Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI 1

Disusun Oleh :
Nama : Tommy Winahyu Puri
NIM : 161210017
Prodi : S1 Farmasi
Semester : VIII (Delapan)

Dosen Pengampu :
Mawaqit Makani, M.Clin.Pharm., Apt

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BORNEO CENDIKIA MEDIKA PANGKALAN BUN

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

Alamat : Jl. Sultan Syahrir No. 11 Pangkalan Bun Kab. Kotawaringin Barat
I. Tujuan
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksana terapi penyakit
gagal ginjal

II. Dasar Teori


Gangguan ginjal kronis (chronic kidney disease) merupakan suatu gangguan atau
kerusakan fungsi maupun struktur ginjal dengan maupun tanpa penurunan laju filtrasi
glumerulus disertai manifestasi kelainan patologi ginjal selama tiga bulan atau lebih.
Penyebab terjadinya gangguan ginjal kronis diantaranya karena diabetes melitus,
hipertensi, glomerulonefritis, malformasi pada saluran perkemihan, infeksi saluran
kencing yang berulang, polikistik ginjal dan sebagainya (K/DOQI, 2002).

Klasifikasi

Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR (Glomerulo
Filtration Rate). Stadium-stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR
yang tersisa. Dan mencakup:

1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin
banyak nefron yang mati.
4. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5%
dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtrasi
Glomerolus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73 m2 . Berikut adalah
klasifikasinya:
Ciri dan Gejala

Gangguan ginjal kronis memiliki gejala awal seperti edema, sesak nafas, kram
dan nyeri otot, intoleransi dingin, depresi, kelelahan, kecemasan, dan disfungsi
seksual (Schonder, 2008). Pada tahap 1 dan 2 gangguan ginjal kronis biasanya tidak
memiliki gangguan metabolik dan kebanyakan pasien asimtomatik atau tidak ada
gejala. Gejala biasanya muncul pada tahap 3 dan 4 dengan gejala yang sedikit.
Gejala khas yang berhubungan dengan gangguan ginjal kronis baru muncul pada
tahap 5, yaitu mual, muntah, sembelit, kelelahan, nyeri otot, pendarahan yang
abnormalitas, dan pruritis (Melanie et al., 2007).

Pengobatan

Pengobatan dari gangguan ginjal kronis memiliki tujuan untuk


memperlambat dan mencegah perkembangan dari gangguan ginjal kronis. Hal
tersebut memerlukan identifikasi awal faktor resiko pasien terkena gangguan ginjal,
sehingga pengobatan ditujukan untuk mencegah perkembangan dari gangguan ginjal
kronis. Pengobatan dilakukan dengan 2 macam terapi, yaitu terapi non-farmakologi
dan terapi farmakologi. Terapi non-farmakologi meliputi pengelolaan nutrisi tubuh
seperti pengurangan asupan protein. National Kidney Foundation telah
merekomendasikan untuk pasien yang memiliki GFR kurang dari 25
ml/menit/1,73m2 yang tidak menjalani dialisis harus membatasi asupan protein 0,6
g/kg/hari. Sedangkan untuk pasien yang menerima dialisis menjaga asupan protein
dari 1,2 g/kg/hari sampai 1,3 g/kg/hari (Schonder, 2008). Sedangkan untuk terapi
farmakologi meliputi :

1) Mengontrol gula darah secara intensif dengan terapi insulin untuk penderita DM
tipe 1

2) Mengontrol tekanan darah

Untuk pasien CKD stage 1 hingga 4, goal of therapy tekanan darah harus kurang
dari 130/80 mmHg. Sedangkan untuk pasien CKD stage 5 goal of therapy tekanan
darah harus kurang dari 140/90 mmHg sebelum hemodialisis dan kurang dari 130/80
mmHg setelah hemodialisa.

3) Mengurangi proteinuria

ACEI (Angiotensin Converting Enzym Inhibitor) dan ARB (Angitensin Reseptor


Bloker) dapat menurunkan tekanan kapiler dan volume pada glomerulus karena efek
dari angiotensin II. Hal tersebut yang dapat mengurangi jumlah protein yang disaring
melalui glomerulus, sehingga akan mengurangi perkembangan gangguan ginjal
kronis. (Schonder, 2008)

Kasus

Ny. B 58 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan letih dan lemas. Dia
mengatakan bahwa dalam 3-4 hari terakhir konsumsi airnya juga kurang. Ny. B memiliki
penyakit hipertensi sejak 4 tahun, Parkinsons disease, hypotiroidsm. Riwayat pengobatan
Carbidopa Levodopa (Sinemet), Levothyroxine (Synthroid), HCTZ. Hasil pemeriksaan Lab:
Glukosa 66 mg/dl, BUN 41 mg/dl, Cr 1,5 mg/dl, Sodium 142 mmol/L, Pottasium 4,2
mmol/L, Chloride 110 mmol/ L, CO2 22 mmol/L, Anion Gap 10 mmol/L, Calcium 8,3
mg/dL.
SOAP

• Subjektif :

Nama : Ny. B

Umur : 58 th

Keluhan : letih dan lemas. Dia mengatakan bahwa dalam 3-4 hari terakhir konsumsi
airnya juga kurang.

Riwayat pengobatan : Carbidopa Levodopa (Sinemet), Levothyroxine (Synthroid),


HCTZ.

Objektif :

Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan


Glukosa 66 mg/dL 70-130 mg/dL
BUN 41 mg/dL Wanita : 6-21 mg/dL
Sodium 142 mmol/L 135-145 mmol/L
Pottasium 4,2 mmol/L 3,7-5,2 mmol/L
Cr 1,5 mg/dl Wanita : 0,5-1,1 mg/dL
Chloride 110 mmol/ L 98-108 mmol/L
CO2 22 mmol/L 38-42
Anion Gap 10 mmol/L 6-12
Calcium 8,3 mg/dL 8,8-10,4 mg/dL

Assesment

Ny. B memiliki penyakit hipertensi sejak 4 tahun, Parkinsons disease, hypotiroidsm.


Jurnal pendukung

Anda mungkin juga menyukai