi, yaitu :
kemampuan teknik, kemampuan manajerial dan kemampuan hubungan antar
manusia. Selanjutnya dievaluasi dengan faktor kedua, yaitu problem solving, yaitu
tingkatan kemampuan berpikir dalam melakukan analisis, evaluasi, menciptakan,
menjawab dan membuat kesimpulan. Problem solving terdiri dari dua dimensi, yaitu
: lingkungan berpikir dimana masalah akan dipecahkan dan tantangan berpikir yang
ditunjukkan dari masalah yang dihadapi. Dan terakhir dengan faktor accountability,
yaitu tanggung jawab dari tindakan yang dilakukan dan konsekuensi yang timbul.
Accountability terdiri dari tiga dimensi, yaitu kebebasan untuk bertindak, dampak
dari tindakan dan dampak tindakan terhadap keuangan.
Dari hasil evaluasi ini diharapkan masing-masing jabatan bisa diketahui nilai
atau bobotnya dibandingkan dengan yang lain. Nilai atau bobot dari masing-masing
jabatan sangat terkait dengan kontribusinya pada pencapaian tujuan organisasi.
Disinilah seringkali terjadi ketidaksetujuan dari para pejabat yang merasa jabatannya
dinilai lebih rendah daripada jabatan lainnya. Inilah yang menjadi kelemahan dari
point factor method atau Hay guide chart-profile method. Sehingga kesepakatan
bersama atas hasil evaluasi sangat diperlukan. Setelah diperoleh kesepakatan maka
langkah selanjutnya adalah memberikan harga (rupiah) pada masing-masing jabatan
(job pricing). Apabila dalam suatu oragnisasi ada seratus jabatan yang berbeda maka
akan diperoleh harga jabatan sejumlah seratus. Dalam pemberian nilai atau harga ini
tentu saja tidak bisa sembarangan tetapi harus melihat pada beberapa ketentuan.
Misalnya dikaitkan dengan kemampuan keuangan organisasi, melakukan survey gaji
atau dengan melihat harga jabatan yang sama di luar (dengan melakukan benchmark
dengan organisasi sejenis) dan sebagainya.
Langkah berikutnya dalam evaluasi jabatan adalah melakukan pengelompokan
berbagai jabatan yang sudah diberi harga tersebut dalam suatu susunan (pay grade).
Langkah ini sebenarnya untuk lebih menyederhanakan sistem penggajian yang sudah
disusun berdasarkan nilai jabatan (job pricing) didepan. Masing-masing jabatan
dipetakan dalam sebuah Scatter Diagram sebagaimana dijelaskan di Bab 2. Dari data
Scatter Diagram tersebut bisa dipetakan pay grades dan juga pay ranges untuk
masing-masing grades. Dalam menyusun pay grades kembali diperlukan kesepakatan
bersama, berapa grade jabatan yang diperlukan dalam organisasi tersebut. Sementara
pay ranges secara otomatis terpetakan dari nilai minimum dan nilai maksimum gaji
dari jabatan yang ada dalam satu grades.

B. Sistem penggajian berdasarkan kompetensi pegawai (pay for person)


Pay for person pada dasarnya untuk menghargai adanya perbedaan kemampuan
atau kompetensi yang dimiliki pegawai meskipun mereka memangku jabatan yang sama
(berada dalam satu grades). Pay for person bisa disebut sebagai skill-based pay atau sering
142
juga disebut competency-based pay, yaitu penggajian yang didasarkan pada penguasaan
keahlian dan pengetahuan serta kemampuan yang ditunjukkan pegawai yang terkait
dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Dalam mengembangkan sistem penggajian dengan dasar pay for person ini bukan
hanya menyangkut keterampilan, pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki pegawai
tetapi harus memperhatikan nilai, perilaku dan budaya yang berlaku di dalam organisasi.
Kondisi ini menuntut perlunya disusun competency directory yang memuat berbagai
macam kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pegawai dengan jabatan tertentu.
Dari hasil analisa jabatan dapat dikembangkan analisisnya sehingga bisa diperoleh data
mengenai berbagai kompetensi yang dibutuhkan untuk masing-masing jabatan yang ada
di organisasi. Secara umum deskripsi kompetensi tersebut dapat dibagi dalam dua (2)
jenis, yaitu behaviour competencies dan technical competencies. Behaviour competencies
adalah kompetensi yang dibutuhkan organisasi terkait dengan sikap, perilaku, nilai-nilai
dan budaya yang berlaku sementara technical competencies adalah pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan tugas.
Untuk melakukan penggajian berdasarkan kompetensi ini disusun competency
directory yang memuat indikator behaviour competencies dan technical competencies.
Dalam menyusun competency directory sangat tergantung pada kebutuhan dan tujuan
organisasi. Sebagai contoh, berikut ini disajikan beberapa direktori kompetensi perilaku
yang dikembangkan di KPK, yaitu : integritas, inisiatif, percaya diri, membina hubungan,
pengertian antar pribadi, komunikasi, membangun kemitraan, orientasi pelayanan
pelanggan, pengendalian diri, dorongan berprestasi, pemikiran analitis, pemikiran
konseptual, kerjasama, perencanaan dan pengorganisasian, orientasi strategis, delegasi
dan sebagainya. Sementara contoh direktori kompetensi teknis misalnya adalah sebagai
berikut : basic investigator, advanced investigator, general audit, audit investigative,
forensic computer, accounting forensic, E-procurement, asset tracing, human resources
management, quality management, building management, safety and security
management, treasury, speed and accuracy, work efficiency, negotiation, coaching,
counselling, delegating responsibility, meeting facilition, publication, promotion dan lain
sebagainya.
Setelah semua kompetensi yang dibutuhkan terpetakan, langkah selanjutnya
adalah menyusun job requirement berdasarkan job description hasil dari proses analisa
jabatan. Masing-masing jabatan mempunyai job requirement yang berbeda-beda
tergantung kebutuhannya. Setelah tersusun, langkah selanjutnya adalah menyusun
proficiency level untuk setiap kompetensi di masing-masing jabatan tersebut. Dalam
menyusun leveling ini kembali dilakukan kesepakatan bersama apakah akan disusun
menjadi tiga, lima atau sesuai kebutuhan organisasi. Dalam menyusun leveling ini bisa
langsung dibantu dengan data dan informasi yang tersaji dalam Scatter Diagram
sebagaimana dijelaskan didepan. Harga jabatan minimum menggambarkan bahwa
kompetensi yang dimiliki seorang pegawai adalah kompetensi minimum yang
dibutuhkan dalam jabatan tersebut, sementara harga jabatan maksimum menggambarkan
kompetensi maksimum.

143
C. Sistem penggajian berdasarkan kinerja (pay for performance)
Pay for performance pada dasarnya untuk menghargai kinerja pegawai dan
memotivasi pegawai untuk bekerja lebih bagus atau dengan kata lain untuk
meningkatkan produktivitas. Selain itu pay for performance bisa digunakan untuk
membedakan pegawai yang berkinerja bagus dengan pegawai yang berkinerja kurang
bagus. Sesuai dengan namanya “pay for performance” maka sistem penggajian ini
didasarkan pada kinerja pegawai, yaitu melalui hasil penilaian kinerja. Sebagaimana
dijelaskan di Bab 2, pay for performance sering juga disebut dengan merit pay, yaitu
pembayaran yang diberikan kepada pegawai berdasarkan level pencapaian kinerjanya.
Dalam hal ini bisa disusun beberapa level gaji yang menunjukkan tingkat pencapaian
kinerja pegawai. Level tertinggi dengan nominal gaji terbesar menunjukkan pencapaian
kinerja yang terbaik, dan selanjutnya sampai level terendah dengan nominal gaji terkecil
menunjukkan pencapaian kinerja yang terburuk.
Dalam sistem penggajian berdasarkan kinerja ini membutuhkan dukungan
instrumen penilaian kinerja yang bagus yang mampu mengukur dan menilai kinerja
pegawai secara tepat. Untuk bisa menghasilkan hasil penilaian kinerja yang baik perlu
didukung dengan adanya uraian pekerjaan (job description) yang jelas dari jabatan yang
dipangku seorang pegawai. Selain itu juga perlu didukung dengan adanya kontrak kinerja
yang merupakan kesepakatan atas pelaksanaan job description tersebut, sehingga pegawai
bisa melaksanakan dengan baik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan dukungan
sarana prasarana yang memadai. Instrumen penilaian kinerja dapat dicermati dalam
Lampiran laporan ini.
Terkait dengan siklus pelaksanaan pekerjaan atau kontrak kinerja yang biasanya
dalam ukuran tahunan, maka pay for performance ini diberikan setahun sekali. Akan
tetapi proses penilaian kinerjanya tetap dilaksanakan dalam bentuk bulanan atau
mingguan dan didukung dengan catatan rutin harian (berupa worksheet atau timesheet).
Setiap pegawai diwajibkan mencatat dan mengisi catatan rutin yang menunjukkan
kinerjanya dan harus diperiksa dan disahkan oleh atasan langsungnya. Catatan rutin ini
akan menjadi dasar dalam penilaian kinerja bulanan yang selanjutnya dikompilasi
menjadi laporan kinerja tahunan. Laporan ini selanjutnya akan dinominalkan sesuai
dengan level gajinya. Dan pada akhir tahun pegawai akan mendapat tambahan gaji
berupa “bonus” yang merupakan hasil penilaian kinerja mereka. Dengan kata lain,
penilaian kinerja berlangsung sepanjang tahun dan pada akhir tahun pegawai akan
menerima hasil penilaian kinerjanya dan bonus sebagai imbalan atas kinerjanya sesuai
level yang telah disepakati.
Pada praktiknya memang masih ada perdebatan dalam pemberian gaji berdasarkan
kinerja ini. Apakah pay for performance ini benar-benar mampu meningkatkan kinerja
dalam jangka panjang atau pegawai sekedar termotivasi untuk memperoleh bonus
tersebut. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan supaya pay for performance dapat
berhasil, antara lain :
1. Output (hasil kinerja) dari pegawai ada nilainya (dihargai dalam bentuk uang);
2. Nilai output tersebut dibedakan dari bentuk reward lainnya;
3. Kinerja harus benar-benar terukur, artinya ada instrumen penilaian kinerja yang
bagus;
144
4. Pegawai harus mampu mengontrol output kinerjanya;
5. Pegawai harus mampu meningkatkan jumlah outputnya;
6. Pegawai harus yakin mampu meningkatkan kemampuan yang dimilikinya;
7. Pegawai harus yakin bahwa dengan meningkatnya output kinerjanya maka akan
berdampak pada meningkatnya bonus;
8. Jumlah bonus tersebut harus mampu meningkatkan motivasi untuk bekerja lebih
bagus;
9. Pengukuran kinerja harus terkait dengan upaya pencapaian tujuan organisasi baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Dengan memperhatikan berbagai hal tersebut maka pay for performance akan bisa
memberikan hasil yang maksimal, yaitu meningkatkan kinerja dan dapat memotivasi
pegawai untuk bekerja lebih baik. Selain itu yang perlu diperhatikan adalah bahwa pay
for performance ini dengan menggunakan dimensi individu bukan kelompok. Sehingga
keberhasilan pelaksanaan pekerjaan atau tugas dari suatu unit organisasi merupakan
keberhasilan pelaksanaan tugas para individu/pegawai yang terlibat didalamnya.
Instrumen penilaian kinerja harus mampu membedakan kontribusi masing-masing
pegawai sehingga akan terlihat mana yang berkontribusi besar dan mana yang
berkontribusi sedikit. Sehingga bonus yang diterima sebagai imbalan atau reward atas
kinerjanya juga akan berbeda.

D. Sistem penggajian berdasarkan kebutuhan hidup (pay for living cost)


Pay for living cost diberikan untuk membantu pegawai dalam mengatasi beban
biaya hidup yang berbeda-beda di masing-masing daerah dikarenakan berbagai hal,
misalnya kondisi geografis, tingkat ekonomi daerah, tingkat pendapatan asli daerah atau
kekayaan daerah dan lain sebagainya. Pay for living cost dalam praktiknya sering disebut
juga dengan tunjangan kemahalan. Pada sistem penggajian yang berlaku saat ini ada
beberapa daerah yang sudah menerima tunjangan kemahalan ini dengan berbagai istilah,
misalnya di Provinsi Papua yang menerima dalam bentuk dana Otonomi Khusus (Otsus).
Akan tetapi pada kenyataannya banyak daerah-daerah lain yang juga membutuhkan
tunjangan kemahalan tersebut tetapi belum menerima. Kondisi ini dirasakan kurang adil
bagi pencapaian tujuan peningkatan kesejahteraan PNS sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999.
Mencermati kondisi tersebut maka Tim memasukkan pay for living cost ini dalam
sistem penggajian PNS baru. Standar yang dipergunakan adalah standar kebutuhan hidup
layak (KHL) yang berlaku dimasing-masing daerah, dan/atau tingkat upah minimum
provinsi (UMP) atau tingkat upah minimum regional (UMR) yang berlaku dimasing-
masing daerah. Dalam Tabel dibawah ini disajikan indeks KHL dan UMP di Provinsi
seluruh Indonesia tahun 2007-2008. Konsekuensinya adalah masing-masing daerah
mempunyai standar pay for living cost yang berbeda-beda tergantung perhitungan KHL-
nya. Bagi daerah-daerah yang beban biaya hidupnya tinggi tentu mempunyai standar
yang lebih tinggi daripada daerah yang beban biaya hidupnya rendah. Dengan
dimasukkannya komponen ini maka tingkat kesejahteraan pegawai dapat disetarakan
karena besaran nominal pemasukan gaji bisa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

145
dimanapun dia berada. Dengan sistem penggajian ini maka konsep keadilan dapat
dirasakan oleh semua pegawai.
Tabel 5.1
Kebutuhan Hidup Layak dan Upah Minimum Provinsi
selama Sebulan menurut Provinsi Tahun 2007-2008

Provinsi KHL 2007 UMP 2007 KHL 2008 UMP 2008


1. Nanggroe Aceh 920.000 850.000 1.200.000 1.000.000
Darussalam
2. Sumatera Utara 714.337 761.000 783.000 822.205
3. Sumatera Barat 760.000 725.000 871.000 800.000
4. Riau 774.122 710.000 815.665 800.000
5. Jambi 693.000 658.000 734.169 724.000
6. Sumatera Selatan 753.000 662.000 1.100.000 743.000
7. Bengkulu 644.000 614.800 714.750 688.328
8. Lampung 554.521 555.000 650.000 617.000
9. Bangka Belitung 830.000 720.000 978.720 813.000
10. Kepulauan Riau 943.254 805.000 923.050 833.000
11. DKI Jakarta 991.988 900.560 1.055.276 972.605
12. Jawa Barat 607.425 516.840 614.275 568.193
13. Jawa Tengah 586.220 500.000 612.223 547.000
14. D.I. Yogyakarta 656.976 500.000 687.132 586.000
15. Jawa Timur 458.755 448.500 544.157 500.000
16. Banten 764.214 746.500 851.500 837.000
17. Bali 704.000 622.000 711.099 682.650
18. Nusa Tenggara Barat 643.557 645.000 727.682 730.000
19. Nusa Tenggara Timur 735.000 600.000 782.466 650.000
20. Kalimantan Barat 721.564 560.000 776.928 645.000
21. Kalimantan Tengah 753.098 665.973 825.000 765.868
22. Kalimantan Selatan 768.000 745.000 790.000 825.000
23. Kalimantan Timur 882.797 766.500 935.440 815.000
24. Sulawesi Utara 705.000 750.000 802.035 845.000
25. Sulawesi Tengah 635.000 615.000 733.000 670.000
26. Sulawesi Selatan 677.333 673.200 754.884 740.520
27. Sulawesi Tenggara 653.250 640.000 640.000 700.000
28. Sulawesi Barat 599.080 560.000 850.000 760.500
29. Gorontalo 886.493 691.464 798.852 600.000
30. Maluku 1.091.195 635.000 1.182.556 700.000
31. Maluku Utara 1.475.035 660.000 1.090.127 700.000
32. Papua Barat 941.000 987.000 1.638.746 1.105.500
33. Papua 941.000 987.000 1.638.746 1.105.500
Rata-rata Indonesia 766.350 672.480 849.179 743.174
Sumber : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa sistem penggajian PNS dapat
memenuhi amanah Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 apabila
mengimplementasikan keempat komponen sistem penggajian tersebut. Pay for position,
pay for person, pay for performance dan pay for living cost menjadi satu kesatuan yang

146
tidak bisa dipisahkan. Pay for position untuk menghargai jabatan, tanggung jawab dan
beban kerja pegawai, pay for person untuk menghargai kompetensi yang dimiliki
pegawai, pay for performance untuk menghargai prestasi kerja pegawai dan pay for living
cost untuk menghargai adanya perbedaan beban biaya hidup. Konsep sistem penggajian
PNS baru tersebut dapat disusun dalam satu formula matematis sebagai berikut :
Gaji = P.Pos + P.Pers + P.LC + P.Perf
Dimana :
P.Pos = pay for position
P.Pers = pay for person
P.LC = pay for living cost
P.Perf = pay for performance
Pay for position, pay for person dan pay for living cost cenderung sama besarannya
setiap bulan selama tidak ada perubahan jabatan, tanggung jawab dan beban kerja
pegawai, tidak ada perubahan kompetensi pegawai dan tidak ada perubahan tingkat
beban biaya hidup di daerah dimana pegawai tinggal. Sementara untuk pay for
performance yang diberikan pada akhir tahun sebagai hasil penilaian kinerja cenderung
bisa berubah-ubah tergantung pada hasil penilaian kinerja pegawai. Ilustrasinya dapat
dicermati dalam gambar berikut ini.

147
Gambar 5.1
Take Home Pay Pegawai dalam
Sistem Penggajian PNS yang Baru
Jumlah Gaji
(Rp)

Total Take Home Pay


Pay for Performance
A
B

Pay for Living Cost

Pay for Person

Pay for Position

O Jenis Penggajian

Sumber : Pengembangan Tim

Dengan sistem penggajian PNS yang baru ini diharapkan amanat Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, khususnya di Pasal 7 ayat (1)
“Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban
pekerjaan dan tanggung jawabnya”, serta di ayat (2) “Gaji yang diterima oleh Pegawai
Negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya” bisa
diwujudkan dengan baik. Pegawai akan termotivasi untuk bekerja lebih giat dan tingkat
kesejahteraannya meningkat dengan baik.
Selain gaji yang didasarkan pada empat (4) prinsip tersebut, PNS berhak atas
tunjangan transportasi. Yaitu tunjangan yang diberikan untuk membantu biaya pegawai
menuju ke tempat tugas. Pemberian tunjangan transportasi dikaitkan dengan tingkat
kedisiplinan pegawai untuk masuk kerja. Untuk pelaksanaannya perlu didukung dengan
sistem absensi yang mampu menghitung tingkat kehadiran pegawai sampai tingkat
menit/jam. Karena perhitungan keterlambatan atau ketidak hadiran pegawai tersebut
akan diakumulasi dan digunakan untuk mengurangi tunjangan transportasi yang diterima
selama satu bulan.

E. Perhitungan Pensiun dalam Sistem Penggajian PNS


1. Pendahuluan
Pembahasan mengenai sistem penggajian tidak bisa dipisahkan dengan sistem
pensiun. Pengembangan sistem pensiun sebenarnya terkait dengan upaya pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan PNS baik selama bertugas maupun setelah purna
tugas. Konteks kesejahteraan menurut Achmad Subianto (2003) - Direktur Utama PT
TASPEN - bisa dilihat dalam dua (2) aspek, yaitu : kesejahteraan semasa masih
menjalankan tugas dan kesejahteraan setelah purna tugas. Kesejahteraan semasa
masih menjalankan tugas dilakukan dengan memberikan gaji, sementara

148
kesejahteraan setelah purna tugas dilakukan dengan memberikan pensiun dan
tunjangan hari tua (THT).
Pemberian pensiun dan THT untuk kesejahteraan PNS setelah purna tugas ini
sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, khususnya Pasal 32 yang menyebutkan :
(1) Untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha kesejahteraan
Pegawai Negeri Sipil.
(2) Usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi program
pensiun dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan, tabungan perumahan dan
asuransi pendidikan bagi putra-putri Pegawai Negeri Sipil.
(3) Untuk penyelenggaraan usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), Pegawai Negeri Sipil wajib membayar iuran setiap bulan dari penghasilannya.
(4) Untuk penyelenggaraan program pensiun dan penyelenggaraan asuransi
kesehatan, Pemerintah menanggung subsidi dan iuran.
(5) Besarnya subsidi dan iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
(6) Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia, keluarganya berhak memperoleh
bantuan.
Pengaturan mengenai pensiun PNS secara khusus diatur dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda.
Pensiun sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 diberikan sebagai jaminan hari tua dan
sebagai penghargaan atas jasa-jasa pegawai negeri selama bertahun-tahun bekerja
dalam dinas Pemerintah.
Tidak semua PNS berhak atas dana pensiun, ada persyaratan yang harus
dipenuhi untuk bisa memperoleh hak pensiun. PNS yang berhak memperoleh hak
pensiun adalah :
(1) Pegawai yang diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri berhak
menerima pensiun pegawai, jikalau ia pada saat pemberhentiannya sebagai
pegawai negeri :
a. Telah mencapai usia sekurang-kurangnya lima puluh (50) tahun dan
mempunyai masa kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya dua puluh (20)
tahun,
b. Oleh badan/pejabat yang ditunjuk oleh Departemen Kesehatan berdasarkan
peraturan tentang pengujian kesehatan pegawai negeri, dinyatakan tidak
dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga karena keadaan jasmani atau
rohani yang disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban
jabatannya atau,
c. Mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya empat (4) tahun dan oleh
badan/pejabat yang ditunjuk oleh Departemen Kesehatan berdasarkan
peraturan tentang pengujian kesehatan pegawai negeri, dinyatakan tidak
dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga karena keadaan jasmani atau
rohani, yang tidak disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban
jabatannya.

149
(2) Pegawai negeri yang diberhentikan atau dibebaskan dari pekerjaannya karena
penghapusan jabatan, perubahan dalam susunan pegawai, penertiban aparatur
negara atau karena alasan-alasan dinas lainnya dan kemudian tidak dipekerjakan
kembali sebagai pegawai negeri, berhak menerima pensiun pegawai apabila ia
diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri dan pada saat
pemberhentiannya sebagai pegawai negeri itu telah berusia sekurang-kurangnya
lima puluh (50) tahun dan memiliki masa kerja untuk pensiun sekurang-
kurangnya sepuluh (10) tahun.
(3) Pegawai Negeri yang setelah menjalankan suatu tugas Negara tidak dipekerjakan
kembali sebagai pegawai negeri, berhak menerima pensiun pegawai apabila ia
diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri dan pada saat
pemberhentiannya sebagai pegawai negeri ia telah mencapai usia sekurang-
kurangnya lima puluh (50) tahun dan memiliki masa kerja untuk pensiun
sekurang-kurangnya sepuluh (10) tahun.
(4) Apabila pegawai negeri yang dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) pasal ini pada
saat ia diberhentikan sebagai pegawai negeri telah memiliki masa kerja untuk
pensiun sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun akan tetapi pada saat itu belum
mencapai usia 50 (lima puluh) tahun, maka pemberian pensiun kepadanya
ditetapkan pada saat ia mencapai usia 50 (lima puluh) tahun.
Dari Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum, pegawai yang
berhak memperoleh pensiun adalah PNS yang : telah mencapai usia sekurang-
kurangnya lima puluh (50) tahun, memiliki masa kerja untuk pensiun sekurang-
kurangnya dua puluh (20) tahun dan telah diberhentikan dengan hormat sebagai
pegawai negeri. Paling tidak ketiga syarat tersebut harus dipenuhi oleh PNS yang
mengajukan pensiun. Mengenai besarnya uang pensiun diatur dalam Pasal 11 sebagai
berikut :
(1) Besarnya pensiun pegawai sebulan adalah 2,5% (dua setengah persen) dari dasar
pensiun untuk tiap-tiap tahun masa kerja, dengan ketentuan bahwa :
a. pensiun pegawai sebulan adalah sebanyak-banyaknya 75% (tujuh puluh lima
persen) dan sekurang-kurangnya 40% (empat puluh persen) dari dasar
pensiun;
b. pensiun pegawai sebulan dalam hal termaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf b
Undang-undang ini adalah sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari dasar
pensiun;
c. pensiun pegawai sebulan tidak boleh kurang dari gaji pokok terendah
menurut Peraturan Pemerintah tentang gaji dan pangkat yang berlaku bagi
pegawai negeri yang bersangkutan.
(2) Pensiun pegawai tersebut pada ayat (1) huruf b pasal ini dipertinggi dengan suatu
jumlah tertentu dalam hal pegawai negeri yang bersangkutan dinyatakan tidak
dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga karena cacad jasmani dan/atau
rohani yang terjadi didalam dan/atau oleh karena ia menjalankan kewajiban
jabatannya. Ketentuan-ketentuan tentang pemberian tambahan atas pensiun
pegawai ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.

150
Selanjutnya secara teknis pengaturan mengenai pensiun diatur dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri
Sipil. Sementara mengenai lembaga yang mengurusi pensiun dan THT diatur dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan
Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri menjadi Perusahaan Perseroan
(Persero).
2. Kesejahteraan Purna Tugas Pegawai Negeri Sipil
Sebagaimana kita ketahui dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian khususnya di Pasal 2 disebutkan bahwa Pegawai
Negeri terdiri dari tiga, yaitu Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional
Indonesia (TNI) dan anggota Polisi Republik Indonesia (POLRI). Perhitungan
kesejahteraan purna tugas atau pensiun Pegawai Negeri tersebut diatur secara
berbeda-beda.
Untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) secara khusus diatur dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil.
Dalam Peraturan Pemerintah ini tidak mengatur untuk Pegawai Negeri Sipil yang
berdinas di lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan (Pasal 2 ayat (1)). Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 dijelaskan bahwa Asuransi Sosial
Pegawai Negeri Sipil terdiri dari dua jenis, yaitu dana pensiun dan tabungan hari tua.
Pensiun adalah penghasilan yang diterima oleh pensiunan (pegawai yang sudah
pensiun) setiap bulan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sedangkan tabungan hari tua (THT) adalah suatu program asuransi, terdiri dari
asuransi dwiguna yang dikaitkan dengan usia pensiun ditambah dengan asuransi
kematian. Berikut ini disajikan program-program kesejahteraan purna tugas yang
diberikan Pemerintah kepada Pegawai Negeri.
Tabel 5.2
Skim Program Kesejahteraan Pegawai Negeri
Program PNS TNI/POLRI
1. Pensiun TASPEN ASABRI
2. Tunjangan Hari Tua TASPEN ASABRI
3. Jaminan Sosial :
- Kesehatan ASKES Kesehatan TNI

- Kecelakaan Kerja - Kesehatan TNI

- Kematian TASPEN ASABRI

- Perumahan Bapertarum Bapertarum

- Pendidikan - -

Sumber : Achmad Subianto, Reformasi Kesejahteraan Aparatur Negara, 2006

Dari Tabel tersebut, terlihat bahwa ada beberapa instansi yang mengelola dana
pensiun dan jaminan sosial Pegawai Negeri di Indonesia, ada PT TASPEN, PT ASKES,
PT ASABRI, Kesehatan TNI dan Bapertarum. Menurut Achmad Subianto (2006),
inilah yang menyebabkan pelayanan kesejahteraan purna tugas Pegawai Negeri di
151
Indonesia tidak maksimal. Dalam Kata Pengantar Buku Setelah Pensiun (2003) karya
Achmad Subianto, Mantan Kepala Badan Kepegawaian Negara, Hardijanto juga
mengidentifikasi adanya kelemahan dalam pengelolaan dana pensiun dan jaminan
sosial untuk PNS. Kelemahan tersebut mencakup dua hal, yaitu : pertama soal sistem,
program-program kesejahteraan purna tugas yang dikeluarkan pemerintah untuk
memberikan ketenangan dalam bekerja dan memacu produktivitas ternyata belum
memberikan dampak yang signifikan. Hal ini disebabkan karena : (1) belum adanya
komitmen pemerintah sebagai pemberi kerja dalam hal sharing iuran program
pensiun dan THT, dan (2) perlu penyempurnaan sistem PNS dari sistem pay as you go
menjadi sistem fully funded; dan kedua soal pengelolaan dana, saat ini dana pensiun
dan asuransi sosial dikelola oleh beberapa instansi dan hal ini tidak efektif, sehingga
perlu dibentuk satu instansi khusus pengelola dana pensiun PNS.
Sebagaimana dijelaskan dalam portal Departemen Keuangan Direktur Jenderal
Perbendaharaan (http://www.perbendaharaan.go.id/), yang dimaksud dengan sistem
pay as you go adalah sistem pendanaan pensiun di mana biaya untuk pembayaran
pensiun dipenuhi secara langsung oleh pemerintah (melalui APBN) pada saat pegawai
memasuki masa pensiun. Adapun sistem fully funded adalah sistem pendanaan
pensiun di mana besarnya dana yang dibutuhkan untuk pembayaran pensiun di masa
yang akan datang dipenuhi dengan cara diangsur secara bersama-sama melalui iuran
oleh masing-masing pegawai dan pemerintah sebagai pemberi kerja selama pegawai
masih aktif bekerja.
Saat ini kebijakan pembiayaan pensiun PNS dilakukan dengan sistem
pembagian beban antara APBN sebesar 79% dan PT TASPEN sebesar 21%. Dana
yang menjadi tanggungan PT TASPEN diperoleh dari iuran PNS yang menjadi
anggota. Saat ini dari total gaji yang diterima PNS dipotong sebesar 11% dengan
peruntukan sebagai berikut : iuran TASPEN untuk dana pensiun sebesar 4,75%, iuran
TASPEN untuk dana THT sebesar 3,25%, iuran PT ASKES untuk dana kesehatan
sebesar 2% dan iuran Bapertarum untuk dana perumahan sebesar 1%. Berikut ini
disajikan pola pengelolaan manfaat pensiun menurut Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1992 mengenai Dana pensiun.

152
Gambar 5.2
Pola Pengelolaan Manfaat Pensiun
Gaji
Pemberi Kerja Pegawai

Iuran Pemberi Kerja Iuran Peserta

Dana Pensiun
(Badan Hukum)

Pembayaran manfaat
pensiun
Biaya
Investasi
pengelolaan
Penerima Pensiun dana pensiun
dana pensiun

Sumber : Achmad Subianto, Setelah Pensiun, 2003

Dengan sistem pembagian pembiayaan pensiun sebagaimana dijelaskan


didepan, menurut Askolani - Kepala Sub Direktorat Penyusunan Anggaran Belanja
Pemerintah Pusat Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan
Departemen Keuangan - dikhawatirkan pada tahun 2014 aset PT TASPEN akan habis
(http://www.perbendaharaan.go.id/). Dengan demikian, kemungkinan pensiun PNS
sebagian tidak terbayarkan. Untuk itu perlu segera diambil kebijakan untuk
memberikan kepastian adanya dana untuk membayar pensiun PNS secara
berkelanjutan, yaitu dengan perubahan sistem pembiayaan pensiun.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Achmad Subianto (2003) yang
menyebutkan bahwa sistem yang berlaku saat - pay as you go - dapat menguras
kemampuan APBN. Berikut ini disajikan ilustrasi pembiayaan pensiun sejak tahun
1993 :
Tabel 5.3
Sumber Pembiayaan Pensiun
Sumber Pembiayaan
Periode APBN PT TASPEN
s/d Tahun 1993 100% 0%
Jan 1994 - Mar 1994 0% 100%
Apr 1994 - Des 1996 77,5% 22,5%
Jan 1997 - Des 1998 77% 23%
Jan 1999 - Des 2002 75% 25%
Jan 2003 - sekarang 79% 21%
Sumber : Achmad Subianto, Setelah Pensiun, 2003

Penerapan pola sebagaimana terlihat dalam Tabel diatas akan menguras dana
APBN dan dana PT TASPEN. Beban pemerintah dan PT TASPEN semakin lama
semakin besar seiring dengan bertambahnya jumlah penerima pensiun. Karena pada
saat jumlah penerima pensiun hampir sama dengan jumlah PNS maka beban

153
pembayaran gaji dan pensiun akan berlipat ganda. Dikhawatirkan pada suatu saat
anggaran pembangunan dalam APBN akan hilang karena sebagian besar
dipergunakan untuk membayar biaya pegawai dan operasionalnya.

3. Sistem Kesejahteraan Purna Tugas PNS Baru


Melihat permasalahan tersebut maka kedepan masalah sistem pensiun ini
harus diperbaiki. Menurut Achmad Subianto (2003) reformasi pengelolaan sistem
kesejahteraan sosial PNS mencakup dua strategi utama, yaitu pertama, reformasi pada
visi, misi pemerintah akan jaminan sosial hari tua bagi PNS, dan kedua, reformasi
pada strategi pencapaiannya. Reformasi visi dan misi ditegaskan dengan menetapkan
bahwa pemerintah berkewajiban atas kesejahteraan sosial hari tua bagi pegawainya
dan mengubah misi lembaga pengelola dana pensiun PNS dari profit oriented menuju
security dan social service oriented.
Reformasi kedua terkait dengan strategi untuk mewujudkan visi dan misi
pemerintah tersebut ada beberapa usulan. Pertama, dari sisi fairness, pemerintah
belum memenuhi kewajibannya untuk mengiur (kecuali ASKES) sementara untuk
iuran THT, pensiun, perumahan belum dilakukan. Pemerintah harus memenuhi
kewajibannya sehingga sistem fully funded bisa efektif dilakukan. Kedua, dari sisi
accountability, saat ini Pemerintah mengambil sebagian laba dan deviden dari
program pensiun. Seharusnya laba dan deviden tersebut digunakan sepenuhnya
untuk para pensiun. Ketiga, terkait dengan kelembagaan, dalam hal ini ada tiga
usulan, yaitu : penetapan pendanaan program pensiun PNS dengan merujuk pada
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, penetapan program
asuransi sosial PNS yang dikelola oleh PT TASPEN, dan penetapan PT TASPEN
sebagai pengelola asuransi sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang
Usaha Perasuransian. Keempat, terkait dengan pendanaan, seharusnya mulai
mengadopsi sistem sharing position antara PNS dan pemerintah supaya beban
anggaran negara tidak berat. Kelima, sentralisasi dalam manajemen keuangan dana
pensiun oleh pemerintah sehingga terbentuk semacam cadangan keuangan nasional.
Keenam, terkait dengan kebijakan kenaikan gaji dan pensiun PNS, pemerintah perlu
mengubah pola pembagian beban pensiun. Ketujuh, mengubah sistem pay as you go
menjadi sistem pendanaan penuh (pemupukan dana pada saat peserta masih menjadi
PNS dan pemerintah tidak dibebani pembayaran) atau sistem pendanaan sebagian
(pemupukan dana pada saat peserta masih menjadi PNS dan pemerintah dibebani
pembayaran).
Dengan ketujuh langkah strategi tersebut diharapkan pengelolaan
kesejahteraan sosial PNS akan menjadi lebih baik. PNS akan menerima manfaat dana
pensiun secara maksimal sehingga harapannya setelah purna tugas PNS tidak
kehilangan motivasi dan semangatnya. Masa pensiun seringkali ditakuti karena
adanya ketakutan terjadinya penurunan kesejahteraan. Fenomena ini harus dikikis
dan dihapus dari pikiran para PNS dengan melakukan reformasi pengelolaan
kesejahteraan sosial PNS sebagaimana dijelaskan didepan.

154
Bab VI
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Setelah melakukan proses kajian dengan mencermati data dan informasi yang
diperoleh dari lapangan serta dengan berlandaskan teori yang dikembangkan dalam
kajian ini, dapat diberikan beberapa kesimpulan sesuai tujuan kajian sebagai berikut :
1. Beberapa kelemahan yang teridentifikasi dalam sistem penggajian PNS yang berlaku
saat ini antara lain adalah :
a. Terkait dengan nilai nominal atau besaran gaji PNS yang diterima setiap bulan
yang cenderung menyatakan masih kurang sehingga perlu ditingkatkan
jumlahnya;
b. Terkait dengan sistem pembayarannya yang dibayar dimuka dianggap kurang
memotivasi kinerja PNS karena dibayar dulu baru kerja;
c. Terkait dengan sistem penggajian PNS saat ini yang belum mengakomodasi beban
kerja, tanggung jawab dan kinerja PNS;
d. Terkait dengan skala gaji PNS yang mempunyai rentang golongan/ruang tinggi
(17 jenjang) sementara rasio gaji hanya 1 : 3. Kondisi ini berdampak perbedaan
gaji tiap jenjang tidak memberikan makna yang berarti.
e. Terkait dengan variabel-variabel penggajian yang hanya mempertimbangkan
masa kerja dan golongan/ruang. Variabel ini terlalu sederhana karena belum
mempertimbangkan variabel-variabel lain yang juga sangat penting, misalnya
mengenai biaya untuk pemenuhan kebutuhan hidup layak (KHL). Variabel ini
sangat penting karena terkait dengan tujuan pemberian gaji untuk meningkatkan
kesejahteraan pegawai.
2. Variabel-variabel yang patut dipertimbangkan dalam menyusun sistem penggajian
PNS yang baru antara lain :
a. Beban kerja dan tanggung jawab, variabel ini sangat terkait dengan jabatan yang
diemban oleh seorang pegawai. Masing-masing jabatan meskipun berada pada
jenjang atau hierarki jabatan yang sama sangat dimungkinkan mempunyai
tanggung jawab, beban kerja dan wewenang yang berbeda. Perbedaan ini bisa
harus dihargai dengan harga jabatan yang berbeda.
b. Kemampuan atau kompetensi, variabel ini sangat terkait dengan perbedaan
kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing pegawai. Meskipun berada dalam
jabatan yang sama, dimungkinkan pegawai mempunyai penguasaan kemampuan
yang berbeda-beda. Perbedaan ini harus dihargai dengan memberikan besaran
gaji yang berbeda.
c. Prestasi kerja, ini sesuai dengan filosofi penggajian sebagai balas jasa yang
diberikan kepada pegawai atas kontribusi yang diberikan kepada organisasi.
Dalam mengakomodasi variabel prestasi kerja ini perlu didukung dengan
instrumen penilaian kinerja yang mampu mengukur dan menilai kinerja nyata

155
pegawai dan mentransformasikannya kedalam nilai rupiah tertentu sesuai
pencapaian kinerjanya.
d. Kebutuhan Hidup Layak (KHL), variabel ini untuk meningkatkan kesejahteraan
PNS di semua wilayah Indonesia. Pemberian tunjangan KHL diberikan dengan
mempertimbangkan tingkat UMP atau UMR masing-masing daerah baik di
tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Dengan solusi ini diharapkan semua
daerah bisa terjangkau dan keadilan/kesetaraan dalam penggajian dapat diperoleh
sehingga kesejahteraan PNS dapat diwujudkan dalam arti gaji yang diterima
mampu memenuhi kebutuhan hidup layak tanpa melihat dimana pegawai berada.
3. Terkait dengan sistem pengelolaan dana purna tugas atau pensiun dan jaminan sosial
PNS yang dilaksanakan saat ini ditemukan beberapa masalah sebagai berikut :
a. Banyaknya instansi yang terlibat dalam pengelolaan dana pensiun dan jaminan
sosial Pegawai Negeri di Indonesia, yaitu : PT TASPEN, PT ASKES dan
Bapertarum berdampak pelayanan kesejahteraan purna tugas PNS di Indonesia
tidak maksimal.
b. Sistem dan program-program kesejahteraan purna tugas yang dikeluarkan
Pemerintah untuk memberikan ketenangan dalam bekerja dan memacu
produktivitas PNS ternyata belum memberikan dampak yang signifikan.
c. Pemerintah belum menunjukkan komitmennya sebagai pemberi kerja dalam hal
sharing iuran program purna tugas. Saat ini Pemerintah baru memberikan
kewajibannya untuk iuran dana kesehatan saja sementara yang lain belum
sehingga pengelolaannya tidak maksimal.
d. Sistem yang diberlakukan, yaitu sistem pay as you go terbukti membebani
anggaran negara. Bahkan disinyalir pada tahun 2014, PT TASPEN akan kehabisan
dana untuk membayar pensiun PNS.

B. Saran
Untuk bisa menyusun sistem penggajian PNS yang baru ada empat (4) amanah
yang harus bisa dipenuhi, yaitu :
1. Mengembangkan sistem penggajian PNS yang didasarkan pada empat prinsip, yaitu :
pay for position, pay for person, pay for living cost dan pay for performance. Pay for
position, dilakukan dengan menyusun job grading, yaitu memberikan harga, nilai
atau bobot bagi jabatan-jabatan yang ada didalam struktur kepegawaian PNS. Pay for
person untuk menghargai kemampuan atau kompetensi yang berbeda-beda dari
pegawai. Pay for living cost supaya jumlah nominal gaji yang diterima bisa
memenuhi kebutuhan hidup pegawai dan keluarganya. Pay for performance untuk
menghargai pegawai-pegawai yang mampu bekerja bagus dan membedakannya
dengan pegawai-pegawai yang lain.
2. Untuk bisa menerapkan sistem penggajian PNS yang baru tersebut perlu didukung
dengan sarana dan prasarana yang memadai. Meliputi adanya kegiatan analisa jabatan
dan evaluasi jabatan untuk menghasilkan job grading dan job pricing semua jabatan
dalam struktur PNS. Adanya fit and proper test untuk mendukung penempatan
pegawai dalam jabatan yang tepat dan memotret kompetensi yang dimiliki. Adanya
instrumen performance appraisal yang mampu mengukur dan menilai kinerja nyata
156
pegawai. Perhitungan indek KHL dan UMP yang bagus sehingga mencerminkan
kebutuhan nyata manusia di Indonesia di masing-masing daerah. Adanya dukungan
anggaran yang memadai untuk mendukung penerapan sistem penggajian PNS yang
baru dan terakhir adanya perubahan paradigma, mindset, budaya dan perilaku PNS
dalam bekerja.
3. Dalam penerapan sistem penggajian PNS yang baru ini variabel eselon, pangkat,
golongan/ruang, jabatan, masa kerja, pendidikan dan variabel-variabel lain yang
selama ini dikaitkan dengan penetapan gaji PNS dihapuskan dan digantikan dengan
variabel baru sesuai sistem yang baru. Demikian pula dengan pemberian honorarium
atau berbagai bentuk pemberian uang tambahan diluar gaji dihapuskan, gaji yang
diterima oleh PNS hanya terdiri pay for position, pay for person, pay for living cost
dan pay for performance.
4. Selain gaji yang didasarkan pada empat (4) prinsip tersebut, PNS berhak atas
tunjangan transportasi. Yaitu tunjangan yang diberikan untuk membantu biaya
pegawai menuju ke tempat tugas. Pemberian tunjangan transportasi dikaitkan dengan
tingkat kedisiplinan pegawai untuk masuk kerja. Untuk pelaksanaannya perlu
didukung dengan sistem absensi yang mampu menghitung tingkat kehadiran pegawai
sampai tingkat menit/jam. Karena perhitungan keterlambatan atau ketidak hadiran
pegawai tersebut akan diakumulasi dan digunakan untuk mengurangi tunjangan
transportasi yang diterima selama satu bulan.
5. Terkait dengan pengelolaan dana purna tugas atau pensiun dan jaminan sosial, perlu
penerapan sistem fully funded dengan terlebih dahulu mengefektifkan sistem sharing
position antara PNS dan pemerintah supaya beban anggaran negara tidak berat.
Menetapkan PT TASPEN sebagai pengelola tunggal dana purna tugas dan jaminan
sosial PNS yang mengelola secara mandiri dan sentralistis. Dalam melaksanakan tugas
ini maka PT TASPEN dapat menjalin kerjasama dengan instansi lain yang terlibat.
Dan dana yang terkumpul dari iuran peserta dikelola oleh PT TASPEN sehingga bisa
menghasilkan laba dan deviden yang sepenuhnya digunakan untuk para pensiunan.

157
Daftar Pustaka

Achmad Subianto : Reformasi Kesejahteraan Aparatur Negara, Yayasan Bermula dari Kanan,
Jakarta 2006.
_______________ : Setelah Pensiun, RBI Research, Jakarta, 2003.
Badan Kepegawaian Negara : Penyusunan Struktur Gaji Pegawai Negeri Sipil, Pusat
Penelitian dan Pengembangan BKN, Jakarta, 2006.
Bernardin, H. John and Russel, E,A. Joyce : Human Resouces Management, an Experimental
Approach, Irwin McGraw-Hill Co., Singapore, 1998.
Biro Organisasi Sekretariat Jenderal Departemen Dalam Negeri : Petunjuk Teknis Analisis
Jabatan di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, Departemen
Dalam Negeri, Jakarta, 2006.
Biro Sumber Daya Manusia Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia : Desain
Kompensasi dan Implementasinya di Komisi Pemberantasan Korupsi, Bahan Diskusi
Terbatas 15 September 2008, Jakarta, 2008.
Dessler, Gary : Manajemen Sumber Daya Manusia, Prenhallindo, Jakarta, 1997.
Djani, Luky : Gaji Kecil dan Korupsi, dalam Republika Online di-down load pada tanggal 8
Pebruari 2008.
Gunawan : Waktu Kerja Produktif PNS, dalam Sinar Harapan Online di-down load pada
tanggal 8 Pebruari 2008.
Keputusan Gubernur Kepulauan Riau No. 58.b Tahun 2007 tentang : Penetapan Tambahan
Penghasilan Berdasarkan Prestasi Kerja di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan
Riau.
Kompas, 30 Agustus 2007 : TKPKN Departemen Keuangan.
Mackay, Paul : Which Remuneration and Rewards System Will Work Best for Us,
Performance Based or Skill Based?, Management Development Centre, USA, 1997.
Mondy, R. Wayne, Noe, M. Robert : Human Resource Management, Ninth Edition, Pearson
Prentice Hall, Pearson Education Inc., New Jersey, USA, 2005.
Pemerintah Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat & Lembaga Administrasi
Negara, Jakarta : Buku Penilaian Kinerja Pegawai di Lingkungan Pemerintah Kabupaten
Tanah Datar, Bagian Organisasi Pemerintah Kabupaten Tanah Datar, 2005.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggajian PNS.
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2006 tentang Tunjangan Umum PNS.
Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2008 tentang Penyesuaian Gaji Pokok PNS menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 kedalam Gaji Pokok PNS menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2008.
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Peneliti.
Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Struktural.
Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional
Widyaiswara.
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Dosen.

158
Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah : Manajemen Sumber Daya Manusia, Konsep, Teori
dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2003.
Tim Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan Republik Indonesia : Reformasi Birokrasi
Departemen Keuangan, Bahan Diskusi Terbatas 15 September 2008, Jakarta, 2008.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
www.hr-guide.com (human resources web).
www.perbendaharaan.go.id (web Departemen Keuangan, Dirjen Perbendaharaan).
www.portalhr.com (human resources web).
www.wikipedia.com (free encyclopedia web).



159
LAMPIRAN

160
Pedoman Indept Interview

161
Pedoman Wawancara
“Sistem Penggajian PNS di Indonesia”

Daftar pertanyaan berikut ini bertujuan untuk menggali data/informasi untuk memenuhi tiga sasaran
kajian. Pertanyaan tersebut dapat dikembangkan secara mandiri oleh Peneliti sehingga data/informasi
yang diperoleh bisa semakin lengkap dan mendetail.
Pertanyaan bisa ditanyakan secara acak tergantung pada proses wawancara yang terjadi. Deskripsikan
secara mendalam semua data dan informasi yang diberikan oleh responden.

Sasaran Kajian
1. Mengidentifikasi berbagai kelemahan dari sistem penggajian PNS saat ini;
2. Mengidentifikasi keterkaitan variabel-variabel yang mempengaruhi perbaikan sistem penggajian
PNS;
3. Merumuskan sistem penggajian PNS yang rasional.

Daftar Pertanyaan
1. Selain gaji, apakah pegawai di Instansi Anda juga mendapat tambahan penghasilan lain? Sebutkan
jenisnya, jumlah besarannya, dasar hukumnya! (beberapa contoh misalnya TKD = Tunjangan
Kinerja Daerah, uang honorarium, uang lembur, dsb)
2. Bagaimana cara/sistem pemberian tambahan penghasilan diluar gaji tersebut? Jelaskan masing-
masing!
3. Menurut Anda, kriteria apa saja yang harus dipertimbangkan dalam menentukan besaran gaji
PNS? (apakah kriteria pemberian gaji yang didasarkan pada masa kerja dan pangkat/golongan
masih relevan) Jelaskan!
4. Menurut Anda, apakah pembagian pangkat/golongan (terkait dengan penetapan gaji, ada 17
tingkat) sebagaimana disebutkan dalam PP Nomor 9 Tahun 2007 tentang Penggajian PNS masih
relevan? Jelaskan!
5. Menurut Anda, apakah sistem pembayaran gaji yang dibayar di awal bulan masih relevan?
(dibayar dulu baru bekerja) Jelaskan!

Dengan mendasarkan pada konsep penilaian kinerja dan prestasi kerja pegawai, bagaimana pendapat
Anda dengan pertanyaan-pertanyaan dibawah ini :
6. Bagaimana hubungan sistem penggajian dengan pangkat/golongan? Kondisi yang ada saat ini
apakah perlu diubah? Bagaimana perubahan yang Anda harapkan (dikaitkan dengan penilaian
kinerja? Bagaimana skala yang baik menurut Anda?
7. Bagaimana hubungan sistem penggajian dengan masa kerja? Kondisi yang ada saat ini apakah perlu
diubah? Bagaimana perubahan yang Anda harapkan?
8. Bagaimana hubungan sistem penggajian dengan jabatan, beban kerja, tanggung jawab, jenis
pekerjaan? Kondisi yang ada saat ini apakah perlu diubah? Bagaimana perubahan yang Anda
harapkan?
9. Bagaimana hubungan sistem penggajian dengan tingkat pendidikan? Kondisi yang ada saat ini
apakah perlu diubah? Bagaimana perubahan yang Anda harapkan?

10. Bagaimana pendapat Anda apabila honorarium (dari kegiatan proyek) dimasukkan dalam
komponen gaji? Sehingga tidak ada lagi honorarium proyek. Jelaskan!
11. Apa saja tunjangan yang menurut Anda masih diperlukan oleh PNS? (diluar tunjangan anak/istri
dan tunjangan jabatan) Jelaskan!

162
12. Bagaimana pendapat Anda apabila dalam sistem penggajian PNS dibedakan dalam dua jenis (gaji
pokok/gaji tetap dan gaji berdasarkan kinerja/gaji tidak tetap)? Jelaskan!
13. Bagaimana pendapat Anda mengenai hal-hal yang dapat meningkatkan motivasi kerja pegawai?
(terkait dengan gaji yang diterima pegawai) Jelaskan!
14. Bagaimana pendapat Anda dengan penerapan insentif dan disinsentif (dalam bentuk pemberian
gaji tidak tetap) untuk menilai/menghargai kinerja pegawai? Jelaskan!
15. Bagaimana sistem penggajian yang baik menurut Anda? Jelaskan!
16. Bagaimana dengan perhitungan pensiun? Apakah masih perlu dikaitkan dengan gaji pokok?
17. Bagaimana dengan alternatif pengelolaan dana pensiun oleh pihak ketiga? Jelaskan!

Data sekunder yang dibutuhkan


1. Data sebaran pegawai (menurut pangkat/golongan) di semua unit kerja. Upayakan mendapat data
pegawai di Bagian Kepegawaian (BKD) dan di Bagian Keuangan (untuk tiga tahun berjalan 2004-
2007).
2. Data belanja pegawai dalam APBD (untuk tiga tahun berjalan 2004-2007).
3. Data TKD (Tunjangan Kinerja Daerah) kalau tersedia, lengkap dengan dasar hukum dan daftar
nominalnya (apabila dalam kurun waktu 2004-2007 ada perubahan, usahakan untuk mendapatkan
datanya).

163
Kuesioner Analisis Jabatan

164
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK ANALISIS JABATAN
(isilah daftar ini menurut kenyataan yang sebenarnya)

1. Nama Jabatan
Tulislah nama jabatan yang sekarang Saudara pangku sesuai dengan nama
yang tersebut dalam Surat Keputusan :
……………………………………………………………………………
2. Nama Pegawai : …………………………………………
3. Unit Kerja
Tulis unit kerja tempat Saudara bekerja :
Eselon IV : …………………………………………
Eselon III : …………………………………………
Eselon II : …………………………………………
Eselon I : …………………………………………
4. Hasil Kerja
Tulislah hasil kerja yang Saudara peroleh dalam melaksanakan tugas baik
hasil yang bersifat manajerial maupun non manajerial. Hasil non manajerial
adalah yang diperoleh dalam melaksanakan tugas teknis atau tugas lain yang
tidak berhubungan dengan bawahan. Hasil manajerial misalnya petunjuk
kerja, distribusi kerja dan kordinasi kerja.
1. ...........................................................................................................
2. ...........................................................................................................
3. Dst.
5. Bahan Kerja
Tulislah bahan-bahan yang Saudara gunakan atau objek yang Saudara olah
dalam melaksanakan tugas.
1. ...........................................................................................................
2. ...........................................................................................................
3. Dst.
6. Perangkat Kerja
Tulislah peralatan kerja yang Saudara gunakan dalam melaksanakan tugas.
1. ...........................................................................................................
2. ...........................................................................................................
3. Dst.

165
7. Korelasi Jabatan
Dengan jabatan apa, unit kerja atau instansi mana Saudara berhubungan, baik
timbal balik maupun searah, baik vertikal, horisontal maupun diagonal dan
sebutkan untuk apa Saudara berhuungan.
No Jabatan Unit Kerja/Instansi Hubungan Tugas
1. ………………….. …………………… ……………………
2. ………………….. …………………… ……………………
8. Kondisi Tempat Kerja
Sebutkan pula hal-hal yang menjadikan tempat kerja Saudara tidak nyaman
dan sebutkan pula penyebabnya.
Misalnya : panas karena dilapangan terbuka, sangat dingin karena AC, bising
karena dekat mesin dan sebagainya.
No Hal-hal yang tidak nyaman Penyebab
1. ………………….…………… ………………………………..
2. ………………….…………… ………………………………..
9. Upaya Fisik
Sebutkan upaya fisik yang banyak saudara gunakan dalam melaksanakan
tugas.
……………………………………………………………………………
10. Kemungkinan Resiko/Bahaya
Sebutkan penyakit atau kecelakaan fisik yang dapat ditimbulkan sebagai
akibat melaksanakan tugas.
No Nama penyakit/jenis kecelakaan fisik Penyebab
1. ………………..……………………… ………………………
2. ………………..……………………… ………………………
11. Syarat Jabatan
Pangkat apa dan golongan berapa yang minimal dapat menduduki jabatan
ini?
Pangkat Golongan
……………………………................………… ………………………
Menurut Saudara, untuk menduduki jabatan ini minimal harus mempunyai
latar belakang pendidikan apa?
Jenis Pendidikan Jurusan
……………………………................………… ………………………
Menurut Saudara, kursus atau pelatihan apa yang diperlukan untuk dapat
menduduki jabatan ini, atau kursus atau pelatihan apa yang dapat menunjang
untuk menduduki jabatan ini?

166
Jenis Kursus atau Pelatihan
…………………………………………….………………………………
…………………………………………….………………………………
Menurut Saudara, untuk dapat menduduki jabatan ini harus berpengalaman
dalam jabatan atau bidang apa dan berapa lama?
Pengalaman dalam jabatan/bidang Lama
…………………...............……………………. ………………………
………………………...............………………. ………………………
Menurut Saudara, jenis kelamin apa yang dapat menduduki jabatan ini?
……………………………………………………………………………
Menurut Saudara, untuk dapat menduduki jabatan ini, minimal dan/atau
maksimal umur berapa?
……………………………………………………………………………
12. Rincian Tugas
A B C
Apa tugas yg saudara Bagaimana cara Saudara Apa tujuan tugas yg
kerjakan? Sebutkan apa melaks tugas? Saudara kerjakan?
objek yg dikerjakan?
…………………… ……………………… ………………………
…………………… ……………………… ………………………
Sumber : Petunjuk Teknis Analisis Jabatan, DDN, 2006.

167
Instrumen Penilaian Kinerja

168
KESEPAKATAN KINERJA

Nama : ………………….….……………
NIP : ………….…….…………………
Unit Kerja : ………………….……………….

169
DATA PRIBADI PEGAWAI
Nama :
NIP :
Pangkat/Golongan :
Jabatan :
Unit Kerja :
Instansi :
PEJABAT PENILAI
Nama :
NIP :
Pangkat/Golongan :
Jabatan :
ATASAN PEJABAT PENILAI
Nama :
NIP :
Pangkat/Golongan :
Jabatan :
URAIAN TUGAS
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………………………………….................................................………………

STANDAR KINERJA JABATAN


…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………………………………................................................…………………
TARGET OUTPUT YANG AKAN DICAPAI
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
POTENSI PEGAWAI
KEKUATAN/KELEBIHAN YANG DIMILIKI
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………

170
……………………………………................................................……………………
KELEMAHAN/KEKURANGAN YANG DIMILIKI
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………................................................………………………
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN YANG DIBUTUHKAN
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………................................................………………………
SARANA KERJA YANG DIBUTUHKAN
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………................................................………………………
CATATAN
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………………………................................................……………………………
Demikian Kesepakatan Kinerja ini dibuat sesuai dengan kondisi yang sebenarnya untuk dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
…........, …………………….
Yang membuat kesepakatan,

Pegawai, Pejabat Penilai,

(…………………..………..) (…………………..………..)

171
FORMULIR PENILAIAN KINERJA

Nama : ………………………………
NIP : …………….…………………
Unit Kerja : ……………………………….

172
FORMULIR PENILAIAN KINERJA PEGAWAI
TAHUN 2008

NILAI SEMESTER I NILAI SEMESTER II


ASPEK PENILAIAN A B C D E A B C D E
81- 61-80 41-60 21-40 0-20 81- 61-80 41-60 21-40 0-20
100 100

PRESTASI KERJA
KEAHLIAN KERJA
Kerjasama
Komunikasi
Inisiatif
Analisis
PERILAKU KERJA
Kejujuran
Tanggung Jawab
Sikap
Disiplin
KEPEMIMPINAN
Pembinaan
Pengaturan
Keteladanan

Keterangan :
A : Sangat Bagus, di atas yang diharapkan
B : Bagus, sesuai dengan standar
C : Cukup Bagus,
D : Dibawah Rata-rata, jarang sesuai dengan yang diharapkan
E : Tidak Memuaskan, tidak sesuai dengan yang diharapkan

173
CATATAN
…….……………………………………………………………………………………
…………….……………………………………………………………………………
………………….……………………………………………………………..................
..............................……………………………...................................................…….…

Demikian Penilaian Kinerja Pejabat Struktural ini dibuat secara transparan dan objektif untuk
dapat diketahui dan digunakan sebagaimana mestinya.
…………….., …………………….

Pegawai Pejabat Penilai

(………………………..…) (………………………....…)

174
CATATAN RUTIN KINERJA

Nama : ……………………………
NIP : ……………………………
Unit Kerja : ……………………………

175
SEMESTER I

PRESTASI KERJA

Tanggal Tugas yang Telah Kualitas dan Kuantitas Nilai


Diselesaikan
……… …………………………… ………………………… ……………
……… …………………………… ………………………… ……………
……… ……………………............... ……………………........ …………….
……… ..........................…………… ...........................……… ..................

KEAHLIAN KERJA NILAI RATA-RATA 1+2+3+4 (…………)


Kerjasama NILAI 1
……………………………………………………………………… ……………
……………………………………………………………………… ……………
………………………………………………....................................... ……………
.........……….....................................................……………………… ……….........
Komunikasi NILAI 2
……………………………………………………………………… ……………
……………………………………………………………………… ……………
………………………………………………....................................... ……………
..........….........................................................………………………… ……….........
Inisiatif NILAI 3
……………………………………………………………………… ……………
……………………………………………………………………… ……………
………………………………………………....................................... ……………
.........…......................................................…………………………… ……….........
Analisis NILAI 4
……………………………………………………………………… ……………
……………………………………………………………………… ……………
………………………………………………....................................... ……………
...........………........................................................…………………… ……….........

176
PERILAKU KERJA NILAI RATA-RATA 1+2+3+4 (…………)
Kejujuran NILAI 1
……………………………………………………………………… ……………
……………………………………………………………………… ……………
………………………………………………………........................... ……………
......................………….........................................................………… ……….........
Tanggung Jawab NILAI 2
……………………………………………………………………… ……………
……………………………………………………………………… ……………
………………………………………………....................................... ……………
...............................................................……………………………… ……….........
Sikap NILAI 3
……………………………………………………………………… ……………
……………………………………………………………………… ……………
………………………………………………....................................... ……………
...............................................................……………………………… ……….........
Disiplin NILAI 4
……………………………………………………………………… ……………
……………………………………………………………………… ……………
………………………………………………....................................... ……………
........….........................................................………………………… ……….........
KEPEMIMPINAN NILAI RATA-RATA 1+2+3 (…………)
Pembinaan NILAI 1
……………………………………………………………………… ……………
……………………………………………………………………… ……………
………………………………………………………………………... ……………
..................................................................................................……… ……….........
Pengaturan NILAI 2
……………………………………………………………………… ……………
……………………………………………………………………… ……………
………………………………………………....................................... ……………
..............................................................……………………………… ……….........
Keteladanan NILAI 3
……………………………………………………………………… ……………
……………………………………………………………………… ……………
………………………………………………....................................... ……………
.........……………………......................................................………… ……….........
CATATAN
…………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

177
SEMESTER II

PRESTASI KERJA

Tanggal Tugas yang Telah Kualitas dan Kuantitas Nilai


Diselesaikan
……… ………………………… …………………………… ……………
……… ………………………… …………………………… …………….
……… …………………………... …………………................ .....................
……… ...............……………… .................................…… .....................

KEAHLIAN NILAI RATA-RATA 1+2+3+4 (…………)


KERJA
Kerjasama NILAI 1
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………….......................... ………………
..........……………………….............................................…… ……
Komunikasi NILAI 2
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………….......................... ………………
.........…………………...................................................……… ……
Inisiatif NILAI 3
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………… ………………
………………………………………………………...................... ………………
.......................................................................................................... ……
Analisis NILAI 4
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………… ………………
……......................................................................................…… ……

178
PERILAKU KERJA NILAI RATA-RATA 1+2+3+4 (………)
Kejujuran NILAI 1
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………… ………………
……................................………….................................................. ……
Tanggung Jawab NILAI 2
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………… ………………
………......................................................................................… ……
Sikap NILAI 3

…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………… ………………
…….....................................................................................…… ……
Disiplin NILAI 4

…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………...... ………………
...........................……....................................................……… ……

KEPEMIMPINAN NILAI RATA-RATA 1+2+3 (………)


Pembinaan NILAI 1

…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………… ………………
……………………………………………………………….......... ………………
.......................……………....................................................… ……
Pengaturan NILAI 2
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………...... ………………
..........................…………....................................................……… ……
Keteladanan NILAI 3
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………… ………………
…………………………………………………………………...... ………………
...........................…………......................................... ……

179
CATATAN
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………................................................…………………..............................................
....………

Demikian Catatan Rutin Kinerja ini dibuat sesuai dengan keadaan yang sebenarnya untuk
dapat digunakan sebagaimana mestinya.

……………., ……………………

Yang membuat Catatan Rutin Kinerja, Atasan Langsung Pegawai,

(……………………………) (…………………………)

180

Anda mungkin juga menyukai