BAB 1
LANDASAN TEORI
tradisional yang merupakan sebagai dari usaha angkutan di perairan. Pelayaran ini
menggunakan kapal-kapal kecil. Wilayah oprasinya adalah di seluruh perairan Indonesia
Sehubungan dengan jenis pelayaran niaga tersebut, maka pelabuhan sebagai prasarana
angkutan laut juga disesuaikan. Ditinjau dari fungsinnya dalam perdagangan nasional dan
internasional pelabuhan dibedakan menjadi dua macam yaitu pelabuhan laut dan pelabuhan
pantai. Pelabuhan laut bebas dimasuki oleh kapal-kapal asing. Pelabuhan ini banyak
dikunjungi oleh kapal-kapal samudra dengan ukuran yang besar. Pelabuhan laut juga sering
disebut dengan pelabuhan samudra. Pelabuhan pantai hanya digunakan untuk perdagangan
dalam negeri. Sehingga tidak bebas disinggahi oleh kapal.kapal asing kecuali dengan ijin
2. Pelabuhan buatan (Artifical Harbour), adalah suatu daerah perairan yang dibuat manusia
sedemikian rupa, sehingga terlindung terhadap ombak/badai/arus, sehinga memungkinkan
kapal-kapal dapat merapat.
3. Pelabuhan semi alam (Semi Natural Harbour), adalah merupakan campuran dari kedua
type di atas.
Contoh : Palembang.
1. Pelabuhan yang diusahakan, ialah pelabuhan dalam pembinaan Pemerintah yang sesuai
dengan kondisi, kemampuan dan pengembangan potensinya, diusahakan menurut azas
hukuman perusahaan.
2. Pelabuhan yang tidak diusahakan, ialah pelabuhan dalam pembinaan pemerintah yang
sesuai dengan kondisi kemampuan dan pengembangan potensinya masih menonjol sifat
“Overheid Zong”.
3. Pelabuhan Otonom, ialah pelabuhan yang diserahkan wewenangnya untuk mengatur diri
sendiri.
1. Pelabuhan Umum
Pelabuhan umum diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat umum,
dimana penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah dan pelaksanaannya dapat
dilimpahkan kepada badan usaha milik negara yang didirikan untuk maksud tersebut.
2. Pelabuhan Khusus
Pelabuhan khusus diselenggarakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan
tertentu, dan pelabuhan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan umum.
1. Pelabuhan laut, ialah pelabuhan yang terbuka untuk jenis perdagangan dalam dan luar
negeri yang menganut undang-undang pelayaran Indonesia.
2. Pelabuhan Pantai, ialah pelabuhan yang terbuka bagi jenis perdagangan dalam negeri.
1. Pelabuhan Utama (Mayor Port), yaitu merupakan pelabuhan yang melayani kapal-kapal
besar dan merupakan pelabuhan pengumpul / pembagi muatan.
2. Pelabuhan Cabang (Feeder Port), merupakan pelabuhan yang melayani kapal-kapal kecil
yang mendukung pelabuhan utama.
1. Pelabuhan Ikan
Pada umumnya pelabuhan ini tidak memerlukan kedalaman air yang besar karena kapal-
kapal motor yang digunakan untuk menangkap ikan tidak besar
2. Pelabuhan Minyak
Pelabuahn minyak biasanya tidak memerlukan dermaga atau pangkalan yang harus dapat
menahan muatan vertikal yang besar, melainkan cukup membuat jembatan perancah atau
tambahan yang dibuat menjorok kelaut untuk mendapatkan kedalaman air yang cukup
besar. Untuk keamanan pelabuahn minyak harus diletakkan agak jauh dari keperluan
umum.
3. Pelabuhan Barang
Pelabuhan ini mempunyai dermaga yang dilengkapi fasilitas untuk bongkar muat
barang. Pelabuhan ini dapat berada dipantai atau estuari dari sungai besar. Daerah
pelabuhan harus cukup tenang sehingga memudahkan untuk bongkar muat barang.
4. Pelabuhan Penumpang
Pelabuhan penumpang tidak banyak berbeda dengan pelabuhan barang dimana pelabuhan
penumpang yaitu untuk melayani segala kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan
orang yang akan bepergian.
5. Pelabuhan Campuran
Pada umumnya pencampuran pemakaian ini terbatas untuk penumpang dan barang,
sedangkan untuk keperluan minyak dan ikan biasanya tetap berpisah.
6.Pelabuhan Militer
Pelabuhan ini mempunyai daerah perairan yang cukup luas untuk memungkinkan gerakan
cepat kapal-kapal perang dan agar bangunan cukup terpisah.
Fungsi Pelabuhan adalah tempat pelayanan berbagai aktivitas dari kawasan air ke
darat maupun dari kawasan darat ke air, seperti transfer penumpang/barang, perbaikan kapal,
pengisian bbm, dan lain sebagainya.
mencukupi fasilitas gudang, lapangan penumpukan, perkantoran, jalan dan fasilitas di darat
lainnya.Dimensi berbagai fasilitas pelabuhan tersebut tergantung karakteristik kapal.Sebagai
contoh kedalaman dan lebar alur pelayaran tergantung pada kapal terbesar yang menggunakan
pelabuhan. Panjang dermaga ditentukan berdasarkan panjang kapal rerata yang berlabuh
dipelabuhan .
Port and Harbour Bureau of Minitry of Transport, Japan (Thomresen, CA., 2003)
memberikan persamaan untuk menghitung beberapa karakterisitik kapal seperti diberikan
pada Tabel 1.1. tabel tersebut menunjukkan hubungan antara berat kapal total (Displacement
Tonnage, DT), luas bidang kapal lateral, luas bidang muka kapal, luas permukaan di bawah
muka air, berat kapal kosong dengan pemberat (displacement ballast loaded), draft kapal
kosong dengan pemberat (draft ballast loaded)untuk kapal barang umum, kapal tanker dan
kapal barang curah padat.
Radius min kapal berputar = ± 2 panjang kapal, untuk kapal yang membawa
barang-barang khusus butuh tambahan 30-35 Acre untuk berputarnya kapal. Untuk
meminimalkan gaya gelombang dalam pelabuhan, gerbang pelabuhan harus sesempit
mungkin, tetapi tetap memenuhi syarat keselamatan, navigasi tercepat, dan tidak
menimbulkan arus yang disebabkan pasut berlebihan. Arus lebih dari4-5 ft/sec
mempengaruhi navigasi, menyebabkan gesekan pada pemecah gelombang. Kebutuhan
lebar pintu masuk pelabuhan dipengaruhi oleh ukuran pelabuhan dan kapal yg
digunakan. Sesuai aturan yang berlaku, lebar pintu pelabuhan ± panjang kapal terbesar
yang digunakan.
1.5. Batimetri
Batimetri adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang
tiga dimensi lantai samudra atau danau. Batimetri juga didefinisikan sebagai gambaran relief
dasar laut, perbedaan kenampakan atau ciri-ciri dasar laut dan mempunyai arti penting dalam
penelitian karena dengan mengetahui roman muka bumi akan memudahkan mengetahui
kondisi morfologi suatu daerah (Nontji,1987).
Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-
garis kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contours atau isobath),
dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan. Batimetri
menghubungkan tempat-tempat dengan kedalaman sama di bawah permukaan air.
Peta batimetri dalam aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam bidang teknik sipil
dan kelautan antara lain penentuan jalur pelayaran yang aman, perencanaan bangunan
pinggir pantai dan lepas pantai, pendeteksian adanya potensi bencana tsunami di suatu
wilayah, dan pertambangan minyak lepas pantai.
1.6. Arus
Arus laut merupakan gerakan massa air laut dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Gerakan ini bisa mendatar atau horizontal yang berupa arus permukaan atau arus dasar, juga
dapat pula merupakan gerakan massa air secara vertikal dari lapisan air bagian bawah ke
lapisan atas atau sebaliknya.
pemecah gelombang, dermaga, dsb. ditentukan oleh elevasi muka air pasang, sementara
kedalaman alur pelayaran/pelabuhan ditentukan oleh muka air surut.
Terdapat empat jenis pasang surut , yaitu :
1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)
Dalam satu hari dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang
hampir samadan pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang
surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang
surut adalah 24 jam 50 menit.
3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal)
Dalam satu hari dua kali air pasang dan dua kali air surut tetapi tinggi dan
periodenya berbeda.
4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal)
Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut,
tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.
Mengingat elevasi muka air laut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan suatu
elevasi yang ditetapkan berdasarkan data pasang surut, yang dapat digunakan sebagai
pedoman di dalam perencanaan suatu pelabuhan. Beberapa elevasi tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Muka air tinggi (high water level, HWL), muka air tertinggi yang dicapai pada
saat air pasang dalam siklus pasang surut.
2. Muka air rendah (low water level, LWL), kedudukan air terendah yang dicapai
pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.
3. Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari muka
air tinggi selama periode 19 tahun.
4. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari muka
air rendah selama periode 19 tahun.
5. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara muka
air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai
referensi untuk elevasi didaratan.
6. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah air tertinggi
pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
7. Muka air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah air terendah
pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
1.8. Dermaga
Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan
menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menai-turunkan penumpang.
Bentuk dan dimensi dermaga tergantung pada jenis dan ukuran kapal yang bertambat pada
dermaga tersebut. Di belakang dermaga terdapat apron dan fasilitas jalan. Apron adalah
daerah yang terletak antara sisi dermaga dan sisi depan gudang (pada terminal barang umum)
atau container yard (pada terminal peti kemas).
Dermaga dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu wharf, pier, dan jetty. Struktur wharf
dan pier bisa berupa struktur tertutup atau terbuka, sementara jetty pada umumnya berupa
struktur terbuka. Struktur tertutup bisa berupa dinding gravitasi dan dinding turap, sedangkan
struktur terbuka berupa dermaga yang didukung oleh tiang pancang. Dinding gravitasi bisa
berupa blok beton, kaison, sel turap baja atau dinding penahan tanah.
Dermaga tipe wharf, adalah dermaga yang pararel dengan pantai dan biasanya
berimpit dengan garis pantai. Wharf juga dapat berfungsi sebagai sebagai penahan tanah yang
ada di belakangnya. Pier adalah dermaga yang berada pada garis pantai dan posisinya tegak
lurus dengan garis pantai (berbentuk jari). Berbeda dengan wharf yang digunakan untuk
merapat pada satu sisinya, pier bisa digunakan pada satu atau dua sisinya; sehingga dapat
digunakan untuk merapat lebih banyak kapal. Jeti adalah dermaga yang menjorok ke laut,
sehingga sisi depannya berada pada kedalaman yang cukup untuk merapat kapal. Gambar 1.5
berikut memeperlihatkan sketsa ketiga tipe dermaga tersebut.
Gambar 1.9 Tipe dermaga: (a) wharf; (b) pier; (c) jetty (Triadmodjo, 2010, Hal. 197)
Ukuran dermaga dan perairan untuk bertambat tergantung pada dimensi kapal terbesar
dan jumlah kapal yang menggunakan dermaga. Ukuran dermaga ialah menyangkut panjang,
lebar, dan elevasi dermaga serta kedalaman dasar kolam dermaga.
dimana:
Lp : panjang dermaga
Loa : panjang kapal yang ditambat
n : jumlah kapal yang ditambat
Untuk dermaga dengan fasilitas seperti apron, gudang, dan jalan, panjang ideal dari
dermaganya dapat dilihat pada Gambar 1.11 di bawah ini.
Gambar 1.11 Panjang dermaga yang memiliki fasilitas (Triadmodjo, 2010, Hal. 215)
Dari Gambar 1.11 di atas, dapat dirumuskan beberapa persamaan untuk menghitung
lebar minimum dermaga sesuai dengan ukuran apron, gudang dan jalan sebagai berikut:
d Lp 2e (1.2)
3A
b (1.3)
(d 2e)
dimana:
A : luas gudang
Lp : panjang kapal yang ditambat/panjang dermaga
b : lebar gudang
a : lebar apron
e : lebar jalan
Lebar minimum dermaga ialah jumlah dari lebar apron, lebar gudang, lebar jalan, lebar
parkir, dan lebar area bebas. Parameter ini tergantung alat bongkar muat yang digunakan,
jumlah jalur crane, maupun ukuran truk. Untuk ukuran-ukuran dari lebar apron dan jalan,
dapat ditentukan berdasarkan Gambar 1.8 di bawah ini.
Keterangan:
HWL (High Water
HWL
Level), yaitu muka air
MSL
tertinggi yang dicapai
pada saat pasang.
MSL (Mean Sea Level),
yaitu muka air rata-rata
antara muka air tinggi
Clearence dan rendah rata-rata
Elevasi dermaga ditentukan berdasarkan nilai HWL ditambah dengan taraf dermaga
yang ditetapkan antara 0,5-1,5 m, sesuai dengan besar ukuran kapal. Secara matematis,
kedalaman minimum dasar kolam pelabuhan dan elevasi dermaga dapat ditulis sebagai
berikut:
Kedalaman minimum dermaga = ( MSL HWL) draft clearence (1.4)
Elevasi dermaga = HWL taraf dermaga (1.5)
Gambar 1.14 Kolam putar pada pelabuhan (Triadmodjo, 2010, Hal. 47)
Dari gambar di atas, dapat diperoleh persamaan untuk menghitung kedalaman alur
pelayaran, yaitu:
H d G R P S K (1.7)
dimana:
d : draft kapal
G : gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat
R : ruang kebebasan bersih
P : ketelitian pengukuran
S : pengendapan sedimen antara dua pengerukan
K : toleransi pengerukan
Khusus untuk squat, yaitu pertambahan draft kapal terhadap muka air yang disebabkan
oleh kecepatan kapal, diperhitungkan berdasarkan dimensi dan kecepatan kapal dan
kedalaman air. Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.11, kecepatan air di sisi kapal akan
naik disebabkan karena gerak kapal. Berdasarkan hukum Bernoulli, permukaan air akan turun
karena kecepatan bertambah. Squat akan tampak jelas di saluran sempit, tetapi juga terjadi di
saluran dengan lebar tak terhingga. Dua faktor yang menentukan besar squat adalah
kedalaman alur pelayaran dan kecepatan kapal. Squat dihitung berdasarkan kecepatan
maksimum yang diijinkan.
Besar squat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini yang
didasarkan pada percobaan di laboratorium oleh Bruun pada tahun 1981.
Fr 2
z 2, 4 (1.8)
Lpp 2 1 Fr 2
dimana:
Z : squat
∆ : volume air yang dipindahkan (m3)
Lpp : panjang garis air (m)
Untuk lebar alur pelayaran, biasanya diukur pada kaki sisi-sisi miring saluran atau
pada kedalaman yang direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Lebar, kecepatan dan gerakan kapal
2. Jalur kapal (satu atau dua jalur)
3. Kedalaman alur
4. Lebar alur
5. Stabilitas tebing alur
6. Angin, gelombang, arus transversal maupun longitudinal terhadap kapal di dalam alur.
Pada alur dengan satu jalur, dapat ditentukan berdasarkan Gambar 1.13. sedangkan
pada alur dengan dua atau lebih jalur, dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar 1.14.
Cara lain untuk menentukan lebar alur diberikan oleh OCDI (1991), seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 1.3. untuk alur di luar pemecah gelombang, lebar alur harus lebih
besar daripada yang diberikan oleh Tabel 1.3, agar kapal bisa bermanuver dengan aman di
bawah pengaruh gelombang, arus, topografi, dan sebagainya.
Gambar 1.17 Lebar alur dengan 1 jalur (Bruun, P., dalam Triadmodjo, 2010, Hal. 153)
Gambar 1.18 Lebar alur dengan 2 jalur (Bruun, P., dalam Triadmodjo, 2010, Hal. 153)
d. Rasio penulangan:
1) 1 = 0,85 untuk fc’ ≤ 30 MPa (1.11)
2) 1 = 0,85 – 0,05(fc’ – 30)/ 7 untuk fc’ ≥ 30 MPa (1.12)
0,85×𝑓𝑐′×𝛽 600
3) 𝜌𝑏 = 𝑓𝑦
× 600+𝑓𝑦 (1.13)
1 2×𝑚 ×𝑘
7) 𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = 𝑚 × (1 − √ 𝑓𝑦
) (1.17)
d. Rasio penulangan :
1) 1 = 0,85 untuk fc’ ≤ 30 MPa (1.27)
2) 1 = 0,85 – 0,05(fc’ – 30)/ 7 untuk fc’ ≥ 30 MPa (1.28)
0,85×𝑓𝑐′×𝛽 600
3) 𝜌𝑏 = × 600+𝑓𝑦 (1.29)
𝑓𝑦
𝑓𝑦
6) 𝑚 = 0,85×𝑓𝑐′ (1.32)
1 2×𝑚 ×𝑘
7) 𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = × (1 − √ ) (1.33)
𝑚 𝑓𝑦
Keterangan:
h : tebal pelat atau balok (mm)
b : lebar pelat atau balok (mm)
Ø : diameter tulangan (mm)
f ‘c : mutu beton (MPa)
fy : mutu baja tulangan (MPa)
Av : luas tulangan geser (mm2)
1.12.1. Fender
Sesuai dengan fungsinya, fenderyang ditempatkan di depan dermaga akan menyerap
energi benturan antara kapal dan dermaga sehingga tidak menimbulkan kerusakan baik pada
kapal maupun pada dermaga. Besar energi yang dapat ditahan oleh fender tergantung pada
tipe fender yang digunakan, sesuai dengan defleksi maksimumnya. Fender harus dipasang di
sepanjang dermaga, dengan jarak sedemikian rupa agar dapat mengenai kapal. Fender juga
harus dibuat agak tinggi pada sisi depan dermaga dikarenakan kapal yang bersandar di
dermaga memiliki ukuran yang berbeda-beda.
Ketika kapal membentur fender, fender tersebut akan mengalami defleksi
(pemampatan). Dengan proses defleksi ini, fender menyerap energi benturan kapal dan
meneruskannya ke struktur dermaga. Gambar 1.15 di bawah memperlihatkan defleksi fender
karet tipe V, yaitu kondisi sebelum benturan (defleksi 0%), lalu defleksi 20% dan defleksi
45%. Dalam perencanaan fender, biasanya ditetapkan defleksi maksimum yang diijinkan
adalah sebesar 45%
Gambar 1.19 Defleksi fender karet tipe V akibat benturan kapal (Triadmodjo, 2010, Hal.
260)
Gambar 1.21 Fender karet tipe A PT. Kemenangan Jakarta (Triadmodjo, 2010, Hal. 264)
Tabel 1.4 Gaya reaksi dan energi fender tipe A per panjang satu meter dan pada
defleksi 45%
Gambar 1.23 Fender karet tipe V Seibu (Triadmodjo, 2010, Hal. 268)
Gambar 1.24 Fender karet tipe V Seibu (Triadmodjo, 2010, Hal. 269)
Gambar 1.24 Fender karet tipe silinder (Triadmodjo, 2010, Hal. 270)
Gambar 1.25 Fender karet tipe silinder (Triadmodjo, 2010, Hal. 272)
(Sumber: http://www.evergreen-maritime.com/products/floating-pneumatic-rubber-fenders-
en74.html)
Perencanaan sistem fender didasarkan pada hukum kekekalan energi. Energi benturan
kapal dengan dermaga sebagian diserap oleh sistem fender sedangkan sisanya diserap oleh
struktur dermaga. Struktue dermaga yang sangat kaku dianggap tidakmenyerap energi
benturan, sehingga enrgi benturan ini ditahan oleh sistem fender. Berikut ini adalah prosedur
dalam perencanaan fender.
1. Menentukan besar energi benturan kapal, yang didasarkan pada kapal terbesar yang
merapat di dermaga.
2. Menentukan energi yang dapat diserap oleh dermaga. Energi tersebut sama dengan
setengah gaya reaksi fender (F) dikalikan defleksinya (d).
3. Energi yang akan diserap oleh fender adalah energi yang ditimbulkan oleh benturan kapal
dikurangi energi yang diserap dermaga.
4. Memilih fender yang mampu menyerap energi yang sudah dihitung di atas berdasarkan
karateristik fender yang dikeluarkan oleh pabrik pembuatnya.
Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
1
E Fd (1.49)
2
1W 2
dengan E v (1.50)
2 g
subtitusi Pers. 1.49 ke Pers. 1.50, maka diperoleh:
W 2
F v (1.51)
gd
Keterangan:
F : gaya benturan yang diserap oleh sistem fender
d : defleksi fender
v : komponen kecepatan dalam arah tegak lurus sisi dermaga (Gambar 1.18)
W : bobot kapal bermuatan penuh
Gambar 1.27 Ilustrasi benturan kapal pada dermaga dengan anggapan sudut merapat 10O
(Triadmodjo, 2010, Hal. 276)
Penempatan fender pada sisi depan dermaga harus dapat melindungi dan menyerap
energi benturan dari semua jenis dan ukuran kapal untuk berbagai elevasi muka air laut. Oleh
karena itu, jarak penempatan antar fender harus ditentukan agar dapat mengenai kapal.
Persamaan berikut ini dapat digunakan untuk menentukan jarak maksimum (L)antara fender.
L 2 r 2 r h
2
(1.52)
dimana r = jari-jari kelengkungan sisi haluan kapal dan h = tinggi fender. Apabila data jari-
jari kelengkungan sisi haluan kapal tidak diketahui, maka persamaan berikut dapat digunakan.
Untuk kapal barang dengan bobot 500-50.000 DWT:
log r = - 1,055 + 0,650 log (DWT) (1.53)
Untuk kapal tanker dengan bobot 5.000-200.000 DWT
log r = - 0,113 + 0,440 log (DWT) (1.54)
Gambar 1.29 Metode pengikatan kapal ke dermaga (Triadmodjo, 2010, Hal. 282)
Bitt digunakan untuk mengikat kapal pada kondisi cuaca normal. Sedangkan bollard
selain untuk mengikat pada kondisi normal dan pada kondisi badai, juga dapat digunakan
untuk mengarahkan kapal merapat ke dermaga. Alat penambat ini ditanam pada dermaga
dengan menggunakan baut yang dipasang melalui pipa yang ditempatkan di dalam beton.
Dengan cara tersebut memungkinkan mengganti baut jika rusak. Supaya tidak mengganggu
kelancaran kegiatan di dermaga (bongkar muat barang) maka tinggi bolder dibuat tidak boleh
lebih dari 50 cm di atas lantai dermaga.
Untuk penempatan bitt sendiri sesuai ukuran kapal dapat dilihat pada Tabel 1.9 berikut ini.
(Sumber : (https%3A//www.google.com&tiba=Dock%20Bollard%20Supplier%2
C%20China%20Marine%20Bollard%20Manufacturer%20-%20Hi-Sea%20Marine" />)
v : kecepatan kapal saat membentur dermaga dalam arah tegak lurus dermaga sesuai
Gambar 1.18 (m/d)
W : berat kapal (ton)
g : percepatan gravitasi (m/d2)
Cm : koefisien massa
Ce : koefisien eksentrisitas
Cs : koefisien kekerasan (diambil = 1)
Cc : koefisien bentuk dari tambatan (diambil = 1)
Kecepatan merapat kapal merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan
dermaga dan sistem fender. Secara umum, kecepatan merapat kapal diberikan dalam Tabel 1.5
berikut ini
Sedangkan koefisien massa tergantung pada gerakan air di sekeliling kapal, yang dapat
dihitung dengan persamaan berikut ini:
d
Cm 1 (1.56)
2Cb B
dimana:
W
Cb (1.57)
Lpp Bd o
dengan:
Cb : koefisien blok kapal
d : draft kapal (m)
B : lebar kapal (m)
Lpp : panjang garis air (m)
γo : berat jenis air (t/m3)
Koefisien eksentrisitas adalah perbandingan antara energi sisa dan energi kinetik kapal
yang merapat, yang dihitung dengan persamaan berikut ini.
1
Ce (1.58)
1 (l r ) 2
dimana l adalah jarak sepanjang permukaan air dermaga dari pusat kapal sampai titik sandar
kapal seperti pada Gambar 1.22, dan r adalah jari-jari putaran di sekeliling pusat berat kapal
pada permukaan air, sesuai dengan Gambar 1.23.
Gambar 1.29 Jarak pusat berat kapal sampai titik sandar kapal (Triadmodjo, 2010, Hal. 221)
Gambar 1.30 Grafik penentuan jari-jari putaran di sekeliling pusat berat kapal (Triadmodjo,
2010, Hal. 221)
Lpp atau panjang garis air dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini:
Lpp 0,846L1,0193
oa (untuk kapal barang); dan (1.59)
Lpp 0,852L1,0201
oa (untuk kapal tanker); dan (1.60)
dimana Loa adalah panjang total kapal diukur dari ujung haluan sampai dengan buritan kapal,
sesuai dengan karateristik kapal (Tabel 1.1).
Seperti halnya angin, arus yang bekerja pada bagian kapal yang terendam air juga akan
menyebabkan terjadinya gaya pada kapal yang kemudian diteruskan pada alat penambat dan
dermaga. Besar gaya yang ditimbulkan oleh arus diberikan oleh persamaan berikut ini.
v 2
Ra CC w Ac c (1.65)
2g
dengan:
R : gaya akibat arus (kg)
Ac : luas tampang kapal yang terendam air (m2)
γw : rapat massa air laut (1.025 kg/m3)
Vc : kecepatan arus (m/d)
Nilai CC adalah faktor untuk menghitung gaya lateral dan memanjang, tergantung pada
bentuk kapal dan kedalaman air di depan tambatan yang diberikan sebagai berikut.
1. Di air dalam, nilai CC = 1,0 s/d 1,5
2. Draft kapal = 2,0; CC = 2,0
3. Draft kapal = 1,5; CC = 3,0
4. Draft kapal = 1,1; CC = 5,0
5. Draft kapal = 1,0; CC = 6,0
Faktor untuk menghitung gaya arus memanjang (longitudinal) bervariasi dari 0,2 untuk
laut dalam dan 0,6 untuk perbandingan kedalaman air dan draft kapal mendekati 1.
2. Data sekunder, ialah data menyangkut dimensi kapal (panjang, lebar, draft), kedalaman
kolam pelabuhan, dimensi tiang pancang, dimensi bitt dan bollard, jarak antara fender
dan bitt/bollard, yang diperoleh di buku ataupun referensi lainnya.
Adapun urutan kegiatan dalam perencanaan pelabuhan dapat dilihat pada bagan alir di
halaman berikutnya.
DATA
PERENCANAAN
DATA DATA
PRIMER SEKUNDER