Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI 1

Disusun Oleh :
Nama : Tommy Winahyu Puri
NIM : 161210017
Prodi : S1 Farmasi
Semester : VIII (Delapan)

Dosen Pengampu :
Mawaqit Makani, M.Clin.Pharm., Apt

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BORNEO CENDIKIA MEDIKA PANGKALAN BUN

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

Alamat : Jl. Sultan Syahrir No. 11 Pangkalan Bun Kab. Kotawaringin Barat
I. Tujuan
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksana terapi penyakit
tuberculosis.

II. Dasar teori

Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang
Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Tuberkulosis adalah
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman
TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (anonim, 2007)
Klasifikasi

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan


untukmenetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan
sebelum pengobatan dimulai. Klasifikasi penyakit Tuberkulosis paru.

a. Tuberculosis Paru

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :

1) Tuberkulosis Paru BTA (+)

Kriteria hasil dari tuberkulosis paru BTA positif adalah Sekurang-kurangnya 2

pemeriksaan dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) atau 1 spesimen dahak

SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif.

2) Tuberkulosis Paru BTA (-)

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada

menunjukan gambaran Tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+) dibagi

berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk
berat bila gambaran foto rontgan dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru

yang luas.

b. Tuberculosis Ekstra Paru

TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :

1) TBC ekstra-paru ringan

Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali

tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

2) TBC ekstra-paru berat

Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa

duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.

c. Tipe Penderita

Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa tipe penderita yaitu:

1) Kasus Baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

2) Kambuh

Adalah penderita Tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan Tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi

berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).

3) Pindahan

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten

lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan

tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.


4) Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
bulan atau lebih, kemudian datang kembali dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA (+).

Ciri dan gejala

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas
terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara
klinik.

Gejala sistemik/umum:

Gejala-gejala umum Tuberkulosis:


 Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.
 Gejala Lain Yang Sering Dijumpai : Dahak bercampur darah.
 Sesak napas dan rasa nyeri dada.
 Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan
(malaise),
 Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dariSebulan
(Hiswani, 2011).

Gejala-gejala khusus:
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai
sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.

 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan
keluar cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru
dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.

Pengobatan
KASUS H
Tn. H (66 th) datang ke apotek Anda dengan keluhan batuk berdahak sudah hamipr 4 bulan
lamanya. Tn. H mengaku mengalami penurunan berat badan dan sering berkeringat malam hari.
Tn. H juga bercerita sempat mengkonsumsi obat dari puskesmas yang harus diminum selama 6
bulan. Namun memutuskan untuk menghentikannya karena pipisnya berwarna merah sehingga
beliau takut untuk mengkonsumsinya. Kemudian beliau tidak lagi konsumsi obat tersebut
sehingga mencari obat batuk biasa di apotek Anda.

I. Uraian Gejala atau Penyakit


Kasus H
SOAP
 Subjektif :
• Nama : Tn. H
• Umur : 50 Tahun
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Penyakit :
• Keluhan : keluhan batuk berdahak sudah hamipr 4 bulan lamanya. Tn. H mengaku
mengalami penurunan berat badan dan sering berkeringat malam hari.
 Objectif :
 Assesment :
 Penatalaksanaan Plan :
Terapi DRP ( Drug Related Problem ) Plan
Isoniazid,  Indikasi tanpa obat Pasien direkomendasikan
untuk kembali ke
Rifampisin,
puskesmas agar
Pirazinamid, mendapatkan terapi ulang
lini kedua.
Etambutol,
( dipiro et. al)
Steptomisin
 Untuk mengatasi
resistensi antibiotik yang
merupakan kendala
dalam pengendalian TB
maka penggunaan anti-
TB baru atau obat yang
digunakan kembali
sebagai pilihan terapi
kombinasional sangat
direkomendasikan (baru-
rejimen & obat anti-TB)
(Journal of Global
Antimicrobial
Resistance).

Berdasarkan kasus diatas pasien mendapatkan terapi lini pertama selama 6


bulan namun mengalami kegagalan terapi karena efek samping obat berupa air
kencing yang berwarna merah. Jadi pasien disarankan untuk kembali ke
puskesmas untuk mendapatkan terapi ulang lini kedua karena penggunaan obat
lini pertama sudah resisten.

Jurnal pendukung

Sharma, Divakar, Sandeep Sharma, and Juhi Sharma. "Potential strategies for the management of drug
resistant tuberculosis." Journal of Global Antimicrobial Resistance (2020).
Penyebab kegagalan terapi
Kusheno, Firew Tadesse, Teklehaimanot Mezgebe Nguse, and Gebremedhin Beedemariam
Gebretekle. "Assessment of Knowledge and Attitude of Tuberculosis Patients in Direct
Observation Therapy Program towards Multidrug-Resistant Tuberculosis in Addis Ababa,
Ethiopia: A Cross-Sectional Study." Tuberculosis Research and Treatment 2020 (2020).

Dalam penelitian ini, pengetahuan pasien TB secara keseluruhan adalah


tidak memuaskan karena hanya 55% pasien TB memiliki pengetahuan yang baik tentang
TB-MDR. Ini tidak terduga karena banyak penelitian di Afrika dan bagian lain dunia telah
mendokumentasikan bahwa pasien TB kurang memiliki pengetahuan dasar tentang
etiologi, transmisi, pencegahan, dan durasi pengobatan MDR-TB
Pertanyaan : perlu obat sisipan atau tidak :
bila sputum BTA masih positif pada akhir bulan kedua, maka pengobatan awal (intensif) harus
diteruskan satu bulan lagi dengan obat sisipan dan pemeriksaan sputum diulangi pada akhir bulan
ketiga. Jika sputum menjadi negatif maka pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan. Jika pada
akhir bulan kelima sputum BTA tetap positif, maka pengobatan dianggap gagal. Pasien ini harus
didaftarkan dalam pengobatan yang gagal dan harus menjalani pengobatan ulang secara penuh
sebagai kategori II. Dalam hal ini pasien perlu dirujuk ke unit perawatan spesialis dan
dipertimbangkan untuk diobati dengan obat sekunder.
Daftar pustaka

Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional


Penanggulangan  Tuberkulosis. Cetakan ke 8. Jakarta. 2002. p 1-37. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai