Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI 1

Disusun Oleh :
Nama : Tommy Winahyu Puri
NIM : 161210017
Prodi : S1 Farmasi
Semester : VIII (Delapan)

Dosen Pengampu :
Mawaqit Makani, M.Clin.Pharm., Apt

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BORNEO CENDIKIA MEDIKA PANGKALAN BUN

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

Alamat : Jl. Sultan Syahrir No. 11 Pangkalan Bun Kab. Kotawaringin Barat
I. Tujuan
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksana terapi penyakit
mual-muntah.

II. Dasar Teori


Mual adalah kecenderungan untuk muntah atau sebagai perasaan di tenggorokan
atau daerah epigastrium yang memperingatkan seorang individu bahwa muntah akan
segera terjadi. Mual sering disertai dengan peningkatan aktivitas sistem saraf
parasimpatis termasuk diaphoresis, air liur, bradikardia, pucat dan penurunan tingkat
pernapasan. Muntah didefinisikan sebagai ejeksi atau pengeluaran isi lambung
melalui mulut, seringkali membutuhkan dorongan yang kuat (Dipiro et al., 2015).
Mual dan muntah adalah gejala-gejala dari penyakit yang mendasarinya dan
bukan penyakit spesifik. Mual adalah perasaan bahwa lambung ingin
mengosongkandirinya, sementara muntah (emesis) adalah aksi dari mengosongkan
lambung secara paksa. Mual sering kali di artikan sebagai keinginan untuk muntah
atau gejala yangdirasakan ditenggorokan dan di daerah sekitar lambung yang
menandakan kepadaseseorang bahwa ia akan segera muntah. Muntah diartikan
sebagai pengeluaran isilambung melalui mulut, yang seringkali membutuhkan
dorongan yang sangat kuat.(Sukandar, 2008).
Muntah adalah suatu gejala bukan merupakan sebuah penyakit. Gejala ini berupa
keluarnya isi lambung dan usus melalui mulut dengan paksa atau dengankekuatan.
Muntah merupakan reflek protektif tubuh karena dapat berfungsi melawantoksin yang
tidak sengaja tertelan. Selain itu, muntah merupakan usaha mengeluarkanracun dari
tubuh dan bisa mengurangi tekanan akibat adanya sumbatan atau pembesaran organ
yang menyebabkan penekanan pada saluran pencernaan.

Klasifikasi

Klasifikasi muntah biasanya didasarkan pada 1) lokus anatomi, 2) umur penderita, 3)


adanya gejala dan tanda asosiasi yang lain.

1. Lokus anatomik untuk stimulus


Stimulus untuk pusat muntah datang dari kortek, nucleus vestibularis, atau
cerebellum, chemoeceptor triger zone di brain stem, semua organ perifer dapat
menyebabkan respons stereotipik muntah. Perlu dimengerti bahwa gejala
gastrointestinal dapat disebabkan oleh penyakit non gastrointestinal.

2. Faktor umur

Dokter dalam mengobati muntah dapat mempertimbangkan faktor umur sebagai


diagnosa banding. Kelainan kongenital yang berat atau penyakit metabolik terjadi
pada periode neonatus. Kelainan pertumbuhan atau kelainan bawaan yang tidak
terlalu berat menjadi manifest pada periode akhir bayi. Intoleransi makanan yang
tampak pada periode bayi timbul setelah bayi diperkenalkan dengan makanan
(offending food), hal ini dapat terjadi oleh karena imaturitas mukosa usus
(temporarily damage) dimana usus lebih permiable terhadap antigen yang intak
dibandingkan pada anak yang lebih besar. Pada bayi dapat juga muncul
nonpathogenic regurgitant reflux. Selama periode anak dan akhil baliq, bermacam-
macam kelainan termasuk malformasi bawaan menjadi manifest.

3. Faktor gejala dan tanda asosiasi

Gejala dan tanda asosoiasi yang menyertai muntah dapat membantu mengarahkan
penyebab muntah.

Ciri dan gejala

Gejala mual adalah terjadinya rasa tidak nyaman pada perut yang menimbulkan
perasaan ingin muntah. Gejala dapat disertai dengan adanya nyeri perut, penurunan
nafsu makan, pusing, lemas, dan perut kembung.
Pengobatan

Tujuan Terapi : Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetika adalah untuk


mencegah ataumenghilangkan mual dan muntah; dan seharusnya tanpa timbulnya
efek samping atauefek yang tidak dikehendaki secara klinis.( Sukandar, 2008 )
 Terapi Non Farmakologi ( Sukandar, 2008 ).
1. Pasien dengan keluhan ringan, mungkin berkaitan dengan konsumsi
makanandan minuman, dianjurkan menghindari masuknya makanan.
2. Intervensi non farmakologi diklasifikasikan sebagai intervensi
perilakutermasuk relaksasi, biofeedback, self-hypnosis, distraksi kognitif
dandesensitisasi siseimatik
3. Muntah psikogenik mungkin diatasi dengan intervensi psikologik.
 Terapi Farmakologi ( Sukandar. 2008 )
1. Obat antiemetik bebas dan dengan resep paling umum
direkomendasikanuntuk mengobati mual muntah. Untuk pasien yang bisa
mematuhi pemberiandosis oral, obat yang sesuai dan efektif dapat dipilih
tetapi karena beberapa pasien tidak dapat menggunakan obat oral, obat oral
tidak sesuai.Pada pasien tersebut disarankan penggunaan obat secara rectal
atau parenteral.
2. Untuk sebagian besar kondisi, dianjurkan antiemetik tunggal; tetapi bila
pasientidak memberikan respon dan pada pasien yang mendapat
kemoterapiemetonikkuat, biasanya dibutuhkan regimen multi obat.
3. Terapi mual-muntahsimpel biasanya membutuhkan terapi minimal.Obat
bebas atau resep berguna pada terapi ini pada dosis lazim efektif yang
rendah.
4. Penanganan mual-muntah komplek membutuhkan terapi obat yang
bekerjakuat, mungkin lebih dari 1 obat emetic.
I. KASUS
KASUS D (ANXIETY)
Ny. D usia 50 th (BB: 64 Kg; TB: 165 Cm) mengalami gangguan kecemasan dengan gejala
merasa khawatir jika rumahnya terlalu kotor, Ny. D akan merasa sangat cemas dan stress jika
barang-barangnya tidak tertata rapih dan kotor. NY. D menyadari bahwa apa yang
dikhawatirkannya berlebihan dan ingin mengabaikannya, namun hal ini tidak dapat dihindarkan.
Karena cukup mengganggu, Ny. D berinisiatif untuk memeriksakan diri ke dokter. Berdasarkan
diagnosa dokter Ny. D mengalami OCD. Terapi yang diberikan sertalin 1 x 50 mg. namun
kondisi ini masih belum tertangani sehingga dokter menambahkan terapi benzodiazepin (xanax 2
x 0,25 mg)

Kasus
SOAP
 Subjektif :
• Nama : Ny.D
• Umur : 50 Tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Penyakit : Diagnosa dokter Ny. D mengalami OCD
• Keluhan : mengalami gangguan kecemasan dengan gejala merasa khawatir jika
rumahnya terlalu kotor, Ny. D akan merasa sangat cemas dan stress jika barang-
barangnya tidak tertata rapih dan kotor.
 Objectif :
 Assesment
 Terapi yang diberikan sertalin 1 x 50 mg. namun kondisi ini masih belum tertangani
sehingga dokter menambahkan terapi benzodiazepin (xanax 2 x 0,25 mg)
 Penatalaksanaan Plan :

Terapi DRP ( Drug Related Plan


Problem )
Sertraline  Terapi tepat indikasi Menurut jurnal penelitian
1 x 50 mg  Dosis kurang tepat ( Li, Wei, et al) obat sertraline
jika tidak menimbulkan efek
maka dosis ditingkatkan
menjadi 135 mg. terapi tetap
dilanjutkan
Benzodiazepin  Terapi obat kurang Penggunaan BDZ lebih banyak
2x 0,25 mg tepat digunakan pada pasien yang
lebih tua dan wanita dengan
OCD,Berdasarkan penelitian
menunjukkan bahwa
penggunaan BDZ memberikan
efek lebih baik untuk pasien
dengan usia dan jenis kelamin
perempuan. (Use of
benzodiazepines in obsessive-
compulsive disorder)
(Olfson et al., 2015).

JURNAL PENDUKUNG
Li, Wei, et al. "Effect and safety of sertraline for treat posttraumatic stress disorder: a
multicenter randomised controlled study." International journal of psychiatry in clinical
practice 21.2 (2017): 151-155.

Daftar Pustaka
Sukandar. Pemanfaatan Obat Tradisional. 2006. http://id.shvoong.com/medicine

and-health/alternative-medicine/2122602-pemanfaatan-obat-tradisional/

(diakses pada tanggal 14 maret 2012)

. "Effect and safety of sertraline for treat posttraumatic stress disorder: a multicenter randomized
controlled study." International journal of psychiatry in clinical practice 21.2 (2017): 151-155.

Anda mungkin juga menyukai