Provinsi Jawa Tengah yang mengalami perkembangan setelah pendudukan Kolonial Balanda tahun 1918, terletak di pantai Utara Jawa Tengah, tepatnya pada garis 6º 5’ - 7º 10’ Lintang Selatan dan 110º 35’ Bujur Timur. Luas wilayah mencapai 37.366.838 Ha atau 373,7 Km2. Letak geografi Kota Semarang yang strategis menjadikan Kota Semarang sebagai koridor pembangunan Jawa Tengah yang menjadi salah satu pintu gerbang Jawa Tengah merupakan simpul empat pintu gerbang, yakni koridor pantai utara, koridor selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Kota Surakarta yang dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor timur ke arah Kabupaten Demak/Kabupaten Grobogan dan barat menuju Kabupaten Kendal. Sejarah perencanaan Kota Semarang dalam kurun waktu 1900-1970, menurut Pratiwo (2004) merupakan bagian penting dari sejarah perencaaan kota Indonesia. Kota Semarang dijadikan kota yang menjadi eksperimen perencaaan kota modern di Eropa. TIPOLOGI MORFOLOGI KOTA SEMARANG Pada abad ke XIV, Belanda juga mendirikan Pelabuhan Tanjung Emas. Pelabuhan Tanjung Emas ini dikatakan memiliki fungsi strategis sebagai pusat perdangangan nasional dan EKONOMI internasional (The World Market 1870-1900). Pelabuhan Tanjung Emas bukan hanya sebagai pusat perdagangan import-ekspor, tetapi juga sebagai jalur masuk barang-barang dari Eropa yang dipasarkan akan dipasarkan di Jawa dan Indonesia. Pada sekitar abad 18, Kota Semarang menjadi pusat perdagangan. Kawasan tersebut pada masa sekarang disebut Kawasan Kota Lama. Pada masa itu, untuk mengamankan warga dan wilayahnya, maka kawasan itu dibangun benteng, yang dinamai benteng VIJHOEK.Untuk mempercepat jalur perhubungan antar ketiga pintu gerbang dibenteng itu maka dibuat jalan-jalan perhubungan, dengan jalan utamanya dinamai HEEREN STRAAT. Saat ini bernama Jl. Let. Jen Soeprapto. Salah satu lokasi pintu benteng yang ada sampai saat ini adalah Jembatan Berok, yang disebut DE ZUIDERPOR. Selanjutnya secara berturut-turut muncul pula perkembangan lainnya seperti pada tahun 1857 layanan telegram antara Batavia - Semarang - Ambarawa - Surabaya mulai dibuka, tahun 1884 Semarang mulai melakukan hubungan telepon jarak jauh (Semarang-Jakarta dan Semarang-Surabaya), dibukanya kantor pos pertama di Semarang pada tahun 1862. Sesuai dengan aspek yang mempengaruhi perkembangan kota, faktor internal yaitu aktivitas perdagangan dan perindustrian di kota Semarang telah memberikan pengaruh dalam perubahan fisik spasial kota, dengan terbentuknya pusat kota yang dikenal dengan nama Alun-alun. Ketika masa kolonialisme, Alun-alun dijadikan pusat administrasi Kolonial Belanda dan pusat perdagangan. TOPOLOGI MORFOLOGI KOTA SEMARANG Periode ini adalah kira-kira sebelum tahun 900. Pada masa ini wilayah Semarang masih tetmasuk kaki Gunung Ungaran di pantai Utara. Adapun garis pantai Semarang pada masa itu meliputi daerah Mrican, Mugas, Gunung Sawo, sebelah barat Gajahmungkur, Karang Kumpul Bagian atas, Sampangan di batas sungai Kaligarang, terus menyeberang ke Wotgaleh, Simongan (wilayah Gedung batu dan Karang Nongko, membelok GEOGRAFI kearah Barat sepanjang perbukitan Krapyak sampai Jerakah. Masa ini merupakan awal terbentuknya dataran alluvial / sedimen kwarter. DAN Sedimentasi dibentuk berdasarkan endapan yang berasal dari muara Kali Kreo, Kali Kripik, Kali Garang serta merupakan jalur aktivitas transportasi utama. Kerajaan yang ada pada masa itu adalah Medang REGULASI Kawulan ( hasil integrasi Kerajaan Bhumi Mataram dan Cailendra ) yang pada masa 924 memindahkan ibukotanya ke Waharu di Jawa Timur. Dari masa Medang Kawulan sampai Majapahit kawasan Semarang tak dikenal sama sekali. Baru setelah Demak - Pajang, Semarang berfungsi lagi dan dikenal luas. Pada masa Demak - Pajang dikenal beberapa wilayah Semarang yang merupakan pedukuhan terbesar antara lain : Inderono (Gisik Drono ), Tirang Amper, Jurang Suru, Lebuapi, Tinjomoyo, Wotgalih ( Wotgaleh ), Gajahmungkur, Sejonilo dan Gedung Batu.Pedukuhan - pedukuhan ini merupakan pemukiman yang dikuasai Ajar - Ajar ( pimpinan ritus Hindu ) dan terletak kira-kira disepanjang kali Semarang sampai hulunya. TOPOLOGI MORFOLOGI KOTA SEMARANG Pada masa permulaan pemerintahan kerajaan Demak, Kyai Pandang Arang ( Sunan Tembayat ) ditunjuk menjadi Bupati Semarang Pertama dan meresmikan Tirang Amper menjadi pusat kegiatan penyiaran agama Islam di kawasan Semarang berikut tempat tinggalnya pada tahun 1418, ( Mukti Ningrat Catur Bhumi ). GEOGRAFI Fungsi kawasan Semarang pada waktu itu sebagai kawasan perniagaan kerajaan Demak dan pusat penyiaran Agama Islam di DAN kawasannya. Pada waktu itu di Jawa Tengah terdapat 2 Kerajaan Hindia yaitu Bhumi Mataram dan Cailendra yang terletak di
REGULASI pedalaman yang mempunyai pelabuhan - pelabuhan laut antara
lain: Ujung Negara (Batang), Semarang, Keling, Jepara dan Juwono. Melalui pelabuhan - pelabuhan tersebut, Kerajaan Hindia Mataram tersebut mampu mencapai puncak zaman keemasannya, terbukti dengan peninggalan yang berupa candi - candi besar yang tidak ternilai harganya. Pada masa itu, semarang masih berupa tegalan dengan beberapa rumah pribumi dan sangat tidak sehat karena letaknya berdampingan dengan rawa-rawa dan comberan. Orang tionghoa banyak yang mengembara ke semarang. Mereka memilih menempati Gedong Batu. Pada tahun 1672 jumlah orang POLA PERKEMBANGAN DAN ALASAN POLA PERKEMBANGAN DAN ALASAN POLA PERKEMBANGAN DAN ALASAN POLA PERKEMBANGAN DAN ALASAN Dari penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk kota semarang adalah bentuk kota kompak yaitu kipas (fan shaped cities). yang dipengaruhi oleh faktor Regulasi, Ekonomi dan Geografi(batas utara yaitu laut ).
BENTUK KOTA KOMPAK KIPAS (FAN SHAPED CITIES)
Bentuknya sebagian lingkaran, arah ke luar kota memiliki perkembangan yang relative seimbang. Bentuk kipas ini disebabkan oleh adanya hambatan- hambatan yang menghambat pertumbuhan kota pada arah-arah tersebut, penghambat ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu alami dan artifisial. Hambatan alami meliputi kendala-kendala fisik seperti pegunungan, sungai, dan jurang, sedangkan kendala artifisial meliputi kendala sosial seperti penolakan pembangunan, delineasi area lindung, dan permasalahan zonasi.