Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH HUKUM KETENAGAKERJAAN

KESEJAHTERAAN DAN KEADILAN DALAM KAITANNYA DENGAN


KETENAGAKERJAAN
Dr. I Made Udiana, SH., MH.

Oleh:
Kadek Anggarita Patni Sekarini
1904551009
A Reguler Pagi

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi maupun pembangunan pada bidang-bidang lainnya
selalu melibatkan sumber daya manusia sebagai salah satu pelaku pembangunan, oleh
karena itu jumlah penduduk di dalam suatu negara adalah unsur utama dalam
pembangunan. Jumlah penduduk yang besar tidak selalu menjamin keberhasilan
pembangunan bahkan dapat menjadi beban bagi keberlangsungan pembangunan
tersebut. Jumlah penduduk yang terlalu besar dan tidak sebanding dengan
ketersediaan lapangan kerja akan menyebabkan sebagian dari penduduk yang berada
pada usia kerja tidak memperoleh pekerjaan. Kaum klasik seperti Adam Smith, David
Ricardo dan Thomas Robert Malthus berpendapatan bahwa selalu ada perlombaan
antara tingkat perkembangan output dengan tingkat perkembangan penduduk yang
akhirnya dimenangkan oleh perkembangan penduduk. Karena penduduk juga
berfungsi sebagai tenaga kerja, maka akan terdapat kesulitan dalam penyediaan
lapangan pekerjaan. Kalau penduduk itu dapat memperoleh pekerjaan, maka hal ini
akan dapat meningkatkan kesejahteraan bangsanya. Tetapi jika tidak memperoleh
pekerjaan berarti mereka akan menganggur, dan justru akan menekan standar hidup
bangsanya menjadi lebih rendah.
Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan lapangan
atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas namun jauh lebih serius dengan
penyebab yang berbeda-beda. Pada dasawarsa yang lalu, masalah pokoknya tertumpu
pada kegagalan penciptaan lapangan kerja yang baru pada tingkat yang sebanding
dengan laju pertumbuhan output industri. Seiring dengan berubahnya lingkungan
makro ekonomi mayoritas negara-negara berkembang, angka pengangguran yang
meningkat pesat terutama disebabkan oleh ”terbatasnya permintaan” tenaga kerja,
yang selanjutnya semakin diciutkan oleh faktor-faktor eksternal seperti memburuknya
kondisi neraca pembayaran, meningkatnya masalah utang luar negeri dan kebijakan
lainnya, yang pada gilirannya telah mengakibatkan kemerosotan pertumbuhan
industri, tingkat upah, dan akhirnya, penyedian lapangan kerja.

Di Indonesia, hubungan terkait dengan ketenagakerjaan telah diatur dalam


Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Meskipun telah
terdapat undang-undang yang mengatur perihal ketenagakerjaan, kesejahteraan dan
keadilan masih saja menjadi permasalahan utama dalam ketenagakerjaan itu sendiri.
Keadilan sesungguhnya tidak bisa ditetapkan pada suatu standar tertentu, sehingga
dapat dikatakan bahwa keadilan itu bersifat abstrak. Hal itulah yang melatar belakangi
pembuatan paper ini untuk memberikan pandangan mengenai kesejahteraan dan
keadilan yang terkait dengan ketenagakerjaan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan ketenagakerjaan?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan kesejahteraan dan keadilan sosial?
1.2.3 Bagaimana kesejahteraan dan keadilan sosial dalam kaitannya dengan
ketenagakerjaan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ketenagakerjaan.
1.3.2 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesejahteraan dan
keadilan sosial.
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana kesejakteraan dan keadilan sosial dalam
kaitannya dengan ketenagakerjaan.
BAB II
Pembahasan
2.1 Ketenagakerjaan
Dalam UU No. 13 Tahun 2003 dijelaskan bahwa ketenagakerjaan adalah
segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan
sesudah masa kerja. Menurut Imam Sopomo, perburuhan atau ketenagakerjaan adalah
suatu himpunan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian
saat seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. Menurut Molenaar,
perburuhan atau ketenagakerjaan adalah bagian segala hal yang berlaku, yang
pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja
dan tenaga kerja. Menurut Dr.A. Hamzah, SH, tenaga kerja meliputi tenaga kerja yang
bekerja di dalam maupun di luar hubungan kerja dengan alat produksi utamanya
dalam proses produksi tenaga kerja itu sendiri, baik tenaga fisik maupun pikiran. Dari
penjelasan tersebut diketahui bahwa tenaga kerja dapat bekerja dengan menggunakan
fisik maupun pikiran. Kemudian, menurut Dr. Panyaman Simanjuntak dalam bukunya
“Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia” mengatakan bahwa tenaga kerja adalah
penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang
melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.
Pada dasarnya, setiap tenaga kerja melakukan suatu pekerjaan bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Tenaga kerja yang menerima upah
atau imbalan atas pekerjaan yang dilakukannya dapat disebut sebagai pekerja. Hal ini
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi “Pekerja/buruh adalah setiap orang
yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Upah atau
imbalan yang diterima oleh pekerja diberikan oleh pemberi kerja. Pemberi kerja
adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Diantara pekerja dengan pemberi kerja terdapat suatu hubungan yang vertikal
didalamnya. Dengan pemberian upah kepada pekerja oleh pemberi kerja diharapkan
dapat memberikan kesejahteraan kepada pekerja sehingga dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya.
2.2 Kesejahteraan dan Keadilan Sosial
Kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari
hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima. Namun demikian tingkatan dari
kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung
dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapat tersebut.
Menurut Sunarti (2012), kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan
sosial, material, maupun spriritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan
ketentraman lahir batin yang memungkinkan setiap warga negara untuk mengadakan
usaha-usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaiknya-
baiknya bagi diri, rumah tangga serta masyarakat.
Kesejahteraan adalah sebuah tata kehidupan dan penghidupan sosial. Material
maupun spiritual yang diikuti dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman
diri, rumah tangga serta masyarakat lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga
Negara dapat melakukan usaha pemenuhan kebutuhan jasmanai, rohani dan soial
yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, rumah tangga, serta masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak-hak asasi (Liony, dkk, 2013). Kesejahteraan merupakan titik
ukur bagi masyarakat yang berarti bahwa telah berada pada kondisi yang sejahtera.
Pengertian sejahtera itu sendiri adalah kondisi manusia dimana orang-orangnya dalam
keadaan makmur, dalam keadaan sehat, dan damai, sehingga untuk mencapai kondisi
itu orang tersebut memerlukan suatu usaha sesuai kemampuan yang dimilikinya. Para
ahli ekonomi melihat kesejahteraan sebagai indikasi dari pendapatan individu (flow of
income) dan daya beli (purchashing of power) masyarakat. Berdasarkan pemahaman
ini, konsep kesejahteraan memiliki pengertian yang sempit karena dengan hanya
melihat pendapatan sebagai indikator kemakmuran ekonomi berarti kesejahteraan
dilihat sebagai lawan dari kondisi kemiskinan” (Dwi 2008 diacu oleh Widyastuti
2012). Adapun menurut Imron (2012), kesejahteraan hidup masyarakat dipahami
sebagai kesejahteraan sosial. Imron (2012) menambahkan pada Pasal 1 ayat 1
Undang-Undang No.11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial: “Kesejahteraan
Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga
dapatmelaksanakan fungsi sosialnya”. Terdapat beberapa indikator peningkatan
kesejahteraan hidup masyarakat, di antaranya adalah (1) adanya kenaikan penghasilan
secara kuantitatif; (2) adanya kesehatan keluarga yang lebih baik secara kualitatif; dan
(3) adanya investasi ekonomis keluarga berupa tabungan (Imron 2012). Di Indonesia
kesejahteraan sosial sering dipandang sebagai tujuan atau kondisi kehidupan yang
sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan pokok manusia (Suharto, 2007).
Kesejahteraan menurut Tom Gunadi, telah dijamin UUD NRI Tahun 1945
dalam Pasal 33 dengan ketiga ayatnya, Pasal 34, Pasal 27 ayat 2 dan dapat juga
ditambahkan Pasal 23 dengan kelima ayatnya. Pemahaman terhadap nilai
kesejahteraan tersebut, yaitu:
a. Bung Hatta merumuskan asas sosial yang disebut asas ”kekeluargaan” itu dan
membulatkannya dalam butir-butir penerapannya dalam bidang ekonomi.
Istilah kekeluargaan menyodorkan kepada kita gagasan kunci yang harus
ditumbuhkan hingga berbuah pada tiap tingkat pemikiran kita bangsa
Indonesia mengenai ekonomi, sosial, dan politik.
b. Ekonomi kekeluargaan menjelajahi jalan tengah yang lebih dari pada sekedar
kompromi dari kubu-kubu ekstrim yang bertentangan itu. Bung Hatta dalam
banyak karya tulisnya telah meletakan dasar-dasar teori ekonomi yang asli.
Kita para pewaris republik inilah yang berkewajiban mengembangkan ke
dalam sistem pendapat ekonomi yang jelas bisa berdiri sendiri lepas dari -
sekalipun terkoordinasi dengan-kedua kubu aliran ekstrim itu, yaitu klasikisme
di satu pihak dan marxisme di pihak lain.
c. Ekonomi Pancasila atau ekonomi kekeluargaan dari Bung Hatta yang juga “
Bapak Koperasi” dan proklamator ini bersama Bung Karno pasti lebih dari
sekedar koperasisme belaka, dan jelas tak bisa ditempatkan pada tingkat yang
sama dengan distribusiisme atau ajaran tentang pembaruan moneter, dan
sebagainya itu. Beliau telah meletakan dasar sistemasi pemikiran sosial
Indonesia di bidang ekonomi dalam karya-karya tulisnya, pidato-pidatonya,
dan dalam UUD NRI Tahun 1945, khususnya Pasal 33 didalamnya. Gagasan-
gagasan Bung Hatta sendiri sudah dikemukakan dalam tulisan-tulisan dan
pidato-pidato beliau sejak tahun-tahun awal 1930-an dan UUD NRI Tahun
1945 mendapatkan kekuatan hukumnya pada tanggal 18 Agustus 1945.
d. Pengertian keadilan sosial mencakup keadilan hukum dan keadilan dalam
membagi (keadilan distributif) dalam kontradistinksi; perbedaan karena
pertentangan dengan keadilan tukar menukar (keadilan komulatif) yang
bersifat individual (keadilan individu). Keadilan sosial adalah suatu tipe
keadilan yang khas pada masyarakat sebagaimana adanya objektif keadilan
sosial adalah hak akan kesejahteraan sosial. Setiap warga negara untuk
mengambil bagian dari nikmat kekayaan sosial. Oleh karena itu keadilan
sosial menuntut pelaksanaan semua kewajiban dan realisasi semua hak yang
objektifnya adalah kesejahteraan sosial.
Adapun yang dimaksud keadilan menurut Aristoteles, keadilan merupakan
tindakan yang terletak diantara memberikan terlalu banyak ataupun terlalu sedikit.
Dalam hal ini Aristoteles menyatakan bahwa keadilan merupakan aktivitas
memberikan sesuatu kepada orang lain (kewajiban) setara denga napa yang kita
dapatkan dari orang lain (hak). Aristoteles dalam tulisannya “Retorica” membedakan
keadilan menjadi dua meliputi keadilan distributif (Justitia distributive) dan keadilan
kumulatif (Justitia cummulativa). Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang
memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian
menurut haknya masing-masing. Sedangkan keadilan kumulatif adalah suatu keadilan
yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing.
Menurut John Raws, keadilan adalah ukuran yang harus diberikan untuk mencapai
keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Dalam
pandangannya, terdapat tiga prinsip keadilan yaitu kebebasan yang sama sebesar-
besarnya, perbedaan, dan persamaan yang adil atas kesempatan. Namun pada
kenyataannya, ketiga prinsip tersebut tidak dapat diwujudkan secara bersama-sama
karena dapat terjadi prinsip yang satu berbenturan dengan prinsip yang lain. Dalam
hal ini, John Raws memprioritaskan prinsip kebebasan yang sama sebesar-besarnya
secara leksikal berlaku terlebih dahulu dari pada prinsip kedua dan ketiga.
Adapun menurut Bur Rasuanto dalam bukunya yang berjudul Keadilan Sosial:
Pandangan Demitologis Rawls dan Habernas, Dua Teori Filsafat Politik Modern
mengatakan bahwa keadilan sosial adalah keadilan yang berhubungan dengan
pembagian nikmat dan beban dari suatu kerja sama sosial khususnya yang disebut
negara. Karena itu, dalam literatur, keadilan sosial sering juga disebut sebagai
keadilan distributif. Meski istilah tersebut tidak keliru, tapi perlu diberi catatan bahwa
keadilan sosial bukan sekedar masalah distribusi ekonomi saja, melainkan jauh lebih
luas, mencakup keseluruhan dimensi moral dalam penataan politik, ekonomi, dan
semua aspek kemasyarakatan yang lain. Dalam bahasa Indonesia dikenal pula
ungkapan keadilan struktural yang melihat keadilan, sosial maupun individual, lebih
dari perspektif struktural sosial.
Kesejahteraan dan keadilan merupakan suatu hal yang bersifat relatif dalam
masyarakat karena tidak dapat ditentukan dalam ukuran tertentu. Setiap individu
mempunyai ukuran yang berbeda mengenai kesejahteraan dan keadilan tersebut.
Namun dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan, seorang pekerja dapat dikatakan
mendapatkan kesejahteraan dan keadilan ketika ia dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dan menerima haknya sesuai dengan besar kewajiban yang dijalankannya.
Hal ini kembali lagi kepada masing-masing individu, karena kesejahteraan dan
keadilan masing-masing individu berbeda. Sebagai contohnya ketika seorang pekerja
yang hanya bertugas untuk berkebun tentunya akan mendapatkan upah yang berbeda
dengan pekerja yang bertugas untuk berkebun sekaligus membersihkan rumah
majikannya. Tentunya upah yang akan diterimanya sesuai dengan seberapa besar
kewajiban yang dilakukannya.
2.3 Kesejahteraan dan Keadilan Sosial dalam Kaitannya dengan
Ketenagakerjaan
Di Indonesia, kesejahteraan dan keadilan bagi para pekerja sudah dijamin
dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Seharusnya para pekerja di Indonesia
tidak lagi merasa khawatir akan kesejahteraan dan keadilan. Namun pada
kenyataannya hal tersebut perlu diperhatikan secara serius. Dengan diaturnya berbagai
peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakejaan itu sendiri belum dapat
menjamin 100 persen para pekerja akan mendapatkan kesejahteraan dan keadilan.
Berbagai problematika mengenai ketenagakerjaan sepanjang masa belum
tertuntaskan, baik dari masalah perlindungan pekerja, pengupahan, kesejahteraan,
perselisihan hubungan industrial, pembinaan, dan pengawasan ketenagakerjaan.
Berbagai problematika ini lebih disebabkan karena belum optimalnya upaya
pemerintah dalam mengimplementasikan undang-undang ketenagakerjaan, sehingga
berakibat menimbulkan penyimpangan.Perkembangan pada bidang ketenagakerjaan
di Indonesia pada saat ini sedikit demi sedikit telah berkembang, melihat dari segi
kemajuan industrinya, dari segi sumber daya manusia yang semakin banyak serta dari
segi pengaturannya. Namun melihat lebih jauh dari sisi realita sosial menunjukkan
bahwa kondisi buruh di Indonesia masih sangat lemah, miskin, dan
termaginalisasikan. Upah sering tidak mencukupi untuk menghidupi diri dan
keluarganya, rentan di-PHK, sulit mencari pekerjaan baru, tidak memperoleh
keterampilan yang cukup demi keadilan, pengembangan diri dan profesionalitas kerja
serta angkatan kerja yang terampil. Kondisi tempat kerja yang buruk, standar
keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang rendah, standar jaminan sosial yang
rendah.
Dalam perkembangannya di Indonesia, istilah pekerja/buruh muncul sebagai
pengganti istilah buruh. Hal ini bermula pada zaman feodal atau zaman penjajahan
Belanda dahulu yang dimaksudkan dengan buruh adalah orang-orang pekerja kasar
seperti kuli, mandor, tukang, dan lain-lain. Orang-orang ini oleh pemerintah Belanda
disebut dengan blue collar (berkerah biru), sedangkan orang-orang yang mengerjakan
pekerjaan (halus) seperti pegawai administrasi yang bisa duduk di meja disebut
dengan white collar (berkerah putih).
Problematika ketenagakerjaan/perburuhan sepanjang masa tidak pernah
selesai, dari masalah perlindungan, pengupahan, kesejahteraan, perselisihan
hubungan industrial, pembinaan, dan pengawasan ketenagakerjaan. Hal ini lebih
diakibatkan kelemahan pemerintah secara sistemik dalam mengimplementasikan
undang-undang ketenagakerjaan, bahkan cenderung ada penyimpangan, hal lain
masalah koordinasi dan kinerja antar lembaga pemerintah belum oprtimal dan masih
sangat memprihatinkan.
Tenaga kerja adalah pelaku pembangunan dan pelaku ekonomi baik secara
individu maupun secara kelompok, sehingga mempunyai peranan yang sangat
signifikan dalam aktivitas perekonomian nasional, yaitu meningkatkan produktivitas
dan kesejahteraan masyarakat. Indonesia, tenaga kerja di Indonesia sebagai salah satu
penggerak tata kehidupan ekonomi dan merupakan sumber daya yang jumlahnya
cukup melimpah. Indikasi ini bisa dilihat pada masih tingginya jumlah pengangguran
di Indonesia serta rendahnya atau minimnya kesempatan kerja yang disediakan.
Masalah ketenagakerjaan diantaranya ditandai dengan jumlah pengangguran
dan setengah pengangguran yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang
merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengagguran yang tinggi merupakan
pemborosan-pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga
dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan
sosial dan kriminal dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa kesejahteraan dan
keadilan belum dirasakan sepenuhnya oleh pekerja di Indonesia. Meskipun
kesejahteraan dan keadilan pekerja sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-
undangan, tetapi dalam pelaksanaanya masih terdapat banyak penyimpangan. Dari
sini dapat dilihat betapa pentingnya peran pemerintah dalam memberikan perhatian
dalam implementasi undang-undang yang mengatur mengenai ketenagakerjaan,
sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan yang dilakukan perusahaan
terhadap pekerjanya.
BAB III
Kesimpulan dan Saran

3.1 Kesimpulan
Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama, dan setelah selesai masa kerja, baik pada pekerjaan yang
menghasilkan barang maupun pekerjaan berupa.
Kesejahteraan dan keadilan merupakan suatu hal yang bersifat relatif dalam
masyarakat karena tidak dapat ditentukan dalam ukuran tertentu. Setiap individu
mempunyai ukuran yang berbeda mengenai kesejahteraan dan keadilan tersebut.
Namun dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan, seorang pekerja dapat dikatakan
mendapatkan kesejahteraan dan keadilan ketika ia dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dan menerima haknya sesuai dengan besar kewajiban yang dijalankannya.
Di Indonesiaa, kesejahteraan dan keadilan bagi pekerja telah dijamin dalam
berbagai peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan. Namun, pada
kenyataannya pekerja belum merasakan sepenuhnya kesejahteraan dan keadilan itu
sendiri. Hal ini disebabkan karena belum optimalnya peran pemerintah dalam
mengimplementasikan undang-undang mengenai ketenagakerjaan itu sendiri yang
mengakibatkan terjadinya berbagai penyimpangan.

3.2 Saran
Kesejahteraan dan keadilan belum sepenuhnya dirasakan oleh pekerja. Hal ini
dikarenakan adanya penyimpangan dalam pengimplementasian undang-undang
mengenai ketenagakerjaan itu sendiri. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat
mengoptimalkan pengimplementasian undang-undang mengenai ketenagakerjaan,
sehingga nantinya akan dapat mencegah terjadinya penyimpangan.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Rachmatsaleh Sutrisno. 2015. Jenis dan Kriteria Fasilitas Kesejahteraan Untuk
Pekerja/Buruh dalam Pasal 100 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Malang: Universitas Brawijaya.
Rasuanto, Bur. Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habernas, Dua
Teori Filsafat Politik Modern. 2005. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Siti Ummu Adillah dan Sri Anik. 2015. Kebijakan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Sektor Informal Berbasis Keadilan Sosial Untuk Meningkatkan
Kesejahteraan. Semarang: Universitas Sultan Agung
Zulkarnain Ibrahim. 2015. Hakekat Hukum Pengupahan dalam Upaya Mewujudkan
Kesejahteraan Sosial Pekerja. Palembang: Universitas Sriwijaya

Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Anda mungkin juga menyukai