Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Syok adalah suatu keadaan / syndrome gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh
sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan. (Rupii, 2005). Syok merupakan
Keadaan kritis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi nutrien dan oksigen baik dari
segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme selular jaringan tubuh sehingga terjadi defisiensi
akut oksigen akut di tingkat sekuler.(Tash Ervien S, 2005)
Ada beberapa jenis syok yang akan dibahas yaitu : Syok Hipovolemik, Syok
Kardiogenik,Syok Distributif yang terdiri dari : Syok septic, Syok Neurogenik, dan Syok
Anapilaktik, dan Syok Obstruksi. Dalam makalah ini penulis membahas secara lebih detail
tentang syok neurogenik beserta asuhan keperawatan pada syok neurogenik.
Syok neurologik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, Syok
neurogenik terjadi akibat  kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah
secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada
pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah
sistemik ini  diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau
anestesi umum yang dalam.
Syok neurogenik, merupakan tipe lain dari syok distributif, yaitu akibat kehilangan atau supresi
dari tonus simpatik. Kekurangan hantaran toinus simpatik  menyebabkan penurunan perfusi
jaringan dan inisiasi dari respon syok umum (Linda, 2008).

2. Rumusan Masalah
1.1. Bagaimana konsep dasar dari syok neurogenik?
1.2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan syok neurogenik?
3. Tujuan Penulisan
3.1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas kelompok yang diberikan oleh dosen fasilitator, serta mengetahui
bagaimana konsep dasar Syok Neurogenik serta bagaimana Asuhan Keperawatannya.
3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami bagaimana konsep dasar dari syok neurogenik?
b. Mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan syok
neurogenik?

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Konsep dari Syok Neurogenik


1.1. Definisi
Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik
yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat organ-organ vital tubuh. Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan
perfusi oksigen dan zat gizi ke sel- sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi menyebabkan
kematian sel yang progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya kematian penderita
(Boswick, 1997)
Syok sulit didefinisikan, hal ini berhubungan dengan sindrom klinik yang dinamis yang
ditandai dengan perubahan sirkulasi volume darah yang menyebabkan ketidaksadaran dan
memyebabkan kematian (Skeet,1995). Shock tidak terjadi dalam waktu lebih lama dengan
tanda klinis penurunan tekanan darah, dingin, kulit pucat, penurunan cardiac output , ini
semua tergantung dari penyebab shock itu sendiri.
Syok neurologik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, Syok
neurogenik terjadi akibat  kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh
darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah
pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh
darah sistemik ini  diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera
spinal, atau anestesi umum yang dalam.
Syok neurogenik, merupakan tipe lain dari syok distributif, yaitu akibat kehilangan atau
supresi dari tonus simpatik. Kekurangan hantaran tonus simpatik  menyebabkan penurunan
perfusi jaringan dan inisiasi dari respon syok umum (Linda, 2008).
Syok Neurogenik (depresi pusat vasomotor). Syok neurogenik, juga diketahui sebagai
syok spinal, adalah akibat dari kehilangan tonus vasomotor yang mengakibatkan dilatasi
vena dan arteriol umum. Syok ini menimbulkan hipotensi , dengan penumpukan darah pada
pembuluh penyimpanan atau penampung dan kapiler organ splanknik. Tonus vasomotor
dikendalikan dan dimediasi oleh pusat vasomotor di medulla dan serat simpatis yang meluas
kemedula spinalis sampai pembuluh darah perifer secara berurutan. Karenanya,kondisi apa
pun yang menekan fungsi medulla atau integritas medulla spinalis serta persarafan dapat
mencetuskan syok neurogenik. Salah satu contohnya adalah kondisi cedera kepala yang
secara langsung dan tidak langsung berefek negative pada area medulla batang otak. Cedera
langsung akibat edema serebral, dengan peningkatan tekanan intracranial yang menyertai
trauma kepala atau iskemia otak. Contoh lain yang dapat menimbulkan syok neurogenik
karena depresi batang otak medulla adalah anesthesia umum dan takar lajak (overdose) obat,

2
khususnya barbiturate, opium, dan tranquilizer. Episode sinkope atau pingsan
dipertimbangkan menjadi bentuk syok neurogenik ringanyang relative sementara
(Tambayong, 2000).

1.2. Etiologi
Syok neurogenik disebabkan oleh gangguan susunan saraf simpatis, yang menyebabkan
dilatasi arteriola dan kenaikan kapasitas vakular. Tekanan darah sistolik biasanya akan turun
hingga dibawah 80-90 mm Hg walaupun curah jantung normal atau meningkat. Pingsan
yang biasa merupakan contoh syok neurogenik sementara. Kerusakan medula spinalis
servikalis merupakan sebab tersering syok neurogenik traumatik. (Boswick, 1997).
Syok neurogenik disebabkan oleh kerusakan alur simpatik di spinal cord. Alur system
saraf simpatik keluar dari torakal vertebrae pada daerah T6. Kondisi pasien dengan syok
neurogenik : Nadi normal, tekanan darah rendah , keadaan kulit hangat, normal, lembab.
Kerusakan alur simpatik dapat menyebabkan perubahan fungsi autonom normal (elaine cole,
2009):

1.3. Manifestasi Klinis


Syok neurogenik spinal ditandai dengan kulit kering, hangat, dan bukan dingin, lembab
seperti yang terjadi pada syok hipovolemik. Tanda lainnya adalah bradikardia dan bukan
takikardia seperti yang terjadi pada bentuk syok lainnya (Smeltzer & Brenda 2013).
Gangguan neurologis akibat syok neurogenik dapat meliputi paralisis flasid, reflex
ekstremitas hilang dan priapismus (Leksana, 2015).
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda
tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi)
kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia .
Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah
cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit
terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
(https://ml.scribd.com/doc/92985428/SYOK-NEUROGENIK.20.10.2015)

1.4. Patofisiologi
Syok neurogenik disebabkan oleh cedera pada medulla spinalis yang menyebabkan
gangguan aliran keluar otonom simpatis. Sinyal-sinyal tersebut berasal dari kornu grisea
lateralis medulla spinalis antara T1 dan L2. Konsekuensi penurunan tonus adrenergic adalah
ketidakmampuan meningkatkan kerja inotopik jantung secara tepat dan konstriksi buruk
vaskularisasi perifer sebagai respon terhadap stimulasi eksitasional. Tonus vagal yang tidak
mengalami perlawanan menyebabkan hipotensi dan bradikardia. Vasodilatasi perifer

3
menyebabkan kulit menjadi hangat dan kemerahan. Hipotermia dapat disebabkan oleh tidak
adanya vasokontriksi pengatur otonomik pada redistribusi darah ke inti tubuh. Lebih tinggi
tingkat cedera medulla spinalis karena lebih banyak massa tubuh terpotong dari regulasi
simpatisnya. Syok neurogenik biasanya tidak terjadi cedera dibawah T6 (Greenberg, dkk.
2007).

1.5. Komplikasi
Syok neurogenik dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
a. Hipoksia jaringan, kematian sel, dan kegagalan multiorgan akibat penurunan aliran
darah yang berkepanjangan.
b. Sindrom distres pernapasan pada orang dewasa akibat destruksi pembatasan alveolus-
kapiler karena hipoksia.
c. Kebanyakan pasien yang meninggal karena syok, disebabkan koagulasi intravascular
diseminata akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas sehingga terjadi stimulus
berlebihan kaskade koagulasi (Corwin, 2009)

1.6. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a. CT-scan
Pemeriksaan CT-scan Berhubungan dengan omen atau lavasi peritoneal bila diduga
ada perdarahan atau cedera berhubungan dengan ominal (Batticaca, 2008).
Menentukan tempat luka/jejas, mengevalkuasi gangguan structural
b. Elektrolit serum menunjukkan kekurangan cairan dan elektrolit.
c. Sinar X spinal: menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur , dislokasi), untuk
kesejajaran traksi atau operasi
d. MRI: mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
e. Mielografi: untuk memperlihatkan kolumna spinalis jika terdajat oklusi pada
subaraknoid medulla spinalis
f. Rongent torak : untuk memperlihatkan keadan paru
g. Pemeriksaan fungsi paru: mengukur volume inspirasi maksimal dan ekpirasi
maksimal terutama pada kasus trauma servikal bagian bawah
h. GDA : menunjukan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.

4
1.7. Penatalaksanaan
a. Imobilisasi pasien untuk mencegah semakin beratnya cedera medulla spinalis atau
kerusakan tambahan
b. Kolaborasi tindakan pembedahan untuk mengurangi tekanan pada medulla spinalis
akibat terjadinya trauma yang dapat mengurangi disabilitas jangka panjang.
c. Pemberian steroid dosis tinggi secara cepat (satu jam pertama) untuk mengurangi
pembengkakan dan inflamasi medulla spinalis serta mengurangi luas kerusakan
permanen.
d. Fiksasi kolumna vertebralis melalui tindakan pembedahan untuk mempercepat dan
mendukung proses pemulihan.
e. Terapi fisik diberikan setelah kondisi pasien stabil.
f. Penyuluhan dan konseling mengenai komplikasi jangka panjang seperti komplikasi
pada kulit, system reproduksi, dan system perkemihan dengan melibatkan anggota
keluarga (Corwin, 2009).

Sedangkan menurut Batticaca dan Fransisca B, (2008) penatalaksanaan syok spinal yaitu :
1. Lakukan kompresi manual untuk mengosongkan kandung kemih secara teratur agar
mencegah terjadinya inkontinensia overfloe dan dribbling
2. Lakukan pengosongan rectum dengan cara tambahkan diet tinggi serat, laksatif,
supposutoria, enema untuk BAB atau pengosongan secara teratur tanpa terjadi
inkontinensia.

5
ALGORITMA NEUROGENIC SHOCK

Gambar 2.8 Algoritma Neurogenic Shock menurut U.S. National Library of Medicine,
National Institute of Health.

6
Pengobatan segera menurut (Boswick, 1997):
a. Amankan saluran pernapasan yang adekuat dan mulai pemberian oksigen 3 sampai 5
liter per menit. Pastikan ventilasi per menit normal atau meningkat.
b. Amati tanda-tanda vital dan mulai pencatatan tentang hal ini, waktu pemberian
cairan, obat-obatan dan terapi lainnya.
c. Bila penderita hipovolemik, tinggikan tungkai sampai sudut 45 o untuk mendapatkan
aliran balik darah vena yang cepat dari tungkai ke jantung. Bila cairan tak dapat
segera diberikan dan penderita hipotensif berat, maka naikkan tungkai hingga 90 o
untuk lebih meningkatkan aliran balik vena. Kepala dan dada harus direndahkan kalai
visera akan tertekan ke diafragma dan mengganggu pernapasan. Aliran balik vena
lebih baik tercapai dengan penggunaan bidai udara atau pakaian antisyok.
d. Mulai infus cepat cairan Ringer laktat atau ‘saline’ normal dengan mempergunakan
satu atau dua jarum atau kateter intravena berukuran 18 atau lebih. Bila orang dewasa
jelas hipovolemi maka biasanya dapat diberikan 1000 sampai 2000 ml cairan dalam
waktu 20-40 menit dengan aman. Pada anak-anak dorongan intravena 10 ml per pon
biasanya aman.
e. Bila mungkin, harus dipasang sadapan kardioskopi ke pasien untuk mendapatkan
rekaman EKG yang kontinu.
f. Paramedik EMT (Emergency Medical Technician) yang terlatih akan memasang
kateter urina ‘indwelling’, bila perjalanan ke bagian gawat darurat akan memerlukan
waktu lebih daari dua jam.
g. Pada keadaan tertentu dan atas perintah dokter, paramedik EMT (Emergency Medical
Technician) yang bermutu dapat memberikan obat tertentu seperti glukosa bagi
pasien yang hipoglikemi, lidokain untuk konstaksi ventrikel prematur yang sering
terjadi atau takikardia ventrikel atau epinefrin bagi pasien yang syok anafilaktik.
h. Pakaian antisyok (‘MAST’) dapat sangat berguna pada penderita hipovolemi yang
harus diangkat untuk jarak jauh.

Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin
dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan
vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
b. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat,
penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini
untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi

7
yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik
dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
c. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus
secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan
darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
d. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :
 Dopamin Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,
berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
 Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal
dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan,
diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan
obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari
pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan
darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil,
karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
 Epinefrin Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan
pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan
dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang
dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok
neurogenik
 Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac
output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus diterapi
sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral
akan sangat membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan.
(http://nursingbegin.com/penatalaksanaan-syok-neurogenik/.20.10.2015)

8
2. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Syok Neurogenik
Pengkajian data dasar
a. Pemeriksaan fisik didasarkan pada survei umum (Apendiks F) dapat menunjukkan
manifestasi klasifikasi syok: hipotensi takikardia, pucat, kulit lembab dingin, sianosis
perifer, haluaran urine rendah, gelisah, perubahan sesorium (delirium, kacau mental, agitasi,
letargi, obtudansi, koma).
Selain itu, perhatikan manifestasi khusus terhadap tipe syok (manifestasi tersebut diatas):
Syok neurogenik: hipotensi dengan penampilan merah hangat, reaksi refleks simpatis khas
dari syok tidak terjadi, seperti takikardia dan takipnea (Engram, 1998).
b. Pemeriksaan penunjang
- CT-scan
Pemeriksaan CT-scan Berhubungan dengan omen atau lavasi peritoneal bila diduga ada
perdarahan atau cedera berhubungan dengan ominal (Batticaca, 2008). Menentukan
tempat luka/jejas, mengevalkuasi gangguan structural
- Elektrolit serum menunjukkan kekurangan cairan dan elektrolit.
- Sinar X spinal: menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur , dislokasi), untuk
kesejajaran traksi atau operasi
- MRI: mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
- Mielografi: untuk memperlihatkan kolumna spinalis jika terda[at oklusi pada
subaraknoid medulla spinalis
- Rongent torak : untuk memperlihatkan keadan paru
- Pemeriksaan fungsi paru: mengukur volume inspirasi maksimal dan ekpirasi maksimal
terutama pada kasus trauma servikal bagian bawah
- GDA : menunjukan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.

Penilaian masalah terhadap kasus syok neurologis :


1. Perubahan kesadaran
2. Perubahan mental
3. Status pernapasan, diperlukan alat bantu respirasi atau tidak
4. Perubahan tekanan intrakranial
5. Kematian jaringan otak

Dari masalah diatas dapat ditentukan diagnosa yang mungkin muncul :


1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b/d gangguan afinitas Hb oksigen, penurunan
konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan transport O2, gangguan aliran
arteri dan vena

9
2. Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre load dan
afterload, kontraktilitas jantung.
3. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan:
- Infeksi, disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma,
trauma
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya
jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di
jalan nafas.
4. Resiko Aspirasi berhubungan dengan ketidakbersihan jalan napas, penurunan tingkat
kesadaran, kaku rahang
5. Hipertermia berhubungan dengan penyakit/ trauma, peningkatan metabolisme,
aktivitas yang berlebih, dehidrasi
6. Kecemasan berhubungan dengan Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress,
perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang
pengetahuan dan hospitalisasi

10
Intervensi:
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Perfusi jaringan cerebral NOC : NIC :
tidak efektif b/d gangguan  Circulation  Monitor TTV
afinitas Hb oksigen, status  Monitor AGD,
penurunan konsentrasi Hb,  Neurologic ukuran pupil, ketajaman,
Hipervolemia, status kesimetrisan dan reaksi
Hipoventilasi, gangguan  Tissue  Monitor adanya
transport O2, gangguan Prefusion : cerebral diplopia, pandangan
aliran arteri dan vena Setelah dilakukan asuhan kabur, nyeri kepala
selama………ketidakefektifan  Monitor level
DO : perfusi jaringan cerebral teratasi kebingungan dan
 Gangguan status dengan kriteria hasil: orientasi
mental - Tekanan systole dan diastole  Monitor tonus otot
 Perubahan perilaku dalam rentang yang pergerakan
 Perubahan respon diharapkan  Monitor tekanan
motorik - Tidak ada intrkranial dan respon
 Perubahan reaksi ortostatikhipertensi nerologis
pupil - Komunikasi jelas  Catat perubahan
 Kesulitan menelan - Menunjukkan konsentrasi pasien dalam merespon
 Kelemahan atau dan orientasi stimulus
paralisis ekstrermitas - Pupil seimbang dan reaktif  Monitor status cairan
 Abnormalitas  Pertahankan
- Bebas dari aktivitas kejang
bicara parameter hemodinamik
- Tidak mengalami nyeri
 Tinggikan kepala 0-
kepala
45o tergantung pada
konsisi pasien dan order
medis

11
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan curah jantung NOC : NIC :
b/d gangguan irama jantung,  Cardiac Pump effectiveness  Evaluasi adanya
stroke volume, pre load dan  Circulation Status nyeri dada
afterload, kontraktilitas  Vital Sign Status  Catat adanya
jantung.  Tissue perfusion: perifer disritmia jantung
 Catat adanya tanda
Setelah dilakukan asuhan
DO/DS: selama………penurunan kardiak dan gejala penurunan
 Aritmia, takikardia, cardiac putput
output klien teratasi dengan
bradikardia  Monitor status
kriteria hasil:
 Palpitasi, oedem pernafasan yang
- Tanda Vital dalam rentang
 Kelelahan menandakan gagal
normal (Tekanan darah,
 Peningkatan/penuru jantung
Nadi, respirasi)
nan JVP  Monitor balance
- Dapat mentoleransi
 Distensi vena cairan
aktivitas, tidak ada
jugularis  Monitor respon
kelelahan
 Kulit dingin dan pasien terhadap efek
- Tidak ada edema paru,
lembab pengobatan antiaritmia
perifer, dan tidak ada
 Penurunan denyut  Atur periode latihan
asites
nadi perifer dan istirahat untuk
- Tidak ada penurunan
 Oliguria, kaplari menghindari kelelahan
kesadaran
refill lambat  Monitor toleransi
- AGD dalam batas normal
 Nafas pendek/ sesak aktivitas pasien
- Tidak ada distensi vena
nafas  Monitor adanya
leher
 Perubahan warna dyspneu, fatigue,
- Warna kulit normal
kulit tekipneu dan ortopneu
 Batuk, bunyi  Anjurkan untuk
jantung S3/S4 menurunkan stress
 Kecemasan  Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
 Monitor VS saat
pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan

12
bandingkan
 Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
 Monitor jumlah,
bunyi dan irama jantung
 Monitor frekuensi
dan irama pernapasan
 Monitor pola
pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien
tujuan dari pemberian
oksigen
 Sediakan informasi
untuk mengurangi stress
 Kelola pemberian
obat anti aritmia,
inotropik, nitrogliserin
dan vasodilator untuk
mempertahankan
kontraktilitas jantung
 Kelola pemberian
antikoagulan untuk
mencegah trombus
perifer
 Minimalkan stress

13
lingkungan

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan Jalan Nafas NOC:
tidak efektif berhubungan  Respiratory status :  Pastikan kebutuhan
dengan: Ventilation oral / tracheal suctioning.
 Infeksi, disfungsi  Respiratory status : Airway  Berikan O2  ……
neuromuskular, patency l/mnt, metode………
hiperplasia dinding  Aspiration Control  Anjurkan pasien untuk
bronkus, alergi jalan Setelah dilakukan tindakan istirahat dan napas dalam
nafas, asma, trauma keperawatan selama  Posisikan pasien untuk
 Obstruksi jalan …………..pasien menunjukkan memaksimalkan ventilasi
nafas : spasme jalan keefektifan jalan nafas dibuktikan  Lakukan fisioterapi
nafas, sekresi tertahan, dengan kriteria hasil : dada jika perlu
banyaknya mukus, - Mendemonstrasikan batuk  Keluarkan sekret
adanya jalan nafas efektif dan suara nafas yang dengan batuk atau suction
buatan, sekresi bersih, tidak ada sianosis dan  Auskultasi suara
bronkus, adanya dyspneu (mampu nafas, catat adanya suara
eksudat di alveolus, mengeluarkan sputum, tambahan
adanya benda asing di bernafas dengan mudah,  Berikan
jalan nafas. tidak ada pursed lips) bronkodilator :
DS: - Menunjukkan jalan nafas ………………………
 Dispneu yang paten (klien tidak ……………………….
DO: merasa tercekik, irama nafas, ………………………
 Penurunan suara frekuensi pernafasan dalam  Monitor status
nafas rentang normal, tidak ada hemodinamik
 Orthopneu suara nafas abnormal)  Berikan pelembab
 Cyanosis udara Kassa basah NaCl
- Mampu
 Kelainan suara Lembab
mengidentifikasikan dan
nafas (rales, wheezing) mencegah faktor yang  Berikan antibiotik :
 Kesulitan berbicara …………………….
penyebab.
 Batuk, tidak …………………….
- Saturasi O2 dalam batas
efekotif atau tidak ada  Atur intake untuk
normal
 Produksi sputum cairan mengoptimalkan
- Foto thorak dalam batas
 Gelisah keseimbangan.
normal

14
 Perubahan  Monitor respirasi dan
frekuensi dan irama status O2
nafas  Pertahankan hidrasi
yang adekuat untuk
mengencerkan sekret
 Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
penggunaan peralatan :
O2, Suction, Inhalasi.

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Aspirasi NOC : NIC:
DO:  Respiratory Status :  Monitor tingkat
 Peningkatan Ventilation kesadaran, reflek batuk
tekanan dalam  Aspiration control dan kemampuan menelan
lambung  Swallowing Status  Monitor status paru
 elevasi tubuh Setelah dilakukan tindakan  Pelihara jalan nafas
bagian atas keperawatan selama…. pasien tidak  Lakukan suction jika
 penurunan tingkat mengalami aspirasi dengan kriteria: diperlukan
kesadaran - Klien dapat bernafas  Cek nasogastrik
 peningkatan residu dengan mudah, tidak irama, sebelum makan
lambung frekuensi pernafasan normal  Hindari makan kalau
 menurunnya fungsi - Pasien mampu menelan, residu masih banyak
sfingter esofagus  Potong makanan
mengunyah tanpa terjadi
 gangguan menelan kecil kecil
aspirasi, dan
 NGT  Haluskan obat
mampumelakukan oral
 Penekanan reflek sebelumpemberian
hygiene
batuk dan gangguan  Naikkan kepala 30-45
- Jalan nafas paten, mudah
reflek derajat setelah makan
bernafas, tidak merasa
 Penurunan
tercekik dan tidak ada suara
motilitas
nafas abnormal
gastrointestinal

15
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Hipertermia NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Thermoregulasi  Monitor suhu sesering
 penyakit/ trauma mungkin
 peningkatan Setelah dilakukan tindakan  Monitor warna dan suhu
metabolisme keperawatan selama………..pasien kulit
 aktivitas yang menunjukkan :  Monitor tekanan darah,
berlebih Suhu tubuh dalam batas normal nadi dan RR
 dehidrasi dengan kreiteria hasil:  Monitor penurunan
- Suhu  36 – 37C tingkat kesadaran
DO/DS: - Nadi dan RR dalam rentang  Monitor WBC, Hb, dan
 kenaikan suhu normal Hct
tubuh diatas rentang - Tidak ada perubahan warna  Monitor intake dan
normal kulit dan tidak ada pusing, output
 serangan atau merasa nyaman  Berikan anti piretik:
konvulsi (kejang)
 Kelola Antibiotik:
 kulit kemerahan
……………
 pertambahan RR
 Selimuti pasien
 takikardi
 Berikan cairan intravena
 Kulit teraba panas/
 Kompres pasien pada
hangat
lipat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi
udara
 Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
 Catat adanya
fluktuasi tekanan darah
 Monitor hidrasi
seperti turgor kulit,

16
kelembaban membran
mukosa)

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kecemasan berhubungan NOC : NIC :
dengan  Kontrol kecemasan Anxiety Reduction
Faktor keturunan, Krisis  Koping (penurunan kecemasan)
situasional, Stress, Setelah dilakukan asuhan selama  Gunakan pendekatan
perubahan status kesehatan, ……………klien kecemasan yang menenangkan
ancaman kematian, teratasi dgn kriteria hasil:  Nyatakan dengan
perubahan konsep diri, - Klien mampu jelas harapan terhadap
kurang pengetahuan dan mengidentifikasi dan pelaku pasien
hospitalisasi mengungkapkan gejala  Jelaskan semua
cemas prosedur dan apa yang
DO/DS: - Mengidentifikasi, dirasakan selama
 Insomnia mengungkapkan dan prosedur
 Kontak mata menunjukkan tehnik untuk  Temani pasien untuk
kurang mengontol cemas memberikan keamanan
 Kurang istirahat - Vital sign dalam batas dan mengurangi takut
 Berfokus pada diri normal  Berikan informasi
sendiri - Postur tubuh, ekspresi faktual mengenai
 Iritabilitas wajah, bahasa tubuh dan diagnosis, tindakan
 Takut tingkat aktivitas prognosis
 Nyeri perut menunjukkan  Libatkan keluarga
 Penurunan TD dan berkurangnya kecemasan untuk mendampingi
denyut nadi klien
 Diare, mual,  Instruksikan pada
kelelahan pasien untuk
 Gangguan tidur menggunakan tehnik
 Gemetar relaksasi
 Anoreksia, mulut  Dengarkan dengan
kering penuh perhatian
 Peningkatan TD,  Identifikasi tingkat
denyut nadi, RR kecemasan

17
 Kesulitan bernafas  Bantu pasien
 Bingung mengenal situasi yang
 Bloking dalam menimbulkan kecemasan
pembicaraan  Dorong pasien untuk
 Sulit mengungkapkan
berkonsentrasi perasaan, ketakutan,
persepsi
 Kelola pemberian
obat anti cemas:........

18
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi
yang adekuat organ-organ vital tubuh.
Syok neurogenik, juga diketahui sebagai syok spinal, adalah akibat dari kehilangan tonus
vasomotor yang mengakibatkan dilatasi vena dan arteriol umum. Syok ini menimbulkan
hipotensi , dengan penumpukan darah pada pembuluh penyimpanan atau penampung dan
kapiler organ splanknik.
Setiap syok yang harus dimonitor adalah Tanda-tanda vital, ritme jantung, penurunan
produksi urine dan memerlukan monitoring yang terus- menerus Oleh karena itu Syok
merupakan keadaan gawat darurat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan
yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
2. Saran
Penting bagi kita mempelajari tentang syok, agar dalam penatalaksanaan konsep asuhan
keperawatan gawat darurat dapat kita lakukan dengan cepat dan tepat sesuai dengan metode
yang telah di pelajari di atas.

19
DAFTAR PUSTAKA

Boswick, John A. 1997. Perawatan Gawat Darurat (Emergency Care). Jakarta: EGC.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Greenberg, Michael I. dkk. 2007. Teks-Atlas Kedokteran Kegawatdaruratan Greenberg. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Cole, Elaine. 2009. Trauma Care: Initial Assessment and Management in the Emergency
Departement. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta. EGC.
Urden, Linda D., Stacy Kathleen M, & Lough, Mary E. 2012. Prioritas in Critical Care Nursing-
Seventh edition.St, Louis, Missouri: ELSEVIER
Nurarif, Amin Huda % Kusuma, Hardhi, (2012), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC,
Jakarta, Medi Action Publishing.
Smeltzer, Suzanne C. & Brenda G. Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta. EGC.
Leksana, Ery. 2015. Dehidrasi dan Syok. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Vol 42 No.
5 hal 393.
http://nursingbegin.com/penatalaksanaan-syok-neurogenik/.20.10.2015
https://ml.scribd.com/doc/92985428/SYOK-NEUROGENIK.20.10.2015

20

Anda mungkin juga menyukai