Anda di halaman 1dari 108

TA/TL/2008/0249

Tugas Akhir :

PEMANFAATAN LIMBAH ACTIVATED ALUMINA DAN

GLASWOOL PT. PERTAMINA UP IV CILACAP SEBAGAI

BAHAN CAMPURAN PEMBUATAN PLAFON

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Memperoleh Derajat Strata Satu Teknik Lingkungan

Nama : Erfan Agusfiandifutra

Nomor Mahasiswa : 03 513 082

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008
2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, Pencipta Alam
semesta berserta isinya dan tempat berlindung bagi Umat-nya. Shalawat serta
salam terlimpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Alhamdulillahirobbil’alamin atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir dengan judul
“PEMANFAATAN LIMBAH ACTIVATED ALUMINA DAN GLASSWOOL
PT. PERTAMINA UP IV CILACAP SEBAGAI BAHAN CAMPURAN
PEMBUATAN PLAFON”.
Penyusunan tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat dorongan dan
motivasi, bantuan, bimbingan dan arahan, serta adanya kerja sama dari berbagai
pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis mengaturkan banyak terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Luqman Hakim, ST., Msi., selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia dan
sebagai dosen pembimbing I..
2. Bapak Ir. Kasam, MT., selaku dosen pembimbing II.
3. Bapak Eko Siswoyo, ST., selaku Koordinator Tugas Akhir.
4. Bapak Andik Yulianto, ST. ; Bapak Hudori, ST. ; Bapak Ir. Hananto Hadi
Purnomo, MSc. ; Ibu Yureana, ST., MSc. ; Ibu Any Juliani, ST., MSc., dan
seluruh dosen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Islam Indonesia.
5. Bapak Agus Adi Prananto, selaku bagian pengajaran urusan administrasi tugas
di Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Universitas Islam Indonesia

3
6. Pak Tasyono dan Mas Iwan Ardiyanta, selaku Laboran Jurusan Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam
Indonesia.
7. Pak Kamto dan Pak Pranoto, selaku Laboran Laboratorium Jalan Raya,
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas
Islam Indonesia.
Akhir kata semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca yang berkaitan dengan keilmuan maupun dapat menjadi studi literatur
bagi penelitian yang berhubungan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Yogyakarta, Maret 2008


Penulis

Erfan Agusfiandifutra

4
MOTTO

Al Baqarah 201
Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebahagiaan di akhirat serta
jauhkanlah kami dari api neraka.

Ad Dhuhaa 1-5
Demi waktu duha yang ceria.
Demi malam bila gelap dan sunyi.
Tuhanmu sama sekali tidak akan meninggalkanmu dan tak akan
membencimu.
Akhirat jauh lebih baik daripada kehidupan didunia.
Tuhanmu akan memberikan kepadamu suatu yang membikinmu
puas.

Ath Thaariq 1-5


Demi langit dan bintang yang muncul pada malam hari.
Apakah yang kamu ketahui tentang bintang ini?.
Bintang yang sinarnya menembus malam.
Setiap orang pasti ada penjaga yang mengawasi tindakannya.
Maka, hendaklah seseorang berfikir dari apa mereka diciptakan.

Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi—mimpi itu (Arai)


Maka jangan pernah takut untuk bermimpi, karena mimpi merupakan
akar keajaiban didunia ini.

5
PEMANFAATAN LIMBAH ACTIVATED ALUMINA DAN GLASWOOL
PT.PERTAMINA UP IV CILACAP SEBAGAI BAHAN CAMPURAN PEMBUATAN
PLAFON

Abstrak

Limbah activated alumina dan glaswool merupakan bahan yang digunakan


dalam penelitian yang berasal dari PT. Pertamina UP IV Cilacap, yang mana limbah
padat ini merupakan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbandingan nilai optimal proporsi limbah, mengetahui
nilai ekonomis dan mengetahui kuat lentur dari plafon.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah solidifikasi dimana metode
untuk mengubah limbah padatan halus menjadi padat dengan menambahkan bahan
pengikat. Pembuatan plafon dengan penambahan variasi limbah 50%,47% dan 42% dari
berat plafon yang kemudian dicetak dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 1 cm. Jumlah sampel
tiap variasi sebanyak 6 sampel plafon yang kemudian dilakukan pengujian terhadap
logam berat (Cr,Cu,Pb,dan Zn) dengan metode TCLP, uji pH dan uji kuat lentur.

Dari hasil penelitian didapat pada penambahan proporsi limbah yang paling
baik dari hasil analisa TCLP yakni pada variasi 2 dengan proporsi limbah sebanyak
47% dengan konsentrasi perlindian logam Cr = 0,5905 mg/l, Cu = 0,0569 mg/l, Pb =
0,2252 mg/l dan Zn = 0,0225 mg/l masih dibawah baku mutu standar yang ditetapkan
berdasarkan PP. No. 85 Tahun 1999. Untuk pengujian pH pada masing-masing variasi
dapat dikatakan tidak ada kenaikan pH yang tinggi karena grafik hasil uji pH
konstan/stabil. Sedangkan untuk kuat lentur plafon yang terbesar yaitu pada variasi 3
dengan proporsi limbah 42% memiliki kuat lentur maksimal 23,95 Kg/cm2 dan berada
diatas standar kuat lentur papan semen menurut DIN-1101 yaitu 17 Kg/cm2. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa limbah activated alumina dan glaswool layak dimanfaatkan,
dari aspek kesehatan dan lingkungan serta dari aspek fisik (kuat lentur).

Kata kunci : Activated Alumina, Glaswool, Plafon, Solidifikasi, TCLP.

6
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL -------------------------------------------------------------------------------1

LEMBAR PENGESAHAN---------------------------------------------------------------------- 2

KATA PENGANTAR --------------------------------------------------------------------------- 3

MOTTO -------------------------------------------------------------------------------------------- 5

ABSTRAK----------------------------------------------------------------------------------------- 6

DAFTAR ISI -------------------------------------------------------------------------------------- 7

DAFTAR TABEL -------------------------------------------------------------------------------- 11

DAFTAR GAMBAR--- ------------------------------------------------------------------------- 11

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ------------------------------------------------------------ 12

1.2. Rumusan Masalah -------------------------------------------------------- 15

1.3. Tujuan Penelitian --------------------------------------------------------- 15

1.4. Batasan Masalah -----------------------------------------------------------15

1.5. Manfaat Penelitian ------------------------------------------------------- 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) ------------------------ 17

2.2. Definisi Limbah------------------------------------------------------------19

2.3 Karaketristik Limbah B3-------------------------------------------------- 19

a. Mudah Meledak -------------------------------------------------------- 20


7
b. Mudah Terbakar---------------------------------------------------------20

c. Bersifat Reaktif -------------------------------------------------------- 20

d. Beracun ------------------------------------------------------------------ 20

e. Menyebabkan infeksi -------------------------------------------------- 20

f. Bersifat Korosif -------------------------------------------------------- 20

2.4. Pengelolaan Limbah B3 -------------------------------------------------- 21

2.5 Solidifikasi------------------------------------------------------------------24

2.6. Plafon/eternit ---------------------------------------------------------------26

2.7 Activated Alumina-------------------------------------------------------- 28

2.8. Glaswool --------------------------------------------------------------------32

2.9. Zeolit ----------------------------------------------------------------------- 33

2.9.1 Kristalografi-------------------------------------------------------- 35

2.10. Acrylic ----------------------------------------------------------------------36

2.11. Epoksi -----------------------------------------------------------------------37

2.12. Air ---------------------------------------------------------------------------38

2.13. Kuat lentur ----------------------------------------------------------------- 39

2.14. TCLP ----------------------------------------------------------------------- 41

2.15 Logam Berat---------------------------------------------------------------- 42

a. Kromium (Cr) ---------------------------------------------------------- 42

8
b. Tembaga (Cu) -----------------------------------------------------------43

c. Timbal (Pb) --------------------------------------------------------------43

d. Seng (Zn) --------------------------------------------------------------- 44

2.16. pH -------------------------------------------------------------------------- 44

2.17. Hipotesa Penelitian ------------------------------------------------------ 46

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian--------------------------------------------47

3.2. Variabel Penelitian --------------------------------------------------------48

3.3. Pengamatan Penelitian---------------------------------------------------- 48

3.4. Tahapan Penelitian---------------------------------------------------------48

3.5 Penyediaan Bahan Baku dan Peralatan-------------------------------- 49

3.6 Tahapan Pelaksanaan Penelitian---------------------------------------- 50

3.6.1. Analisa Karakteristik Bahan------------------------------------- 50

3.7 Bahan dan Alat ------------------------------------------------------------ 50

3.7.1 Bahan -----------------------------------------------------------------50

3.7.2 Alat------------------------------------------------------------------- 50

3.8 Pembuatan Sampel------------------------------------------------------- 51

3.8.1 Rancangan Campuran-----------------------------------------------51

3.8.2 Prosedur Pembuattan Plafon------------------------------------- 51

9
3.9 Pengujian Plafon----------------------------------------------------------- 52

3.10 Analisis Data--------------------------------------------------------------- 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1. Karakteristik limbah Activated Alumina dan Glaswool--------------55

4.2 Hasil Uji Lindi Dengan Metode TCLP ---------------------------------57

4.3. Uji Ph ------------------------------------------------------------------------61

4.4 Kuat Lentur -----------------------------------------------------------------64

4.5 Prospek Pengembangan Produk------------------------------------------ 67

4.5.1 Teknis dan Kualitas produk---------------------------------------- 67

4.5.2 Ekonomi---------------------------------------------------------------68

4.5.3 Lingkungan-----------------------------------------------------------68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan -----------------------------------------------------------------70

5.2. Saran ----------------------------------------------------------------------- 71

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Komposisi Bahan Pembuatan Plafon--------------------------------------51

Tabel 4.1. Karakteristik Fisik limbah Activated Alumina dan Glaswool----------56

Tabel 4.2. Karakteristik Kimia Limbah Activated Alumina dan Glaswool-------56

10
Tabel 4.3. Hasil pengujian lindi dengan metode TCLP----------------------------- 57

Tabel 4.4. Penentuan Kuat Lentur Rata-rata pada pengujian Plafon---------------65

Tabel 4.5. Nilai Produksi Plafon------------------------------------------------------ 68

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Produk plafon penelitian------------------------------------------------26

Gambar 2.2 Activated alumina------------------------------------------------------- 29

Gambar 2.3 Glasswool---------------------------------------------------------------- 32

Gambar 2.4 Rangka Zeolite---------------------------------------------------------- 36

Gambar 2.5 Rumus Kimia Resin Epoksi--------------------------------------------38

Gambar 2.6 Resin Epoksi dan Hardener Epoksi------------------------------------38

Gambar 2.7 Pengujian Lentur---------------------------------------------------------39

Gambar 2.8 Uji kuat Lentur-----------------------------------------------------------40

Gambar 3.1 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian---------------------------------49

Gambar 4.1 Pelindian Logam Berat Pada Tiap Variasi--------------------------- 58

Gambar 4.2 Hasil Pengujian pH variasi 1------------------------------------------ 61

Gambar 4.3 Hasil Pengujian pH variasi 2------------------------------------------ 62

Gambar 4.4 Hasol Pengujian pH variasi 3------------------------------------------62

Gambar 4.5 Kuat Lentur Rata-rata---------------------------------------------------65

11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap permasalahan limbah


activated alumina yang termasuk salah satu jenis limbah B3 saat ini tengah
mengemuka. Activated alumina (Al2O3) adalah campuran bahan kimia dengan
m.p 2,000°C sp.gr. kira-kira 4,0. Activated alumina tidak dapat larut dalam air
dan organik cair dan sangat ringan dapat larut dalam asam kuat dan alkali.
Activated alumina terjadi dalam 2 bentuk kristal yaitu alpha activated alumina dan
gamma activated alumina. Bubuk activated alumina terbentuk dari pencampuran
kristal activated alumina; putih alami. Activated alumina didistribusikan secara
luas di alam. Limbah activated alumina berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai
produk bahan bangunan. Activated alumina digunakan dalam keramik untuk
pewarnaan dan pabrik bahan – bahan kimia tanah liat yang mengandung
activated alumina digunakan dalam keramik, genteng, batu bata, panel board,
paving block.

Tercapainya tujuan pengelolaan limbah padat kilang


PERTAMINA UP IV Cilacap, yang berupa Spent Clay Kilang Paraxylene, Spent
Catalyst TA-4 dan Spent Adsorbent MR-3 yang memenuhi Peraturan Pemerintah
No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 yang diikuti penjelasannya
pada PP. 85 Tahun 1999. Dari Pertamina UP IV Cilacap sendiri menghasilkan
activated alumina 62 drum/ 13427.6 Kg/ yang bersumber dari KPC.

Salah satu kegiatan pembangunan yang dilaksanakan adalah kegiatan


produksi minyak mentah (Crude Oil) menjadi produk jadi yang siap di gunakan
masyarakat serta dapat di eksport berupa produk yang bisa dimanfaatkan, selain
dapat menghasilkan devisa negara juga sebagai modal untuk pembangunan
bangsa dan negara, kegiatan tersebut juga menghasilkan limbah dari kegiatan
pemprosesan, penimbunan minyak bumi yang relatif masih tinggi dan beberapa

12
senyawa lainnya seperti senyawa yang mengandung sulfur, nitrogen, oksigen dan
logam-logam termasuk logam berat.

Perkembangan teknologi dan industri yang pesat dewasa ini ternyata


membawa dampak bagi kehidupan manusia, baik dampak yang bersifat positif
maupun dampak yang bersifat negatif. Dampak yang bersifat positif memang
diharapkan oleh manusia dalam rangka meningkatkan kualitas dan kenyamanan
hidup. Namun dampak yang bersifat negatif yang memang tidak diharapkan
karena dapat menurunkan kualitas dan kenyamanan hidup, harus dapat diatasi
dengan sebaik-baiknya.

Semua kegiatan industri dan teknologi selalu akan menghasilkan limbah


yang menimbulkan masalah bagi lingkungan. Pengolahan limbah dari bahan
buangan industri dan teknologi dimaksudkan untuk mengurangi pencemaran
lingkungan (Wardhana, 2001). Proses solidifikasi merupakan salah satu alternatif
penanganan limbah B3 sebelum dibuang ke landfill dan diharapkan dapat
mengikat logam berat dalam matriks yang lebih padat dengan menambahkan
reagen sehingga dapat mengurangi mobilitas dan memperbaiki karakteristik
lumpur.

Solidifiksi/stabilisasi ini biasanya digunakan untuk mengurangi mobilitas


polutan dalam limbah B3 dengan penambahan reagen-reagen kimia, sehingga
limbah dapat ditimbun di dalam landfill dengan aman. Didalam proses
solidifikasi/stabilisasi, terdapat proses reaksi fisika-kimia diantaranya :
kontrol pH, presipitasi (karbonat, sulfida, silikat), adsorpsi, absorpsi secara
kimia, ion exchange, represipitasi dan pengkapsulan baik secara mikro maupun
makro (Vebbyana, 2001).

Pada PT. Pertamina unit (UP) IV Cilacap terdapat bermacam – macam


limbah dengan jenis yang berbeda. Ada yang termasuk dalam kategori limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) dan bukan limbah B3. Selama ini belum ada
penanganan limbah B3 dengan baik. Limbah B3 langsung diserahkan kepada

13
PT. Persada Pamunah Limbah Industri (PT.PPLI), dimana membutuhkan biaya
cukup besar. Untuk meminimalisasi biaya yang disebabkan oleh penanganan
limbah ini, alangkah lebih baik jika limbah ini dimanfaatkan untuk keperluan
yang lebih berguna.
Dari penelitian sebelumnya, beberapa limbah yang berasal dari proses
kegiatan produksi minyak telah dikembangkan dengan teknik
solidifikasi/stabilisasi. Diantaranya diaplikasikan oleh Pertamina UP VI Balongan
melalui kerja sama dengan kantor Dinas PU Provinsi Jabar. Kerja sama ini
difokuskan pada pemanfaatan limbah katalis sebagai bahan bangunan. Namun
untuk masalah toksisitas bahan limbah yang akan dipergunakan sebagai bahan
bangunan itu, UP VI juga mengadakan kerja sama dengan
PPSDAL - Unpad, Bandung. Penelitian difokuskan terhadap katalis bekas unit
RCC UP VI Balongan pada tahun 1996-1997 yang pada saat ini jumlahnya
mencapai 5.000 ton lebih.

Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.18 Tahun 1999 jo


PP No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 menyatakan bahwa
limbah katalis bekas dari petrokimia termasuk jenis limbah Berbahaya Dan
Beracun (Limbah B3) dari sumber spesifik dengan kode D206. Hal ini karena
dalam limbah tersebut umumnya mengandung unsur-unsur berbahaya logam berat
(Anonim, 1999).

Begitu pula halnya dengan activated alumina dan glasswool, melalui


proses solidifikasi akan dibuat menjadi bahan bangunan yaitu plafon.
Plafon/eternit yang dihasilkan dari uji coba tersebut diharapkan bisa memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk bahan bangunan. Di samping itu, ditinjau
dari segi ekonomi biaya pembuatan eternit dengan bahan activated alumina dan
glasswool lebih rendah daripada biaya pembuatan eternit biasa. Dimana activated
alumina dan glasswool akan dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam
pembuatan plafon/eternit. Untuk itu perlu diteliti komposisi campuran limbah
yang tepat dalam pembuatan plafon, agar diperoleh hasil yang baik. Sehingga
limbah yang semula ”Bahan Berbahaya dan Beracun” menjadi ”Bahan
14
Bermanfaat dan Beruang” karena selain dapat mengurangi atau menghilangkan
dampak negatif untuk kedepannya plafon ini dapat menguntungkan dari segi
ekonominya karena dapat dikembangkan oleh industri kecil.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :


1. Apakah pemanfaatan limbah activated alumina dan glasswool dalam
pembuatan plafon memiliki kyat lentur optimal dan nilai ekonomis?
b. Apakah pemanfaatan limbah activated alumina dan glasswool dalam
pembuatan plafon berpengaruh terhadap pelindian logam beratnya?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Mengetahui perbandingan kuat lentur yang optimal dan nilai ekonomis


dalam proses pemanfaatan teknologi plafon/eternit terhadap limbah
activated alumina dan glasswool yang digunakan.
b. Mengetahui perubahan pelindian logam berat dengan pemanfaatan limbah
activated alumina dan glasswool dalam pembuatan plafon.

1.4 Batasan Masalah

Sesuai dengan tujuan penelitian, agar penelitian ini lebih mudah perlu
adanya batasan-batasan sebagai berikut :
a. Kriteria hasil pengolahan solidifikasi berupa plafon/eternit akan
disesuaikan dengan standar SNI untuk bahan bangunan plafon.
b. Limbah padat yang digunakan pada penelitian ini adalah activated
alumina dan glasswool serta ditambah zeolit dan pengikat berupa bahan
polimer yaitu acrylic dan epoksi.

15
1.5 Manfaat Penelitian

Pemanfaatan activated alumina dan glasswool dari PT. PERTAMINA UP


IV Cilacap dalam pembuatan plafon diharapkan akan memberikan manfaat
sebagai berikut :
a. Limbah activated alumina dan glasswool dari PT. Pertamina UP IV
Cilacap dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan bahan bangunan, yaitu
plafon dan diharapkan memiliki kuat lentur yang optimal serta mampu
menghasilkan alternatif bahan bangunan yang bernilai ekonomis.
b. Limbah activated alumina dan glasswool ini diharapkan ramah lingkungan
dilihat dari hasil uji lindi.

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

Limbah kerap menimbulkan masalah lingkungan. Apalagi kalau itu


tergolong dalam kategori B3 (bahan berbahaya dan beracun). Maka penentangan
terhadapnya pun akan semakin tinggi (Junaedy, 2001).
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), adalah sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang
karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya (Anonim, 1999).
Bahan berbahaya dan beracun, yang lebih akrab dengan singkatan B3,
keberadaannya di Indonesia makin hari makin mengkhawatirkan. Lebih dari 75%
bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan sumbangan dari sektor industri
melalui limbahnya, sedangkan sisanya berasal dari sektor lain termasuk rumah
tangga yang menyumbang 5-10% dari total limbah B3 yang ada. Peningkatan
jumlah limbah bahan berbahaya dan beracun di Indonesia antara kurun waktu
1990 – 1998 saja mencapai 100 % ( tahun 1990 sekitar 4.322.862 ton dan pada
tahun 1998 mencapai 8.722.696 ton ). Jumlah ini akan naik drastis seiring dengan
perkembangan industrialisasi yang cukup pesat di negara berkembang seperti
Indonesia.

Permasalahan jumlah limbah bahan berbahaya dan beracun yang semakin


meningkat ini akan terus menjadi pembahasan dengan permasalahan yang baru
yakni lintas batas limbah B3. Ekspor limbah dari negara-negara maju sulit
dibendung karena Indonesia mempunyai banyak sekali pelabuhan, sedangkan
sistem pengamanan lautnya sendiri masih lemah. Banyak terjadi kasus ilegal
dumping dari kapal luar negeri yang mengangkut limbah B3 secara
sembunyi-sembunyi dan membuangnya ke perairan Indonesia. Lintas batas
17
pembuangan limbah B3 ini sering terselubung dalam bentuk bahan baku seperti
plastik bekas, seperti yang tersiar dalam massmedia Indonesia pada tahun 1992.
Sebanyak 116 peti kemas limbah B3 seberat 1200 ton yang berasal dari pelabuhan
Singapura ditemukan di pelabuhan Tanjung Periuk. Limbah ini ternyata
didatangkan oleh 18 importir nasional dan terselubung dalam bentuk bahan baku.
Data dari Multinational Monitor sendiri (Juni, 1992) menunjukkan dari 1 Februari
sampai 31 maret 1992 telah dikapalkan sampah plastik dari Amerika Serikat
sebanyak 52.227.368 pound dalam 749 pengapalan ke berbagai tujuan di Asia.

Secara kasat mata sebenarnya terlihat mengapa kegiatan lintas batas


pembuangan limbah B3 ini semakin hari semakin meningkat. Di negara-negara
maju telah ditetapkan peraturan yang ketat mengenai pembuangan limbah industri
khususnya yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, sehingga biaya yang
dikeluarkan oleh sebuah industri menjadi lebih mahal dan akan lebih murah jika
limbah tersebut dikirim ke negara-negara berkembang, selain juga mendapatkan
devisa dari pengiriman limbah tersebut. Kondisi tersebut tidak dapat dibendung
dengan sistem dan hukum di negara berkembang seperti Indonesia yang masih
lemah. Sejak tragedi love canal pada tahun 1976, pemerintah Amerika telah
memperhatikan secara serius keberadaan timbunan-timbunan limbah B3 yang
tersebar di seluruh dunia dan sesegera mungkin membuat peraturan-peraturan
untuk membatasinya. Tetapi di Indonesia sendiri baru pada tahun 1994 mulai
diperhatikan dengan dikeluarkannya PP 19/1994. Dapat dibayangkan selama
hampir 18 tahun timbunan limbah B3 tersebar di Indonesia tanpa terdeteksi oleh
sebuah peraturan hukum, dan selama itulah kegiatan lintas batas pembuangan
limbah B3 dari negara maju meningkat pesat.

Mengingat sifat dan dampak yang ditimbulkannya, limbah Bahan


Berbahaya dan Beracun (B3) memerlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan
seksama. Pemantauan limbah B3 adalah salah satu bagian dari upaya pengelolaan
limbah B3. Kesahihan data pemantauan sangat ditentukan oleh tingkat
keakurasian data hasil analisis. Keakurasian data ditentukan sejak pengambilan
contoh uji di lapangan, pengawetan contoh uji, penyimpanan dan preparasi contoh
18
uji sampai contoh uji tersebut dianalisis di laboratorium dan data hasil uji diolah
(Anonim, 2006).
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses
untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak
berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum
ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali
(daur ulang). Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan
fisika dan kimia, stabilisasi/solidifikasi, dan insenerasi (Anonim, 1995).

2.2 Definisi Limbah

Limbah adalah bahan yang tidak diinginkan atau sisa dari suatu proses
produksi, atau dibuang dari pemukiman penduduk atau komunitas hewan. Limbah
juga merupakan sesuatu benda yang mengandung zat yang bersifat
mambahayakan bagi kehidupan manusia, hewan, serta lingkungan dan umumnya
muncul karena hasil perbuatan manusia, termasuk industrialisasi (UU RI
No.23/97, 1997 pasal 1).
Secara umum limbah dibagi 2 yaitu :
a. Limbah ekonomis, yaitu limbah yang dapat dijadikaan produk sekunder
untuk produk yang lain dan atau dapat mengurangi pembelian bahan baku.
b. Limbah non ekonomis, yaitu limbah yang dapat merugikan dan
membahayakan serta menimbulkan pencemaran lingkungan.

2.3 Karakteristik Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung


bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lainnya ( PP No.18 Tahun 1999 jo PP No.85 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 2).

19
Limbah B3 memiliki beberapa karakteristik, yaitu :
a. Mudah Meledak
Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat
menghasilkan gas dengan suhu tekanan dan tinggi yang dengan cepat dapat
merusak lingkungan sekitarnya.

b. Mudah Terbakar
Limbah mudah terbakar adalah limbah yang apabila berdekatan dengan
api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau
terbakar dan apabila telah nyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.

c. Bersifat Reaktif
Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran
karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang
tidak stabil dalam suhu tinggi

d. Beracun
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya
bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menyebabkan kematian dan sakit
serius. Apabila masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, kulit, atau mulut.
Prosedur ekstraksi untuk menentukan senyawa organik dan anorganik (TCLP)
dapat digunakan untuk identifikasi limbah ini. Limbah yang menunjukkan
karakteristik beracun yaitu jika diekstraksi dari sampel yang mewakili
mengandung kontaminan lebih besar .

e. Menyebabkan Infeksi
Limbah yang menyebabkan infeksi, yaitu bagian tubuh yang diamputasi
dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau
limbah lain yang terkena infeksi kuman penyakit yang menular.
f. Bersifat Korosif
Limbah yang bersifat korosif, yaitu limbah yang menyebabkan iritasi
(terbakar) pada kulit atau mengkorosikan baja.

20
2.4 Pengelolaan Limbah B3
Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencangkup
reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaataan, pengolahan
dan penimbunan B3. Pengolahan ini bertujuan untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang
telah tercemar ( PP No.18 Tahun 1999 jo PP No.85 Tahun 1999 Pasal 2).

Hierarki pengelolaan limbah B3 dimaksudkan agar limbah B3 yang


dihasilkan sesedikit mungkin bahkan mungkin nol dengan upaya reduksi pada
sumber dengan pengolahan bahan, substitusi bahan, modifikasi proses, dan
dengan dilakukannya teknologi bersih. Apabila masih dihasilkan limbah B3,
maka diupayakan pemantauan limbah B3 untuk mengurangi jumlah limbah B3
dan meminimalkan beban pengolahan. Pemantauan limbah B3 mencakup
perolehan kembali (recovery), penggunaan kembali (reuse), dan daur ulang
(recycle). Timbulan limbah B3 yang sudah tidak dapat diolah atau dimanfaatkan
yang harus ditimbun pada lokasi penimbunan (landfill) yang memenuhi
syarat-syarat yang sudah ditetapkan.

Pada PT. Pertamina UP IV Cilacap terdapat bermacam-macam limbah


dengan jenis yang berbeda. Ada yang termasuk dalam kategori limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) dan bukan limbah B3. Selama ini belum ada
penanganan limbah B3 dengan baik. Limbah B3 langsung diserahkan kepada
PT. Persada Pemusnah Limbah Industri (PT. PPLI), dimana membutuhkan biaya
yang cukup besar. Untuk meminimalisasi biaya yang disebabkan oleh penanganan
limbah ini, alangkah lebih baik jika limbah ini dimanfaatkan untuk keperluan
yang lebih berguna.

Perbedaan paling penting yang membedakan pengelolaan limbah bahan


berbahaya dan beracun (B3) dengan pengelolaan limbah lain adalah
pertanggungjawaban hukumnya (law liability). Pada limbah non-B3 hasil akhir
pengelolaan lebih penting dibandingkan dengan cara mencapai hasil tersebut.

21
Artinya, bila suatu perusahaan telah memenuhi baku mutu limbah, maka
perusahaan tersebut telah berhasil melakukan pengelolaan limbah. Namun, pada
limbah B3, selain hasil akhir, cara pengelolaan juga harus memenuhi peraturan
yang berlaku. Jadi, untuk berhasil mengelola limbah B3, tidak cukup hanya
memenuhi baku mutu limbah B3 saja, cara mengelola seperti pencatatan,
penyimpanan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan harus juga memenuhi
peraturan yang berlaku. Sekali lagi, dalam limbah B3 cara mengelola adalah suatu
hal yang penting untuk diperhatikan. Dalam tuntutan hukum, limbah B3 tergolong
dalam tuntutan yang bersifat formal. Artinya, seseorang dapat dikenakan tuntutan
perdata dan pidana lingkungan karena cara mengelola limbah B3 yang tidak
sesuai dengan peraturan, tanpa perlu dibuktikan bahwa perbuatannya tersebut
telah mencemari lingkungan. Sekali lagi, mengetahui cara pengelolaan limbah B3
yang memenuhi persyaratan wajib diketahui oleh pihak-pihak yang terkait dengan
limbah B3 (Anonim, 2007).

Adapun Prinsip Pengelolaan Limbah B3 yaitu antara lain:


a. Minimalisasi limbah
b. Pengelolaan limbah B3 dekat dengan sumber (persyaratan teknis
operasional)
c. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
d. “From Cradle to Grave” (mulai dihasilkan sampai penimbunan)
(Agustina, 2006).

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pengelolaan limbah
B3 di Indonesia. Pertama, adalah penerapan “produksi bersih dan minimisasi
limbah” bagi industri. Teknologi end pipe treatment yang dipakai di Indonesia
sendiri sebenarnya merupakan teknologi kuno (sunset technology) yang telah
lama ditinggalkan oleh negara-negara maju. Namun para industriawan biasanya
malas untuk mengganti teknologi pengelolaan limbah mereka dari end pipe
treatment menjadi clean technology, karena adanya internalisasi biaya eksternal
atas kerusakan lingkungan akibat limbah yang dihasilkan. Hal tersebut akan
menambah cost tersendiri bagi mereka, apalagi dengan kondisi perekonomian
22
sulit seperti sekarang ini. Inilah repotnya jika industriawan kita hanya mengejar
short-term benefits nya saja. Padahal konsep clean technology melalui minimisasi
limbah industri dengan model reduce; recycle; reused; recovery dan
recuperation, bila diterapkan dengan benar dapat mengurangi cost production dari
industri tersebut meskipun pada awalnya dibutuhkan investasi yang cukup besar.
Selain produksi bersih, penanganan limbah yang memang tidak dapat tereduksi
dalam proses minimisasi limbah harus ditangani sesuai prosedur dan tidak
seadanya saja.

Kedua, adalah pembenahan sistem hukum dan peraturan yang telah ada,
baik itu untuk limbah yang dihasilkan di dalam negeri maupun untuk lintas batas
limbah B3. Peraturan yang ada seperti AMDAL masih jauh dari mencukupi untuk
melakukan pengelolaan terhadap limbah, khususnya limbah B3. Apalagi dengan
lembaga dan sumber daya manusia yang belum memadai. Sedangkan untuk lintas
batas limbah B3, Indonesia sebenarnya telah meratifikasi Konvensi Basel melalui
Kepres RI no. 61/1993 tentang Pengesahan Convension on The Control of
Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal.

Ketiga adalah sesegera mungkin membereskan kelembagaan lingkungan


hidup di Indonesia yang memang mempunyai posisi yang lemah. Kedudukan
Bapedal misalnya, yang hanya berfungsi secara koordinatif, sehingga seringkali
ketika muncul persoalan dalam hal pencemaran lingkungan hidup, hanya fungsi
administratif saja yang dijalankan oleh Bapedal, apalagi Bapedal yang ada di
daerah.

Keempat yaitu melakukan evaluasi, inventarisasi dan pengembangan


terhadap sumber daya yang kita miliki. Tidak dapat dipungkiri bahwa sumber
daya kita masih sangat lemah dan minim dalam memahami persoalan lingkungan
hidup.

Sedangkan yang kelima adalah adanya transparansi informasi kepada


masyarakat luas, sehingga ada partisipasi aktif dari masyarakat untuk ikut serta

23
dalam usaha pelestarian lingkungan hidup. Salah satunya adalah sosialisasi
informasi mengenai limbah B3. Dengan begitu ada keterlibatan seluruh
stakeholders secara seimbang dan aktif untuk memecahkan setiap persoalan
lingkungan hidup yang akan muncul puluhan bahkan ratusan masalah seiring
dengan berkembangnya industrialisasi di negari kita. Sebab bukanlah rahasia
bahwa kita pun tidak ingin Indonesia disebut sebagai negara keranjang sampah
(Krisbayu, 2007).

Hal-hal pokok yang melatarbelakangi peraturan pengelolaan limbah B3


yaitu dengan meningkatnya penggunaan bahan berbahaya dan beracun pada
berbagai kegiatan, antara lain pada kegiatan perindustrian, pertambangan,
kesehatan, rumah tangga dan kegiatan lainnya, meningkatnya upaya pengendalian
pencemaran udara dan pengendalian pencemaran air, yang akan menghasilkan
lumpur/sludge atau debu yang berbahaya dan beracun, dampak penting atau
pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan limbah B3 terhadap lingkungan
dan manusia, selain itu Indonesia merupakan salah satu negara tujuan tempat
pembuangan limbah B3.

Sedangkan hal-hal yang yang difokuskan dalam pengelolaan limbah B3


dan pengawasannya antara lain, dilarang membuang limbah B3 langsung ke
lingkungan, dilarang melakukan pengenceran limbah B3, dan dilarang melakukan
impor limbah B3 (ekspor limbah B3 diperbolehkan jika memenuhi persyaratan
dan ada persetujuan dari negara penerima dan KLH) (Agustina, 2006).

2.5 Solidifikasi

Salah satu teknik pengolahan limbah B3 secara fisika-kimia yang dikenal


pada saat ini adalah solidifikasi-stabilisasi (S/S). Di dalam proses S/S, terdapat
proses reaksi fisika-kimia diantaranya : kontrol pH, presipitasi, adsorbsi, absorpsi
secara kimia, ion exchange, represipitasi dan pengkapsulan baik secara mikro
maupun makro (Vebbyana, 2001).

24
Proses stabilisasi/solidifikasi adalah suatu tahapan proses pengolahan
limbah B3 untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 melalui
upaya memperkecil/membatasi daya larut, pergerakan/penyebaran dan daya
racunnya (immobilisasi unsure yang bersifat racun) sebelum limbah B3 tersebut
dibuang ke tempat penimbunan akhir (landfill).

Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi adalah pengubahan watak fisik dan


kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat (landfill)
sehingga pergerakan senyawa-senyawa B3 dapat dihambat atau terbatasi dan
membentuk ikatan massa monolit dengan struktur yang kekar (massive)
(Anonim, 1995).

Penelitian ini dimaksudkan mengetahui sifat-sifat kimia dan fisika limbah


activated alumina dan glaswool dari pengolahan limbah
Pertamina UP IV Cilacap, di samping itu juga dilakukan penambahan
bahan-bahan aditif lain yang dapat membantu pengikatan limbah tersebut
sehingga menjadi suatu matrik padat yang kemungkinannya dapat digunakan
sebagai bahan bangunan.

Bahan bangunan ekologis yang dimaksudkan adalah bahan bangunan yang


dibentuk dari bahan sisa atau limbah industri melalui proses yang ramah
lingkungan serta aman terhadap kesehatan baik saat diterapkan maupun
pemanfaatan bangunan. Bahan bangunan ini dikembangkan untuk mengurangi
dampak negatif dari limbah terhadap lingkungan. Semakin berkembangnya
kegiatan industri dan aktivitas lainnya akan membawa konsekwensi yang luas
termasuk timbulnya bahan limbah yang dihasilkan. Secara umum limbah
merupakan bahan buangan dari suatu proses yang dalam jumlah tertentu bila tidak
ditangani secara baik akan menimbulkan gangguan lingkungan (Lasino, 2003).

Proses pengolahan limbah B3 secara kimia/fisika yang umum dilakukan


adalah : stabilisasi/solidifikasi yaitu suatu tahapan proses pengolahan limbah B3,
melalui suatu mekanisme pengubahan bentuk fisik dan sifat kimia dengan cara

25
menambahkan senyawa pengikat dan pereaksi tertentu yang bertujuan
memperkecil/membatasi kelarutan, pergerakan atau penyebaran daya racunnya,
sebelum dibuang ke tempat penimbunan akhir (secure landfill) (Anonim, 1995).

2.6 Plafon/eternit
Makin meningkatnya kebutuhan perumahan saat ini menyebabkan
kebutuhan akan bahan bangunan semakin meningkat pula. Seperti kita ketahui
bersama, bahan yang digunakan untuk bangunan terdiri dari bahan-bahan atap,
dinding dan lantai. Saat ini bahan-bahan bangunan yang terbuat dari semen seperti
genteng beton, conblock dan paving block sudah banyak digunakan oleh
masyarakat luas. Saat ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kita dapat
membuat bahan - bahan tersebut dengan harga yang relatif murah tanpa
mengurangi mutunya. Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas, maka
Puslitbang Permukiman sejak tahun 1972 telah meneliti dan mengembangkan
pemanfaatan bahan limbah untuk bahan bangunan dengan tujuan : menunjang
pengadaan bahan bangunan, menunjang program pemerintah dalam usaha
memenuhi kebutuhan komponen bahan bangunan, kemungkinan berdirinya usaha
kecil yang memproduksi komponen bangunan, memberikan nilai tambah bagi
pengelola limbah, ikut mengatasi problem industri dan terciptanya lapangan kerja
baru (Husin, 2002).

Eternit merupakan
produk bahan bangunan
dibuat dari campuran
semen dengan tepung batu
gamping atau asbes yang
digunakan sebagai langit-
langit rumah. Contoh
produk plafon penelitian
dapat dilihat pada gambar
2.1.
Gambar 2.1 Produk plafon penelitian
26
Eternit dikenal juga dengan sebutan plasterboard. Eternit dapat dicetak
sesuai dengan motif yang dibuat, sehingga akan tampak lebih menarik. Sebagai
langit-langit rumah selain eternit/asbes, juga digunakan gypsum dan triplek.
Dibandingkan dengan gypsum dan triplek, harga eternit/asbes jauh lebih murah
sehingga banyak digunakan terutama untuk perumahan sederhana, sedangkan
gypsum dan triplek lebih banyak digunakan pada perumahan mewah.

Proses pembuatan eternit relatif mudah untuk dilakukan dan tidak


memerlukan persyaratan khusus lokasi. Tenaga kerja yang dibutuhkanpun tidak
memerlukan spesifikasi/keahlian khusus. Karena itu usaha pembuatan eternit
hampir merata dapat dilakukan di seluruh wilayah Indonesia yang memiliki
sumber bahan baku batu gamping/asbes.

Ketersediaan bahan baku untuk pembuatan eternit di Indonesia cukup


melimpah. Berdasarkan data BPS tahun 2003 produksi batu kapur Indonesia
mencapai 53.745.686,43 ton yang tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia.
Plafon juga ada yang terbuat dari gypsum dan relatif mudah dalam pembuatannya.
Bahan ini juga tahan lama, tahan panas, bersih dan perawatannya sangat mudah.
Keunggulan gypsum yang lain juga adalah harganya yang tidak jauh beda dengan
jenis plafon lain dan daya tahan dan tingkat stabilitas gypsum juga tinggi. Untuk
pembuatan plafon dengan bahan gypsum dibutuhkan biaya permeter sekitar
Rp.65,000,- sampai Rp.70,000,-. Bahan pembuatan papan gypsum dipasaran
menggunakan :

a. Casting
Mempunyai bentuk seperti bubuk lembut dengan warna putih. Untuk
memperoleh casting dapat di toko-toko tertentu dengan merk seperti : Jaya
board, Elephant board, SGP casting, Judal board. Untuk perawatannya casting
ditaruh ditempat yang kering dan jangan sampai terkena air agar casting tidak
mudah mengeras.

27
b. Roving
Roving bentuknya seperti serabut yang sudah tertata rapi, sehingga tinggal
dipotong jika ingin digunakan. Roving digunakan sebagai bahan penguat pada
waktu pencetakan. Untuk perawatan sebaiknya roving ditaruh ditempat yang
kering dan jangan ditumpuki bahan berat karena sifatnya yang rapuh.
c. Air
Air nantinya digunakan sebagai bahan untuk mencampur casting. Air yang
digunakan bisa air sumur, air PAM, air artesis, yang tidak mengandung garam.
Karena air yang mengandung kadar garam tinggi menyebabkan gypsum tidak
tahan lama atau mudah pecah.
d. Minyak
Minyak yang digunakan dalam pembuatan gypsum bisa dibuat dengan
menggunakan bahan lemak dari binatang lembu atau kerbau yang dipanaskan
atau dimasak sekitar 5 menit sampai lemak itu mencair kemudian campurkan
dengan solar dengan perbandingan 2:1, kemudian dimasak lagi sekitar 5 menit
sambil diaduk agar kedua kedua cairan tersebut menyatu sehingga menjadi
sebuah minyak yang sudah siap digunakan. Dengan penggunaan minyak yang
dibuat dari bahan lemak sapi akan menghasilkan gypsum yang sesuai dengan
keinginan yaitu tetap akan berwarna putih dan bersih tidak bercampur dengan
warna minyak.
e. Tali
Tali nantinya akan digunakan sebagai pengait gypsum untuk digantungkan
setelah dilepas dari cetakan, untuk itu tali yang dipilih haruslah kuat, bisa tali
rafia atau sejenisnya, yang mudah diperoleh di toko-toko.

2.7 Activated alumina

Alumina (Al2O3) adalah campuran bahan kimia dengan m.p 2,000°C sp.gr.
kira – kira 4,0. Alumina tidak dapat larut dalam air dan organik cair dan sangat
ringan dapat larut dalam asam kuat dan alkali. Alumina terjadi dalam 2 bentuk
kristal. Alpha alumina adalah campuran dari sedikit pewarnaan hexagonal kristal
dengan diberikan secara perkiraan; gamma alumina adalah campuran dari sedikit
28
pewarnaan percubik kristal dengan sp. Gr. Sekitar 3,6 dipindahkan ke bentuk alpa
pada temperatur tinggi. Bubuk alumina terbentuk dari pencampuran kristal
alumina; putih alami. Alumina didistribusikan secara luas di alam. Dikombinasi
dengan silika dan mineral lain yang terjadi didalam tanah liat, feldspar, dan mika.

Komponen utama dari alumina bauxite dan sering terjadi dalam bentuk
alami seperti corundum. Alumina penting dalam perdagangan terutama digunakan
dalam produksi logam alumina. Alumina juga digunakan untuk abrasi, corundum,
dan emery digunakan secara luas seperti persiapan pembutan pengikisan alumina.
Nama yang sering digunakan untuk alumina abrasi meliputi Alundum dan Alosite
Alumina juga digunakan dalam keramik untuk pewarnaan dan pabrik
bahan – bahan kimia tanah liat yang mengandung alumina digunakan dalam
keramik, genteng, batu bata, panel board, paving block. Bentuk fisik dari limbah
activated alumina dapat dilihat pada gambar 2.2.

Alumina alami digunakan


dalam pembuatan tempat
meleburnya logam dan alat
lain untuk dicairkan.
Aluminium oksida atau
alumina, merupakan
komponen utama dalam
bauksit bijih aluminium
yang utama. Pabrik
alumina terbesar di dunia
adalah Alcoa, Alcan, dan
Rusal. Gambar 2.2 Activated alumina

Perusahaan yang memiliki spesialisasi dalam produksi dari aluminium


oksida dan aluminium hidroksida misalnya adalah Alcan dan Almatis. Bijih
bauksit terdiri dari Al2O3, Fe2O3, and SiO2 yang tidak murni. Campuran ini
dimurnikan terlebih dahulu melalui Proses Bayer:

29
Al2O3 + 3H2O + 2NaOH + panas → 2NaAl(OH)4.......................(1)

Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa dipisahkan melalui
penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk silikat Si(OH)62-. Ketika cairan yang
dihasilkan didinginkan, terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih larut
dalam cairan tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan.
Al2O3 yang terbentuk adalah alumina.

2Al(OH)3 + panas → Al2O3 + 3H2O.............................................(2)

Alumina terjadi dalam 2 bentuk kristal. Alpha alumina adalah campuran dari
sedikit pewarnaan hexagonal kristal dengan diberikan secara perkiraan; gamma
alumina adalah campuran dari sedikit pewarnaan percubik kristal dengan sp. Gr.
Sekitar 3,6 dipindahkan ke bentuk alpa pada temperatur tinggi. Bubuk alumina
terbentuk dari pencampuran kristal alumina; putih alami. Alumina didistribusikan
secara luas di alam. Dikombinasi dengan silika dan mineral lain yang terjadi
didalam tanah liat, feldspars, dan mika. Komponen utama dari alumina bauxite
dan sering terjadi dalam bentuk alami seperti corundum. Alumina penting dalam
perdagangan terutama, digunakan dalam produksi logam alumina. Alumina juga
digunakan untuk abrasi, corundum, dan emery digunakan secara luas seperti
persiapan pembutan pengikisan alumina. Nama yang sering digunakan untuk
alumina abrasi meliputi Alundum dan Alosite. Alumina juga digunakan dalam
keramik untuk pewarnaan dan pabrik bahan – bahan kimia tanah liat yang
mengandung alumina digunakan dalam keramik,genteng,batu bata, panel board,
paving block. Alumina alami digunakan dalam pembuatan tempat meleburnya
logam dan alat lain untuk dicairkan. Hydrate alumina digunakan dalam cat
mordant untuk membuat zat warna, juga digunakan dalam pembuatan kaca,
kosmetik, dan obat – obatan seperti antasit.

Activated alumina yang digunakan PT. Pertamina UP IV Cilacap adalah


termasuk kedalam jenis spent adsorbent. Activated alumina adalah material
penyerap yang terdiri dari alumina dan dikombinasikan dengan air dalam berbagai

30
proporsi yang dihasilkan dalam berbagai struktur. Dalam kaitannya dengan sifat
alami area permukaan internal ini, activated alumina adsorbent akan menarik dan
mengumpulkan molekul dan gas atau cairan yang diarahkan. Ini dikenal dengan
istilah adsorbsi. Akan tetapi tidak semua molekul tertarik pada derajat tingkat
yang sama. Activated alumina adsorbent digunakan untuk pengeringan dan
memurnikan atau penjernihan berbagai macam gas atau liquid (cair). Meraka
betul-betul kuat untuk menarik jenis molekul tertentu, serta bereaksi dengan jenis
molekul tertentu. Molekul polar seperti air betul-betul kuat ditarik oleh adsorbent.
Ketika suatu campuran air (polar) dan methane (non polar) melewati atas
adsorbent air akan terserap meskipun keduanya kandungannya cukup kecil.
Ketika molekul terserap, panas akan dilepaskan. Pada kebanyakan sistem,
temperatur pada aliran proses naik hanya beberapa derajat. Bagaimanapun ketika
konsentrasi tinggi (± 0,5 volume %) molekul yang tertarik diserap. Ketika
adsorbent sudah menjadi jenuh penyerapan molekul dapat dihentikan oleh
pemanasan adsorbent dengan suatu arus gas dengan 300 – 650 0F (150 – 345 0C),
operasi ini desebut dengan istilah regenerasi.

Tiap pembuangan spent adsorbent activated alumina dengan seketika atau


menyimpannya dalam suatu cara yang tidak akan berdampak pada lingkungan itu
sampai pembuangannya ditetapkan. Disarankan spent adsorbent activated alumina
yang dibuang itu disimpan dikontainer seperti drum. Jika Apabila kontainer dirasa
tidak mungkin, pembuangan adsorbent disimpan pada suatu permukaan yang
tidak dapat ditembus seperti beton, aspal, atau terpal plastik yang tahan terhadap
panas maupun bahan kimia. Disarankan pembuangan spent adsorbent activated
alumina dilindungi dari curah hujan untuk mencegah kemungkinan run off dari air
hujan yang tercemar. Jika terdapat penggenangan, maka untuk mengendalikannya
digunakan parit-parit. Dalam keadaan baru atau belum digunakan, adsorbent ini
termasuk non-hazardous/tidak berbahaya untuk suatu tujuan pembuangan. Akan
tetapi, untuk tujuan pembuangan, material penyerap pada adsorbent yang akan
dibuang boleh berubah klasifikasinya.

31
Alumina termasuk dalam Kelas II bukan limbah B3 (Class II
non-hazardous waste) sehingga cukup aman digunakan sebagai bahan campuran
dalam pembuatan beton ataupun keramik (Hasil studi Univ.Texas El Paso SWP2).
Komposit alumina spinel memiliki sifat-sifat sebagai berikut : i) susut bakar
(0-15)%, ii) penyerapan air (0- 21)%, iii) berat jenis (3,2-3,6)g/cm 3, iv) kuat
lentur tertinggi 895 kg/cm2, dan v) kuat tekan tertinggi 2556 kg/cm2. (ITB Central
Library - Searching Powered by GDL4_2.mht). Berdasarkan ilustrasi dan sedikit
gambaran tentang alumina tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
limbah alumina tidak berbahaya dan cukup aman, maka dapat digunakan sebagai
campuran untuk memproduksi bahan bangunan seperti batu bata, plafon, panel
board, keramik, furniture dan merchandise (souvenir).

2.8 Glasswool

Glaswool adalah bahan isolasi


superior yang berdaya kuat tarik tinggi
dan fleksibel, berwarna keemasan.
Daya tarik dan daya pegasnya mudah
ditangani dengan biaya pemindahan
dan instalasi yang rendah. Bentuk
fisiknya dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Glasswool

™ Keunggulan produk

1. Daya konduksi rendah


2. Bebas digunakan dalam temperatur 100° C - 250° C
3. Tidak mudah terbakar
4. Tidak karat / berjamur
5. Tersedia dalam bentuk lembaran
6. Daya fleksibilitasnya sangat baik

32
™ Aplikasi produk :
1. Isolasi Ducting AC
2. Atap gudang / rumah
3. Peredam Suara partisi / ruang genset
4. Industri oven.
™ Tersedia dalam bentuk :
Lembaran, Roll

2.9 Zeolit

Zeolit merupakan senyawa alumino-silikat terhidrasi yang secara fisik dan


kimia mempunyai kemampuan sebagai bahan penyerap (adsorpsi), penukar
kation, dan katalis. Di Indonesia, zeolit termasuk salah satu bahan galian yang
baru diusahakan dan dimanfaatkan. Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan
pemanfaatan zeolit untuk berbagai keperluan masih terus dilakukan. Sebaliknya di
negara – negara Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang zeolit telah digunakan secara
luas di sektor pertanian, peternakan, perikanan, industri manufaktur, dan
konstruksi.
Mineral – mineral yang termasuk dalam grup zeolit pada umumnya
dijumpai dalam batuan tufa yang terbentuk dari hasil sedimentasi debu vulkanik
yang telah mengalami proses alterasi. Secara geologi, endapan zeolit terbentuk
karena proses sedimentasi debu vulkanik pada lingkungan danau yang bersifat
alkali (air asin), proses diagenetik (metamorfosa tingkat rendah), dan proses
hidotermal (M.Arifin, Supriatna Sahala.2007).
Zeolit alam merupakan senyawa alumino-silikat terhidrasi, dengan unsur
utama yang terdiri dari kation alkali dan alkali tanah. Senyawa ini berstruktur tiga
dimensi dan mempunyai pori yang dapat diisi oleh molekul air. Rumus empiris
zeolit alam adalah :
M2/nO.Al2O3.x(SiO2).yH2O............................................(3)

33
Dimana :
M : kation alkali atau alkali tanah
n : valensi kation
x : suatu harga dari 2 – 10
y : suatu harga dari 2 – 7

Sebagai contoh adaloah formula unit sel dari klinoptilolit, yang merupakan
mineral zeolit paling umum dijumpai, yaitu:
(Na.K)2O.Al2O3.10SiO2.BH2O.................................................(4)
atau dapat ditulis :
(Na3K3)(Al6Si30O72).24H2O.......................................................(5)

Ion Na+ dan K+ merupakan kation yang dapat dipertukarkan, sedangkan


atom Al dan Si merupakan struktur kation dan oksigen akan membentuk struktur
tetrahedron pada zeolit. Molekul – molekul air yang terdapat dalam zeolit
merupakan molekul yang mudah lepas. Zeolit alam terbentuk dari reaksi antara
batuan tufa asam berbutir halus dan bersifat rhyiolitik dengan air pori atau air
meteorik. Komponen utama pembangun struktur zeolit adalah struktur bangun
primer (SiO4)4- yang mampu membentuk struktur tiga dimensi. Muatan listrik
yang dimiliki oleh kerangka zeolit, baik yang terdapat dipermukaan maupun
didalam pori menyebabkan zeolit dapat berperan sebagai penukar kation,
penyerap, dan katalis. Pori – pori zeolit terbentuk dengan cara pengusiran air pada
pemanasan di atas 1000C. Keadaan seperti ini yang memungkinkan zeolit dapat
menyerap molekul – molekul yang mempunyai garis tengah lebih kecil dari
pori – pori zeolit tersebut. Kandungan air yang terperangkap dalam rongga zeolit
biasanya berkisar antara 10 - 35%. Perbandingan antara atom Si dan Al yang
bervariasi akan menghasilkan banyak jenis atau spesies zeolit yang terdapat di
alam. Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 50 jenis zeolit. Namun,
mineral-mineral utama pembentuk zeolit hanya ada sembilan jenis, yaitu analsim,
kabasit, klinoptilolit, Erionit, mordenit, ferrierit, heulandit, laumontit dan fillipsit.
Di Indonesia jenis mineral zeolit yang terbanyak adalah klinoptilolit dan mordenit.

34
2.9.1 Kristalografi
Struktur kristal zeolit membentuk suatu kerangka tetrahedron berantai
dalam dalam bentuk tiga dimensi. Pada kristal zeolit, kedudukan atom pusat
tetrahedron ditempati oleh atom Si dan Al, sedangkan atom – atom oksigen
berada pada sudut – sudutnya. Kedudukan atom Al dalam posisi tetrahedral
memerlukan tambahan muatan positif sebagai penetral muatan listrik, seperti
kation logam alkali atau alkali tanah. Keadaan seperti ini yang menyebabkan
zeolit dapat bersifat penukar kation (cation-exchange). Sedangkan pori – pori
yang terdapat didalam struktur kristal zeolit diisi oleh molekul air. Pada umumnya
pori – pori tersebut mencapai 20 – 30 % dari total volume kristalnya. Struktur
kristal zeolit mempunyai sifat hidrofolik serta memperlihatkan sifat afinitas yang
sangat kuat terhadap molekul air. Dengan demikian semua aplikasi adsorpsi
(penyerapan) dan reaksi – reaksi lainnya memerlukan proses dehidrasi terlebih
dahulu untuk mencapai kondisi bebas air. Perlu diketahui bahwa semua proses
penyerapan, katalis, dan penukaran kation terjadi di dalam struktur kristal zeolit
ini (M.Arifin, Supriatna Sahala. 2007).

Beberapa specimen zeolit berwarna putih, kebiruan, kemerahan, coklat,


dll., karena hadirnya oksida besi atau logam lainnya. Densitas zeolit antara
2,0 - 2,3 g/cm3, dengan bentuk halus dan lunak. Kilap yang dimiliki
bermacam-macam. Struktur zeolit dapat dibedakan dalam tiga komponen yaitu
rangka aluminosilikat, ruang kosong saling berhubungan yang berisi kation
logam, dan molekul air dalam fase occluded.
Morfologi dan sistem kristal zeolit. Zeolit berbentuk kristal aluminosilikat
terhidrasi yang mengandung muatan positif dari ion-ion logam alkali dan alkali
tanah dalam kerangka kristal tiga dimensi, dengan setiap oksigen membatasi
antara dua tetrahedral.

35
Gambar 2.4. Rangka zeolit yang terbentuk dari ikatan 4 atom O dengan 1 atom Si
(Bell, 2001).

2.10 Acrylic
Poli(metil metakrilat) adalah suatu plastik yang jernih, tak berwarna, dan
lutsinar. Ia mempunyai takat pelembutan yang lebih tinggi, kekuatan hentaman
yang lebih baik, dan boleh tahan terhadap perubahan cuaca daripada poliesterena.
Pengeluaran polimer ini dalam tahun 1969 telah dianggarkan mencapai 350 juta
pound dengan harga $0,45/paun untuk komposisi pengacuan. Selain semen,
pozolan, polimer organik dan bahan termoplastik telah lama di pergunakan
sebagai salah satu additive (reagent) dalam teknologi solidifikasi. Setiap additive
mempunyai kompatibilitas yang berbeda – beda untuk berbagai jenis limbah.
Bahan termoplastik sendiri cocok untuk dipergunakan sebagai additive untuk
limbah logam berat dan efektif untuk tembaga (Cu), kromium (Cr) dan arsenik As
(LaGrega, Buckingham dan Evans, 1994).
Sifat-sifat Poli(metil metakrilat) : merupakan suatu termoplastik linear,
dengan kira-kira 70-75% berkonfihyrasi sindiotaktik. Poli(metil metakrilat) tahan
terhadap banyak bahan uji tak organik akueus, termasuk alkali dan asid cair. Sifat
poli(metil metakrilat) yang terbaik mungkin adalah kejernihan optiknya dan ia
juga tanpa warna. Disamping sifatnya yang tahan terhadap cuaca luar, sifat-sifat
optiknya juga menyebabkannya begitu berguna dalam semua penggunaan
pemancaran cahaya. Sifat-sifat mekanik dan terma polimer ini adalah baik
Kekuatan tegangannya hingga 10.000 psi. Suhu yang dapat ditahan sampai 90°C.
Poli(metil metakrilat) lebih tahan terhadap retak daripada poliesterena. Sifat

36
lainnya yang dimiliki serabuta akrilik yaitu memiliki kekuatan, kekakuan, keliatan
dan tahan abrasi dan daya lentur yang tinggi. Tidak tahan terhadap kelembapan
dan mempunyai ketahanan yang baik terhadap pewarna, bahan kimia.

Acrylic Plastics atau Acrylic Polymers dalam penelitian kali ini digunakan
sebagai bahan pengikat. Dengan berbagai kelebihan, seperti :
a. Mudah digunakan.
b. Memiliki fleksibilitas yang tinggi.
c. Cocok digunakan pada banyak jenis substrat.
d. Tahan terhadap rembesan air.
e. Meningkatkan ketahanan terhadap benturan.

Diharapkan acrylic plastics dapat meningkatkan kualitas dari produk yang


dihasilkan. Acrylic plastics sendiri sebenarnya telah lama dimanfaatkan dalam
berbagai jenis industri. Pada era perang dunia kedua, acrylic plastics digunakan
dalam industri pesawat terbang. Saat ini acrylic plastics banyak digunakan
sebagai meteri pembuatan CD, DVD dan furniture modern.

2.11 Epoksi

Kebanyakan orang mendengar kata epoksi dalam hubungannya dengan


resin-resin epoksi, yaitu bahan yang digunakan dalam perekatan logam, gelas dan
keramik. Resin epoksi juga digunakan dalam pelapis permukaan (misalnya cat)
karena kelembamannya, kekerasan dan fleksibilitasnyua. Dua macam bahan baku
yang digunakan dalam pembuatan resin-resin epoksi adalah epiklorhidrin dan
bisfenol-A. Campuran kedua bahan ini dengan basa menghasilkan epoksi. Epoksi
merupakan jenis epoksi yang dikualifikasikan sebagai plastik-plastik teknik
dimana fungsinya sebagai bahan pelapis protektif, aplikasi-aplikasi listrik dan
elektronik, bahan lantai dasar industri, bahan pengaspal jalan raya, dan juga
perekat plafon. Dari segi komersial, polimer, polimer atau resin epoksi termasuk
polimer nonvinil terpenting.

37
Gambar 2.5 Rumus Kimia Resin Epoxy

Contoh epoksi yang ada di pasaran


pada gambar 2.6. Penggunaan
utama resin epoksi adalah sebagai
bahan penyalut permukaan yang
menggabungkan keliatan,
kelenturan, lekatan dan ketahanan
kimia. Resin epoksi boleh
digunakan dalam kedua teknik
pengacuan dan pelaminaan untuk
Gambar 2.6 Resin Epoxy dan Hardener Epoxy

membuat barang-barang yang diperkuat oleh kaca dengan kekuatan mekanik,


ketahanan kimia dan sifat penebatan elektrik yang lebih baik daripada sifat-sifat
yang dimiliki oleh poliester lain. Penggunaan lain yang dianggap penting dalam
pembuatan pelantaian (flooring), sebagai pelekat dan pemateri, busa, bahan-bahan
yang digunakan untuk meratakan permukaan jalan dan penstabil untuk resin vinil.

2.12 Air
Air merupakan bahan dasar yang sangat penting dalam pembuatan plafon.
Dalam campuran plafon air mempunyai 2 fungsi yaitu memungkinkan reaksi
kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan, serta
sebagai pelincir campuran limbah activated alumina, glaswool, zeolite, acrylic
dan epoksi. Air yang digunakan haruslah memenuhi persyaratan kualitas air
(Kardiyono Tjokrodimuljo, 1992) yaitu:
38
a. Tidak mengandung lumpur lebih dari 2 g/l.
b. Tidak boleh mengandung garam dan zat yang dapat merusak beton
(asam,zat organic) lebih dari 1,5 g/l.
c. Tidak mengandung klorida lebih dari 0,5 g/l.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1,0 g/l.

2.13 Kuat Lentur

Kuat lentur adalah


hasil bagi momen lentur
terbesar dan momen
perlawanan, yang terjadi pada
beban lentur maksimum
(beban patahnya benda uji).
Proses kerja kuat lentur dilihat
pada gambar 2.7.
Gambar 2.7. Pengujian Lentur

Pada penampang balok dilakukan pengujian regangan, tegangan, dan gaya – gaya
yang timbul akibat menahan momen batas, yaitu momen akibat beban luar yang
timbul tepat pada saat terjadi hancur. Momen ini mencerminkan kekuatan dan di
masa lalu disebut sebagai kuat lentur ultimit balok. Kuat lentur suatu balok
tersedia karena berlangsungnya mekanisme tegangan – regangan dalam yang
timbul di dalam balok yang pada keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya–gaya
dalam.

Besarnya momen yang terjadi :

P L P× L
M = × = LLL (6)
2 2 4

39
Tegangan lentur pada blok berhubungan dengan tahanan momen (w), tahanan
momen pada tampang persegi adalah :
1
w= × b × h 2 LLLLL (7)
6
kekuatan lentur atau tegangan lentur dapat diperoleh dengan rumus
M
σ= LLLLLLLL (8)
w
dengan substitusi persamaan pada momen lentur (M) dan tahanan momen (w)
diperoleh tegangan lentur :
3× P × L
σ= LLLLL (9)
2 × b × h2

(Petunjuk Praktek Pemeriksaan Bahan Bangunan, 1979)


dengan :
P = Beban (Kg)
L = Jarak tumpuan, (cm)
b = Lebar benda coba,(cm)
h = Tebal benda coba, (cm)

Gambar 2.8. Uji kuat lentur

40
2.14 Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)
Uji TCLP adalah salah satu evaluasi toksisitas limbah untuk bahan yang
dianggap berbahaya dan beracun dengan penekanan pada nilai leachete. Pada
umumnya uji ini ditujukan terutama untuk melihat potensi toksisitas leaching dari
logam berat yang diujikan pada penelitian ini adalah Cr, Cu, Pb dan Zn terhadap
pengaruh lingkungan (oksidasi – reduksi).
Leachate adalah cairan yang keluar dari suatu cairan yang terkontaminasi
oleh zat – zat pencemar yang ditimbulkan dari suatu limbah yang mengalami
proses pembusukan. Menurut EPA leachate adalah suatu cairan yang mencakup
semua komponen di dalam cairan tersebut sehingga cairan tersebut tersaring dari
limbah berbahaya.
Leachate telah dihasilkan sejak manusia pertama kali melakukan
penggalian timbunan sampah untuk menyelesaikan persampahan. Tentu saja pada
tahapan ini jumlah leachate yang dihasilkan sangat kecil dan bercampur dalam
suatu tanah liat. Risiko yang didapat jika tidak adanya suatu drainase baik dan
pengolahan limbah cair dapat menyebabkan suatu dampak yaitu penyakit bagi
manusia akibat timbulnya leachate tersebut.
Pelindian merupakan parameter yang sangat menentukan kualitas terhadap
hasil solidifikasi yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu
untuk menentukan kualitas lindi adalah dengan metode TCLP adalah salah satu
evaluasi toksisitas limbah untuk bahan–bahan yang dianggap berbahaya dan
beracun dengan penekanan pada nilai leachate.
Sesuai PP No.18 Tahun 1999 jo PP No.85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah B3 Uji TCLP merupakan salah satu cara untuk menentukan karakteristik
limbah beracun. Disamping digunakan sebagai penentuan salah satu sifat
“beracun” dari suatu limbah, uji TCLP dapat diterapkan pula dalam evaluasi
produk pretreatment limbah sebelum di landfilling, yaitu dalam proses
stabilisasi/solidifikasi (S/S). Pengujian TCLP pada industri yang menghasilkan
limbah B3-nya perlu dilakukan secara rutin namun biayanya cukup mahal. Untuk
mengurangi biaya, pihak industri sebaiknya mampu melakukannya sendiri.

41
Peralatan laboratorium, baik instrumen modern maupun metoda konvensional
dapat dimanfaatkan (Anonim, 1999).

Uji TCLP di laboratorium dilakukan sesuai dengan metode USEPA 1311.


Sebanyak 100 gram sampel diekstrak dengan 2 liter reagensia asam asetat.
Ekstrasi berlangsung selama 18 jam dengan putaran botol ekstraktor sebanyak
30 putaran permenit. Ekstrak kemudian dianalisa terhadap kandungan logam berat
dan kandungan senyawa organik lain.

2.15 Logam Berat

Logam berat yang diteliti dalam penelitian ini adalah :

a. Khromium

Khromium (Cr) adalah metal kelabu yang keras. Khromium terdapat pada
industri gelas, metal, fotografi, dan elektroplating. Dalam bidang industri,
khromium diperlukan dalm dua bentuk, yaitu khromium murni dan aliasi besi
khromium yang disebut ferokhromium sedangkan logam khromium murni tidak
pernah ditemukan di alam. Khromium sendiri sebetulnya tidak toksik, tetapi
senyawanya sangat iritan dan korosi. Inhalasi khromium dapat menimbulkan
kerusakan pada tulang hidung. Di dalam paru-paru, khromium ini dapat
menimbulkan kanker. Sebagai logam berat, khromium termasuk logam yang
mempunyai daya racun tinggi. Daya racun yang dimiliki oleh khromium
ditentukan oleh valensi ionnya. Logam Cr6+ merupakan bentuk yang paling
banyak dipelajari sifat racunnya dikarenakan Cr6+ merupakan toksik yang sangat
kuat dan dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan keracunan kronis
(Effendi.H, 2007)
Khromium (Cr) termasuk unsur yang jarang ditemukan pada perairan
alami. Kerak bumi mengandung khromium sekitar 100 mg/kg (Effendi.H, 2007).
Khromium yang ditemukan diperairan adalah khromium trivalen (Cr3+) dan
khromium heksavalen (Cr6+); namun, pada perairan yang memiliki pH lebih dari
5, khromium trivalen tidak ditemukan. Apabila masuk ke perairan, khromium
42
trivalen akan dioksidasi menjadi khromium heksavalen yang lebih toksik.
Khromium trivalen biasanya terserap ke dalam partikulat, sedangkan khromium
heksavalen tetap berada dalam bentuk larutan. Sumber alami khromium sangat
sedikit, yaitu batuan chromite (FeCr2O4) dan Chromic oxide (Cr2O3) (Effendi.H,
2007).

b. Tembaga (Cu)

Tembaga dengan nama kimia cupprum dilambangkan dengan Cu. Logam


ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Kadar tembaga pada kerak bumi
sekitar 50 mg/kg (Effendi, H, 2007). Sumber alami tembaga adalah chalcopyryte
(CuFeS2), Copper sulfida (CuS2), malachite [Cu2(CO3)(OH2)], dan azurite
[Cu3(CO3)2(OH2)] (Effendi.H, 2007). Secara kimia, senyawa-senyawa dibentuk
oleh logam Cu (tembaga) mempunyai bilangan valensi +1 dan +2 yang tidak
dapat larut dalam air dingin atau air panas, tetapi mereka dapat dilarutkan dalam
larutan asam. Secara fisik, logam Cu (tembaga) digolongkan kedalam kelompok
logam-logam penghantar listrik terbaik setelah perak (Argentum – Ag), karena itu
logam Cu banyak digunakan dalam bidang elektronika atau pelistrikan. Logam
berat Cu digolongkan ke dalam logam berat dipentingkan atau logam berat
esensial, artinya meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur logam berat
ini sangat dibutuhkan meski dalam jumlah yang sedikit. Pada manusia, efek
keracunan yang di timbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap Cu tersebut
adalah terjadinya kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan
hidung. Kerusakan itu, merupakan akibat dari gabungan sifat iritatif yang dimiliki
oleh debu atau uap Cu tersebut (Palar.H, 1994).

c Timbal (Pb)

Kadar timbal pada kerak bumi sekitar 15 mg/kg. Sumber alami utama
timbal adalah galena (PbS), gelesite (PbSO4), dan cerrusite (PbCO3)
(Heffni.E,2007). Dahulu digunakan sebagai konstituen didalam cat, baterai, dan
saat ini banyak digunakan dalam bensin. Pb organik (TEL = Tetra Ethyil Lead)

43
sengaja ditambahkan ke dalam bensin untuk meningkatkan nilai oktan. Pb adalah
racun sistemik yang dikenal, dengan cara pemasukannya setiap hari dapat melalui
makanan, air udara, dan penghirupan asap tembakau. Efek dari keracunan Pb
dapat menimbulkan kerusakan pada otak dan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan otak, antara lain epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak
besar dan delirium (sejenis penyakit gula), kerusakan pada saluran ginjal,
ketidaknormalan EKG pada otot jantung (Palar. H, 1994).

d. Seng (Zn)

Seng termasuk unsur yang terdapat dalam jumlah berlimpah di alam.


Kadar seng pada kerak bumi sekitar 70 mg/kg (Heffni.E,2007). Sumber alami
utama seng adalah calamine (ZnC3), Sphalerite (ZnS), smithsonite ( ZnCO3), dan
wilemite ( Zn 2SiO4) (Heffni.E,2007). Seng digunakan dalam industri besi, baja,
karet, tekstil, kertas, dan bubur kertas. Tubuh memerlukan Zn untuk proses
metabolisme, tetapi dalam kadar tinggi dapat bersifat racun. Di dalam air minum
dapat menimbulkan rasa kesat, dan dapat menimbulkan gejala muntaber. Seng
menyebabkan warna air menjadi opalescent, dan bila dimasak akan timbul
endapan seperti pasir. Unsur ini sebenarnya dibutuhkan dan berguna dalam
metabolisme, dengan kebutuhan perhari 10-15 mg, karena jika kekurangan Zn
dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhan anak. Akan tetapi jika unsur ini
terdapat dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan rasa pahit ( Soemirat.J,
2002).

2.16 pH

Asam (yang sering diwakili dengan rumus umum HA) secara umum
merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan
larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Dalam definisi modern, asam adalah suatu
zat yang dapat memberi proton (ion H+) kepada zat lain (yang disebut basa), atau
dapat menerima pasangan elektron bebas dari suatu basa. Suatu asam bereaksi
dengan suatu basa dalam reaksi penetralan untuk membentuk garam. Contoh asam

44
adalah asam asetat (ditemukan dalam cuka) dan asam sulfat (digunakan dalam
baterai atau aki mobil). Asam umumnya berasa masam; walaupun demikian,
mencicipi rasa asam, terutama asam pekat, dapat berbahaya dan tidak dianjurkan.

Secara umum, asam memiliki sifat sebagai berikut:

a. Rasa : masam ketika dilarutkan dalam air.


b. Sentuhan : asam terasa menyengat bila disentuh, terutama bila asamnya
asam kuat.
c. Kereaktifan : asam bereaksi hebat dengan kebanyakan logam, yaitu korosif
terhadap logam.
d. Hantaran listrik : asam, walaupun tidak selalu ionik, merupakan elektrolit.
Konsentrasi ion hidrogen dalam air murni yang netral adalah 1 x 10-7
g/liter. Nilai disosiasi air (Kw) pada suhu 25° C adalah 10-14 , seperti yang
ditunjukkan dalam persamaan di bawah ini :

[H+] + [OH -] = Kw ; Kw = 10-14......................................................(10)

Klasifikasi nilai pH adalah sebagai berikut :


a. pH = 7 : netral
b. 7 < pH < 14 : alkalis (basa)
c. 0 < pH < 7 : asam
Pada dasarnya, asiditas (keasaman) tidak sama dengan pH. Asiditas
melibatrkan dua komponen, yaitu jumlah asam, baik asam kuat maupun asam
lemah (misalnya asam karbonat dan asam asetat), dan konsentrasi ion hidrogen.
Menurut APHA (1976), pada dasrnya asiditas menggambarkan kapasitas
kuantitatif air untuk menetralkan basa hingga pH tertentu, yang dikenal dengan
sebutan base-neutralizing capacity (BNC).
Mackereth et al. (1989) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan
karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas dapat mencapai nilai nol.
Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah

45
kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat
korosif (Effendi.H, 2007).
pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa
amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki
pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun, pada suasana
alkalis (pH) tinggi lebih banyak ditemukan amonia yang tak terionisasi
(unionized) dan bersifat toksik. Amonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap
kedalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan ammonium (Effendi.H,
2007).
Definisi umum dari basa adalah senyawa kimia yang menyerap ion
hydronium ketika dilarutkan dalam air. Basa adalah lawan (dual) dari asam , yaitu
ditujukan untuk unsur/senyawa kimia yang memiliki pH lebih dari 7. Kostik
merupakan istilah yang digunakan untuk basa kuat. jadi kita menggunakan nama
kostik soda untuk natrium hidroksida (NaOH) dan kostik postas untuk kalium
hidroksida (KOH). Basa dapat dibagi menjadi basa kuat dan basa lemah.
Kekuatan basa sangat tergantung pada kemampuan basa tersebut melepaskan ion
OH dalam larutan dan konsentrasi larutan basa tersebut.

2.17 Hipotesa Penelitian


Berdasarkan dasar-dasar teori diatas maka dapat diambil suatu hipotesa
sebagai berikut:
a. Pemanfaatan limbah activated alumina dan glasswool dalam pembuatan
plafon diharapkan memiliki kuat lentur dan nilai ekonomis.
b. Produk yang dihasilkan dari limbah activated alumina dan glasswool
mampu mengimobilisasi logam berat.

46
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitiannya menggunakan design penelitian eksperimen murni


di laboratorium. Penelitian yang akan dilakukan adalah produksi plafon dari
bahan baku komposit limbah activated alumina, dan glasswool yang sangat besar
potensinya di Indonesia yang dikompositkan juga dengan zeolit, acrylic, dan
epoksi. Produk plafon bangunan tersebut diharapkan memiliki karakteristik
mekanik (kuat lentur) tinggi sebagai upaya peningkatan pertahanan dan keamanan
pemukiman masyarakat, bangunan industri dan bangunan publik yang rawan
banjir khususnya Indonesia dengan sentuhan teknologi komposit geopolimer
sederhana (applicable) yang sehat, aman dan ramah lingkungan (eco-friendly).

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Proses pengambilan bahan baku berupa limbah activated alumina dan


glasswool dilakukan di PT. Pertamina UP IV Cilacap (Jawa Tengah). Adapun
pembelian bahan baku berupa zeolit, acrylic dan epoksi didapatkan di toko kimia
Ngasem Baru Yogyakarta. Proses penelitian, preparasi peralatan, penyiapan bahan
baku, proses pembentukan plafon komposit, pengujian serta analisisnya dilakukan
di Laboraturium Rancang Bangun dan Laboratorium Kualitas Air FTSP UII
Yogyakarta.

Seluruh rangkaian proses penelitian mulai dari proses persiapan dan


pengambilan bahan baku, tahapan dan proses penelitian di laboratorium,
penyusunan laporan akhir, dan seminar atau publikasi penelitian dilakukan dalam
kurun waktu 6 bulan. Seluruh tahapan dan proses penelitian tersebut dilakukan
secara sistematis dan komprehensif sesuai dengan jadwal penelitian.

47
3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam penelitian ini meliputi :


1. Variabel bebas.
a. Variasi 1 berupa penambahan alumina 40%, glasswool 5%, zeolite
10%, acrylic 20%, epoksi 20%. Variasi 2 berupa penambahan
alumina 45%, glasswool 2%, zeolite 3%, acrylic 35%, epoksi 15%.
Variasi 3 berupa penambahan alumina 40%, glasswool 2%, zeolite
10%, acrylic 40%, epoksi 8%.
2. Variabel terikat : Uji lentur, Uji logam berat dengan metode TCLP dan uji
pH.

3.3 Pengamatan Penelitian

Pengamatan penelitian ini dilakukan mulai dari persiapan bahan dan


peralatan serta pemeriksaan laboratorium terhadap material yang akan digunakan.
Selanjutnya pada proses penelitian pengamatan yang dilakukan pada sampel
adalah proses pembuatan dan waktu pengujian sampel dilakukan.

3.4 Tahapan Penelitian

Adapun tahapan penelitian yang dilakukan meliputi :


1. Analisa karakteristik fisik dan kimia limbah activated alumina dan
glasswool.
2. Analisa karakteristik fisik hasil solidifikasi yaitu uji fisik (kuat lentur).
3. Analisa pelindian (leachate) hasil solidifikasi dengan metode (Toxicity
Characteristic Leaching Procedure) TCLP.
4. Analisa pH

Untuk lebih lengkapnya, tahapan – tahapan penelitian yang akan dilakukan


seperti pada gambar 3.1 Penelitian ini direncanakan selama enam bulan.
Pembuatan dan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia.

48
Mulai

Persiapan alat
dan bahan

Analisa bahan

Rancangan
campuran
Plafon

Pembuatan
Plafon

• Uji kuat lentur


Pengujian
• Uji TCLP
Plafon
• Uji pH

Analisa dan
Pembahasan

Selesai

Gambar 3.1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

3.5 Penyediaan Bahan Baku dan Peralatan

Bahan baku utama yang diperlukan dalam penelitian adalah limbah


PT. Pertamina UP IV Cilacap limbah activated alumina dan glasswool, sedangkan
zeolit, acrylic, dan epoksi, didapatkan di toko Ngasem Baru Yogyakarta. Bahan
tambahan yang digunakan adalah air dari Laboratorium Kualitas Air FTSP UII
Yogyakarta. Adapun peralatan yang diperlukan dalam penelitian adalah alat uji
kuat lentur manual, alat cetak produk sampel, (AAS = Atomic Absorption
Spectrofotometer), pH meter.
49
3.6 Tahapan Pelaksanaan Penelitian
3.6.1 Analisa Karakteristik Bahan
1. Analisa limbah activated alumuina dan glasswool. Pada limbah activated
alumina dab glasswool dilakukan pemeriksaa terhadap karakteristik fisik
dan kimia.
a. Karakteristik Fisika
1. Analisa saringan
2. Berat jenis
3. Berat volume
4. Kadar air
5. Modulus kehalusan
b. Karakteristik Kimia
1. Analisa Logam berat : Cr, Cu, Pb, Zn.

3.7 Bahan dan Alat


3.7.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
a. Limbah activated alumina dan glasswool
b. Zeolit
c. Acrylic
d. Epoksi
e. Air
3.7.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :


a. Unit pengujian TCLP (AAS = Atomic Absorption Spectrofotometer)
b. Alat uji kuat lentur manual
c. pH meter
d. Alat cetak produk sampel

50
3.8 Pembuatan Sampel

Benda uji yang akan dibuat dan digunakan adalah plafon berbentuk empat
persegi panjang dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 20 cm serta memiliki
ketebalan 1 cm.

3.8.1 Rancangan campuran

Dalam penelitian ini untuk memperoleh proporsi adukan pasta dan limbah
katalis dilakukan dengan cara coba-coba (trial and error method of mix design).
Pada penelitian ini, masing-masing variasi percobaan dibuat enam sampel dengan
komposisi limbah activated alumina dan glasswool serta bhan-bahan penyusun
berbeda. Rencana campuran plafon dibuat sesuai dengan beratnya sebesar 650
gram dengan ukuran 20cm x 20cm x 1cm dan jumlah plafon yang dibuat
berjumlah 18 untuk 3 variasi campuran. Variasi perbandingan campuran dalam
penelitian ini diambil proporsi limbahnya paling banyak untuk mengoptimalkan
penggunaan limbah. Perbandingan dari tiap variasi campuran plafon menjadi:
a. Alumina : glaswool : zeolit : akrilik : epoksi = 45% : 5% : 10% : 20% : 20%.
b. Alumina : glaswool : zeolit : akrilik : epoksi = 45% : 2% : 3% : 35% : 15%.
c. Alumina : glaswool : zeolit : akrilik : epoksi = 40% : 2% : 10% : 40% : 8%.

3.8.2 Prosedur Pembuatan Plafon

Cara penelitian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Persiapan semua bahan pencampur seperti alumina, glasswool, zeolit,


akrilik dan epoksi dengan komposisi sebagai berikut :
Tabel 3.1. Komposisi Bahan Pembuatan Plafon.
Variasi Alumina Glasswool Zeolite Acrylic Epoksi Air Jumlah
% gram % gram % gram % gram % gram ml plafond
1 45 1755 5 195 10 390 20 780 20 780 750 6
2 45 1755 2 78 3 117 35 1365 15 585 450 6
3 40 1560 2 78 10 390 40 1560 8 312 600 6

(Sumber : Data Primer 2008)

51
b. Menyiapkan kebutuhan air yang diperlukan untuk pembuatan adukan
dengan menggunakan gelas ukur. Air ini digunakan sebagai perekat,
kemudian diaduk hingga homogen.
c. Langkah selanjutnya semua bahan yang telah disiapkan (activated alumina,
glasswool, zeolit, akrilik, dan epoksi) dilakukan pengadukan di dalam
ember agar homogen dengan berbagai macam komposisi diatas.
d. Sebelumnya menyiapkan alat cetakan dengan ukuran 20cm x 20 cm x 1cm
yang telah dibersihkan seluruh permukaan cetakannya.
e. Adukan pasta hasil dari campuran alumina, glasswol, zeolit, akrilik, epoksi
serta air yang telah homogen tadi dimasukkan ke dalam alat cetakan
kemudian dipadatkan dengan alat pemadat manual (memakai tangan dan
cetok).
f. Adukan yang telah dicetak didiamkan selama 2 minggu dan diletakkan
pada empat yang terlindung oleh sinar matahari.
g. Setelah benda uji kering, kemudian dilepas dari cetakan dan diberi kode
sampel.

3.9 Pengujian Plafon

Bahan baku utama berupa limbah activated alumina dan glasswol, sebagai
matriks pendukung dan zeolit sebagai bahan penyerap komposit pada limbah.
Limbah disaring atau dipisahkan dari pengotor dan diseragamkan ukuran
butirannya menjadi mesh 60. Setelah sampel plafon dibuat, dilakukan pengujian
terhadap sample plafon. Pengujian yang dilakukan meliputi :
a. Uji dan analisis kuat lentur (daktilitas)
Uji kuat lentur merupakan salah satu cara pengujian yang digunakan untuk
menentukan seberapa besar tingkat kelenturan dari plafon. Dilakukan
dengan alat uji manual yaitu dengan memberi pemberat sebagai beban.
Dalam pengujian kuat lentur ini plafon yang digunakan sebanyak 6 sampel
untuk setiap variasi. Uji dan analisis kuat lentur (daktilitas) produk plafon
bangunan yang dihasilkan diperlukan untuk menunjang kualitas produk
komposit geopolimer berupa plafon bangunan yang dihasilkan. Proses uji
52
dan analisis karakteristik mekaniknya (kuat lentur) dalam keadaan kering.
Hasil pengujian karakteristik mekanik dalam keadaan kering tersebut
dibandingkan dengan hasil pengujian karakteristik mekanik dari produk
yang ada dipasaran dengan melihat pada standar atau peraturan tentang
plafon.
b. Uji Logam Berat atau Leachate
Uji lindi merupakan suatu cara untuk mengetahui kadar zat pencemar yang
terlindi dari sebuah plafon dalam suatu cairan. Parameter yang di uji
meliputi Cr, Cu, Pb dan Zn. Uji lindi merupakan suatu cara untuk
mengetahui kadar zat pencemar yang terlindi dari sebuah plafon dalam
suatu cairan. Pengujian lindi ini menggunakan alat AAS (Atomic
Absorption Spectrofotometer), pH meter dengan merk Perkin Elmer
model 5100 PC.
c. Uji pH
Uji pH merupakan suatu cara untuk mengetahui tingkat keasaman atau
kebasaan dari benda uji plafon. Benda uji dengan ukuran 5cm × 5cm × 1cm
dimasukkan ke dalam larutan asam dengan pH awal 3,09, larutan aquadest
dengan pH awal 7,55 dan larutan basa dengan pH awal 10,8. Dilakukan
pengujian pH selama 5 (lima) minggu dan diperiksa setiap 1 (satu) minggu
sekali secara rutin untuk perubahan yang terjadi pada pH dengan
menggunakan pH meter.

3.10. Analisis Data

a. Uji TCLP

Pengujian TCLP produk plafon dilakukan untuk mengetahui tingkat


immobilisasi logam berat yaitu Cr, Cu, Pb dan Zn. Untuk memperjelas
tingkat immobilisasi logam berat dibuat grafik dan hasilnya akan
dibandingkan dengan standar tentang baku mutu limbah B3 yaitu dengan
melihat pada Peraturan Pemerintah No.85 Tahun 1999.

53
b. Uji pH

Pengujian pH dilakukan untuk melihat perubahan yang terjadi terhadap


sifat asam, basa dari produk plafon. Apakah pH yang terjadi mengalami
peningkatan atau penurunan yang diakibatkan oleh produk plafon.

c. Uji kuat lentur

Pengujian kuat lentur dilakukan untuk mengetahui tingkat keoptimalan


kuat lentur dari produk plafon. Penambahan proporsi limbah yang
digunakan dianalisis apakah mempengaruhi tingkat kuat lentur produk
plafon. Setelah dianalisis, hasil nilai uji kuat lentur akan dibandingkan
dengan standar uji kuat lentur menurut SNI dan akan dilihat apakah
produk plafon ini mempunyai nilai ekonomis.

54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Limbah Activated Alumina dan Glasswool

Pada pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan karakteristik fisik dan


kimia limbah activated alumina dan glaswool dari Pertamina UP IV Cilacap.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui syarat potensi limbah dalam
pembuatan plafon dan konsentrasi unsur-unsur yang terdapat didalam limbah
dalam hal ini unsur Cr, Cu, Pb, dan Zn.

Pemeriksaan bahan susun ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik


fisik limbah. Analisa tersebut meliputi analisa berat jenis, berat isi gembur, berat
isi padat dan kadar air. Analisa bahan susun ini, mengacu pada tata cara
pemeriksaan agregat halus karena limbah pertamina termasuk kedalam jenis
agregat halus dimana limbah lolos saringan No. 4 (4,75 mm).

Adapun tujuan analisa berat jenis yaitu untuk mendapatkan angka untuk
berat jenis curah, berat jenis permukaan jenuh, berat jenis semu, dan penyerapan
air pada agregat halus (SK SNI M–10-1989-F). Berat jenis rendah pada umumnya
menunjukkan bahannya berpori, lemah dan bersifat menyerap air banyak.
Sedangkan berat jenis tinggi pada umunya menunjukkan bahwa kualitas bahannya
pada umumnya baik.

Pemeriksaan berat isi padat dan gembur bertujuan untuk mendapatkan


angka untuk mengetahui berat isi padat dan berat isi gembur.. Hasil pengujiannya
dapat digunakan untuk penyelidikan quarry agregat, perencanaan campuran dan
pengendalian mutu beton, serta perencanaan campuran dan pengendalian
perkerasan jalan. Sedangkan pemeriksaan kadar air bertujuan untuk mengetahui
pori – pori kemampuan penyerapan suatu bahan susun (limbah) apabila dicampur
dengan bahan lain pada waktu proses pembuatan benda uji. Penyerapan air yaitu
perbandingan berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering,

55
dinyatakan dalam persen. Apabila kadar air yang diperoleh besar/tinggi, maka
bahan tersebut sifatnya banyak menyerap air, sehingga dalam proses pembuatan
benda uji membutuhkan air yang banyak ketika akan dicampur dengan bahan lain.
Karakteristik fisik limbah activated alumina dan glasswool dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Karakteristik Fisik limbah activated alumina dan glasswool.

No Parameter Data Penelitian

Activated Alumina Glaswool


1 Berat Jenis (g/ml) 2,17 0,57
3
2 Berat Isi Padat (g/m ) 0,991 0.198
3
3 Berat Isi Gembur (g/cm ) 0,845 0,098
4 Kadar Air (%) 4,37 2,89
(Sumber : Data primer 2008)
Tabel 4.2. Karakteristik Kimia Limbah Activated Alumina dan Glaswool.

Parameter
No Limbah Cr Cu Pb Zn
mg/l
1 Activated Alumina 0.8273 0.5055 0.4878 0.2175
2 Glaswool 1.18500 0.11090 0.82130 1.35000
Baku Mutu Limbah
3 B3 PP No. 85 Th. 5 10 5 50
1999
(Sumber : Data Primer 2008)

Dari hasil analisa yang dilakukan terhadap sifat fisik limbah Activated
Alumina dan Glaswool seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1,
berat jenis 2.17 g/ml, berat isi padat 0.991 g/m3, berat isi gembur 0.845 g/m3 dan
kadar air 4.37 % adalah baik digunakan untuk campuran pembuatan plafon,
karena berat jenis rendah menunjukkan bahannya berpori dan mempunyai daya
serap air yang tinggi. Sedangkan berat jenis tinggi umumnya menunjukkan bahwa
kualitas bahannya baik (Antono, A, 1988). Berat jenis glaswool rendah berarti
menunjukkan sifatnya yang berpori dan banyak menyerap air, sedangkan berat
jenis activated alumina tinggi menunjukkan bahannya baik dan berpotensi
digunakan sebagai bahan campuran pembuatan plafon. Karakteristik kimia pada

56
limbah activated alumina terutama senyawa Al2O3, CaO, Fe2O3 dan SiO2
merupakan senyawa-senyawa dasar pembentuk semen.

Jika dilihat dari unsur-unsur yang terkandung seperti pada Tabel 4.2, maka
limbah activated alumina dan glaswool tergolong jenis limbah berbahaya dan
beracun (limbah B3) menurut PP No.85 Tahun 1999, tetapi setelah diketahui
karakteristik kimia dari unsur logam beratnya maka limbah activated alumina dan
glasswool ini tidak tergolong kedalam Limbah B3 karena berada dibawah ambang
batas baku mutu limbah B3 menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3. Didalam penelitian ini
limbah activated alumina dan glasswool digunakan sebagai bahan pengisi (filler),
karena sesuai dengan tujuan penelitian adalah memanfaatkan limbah activated
alumina dan glaswool menjadi barang yang bermanfaat.

Limbah padat hasil buangan dari proses kilang minyak PT. Pertamina UP
IV Cilacap dapat dibuang ke lingkungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tetapi apabila dibuang perlu dipikirkan upaya untuk daur ulang dan
pemanfaatannya memerlukan teknologi/kajian khusus. Alternatif lain untuk
pemanfaatan limbah activated alumina ini diantaranya untuk pembuatan aspal
hot-mix, batako, batuapi, beton/paving, dan bahan baku penambahan semen kiln.

4.2 Hasil Uji Lindi dengan metode TCLP


Hasil pengujian lindi/leachate pada masing-masing variasi ditunjukkan
pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil pengujian lindi dengan metode TCLP

Hasil Analisa TCLP Logam Berat Rata-rata


No. Benda Uji (mg/l)
Cr Cu Pb Zn
1. Variasi I 0,5985 0,0523 0,2873 0,005
2. Variasi II 0,5905 0,0569 0,2252 0,0225
3. Variasi III 0,5783 0,0671 0,2878 0,0625
Baku Mutu Limbah B3
5 10 5 50
(PP No 85 Tahun 1999)
(Sumber : Data Primer 2008)
57
0,7

Konsentrasi Logam Berat


0,6
0,5
(mg/lt)
0,4
0,3
0,2
0,1
0
Variasi 1A Variasi 2A Variasi 3A
Cr 0,5985 0,5905 0,5783
Cu 0,0523 0,0569 0,0671
Pb 0,2873 0,2252 0,2878
Zn 0,005 0,0225 0,0625

Gambar 4.1. Pelindian Logam Berat Pada Tiap Variasi

Berdasarkan data yang dihasilkan bahwa semakin banyak proporsi limbah


yang digunakan, cenderung menunjukkan semakin meningkat konsentrasi
lindinya. Tetapi untuk variasi tertentu tidak demikian, untuk seng (Zn) pada
variasi 3A justru terjadi penurunan konsentrasi menjadi 0,0625 mg/l dengan
limbah 42%. Untuk tembaga (Cu) juga terjadi penurunan konsentrasi menjadi
0,0671 mg/l pada variasi 3A dengan proporsi limbah 42%. Untuk Timbal (Pb)
terdapat grafik yang naik turun, sehingga grafik menjadi tidak linier dengan
konsentrasi awal pada variasi 1A = 0,2873 mg/l, variasi 2A = 0,2252 mg/l dan
naik lagi pada variasi 3A = 0,2878 mg/l. Hal ini dapat disebabkan pada saat
pencampuran bahan-bahan terjadi proses oksidasi, dimana oksigen ikut masuk
juga kedalam adukan plafon.

Konsentrasi logam berat tertinggi dari setiap variasi adalah khrom (Cr),
yaitu 0,5985 g/ml pada variasi 1A, 0,5905 mg/l pada variasi 2A dan 0,5783 pada
variasi 3A. Untuk khrom (Cr) pada variasi 1A konsentrasinya paling tinggi
disebabakan karena penggunaan air pada variasi 1A paling banyak yaitu 750 ml,
sehingga menyebabkan pengaruh naiknya konsentrasi khrom (Cr) pada variasi

58
1A. Penggunaan air pada variasi 1A lebih sedikit dibandingkan dengan variasi
2A dan 3A yaitu 450 ml dan 600 ml, yang menyebabkan sifat khrom yang tidak
dapat teroksidasi oleh udara lembab. Dengan penggunaan air yang banyak
menyebabkan khrom (Cr) yang terlepas kecil karena O2 dan H2O menyebabkan
variasi 1A menjadi lembab lebih lama, sehingga menyebabkan konsentrasi
khromnya lebih besar dibandingkan variasi lain.

Dari hasil uji kimia limbah activated alumina dan glasswool juga
menunjukkan tingkat konsentrasi khrom (Cr) yang tinggi yaitu 0,8273 mg/l untuk
activated alumina dan 1,1850 mg/l untuk glasswool. Persentase penggunaan
limbah activated alumina cukup besar yaitu 45% = 1755 g dan persentase
penggunaan glasswool walaupun kecil yaitu 5% = 195 g, tetapi berdasarkan hasil
pengujian sifat kimia limbah glaswool menunjukkan kandungan khrom (Cr) yang
tinggi yaitu 1,1850 mg/l. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh dari kandungan
khrom (Cr) yang tertinggi dari kandungan logam berat yang lain disebabkan
persentase penambahan limbah activated alumina pada variasi 1A sebanyak
45% = 1755 g dan persentase penambahan glasswool 5% = 195 g.

Zeolit merupakan senyawa alumino-silikat terhidrasi yang secara fisik dan


kimia mempunyai kemampuan sebagai bahan penyerap (adsorpsi), penukar
kation, dan katalis. Penggunaan zeolit pada plafon berfungsi sebagai pengisi atau
filler, disamping itu juga sebagai adsorben/penyerap logam – logam berat yang
terkandung dalam plafon. Komponen utama pembangun struktur zeolit adalah
struktur bangun primer (SiO4)4- yang mampu membentuk struktur tiga dimensi.
Muatan listrik yang dimiliki oleh kerangka zeolit, baik yang terdapat dipermukaan
maupun didalam pori menyebabkan zeolit dapat berperan sebagai penukar kation,
penyerap, dan katalis. Sehingga logam – logam serta yang terkandung dalam
limbah dapat dikurangi dengan adanya zeolit tersebut. Zeolit yang telah diaktifkan
mampu meredam / menurunkan kandungan logam Fe , Mn, Zn, dan Pb. Selain itu
juga mampu menurunkan kandungan amoniak dalam air buangan dan kandungan
logam berat yang terdapat dalam air tanah.

59
Logam – logam berat pada plafon yang berada dalam larutan ekstraksi
dengan menggunakan asam asetat akan terbentuk garam/senyawa baru yang
nantinya akan dianalisa pada AAS. Adapun reaksi yang terjadi, sebagai berikut :

CH3COO- + Cu+2→Cu (CH3COO)2..................................................................(11)


CH3COO- + Cr+6 → Cr (CH3COO)6..................................................................(12)
CH3COO- + Cr+3→Cr (CH3COO)3....................................................................(13)
CH3COO- + Zn+6→Cr (CH3COO)2...................................................................(14)
(Arum, 2005).

Acrylic dan epoksi disini berperan sebagai perekat atau binding agent.
Berfungsi seperti halnya semen, yaitu sebagai bahan ikat yang sering digunakan
dalam pembangunan fisik pada umumnya. Semen dalam penggunaanya
membutuhkan adanya campuran air, acrylic dan epoksi agar dapat digunakan
sebagai pengikat juga membutuhkan adanya tambahan air tergantung dari porsi
pengikat tersebut.. Dalam penelitian ini penggunaan epoksi cukup besar yaitu
20% = 780 g pada variasi 1, 15% = 585 g pada variasi 2 dan 8% = 312 g pada
variasi 3 dan dalam hal ini epoksi hanya berfungsi mempercepat proses
pengeringan . Disamping hal itu juga berfungsi memperkeras produk agar tidak
mudah pecah atau rusak. Penggunaan acrylic juga cukup besar juga yaitu
20% = 780 g pada variasi 1, 35% = 1365 g pada variasi 2 dan 40% = 1560 g pada
variasi 3. Penggunaan acrylic dan epoksi yang cukup besar dimaksudkan untuk
menaikkan kekuatan lentur produk plafon, sehingga dalam pengujian, nilai kuat
lenturnya berada diatas kuat lentur produk plafon yang ada dipasaran. Namun bila
dibandingkan dengan standar papan semen menurut DIN-1101 kuat lentur
tertinggi dari plafon penelitian pada variasi 3 yaitu 23,95 Kg/cm2 dengan
ketebalan 10 mm. Sedangkan standar kuat lentur papan semen menurut DIN-1101
yaitu setiap ketebalan 15 mm kuat lenturnya adalah 17 Kg/cm2. Berarti produk
plafon penelitian ini memenuhi kriteria dari segi kuat lenturnya.
Bila usia produk telah mencapai batas waktu, yang ditandai dengan
kerusakan pada produk. Produk berupa komposit polimer yang telah rusak dapat
didaur ulang kembali untuk keperluan lainya sehingga tidak merusak lingkungan.
60
Untuk mendukung hal ini, maka visi proses dari daur ulangnya merupakan loop
(simpal/gelungan) (Feldman dan Hartomo, 1995).

4.3 Uji pH

Uji pH ini dilakukan untuk mengetahui perubahan pH yang terjadi pada


produk plafon dari sifat asam, basa dan normalnya. Larutan yang dipakai dalam
pengujian pH ini berupa H2SO4 (pH awal = 3,09), NaOH (pH awal = 10,8) dan
aquadest (pH awal = 7,55). Hasil dari pengujian pH dapat dilihat Gambar 4.2,
4.3, 4.4.

Variasi 1
15

10
pH

0
1 2 3 4 5 6
H2SO4 3,09 7,87 8,22 8,36 8,45 8,38
Aquadest 7,55 8,75 8,81 8,81 8,84 8,86
NaOH 10,8 8,93 9 9,02 9,02 9,01

Waktu Pengujian (Minggu ke)

Gambar 4.2. Hasil Pengujian pH variasi 1

61
Variasi 2

15

10
pH

0
1 2 3 4 5 6
H2SO4 3,09 8,48 8,65 8,74 8,79 8,81
Aquadest 7,55 8,84 8,93 8,92 8,96 8,99
NaOH 10,8 9,02 9,07 9,07 9,08 9,12
Waktu Pengujian (Minggu ke)

Gambar 4.3. Hasil Pengujian pH variasi 2

Variasi 3

15

10
pH

0
1 2 3 4 5 6
H2SO4 3,09 8,43 8,58 8,55 8,59 8,63
Aquadest 7,55 8,54 8,71 8,73 8,8 8,87
NaOH 10,8 8,92 9,01 8,91 8,93 9,01

Waktu Pengujian (Minggu ke)

Gambar 4.4. Hasil Pengujian pH variasi 3

Pada pengujian pH ini, diharapkan dapat mengetahui tingkat immobilisasi


logam – logam berat hasil dari proses solidifikasi. Pada proses pengujian pH, yang
harus diperhatikan yaitu pelarutan yang terjadi selama perendaman. Apabila pH

62
mengalami perubahan dari kondisi awal sebelum pengukuran, maka dapat
dinyatakan sudah terjadi proses pelarutan. Apabila pH naik berarti, komparasi
logam beratnya naik, sedangkan apabila pH turun, berarti komparasi logam
beratnya turun/kecil.

Dilihat pada gambar 4.2, 4.3 dan 4.4 uji awal larutan pH masing-masing
variasi tidak linier disebabkan pH awal dari larutan sudah terkontaminasi, dapat
dilihat yaitu untuk H2SO4 (asam) pH awal larutan 3,09, aquadest 7,55, dan NaOH
(basa) 10,8. Namun, dari hasil uji pH selanjutnya menunjukkan tingkat perubahan
pH yang tidak signifikan dari pH larutan awal. pH yang terjadi tiap minggu dapat
dikatakan semakin naik pada semua variasi meskipun kecil, dan ada yang
memiliki penurunan yang tidak signifikan. Tetapi dapat disimpulkan bahwa pH
pada tiap variasi mengalami peningkatan tiap minggu. Larutan H2SO4 (asam)
yang mempunyai pH awal 3,09 setelah satu minggu menjadi larutan netral dengan
pH 7,87 begitu juga dengan larutan aquadest dengan pH awal 7,55 menjadi basa
dengan pH 8,75 dan larutan basa dengan pH awal 10.8 tetap menjadi basa pada
variasi 1. Hal ini dikarenakan pada tiap variasi, limbah activated alumina yang
digunakan sangat dominan pada pembuatan produk sampel yaitu lebih dari 40%,
bahkan sampai 45%. Limbah activated alumina berperan penting dalam
mempengaruhi kenaikan pH dari sifat asam dan netral menjadi basa karena sifat
alumina sendiri bersifat basa karena mengandung Al. Sifat basa Al jauh lebih
lemah daripada NaOH. Al sukar larut dalam air, tetapi sebagai basa sudah tentu
Al larut dalam asam. Oleh karena atom Al cukup kuat menarik elektron, Al dapat
menunjukkan sifat asam. Itulah sebabnya Al juga larut atau bereaksi dengan basa.
Reaksi yang terjadi antara activated alumina dengan asam dan reaksi antara
activated alumina dengan basa :

Al2O3 + H2SO4 -------> Al2(SO4)3 + H2O.....................................(15)


Al2O3 + NaOH --------> Al2(OH)3 + Na2O.....................................(16)

Akrilik dan epoksi sebagai polimer yang digunakan sebagai bahan pengikat
mempunyai sifat yang basa, selain itu juga struktur kimia akrilik mempunyai

63
gugus OH, sehingga larutan yang semula asam dan netral menjadi basa pada
pengujian pH, disamping itu juga persentase penambahan pada tiap variasi cukup
besar yaitu 20% pada variasi 1, 35% pada variasi 2 dan 40% pada variasi 3.
Pengaruh zeolit disini sangat kecil untuk menaikkan sifat asam dan netral menjadi
basa karena persentase penambahan pada tiap variasi kecil sekali yaitu 10% pada
variasi 1, 3% pada variasi 2 dan 10% pada variasi 3.

Dari data pengukuran uji pH selama lima minggu, dapat diketahui hasilnya
bahwa pemanfaatan limbah activated alumina dan glaswool sebagai pembuatan
plafon dengan teknik solidifikasi, dapat mengimmobilisasi logam - logam berat.
Dapat dilihat pada Gambar 4.2, 4.3, dan 4.4 dan dapat ditarik kesimpulan bahwa
immobilisasi yang terjadi besar dilihat dari grafik yang konstan. Besar kecilnya
immobilisasi yang didapat juga tergantung dari proporsi limbah yang digunakan
dalam setiap produk yang dibuat. Semakin banyak limbah yang digunakan, maka
semakin besar pula tingkat immobilisasi logam beratnya.

4.4 Kuat Lentur

Uji kuat lentur dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tegangan atau
kuat tekan yang bisa ditahan oleh benda uji sampai patah dengan berat beban
tertentu. Uji kuat lentur merupakan salah satu cara pengujian yang digunakan
untuk menentukan seberapa besar tingkat kelenturan dari plafon. Dilakukan
dengan alat uji manual yaitu dengan memberi pemberat sebagai beban. Dalam
pengujian kuat lentur ini plafon yang digunakan sebanyak 5 sampel untuk setiap
variasi. Sampel pada tiap variasi ditambahkan limbah activated alumina dan
glaswool sebesar 50% pada variasi 1, 47% pada variasi 2, dan
42% pada variasi 3. Penentuan kuat lentur menggunakan persamaan
3× P × L
σ= . Contoh perhitungan digunakan pada variasi 1, kode variasi 1.1.1
2 × b × h2
3 × 12,2 x18
sehingga σ= = 16,47 Kg / cm 2. Untuk data-data perhitungan
2 × (20 × 1 )
2

selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.4.

64
Tabel 4.4. Penentuan Kuat Lentur Rata-rata pada pengujian Plafon

Kuat
Variasi Kode Beban Jarak Panjang Lebar Tebal Kuat Lentur
Lentur
Variasi (Kg) Tumpuan Benda Benda Benda Rata-Rata
(Kg/cm2)
(cm) (cm) (cm) (cm) (Kg/cm2)
1. 1, 1 12,2 18 20 20 1 16,47
1. 1, 2 14,1 18 20 20 1 19,03
1 1. 1, 3 21,1 18 20 20 1 28,49 22,95
1. 1, 4 21,3 18 20 20 1 28,78
1. 1, 5 16,3 18 20 20 1 22

2. 1, 1 15,5 18 20 20 1 20,93
2. 1, 2 14,5 18 20 20 1 19,58
2 21,91
2. 1, 3 15,3 18 20 20 1 20,66
2. 1, 4 18,7 18 20 20 1 25,25
2. 1, 5 17,1 18 20 20 1 23,09

3. 1, 1 12,6 18 20 20 1 17,01
3. 1, 2 18,1 18 20 20 1 24,43
3 23,95
3. 1, 3 19,9 18 20 20 1 26,87
3. 1, 4 18,5 18 20 20 1 24,98
3. 1, 5 19,6 18 20 20 1 26,46
(Sumber : Data Primer, 2008)

24,5
Kuat Lentur Rata-rata (Kg/cm)

24 23,95
23,5
23 22,95
22,5
22 21,91
21,5
21
20,5
1 2 3
Variasi Cam puran

Gambar 4.5. Kuat Lentur Rata-rata

Uji kuat lentur dilakukan untuk mengetahui kemampuan plafon menahan


beban yang ada diatasnya. Hasil pemeriksaan kuat lentur plafon secara lengkap

65
dapat dilihat pada tabel 4.5. Dari hasil pengujian kuat lentur, diperoleh plafon
hasil penambahan limbah 50% sebesar 22,95 Kg/cm2 pada variasi 1, 47% sebesar
21,91 Kg/cm2 pada variasi 2 dan 42% sebesar 23,95 Kg/cm2 pada variasi 3. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin banyak proporsi limbah yang digunakan, maka
kuat lenturnya semakin turun tetapi tidak berlaku pada variasi 1 yang kuat
lenturnya cukup tinggi, disebabkan penggunaan air yang cukup banyak sehingga
terjadi pengikatan antar bahan yang baik dan mempengaruhi kuat lenturnya.

Bila dibandingkan dengan standar papan semen menurut DIN-1101


dengan ketebalan 15 mm kuat lenturnya adalah 17 Kg/cm2, maka produk plafon
penelitian ini berada diatas standar DIN-1101 dengan ketebalan plafon 10 mm
memiliki kuat lentur tertinggi 23,95 Kg/cm2 pada variasi 3.

Pada Tabel 4.5 (Penentuan kuat lentur rata-rata pada pengujian plafon)
diketahui kuat lentur yang paling besar terjadi pada penambahan proporsi limbah
42% pada variasi 3, sedangkan pada penambahan proporsi limbah 47% pada
variasi 2 mengalami penurunan kuat lentur dan proporsi limbah 50% pada variasi
1 kuat lenturnya mengalami kenaikan, hal ini disebabkan karena pada
penambahan limbah 42% pada variasi 3 terjadi proses pengikatan antar bahan
penyusun secara optimal dibandingkan dengan penambahan limbah pada variasi
1 dan 2 serta penggunaan bahan pengikat (acrylic) paling banyak pada variasi 3
yaitu 45% = 1560 g dibandingkan variasi 1 20% = 780 g dan variasi 2
35% = 1365 g.

Acrylic mempunyai sifat kekuatan tegangannya hingga 10.000 psi. Sifat


lainnya yang dimiliki serabut akrilik yaitu memiliki kekuatan, kekakuan, keliatan
dan tahan abrasi dan daya lentur yang tinggi yang menyebabkan kuat lentur pada
variasi 3 besar. Penurunan kuat lentur pada variasi 2 disebabkan karena
penambahan air sebagai bahan pencampur antara limbah dan bahan pengikat
(binding) sedikit yaitu 450 ml, sehingga proses pencampuran dan pengikatan antar
bahan kurang sempurna.

66
Epoksi disini juga berperan dalam menaikkan kuat lentur benda uji karena
memiliki sifat sebagai bahan penyalut permukaan yang menggabungkan keliatan,
kelenturan, lekatan dan ketahanan kimia. Persentase penggunaan epoksi juga
cukup besar dalam pembuatan benda uji yaitu 20% = 780 g pada variasi 1,
15% = 585 g pada variasi 2 dan 8% = 312 g pada variasi 3.

4.5 Prospek Pengembangan Produk

4.5.1 Teknis dan Kualitas Produk

Limbah activated alumina dan glasswool adalah bahan dasar dalam


pembuatan produk plafon ini. Bahan pendukung lain yaitu zeolit
ditambahkan sebagai additif dan perlu bahan pengikat yang akan membuat
plafon menjadi lebih padat. Limbah activated alumina, glasswool, zeolit,
acrilik dan epoksi dicampur menjadi satu dan ditambahkan air untuk
mempercepat proses pengikatan bahan. Produk yang sudah kering di uji
tingkat kelenturannya dan berdasarkan hasil uji kuat lentur produk plafon
didapatkan kuat lentur maksimal pada variasi 3 dengan kuat lentur
23,95 Kg/cm2, dapat dilihat pada Tabel 4.4. Produk plafon ini berada
diatas standar DIN-1101 yang kuat lenturnya yaitu 17 Kg/cm2.

67
4.5.2 Ekonomi
Dalam pembuatan produk plafon, dibutuhkan biaya seperti tercantum pada
tabel 4.5. Disini akan terlihat berapa biaya yang dibutuhkan mulai dari bahan
susun sampai dengan jasa pekerja.

Tabel 4.5 Nilai Produksi Plafon

No. Jenis Harga Jumlah Bahan (Kg)


Bahan/Upah tiap Kg Variasi 1 Harga Variasi 2 Harga Variasi 3 Harga
(Rp.) (Kg) (Rp.) (Kg) (Rp.) (Kg) (Rp.)
1 Bahan Susun
• Acrylic 18.000,- 0,78 14.000,- 1,365 24.600,- 1,560 28.100,-
• Hardener Epoxy 60.000,- 0,39 23.000,- 0,585 35.100,- 0,312 18.750,-
• Resin Epoxy 60.000,- 0,39 23.000,- 0,585 35.100,- 0,312 18.750,-
• Activated Alumina* 250,- 1,755 450,- 1,755 450,- 1,560 400,-
• Glaswaal* 250,- 0,195 50,- 0,078 20,- 0,078 20,-
• Zeolite 5000,- 0,39 1.950,- 0,117 600,- 0,39 1.950,-
2 Jumlah Plafon 6 6 6

3 Jasa
• Jasa Pekerja 3.000,- 3.000,- 3.000,-

Harga Total 65.450,- 98.900,- 80.000,-


Keuntungan = Harga Total + 20% 78.550,- 118.700,- 96.000,-

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa harga plafon tiap variasi berbeda, hal ini
disebabkan oleh penggunaan bahan pengikat (acrylic dan epoksi) pada tiap variasi
berbeda. Semakin banyak penggunaan acrylic dan epoksi, maka semakin mahal
harga plafon. Hal ini disebabkan harga acrylic dan epoksi tiap Kg nya yang
mahal dipasaran. Dibandingkan dengan harga papan gypsum dipasaran, produk
plafon ini lebih mahal.

4.5.3 Lingkungan

Sebelum produk plafon dibuat, terlebih dahulu menguji sifat fisik dan
kimia dari limbah activated alumina dan glasswool. Setelah pengujian
dilakukan diketahui bahwa kadar logam berat (Cr, Cu, Pb dan Zn) yang
ada pada limbah tersebut berada dibawah standar baku mutu limbah B3
menurut PP No.85 Tahun 1999. Berdasarkan Tabel 4.3, produk plafon

68
penelitian yang di uji tingkat pelindian logam beratnya (Cr, Cu, Pb dan
Zn) juga berada dibawah ambang batas baku mutu limbah B3 menurut PP
No.85 Tahun 1999. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa produk plafon
dengan menggunakan limbah activated alumina dan glasswool tidak
mencemari lingkungan.

69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian solidifikasi limbah Activated Alumina dan Glaswool


sebagai plafon dapat disimpulkan :

1. Dengan penambahan limbah activated alumina, glaswool serta


penambahan zeolit, acrylic dan epoksi pada penelitian ini menunjukkan
bahwa kuat lentur yang diperoleh berada diatas standar kuat lentur papan
semen menurut DIN-1101 yaitu 17 Kg/cm2 dibandingkan kuat lentur
tertinggi pada variasi 3 = 23,95 Kg/cm2. Dari hasil uji kuat lentur produk
penelitian ini dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 1 cm didapat kuat lentur
pada variasi 1 yaitu 22,95 Kg/cm2, pada variasi 2 yaitu 21,91 Kg/cm2
dan pada variasi 3 yaitu 23,95 Kg/cm2. Perbandingan optimal untuk bahan
susun produk plafon terdapat pada variasi 3 dengan kuat lentur tertinggi.
Setelah dihitung nilai produksi plafon pada tabel 4.6 dapat disimpulkan
bahwa produk plafon dengan bahan susun activated alumina, glaswool,
zeolit, acrylic serta epoksi harga tiap buahnya cukup mahal dibandingkan
dipasaran, tetapi pemanfaatan limbah terpenuhi.

2. Pembuktian secara ilmiah yaitu dari hasil uji toksikologi TCLP, ternyata
limbah activated alumina dan glaswool memiliki nilai leachate berada
dibawah ambang batas menurut PP No.85 Tahun 1999 untuk parameter
Cr, Cu, Pb dan Zn dilihat pada tabel 4.3. Dapat disimpulkan bahwa limbah
activated alumina dan glaswool tidak dapat dikategorikan sebagai limbah
B3, dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pencampuran pembuatan
plafon, namun dalam penyimpanannya harus mengikuti aturan tertentu dan
tidak diperbolehkan dibuang sembarangan.

70
5.2 Saran

1 Diperlukan pemilihan bahan-bahan dan dalam proses pembuatannya


haruslah diperhatikan dengan baik, agar plafon yang dihasilkan
memiliki kuat lentur yang lebih tinggi dari produk pasaran serta
komposisi bahan additif ditambah agar plafon yang dihasilkan memiliki
tekstur yang kuat.

2. Perlu adanya kajian dan penelitian lebih lanjut terhadap immobilisasi


limbah activated alumina dan limbah glaswool dengan bahan additif
lainnya.

3. Perlu adanya pengujian kontrol pH dalam penelitian ini, sebab tidak


diketahui perubahan kontrol pH.

71
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, 2006, Pengelolaan dan Pengendalian Limbah B3,


http://www.ums.ac.id/PSL/Web_Based/pdf/16, (diakses tgl 03 Desember
2007).
Anonim., 1995. Kep–03/Bapedal/09/1995, Persyaratan Teknis Pengolahan
Limbah bahan Berbahaya dan Beracun, Sekretariat Bapedal, Jakarta.
Anonim, 1999, Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan berbahaya Beracun, Sekretariat Bapedal, Jakarta.
Anonim., 2006. Teknik Sampling dan Pemantauan Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun (B3), Pusat Penelitian Kimia – LIPI, Bandung.
Anonim., 2007. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah
B3), Benefita, Jakarta.
Antono, A, 1988. Dasar-dasar Campuran Beton, UGM. Yogyakarta.
Effendi, H., 2007. Telaah Kualitas Air, Bagi pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan, Yogyakarta.
Feldman, D. dan Hartomo, A.J., 1995. Bahan Polimer Konstruksi Bangunan. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Husin., 2002, Pemanfaatan Limbah Untuk Bahan Bangunan,
http://www.pu.go.id/balitbang/puskim/Advis_Teknik/Modul%20C1%20(b
ahan%20Bangunan)/Modul%20C1_3%20Pemanfaatan%20Limbah.pdf
(diakses tgl 07 Agustus 2007).
Junaedy., 2001. Mengolah Limbah Katalis Menjadi Batako dan Keramik, Dana
Mitra Lingkungan, Jakarta
Kardiyono,Tjokrodimulyo., 1992. Bahan Bangunan, Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Gajah Mada. Jogjakarta.
Krisbayu, 2007, Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3)-Bom Waktu yang
Terlupakan, Bitchology Online, Jakarta.
LaGrega, M.D., Buckingham, P.L. Evans, J.C. & The Environmental Resources
Management Group. 1994. Hazardous Waste Management. McGraw-Hill
Book Co, Singapura.

72
Lasino., 2003, Pengembangan Bahan Bangunan Ekologis dalam Menunjang
Pembangunan Berkelanjutan Bidang Ke-PU-an,
http://www.pu.go.id/Publik/Pengumuman/Pengukuhan/Press-release -
LSN.doc (diakses tgl 07 Agustus 2007).
M.Arifin, Supriatna Sahala., 2007. Bahan Galian Industri,Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral limbah industri, Bandung
Palar, Heryando., 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, PT. Rineka
Cipta, Jakarta.
Soemirat. J. 2002., Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta
Vebbyana., 2001, Kinetika Sorpsi Kromium Trivalen ( Cr3+) dalam Proses
Solidifikasi Limbah Elektroplating, Digital Library Online, Jakarta.
Wardhana., 2001, Pengolahan Limbah Industri, UI press, Jakarta.

73
LAMPIRAN 1

74
Tabel hasil immobilisasi logam berat

Data Primer Hasil UjiTCLP Baku Mutu Limbah B3


No Parameter
(mg/l) (mg/l) PP No 85 Tahun 1999

Variasi Variasi Variasi


Alumina Glaswool
1A 2A 3A
1 Chrom(Cr) 0.8273 1,1850 0,5985 0,5905 0,5783 5,0 mg/l
2 Tembaga (Cu) 0.5055 0,1109 0,0523 0,0569 0,0671 10,0 mg/l
3 Timbal (Pb) 0.4878 0,18213 0,2873 0,2252 0,2878 5,0 mg/l
4 Seng (Zn) 0.2175 1,3500 0,005 0,0225 0,0625 50,0 mg/l

Hasil Uji TCLP


No Benda Uji (mg/l)

Cr Cu Pb Zn
1 Variasi 1A 0,5985 0,0523 0,2873 0,005
2 Variasi 2A 0,5905 0,0569 0,2252 0,0225
3 Variasi 3A 0,5783 0,0671 0,2878 0,0625
Standar TCLP (PP 85/1999) 5 10 5 50

Tabel Hasil Uji pH

Variasi 1

Parameter 07-Jan 14-Jan 21-Jan 28-Jan 04-Feb 11-Feb


H2SO4 3,09 7,87 8,22 8,36 8,45 8,38
Aquadest 7,55 8,75 8,81 8,81 8,84 8,86
NaOH 10,8 8,93 9 9,02 9,02 9,01
Variasi 2
Parameter 07-Jan 14-Jan 21-Jan 28-Jan 04-Feb 11-Feb
H2SO4 3,09 8,48 8,65 8,74 8,79 8,81
Aquadest 7,55 8,84 8,93 8,92 8,96 8,99
NaOH 10,8 9,02 9,07 9,07 9,08 9,12
Variasi 3
Parameter 07-Jan 14-Jan 21-Jan 28-Jan 04-Feb 11-Feb
H2SO4 3,09 8,43 8,58 8,55 8,59 8,63
Aquadest 7,55 8,54 8,71 8,73 8,8 8,87
NaOH 10,8 8,92 9,01 8,91 8,93 9,01

75
Hasil Analisa TCLP Limbah Activated Alumina PT.Pertamina UP IV Cilacap
Baku
Hasil
Mutu
No Parameter Analisis Metode Uji
TCLP*
(mg/l)
(mg/l)
1 Arsen (As) <0.005 5 EPA SW 846 1311,SM 3114 B
2 Barium (Ba) <0.100 100 EPA SW 846,SM 3111 D
3 Benzene <0.005 0.5 EPA SW 846 8240
4 Boron (B) <0.050 500 EPA SW 846 1311,SM 4500 BC
5 Cadmium (Cd) <0.005 1 EPA SW 846 1311,SM 3111 B
6 Carbon tetrachloride <0.005 0.5 EPA SW 846 8240
7 Chlorobenzene <0.005 100 EPA SW 846 8240
8 Chloroform <0.005 6 EPA SW 846 8240
9 Chlorophenol total <0.010 1 EPA SW 846 8240
10 Chloronaptalene <0.010 1 EPA SW 846 8240
11 Chromium (Cr) <0.030 5 EPA SW 846 1311,SM 3111 B
12 Copper (Cu) <0.005 10 EPA SW 846 1311,SM 3111 B
13 o-Cresol <0.010 200 EPA SW 846 8270
14 m-Cresol <0.010 200 EPA SW 846 8270
15 total Cresol <0.010 200 EPA SW 846 8270
16 Free Cyanide <0.100 20 EPA 335.2
2.4 D (2.4-
17 <0.0083 10 EPA SW 846 8150
Dichlorophenooxyacetic acid)
18 1.4 Dichlorobenzene <0.010 7.5 EPA SW 846 8270
19 1.2 dichloroethane <0.010 0.5 EPA SW 846 8240
20 1.1 Dichloroethylene <0.030 0.7 EPA SW 846 8240
21 2.4 Dinitrotoluene 0.005 0.13 EPA SW 846 8270
22 Flourides (F) <0.0018 150 EPA 340.1
Heptachlor + Heptachlor
23 <0.010 0.008 EPA SW 846 8080
epoxide
24 Hexachlorobenzene <0.010 0.13 EPA SW 846 8270
25 hexachloroethane <0.010 3 EPA SW 846 8270
26 Lead (Pb) <0.030 5 EPA SW 846 1311,SM 3111 B
27 Mercury (Hg) 0.005 0.2 EPA SW 846 1311,SM 3112 B
28 Methoxychlor <0.0018 10 EPA SW 846 8080
29 Methyl Parathion <0.010 0.7 EPA SW 846 8140
30 Methyl ethyl ketone <0.010 200 EPA SW 846 8240
31 Nitrobenzenene <0.010 2 EPA SW 846 8270
32 Pentachlorophenol <0.050 100 EPA SW 846 8270
33 Polichlorinated biphenil (PCB's) <0.0007 0.3 EPA SW 846 8080
34 Selenium (Se) <0.005 1 EPA SW 846 1311,SM 3114 C
35 Silver (Ag) 0.0053 5 EPA SW 846 1311,SM 3111 B
36 Tetrachlorethylene (PCE) <0.010 0.7 EPA SW 846 8240
37 Trihalomethanes <0.010 35 EPA SW 846 8240
38 2.4-5-Trichlorophenol <0.010 400 EPA SW 846 8270
39 2.4-6-Trichlorophenol <0.010 2 EPA SW 846 8270
40 Vynil chloride <0.010 0.2 EPA SW 846 8240
41 Zinc (Zn) 1.055 50 EPA SW 846 1311,SM 3111 B

76
Prosedur Penelitian

Memilih masalah

Studi pustaka

Merumuskan
masalah

Merumuskan
Hipotesis

Menentukan Memilih Menentukan


variabel Pendekatan sumber data

Menentukan
instrumen

Mengumpulkan
data

Analisa data

Menarik
kesimpulan

77
Bagan Alir Penelitian

Mulai Persiapan Bahan


Dan Alat

Tahap Pelaksanaan :
- Analisa Karakteristik Bahan
Cara Penelitian - Pembuatan Sampel
- Penentuan Komposisi Sampel
- Pengamatan Penelitian

Analisa Hasil Penelitian:


- Uji Fisik (kuat lentur) Pembahasan
- Uji TCLP
- Uji pH

Selesai
Kesimpulan & Saran

78
Skema Pembuatan Benda Uji

Limbah activated alumina , Acrylic, Epoksi dilarutkan


glaswool, dan zeolit dengan air

Pencampuran

Pencetakan

Uji kuat Lentur Benda Uji

Pengeringan
Uji TCLP

Uji pH

79
Diagram Kerja Uji TCLP

START Ambil Contoh Limbah


(Limbah activated
alumina)

Apakah Ukuran Limbah


Padat
(activated alumina)
Perlu Diperkecil

Jadikan Ukuran
Partikel Menjadi <
0,5 mm

Uji
Ekstraksi
Kandungan
Menggunakan
Logam
Larutan Yang sesuai
Berat

80
Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Permasalahan Industri Minyak dan Gas :


Sasaran Produk : - Target ramah lingkungan
- Aman bagi makhluk - Lahan pembuangan limbah
hidup dan lingkungan - Efisiensi pengelolaan limbah
- Bernilai ekonomis - Pemanfaatan limbah
- Ramah lingkungan - Target Proper

Studi Pendahuluan :
- Studi Pemanfaatan Limbah Padat dengan Prinsip
Solidifikasi
- Studi Pembuatan Plafon
- Studi Tingkat Toxisitas Logam Berat dengan Uji TCLP

Persyaratan
Persyaratan Toksisitas Lindi :
- Pemeriksaan Logam–logam
Berat denga Uji TCLP

Rumusan Masalah :
1. Apakah pemanfaatan Activated Alumina dan Glaswool yang
dimanfaatkan untuk pembuatan plafon/eternit sudah memiliki kuat
lentur
2. Bagaimana formulasi yang optimal dari komposit dalam proses
pemanfaatan teknologi plafon/eternit terhadap limbah Activated
Alumina dan Glaswool yang digunakan
3. Apakah dengan formulasi tersebut dapat menghasilkan
plafon/eternityang memiliki nilai ekonomis

Batasan Masalah :
1. Kriteria hasil pengolahan solidifikasi berupa eternit akan
disesuaikan dengan standar SNI untuk bahan bangunan
plafon/eternit
2. Limbah padat yang digunakan pada penelitian ini adalah
Activated Alumina dan Glaswool dari PT. PERTAMINA UP
IV Cilacap

81
Tahapan Penelitian dan Analisa Data

Mulai

Persiapan Sampel Bahan


Susun

Zeolit, Acrylic,Epoksi, Limbah Alumina, Glaswaal dari


Air PT. Pertamina

Pembuatan Benda Uji Plafon


1. Dibuat 3 variasi
2. Masing-masing 6 buah :
- 15 buah untuk uji kuat lentur
- 3 buah untuk uji TCLP (patahan uji kuat lentur)
- 3 buah untuk uji rendam pH (netral, asam, basa)

Uji Kuat Lentur

Uji pH

Uji lindi (TCLP)

82
A

Hasil analisis benda uji


Analisa tingkat
dibandingkan denganperlindian
campuran
pemanfaatan limbah

Analisis perbandingan
campuran yang paling baik

Analisa Kuat Tekan

Analisa pH

Kesimpulan dan saran

LAPORAN

SELESAI

83
Pelaksanaan Analisa TCLP

Timbang
sample 100 gr
Haluskan sample bila
diameter >9,5 mm
Pengujian pH
(Preliminary evaluation)

Langkah (a) Langkah (b)

Bila pH (a) >5 ditambah


Timbang 5 gr dari 3,5 ml HCL 1,0 N
sample 100 gr

Tutup dengan kaca arloji


Ditambahkan 96,5
ml air destilasi
Dipanaskan sampai 500 C
Ditutup dengan kaca arloji selama 50 menit
& diaduk 5 menit (5 hari)

Dibiarkan dingin kemudian


Ukur pH diukur pH

A B
pH<5 pH>5

84
A B

Tambahkan 0,57 ml asam Tambahkan 5,7 ml asam


asetat ke 500 ml aquadest asetat ke 500 ml aquabidestt

Tambahkan 64,3 ml NaOH Diencerkan sampai volume


1,0 N 1 L hingga pH 2,88 ± 0,05

Diencerkan sampai volume


1 L hingga pH 4,93 ± 0,05

Sampel diekstrasi 18 jam Pada suhu (19-25oC)


dengan kecepatan
putaran 30± 2 rpm

Dilakukan pencucian filter


deengan asam kemudian
hasil ekstraksi disaring

Analisa larutan ekstrasi


dengan AAS

85
LAMPIRAN 2

86
Alat yang digunakan
Peralatan yang digunakan secara detail dalam penelitiaan ini adalah :
1. Alat abrasi (penghancur limbah)
2. Ayakan 60 mesh
3. Timbangan ohaus
4. Beaker glass
5. Ember
6. Sendok/pengaduk
7. Cetakan benda uji merchandise (ukuran 20 x 18 x 1 cm)
8. Cetok

Tata Cara Pengujian Karakteristik Fisik Limbah


Berat Jenis Limbah (Agregat Halus)
Berat jenis agregat adalah rasio antara massa padat agregrat dengan massa
air pada volume yang sama dan suhu yang sama.
Pada pelaksanaan uji berat jenis agregat limbah dilaksanakan dengan
urutan sebagai berikut :
1. Menyiapkan agregat halus dan timbangan dengan ketelitian 0,1 gr.
2. Timbang agregat dengan berat = A gram.
3. Gelas ukur diisi sebesar = B ml.
4. Gelas ukur diisi air dengan agregat sebesar = C ml..
5. Dihitung volume agregat = C – B = D ml.
6. Dihitung berat jenis agregat = A/B.

Berat Isi Padat Limbah


Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara kadar air
dan kepadatan tanah dengan memadatkan di dalam cetatakan silinder berukuran
tertentu dengan menggunakan alat penumbuk 2,5 kg, berat isi padat (volume
agregat) dilaksanakan pengukuran sebagai berikut :

87
1. Ambil contoh dalam keadaan kering .
2. Timbang saluran berisi silinder dan beri simbol W1 (gram).
3. Masukan agregat ke dalam tabung dan ditumbuk 15 x dengan menggunakan
tongkat tumbuk Ø 16 mm dan panjang 60 cm setiap sepertiga bagian tabung
sampai penuh.
4. Timbang tabung yang berisi agregat tersebut dan dicatat W1 (gram).
5. Hitung berat isi padat dengan cara membagi berat agregat bersih dengan
volume tabung.

Berat Isi Gembur Limbah


Pengujian yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengukur berat dan volume silinder ukur.
2. Meletakkan silinder ukur pada tempat yang rata.
3. Memasukkan contoh uji ke dalam silinder sampai 1/3 bagian ratakan.
4. Memasukkan contoh uji sebanyak 2/3 bagian, ratakan.
5. Msukkan contoh uji sampai memenuhi silinder ukur samapi penuh.
6. Timbang contoh dalam silinder ukur

Kadar Air Limbah


Pengujian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Keringkan benda uji dalam oven (110±5)oC sampai berat tetap, dinginkan
dalam suhu kar, rendam dalam air (12±4) jam.
2. Buang air dengan hati-hati, tebarkan agregat halus kedalam tanah, keringkan
udara panas dengan cara membolak-balik benda uji, lakukan pengeringan
sampai keadaan jenuh.
3. Periksa keadan kering permukaan jenuh dengan mengeringkan benda uji pada
kerucut terpacung, padarkan dengan batang penumbuk dengan penumbuknya
sebanyak 15 x, angkat kerucut terpacung, keadaan kering permukaan jenuh
tercapai bila benda uji runtuh, tapi masih dalm keadaan tercetak.

88
4. Setelah tercapai keadaan permukaan jenuh, masukkan 500 gr benda uji
kedalam picrometer, masukkan air suling sampai 90% isi picnometer, putar
sambil digoyang-goyangkan sampai tidak terlihat gelembung udaranya.
5. Rendam pocnometer dalam air dan ukur suhu air untuk menyesuaikan
perhitungan kepada suhu standard 25 oC.
6. Tambahkan air sampai tercapai tanda batas
7. Timbang picnometer berisi air dan benda uji sampai 0,1 gr (BT)
8. Keringkan benda uji dalam oven dengan suhu (110±5)oC sampai berat tetap,
kemudian dinginkan benda uji dalam desikator.
9. Setelah itu benda uji dingin ditimbang (BK)
10. Tentukan berat picnometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
penyesuaian dengan suhu standar 25 oC (B1)

89
LAMPIRAN 3

90
Dokumentasi Penelitian

A. Dokumentasi Pengujian Karakteristik Fisik Limbah

Gambar Pengujian Berat Isi Padat dan Berat Isi Gembur Limbah

91
Gambar Pengujian Kadar Air dan Berat Jenis Limbah

B. Proses Pembuatan Plafon

92
Gambar Proses Pembuatan Plafon

C. Dokumentasi Analisa TCLP

93
D. Dokumentasi Analisa pH

94
E. Dokumentasi Uji Kuat Lentur

95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108

Anda mungkin juga menyukai