20080605121349skripsi (03 513 082)
20080605121349skripsi (03 513 082)
Tugas Akhir :
YOGYAKARTA
2008
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, Pencipta Alam
semesta berserta isinya dan tempat berlindung bagi Umat-nya. Shalawat serta
salam terlimpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Alhamdulillahirobbil’alamin atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir dengan judul
“PEMANFAATAN LIMBAH ACTIVATED ALUMINA DAN GLASSWOOL
PT. PERTAMINA UP IV CILACAP SEBAGAI BAHAN CAMPURAN
PEMBUATAN PLAFON”.
Penyusunan tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat dorongan dan
motivasi, bantuan, bimbingan dan arahan, serta adanya kerja sama dari berbagai
pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis mengaturkan banyak terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Luqman Hakim, ST., Msi., selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia dan
sebagai dosen pembimbing I..
2. Bapak Ir. Kasam, MT., selaku dosen pembimbing II.
3. Bapak Eko Siswoyo, ST., selaku Koordinator Tugas Akhir.
4. Bapak Andik Yulianto, ST. ; Bapak Hudori, ST. ; Bapak Ir. Hananto Hadi
Purnomo, MSc. ; Ibu Yureana, ST., MSc. ; Ibu Any Juliani, ST., MSc., dan
seluruh dosen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Islam Indonesia.
5. Bapak Agus Adi Prananto, selaku bagian pengajaran urusan administrasi tugas
di Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Universitas Islam Indonesia
3
6. Pak Tasyono dan Mas Iwan Ardiyanta, selaku Laboran Jurusan Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam
Indonesia.
7. Pak Kamto dan Pak Pranoto, selaku Laboran Laboratorium Jalan Raya,
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas
Islam Indonesia.
Akhir kata semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca yang berkaitan dengan keilmuan maupun dapat menjadi studi literatur
bagi penelitian yang berhubungan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Erfan Agusfiandifutra
4
MOTTO
Al Baqarah 201
Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebahagiaan di akhirat serta
jauhkanlah kami dari api neraka.
Ad Dhuhaa 1-5
Demi waktu duha yang ceria.
Demi malam bila gelap dan sunyi.
Tuhanmu sama sekali tidak akan meninggalkanmu dan tak akan
membencimu.
Akhirat jauh lebih baik daripada kehidupan didunia.
Tuhanmu akan memberikan kepadamu suatu yang membikinmu
puas.
5
PEMANFAATAN LIMBAH ACTIVATED ALUMINA DAN GLASWOOL
PT.PERTAMINA UP IV CILACAP SEBAGAI BAHAN CAMPURAN PEMBUATAN
PLAFON
Abstrak
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah solidifikasi dimana metode
untuk mengubah limbah padatan halus menjadi padat dengan menambahkan bahan
pengikat. Pembuatan plafon dengan penambahan variasi limbah 50%,47% dan 42% dari
berat plafon yang kemudian dicetak dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 1 cm. Jumlah sampel
tiap variasi sebanyak 6 sampel plafon yang kemudian dilakukan pengujian terhadap
logam berat (Cr,Cu,Pb,dan Zn) dengan metode TCLP, uji pH dan uji kuat lentur.
Dari hasil penelitian didapat pada penambahan proporsi limbah yang paling
baik dari hasil analisa TCLP yakni pada variasi 2 dengan proporsi limbah sebanyak
47% dengan konsentrasi perlindian logam Cr = 0,5905 mg/l, Cu = 0,0569 mg/l, Pb =
0,2252 mg/l dan Zn = 0,0225 mg/l masih dibawah baku mutu standar yang ditetapkan
berdasarkan PP. No. 85 Tahun 1999. Untuk pengujian pH pada masing-masing variasi
dapat dikatakan tidak ada kenaikan pH yang tinggi karena grafik hasil uji pH
konstan/stabil. Sedangkan untuk kuat lentur plafon yang terbesar yaitu pada variasi 3
dengan proporsi limbah 42% memiliki kuat lentur maksimal 23,95 Kg/cm2 dan berada
diatas standar kuat lentur papan semen menurut DIN-1101 yaitu 17 Kg/cm2. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa limbah activated alumina dan glaswool layak dimanfaatkan,
dari aspek kesehatan dan lingkungan serta dari aspek fisik (kuat lentur).
6
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN---------------------------------------------------------------------- 2
MOTTO -------------------------------------------------------------------------------------------- 5
ABSTRAK----------------------------------------------------------------------------------------- 6
BAB I PENDAHULUAN
d. Beracun ------------------------------------------------------------------ 20
2.5 Solidifikasi------------------------------------------------------------------24
2.9.1 Kristalografi-------------------------------------------------------- 35
8
b. Tembaga (Cu) -----------------------------------------------------------43
2.16. pH -------------------------------------------------------------------------- 44
3.7.2 Alat------------------------------------------------------------------- 50
9
3.9 Pengujian Plafon----------------------------------------------------------- 52
4.5.2 Ekonomi---------------------------------------------------------------68
4.5.3 Lingkungan-----------------------------------------------------------68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
10
Tabel 4.3. Hasil pengujian lindi dengan metode TCLP----------------------------- 57
DAFTAR GAMBAR
11
BAB I
PENDAHULUAN
12
senyawa lainnya seperti senyawa yang mengandung sulfur, nitrogen, oksigen dan
logam-logam termasuk logam berat.
13
PT. Persada Pamunah Limbah Industri (PT.PPLI), dimana membutuhkan biaya
cukup besar. Untuk meminimalisasi biaya yang disebabkan oleh penanganan
limbah ini, alangkah lebih baik jika limbah ini dimanfaatkan untuk keperluan
yang lebih berguna.
Dari penelitian sebelumnya, beberapa limbah yang berasal dari proses
kegiatan produksi minyak telah dikembangkan dengan teknik
solidifikasi/stabilisasi. Diantaranya diaplikasikan oleh Pertamina UP VI Balongan
melalui kerja sama dengan kantor Dinas PU Provinsi Jabar. Kerja sama ini
difokuskan pada pemanfaatan limbah katalis sebagai bahan bangunan. Namun
untuk masalah toksisitas bahan limbah yang akan dipergunakan sebagai bahan
bangunan itu, UP VI juga mengadakan kerja sama dengan
PPSDAL - Unpad, Bandung. Penelitian difokuskan terhadap katalis bekas unit
RCC UP VI Balongan pada tahun 1996-1997 yang pada saat ini jumlahnya
mencapai 5.000 ton lebih.
Sesuai dengan tujuan penelitian, agar penelitian ini lebih mudah perlu
adanya batasan-batasan sebagai berikut :
a. Kriteria hasil pengolahan solidifikasi berupa plafon/eternit akan
disesuaikan dengan standar SNI untuk bahan bangunan plafon.
b. Limbah padat yang digunakan pada penelitian ini adalah activated
alumina dan glasswool serta ditambah zeolit dan pengikat berupa bahan
polimer yaitu acrylic dan epoksi.
15
1.5 Manfaat Penelitian
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah adalah bahan yang tidak diinginkan atau sisa dari suatu proses
produksi, atau dibuang dari pemukiman penduduk atau komunitas hewan. Limbah
juga merupakan sesuatu benda yang mengandung zat yang bersifat
mambahayakan bagi kehidupan manusia, hewan, serta lingkungan dan umumnya
muncul karena hasil perbuatan manusia, termasuk industrialisasi (UU RI
No.23/97, 1997 pasal 1).
Secara umum limbah dibagi 2 yaitu :
a. Limbah ekonomis, yaitu limbah yang dapat dijadikaan produk sekunder
untuk produk yang lain dan atau dapat mengurangi pembelian bahan baku.
b. Limbah non ekonomis, yaitu limbah yang dapat merugikan dan
membahayakan serta menimbulkan pencemaran lingkungan.
19
Limbah B3 memiliki beberapa karakteristik, yaitu :
a. Mudah Meledak
Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat
menghasilkan gas dengan suhu tekanan dan tinggi yang dengan cepat dapat
merusak lingkungan sekitarnya.
b. Mudah Terbakar
Limbah mudah terbakar adalah limbah yang apabila berdekatan dengan
api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau
terbakar dan apabila telah nyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
c. Bersifat Reaktif
Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran
karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang
tidak stabil dalam suhu tinggi
d. Beracun
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya
bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menyebabkan kematian dan sakit
serius. Apabila masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, kulit, atau mulut.
Prosedur ekstraksi untuk menentukan senyawa organik dan anorganik (TCLP)
dapat digunakan untuk identifikasi limbah ini. Limbah yang menunjukkan
karakteristik beracun yaitu jika diekstraksi dari sampel yang mewakili
mengandung kontaminan lebih besar .
e. Menyebabkan Infeksi
Limbah yang menyebabkan infeksi, yaitu bagian tubuh yang diamputasi
dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau
limbah lain yang terkena infeksi kuman penyakit yang menular.
f. Bersifat Korosif
Limbah yang bersifat korosif, yaitu limbah yang menyebabkan iritasi
(terbakar) pada kulit atau mengkorosikan baja.
20
2.4 Pengelolaan Limbah B3
Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencangkup
reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaataan, pengolahan
dan penimbunan B3. Pengolahan ini bertujuan untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang
telah tercemar ( PP No.18 Tahun 1999 jo PP No.85 Tahun 1999 Pasal 2).
21
Artinya, bila suatu perusahaan telah memenuhi baku mutu limbah, maka
perusahaan tersebut telah berhasil melakukan pengelolaan limbah. Namun, pada
limbah B3, selain hasil akhir, cara pengelolaan juga harus memenuhi peraturan
yang berlaku. Jadi, untuk berhasil mengelola limbah B3, tidak cukup hanya
memenuhi baku mutu limbah B3 saja, cara mengelola seperti pencatatan,
penyimpanan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan harus juga memenuhi
peraturan yang berlaku. Sekali lagi, dalam limbah B3 cara mengelola adalah suatu
hal yang penting untuk diperhatikan. Dalam tuntutan hukum, limbah B3 tergolong
dalam tuntutan yang bersifat formal. Artinya, seseorang dapat dikenakan tuntutan
perdata dan pidana lingkungan karena cara mengelola limbah B3 yang tidak
sesuai dengan peraturan, tanpa perlu dibuktikan bahwa perbuatannya tersebut
telah mencemari lingkungan. Sekali lagi, mengetahui cara pengelolaan limbah B3
yang memenuhi persyaratan wajib diketahui oleh pihak-pihak yang terkait dengan
limbah B3 (Anonim, 2007).
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pengelolaan limbah
B3 di Indonesia. Pertama, adalah penerapan “produksi bersih dan minimisasi
limbah” bagi industri. Teknologi end pipe treatment yang dipakai di Indonesia
sendiri sebenarnya merupakan teknologi kuno (sunset technology) yang telah
lama ditinggalkan oleh negara-negara maju. Namun para industriawan biasanya
malas untuk mengganti teknologi pengelolaan limbah mereka dari end pipe
treatment menjadi clean technology, karena adanya internalisasi biaya eksternal
atas kerusakan lingkungan akibat limbah yang dihasilkan. Hal tersebut akan
menambah cost tersendiri bagi mereka, apalagi dengan kondisi perekonomian
22
sulit seperti sekarang ini. Inilah repotnya jika industriawan kita hanya mengejar
short-term benefits nya saja. Padahal konsep clean technology melalui minimisasi
limbah industri dengan model reduce; recycle; reused; recovery dan
recuperation, bila diterapkan dengan benar dapat mengurangi cost production dari
industri tersebut meskipun pada awalnya dibutuhkan investasi yang cukup besar.
Selain produksi bersih, penanganan limbah yang memang tidak dapat tereduksi
dalam proses minimisasi limbah harus ditangani sesuai prosedur dan tidak
seadanya saja.
Kedua, adalah pembenahan sistem hukum dan peraturan yang telah ada,
baik itu untuk limbah yang dihasilkan di dalam negeri maupun untuk lintas batas
limbah B3. Peraturan yang ada seperti AMDAL masih jauh dari mencukupi untuk
melakukan pengelolaan terhadap limbah, khususnya limbah B3. Apalagi dengan
lembaga dan sumber daya manusia yang belum memadai. Sedangkan untuk lintas
batas limbah B3, Indonesia sebenarnya telah meratifikasi Konvensi Basel melalui
Kepres RI no. 61/1993 tentang Pengesahan Convension on The Control of
Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal.
23
dalam usaha pelestarian lingkungan hidup. Salah satunya adalah sosialisasi
informasi mengenai limbah B3. Dengan begitu ada keterlibatan seluruh
stakeholders secara seimbang dan aktif untuk memecahkan setiap persoalan
lingkungan hidup yang akan muncul puluhan bahkan ratusan masalah seiring
dengan berkembangnya industrialisasi di negari kita. Sebab bukanlah rahasia
bahwa kita pun tidak ingin Indonesia disebut sebagai negara keranjang sampah
(Krisbayu, 2007).
2.5 Solidifikasi
24
Proses stabilisasi/solidifikasi adalah suatu tahapan proses pengolahan
limbah B3 untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 melalui
upaya memperkecil/membatasi daya larut, pergerakan/penyebaran dan daya
racunnya (immobilisasi unsure yang bersifat racun) sebelum limbah B3 tersebut
dibuang ke tempat penimbunan akhir (landfill).
25
menambahkan senyawa pengikat dan pereaksi tertentu yang bertujuan
memperkecil/membatasi kelarutan, pergerakan atau penyebaran daya racunnya,
sebelum dibuang ke tempat penimbunan akhir (secure landfill) (Anonim, 1995).
2.6 Plafon/eternit
Makin meningkatnya kebutuhan perumahan saat ini menyebabkan
kebutuhan akan bahan bangunan semakin meningkat pula. Seperti kita ketahui
bersama, bahan yang digunakan untuk bangunan terdiri dari bahan-bahan atap,
dinding dan lantai. Saat ini bahan-bahan bangunan yang terbuat dari semen seperti
genteng beton, conblock dan paving block sudah banyak digunakan oleh
masyarakat luas. Saat ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kita dapat
membuat bahan - bahan tersebut dengan harga yang relatif murah tanpa
mengurangi mutunya. Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas, maka
Puslitbang Permukiman sejak tahun 1972 telah meneliti dan mengembangkan
pemanfaatan bahan limbah untuk bahan bangunan dengan tujuan : menunjang
pengadaan bahan bangunan, menunjang program pemerintah dalam usaha
memenuhi kebutuhan komponen bahan bangunan, kemungkinan berdirinya usaha
kecil yang memproduksi komponen bangunan, memberikan nilai tambah bagi
pengelola limbah, ikut mengatasi problem industri dan terciptanya lapangan kerja
baru (Husin, 2002).
Eternit merupakan
produk bahan bangunan
dibuat dari campuran
semen dengan tepung batu
gamping atau asbes yang
digunakan sebagai langit-
langit rumah. Contoh
produk plafon penelitian
dapat dilihat pada gambar
2.1.
Gambar 2.1 Produk plafon penelitian
26
Eternit dikenal juga dengan sebutan plasterboard. Eternit dapat dicetak
sesuai dengan motif yang dibuat, sehingga akan tampak lebih menarik. Sebagai
langit-langit rumah selain eternit/asbes, juga digunakan gypsum dan triplek.
Dibandingkan dengan gypsum dan triplek, harga eternit/asbes jauh lebih murah
sehingga banyak digunakan terutama untuk perumahan sederhana, sedangkan
gypsum dan triplek lebih banyak digunakan pada perumahan mewah.
a. Casting
Mempunyai bentuk seperti bubuk lembut dengan warna putih. Untuk
memperoleh casting dapat di toko-toko tertentu dengan merk seperti : Jaya
board, Elephant board, SGP casting, Judal board. Untuk perawatannya casting
ditaruh ditempat yang kering dan jangan sampai terkena air agar casting tidak
mudah mengeras.
27
b. Roving
Roving bentuknya seperti serabut yang sudah tertata rapi, sehingga tinggal
dipotong jika ingin digunakan. Roving digunakan sebagai bahan penguat pada
waktu pencetakan. Untuk perawatan sebaiknya roving ditaruh ditempat yang
kering dan jangan ditumpuki bahan berat karena sifatnya yang rapuh.
c. Air
Air nantinya digunakan sebagai bahan untuk mencampur casting. Air yang
digunakan bisa air sumur, air PAM, air artesis, yang tidak mengandung garam.
Karena air yang mengandung kadar garam tinggi menyebabkan gypsum tidak
tahan lama atau mudah pecah.
d. Minyak
Minyak yang digunakan dalam pembuatan gypsum bisa dibuat dengan
menggunakan bahan lemak dari binatang lembu atau kerbau yang dipanaskan
atau dimasak sekitar 5 menit sampai lemak itu mencair kemudian campurkan
dengan solar dengan perbandingan 2:1, kemudian dimasak lagi sekitar 5 menit
sambil diaduk agar kedua kedua cairan tersebut menyatu sehingga menjadi
sebuah minyak yang sudah siap digunakan. Dengan penggunaan minyak yang
dibuat dari bahan lemak sapi akan menghasilkan gypsum yang sesuai dengan
keinginan yaitu tetap akan berwarna putih dan bersih tidak bercampur dengan
warna minyak.
e. Tali
Tali nantinya akan digunakan sebagai pengait gypsum untuk digantungkan
setelah dilepas dari cetakan, untuk itu tali yang dipilih haruslah kuat, bisa tali
rafia atau sejenisnya, yang mudah diperoleh di toko-toko.
Alumina (Al2O3) adalah campuran bahan kimia dengan m.p 2,000°C sp.gr.
kira – kira 4,0. Alumina tidak dapat larut dalam air dan organik cair dan sangat
ringan dapat larut dalam asam kuat dan alkali. Alumina terjadi dalam 2 bentuk
kristal. Alpha alumina adalah campuran dari sedikit pewarnaan hexagonal kristal
dengan diberikan secara perkiraan; gamma alumina adalah campuran dari sedikit
28
pewarnaan percubik kristal dengan sp. Gr. Sekitar 3,6 dipindahkan ke bentuk alpa
pada temperatur tinggi. Bubuk alumina terbentuk dari pencampuran kristal
alumina; putih alami. Alumina didistribusikan secara luas di alam. Dikombinasi
dengan silika dan mineral lain yang terjadi didalam tanah liat, feldspar, dan mika.
Komponen utama dari alumina bauxite dan sering terjadi dalam bentuk
alami seperti corundum. Alumina penting dalam perdagangan terutama digunakan
dalam produksi logam alumina. Alumina juga digunakan untuk abrasi, corundum,
dan emery digunakan secara luas seperti persiapan pembutan pengikisan alumina.
Nama yang sering digunakan untuk alumina abrasi meliputi Alundum dan Alosite
Alumina juga digunakan dalam keramik untuk pewarnaan dan pabrik
bahan – bahan kimia tanah liat yang mengandung alumina digunakan dalam
keramik, genteng, batu bata, panel board, paving block. Bentuk fisik dari limbah
activated alumina dapat dilihat pada gambar 2.2.
29
Al2O3 + 3H2O + 2NaOH + panas → 2NaAl(OH)4.......................(1)
Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa dipisahkan melalui
penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk silikat Si(OH)62-. Ketika cairan yang
dihasilkan didinginkan, terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih larut
dalam cairan tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan.
Al2O3 yang terbentuk adalah alumina.
Alumina terjadi dalam 2 bentuk kristal. Alpha alumina adalah campuran dari
sedikit pewarnaan hexagonal kristal dengan diberikan secara perkiraan; gamma
alumina adalah campuran dari sedikit pewarnaan percubik kristal dengan sp. Gr.
Sekitar 3,6 dipindahkan ke bentuk alpa pada temperatur tinggi. Bubuk alumina
terbentuk dari pencampuran kristal alumina; putih alami. Alumina didistribusikan
secara luas di alam. Dikombinasi dengan silika dan mineral lain yang terjadi
didalam tanah liat, feldspars, dan mika. Komponen utama dari alumina bauxite
dan sering terjadi dalam bentuk alami seperti corundum. Alumina penting dalam
perdagangan terutama, digunakan dalam produksi logam alumina. Alumina juga
digunakan untuk abrasi, corundum, dan emery digunakan secara luas seperti
persiapan pembutan pengikisan alumina. Nama yang sering digunakan untuk
alumina abrasi meliputi Alundum dan Alosite. Alumina juga digunakan dalam
keramik untuk pewarnaan dan pabrik bahan – bahan kimia tanah liat yang
mengandung alumina digunakan dalam keramik,genteng,batu bata, panel board,
paving block. Alumina alami digunakan dalam pembuatan tempat meleburnya
logam dan alat lain untuk dicairkan. Hydrate alumina digunakan dalam cat
mordant untuk membuat zat warna, juga digunakan dalam pembuatan kaca,
kosmetik, dan obat – obatan seperti antasit.
30
proporsi yang dihasilkan dalam berbagai struktur. Dalam kaitannya dengan sifat
alami area permukaan internal ini, activated alumina adsorbent akan menarik dan
mengumpulkan molekul dan gas atau cairan yang diarahkan. Ini dikenal dengan
istilah adsorbsi. Akan tetapi tidak semua molekul tertarik pada derajat tingkat
yang sama. Activated alumina adsorbent digunakan untuk pengeringan dan
memurnikan atau penjernihan berbagai macam gas atau liquid (cair). Meraka
betul-betul kuat untuk menarik jenis molekul tertentu, serta bereaksi dengan jenis
molekul tertentu. Molekul polar seperti air betul-betul kuat ditarik oleh adsorbent.
Ketika suatu campuran air (polar) dan methane (non polar) melewati atas
adsorbent air akan terserap meskipun keduanya kandungannya cukup kecil.
Ketika molekul terserap, panas akan dilepaskan. Pada kebanyakan sistem,
temperatur pada aliran proses naik hanya beberapa derajat. Bagaimanapun ketika
konsentrasi tinggi (± 0,5 volume %) molekul yang tertarik diserap. Ketika
adsorbent sudah menjadi jenuh penyerapan molekul dapat dihentikan oleh
pemanasan adsorbent dengan suatu arus gas dengan 300 – 650 0F (150 – 345 0C),
operasi ini desebut dengan istilah regenerasi.
31
Alumina termasuk dalam Kelas II bukan limbah B3 (Class II
non-hazardous waste) sehingga cukup aman digunakan sebagai bahan campuran
dalam pembuatan beton ataupun keramik (Hasil studi Univ.Texas El Paso SWP2).
Komposit alumina spinel memiliki sifat-sifat sebagai berikut : i) susut bakar
(0-15)%, ii) penyerapan air (0- 21)%, iii) berat jenis (3,2-3,6)g/cm 3, iv) kuat
lentur tertinggi 895 kg/cm2, dan v) kuat tekan tertinggi 2556 kg/cm2. (ITB Central
Library - Searching Powered by GDL4_2.mht). Berdasarkan ilustrasi dan sedikit
gambaran tentang alumina tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
limbah alumina tidak berbahaya dan cukup aman, maka dapat digunakan sebagai
campuran untuk memproduksi bahan bangunan seperti batu bata, plafon, panel
board, keramik, furniture dan merchandise (souvenir).
2.8 Glasswool
Keunggulan produk
32
Aplikasi produk :
1. Isolasi Ducting AC
2. Atap gudang / rumah
3. Peredam Suara partisi / ruang genset
4. Industri oven.
Tersedia dalam bentuk :
Lembaran, Roll
2.9 Zeolit
33
Dimana :
M : kation alkali atau alkali tanah
n : valensi kation
x : suatu harga dari 2 – 10
y : suatu harga dari 2 – 7
Sebagai contoh adaloah formula unit sel dari klinoptilolit, yang merupakan
mineral zeolit paling umum dijumpai, yaitu:
(Na.K)2O.Al2O3.10SiO2.BH2O.................................................(4)
atau dapat ditulis :
(Na3K3)(Al6Si30O72).24H2O.......................................................(5)
34
2.9.1 Kristalografi
Struktur kristal zeolit membentuk suatu kerangka tetrahedron berantai
dalam dalam bentuk tiga dimensi. Pada kristal zeolit, kedudukan atom pusat
tetrahedron ditempati oleh atom Si dan Al, sedangkan atom – atom oksigen
berada pada sudut – sudutnya. Kedudukan atom Al dalam posisi tetrahedral
memerlukan tambahan muatan positif sebagai penetral muatan listrik, seperti
kation logam alkali atau alkali tanah. Keadaan seperti ini yang menyebabkan
zeolit dapat bersifat penukar kation (cation-exchange). Sedangkan pori – pori
yang terdapat didalam struktur kristal zeolit diisi oleh molekul air. Pada umumnya
pori – pori tersebut mencapai 20 – 30 % dari total volume kristalnya. Struktur
kristal zeolit mempunyai sifat hidrofolik serta memperlihatkan sifat afinitas yang
sangat kuat terhadap molekul air. Dengan demikian semua aplikasi adsorpsi
(penyerapan) dan reaksi – reaksi lainnya memerlukan proses dehidrasi terlebih
dahulu untuk mencapai kondisi bebas air. Perlu diketahui bahwa semua proses
penyerapan, katalis, dan penukaran kation terjadi di dalam struktur kristal zeolit
ini (M.Arifin, Supriatna Sahala. 2007).
35
Gambar 2.4. Rangka zeolit yang terbentuk dari ikatan 4 atom O dengan 1 atom Si
(Bell, 2001).
2.10 Acrylic
Poli(metil metakrilat) adalah suatu plastik yang jernih, tak berwarna, dan
lutsinar. Ia mempunyai takat pelembutan yang lebih tinggi, kekuatan hentaman
yang lebih baik, dan boleh tahan terhadap perubahan cuaca daripada poliesterena.
Pengeluaran polimer ini dalam tahun 1969 telah dianggarkan mencapai 350 juta
pound dengan harga $0,45/paun untuk komposisi pengacuan. Selain semen,
pozolan, polimer organik dan bahan termoplastik telah lama di pergunakan
sebagai salah satu additive (reagent) dalam teknologi solidifikasi. Setiap additive
mempunyai kompatibilitas yang berbeda – beda untuk berbagai jenis limbah.
Bahan termoplastik sendiri cocok untuk dipergunakan sebagai additive untuk
limbah logam berat dan efektif untuk tembaga (Cu), kromium (Cr) dan arsenik As
(LaGrega, Buckingham dan Evans, 1994).
Sifat-sifat Poli(metil metakrilat) : merupakan suatu termoplastik linear,
dengan kira-kira 70-75% berkonfihyrasi sindiotaktik. Poli(metil metakrilat) tahan
terhadap banyak bahan uji tak organik akueus, termasuk alkali dan asid cair. Sifat
poli(metil metakrilat) yang terbaik mungkin adalah kejernihan optiknya dan ia
juga tanpa warna. Disamping sifatnya yang tahan terhadap cuaca luar, sifat-sifat
optiknya juga menyebabkannya begitu berguna dalam semua penggunaan
pemancaran cahaya. Sifat-sifat mekanik dan terma polimer ini adalah baik
Kekuatan tegangannya hingga 10.000 psi. Suhu yang dapat ditahan sampai 90°C.
Poli(metil metakrilat) lebih tahan terhadap retak daripada poliesterena. Sifat
36
lainnya yang dimiliki serabuta akrilik yaitu memiliki kekuatan, kekakuan, keliatan
dan tahan abrasi dan daya lentur yang tinggi. Tidak tahan terhadap kelembapan
dan mempunyai ketahanan yang baik terhadap pewarna, bahan kimia.
Acrylic Plastics atau Acrylic Polymers dalam penelitian kali ini digunakan
sebagai bahan pengikat. Dengan berbagai kelebihan, seperti :
a. Mudah digunakan.
b. Memiliki fleksibilitas yang tinggi.
c. Cocok digunakan pada banyak jenis substrat.
d. Tahan terhadap rembesan air.
e. Meningkatkan ketahanan terhadap benturan.
2.11 Epoksi
37
Gambar 2.5 Rumus Kimia Resin Epoxy
2.12 Air
Air merupakan bahan dasar yang sangat penting dalam pembuatan plafon.
Dalam campuran plafon air mempunyai 2 fungsi yaitu memungkinkan reaksi
kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan, serta
sebagai pelincir campuran limbah activated alumina, glaswool, zeolite, acrylic
dan epoksi. Air yang digunakan haruslah memenuhi persyaratan kualitas air
(Kardiyono Tjokrodimuljo, 1992) yaitu:
38
a. Tidak mengandung lumpur lebih dari 2 g/l.
b. Tidak boleh mengandung garam dan zat yang dapat merusak beton
(asam,zat organic) lebih dari 1,5 g/l.
c. Tidak mengandung klorida lebih dari 0,5 g/l.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1,0 g/l.
Pada penampang balok dilakukan pengujian regangan, tegangan, dan gaya – gaya
yang timbul akibat menahan momen batas, yaitu momen akibat beban luar yang
timbul tepat pada saat terjadi hancur. Momen ini mencerminkan kekuatan dan di
masa lalu disebut sebagai kuat lentur ultimit balok. Kuat lentur suatu balok
tersedia karena berlangsungnya mekanisme tegangan – regangan dalam yang
timbul di dalam balok yang pada keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya–gaya
dalam.
P L P× L
M = × = LLL (6)
2 2 4
39
Tegangan lentur pada blok berhubungan dengan tahanan momen (w), tahanan
momen pada tampang persegi adalah :
1
w= × b × h 2 LLLLL (7)
6
kekuatan lentur atau tegangan lentur dapat diperoleh dengan rumus
M
σ= LLLLLLLL (8)
w
dengan substitusi persamaan pada momen lentur (M) dan tahanan momen (w)
diperoleh tegangan lentur :
3× P × L
σ= LLLLL (9)
2 × b × h2
40
2.14 Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)
Uji TCLP adalah salah satu evaluasi toksisitas limbah untuk bahan yang
dianggap berbahaya dan beracun dengan penekanan pada nilai leachete. Pada
umumnya uji ini ditujukan terutama untuk melihat potensi toksisitas leaching dari
logam berat yang diujikan pada penelitian ini adalah Cr, Cu, Pb dan Zn terhadap
pengaruh lingkungan (oksidasi – reduksi).
Leachate adalah cairan yang keluar dari suatu cairan yang terkontaminasi
oleh zat – zat pencemar yang ditimbulkan dari suatu limbah yang mengalami
proses pembusukan. Menurut EPA leachate adalah suatu cairan yang mencakup
semua komponen di dalam cairan tersebut sehingga cairan tersebut tersaring dari
limbah berbahaya.
Leachate telah dihasilkan sejak manusia pertama kali melakukan
penggalian timbunan sampah untuk menyelesaikan persampahan. Tentu saja pada
tahapan ini jumlah leachate yang dihasilkan sangat kecil dan bercampur dalam
suatu tanah liat. Risiko yang didapat jika tidak adanya suatu drainase baik dan
pengolahan limbah cair dapat menyebabkan suatu dampak yaitu penyakit bagi
manusia akibat timbulnya leachate tersebut.
Pelindian merupakan parameter yang sangat menentukan kualitas terhadap
hasil solidifikasi yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu
untuk menentukan kualitas lindi adalah dengan metode TCLP adalah salah satu
evaluasi toksisitas limbah untuk bahan–bahan yang dianggap berbahaya dan
beracun dengan penekanan pada nilai leachate.
Sesuai PP No.18 Tahun 1999 jo PP No.85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah B3 Uji TCLP merupakan salah satu cara untuk menentukan karakteristik
limbah beracun. Disamping digunakan sebagai penentuan salah satu sifat
“beracun” dari suatu limbah, uji TCLP dapat diterapkan pula dalam evaluasi
produk pretreatment limbah sebelum di landfilling, yaitu dalam proses
stabilisasi/solidifikasi (S/S). Pengujian TCLP pada industri yang menghasilkan
limbah B3-nya perlu dilakukan secara rutin namun biayanya cukup mahal. Untuk
mengurangi biaya, pihak industri sebaiknya mampu melakukannya sendiri.
41
Peralatan laboratorium, baik instrumen modern maupun metoda konvensional
dapat dimanfaatkan (Anonim, 1999).
a. Khromium
Khromium (Cr) adalah metal kelabu yang keras. Khromium terdapat pada
industri gelas, metal, fotografi, dan elektroplating. Dalam bidang industri,
khromium diperlukan dalm dua bentuk, yaitu khromium murni dan aliasi besi
khromium yang disebut ferokhromium sedangkan logam khromium murni tidak
pernah ditemukan di alam. Khromium sendiri sebetulnya tidak toksik, tetapi
senyawanya sangat iritan dan korosi. Inhalasi khromium dapat menimbulkan
kerusakan pada tulang hidung. Di dalam paru-paru, khromium ini dapat
menimbulkan kanker. Sebagai logam berat, khromium termasuk logam yang
mempunyai daya racun tinggi. Daya racun yang dimiliki oleh khromium
ditentukan oleh valensi ionnya. Logam Cr6+ merupakan bentuk yang paling
banyak dipelajari sifat racunnya dikarenakan Cr6+ merupakan toksik yang sangat
kuat dan dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan keracunan kronis
(Effendi.H, 2007)
Khromium (Cr) termasuk unsur yang jarang ditemukan pada perairan
alami. Kerak bumi mengandung khromium sekitar 100 mg/kg (Effendi.H, 2007).
Khromium yang ditemukan diperairan adalah khromium trivalen (Cr3+) dan
khromium heksavalen (Cr6+); namun, pada perairan yang memiliki pH lebih dari
5, khromium trivalen tidak ditemukan. Apabila masuk ke perairan, khromium
42
trivalen akan dioksidasi menjadi khromium heksavalen yang lebih toksik.
Khromium trivalen biasanya terserap ke dalam partikulat, sedangkan khromium
heksavalen tetap berada dalam bentuk larutan. Sumber alami khromium sangat
sedikit, yaitu batuan chromite (FeCr2O4) dan Chromic oxide (Cr2O3) (Effendi.H,
2007).
b. Tembaga (Cu)
c Timbal (Pb)
Kadar timbal pada kerak bumi sekitar 15 mg/kg. Sumber alami utama
timbal adalah galena (PbS), gelesite (PbSO4), dan cerrusite (PbCO3)
(Heffni.E,2007). Dahulu digunakan sebagai konstituen didalam cat, baterai, dan
saat ini banyak digunakan dalam bensin. Pb organik (TEL = Tetra Ethyil Lead)
43
sengaja ditambahkan ke dalam bensin untuk meningkatkan nilai oktan. Pb adalah
racun sistemik yang dikenal, dengan cara pemasukannya setiap hari dapat melalui
makanan, air udara, dan penghirupan asap tembakau. Efek dari keracunan Pb
dapat menimbulkan kerusakan pada otak dan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan otak, antara lain epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak
besar dan delirium (sejenis penyakit gula), kerusakan pada saluran ginjal,
ketidaknormalan EKG pada otot jantung (Palar. H, 1994).
d. Seng (Zn)
2.16 pH
Asam (yang sering diwakili dengan rumus umum HA) secara umum
merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan
larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Dalam definisi modern, asam adalah suatu
zat yang dapat memberi proton (ion H+) kepada zat lain (yang disebut basa), atau
dapat menerima pasangan elektron bebas dari suatu basa. Suatu asam bereaksi
dengan suatu basa dalam reaksi penetralan untuk membentuk garam. Contoh asam
44
adalah asam asetat (ditemukan dalam cuka) dan asam sulfat (digunakan dalam
baterai atau aki mobil). Asam umumnya berasa masam; walaupun demikian,
mencicipi rasa asam, terutama asam pekat, dapat berbahaya dan tidak dianjurkan.
45
kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat
korosif (Effendi.H, 2007).
pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa
amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki
pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun, pada suasana
alkalis (pH) tinggi lebih banyak ditemukan amonia yang tak terionisasi
(unionized) dan bersifat toksik. Amonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap
kedalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan ammonium (Effendi.H,
2007).
Definisi umum dari basa adalah senyawa kimia yang menyerap ion
hydronium ketika dilarutkan dalam air. Basa adalah lawan (dual) dari asam , yaitu
ditujukan untuk unsur/senyawa kimia yang memiliki pH lebih dari 7. Kostik
merupakan istilah yang digunakan untuk basa kuat. jadi kita menggunakan nama
kostik soda untuk natrium hidroksida (NaOH) dan kostik postas untuk kalium
hidroksida (KOH). Basa dapat dibagi menjadi basa kuat dan basa lemah.
Kekuatan basa sangat tergantung pada kemampuan basa tersebut melepaskan ion
OH dalam larutan dan konsentrasi larutan basa tersebut.
46
BAB III
METODE PENELITIAN
47
3.2 Variabel Penelitian
48
Mulai
Persiapan alat
dan bahan
Analisa bahan
Rancangan
campuran
Plafon
Pembuatan
Plafon
Analisa dan
Pembahasan
Selesai
50
3.8 Pembuatan Sampel
Benda uji yang akan dibuat dan digunakan adalah plafon berbentuk empat
persegi panjang dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 20 cm serta memiliki
ketebalan 1 cm.
Dalam penelitian ini untuk memperoleh proporsi adukan pasta dan limbah
katalis dilakukan dengan cara coba-coba (trial and error method of mix design).
Pada penelitian ini, masing-masing variasi percobaan dibuat enam sampel dengan
komposisi limbah activated alumina dan glasswool serta bhan-bahan penyusun
berbeda. Rencana campuran plafon dibuat sesuai dengan beratnya sebesar 650
gram dengan ukuran 20cm x 20cm x 1cm dan jumlah plafon yang dibuat
berjumlah 18 untuk 3 variasi campuran. Variasi perbandingan campuran dalam
penelitian ini diambil proporsi limbahnya paling banyak untuk mengoptimalkan
penggunaan limbah. Perbandingan dari tiap variasi campuran plafon menjadi:
a. Alumina : glaswool : zeolit : akrilik : epoksi = 45% : 5% : 10% : 20% : 20%.
b. Alumina : glaswool : zeolit : akrilik : epoksi = 45% : 2% : 3% : 35% : 15%.
c. Alumina : glaswool : zeolit : akrilik : epoksi = 40% : 2% : 10% : 40% : 8%.
51
b. Menyiapkan kebutuhan air yang diperlukan untuk pembuatan adukan
dengan menggunakan gelas ukur. Air ini digunakan sebagai perekat,
kemudian diaduk hingga homogen.
c. Langkah selanjutnya semua bahan yang telah disiapkan (activated alumina,
glasswool, zeolit, akrilik, dan epoksi) dilakukan pengadukan di dalam
ember agar homogen dengan berbagai macam komposisi diatas.
d. Sebelumnya menyiapkan alat cetakan dengan ukuran 20cm x 20 cm x 1cm
yang telah dibersihkan seluruh permukaan cetakannya.
e. Adukan pasta hasil dari campuran alumina, glasswol, zeolit, akrilik, epoksi
serta air yang telah homogen tadi dimasukkan ke dalam alat cetakan
kemudian dipadatkan dengan alat pemadat manual (memakai tangan dan
cetok).
f. Adukan yang telah dicetak didiamkan selama 2 minggu dan diletakkan
pada empat yang terlindung oleh sinar matahari.
g. Setelah benda uji kering, kemudian dilepas dari cetakan dan diberi kode
sampel.
Bahan baku utama berupa limbah activated alumina dan glasswol, sebagai
matriks pendukung dan zeolit sebagai bahan penyerap komposit pada limbah.
Limbah disaring atau dipisahkan dari pengotor dan diseragamkan ukuran
butirannya menjadi mesh 60. Setelah sampel plafon dibuat, dilakukan pengujian
terhadap sample plafon. Pengujian yang dilakukan meliputi :
a. Uji dan analisis kuat lentur (daktilitas)
Uji kuat lentur merupakan salah satu cara pengujian yang digunakan untuk
menentukan seberapa besar tingkat kelenturan dari plafon. Dilakukan
dengan alat uji manual yaitu dengan memberi pemberat sebagai beban.
Dalam pengujian kuat lentur ini plafon yang digunakan sebanyak 6 sampel
untuk setiap variasi. Uji dan analisis kuat lentur (daktilitas) produk plafon
bangunan yang dihasilkan diperlukan untuk menunjang kualitas produk
komposit geopolimer berupa plafon bangunan yang dihasilkan. Proses uji
52
dan analisis karakteristik mekaniknya (kuat lentur) dalam keadaan kering.
Hasil pengujian karakteristik mekanik dalam keadaan kering tersebut
dibandingkan dengan hasil pengujian karakteristik mekanik dari produk
yang ada dipasaran dengan melihat pada standar atau peraturan tentang
plafon.
b. Uji Logam Berat atau Leachate
Uji lindi merupakan suatu cara untuk mengetahui kadar zat pencemar yang
terlindi dari sebuah plafon dalam suatu cairan. Parameter yang di uji
meliputi Cr, Cu, Pb dan Zn. Uji lindi merupakan suatu cara untuk
mengetahui kadar zat pencemar yang terlindi dari sebuah plafon dalam
suatu cairan. Pengujian lindi ini menggunakan alat AAS (Atomic
Absorption Spectrofotometer), pH meter dengan merk Perkin Elmer
model 5100 PC.
c. Uji pH
Uji pH merupakan suatu cara untuk mengetahui tingkat keasaman atau
kebasaan dari benda uji plafon. Benda uji dengan ukuran 5cm × 5cm × 1cm
dimasukkan ke dalam larutan asam dengan pH awal 3,09, larutan aquadest
dengan pH awal 7,55 dan larutan basa dengan pH awal 10,8. Dilakukan
pengujian pH selama 5 (lima) minggu dan diperiksa setiap 1 (satu) minggu
sekali secara rutin untuk perubahan yang terjadi pada pH dengan
menggunakan pH meter.
a. Uji TCLP
53
b. Uji pH
54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun tujuan analisa berat jenis yaitu untuk mendapatkan angka untuk
berat jenis curah, berat jenis permukaan jenuh, berat jenis semu, dan penyerapan
air pada agregat halus (SK SNI M–10-1989-F). Berat jenis rendah pada umumnya
menunjukkan bahannya berpori, lemah dan bersifat menyerap air banyak.
Sedangkan berat jenis tinggi pada umunya menunjukkan bahwa kualitas bahannya
pada umumnya baik.
55
dinyatakan dalam persen. Apabila kadar air yang diperoleh besar/tinggi, maka
bahan tersebut sifatnya banyak menyerap air, sehingga dalam proses pembuatan
benda uji membutuhkan air yang banyak ketika akan dicampur dengan bahan lain.
Karakteristik fisik limbah activated alumina dan glasswool dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Karakteristik Fisik limbah activated alumina dan glasswool.
Parameter
No Limbah Cr Cu Pb Zn
mg/l
1 Activated Alumina 0.8273 0.5055 0.4878 0.2175
2 Glaswool 1.18500 0.11090 0.82130 1.35000
Baku Mutu Limbah
3 B3 PP No. 85 Th. 5 10 5 50
1999
(Sumber : Data Primer 2008)
Dari hasil analisa yang dilakukan terhadap sifat fisik limbah Activated
Alumina dan Glaswool seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1,
berat jenis 2.17 g/ml, berat isi padat 0.991 g/m3, berat isi gembur 0.845 g/m3 dan
kadar air 4.37 % adalah baik digunakan untuk campuran pembuatan plafon,
karena berat jenis rendah menunjukkan bahannya berpori dan mempunyai daya
serap air yang tinggi. Sedangkan berat jenis tinggi umumnya menunjukkan bahwa
kualitas bahannya baik (Antono, A, 1988). Berat jenis glaswool rendah berarti
menunjukkan sifatnya yang berpori dan banyak menyerap air, sedangkan berat
jenis activated alumina tinggi menunjukkan bahannya baik dan berpotensi
digunakan sebagai bahan campuran pembuatan plafon. Karakteristik kimia pada
56
limbah activated alumina terutama senyawa Al2O3, CaO, Fe2O3 dan SiO2
merupakan senyawa-senyawa dasar pembentuk semen.
Jika dilihat dari unsur-unsur yang terkandung seperti pada Tabel 4.2, maka
limbah activated alumina dan glaswool tergolong jenis limbah berbahaya dan
beracun (limbah B3) menurut PP No.85 Tahun 1999, tetapi setelah diketahui
karakteristik kimia dari unsur logam beratnya maka limbah activated alumina dan
glasswool ini tidak tergolong kedalam Limbah B3 karena berada dibawah ambang
batas baku mutu limbah B3 menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3. Didalam penelitian ini
limbah activated alumina dan glasswool digunakan sebagai bahan pengisi (filler),
karena sesuai dengan tujuan penelitian adalah memanfaatkan limbah activated
alumina dan glaswool menjadi barang yang bermanfaat.
Limbah padat hasil buangan dari proses kilang minyak PT. Pertamina UP
IV Cilacap dapat dibuang ke lingkungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tetapi apabila dibuang perlu dipikirkan upaya untuk daur ulang dan
pemanfaatannya memerlukan teknologi/kajian khusus. Alternatif lain untuk
pemanfaatan limbah activated alumina ini diantaranya untuk pembuatan aspal
hot-mix, batako, batuapi, beton/paving, dan bahan baku penambahan semen kiln.
Konsentrasi logam berat tertinggi dari setiap variasi adalah khrom (Cr),
yaitu 0,5985 g/ml pada variasi 1A, 0,5905 mg/l pada variasi 2A dan 0,5783 pada
variasi 3A. Untuk khrom (Cr) pada variasi 1A konsentrasinya paling tinggi
disebabakan karena penggunaan air pada variasi 1A paling banyak yaitu 750 ml,
sehingga menyebabkan pengaruh naiknya konsentrasi khrom (Cr) pada variasi
58
1A. Penggunaan air pada variasi 1A lebih sedikit dibandingkan dengan variasi
2A dan 3A yaitu 450 ml dan 600 ml, yang menyebabkan sifat khrom yang tidak
dapat teroksidasi oleh udara lembab. Dengan penggunaan air yang banyak
menyebabkan khrom (Cr) yang terlepas kecil karena O2 dan H2O menyebabkan
variasi 1A menjadi lembab lebih lama, sehingga menyebabkan konsentrasi
khromnya lebih besar dibandingkan variasi lain.
Dari hasil uji kimia limbah activated alumina dan glasswool juga
menunjukkan tingkat konsentrasi khrom (Cr) yang tinggi yaitu 0,8273 mg/l untuk
activated alumina dan 1,1850 mg/l untuk glasswool. Persentase penggunaan
limbah activated alumina cukup besar yaitu 45% = 1755 g dan persentase
penggunaan glasswool walaupun kecil yaitu 5% = 195 g, tetapi berdasarkan hasil
pengujian sifat kimia limbah glaswool menunjukkan kandungan khrom (Cr) yang
tinggi yaitu 1,1850 mg/l. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh dari kandungan
khrom (Cr) yang tertinggi dari kandungan logam berat yang lain disebabkan
persentase penambahan limbah activated alumina pada variasi 1A sebanyak
45% = 1755 g dan persentase penambahan glasswool 5% = 195 g.
59
Logam – logam berat pada plafon yang berada dalam larutan ekstraksi
dengan menggunakan asam asetat akan terbentuk garam/senyawa baru yang
nantinya akan dianalisa pada AAS. Adapun reaksi yang terjadi, sebagai berikut :
Acrylic dan epoksi disini berperan sebagai perekat atau binding agent.
Berfungsi seperti halnya semen, yaitu sebagai bahan ikat yang sering digunakan
dalam pembangunan fisik pada umumnya. Semen dalam penggunaanya
membutuhkan adanya campuran air, acrylic dan epoksi agar dapat digunakan
sebagai pengikat juga membutuhkan adanya tambahan air tergantung dari porsi
pengikat tersebut.. Dalam penelitian ini penggunaan epoksi cukup besar yaitu
20% = 780 g pada variasi 1, 15% = 585 g pada variasi 2 dan 8% = 312 g pada
variasi 3 dan dalam hal ini epoksi hanya berfungsi mempercepat proses
pengeringan . Disamping hal itu juga berfungsi memperkeras produk agar tidak
mudah pecah atau rusak. Penggunaan acrylic juga cukup besar juga yaitu
20% = 780 g pada variasi 1, 35% = 1365 g pada variasi 2 dan 40% = 1560 g pada
variasi 3. Penggunaan acrylic dan epoksi yang cukup besar dimaksudkan untuk
menaikkan kekuatan lentur produk plafon, sehingga dalam pengujian, nilai kuat
lenturnya berada diatas kuat lentur produk plafon yang ada dipasaran. Namun bila
dibandingkan dengan standar papan semen menurut DIN-1101 kuat lentur
tertinggi dari plafon penelitian pada variasi 3 yaitu 23,95 Kg/cm2 dengan
ketebalan 10 mm. Sedangkan standar kuat lentur papan semen menurut DIN-1101
yaitu setiap ketebalan 15 mm kuat lenturnya adalah 17 Kg/cm2. Berarti produk
plafon penelitian ini memenuhi kriteria dari segi kuat lenturnya.
Bila usia produk telah mencapai batas waktu, yang ditandai dengan
kerusakan pada produk. Produk berupa komposit polimer yang telah rusak dapat
didaur ulang kembali untuk keperluan lainya sehingga tidak merusak lingkungan.
60
Untuk mendukung hal ini, maka visi proses dari daur ulangnya merupakan loop
(simpal/gelungan) (Feldman dan Hartomo, 1995).
4.3 Uji pH
Variasi 1
15
10
pH
0
1 2 3 4 5 6
H2SO4 3,09 7,87 8,22 8,36 8,45 8,38
Aquadest 7,55 8,75 8,81 8,81 8,84 8,86
NaOH 10,8 8,93 9 9,02 9,02 9,01
61
Variasi 2
15
10
pH
0
1 2 3 4 5 6
H2SO4 3,09 8,48 8,65 8,74 8,79 8,81
Aquadest 7,55 8,84 8,93 8,92 8,96 8,99
NaOH 10,8 9,02 9,07 9,07 9,08 9,12
Waktu Pengujian (Minggu ke)
Variasi 3
15
10
pH
0
1 2 3 4 5 6
H2SO4 3,09 8,43 8,58 8,55 8,59 8,63
Aquadest 7,55 8,54 8,71 8,73 8,8 8,87
NaOH 10,8 8,92 9,01 8,91 8,93 9,01
62
mengalami perubahan dari kondisi awal sebelum pengukuran, maka dapat
dinyatakan sudah terjadi proses pelarutan. Apabila pH naik berarti, komparasi
logam beratnya naik, sedangkan apabila pH turun, berarti komparasi logam
beratnya turun/kecil.
Dilihat pada gambar 4.2, 4.3 dan 4.4 uji awal larutan pH masing-masing
variasi tidak linier disebabkan pH awal dari larutan sudah terkontaminasi, dapat
dilihat yaitu untuk H2SO4 (asam) pH awal larutan 3,09, aquadest 7,55, dan NaOH
(basa) 10,8. Namun, dari hasil uji pH selanjutnya menunjukkan tingkat perubahan
pH yang tidak signifikan dari pH larutan awal. pH yang terjadi tiap minggu dapat
dikatakan semakin naik pada semua variasi meskipun kecil, dan ada yang
memiliki penurunan yang tidak signifikan. Tetapi dapat disimpulkan bahwa pH
pada tiap variasi mengalami peningkatan tiap minggu. Larutan H2SO4 (asam)
yang mempunyai pH awal 3,09 setelah satu minggu menjadi larutan netral dengan
pH 7,87 begitu juga dengan larutan aquadest dengan pH awal 7,55 menjadi basa
dengan pH 8,75 dan larutan basa dengan pH awal 10.8 tetap menjadi basa pada
variasi 1. Hal ini dikarenakan pada tiap variasi, limbah activated alumina yang
digunakan sangat dominan pada pembuatan produk sampel yaitu lebih dari 40%,
bahkan sampai 45%. Limbah activated alumina berperan penting dalam
mempengaruhi kenaikan pH dari sifat asam dan netral menjadi basa karena sifat
alumina sendiri bersifat basa karena mengandung Al. Sifat basa Al jauh lebih
lemah daripada NaOH. Al sukar larut dalam air, tetapi sebagai basa sudah tentu
Al larut dalam asam. Oleh karena atom Al cukup kuat menarik elektron, Al dapat
menunjukkan sifat asam. Itulah sebabnya Al juga larut atau bereaksi dengan basa.
Reaksi yang terjadi antara activated alumina dengan asam dan reaksi antara
activated alumina dengan basa :
Akrilik dan epoksi sebagai polimer yang digunakan sebagai bahan pengikat
mempunyai sifat yang basa, selain itu juga struktur kimia akrilik mempunyai
63
gugus OH, sehingga larutan yang semula asam dan netral menjadi basa pada
pengujian pH, disamping itu juga persentase penambahan pada tiap variasi cukup
besar yaitu 20% pada variasi 1, 35% pada variasi 2 dan 40% pada variasi 3.
Pengaruh zeolit disini sangat kecil untuk menaikkan sifat asam dan netral menjadi
basa karena persentase penambahan pada tiap variasi kecil sekali yaitu 10% pada
variasi 1, 3% pada variasi 2 dan 10% pada variasi 3.
Dari data pengukuran uji pH selama lima minggu, dapat diketahui hasilnya
bahwa pemanfaatan limbah activated alumina dan glaswool sebagai pembuatan
plafon dengan teknik solidifikasi, dapat mengimmobilisasi logam - logam berat.
Dapat dilihat pada Gambar 4.2, 4.3, dan 4.4 dan dapat ditarik kesimpulan bahwa
immobilisasi yang terjadi besar dilihat dari grafik yang konstan. Besar kecilnya
immobilisasi yang didapat juga tergantung dari proporsi limbah yang digunakan
dalam setiap produk yang dibuat. Semakin banyak limbah yang digunakan, maka
semakin besar pula tingkat immobilisasi logam beratnya.
Uji kuat lentur dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tegangan atau
kuat tekan yang bisa ditahan oleh benda uji sampai patah dengan berat beban
tertentu. Uji kuat lentur merupakan salah satu cara pengujian yang digunakan
untuk menentukan seberapa besar tingkat kelenturan dari plafon. Dilakukan
dengan alat uji manual yaitu dengan memberi pemberat sebagai beban. Dalam
pengujian kuat lentur ini plafon yang digunakan sebanyak 5 sampel untuk setiap
variasi. Sampel pada tiap variasi ditambahkan limbah activated alumina dan
glaswool sebesar 50% pada variasi 1, 47% pada variasi 2, dan
42% pada variasi 3. Penentuan kuat lentur menggunakan persamaan
3× P × L
σ= . Contoh perhitungan digunakan pada variasi 1, kode variasi 1.1.1
2 × b × h2
3 × 12,2 x18
sehingga σ= = 16,47 Kg / cm 2. Untuk data-data perhitungan
2 × (20 × 1 )
2
64
Tabel 4.4. Penentuan Kuat Lentur Rata-rata pada pengujian Plafon
Kuat
Variasi Kode Beban Jarak Panjang Lebar Tebal Kuat Lentur
Lentur
Variasi (Kg) Tumpuan Benda Benda Benda Rata-Rata
(Kg/cm2)
(cm) (cm) (cm) (cm) (Kg/cm2)
1. 1, 1 12,2 18 20 20 1 16,47
1. 1, 2 14,1 18 20 20 1 19,03
1 1. 1, 3 21,1 18 20 20 1 28,49 22,95
1. 1, 4 21,3 18 20 20 1 28,78
1. 1, 5 16,3 18 20 20 1 22
2. 1, 1 15,5 18 20 20 1 20,93
2. 1, 2 14,5 18 20 20 1 19,58
2 21,91
2. 1, 3 15,3 18 20 20 1 20,66
2. 1, 4 18,7 18 20 20 1 25,25
2. 1, 5 17,1 18 20 20 1 23,09
3. 1, 1 12,6 18 20 20 1 17,01
3. 1, 2 18,1 18 20 20 1 24,43
3 23,95
3. 1, 3 19,9 18 20 20 1 26,87
3. 1, 4 18,5 18 20 20 1 24,98
3. 1, 5 19,6 18 20 20 1 26,46
(Sumber : Data Primer, 2008)
24,5
Kuat Lentur Rata-rata (Kg/cm)
24 23,95
23,5
23 22,95
22,5
22 21,91
21,5
21
20,5
1 2 3
Variasi Cam puran
65
dapat dilihat pada tabel 4.5. Dari hasil pengujian kuat lentur, diperoleh plafon
hasil penambahan limbah 50% sebesar 22,95 Kg/cm2 pada variasi 1, 47% sebesar
21,91 Kg/cm2 pada variasi 2 dan 42% sebesar 23,95 Kg/cm2 pada variasi 3. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin banyak proporsi limbah yang digunakan, maka
kuat lenturnya semakin turun tetapi tidak berlaku pada variasi 1 yang kuat
lenturnya cukup tinggi, disebabkan penggunaan air yang cukup banyak sehingga
terjadi pengikatan antar bahan yang baik dan mempengaruhi kuat lenturnya.
Pada Tabel 4.5 (Penentuan kuat lentur rata-rata pada pengujian plafon)
diketahui kuat lentur yang paling besar terjadi pada penambahan proporsi limbah
42% pada variasi 3, sedangkan pada penambahan proporsi limbah 47% pada
variasi 2 mengalami penurunan kuat lentur dan proporsi limbah 50% pada variasi
1 kuat lenturnya mengalami kenaikan, hal ini disebabkan karena pada
penambahan limbah 42% pada variasi 3 terjadi proses pengikatan antar bahan
penyusun secara optimal dibandingkan dengan penambahan limbah pada variasi
1 dan 2 serta penggunaan bahan pengikat (acrylic) paling banyak pada variasi 3
yaitu 45% = 1560 g dibandingkan variasi 1 20% = 780 g dan variasi 2
35% = 1365 g.
66
Epoksi disini juga berperan dalam menaikkan kuat lentur benda uji karena
memiliki sifat sebagai bahan penyalut permukaan yang menggabungkan keliatan,
kelenturan, lekatan dan ketahanan kimia. Persentase penggunaan epoksi juga
cukup besar dalam pembuatan benda uji yaitu 20% = 780 g pada variasi 1,
15% = 585 g pada variasi 2 dan 8% = 312 g pada variasi 3.
67
4.5.2 Ekonomi
Dalam pembuatan produk plafon, dibutuhkan biaya seperti tercantum pada
tabel 4.5. Disini akan terlihat berapa biaya yang dibutuhkan mulai dari bahan
susun sampai dengan jasa pekerja.
3 Jasa
• Jasa Pekerja 3.000,- 3.000,- 3.000,-
Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa harga plafon tiap variasi berbeda, hal ini
disebabkan oleh penggunaan bahan pengikat (acrylic dan epoksi) pada tiap variasi
berbeda. Semakin banyak penggunaan acrylic dan epoksi, maka semakin mahal
harga plafon. Hal ini disebabkan harga acrylic dan epoksi tiap Kg nya yang
mahal dipasaran. Dibandingkan dengan harga papan gypsum dipasaran, produk
plafon ini lebih mahal.
4.5.3 Lingkungan
Sebelum produk plafon dibuat, terlebih dahulu menguji sifat fisik dan
kimia dari limbah activated alumina dan glasswool. Setelah pengujian
dilakukan diketahui bahwa kadar logam berat (Cr, Cu, Pb dan Zn) yang
ada pada limbah tersebut berada dibawah standar baku mutu limbah B3
menurut PP No.85 Tahun 1999. Berdasarkan Tabel 4.3, produk plafon
68
penelitian yang di uji tingkat pelindian logam beratnya (Cr, Cu, Pb dan
Zn) juga berada dibawah ambang batas baku mutu limbah B3 menurut PP
No.85 Tahun 1999. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa produk plafon
dengan menggunakan limbah activated alumina dan glasswool tidak
mencemari lingkungan.
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
2. Pembuktian secara ilmiah yaitu dari hasil uji toksikologi TCLP, ternyata
limbah activated alumina dan glaswool memiliki nilai leachate berada
dibawah ambang batas menurut PP No.85 Tahun 1999 untuk parameter
Cr, Cu, Pb dan Zn dilihat pada tabel 4.3. Dapat disimpulkan bahwa limbah
activated alumina dan glaswool tidak dapat dikategorikan sebagai limbah
B3, dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pencampuran pembuatan
plafon, namun dalam penyimpanannya harus mengikuti aturan tertentu dan
tidak diperbolehkan dibuang sembarangan.
70
5.2 Saran
71
DAFTAR PUSTAKA
72
Lasino., 2003, Pengembangan Bahan Bangunan Ekologis dalam Menunjang
Pembangunan Berkelanjutan Bidang Ke-PU-an,
http://www.pu.go.id/Publik/Pengumuman/Pengukuhan/Press-release -
LSN.doc (diakses tgl 07 Agustus 2007).
M.Arifin, Supriatna Sahala., 2007. Bahan Galian Industri,Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral limbah industri, Bandung
Palar, Heryando., 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, PT. Rineka
Cipta, Jakarta.
Soemirat. J. 2002., Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta
Vebbyana., 2001, Kinetika Sorpsi Kromium Trivalen ( Cr3+) dalam Proses
Solidifikasi Limbah Elektroplating, Digital Library Online, Jakarta.
Wardhana., 2001, Pengolahan Limbah Industri, UI press, Jakarta.
73
LAMPIRAN 1
74
Tabel hasil immobilisasi logam berat
Cr Cu Pb Zn
1 Variasi 1A 0,5985 0,0523 0,2873 0,005
2 Variasi 2A 0,5905 0,0569 0,2252 0,0225
3 Variasi 3A 0,5783 0,0671 0,2878 0,0625
Standar TCLP (PP 85/1999) 5 10 5 50
Variasi 1
75
Hasil Analisa TCLP Limbah Activated Alumina PT.Pertamina UP IV Cilacap
Baku
Hasil
Mutu
No Parameter Analisis Metode Uji
TCLP*
(mg/l)
(mg/l)
1 Arsen (As) <0.005 5 EPA SW 846 1311,SM 3114 B
2 Barium (Ba) <0.100 100 EPA SW 846,SM 3111 D
3 Benzene <0.005 0.5 EPA SW 846 8240
4 Boron (B) <0.050 500 EPA SW 846 1311,SM 4500 BC
5 Cadmium (Cd) <0.005 1 EPA SW 846 1311,SM 3111 B
6 Carbon tetrachloride <0.005 0.5 EPA SW 846 8240
7 Chlorobenzene <0.005 100 EPA SW 846 8240
8 Chloroform <0.005 6 EPA SW 846 8240
9 Chlorophenol total <0.010 1 EPA SW 846 8240
10 Chloronaptalene <0.010 1 EPA SW 846 8240
11 Chromium (Cr) <0.030 5 EPA SW 846 1311,SM 3111 B
12 Copper (Cu) <0.005 10 EPA SW 846 1311,SM 3111 B
13 o-Cresol <0.010 200 EPA SW 846 8270
14 m-Cresol <0.010 200 EPA SW 846 8270
15 total Cresol <0.010 200 EPA SW 846 8270
16 Free Cyanide <0.100 20 EPA 335.2
2.4 D (2.4-
17 <0.0083 10 EPA SW 846 8150
Dichlorophenooxyacetic acid)
18 1.4 Dichlorobenzene <0.010 7.5 EPA SW 846 8270
19 1.2 dichloroethane <0.010 0.5 EPA SW 846 8240
20 1.1 Dichloroethylene <0.030 0.7 EPA SW 846 8240
21 2.4 Dinitrotoluene 0.005 0.13 EPA SW 846 8270
22 Flourides (F) <0.0018 150 EPA 340.1
Heptachlor + Heptachlor
23 <0.010 0.008 EPA SW 846 8080
epoxide
24 Hexachlorobenzene <0.010 0.13 EPA SW 846 8270
25 hexachloroethane <0.010 3 EPA SW 846 8270
26 Lead (Pb) <0.030 5 EPA SW 846 1311,SM 3111 B
27 Mercury (Hg) 0.005 0.2 EPA SW 846 1311,SM 3112 B
28 Methoxychlor <0.0018 10 EPA SW 846 8080
29 Methyl Parathion <0.010 0.7 EPA SW 846 8140
30 Methyl ethyl ketone <0.010 200 EPA SW 846 8240
31 Nitrobenzenene <0.010 2 EPA SW 846 8270
32 Pentachlorophenol <0.050 100 EPA SW 846 8270
33 Polichlorinated biphenil (PCB's) <0.0007 0.3 EPA SW 846 8080
34 Selenium (Se) <0.005 1 EPA SW 846 1311,SM 3114 C
35 Silver (Ag) 0.0053 5 EPA SW 846 1311,SM 3111 B
36 Tetrachlorethylene (PCE) <0.010 0.7 EPA SW 846 8240
37 Trihalomethanes <0.010 35 EPA SW 846 8240
38 2.4-5-Trichlorophenol <0.010 400 EPA SW 846 8270
39 2.4-6-Trichlorophenol <0.010 2 EPA SW 846 8270
40 Vynil chloride <0.010 0.2 EPA SW 846 8240
41 Zinc (Zn) 1.055 50 EPA SW 846 1311,SM 3111 B
76
Prosedur Penelitian
Memilih masalah
Studi pustaka
Merumuskan
masalah
Merumuskan
Hipotesis
Menentukan
instrumen
Mengumpulkan
data
Analisa data
Menarik
kesimpulan
77
Bagan Alir Penelitian
Tahap Pelaksanaan :
- Analisa Karakteristik Bahan
Cara Penelitian - Pembuatan Sampel
- Penentuan Komposisi Sampel
- Pengamatan Penelitian
Selesai
Kesimpulan & Saran
78
Skema Pembuatan Benda Uji
Pencampuran
Pencetakan
Pengeringan
Uji TCLP
Uji pH
79
Diagram Kerja Uji TCLP
Jadikan Ukuran
Partikel Menjadi <
0,5 mm
Uji
Ekstraksi
Kandungan
Menggunakan
Logam
Larutan Yang sesuai
Berat
80
Diagram Alir Kerangka Pemikiran
Studi Pendahuluan :
- Studi Pemanfaatan Limbah Padat dengan Prinsip
Solidifikasi
- Studi Pembuatan Plafon
- Studi Tingkat Toxisitas Logam Berat dengan Uji TCLP
Persyaratan
Persyaratan Toksisitas Lindi :
- Pemeriksaan Logam–logam
Berat denga Uji TCLP
Rumusan Masalah :
1. Apakah pemanfaatan Activated Alumina dan Glaswool yang
dimanfaatkan untuk pembuatan plafon/eternit sudah memiliki kuat
lentur
2. Bagaimana formulasi yang optimal dari komposit dalam proses
pemanfaatan teknologi plafon/eternit terhadap limbah Activated
Alumina dan Glaswool yang digunakan
3. Apakah dengan formulasi tersebut dapat menghasilkan
plafon/eternityang memiliki nilai ekonomis
Batasan Masalah :
1. Kriteria hasil pengolahan solidifikasi berupa eternit akan
disesuaikan dengan standar SNI untuk bahan bangunan
plafon/eternit
2. Limbah padat yang digunakan pada penelitian ini adalah
Activated Alumina dan Glaswool dari PT. PERTAMINA UP
IV Cilacap
81
Tahapan Penelitian dan Analisa Data
Mulai
Uji pH
82
A
Analisis perbandingan
campuran yang paling baik
Analisa pH
LAPORAN
SELESAI
83
Pelaksanaan Analisa TCLP
Timbang
sample 100 gr
Haluskan sample bila
diameter >9,5 mm
Pengujian pH
(Preliminary evaluation)
A B
pH<5 pH>5
84
A B
85
LAMPIRAN 2
86
Alat yang digunakan
Peralatan yang digunakan secara detail dalam penelitiaan ini adalah :
1. Alat abrasi (penghancur limbah)
2. Ayakan 60 mesh
3. Timbangan ohaus
4. Beaker glass
5. Ember
6. Sendok/pengaduk
7. Cetakan benda uji merchandise (ukuran 20 x 18 x 1 cm)
8. Cetok
87
1. Ambil contoh dalam keadaan kering .
2. Timbang saluran berisi silinder dan beri simbol W1 (gram).
3. Masukan agregat ke dalam tabung dan ditumbuk 15 x dengan menggunakan
tongkat tumbuk Ø 16 mm dan panjang 60 cm setiap sepertiga bagian tabung
sampai penuh.
4. Timbang tabung yang berisi agregat tersebut dan dicatat W1 (gram).
5. Hitung berat isi padat dengan cara membagi berat agregat bersih dengan
volume tabung.
88
4. Setelah tercapai keadaan permukaan jenuh, masukkan 500 gr benda uji
kedalam picrometer, masukkan air suling sampai 90% isi picnometer, putar
sambil digoyang-goyangkan sampai tidak terlihat gelembung udaranya.
5. Rendam pocnometer dalam air dan ukur suhu air untuk menyesuaikan
perhitungan kepada suhu standard 25 oC.
6. Tambahkan air sampai tercapai tanda batas
7. Timbang picnometer berisi air dan benda uji sampai 0,1 gr (BT)
8. Keringkan benda uji dalam oven dengan suhu (110±5)oC sampai berat tetap,
kemudian dinginkan benda uji dalam desikator.
9. Setelah itu benda uji dingin ditimbang (BK)
10. Tentukan berat picnometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
penyesuaian dengan suhu standar 25 oC (B1)
89
LAMPIRAN 3
90
Dokumentasi Penelitian
Gambar Pengujian Berat Isi Padat dan Berat Isi Gembur Limbah
91
Gambar Pengujian Kadar Air dan Berat Jenis Limbah
92
Gambar Proses Pembuatan Plafon
93
D. Dokumentasi Analisa pH
94
E. Dokumentasi Uji Kuat Lentur
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108