Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI 1

Disusun Oleh :
Nama : Tommy Winahyu Puri
NIM : 161210017
Prodi : S1 Farmasi
Semester : VIII (Delapan)

Dosen Pengampu :
Mawaqit Makani, M.Clin.Pharm., Apt

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BORNEO CENDIKIA MEDIKA PANGKALAN BUN

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

Alamat : Jl. Sultan Syahrir No. 11 Pangkalan Bun Kab. Kotawaringin Barat
I. Tujuan
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksana terapi
penyakit infeksi saluran kemih

II. Dasar Teori

Glikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Keadaan
hiperglikemia kronis dari diabetes behubungan dengan kerusakan jangka panjang,
gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung,
dan pembuluh darah (Dipiro, et. Al., 2015) Diabetes Melitus adalah sindrom klinis
yang ditandai dengan hiperglikemia karena defisiensi insulin yang absolut maupun
relatif. Kurangnya hormon insulin dalam tubuh yang dikeluarkan dari sel β pankreas
mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak menyebabkan gangguan
signifikan. Kadar glukosa darah erat diatur oleh insulin sebagai regulator utama
perantara metabolisme. Hati sebagai organ utama dalam transport glukosa yang
menyimpan glukosa sebagai glikogen dan kemudian dirilis ke jaringan perifer ketika
dibutuhkan (American Diabetes Association, 2012).

Klasifikasi
Menurut Noegroho (2015) klasifikasi infeksi saluran kemih didasarkan atas gejala
klinis, hasil pemeriksaan laboratorium gejala klinis, hasil pemeriksaan laboratorium,
dan penemuan mikrobiologis. Secara praktis infeksi saluran kemih dibagi menjadi
infeksi saluran kemih non komplikata, infeksi saluran kemih komplikata, dan sepsis
 Infeksi Saluran Kemih Non Komplikata.
ISK non komplikata biasanya terjadi pada orang dewasa, termasuk didalamnya
episode sporadik yang didapat dari komunitas dan menyebabkan sistitis akut dan
pielonefritis akut pada orang yang sehat. Sistitis sendiri adalah infeksi kandung
kemih dengan sindroma klinis: disuria, frekuensi, urgensi, dan terkadang terjadi
nyeri pada bagian suprapubik. Sedangkan pielonefritis adalah infeksi pada
parenkim dan pelvis ginjal beserta dengan sindroma klinis: demam, menggigil,
dan nyeri pinggang karena bakteriuria dan piuria tanpa faktor resiko yang terjadi.
(Mochtar dan Noegroho, 2015).
 Infeksi Saluran Kemih Komplikata
ISK komplikata termasuk dalam kategori infeksi yang dihubungkan dengan suatu
kondisi, seperti abnormalitas struktural atau fungsional saluran genitourinary atau
terdapatnya suatu penyakit umum yang mengganggu dengan mekanisme imun
seseorang, kemudian memberikan efek meningkatkan resiko infeksi atau gagalnya
terapi. ISK komplikata disebabkan oleh spektrum bakteri yang lebih luas dan
lebih sering resistensi terhadap antibiotik daripada spektrum bakteri yang
menyebabkan ISK non komplikata. Menurut prognosis dan studi klinis, pasien
ISK komplikata dibagi menjadi dua, yaitu pasien yang memiliki faktor komplikasi
yang dapat dihilangkan dengan terapi seperti ekstraksi batu atau melepas kateter
dan pasien yang faktor komplikasinya tidak bisa dihilangkan dengan terapi seperti
penggunaan kateter menetap, sisa batu setelah tindakan, dan neurogenic bladder.
(Renaldo, 2015).
 Infeksi Saluran Kemih karena Pemasangan Kateter.
Penyebab tersering infeksi nosokomial pada traktus urinarius diakibatkan oleh
pemasangan kateter. Bakteriuria yang terjadi pada pemasangan kateter
berhubungan dengan lamanya kateterisasi. Terjadinya bakteriuria dapat meningkat
5% - 10% per hari setelah kateter dipasang dan terjadi pada 90% - 100% pasien
yang menggunakan kateter. (Hamid, 2015).

Ciri dan Gejala


 Keinginan untuk buang air kecil yang terus terasa.
 Rasa nyeri atau sensasi panas ketika buang air kecil.
 Urine keruh dan berbau tajam.
 Sering buang air kecil.
 Urine yang berdarah atau bernanah.
 Pada wanita, umumnya pasien akan merasakan nyeri panggul, terutama di pusat
panggul dan area tulang di sekitar kelamin.
Pengobatan
TERAPI FARMAKOLOGI

Tujuan dari pengobatan ISK adalah mencegah atau mengobati infeksi sistemik,
membasmi organisme penyerang dan mencegah terulangnya infeksi (Coyle and Prince,
2005). Berikut adalah beberapa agen antimikroba yang biasa digunakan untuk
pengobatan infeksi saluran kemih :

1. Kotrimoksazol (Trimetropim-Sulfametoksazol)

Trimetropim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua


tahap yang berurutan pada mikroba sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek
sinergi. Kombinasi ini lebih dikenal dengan nama kotrimoxazol yang sangat berguna
untuk pengobatan infeksi saluran kemih. Trimetoprim pada umumnya 20-100 kali lebih
poten daripada sulfametoksazol sehingga sediaan kombinasi diformulasikan untuk
mendapatkan sulfametoksazol in vivo 20 kali lebih besar daripada trimetoprim
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik., 2007).

2. Fluoroquinolon

Fluoroquinolon efektif untuk infeksi saluran kemih dengan atau tanpa penyulit
termasuk yang disebabkan oleh kuman-kuman yang multiresisten dan P. aeruginosa
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007). Fluoroquinolon merupakan agen yang
efektif untuk infeksi saluran kemih walaupun infeksiinfeksi itu disebabkan oleh bakteri
yang resisten terhadap banyak obat seperti pseudomonas (Katzung., 2004).
Ciprofloxacin, levofloxacin, norfloxacin dan ofloxacin merupakan kelompok
fluoroquinolon lama yang mempunyai daya antibakteri jauh lebih kuat dibandingkan
kelompok quinolon lama. Kelompok fluoroquinolon lama ini mempunyai daya
antibakteri yang sangat kuat terhadap E. coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, H.
influenzae. Providencia, Serratia, Salmonella, N. meningitidis, N. gonorrhoeae, B.
catarrhalis dan Yersinia enterocolitica (Departemen Farmakologi dan Terapeutik., 2007).
- Ciprofloxacin

Ciprofloxacin aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Ciprofloxacin
terutama aktif terhadap kuman Gram negatif termasuk Salmonella, Shigella,
Campilobakter, Neisseria, dan Pseudomonas. Penggunaan ciprofloxacin termasuk untuk
infeksi saluran napas, saluran kemih, sistem pencernaan, dan gonore serta septikemia
oleh organisme yang sensitif (BPOM., 2008).

- Ofloxacin
Ofloxacin digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran nafas bagian bawah,
gonoroe, uretritis, dan serfisitis non gonokokkus (BPOM., 2008).
- Levofloxacin
Levofloxacin aktif terhadap organisme Gram positif dan Gram negatif. Memiliki
aktifitas yang lebih besar terhadap Pneumokokkus dibandingkan ciprofloxacin (BPOM.,
2008).
- Norfloxacin
Nofloxacin adalah kelompok fluoroquinolon yang paling tidak efektif terhadap
organisme Gram negatif maupun Gram positif dengan MIC yang empat kali sampai
delapan kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang dimiliki oleh ciprofloxacin yang
merupakan prototipe obat tersebut (Katzung., 2004).
3. Sefalosporin

Spektrum kerja sefalosporin luas dan meliputi banyak kuman Gram positif dan Gram
negatif termasuk E. coli, Klebsiella, dan Proteus. Berkhasiat bakterisid dalam fase
pertumbuhan kuman berdasarkan penghambat sintesa peptidoglikan yang diperlukan
kuman untuk ketangguhan dindingnya. Kepekaannya terhadap beta-laktamase lebih
rendah daripada penisilin (Tjay dan Rahardja.,2007).

Sefalosporin dibagi menjadi 4 generasi berdasarkan aktifitas antimikrobanya.


Sefalosporin aktif terhadap kuman Gram positif maupun Gram negatif tetapi spektrum
antimikroba masing-masing derivat bervariasi. Sefalosporin generasi ketiga dalam bentuk
tunggal atau kombinasi dengan aminoglikosida merupakan obat pilihan utama untuk
infeksi berat oleh Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Provedencia, Serratia dan
Haemophillus spesies (Departemen Farmakologi dan Terapeutik., 2007).

4. Aminoglikosida

Aminoglikosida merupakan antibiotik dengan spektrum luas tetapi tidak boleh


digunakan pada setiap jenis infeksi oleh kuman yang sensitif karena resistensi terhadap
aminoglikosida relatif cepat berkembang, toksisitasnya relatif tinggi, dan tersedianya
berbagai antibiotik lain yang cukup efektif dan toksisitasnya lebih rendah. Gentamisin
yang sudah cukup luas digunakan dibeberapa tempat sudah menunjukkan resistensi yang
cukup tinggi (Departemen Farmakologi dan Terapeutik., 2007).

KASUS
Nn. F 22 tahun datang dengan nyeri pinggang kiri sejak 2 hari yang lalu, nyeri
saat BAK, demam, mual muntah 3 kali. Nn. F bekerja sebagai karyawan swasta.
Pendidikan terakhir pasien adalah D3. TTV: Tekanan darah 100/80 mmHg, Nadi 132
x/menit, Respirasi 23 x/menit, suhu 39,20C. Hasil pemeriksaan Lab: Leukosit 21.790
/mm3, Eritrosit 4,62 x 106, Hb 11,4 g/dL. Pemeriksaan urin: warna kuning keruh, Protein:
+ 1, Leukosit : + 1, Eritrosit : +2. Terapi inf. Rl 30 tpm, Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr, inj
Foricep 2 x 1 gram, inj. Ranitidine 2 x 1 amp, Paracetamol 3 x 500 mg PRN, urinter 2 x
400 mg.
Subjektif
Identitas Pasien
 Nama : Nn. F
 Usia : 22 tahun
 Pekerjaan : Karyawan swasta
 Pendidikan terakhir : D3.
 Keluhan Utama : Nyeri pinggang kiri sejak 2 hari yang lalu, nyeri saat BAK,
demam, mual muntah 3 kali.
 Riwayat Penyakit Terdahulu : -
 Riwayat Pengobatan : Terapi inf. Rl 30 tpm Ceftriaxone 2 x 1 gr, inj Foricep 2 x 1 gram,
inj. Ranitidine 2 x 1 amp, Paracetamol 3 x 500 mg PRN, urinter 2 x 400 mg.
Objektif
 TTV :
 Tekanan darah 100/80 mmHg,
 Nadi 132 x/menit,
 Respirasi 23 x/menit,
 Suhu 39,20C.

Assesment
 Diagnosis utama : ISK (Infeksi Saluran Kemih)
 Permasalahan pada terapi.
PLAN
DRP
Jurnal & Guideline pendukung
 Dipiro, J.t., Wells, (s.l). B.G., et al. Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edition, McGrawHill Education, USA.
 Chu,C,M,dkk.Diagnosis and treatment of urinary tract infections across age groups.2019
Kesimpulan
 Rodriguez ,M,P,dkk.Urinary Tract Infections: Management, Outcomes and Risk Factors for Antibiotic Re-
Kesimpulan
prescription in Primarydari pemaparan kasus, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap spesifik
Care.2019.
bakteri yang menyebabkan ISK agar dapat disesuaikan dengan klasifikasi ISK. Selanjutnya,
pemberian terapi direkomendasikan menggunakan salah satu first line yaitu trimethoprim-
sulfamethoxazole, dengan pertimbangan efek samping, faktor resiko, interaksi antar obat. Selain
itu, perlu dilakukan uji kerentanan. Pemberian ringer laktat dilihat dari kondisi pasien, untuk
menggantikan cairan tubuh yang hilang.
Selain itu, untuk mengatasi mual muntah dan demam, tetap dilanjutkan dengan
ranitidin dan paracetamol hanya jika diperlukan. Terapi non farmakologi mendukung
keberhasilan terapi.
Monitoring
Monitoring pada pasien dapat dilakukan dengan :
1.    Menilai gejala yang timbul pada pasien sebagi respon terhadap terapi antibiotik yang
diberikan.
2.    Meninjau data hasil pemeriksaan kultur mikroba :
a.    Menilai efektivitas terapi empiris yang diberikan.
b.    Menilai perlu tidaknya perubahan terapi.
3.    Memutuskan perlu tidaknya terapi profilaksis pada pasien.
4.    Mengevaluasi ada tidaknya ADRs, alergi, dan interaksi obat.
5.    Follow-up kesehatan pasien untuk mengetahui ada tidaknya kekambuhan.

Anda mungkin juga menyukai