Anda di halaman 1dari 117

PERENCANAAN PELABUHAN

BAB 1
LANDASAN TEORI

1.1. Definsi Umum Pelabuhan


Pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang
dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat bertambat
untuk bongkar muat barang, gudang laut, dan tempat-tempat penyimpanan dimana kapal
membongkar muatannya, dan gudang-gudang di mana barang-barang dapat disimpan dalam
waktu yang lebih lama selama menunggu pengiriman ke daerah tujuan.
Pelabuhan merupakan suatu pintu gerbang untuk masuk ke suatu wilayah atau negara
dan sebagai prasarana penghubung antar daerah, antar pulau atau bahkan antar negara, benua
dan bangsa. Dengan fungsinya tersebut maka pembangunan pelabuhan harus dapat
dipertanggungjawabkan baik secara sosial ekonomi maupun teknis.
Pelabuhan mempunyai daerah pengaruh (hinterland), yaitu daerah yang mempunyai
kepentingan hubungan ekonomi, sosial dan lain-lain dengan pelabuhan tersebut. Misalnya,
Jawa Barat dan bahkan Indonesia merupakan daerah pengaruh dari Pelabuhan Tanjung Priok.
Selain itu juga, ada pula pelabuhan yang dibangun untuk kepentingan pertahanan. Pelabuhan
ini dibangun untuk tegaknya suatu negara. Dalam hal ini, pelabuhan disebut dengan
pangkalan angkatan laut atau pelabuhan militer.
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 13.000 pulau dan wilayah
pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling dunia melalui katulistiwa. Kegiatan
pelayaran sangat diperlukanuntuk menghubungkan antar pulau, pemberdayaan swadaya
kelautan, panjang wilayah laut,penilitaian kelautan, dan sebagainya. Salah satu kegiatan
pelayaran terpenting adalah kegiatan pelayaran niaga, yang dapat dibedakan menjadi
pelayaran lokal, pelayaran pantai, dan pelayaran samudra. Pada pelayaran lokal, pelayaran
hanya bergerak dalam batas daerah tertentu di dalam suatu propinsi di Indonesia, atau dalam
dua propinsi yang terbatas. Sebagai contoh adalah pelayaran di wilayah kepulauan Riau,
pelayaran antara pelabuhan panjang di propinsi Lampung dan Merak di Jawa Barat luas
wilayah oprasi di wilayah lokal tidak melebihai 200 mil. Kapal-kapal yang digunakan adalah
kapal kecil dan biasanya kurang dari 200 DWT. Pelayaran pantai, yang juga disebut pelayaran
antar pulau atau pelayaran nusantara, mempunyai wilayah oprasi di seluruh perairan
Indonesia. Pelayaran samudra adalah pelayaran yang beroprasi dalam perairan internasional,
dengan membawa barang-barang ekspor dan impor dari satu negara ke negara lain. Selain tiga
jenis pelayaran tersebut, terdapat pelayaran rakyat sebagai usaha rakyat yang bersifat

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 1


PERENCANAAN PELABUHAN

tradisional yang merupakan sebagai dari usaha angkutan di perairan. Pelayaran ini
menggunakan kapal-kapal kecil. Wilayah oprasinya adalah di seluruh perairan Indonesia
Sehubungan dengan jenis pelayaran niaga tersebut, maka pelabuhan sebagai prasarana
angkutan laut juga disesuaikan. Ditinjau dari fungsinnya dalam perdagangan nasional dan
internasional pelabuhan dibedakan menjadi dua macam yaitu pelabuhan laut dan pelabuhan
pantai. Pelabuhan laut bebas dimasuki oleh kapal-kapal asing. Pelabuhan ini banyak
dikunjungi oleh kapal-kapal samudra dengan ukuran yang besar. Pelabuhan laut juga sering
disebut dengan pelabuhan samudra. Pelabuhan pantai hanya digunakan untuk perdagangan
dalam negeri. Sehingga tidak bebas disinggahi oleh kapal.kapal asing kecuali dengan ijin

1.2. Jenis Pelabuhan


Ditinjau dari letak geografisnya, pelabuhan dibagi atas :
1. Pelabuhan Alam ( Natural and Protected Harbour ), adalah suatu daerah yang
menjurus ke dalam ( Onlet ) terlindung oleh suatu pulau, atau terletak disuatu teluk,
sehingga navigasi dan berlabuhnya kapal – kapal dilaksanakan. Contoh : Dumai, Cilacap,
New york, Mahburk, dsb.

Gambar 1.1 Pelabuhan dimuara Gambar 1.2 Pelabuhan belawan dimuara

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 2


PERENCANAAN PELABUHAN

2. Pelabuhan buatan (Artifical Harbour), adalah suatu daerah perairan yang dibuat manusia
sedemikian rupa, sehingga terlindung terhadap ombak/badai/arus, sehinga memungkinkan
kapal-kapal dapat merapat.

Contoh : Tg. Priuk, Daver, Colombu, dll.

Gambar 1.3 Pelabuhan Buatan

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 3


PERENCANAAN PELABUHAN

3. Pelabuhan semi alam (Semi Natural Harbour), adalah merupakan campuran dari kedua
type di atas.

Contoh : Palembang.

Gambar 1.4 Pelabuhan Semi Alam

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 4


PERENCANAAN PELABUHAN

Ditinjau dari sudut pengusahaan jasa,pelabuhan dibagi atas :

1. Pelabuhan yang diusahakan, ialah pelabuhan dalam pembinaan Pemerintah yang sesuai
dengan kondisi, kemampuan dan pengembangan potensinya, diusahakan menurut azas
hukuman perusahaan.
2. Pelabuhan yang tidak diusahakan, ialah pelabuhan dalam pembinaan pemerintah yang
sesuai dengan kondisi kemampuan dan pengembangan potensinya masih menonjol sifat
“Overheid Zong”.
3. Pelabuhan Otonom, ialah pelabuhan yang diserahkan wewenangnya untuk mengatur diri
sendiri.

Ditinjau dari segi penyelenggaraannya,pelabuhan dibagi atas :

1. Pelabuhan Umum
Pelabuhan umum diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat umum,
dimana penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah dan pelaksanaannya dapat
dilimpahkan kepada badan usaha milik negara yang didirikan untuk maksud tersebut.

2. Pelabuhan Khusus
Pelabuhan khusus diselenggarakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan
tertentu, dan pelabuhan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan umum.

Ditinjau dari jenis fungsinya dalam perdagangan, pelabuhan dibagi atas :

1. Pelabuhan laut, ialah pelabuhan yang terbuka untuk jenis perdagangan dalam dan luar
negeri yang menganut undang-undang pelayaran Indonesia.
2. Pelabuhan Pantai, ialah pelabuhan yang terbuka bagi jenis perdagangan dalam negeri.

Ditinjau dari jenis pelayanan kepada kapal dan muatannya:

1. Pelabuhan Utama (Mayor Port), yaitu merupakan pelabuhan yang melayani kapal-kapal
besar dan merupakan pelabuhan pengumpul / pembagi muatan.
2. Pelabuhan Cabang (Feeder Port), merupakan pelabuhan yang melayani kapal-kapal kecil
yang mendukung pelabuhan utama.

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 5


PERENCANAAN PELABUHAN

Ditinjau dari segi penggunaannya, pelabuhan dibagi atas :

1. Pelabuhan Ikan
Pada umumnya pelabuhan ini tidak memerlukan kedalaman air yang besar karena kapal-
kapal motor yang digunakan untuk menangkap ikan tidak besar

Gambar 1.5 Pelabuhan Ikan

2. Pelabuhan Minyak
Pelabuahn minyak biasanya tidak memerlukan dermaga atau pangkalan yang harus dapat
menahan muatan vertikal yang besar, melainkan cukup membuat jembatan perancah atau
tambahan yang dibuat menjorok kelaut untuk mendapatkan kedalaman air yang cukup
besar. Untuk keamanan pelabuahn minyak harus diletakkan agak jauh dari keperluan
umum.

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 6


PERENCANAAN PELABUHAN

Gambar 1.6. Pelabuhan Minyak

3. Pelabuhan Barang

Pelabuhan ini mempunyai dermaga yang dilengkapi fasilitas untuk bongkar muat
barang. Pelabuhan ini dapat berada dipantai atau estuari dari sungai besar. Daerah
pelabuhan harus cukup tenang sehingga memudahkan untuk bongkar muat barang.

Gambar 1.7 Pelabuhan Barang

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 7


PERENCANAAN PELABUHAN

4. Pelabuhan Penumpang

Pelabuhan penumpang tidak banyak berbeda dengan pelabuhan barang dimana pelabuhan
penumpang yaitu untuk melayani segala kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan
orang yang akan bepergian.

Gambar 1.8. Pelabuhan Penumpang

5. Pelabuhan Campuran

Pada umumnya pencampuran pemakaian ini terbatas untuk penumpang dan barang,
sedangkan untuk keperluan minyak dan ikan biasanya tetap berpisah.

6.Pelabuhan Militer

Pelabuhan ini mempunyai daerah perairan yang cukup luas untuk memungkinkan gerakan
cepat kapal-kapal perang dan agar bangunan cukup terpisah.

Fungsi Pelabuhan adalah tempat pelayanan berbagai aktivitas dari kawasan air ke
darat maupun dari kawasan darat ke air, seperti transfer penumpang/barang, perbaikan kapal,
pengisian bbm, dan lain sebagainya.

1.3. Karakteristik Kapal


Perencanaan pelabuhan harus meninjau pengembangan pelabuhan di masa mendatang,
dengan memperhatikan daerah perairan dan daratan.Daerah perairan harus cukup luas yang
diperlukan untuk alur pelayaran, kolam putar, penambatan, dermaga.Daerah daratan harus

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 8


PERENCANAAN PELABUHAN

mencukupi fasilitas gudang, lapangan penumpukan, perkantoran, jalan dan fasilitas di darat
lainnya.Dimensi berbagai fasilitas pelabuhan tersebut tergantung karakteristik kapal.Sebagai
contoh kedalaman dan lebar alur pelayaran tergantung pada kapal terbesar yang menggunakan
pelabuhan. Panjang dermaga ditentukan berdasarkan panjang kapal rerata yang berlabuh
dipelabuhan .
Port and Harbour Bureau of Minitry of Transport, Japan (Thomresen, CA., 2003)
memberikan persamaan untuk menghitung beberapa karakterisitik kapal seperti diberikan
pada Tabel 1.1. tabel tersebut menunjukkan hubungan antara berat kapal total (Displacement
Tonnage, DT), luas bidang kapal lateral, luas bidang muka kapal, luas permukaan di bawah
muka air, berat kapal kosong dengan pemberat (displacement ballast loaded), draft kapal
kosong dengan pemberat (draft ballast loaded)untuk kapal barang umum, kapal tanker dan
kapal barang curah padat.

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 9


PERENCANAAN PELABUHAN

Tabel 1.1 Karakteristik Kapal


Panjang Lebar Draft Panjang Lebar Draft
Bobot Bobot
L oa (m) L oa (m) L oa (m) L oa (m) L oa (m) L oa (m)
Kapal Penumpang (GRT) Kapal Minyak (DWT)
500 51 10,2 2,9 20.000 162 24,9 9,8
1.000 68 11,9 3,6 30.000 183 28,3 10,9
2.000 88 13,2 4 40.000 204 30,9 11,8
3.000 99 14,7 4,5 50.000 219 33,1 12,7
5.000 120 16,9 5,2 60.000 232 35,0 13,6
8.000 142 19,2 5,8 70.000 244 36,7 14,3
10.000 154 20,9 6,2 80.000 255 38,3 14,9
15.000 179 22,8 6,8 Kapal Barang Curah (DWT)
20.000 198 24,7 7,5 10.000 140 18,7 8,1
30.000 230 27,5 8,5 15.000 157 21,5 9,0
Kapal Barang (DWT) 20.000 170 23,7 9,8
700 58 9,7 3,7 30.000 192 27,3 10,6
1.000 64 10,4 4,2 40.000 208 30,2 11,4
2.000 81 12,7 4,9 50.000 222 32,6 11,9
3.000 92 14,2 5,7 70.000 244 37,8 13,3
5.000 109 16,4 6,8 90.000 250 38,5 14,5
8.000 126 18,7 8,0 100.000 275 42,0 16,1
10.000 137 19,9 8,5 150.000 313 44,5 18,0
15.000 153 22,3 9,3 Kapal Ferry (GRT)
20.000 177 23,4 10 1.000 73 14,3 3,7
30.000 186 27,1 10,9 2.000 90 16,2 4,3
40.000 201 29,4 11,7 3.000 113 18,9 4,9
50.000 216 31,5 12,4 4.000 127 20,2 5,3
Kapal Minyak (DWT) 6.000 138 22,4 5,9
700 50 8,5 3,7 8.000 155 21,8 6,1
1.000 61 9,8 4,0 10.000 170 25,4 6,5
2.000 77 12,2 5,0 13.000 188 27,1 6,7
3.000 88 13,8 5,6 Kapal Peti Kemas (DWT)
5.000 104 16,2 6,5 20.000 201 27,1 10,6
10.000 130 20,1 8,0 30.000 237 30,7 11,6
15.000 148 22,8 9,0 40.000 263 33,5 12,4
(Sumber: Perencanaan Pelabuhan, Triadmodjo, 2010, Hal. 37)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 10


PERENCANAAN PELABUHAN

1.4. Pemilihan Lokasi pelabuhan


Pertimbangannya :
a. Hinterland : didefinikan sebagai daerah penyangga, yang masih dipengaruhi
pelabuhan. Kegiatan pelabuhan banyak dipengaruhi berbagai kegiatan ekonomi
daerah penyangga. Potensi daerah penyangga yaitu penduduk dan pertumbuhannya,
industri dan kemungkinan perkembangannya serta sumber daya alam misalnya
pertanian, kehutanan, batu bara, minyak, kebutuhan konsumsi masa depan.
b. Areal : dapat untuk pengembangan, mudah dicapai dengan sistem transportasi yang
ada.
c. Kondisi alam: keadaan tanah menentukan konstruksi dermaga, kedalaman perairan,
alur pelayaran, kolam pelabuhan harus dipertimbangkan untuk keselamatan, keadaan
hidrografi, gelombang, pasut dan sedimentasi mempengaruhi konstruksi pemecah
gelombang dan elevasi dermaga.
d. Navigasi: untuk keselamatan pelayaran meliputi alur pelayaran, kolam pelabuhan,
ruang gerak untuk manuver kapal
e. Transportasi: terhubung dengan jaringan transportasi jalan raya, jalan kereta api
dengan daerah hinterlandnya

Ciri-ciri lokasi pelabuhan:


a.Kedalaman cukup
b. Berlabuh dengan aman
c. Daerah berlabuh memadai
d. Pintu masuk pelabuhan sesuai ukuran pelabuhan
e. Perlindungan dari gelombang.
f. Pelabuhan dan gerbangnya mempertimbangkan air terendah (LWS=Low Water
Sealevel)

Bentuk dan luas daerah berlabuh tergantung:


a. Jumlah maksimal kapal yang dilayani
b. Ukuran kapal
c. Metode tambatan
d. Persyaratan pergerakan kapal
e. Kondisi topografi lokasi

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 11


PERENCANAAN PELABUHAN

Radius min kapal berputar = ± 2 panjang kapal, untuk kapal yang membawa
barang-barang khusus butuh tambahan 30-35 Acre untuk berputarnya kapal. Untuk
meminimalkan gaya gelombang dalam pelabuhan, gerbang pelabuhan harus sesempit
mungkin, tetapi tetap memenuhi syarat keselamatan, navigasi tercepat, dan tidak
menimbulkan arus yang disebabkan pasut berlebihan. Arus lebih dari4-5 ft/sec
mempengaruhi navigasi, menyebabkan gesekan pada pemecah gelombang. Kebutuhan
lebar pintu masuk pelabuhan dipengaruhi oleh ukuran pelabuhan dan kapal yg
digunakan. Sesuai aturan yang berlaku, lebar pintu pelabuhan ± panjang kapal terbesar
yang digunakan.

1.5. Batimetri

Batimetri adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang
tiga dimensi lantai samudra atau danau. Batimetri juga didefinisikan sebagai gambaran relief
dasar laut, perbedaan kenampakan atau ciri-ciri dasar laut dan mempunyai arti penting dalam
penelitian karena dengan mengetahui roman muka bumi akan memudahkan mengetahui
kondisi morfologi suatu daerah (Nontji,1987).

Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-
garis kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contours atau isobath),
dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan. Batimetri
menghubungkan tempat-tempat dengan kedalaman sama di bawah permukaan air.

Peta batimetri dalam aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam bidang teknik sipil
dan kelautan antara lain penentuan jalur pelayaran yang aman, perencanaan bangunan
pinggir pantai dan lepas pantai, pendeteksian adanya potensi bencana tsunami di suatu
wilayah, dan pertambangan minyak lepas pantai.

1.6. Arus
Arus laut merupakan gerakan massa air laut dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Gerakan ini bisa mendatar atau horizontal yang berupa arus permukaan atau arus dasar, juga
dapat pula merupakan gerakan massa air secara vertikal dari lapisan air bagian bawah ke
lapisan atas atau sebaliknya.

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 12


PERENCANAAN PELABUHAN

Fungsi arus dalam perairan diantaranya untuk keperluan perencanaan analisis


dampak lingkungan di suatu perairan yang membutuhkan data tentang pola arus; untuk
perencanaan struktur pantai atau pelabuhan agar proses pengerjaannya efisien dan efektif
serta menghasilkan daya tahan yang tinggi; untuk studi rute pelayaran; untuk keperluan
wisata laut; serta menjelaskan proses sedimentasi, erosi pantai, sebaran organisme dan pola
penyebaran limbah pencemar. (Herunadi, 1998).
Klasifikasi jenis arus laut , yaitu :
1. Berdasarkan penyebabnya :
a. Arus Ekman, merupakan arus laut yang dipengaruhi oleh angin.
b. Arus Termohaline, merupakan arus yang dipengaruhi oleh densitas dan gravitasi.
c. Arus Pasang surut, merupakan arus yang dipengaruhi oleh pasang surut.
d. Arus Geostropik, merupakan arus laut yang dipengaruhi oleh gradien tekanan
mendatar dan gaya corolis.
e. Arus Wind Driven Current, merupakan arus yang dipengaruhi oleh pola pergerakan
angina dan terjadi di lapisan permukaan laut.
2. Berdasarkan kedalamannya :
a. Arus Permukaan, merupakan arus yang terjadi pada beberapa ratus meter dari
permukaan, biasanya bergerak secara horizontal dengan dipengaruhi oleh pola
persebaran angin.
b. Arus Dalam, Terjadi jauh di dasar laut, arah pergerakannya tidak dipengaruhi oleh
pergerakan angin, biasanya membawa massa air dari daerah kutub ke daerah
ekuator.

1.7. Pasang Surut


Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di
langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Meskipun massa bulan
jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat,
maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik
matahari. Gaya tarik bulan yang mempengaruhi pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar
daripada gaya tarik matahari.
Elevasi muka air tertinggi (pasang) dan terendah (surut) sangat penting untuk
merencanakan bangunan pantai dan pelabuhan. Sebagai contoh, elevasi puncak bangunan

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 13


PERENCANAAN PELABUHAN

pemecah gelombang, dermaga, dsb. ditentukan oleh elevasi muka air pasang, sementara
kedalaman alur pelayaran/pelabuhan ditentukan oleh muka air surut.
Terdapat empat jenis pasang surut , yaitu :
1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)
Dalam satu hari dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang
hampir samadan pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang
surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang
surut adalah 24 jam 50 menit.
3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal)
Dalam satu hari dua kali air pasang dan dua kali air surut tetapi tinggi dan
periodenya berbeda.
4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal)
Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut,
tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.
Mengingat elevasi muka air laut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan suatu
elevasi yang ditetapkan berdasarkan data pasang surut, yang dapat digunakan sebagai
pedoman di dalam perencanaan suatu pelabuhan. Beberapa elevasi tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Muka air tinggi (high water level, HWL), muka air tertinggi yang dicapai pada
saat air pasang dalam siklus pasang surut.
2. Muka air rendah (low water level, LWL), kedudukan air terendah yang dicapai
pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.
3. Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari muka
air tinggi selama periode 19 tahun.
4. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari muka
air rendah selama periode 19 tahun.
5. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara muka
air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai
referensi untuk elevasi didaratan.
6. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah air tertinggi
pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 14


PERENCANAAN PELABUHAN

7. Muka air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah air terendah
pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.

1.8. Dermaga
Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan
menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menai-turunkan penumpang.
Bentuk dan dimensi dermaga tergantung pada jenis dan ukuran kapal yang bertambat pada
dermaga tersebut. Di belakang dermaga terdapat apron dan fasilitas jalan. Apron adalah
daerah yang terletak antara sisi dermaga dan sisi depan gudang (pada terminal barang umum)
atau container yard (pada terminal peti kemas).

Dermaga dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu wharf, pier, dan jetty. Struktur wharf
dan pier bisa berupa struktur tertutup atau terbuka, sementara jetty pada umumnya berupa
struktur terbuka. Struktur tertutup bisa berupa dinding gravitasi dan dinding turap, sedangkan
struktur terbuka berupa dermaga yang didukung oleh tiang pancang. Dinding gravitasi bisa
berupa blok beton, kaison, sel turap baja atau dinding penahan tanah.
Dermaga tipe wharf, adalah dermaga yang pararel dengan pantai dan biasanya
berimpit dengan garis pantai. Wharf juga dapat berfungsi sebagai sebagai penahan tanah yang
ada di belakangnya. Pier adalah dermaga yang berada pada garis pantai dan posisinya tegak
lurus dengan garis pantai (berbentuk jari). Berbeda dengan wharf yang digunakan untuk
merapat pada satu sisinya, pier bisa digunakan pada satu atau dua sisinya; sehingga dapat
digunakan untuk merapat lebih banyak kapal. Jeti adalah dermaga yang menjorok ke laut,
sehingga sisi depannya berada pada kedalaman yang cukup untuk merapat kapal. Gambar 1.5
berikut memeperlihatkan sketsa ketiga tipe dermaga tersebut.

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 15


PERENCANAAN PELABUHAN

Gambar 1.9 Tipe dermaga: (a) wharf; (b) pier; (c) jetty (Triadmodjo, 2010, Hal. 197)

Ukuran dermaga dan perairan untuk bertambat tergantung pada dimensi kapal terbesar
dan jumlah kapal yang menggunakan dermaga. Ukuran dermaga ialah menyangkut panjang,
lebar, dan elevasi dermaga serta kedalaman dasar kolam dermaga.

1.8.1. Panjang dan lebar dermaga


Pada dermaga tipe wharf, panjang dermaga untuk satu tambatan sama dengan
panjang kapal terbesar yang menggunakan dermaga ditambah masing-masing 10%
panjang kapal di ujung sisi buritan dan haluan kapal. Apabila dermaga digunakan oleh
lebih dari satu tambatan kapal, jarak antara kapal ialah 10% panjang kapal terbesar
yang menggunakana dermaga. Biasanya kapal yang masuk ke pelabuhan terdiri dari
banyak ukuran. Untuk itu, dihitung panjang rata-rata dari kapal yang berlabuh di
pelabuhan lalu digunakan sebagai acuan dalam menghitung panjang dermaga. IMO
(International Maritim Organization) memberikan persamaan untuk menentukan
panjang dermaga sebagai berikut:
Lp  nLoa  (n  1) 10%  Loa (1.1)

dimana:
Lp : panjang dermaga
Loa : panjang kapal yang ditambat
n : jumlah kapal yang ditambat

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 16


PERENCANAAN PELABUHAN

Gambar 1.10 Panjang Dermaga (Triadmodjo, 2010, Hal. 214)

Untuk dermaga dengan fasilitas seperti apron, gudang, dan jalan, panjang ideal dari
dermaganya dapat dilihat pada Gambar 1.11 di bawah ini.

Gambar 1.11 Panjang dermaga yang memiliki fasilitas (Triadmodjo, 2010, Hal. 215)

Dari Gambar 1.11 di atas, dapat dirumuskan beberapa persamaan untuk menghitung
lebar minimum dermaga sesuai dengan ukuran apron, gudang dan jalan sebagai berikut:
d  Lp  2e (1.2)

3A
b (1.3)
(d  2e)
dimana:
A : luas gudang
Lp : panjang kapal yang ditambat/panjang dermaga
b : lebar gudang
a : lebar apron
e : lebar jalan

Lebar minimum dermaga ialah jumlah dari lebar apron, lebar gudang, lebar jalan, lebar
parkir, dan lebar area bebas. Parameter ini tergantung alat bongkar muat yang digunakan,
jumlah jalur crane, maupun ukuran truk. Untuk ukuran-ukuran dari lebar apron dan jalan,
dapat ditentukan berdasarkan Gambar 1.8 di bawah ini.

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 17


PERENCANAAN PELABUHAN

Gambar 1.12 Penentuan lebar apron (Triadmodjo, 2010, Hal.

1.8.2. Kedalaman dasar kolam pelabuhan dan elevasi dermaga


Pada umumnya kedalaman dasar kolam pelabuhan ditetapkan berdasarkan draft
(sarat)maksimum kapal yang bertambat ditambah dengan jarak aman (clearence) sebesar 0,8-
1,0 m terhadap dasar laut . Draft(sarat)kapal ialah tinggi bagian lambung kapal yang berada di
bawah permukaan air. Secara ilustratif, dimensi kedalaman kolam pelabuhan dapat dilihat
pada gambar berikut.

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 18


PERENCANAAN PELABUHAN

Keterangan:
 HWL (High Water
HWL
Level), yaitu muka air
MSL
tertinggi yang dicapai
pada saat pasang.
 MSL (Mean Sea Level),
yaitu muka air rata-rata
antara muka air tinggi
Clearence dan rendah rata-rata

Gambar 1.13 Kedalaman kolam pelabuhan (Soedjono, 2002, Hal. 311)

Elevasi dermaga ditentukan berdasarkan nilai HWL ditambah dengan taraf dermaga
yang ditetapkan antara 0,5-1,5 m, sesuai dengan besar ukuran kapal. Secara matematis,
kedalaman minimum dasar kolam pelabuhan dan elevasi dermaga dapat ditulis sebagai
berikut:
Kedalaman minimum dermaga = ( MSL  HWL)  draft  clearence (1.4)
Elevasi dermaga = HWL  taraf dermaga (1.5)

1.9. Kolam Putar (Turning Basin)


Kolam putar adalah daerah di perairan pelabuhan berbentuk lingkaran yang digunakan
untuk mengubah arah kapal. Radiusminimum kolam putar adalah 1,5 kali panjang kapal total
(Loa) dari kapal terbesar yang masuk ke pelabuhan. Apabila perputaran kapal dilakukan
dengan bantuan jangkar atau menggunakan kapal tunda, luas kolam putar adalah luas
lingkaran dengan jari-jari sama dengan panjang total kapal (Loa).

Luas kolam putar minimum, A =   r 2 (1.6)


dengan r = 1,5Loa untuk kapal yang berputar tanpa bantuan dan r = Loa untuk kapal yang
berputar dengan bantuan jangkar atau kapal tunda.
Kedalaman kolam putar adalah 1,1 kali draft kapal pada muatan penuh di bawah
elevasi muka air rencana. Kedalaman kolam putar ditentukan berdasarkan tipe kapal dan
bobot kapal sesuai dengan Tabel 1.2, untuk bobot yang tidak terdapat di dalam tabel tersebut
maka dapat ditentukan dengan interpolasi linier.

Tabel 1.2 Kedalaman kolam putar

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 19


PERENCANAAN PELABUHAN

Bobot Kedalaman (m) Bobot Kedalaman (m)

Kapal Penumpang (GRT) Kapal Minyak (DWT)


500 3,5 20.000 11,0
1.000 4,0 30.000 12,0
2.000 4,5 40.000 13,0
3.000 5,0 50.000 14,0
5.000 6,0 60.000 15,0
8.000 6,5 70.000 16,0
10.000 7,0 80.000 17,0
15.000 7,5 Kapal Barang Curah (DWT)
20.000 9,0 10.000 9,0
30.000 10,0 15.000 10,0
Kapal Barang (DWT) 20.000 11,0
700 4,5 30.000 12,0
1.000 5,0 40.000 12,5
2.000 5,5 50.000 13,0
3.000 6,5 70.000 15,0
5.000 7,5 90.000 16,0
8.000 9,0 100.000 18,0
10.000 10,0 150.000 20,0
15.000 11,0 Kapal Ferry (GRT)
20.000 11,5 1.000 4,5
30.000 12,0 2.000 5,5
40.000 13,0 3.000 6,0
50.000 14,0 4.000 6,5
Kapal Minyak (DWT) 6.000 7,5
700 4,0 8.000 8,0
1.000 4,5 10.000 8,0
2.000 5,5 13.000 8,0
3.000 6,5 Kapal Peti Kemas (DWT)
5.000 7,5 20.000 12,0
10.000 9,0 30.000 13,0
15.000 10,0 40.000 14,0

(Sumber: Perencanaan Pelabuhan, Triadmodjo, 2010, Hal. 157)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 20


PERENCANAAN PELABUHAN

Gambar 1.14 Kolam putar pada pelabuhan (Triadmodjo, 2010, Hal. 47)

1.10. Alur Pelayaran


Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke kolam
pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang terhadap pengaruh
gelombang dan arus.Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal, kedalaman air di alur
masuk harus cukup besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air terendah dengan
kapal bermuatan penuh. Kedalaman air ini ditentukan oleh berbagai faktor seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar 1.10 berikut ini.

Gambar 1.15 Kedalaman alur pelayaran (Triadmodjo, 2010, Hal. 147)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 21


PERENCANAAN PELABUHAN

Dari gambar di atas, dapat diperoleh persamaan untuk menghitung kedalaman alur
pelayaran, yaitu:
H  d G R P S  K (1.7)
dimana:
d : draft kapal
G : gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat
R : ruang kebebasan bersih
P : ketelitian pengukuran
S : pengendapan sedimen antara dua pengerukan
K : toleransi pengerukan

Khusus untuk squat, yaitu pertambahan draft kapal terhadap muka air yang disebabkan
oleh kecepatan kapal, diperhitungkan berdasarkan dimensi dan kecepatan kapal dan
kedalaman air. Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.11, kecepatan air di sisi kapal akan
naik disebabkan karena gerak kapal. Berdasarkan hukum Bernoulli, permukaan air akan turun
karena kecepatan bertambah. Squat akan tampak jelas di saluran sempit, tetapi juga terjadi di
saluran dengan lebar tak terhingga. Dua faktor yang menentukan besar squat adalah
kedalaman alur pelayaran dan kecepatan kapal. Squat dihitung berdasarkan kecepatan
maksimum yang diijinkan.

Gambar 1.16 Squat(Triadmodjo, 2010, Hal. 149)

Besar squat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini yang
didasarkan pada percobaan di laboratorium oleh Bruun pada tahun 1981.
 Fr 2
z  2, 4 (1.8)
Lpp 2 1  Fr 2

dimana:
Z : squat
∆ : volume air yang dipindahkan (m3)
Lpp : panjang garis air (m)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 22


PERENCANAAN PELABUHAN

Fr : angka froud = v gh (tak berdimensi)


v : kecepatan kapal (m/det)
g : percepatan gravitasi (m/det2)
h : kedalaman air (m)

Untuk lebar alur pelayaran, biasanya diukur pada kaki sisi-sisi miring saluran atau
pada kedalaman yang direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Lebar, kecepatan dan gerakan kapal
2. Jalur kapal (satu atau dua jalur)
3. Kedalaman alur
4. Lebar alur
5. Stabilitas tebing alur
6. Angin, gelombang, arus transversal maupun longitudinal terhadap kapal di dalam alur.
Pada alur dengan satu jalur, dapat ditentukan berdasarkan Gambar 1.13. sedangkan
pada alur dengan dua atau lebih jalur, dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar 1.14.
Cara lain untuk menentukan lebar alur diberikan oleh OCDI (1991), seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 1.3. untuk alur di luar pemecah gelombang, lebar alur harus lebih
besar daripada yang diberikan oleh Tabel 1.3, agar kapal bisa bermanuver dengan aman di
bawah pengaruh gelombang, arus, topografi, dan sebagainya.

Gambar 1.17 Lebar alur dengan 1 jalur (Bruun, P., dalam Triadmodjo, 2010, Hal. 153)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 23


PERENCANAAN PELABUHAN

Gambar 1.18 Lebar alur dengan 2 jalur (Bruun, P., dalam Triadmodjo, 2010, Hal. 153)

Tabel 1.3 Lebar alur menurut OCDI


Panjang Alur Kondisi Pelayaran Lebar
Relatif panjang Kapal sering bersimpangan 2 Loa
Kapal tidak sering bersimpangan 1,5 Loa
Selain alur di atas Kapal sering bersimpangan 1,5 Loa
Kapal tidak sering bersimpangan Loa
(Sumber: Perencanaan Pelabuhan, Triadmodjo, 2010, Hal. 152)

1.11. Perancangan Struktur Dermaga


1.11.1. Perancangan struktur atas (upper structure)
Perancangan struktur atas dermaga adalah perancangan pelat lantai dan balok pada
dermaga yang didasarkan pada beban gravitasi dan beban gempa yang bekerja pada struktur
dermaga. Adapun beban-beban tersebut adalah sebagai berikut:
1. Beban mati, yang terdiri atas berat sendiri struktur dan beban genangan air hujan.
2. Beban hidup, yang terdiri atas beban hidup merata, beban lalu-lintas, beban crane dan
forklift. Untuk beban lalu-lintas, diambil truk dengan roda ganda sebagai kendaraan
rencana.
3. Beban gempa, yang didasarkan pada lokasi perencanaan pelabuhan
Perhitungan kapasitas penulangan pada pelat dan balok dermaga menggunakan
persamaan-persamaan umum untuk menghitung penulangan pelat dan balok pada perencanaan
struktur beton bertulang, sesuai dengan tipe konstruksi yang digunakan yaitu konvensional
atau pracetak/prategang.Penulangan didasarkan pada hasil analisis struktur yang dilakukan
secara manual maupun dengan bantuan software analisis struktur seperti SAP2000. Adapun
persamaan-persamaan dalam menghitung penulangan yang dimaksud ialah sebagai berikut:

1. Perhitungan penulangan pelat dermaga

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 24


PERENCANAAN PELABUHAN

a. Menentukan momen rencana pelat (Mu).


b. Tinggi efektif pelat: d = h - ds - 1/2Øtulangan (1.9)
𝑀𝑢
c. Tahanan momen: k = (1.10)
∅×b×d

d. Rasio penulangan:
1) 1 = 0,85 untuk fc’ ≤ 30 MPa (1.11)
2) 1 = 0,85 – 0,05(fc’ – 30)/ 7 untuk fc’ ≥ 30 MPa (1.12)
0,85×𝑓𝑐′×𝛽 600
3) 𝜌𝑏 = 𝑓𝑦
× 600+𝑓𝑦 (1.13)

4) 𝜌𝑚𝑖𝑛 = 1,4/𝑓𝑦 (1.14)


5) 𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75 × 𝜌𝑏 (1.15)
𝑓𝑦
6) 𝑚 = (1.16)
0,85×𝑓𝑐′

1 2×𝑚 ×𝑘
7) 𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = 𝑚 × (1 − √ 𝑓𝑦
) (1.17)

e. Luas tulangan : As = ρ × b × d (1.18)


f. Jumlah tulangan : n = As/Ast (1.19)
g. Jarak tulangan : s = b/(n-1) (1.20)
h. Kontrol jarak tulangan : Smax = 3 × h (1.21)
i. Tulangan bagi : ASmin = 0,002 × b × h (1.22)
j. Kuat momen terpasang :
𝐴𝑠×𝑓𝑦
1) ɑ = 0,85×𝑓𝑐′×𝑏 (1.23)

2) ∅𝑀𝑛 = ∅𝐴𝑠 × 𝑓𝑦 × (𝑑 − 1/2ɑ) (1.24)

2. Perhitungan penulangan balok


a. Menentukan momen rencana balok (Mu).
b. Tinggi efektif balok : d = h - ds - 1/2Øtulangan (1.25)
𝑀𝑢
c. Tahanan momen : k = ∅ × b × d (1.26)

d. Rasio penulangan :
1) 1 = 0,85 untuk fc’ ≤ 30 MPa (1.27)
2) 1 = 0,85 – 0,05(fc’ – 30)/ 7 untuk fc’ ≥ 30 MPa (1.28)
0,85×𝑓𝑐′×𝛽 600
3) 𝜌𝑏 = × 600+𝑓𝑦 (1.29)
𝑓𝑦

4) 𝜌𝑚𝑖𝑛 = 1,4/𝑓𝑦 (1.30)


5) 𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75 × 𝜌𝑏 (1.31)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 25


PERENCANAAN PELABUHAN

𝑓𝑦
6) 𝑚 = 0,85×𝑓𝑐′ (1.32)

1 2×𝑚 ×𝑘
7) 𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = × (1 − √ ) (1.33)
𝑚 𝑓𝑦

e. Luas tulangan : As = ρ × b × d (1.34)


f. Kontrol jarak antar tulangan pokok
𝑏𝑤 −(2×𝑑𝑠 )−(2×𝑑𝑖𝑎.𝑡𝑢𝑙.𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟)−(𝑛×𝑑𝑖𝑎.𝑡𝑢𝑙.𝑝𝑜𝑘𝑜𝑘)
𝑆𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 = (1.35)
𝑛 𝑡𝑢𝑙.𝑝𝑜𝑘𝑜𝑘−1

g. Kuat momen nominal balok :


𝐴𝑠×𝑓𝑦
ɑ= (1.36)
0,85×𝑓𝑐′×𝑏

∅𝑀𝑛 = ∅𝐴𝑠 × 𝑓𝑦 × (𝑑 − 1/2ɑ) (1.37)


h. Cek AS minimum :
𝑏𝑤𝑑
𝐴𝑠𝑚𝑖𝑛 = × √𝑓𝑐′ (1.38)
4𝑓𝑦
1,4
𝐴𝑠𝑚𝑖𝑛 = 𝑓𝑦
𝑏𝑤𝑑 (1.39)

i. Cek rasio tulangan : ρ = As / bwd (1.40)


j. Tulangan geser:
𝑉𝑒
1) Gaya geser : 𝑉𝑠 = − 𝑉𝑐 dengan ϕ = 0,75 (1.41)

2
2) Gaya geser maksimum : 𝑉𝑠𝑚𝑎𝑥 = 3 𝑏𝑤𝑑√𝑓𝑐′ (1.42)
𝐴𝑣 𝑓𝑦𝑏
3) Jarak tulangan geser : 𝑠 = 𝑉𝑠
(1.43)

Keterangan:
h : tebal pelat atau balok (mm)
b : lebar pelat atau balok (mm)
Ø : diameter tulangan (mm)
f ‘c : mutu beton (MPa)
fy : mutu baja tulangan (MPa)
Av : luas tulangan geser (mm2)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 26


PERENCANAAN PELABUHAN

1.11.2. Perancangan struktur bawah (sub structure)


Struktur bawah ialah menyangkut konstruksi dasar dari dermaga. Pemilihan konstruksi
dasar dermaga disesuaikan dengan data hasil penyelidikan tanah yang menunjukkan sifat-sifat
tanah di dasar dermaga. Khusus dalam tugas besar ini, konstruksi dasar dermaga yang
digunakan ialah tiang pancang. Jenis tiang pancang yang digunakan bisa berbahan beton
bertulang maupun tiang baja.
Daya dukung tiang pancang ditentukan berdasarkan kapasitas ujung tiang dan kulit
tiang, yang dihitung sesuai dengan persamaan-persamaan untuk menghitung daya dukung
tiang pancang sebagai berikut:
1. Daya dukung ujung tiang pancang, Qp = P ×Ap (1.44)
dimana P ialah nilai konis tanah dan Ap ialah luas penampang ujung tiang pancang sesuai
dengan dimensi tiang pancang yang direncanakan.
2. Daya dukung kulit tiang pancang, Qs = C ×As×L (1.45)
Dimana C ialah nilai cleef (tahanan gesek tanah) dan As ialah keliling tiang pancang
sesuai dimensi tiang pancang yang digunakan dengan kedalaman pemancangan L.
3. Daya dukung total tiang pancang, Qultimate = Qp+ Qs (1.46)
Daya dukung tiang pancang harus dikontrol terhadap angka keamanan Fs, yang
dihitung dengan persamaan:
Qultimate
Fs  (1.47)
Qa
dengan Qa adalah beban maksimum yang dapat dipikul oleh tiang pancang yang tidak boleh
melebihi:
Qa  V  W (1.48)
dimana V adalah beban luar kumulatif yang bekerja pada tiang dalam arah vertikal, dan W
adalah berat sendiri tiang sesuai jenis dan tipe tiang pancang yang digunakan.

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 27


PERENCANAAN PELABUHAN

1.12. Fender dan Alat Penambat


Kapal yang merapat ke dermaga masih memiliki kecepatan baik yang digerakkan oleh
mesinnya sendir maupun oleh kapal tunda. Pada waktu kapal merapat, akan terjadi benturan
antara kapal dengan dermaga. Untuk menghindari kerusakan pada kapal dan dermaga karena
benturan tersebut, maka di depan dermaga diberi bantalan yang berfungsi sebagai peredam
energi benturan. Bantalan ini disebut sebagai fender.
Pada waktu kapal melakukan bongkar muat barang atau selama menunggu di perairan
pelabuhan, kapal harus berada pada tempatnya dengan tenang. Oleh karena itu kapal harus
diikat pada alat penambat. Pengaruh arus maupun angin pada kapal, dapat menyebabkan gaya
tarik pada alat penambat, sehingga alat penambat harus direncanakan terhadap gaya tersebut.

1.12.1. Fender
Sesuai dengan fungsinya, fenderyang ditempatkan di depan dermaga akan menyerap
energi benturan antara kapal dan dermaga sehingga tidak menimbulkan kerusakan baik pada
kapal maupun pada dermaga. Besar energi yang dapat ditahan oleh fender tergantung pada
tipe fender yang digunakan, sesuai dengan defleksi maksimumnya. Fender harus dipasang di
sepanjang dermaga, dengan jarak sedemikian rupa agar dapat mengenai kapal. Fender juga
harus dibuat agak tinggi pada sisi depan dermaga dikarenakan kapal yang bersandar di
dermaga memiliki ukuran yang berbeda-beda.
Ketika kapal membentur fender, fender tersebut akan mengalami defleksi
(pemampatan). Dengan proses defleksi ini, fender menyerap energi benturan kapal dan
meneruskannya ke struktur dermaga. Gambar 1.15 di bawah memperlihatkan defleksi fender
karet tipe V, yaitu kondisi sebelum benturan (defleksi 0%), lalu defleksi 20% dan defleksi
45%. Dalam perencanaan fender, biasanya ditetapkan defleksi maksimum yang diijinkan
adalah sebesar 45%

Gambar 1.19 Defleksi fender karet tipe V akibat benturan kapal (Triadmodjo, 2010, Hal.
260)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 28


PERENCANAAN PELABUHAN

Gambar 1.20 Fender kayu (Triadmodjo, 2010, Hal. 262)

Beberapa tipe fenderyang sering digunakan dalam konstruksi dermaga adalah


fenderkayu, fender karet, dan fender gravitasi. Namun seiring dengan meningkatnya harga
kayu dan masalah lingkungan yang muncul akibat penebangan pohon, fenderkayu mulai
ditinggalkan dan digantikan dengan fender karet.

Gambar 1.21 Fender karet tipe A PT. Kemenangan Jakarta (Triadmodjo, 2010, Hal. 264)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 29


PERENCANAAN PELABUHAN

Tabel 1.4 Gaya reaksi dan energi fender tipe A per panjang satu meter dan pada
defleksi 45%

(Sumber: Perencanaan Pelabuhan, Triadmodjo, 2010, Hal. 265)

Gambar 1.22 Fender karet tipe V (Triadmodjo, 2010, Hal. 266)


Tabel 1.5 Gaya reaksi dan energi diserap per meter panjang dan defleksi 45% dari fender tipe
V (PT Kemenangan)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 30


PERENCANAAN PELABUHAN

(Sumber: Perencanaan Pelabuhan, Triadmodjo, 2010, Hal. 268)

Gambar 1.23 Fender karet tipe V Seibu (Triadmodjo, 2010, Hal. 268)

Gambar 1.24 Fender karet tipe V Seibu (Triadmodjo, 2010, Hal. 269)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 31


PERENCANAAN PELABUHAN

Tabel 1.6 Kapasitas Fender karet Seibu tipe V

(Sumber: Perencanaan Pelabuhan, Triadmodjo, 2010, Hal. 269)

Gambar 1.24 Fender karet tipe silinder (Triadmodjo, 2010, Hal. 270)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 32


PERENCANAAN PELABUHAN

Tabel 1.6 Dimensi dan kapasitas Fender karet tipe silinder

(Sumber: Perencanaan Pelabuhan, Triadmodjo, 2010, Hal. 271)

Gambar 1.25 Fender karet tipe silinder (Triadmodjo, 2010, Hal. 272)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 33


PERENCANAAN PELABUHAN

Tabel 1.6 Kapasitas Fender karet tipe cell

(Sumber: Perencanaan Pelabuhan, Triadmodjo, 2010, Hal. 273)

Gambar 1.26 Fender tipe pneumatic

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 34


PERENCANAAN PELABUHAN

Tabel 1.7 Dimensi dan kapasitas Fender karet tipe cell

(Sumber: http://www.evergreen-maritime.com/products/floating-pneumatic-rubber-fenders-
en74.html)
Perencanaan sistem fender didasarkan pada hukum kekekalan energi. Energi benturan
kapal dengan dermaga sebagian diserap oleh sistem fender sedangkan sisanya diserap oleh
struktur dermaga. Struktue dermaga yang sangat kaku dianggap tidakmenyerap energi
benturan, sehingga enrgi benturan ini ditahan oleh sistem fender. Berikut ini adalah prosedur
dalam perencanaan fender.
1. Menentukan besar energi benturan kapal, yang didasarkan pada kapal terbesar yang
merapat di dermaga.
2. Menentukan energi yang dapat diserap oleh dermaga. Energi tersebut sama dengan
setengah gaya reaksi fender (F) dikalikan defleksinya (d).
3. Energi yang akan diserap oleh fender adalah energi yang ditimbulkan oleh benturan kapal
dikurangi energi yang diserap dermaga.
4. Memilih fender yang mampu menyerap energi yang sudah dihitung di atas berdasarkan
karateristik fender yang dikeluarkan oleh pabrik pembuatnya.
Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
1
E Fd (1.49)
2
1W 2
dengan E  v (1.50)
2 g
subtitusi Pers. 1.49 ke Pers. 1.50, maka diperoleh:

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 35


PERENCANAAN PELABUHAN

W 2
F v (1.51)
gd
Keterangan:
F : gaya benturan yang diserap oleh sistem fender
d : defleksi fender
v : komponen kecepatan dalam arah tegak lurus sisi dermaga (Gambar 1.18)
W : bobot kapal bermuatan penuh

Gambar 1.27 Ilustrasi benturan kapal pada dermaga dengan anggapan sudut merapat 10O
(Triadmodjo, 2010, Hal. 276)

Penempatan fender pada sisi depan dermaga harus dapat melindungi dan menyerap
energi benturan dari semua jenis dan ukuran kapal untuk berbagai elevasi muka air laut. Oleh
karena itu, jarak penempatan antar fender harus ditentukan agar dapat mengenai kapal.
Persamaan berikut ini dapat digunakan untuk menentukan jarak maksimum (L)antara fender.

L  2 r 2   r  h
2
(1.52)

dimana r = jari-jari kelengkungan sisi haluan kapal dan h = tinggi fender. Apabila data jari-
jari kelengkungan sisi haluan kapal tidak diketahui, maka persamaan berikut dapat digunakan.
Untuk kapal barang dengan bobot 500-50.000 DWT:
log r = - 1,055 + 0,650 log (DWT) (1.53)
Untuk kapal tanker dengan bobot 5.000-200.000 DWT
log r = - 0,113 + 0,440 log (DWT) (1.54)

Gambar 1.28 Penempatan fender (Triadmodjo, 2010, Hal. 279)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 36


PERENCANAAN PELABUHAN

Overseas Coastal Area Development Institute of Japan (OCDI) memberikan jarak


interval antara fender sebagai fungsi kedalaman air seperti yang diberikan dalam tabel berikut.
Tabel 1.8 Jarak antara fender menurut OCDI
Kedalaman air (m) Jarak antara fender (m)
4–6 4–7
6–8 7 – 10
8 – 10 10 – 15
(Sumber: Perencanaan Pelabuhan, Triadmodjo, 2010, Hal. 279)

1.12.2. Alat penambat


Kapal-kapal yang berlabuh ditambatkan ke dermaga dengan mengikatkan tali-tali
penambat ke bagian haluan, buritan dan badan kapal. Gambar 1.20 di bawah ini
memperlihatkan metode pengikatan kapal ke dermaga. Tali-tali penambat tersebut diikatkan
pada alat penambat yang dikenal dengan bitt yang dipasang di sepanjang sisi dermaga. Bitt
dengan ukuran yang lebih besar disebut dengan bollard (corner mooring post) yang
diletakkan pada kedua ujung dermaga atau di tempat yang agak jauh dari sisi muka dermaga.

Gambar 1.29 Metode pengikatan kapal ke dermaga (Triadmodjo, 2010, Hal. 282)

Bitt digunakan untuk mengikat kapal pada kondisi cuaca normal. Sedangkan bollard
selain untuk mengikat pada kondisi normal dan pada kondisi badai, juga dapat digunakan
untuk mengarahkan kapal merapat ke dermaga. Alat penambat ini ditanam pada dermaga
dengan menggunakan baut yang dipasang melalui pipa yang ditempatkan di dalam beton.
Dengan cara tersebut memungkinkan mengganti baut jika rusak. Supaya tidak mengganggu
kelancaran kegiatan di dermaga (bongkar muat barang) maka tinggi bolder dibuat tidak boleh
lebih dari 50 cm di atas lantai dermaga.

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 37


PERENCANAAN PELABUHAN

Gambar 1.30 Bitt dan bollard (Triadmodjo, 2010, Hal. 283)

Untuk penempatan bitt sendiri sesuai ukuran kapal dapat dilihat pada Tabel 1.9 berikut ini.

Tabel 1.9 Penempatan bitt


Ukuran kapal (GRT) Jarak maksimum bitt (m) Jumlah minimum bitt
~ 2.000 10-15 4
2.001 – 5.000 20 6
5.001 – 20.000 25 6
20.001 – 50.000 35 8
50.001 – 100.000 45 8
(Sumber: Perencanaan Pelabuhan, Triadmodjo, 2010, Hal. 284)

Tabel 1.10 Karakteristik single bitt bpllard dan capacity (tonnes)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 38


PERENCANAAN PELABUHAN

(Sumber : (https%3A//www.google.com&tiba=Dock%20Bollard%20Supplier%2
C%20China%20Marine%20Bollard%20Manufacturer%20-%20Hi-Sea%20Marine" />)

Tabel 1.11 Gaya bollard dan jarak antar bollard

(Sumber : Perencanaan Pelabuhan, Bambang Triatmodjo, 2010, hal. 279)

Gambar 1.31 : Bolllar kindey type dock bollard

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 39


PERENCANAAN PELABUHAN

Tabel 1.12 Dimensions (mm) Standard bollard capacity (metric tonnes)

1.13. Gaya-gaya yang Bekerja pada Dermaga


Gaya-gaya yang bekerja pada dermaga dapat dibedakan menjadi gaya vertikal dan
horizontal. Gaya vertikal meliputi berat sendiri struktur dermaga, beban hidup, beban
peralatan bongkar muat (crane), dan lain sebagainya. Gaya horizontal dapat dibedakan
menjadi gaya benturan kapal ketika kapal merapat ke dermaga atau gaya sandar (berthing
forces) dan gaya tambat (mooring forces), yaitu gaya yang ditimbulkan ketika kapal bertambat
di dermaga yang disebabkan oleh angin, arus, dan gelombang.

1.13.1. Gaya sandar (berthing forces)


Pada waktu merapat ke dermaga, kapal masih mempunyai kecepatan sehingga akan
terjadi benturan antara kapal dan dermaga. Gaya yang ditimbulkan oleh benturan inilah yang
disebut sebagai gaya sandar (berthing forces). Dalam perencanaan dianggap bahwa benturan
maksimum terjadi apabila kapal bermuatan penuh menghantam dermaga pada sudut 10o
terhadap sisi depan dermaga. Besar energi benturan tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut ini.
Wv 2
E CmCeCsCc (1.55)
2g
dimana:
E : energi benturan (ton.meter)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 40


PERENCANAAN PELABUHAN

v : kecepatan kapal saat membentur dermaga dalam arah tegak lurus dermaga sesuai
Gambar 1.18 (m/d)
W : berat kapal (ton)
g : percepatan gravitasi (m/d2)
Cm : koefisien massa
Ce : koefisien eksentrisitas
Cs : koefisien kekerasan (diambil = 1)
Cc : koefisien bentuk dari tambatan (diambil = 1)

Kecepatan merapat kapal merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan
dermaga dan sistem fender. Secara umum, kecepatan merapat kapal diberikan dalam Tabel 1.5
berikut ini

Tabel 1.13 Kecepatan merapat kapal


Kecepatan merapat (m/d)
Ukuran kapal (DWT)
Pelabuhan Laut terbuka
≤ 500 0,25 0,30
500 – 10.000 0,15 0,20
10.000 – 30.000 0,15 0,15
> 30.000 0,12 0,15
(Sumber: Perencanaan Pelabuhan, Triadmodjo, 2010, Hal. 219)

Sedangkan koefisien massa tergantung pada gerakan air di sekeliling kapal, yang dapat
dihitung dengan persamaan berikut ini:
 d
Cm  1  (1.56)
2Cb B
dimana:
W
Cb  (1.57)
Lpp Bd  o

dengan:
Cb : koefisien blok kapal
d : draft kapal (m)
B : lebar kapal (m)
Lpp : panjang garis air (m)
γo : berat jenis air (t/m3)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 41


PERENCANAAN PELABUHAN

Koefisien eksentrisitas adalah perbandingan antara energi sisa dan energi kinetik kapal
yang merapat, yang dihitung dengan persamaan berikut ini.
1
Ce  (1.58)
1  (l r ) 2
dimana l adalah jarak sepanjang permukaan air dermaga dari pusat kapal sampai titik sandar
kapal seperti pada Gambar 1.22, dan r adalah jari-jari putaran di sekeliling pusat berat kapal
pada permukaan air, sesuai dengan Gambar 1.23.

Gambar 1.29 Jarak pusat berat kapal sampai titik sandar kapal (Triadmodjo, 2010, Hal. 221)

Gambar 1.30 Grafik penentuan jari-jari putaran di sekeliling pusat berat kapal (Triadmodjo,
2010, Hal. 221)

Lpp atau panjang garis air dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini:
Lpp  0,846L1,0193
oa (untuk kapal barang); dan (1.59)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 42


PERENCANAAN PELABUHAN

Lpp  0,852L1,0201
oa (untuk kapal tanker); dan (1.60)

dimana Loa adalah panjang total kapal diukur dari ujung haluan sampai dengan buritan kapal,
sesuai dengan karateristik kapal (Tabel 1.1).

1.13.2. Gaya tambat (mooring forces)


Kapal yang ditambatkan di dermaga akan mengalami gaya tarik yang diakibatkan oleh
angin dan arus. Angin yang berhembus ke badan kapal yang ditambatkan akan menyebabkan
gerakan kapal yang bisa menimbulkan gaya pada dermaga. Apabila arah angin menuju ke
dermaga, maka gaya tersebut berupa gaya benturan ke dermaga. Sedangkan jika arahnya
meninggalkan dermaga, akan menyebabkan gaya tarikan kapal pada alat penambat. Besar
gaya angin tergantung pada arah dan kecepatan hembus angin, dan dapat dihitung dengan
rumus berikut ini:
1. Gaya longitudinal apabila angin datang dari arah haluan (α = 0°)
Rw  0, 42 Pa Aw (1.61)
2. Gaya longitudinal apabila angin datang dari arah buritan (α = 180°)
Rw  0,50Pa Aw (1.62)
3. Gaya lateral apabila angin datang dari arah lebar (α = 90°)
Rw  1,1Pa Aw (1.63)
dimana:
Rw : gaya akibat angin (kg)
Pa : tekanan angin (kg/m2) = 0,63v2 (1.64)
v : kecepatan angin (m/d)
Aw : proyeksi bidang yang tertiup angin (m2)

Seperti halnya angin, arus yang bekerja pada bagian kapal yang terendam air juga akan
menyebabkan terjadinya gaya pada kapal yang kemudian diteruskan pada alat penambat dan
dermaga. Besar gaya yang ditimbulkan oleh arus diberikan oleh persamaan berikut ini.
v 2 
Ra  CC   w  Ac   c  (1.65)
 2g 
dengan:
R : gaya akibat arus (kg)
Ac : luas tampang kapal yang terendam air (m2)
γw : rapat massa air laut (1.025 kg/m3)
Vc : kecepatan arus (m/d)

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 43


PERENCANAAN PELABUHAN

CC : koefisien tekanan arus

Nilai CC adalah faktor untuk menghitung gaya lateral dan memanjang, tergantung pada
bentuk kapal dan kedalaman air di depan tambatan yang diberikan sebagai berikut.
1. Di air dalam, nilai CC = 1,0 s/d 1,5
2. Draft kapal = 2,0; CC = 2,0
3. Draft kapal = 1,5; CC = 3,0
4. Draft kapal = 1,1; CC = 5,0
5. Draft kapal = 1,0; CC = 6,0
Faktor untuk menghitung gaya arus memanjang (longitudinal) bervariasi dari 0,2 untuk
laut dalam dan 0,6 untuk perbandingan kedalaman air dan draft kapal mendekati 1.

1.14. Urutan Kegiatan dalam Perencanaan Pelabuhan


Dalam tugas besar perencanaan pelabuhan ini, setiap kegiatan yang dilakukan harus
diurutkan satu per satu secara sistematis agar memenuhi kaidah ilmiah dalam perancangan.
Adapun data yang digunakan ialah data yang diperoleh langsung (data primer), dan data yang
diperoleh dari sumber lain (data sekunder), yaitu:
1. Data primer ialah data yang diperoleh langsung, dalam hal ini adalah data yang tercantum
di dalam soal. Data tersebut meliputi:
a. Jumlah kapal yang merapat ke dermaga
b. Tipe kapal (menentukan jenis pelabuhan)
c. Groos tonnage kapal (diambil yang terbesar)
d. Kecepatan merapat/sandar kapal
e. Data pasang surut (HWL, LWL, dan MSL)
f. Elevasi dasar laut
g. Data tanah
h. Kecepatan arus tegak lurus pantai
i. Tekanan angin tegak lurus pantai
j. Beban truk, gempa, crane up, forklift.
k. Beban hidup di dermaga
l. Tipe dermaga (wharf, pier, atau jetty) dan konstruksi dasar dermaga
m. Lebar apron

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 44


PERENCANAAN PELABUHAN

2. Data sekunder, ialah data menyangkut dimensi kapal (panjang, lebar, draft), kedalaman
kolam pelabuhan, dimensi tiang pancang, dimensi bitt dan bollard, jarak antara fender
dan bitt/bollard, yang diperoleh di buku ataupun referensi lainnya.
Adapun urutan kegiatan dalam perencanaan pelabuhan dapat dilihat pada bagan alir di
halaman berikutnya.

Gambar 1.25 Diagram alir perencanaan pelabuhan

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 45


PERENCANAAN PELABUHAN

DATA
PERENCANAAN

DATA DATA
PRIMER SEKUNDER

 Jumlah kapal yang merapat 2 buah


 Tipe Kapal Penumpang
 Gross Tonnage 15000 Ton
 Kecepatan Merapat Sandar Kapal 0,20
m/det
 Titik Sentuh Kapal ¼ L
Gambar
Tinggi 1.26
Pasang Surutdata
Uraian (dari HWL ke
perencanaan
LWL) 2,00m
 Muka Air Rerata (MSL) 0,00 m
 Elevasi Dasar Laut Pada Jarak 15 m
yaitu-9 m
 Jenis Tanah Pada Dasar Laut adalah
Clay (Sompressible Soil) dengan nilai
SPT<20 digunakan Konstruksi Dasar
Dermaga Tipe Tiang Pancang
 Data hasil Sondir diperoleh :
P=Nilai Konis tanah diambil 45 kg/cm2

Pada kedalaman tanah 25 m


 Kecepatan Arus Tegak Lurus Pantai
0,25 Knots
 Beban Angin Tegak Lurus Pantai
42 kg/m2
 Data Gelombang :
Tinggi Gel. 0,47 m
Kecepatan Gel 0,20 m/det
 Koefisien Gempa 0,15
 Beban Hidup Merata di atas dermaga
110 kg/m2
 Beban Truk 9 Ton
 Beban Crane Kup + Forklift 17 Ton
 Lebran Apron 24m

AISYAH PUTRI WIDOWATI / F 111 17 027 46

Anda mungkin juga menyukai