Isi Makalah Syok Neurogenik
Isi Makalah Syok Neurogenik
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Syok adalah suatu keadaan / syndrome gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh
sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan. (Rupii, 2005). Syok merupakan
Keadaan kritis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi nutrien dan oksigen baik dari
segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme selular jaringan tubuh sehingga terjadi defisiensi
akut oksigen akut di tingkat sekuler.(Tash Ervien S, 2005)
Ada beberapa jenis syok yang akan dibahas yaitu : Syok Hipovolemik, Syok
Kardiogenik,Syok Distributif yang terdiri dari : Syok septic, Syok Neurogenik, dan Syok
Anapilaktik, dan Syok Obstruksi. Dalam makalah ini penulis membahas secara lebih detail
tentang syok neurogenik beserta asuhan keperawatan pada syok neurogenik.
Syok neurologik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, Syok
neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah
secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada
pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah
sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau
anestesi umum yang dalam.
Syok neurogenik, merupakan tipe lain dari syok distributif, yaitu akibat kehilangan atau supresi
dari tonus simpatik. Kekurangan hantaran toinus simpatik menyebabkan penurunan perfusi
jaringan dan inisiasi dari respon syok umum (Linda, 2008).
2. Rumusan Masalah
1.1. Bagaimana konsep dasar dari syok neurogenik?
1.2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan syok neurogenik?
3. Tujuan Penulisan
3.1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas kelompok yang diberikan oleh dosen fasilitator, serta mengetahui
bagaimana konsep dasar Syok Neurogenik serta bagaimana Asuhan Keperawatannya.
3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami bagaimana konsep dasar dari syok neurogenik?
b. Mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan syok
neurogenik?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
khususnya barbiturate, opium, dan tranquilizer. Episode sinkope atau pingsan
dipertimbangkan menjadi bentuk syok neurogenik ringanyang relative sementara
(Tambayong, 2000).
1.2. Etiologi
Syok neurogenik disebabkan oleh gangguan susunan saraf simpatis, yang menyebabkan
dilatasi arteriola dan kenaikan kapasitas vakular. Tekanan darah sistolik biasanya akan turun
hingga dibawah 80-90 mm Hg walaupun curah jantung normal atau meningkat. Pingsan
yang biasa merupakan contoh syok neurogenik sementara. Kerusakan medula spinalis
servikalis merupakan sebab tersering syok neurogenik traumatik. (Boswick, 1997).
Syok neurogenik disebabkan oleh kerusakan alur simpatik di spinal cord. Alur system
saraf simpatik keluar dari torakal vertebrae pada daerah T6. Kondisi pasien dengan syok
neurogenik : Nadi normal, tekanan darah rendah , keadaan kulit hangat, normal, lembab.
Kerusakan alur simpatik dapat menyebabkan perubahan fungsi autonom normal (elaine cole,
2009):
1.4. Patofisiologi
Syok neurogenik disebabkan oleh cedera pada medulla spinalis yang menyebabkan
gangguan aliran keluar otonom simpatis. Sinyal-sinyal tersebut berasal dari kornu grisea
lateralis medulla spinalis antara T1 dan L2. Konsekuensi penurunan tonus adrenergic adalah
ketidakmampuan meningkatkan kerja inotopik jantung secara tepat dan konstriksi buruk
vaskularisasi perifer sebagai respon terhadap stimulasi eksitasional. Tonus vagal yang tidak
mengalami perlawanan menyebabkan hipotensi dan bradikardia. Vasodilatasi perifer
3
menyebabkan kulit menjadi hangat dan kemerahan. Hipotermia dapat disebabkan oleh tidak
adanya vasokontriksi pengatur otonomik pada redistribusi darah ke inti tubuh. Lebih tinggi
tingkat cedera medulla spinalis karena lebih banyak massa tubuh terpotong dari regulasi
simpatisnya. Syok neurogenik biasanya tidak terjadi cedera dibawah T6 (Greenberg, dkk.
2007).
1.5. Komplikasi
Syok neurogenik dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:
a. Hipoksia jaringan, kematian sel, dan kegagalan multiorgan akibat penurunan aliran
darah yang berkepanjangan.
b. Sindrom distres pernapasan pada orang dewasa akibat destruksi pembatasan alveolus-
kapiler karena hipoksia.
c. Kebanyakan pasien yang meninggal karena syok, disebabkan koagulasi intravascular
diseminata akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas sehingga terjadi stimulus
berlebihan kaskade koagulasi (Corwin, 2009)
4
1.7. Penatalaksanaan
a. Imobilisasi pasien untuk mencegah semakin beratnya cedera medulla spinalis atau
kerusakan tambahan
b. Kolaborasi tindakan pembedahan untuk mengurangi tekanan pada medulla spinalis
akibat terjadinya trauma yang dapat mengurangi disabilitas jangka panjang.
c. Pemberian steroid dosis tinggi secara cepat (satu jam pertama) untuk mengurangi
pembengkakan dan inflamasi medulla spinalis serta mengurangi luas kerusakan
permanen.
d. Fiksasi kolumna vertebralis melalui tindakan pembedahan untuk mempercepat dan
mendukung proses pemulihan.
e. Terapi fisik diberikan setelah kondisi pasien stabil.
f. Penyuluhan dan konseling mengenai komplikasi jangka panjang seperti komplikasi
pada kulit, system reproduksi, dan system perkemihan dengan melibatkan anggota
keluarga (Corwin, 2009).
Sedangkan menurut Batticaca dan Fransisca B, (2008) penatalaksanaan syok spinal yaitu :
1. Lakukan kompresi manual untuk mengosongkan kandung kemih secara teratur agar
mencegah terjadinya inkontinensia overfloe dan dribbling
2. Lakukan pengosongan rectum dengan cara tambahkan diet tinggi serat, laksatif,
supposutoria, enema untuk BAB atau pengosongan secara teratur tanpa terjadi
inkontinensia.
5
ALGORITMA NEUROGENIC SHOCK
Gambar 2.8 Algoritma Neurogenic Shock menurut U.S. National Library of Medicine,
National Institute of Health.
6
Pengobatan segera menurut (Boswick, 1997):
a. Amankan saluran pernapasan yang adekuat dan mulai pemberian oksigen 3 sampai 5
liter per menit. Pastikan ventilasi per menit normal atau meningkat.
b. Amati tanda-tanda vital dan mulai pencatatan tentang hal ini, waktu pemberian
cairan, obat-obatan dan terapi lainnya.
c. Bila penderita hipovolemik, tinggikan tungkai sampai sudut 45 o untuk mendapatkan
aliran balik darah vena yang cepat dari tungkai ke jantung. Bila cairan tak dapat
segera diberikan dan penderita hipotensif berat, maka naikkan tungkai hingga 90 o
untuk lebih meningkatkan aliran balik vena. Kepala dan dada harus direndahkan kalai
visera akan tertekan ke diafragma dan mengganggu pernapasan. Aliran balik vena
lebih baik tercapai dengan penggunaan bidai udara atau pakaian antisyok.
d. Mulai infus cepat cairan Ringer laktat atau ‘saline’ normal dengan mempergunakan
satu atau dua jarum atau kateter intravena berukuran 18 atau lebih. Bila orang dewasa
jelas hipovolemi maka biasanya dapat diberikan 1000 sampai 2000 ml cairan dalam
waktu 20-40 menit dengan aman. Pada anak-anak dorongan intravena 10 ml per pon
biasanya aman.
e. Bila mungkin, harus dipasang sadapan kardioskopi ke pasien untuk mendapatkan
rekaman EKG yang kontinu.
f. Paramedik EMT (Emergency Medical Technician) yang terlatih akan memasang
kateter urina ‘indwelling’, bila perjalanan ke bagian gawat darurat akan memerlukan
waktu lebih daari dua jam.
g. Pada keadaan tertentu dan atas perintah dokter, paramedik EMT (Emergency Medical
Technician) yang bermutu dapat memberikan obat tertentu seperti glukosa bagi
pasien yang hipoglikemi, lidokain untuk konstaksi ventrikel prematur yang sering
terjadi atau takikardia ventrikel atau epinefrin bagi pasien yang syok anafilaktik.
h. Pakaian antisyok (‘MAST’) dapat sangat berguna pada penderita hipovolemi yang
harus diangkat untuk jarak jauh.
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin
dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan
vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
b. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat,
penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini
untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi
7
yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik
dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
c. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus
secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan
darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
d. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :
Dopamin Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,
berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal
dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan,
diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan
obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari
pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan
darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil,
karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
Epinefrin Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan
pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan
dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang
dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok
neurogenik
Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac
output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus diterapi
sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral
akan sangat membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan.
(http://nursingbegin.com/penatalaksanaan-syok-neurogenik/.20.10.2015)
8
2. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Syok Neurogenik
Pengkajian data dasar
a. Pemeriksaan fisik didasarkan pada survei umum (Apendiks F) dapat menunjukkan
manifestasi klasifikasi syok: hipotensi takikardia, pucat, kulit lembab dingin, sianosis
perifer, haluaran urine rendah, gelisah, perubahan sesorium (delirium, kacau mental, agitasi,
letargi, obtudansi, koma).
Selain itu, perhatikan manifestasi khusus terhadap tipe syok (manifestasi tersebut diatas):
Syok neurogenik: hipotensi dengan penampilan merah hangat, reaksi refleks simpatis khas
dari syok tidak terjadi, seperti takikardia dan takipnea (Engram, 1998).
b. Pemeriksaan penunjang
- CT-scan
Pemeriksaan CT-scan Berhubungan dengan omen atau lavasi peritoneal bila diduga ada
perdarahan atau cedera berhubungan dengan ominal (Batticaca, 2008). Menentukan
tempat luka/jejas, mengevalkuasi gangguan structural
- Elektrolit serum menunjukkan kekurangan cairan dan elektrolit.
- Sinar X spinal: menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur , dislokasi), untuk
kesejajaran traksi atau operasi
- MRI: mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
- Mielografi: untuk memperlihatkan kolumna spinalis jika terda[at oklusi pada
subaraknoid medulla spinalis
- Rongent torak : untuk memperlihatkan keadan paru
- Pemeriksaan fungsi paru: mengukur volume inspirasi maksimal dan ekpirasi maksimal
terutama pada kasus trauma servikal bagian bawah
- GDA : menunjukan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.
9
2. Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre load dan
afterload, kontraktilitas jantung.
3. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan:
- Infeksi, disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma,
trauma
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya
jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di
jalan nafas.
4. Resiko Aspirasi berhubungan dengan ketidakbersihan jalan napas, penurunan tingkat
kesadaran, kaku rahang
5. Hipertermia berhubungan dengan penyakit/ trauma, peningkatan metabolisme,
aktivitas yang berlebih, dehidrasi
6. Kecemasan berhubungan dengan Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress,
perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang
pengetahuan dan hospitalisasi
10
Intervensi:
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Perfusi jaringan cerebral NOC : NIC :
tidak efektif b/d gangguan Circulation Monitor TTV
afinitas Hb oksigen, status Monitor AGD,
penurunan konsentrasi Hb, Neurologic ukuran pupil, ketajaman,
Hipervolemia, status kesimetrisan dan reaksi
Hipoventilasi, gangguan Tissue Monitor adanya
transport O2, gangguan Prefusion : cerebral diplopia, pandangan
aliran arteri dan vena Setelah dilakukan asuhan kabur, nyeri kepala
selama………ketidakefektifan Monitor level
DO : perfusi jaringan cerebral teratasi kebingungan dan
Gangguan status dengan kriteria hasil: orientasi
mental - Tekanan systole dan diastole Monitor tonus otot
Perubahan perilaku dalam rentang yang pergerakan
Perubahan respon diharapkan Monitor tekanan
motorik - Tidak ada intrkranial dan respon
Perubahan reaksi ortostatikhipertensi nerologis
pupil - Komunikasi jelas Catat perubahan
Kesulitan menelan - Menunjukkan konsentrasi pasien dalam merespon
Kelemahan atau dan orientasi stimulus
paralisis ekstrermitas - Pupil seimbang dan reaktif Monitor status cairan
Abnormalitas Pertahankan
- Bebas dari aktivitas kejang
bicara parameter hemodinamik
- Tidak mengalami nyeri
Tinggikan kepala 0-
kepala
45o tergantung pada
konsisi pasien dan order
medis
11
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan curah jantung NOC : NIC :
b/d gangguan irama jantung, Cardiac Pump effectiveness Evaluasi adanya
stroke volume, pre load dan Circulation Status nyeri dada
afterload, kontraktilitas Vital Sign Status Catat adanya
jantung. Tissue perfusion: perifer disritmia jantung
Catat adanya tanda
Setelah dilakukan asuhan
DO/DS: selama………penurunan kardiak dan gejala penurunan
Aritmia, takikardia, cardiac putput
output klien teratasi dengan
bradikardia Monitor status
kriteria hasil:
Palpitasi, oedem pernafasan yang
- Tanda Vital dalam rentang
Kelelahan menandakan gagal
normal (Tekanan darah,
Peningkatan/penuru jantung
Nadi, respirasi)
nan JVP Monitor balance
- Dapat mentoleransi
Distensi vena cairan
aktivitas, tidak ada
jugularis Monitor respon
kelelahan
Kulit dingin dan pasien terhadap efek
- Tidak ada edema paru,
lembab pengobatan antiaritmia
perifer, dan tidak ada
Penurunan denyut Atur periode latihan
asites
nadi perifer dan istirahat untuk
- Tidak ada penurunan
Oliguria, kaplari menghindari kelelahan
kesadaran
refill lambat Monitor toleransi
- AGD dalam batas normal
Nafas pendek/ sesak aktivitas pasien
- Tidak ada distensi vena
nafas Monitor adanya
leher
Perubahan warna dyspneu, fatigue,
- Warna kulit normal
kulit tekipneu dan ortopneu
Batuk, bunyi Anjurkan untuk
jantung S3/S4 menurunkan stress
Kecemasan Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
Monitor VS saat
pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
12
bandingkan
Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
Monitor jumlah,
bunyi dan irama jantung
Monitor frekuensi
dan irama pernapasan
Monitor pola
pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
Monitor sianosis
perifer
Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
Jelaskan pada pasien
tujuan dari pemberian
oksigen
Sediakan informasi
untuk mengurangi stress
Kelola pemberian
obat anti aritmia,
inotropik, nitrogliserin
dan vasodilator untuk
mempertahankan
kontraktilitas jantung
Kelola pemberian
antikoagulan untuk
mencegah trombus
perifer
Minimalkan stress
13
lingkungan
14
Perubahan Monitor respirasi dan
frekuensi dan irama status O2
nafas Pertahankan hidrasi
yang adekuat untuk
mengencerkan sekret
Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
penggunaan peralatan :
O2, Suction, Inhalasi.
15
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Hipertermia NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Thermoregulasi Monitor suhu sesering
penyakit/ trauma mungkin
peningkatan Setelah dilakukan tindakan Monitor warna dan suhu
metabolisme keperawatan selama………..pasien kulit
aktivitas yang menunjukkan : Monitor tekanan darah,
berlebih Suhu tubuh dalam batas normal nadi dan RR
dehidrasi dengan kreiteria hasil: Monitor penurunan
- Suhu 36 – 37C tingkat kesadaran
DO/DS: - Nadi dan RR dalam rentang Monitor WBC, Hb, dan
kenaikan suhu normal Hct
tubuh diatas rentang - Tidak ada perubahan warna Monitor intake dan
normal kulit dan tidak ada pusing, output
serangan atau merasa nyaman Berikan anti piretik:
konvulsi (kejang)
Kelola Antibiotik:
kulit kemerahan
……………
pertambahan RR
Selimuti pasien
takikardi
Berikan cairan intravena
Kulit teraba panas/
Kompres pasien pada
hangat
lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi
udara
Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
Catat adanya
fluktuasi tekanan darah
Monitor hidrasi
seperti turgor kulit,
16
kelembaban membran
mukosa)
17
Kesulitan bernafas Bantu pasien
Bingung mengenal situasi yang
Bloking dalam menimbulkan kecemasan
pembicaraan Dorong pasien untuk
Sulit mengungkapkan
berkonsentrasi perasaan, ketakutan,
persepsi
Kelola pemberian
obat anti cemas:........
18
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi
yang adekuat organ-organ vital tubuh.
Syok neurogenik, juga diketahui sebagai syok spinal, adalah akibat dari kehilangan tonus
vasomotor yang mengakibatkan dilatasi vena dan arteriol umum. Syok ini menimbulkan
hipotensi , dengan penumpukan darah pada pembuluh penyimpanan atau penampung dan
kapiler organ splanknik.
Setiap syok yang harus dimonitor adalah Tanda-tanda vital, ritme jantung, penurunan
produksi urine dan memerlukan monitoring yang terus- menerus Oleh karena itu Syok
merupakan keadaan gawat darurat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan
yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
2. Saran
Penting bagi kita mempelajari tentang syok, agar dalam penatalaksanaan konsep asuhan
keperawatan gawat darurat dapat kita lakukan dengan cepat dan tepat sesuai dengan metode
yang telah di pelajari di atas.
19
DAFTAR PUSTAKA
Boswick, John A. 1997. Perawatan Gawat Darurat (Emergency Care). Jakarta: EGC.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Greenberg, Michael I. dkk. 2007. Teks-Atlas Kedokteran Kegawatdaruratan Greenberg. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Cole, Elaine. 2009. Trauma Care: Initial Assessment and Management in the Emergency
Departement. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta. EGC.
Urden, Linda D., Stacy Kathleen M, & Lough, Mary E. 2012. Prioritas in Critical Care Nursing-
Seventh edition.St, Louis, Missouri: ELSEVIER
Nurarif, Amin Huda % Kusuma, Hardhi, (2012), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC,
Jakarta, Medi Action Publishing.
Smeltzer, Suzanne C. & Brenda G. Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta. EGC.
Leksana, Ery. 2015. Dehidrasi dan Syok. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Vol 42 No.
5 hal 393.
http://nursingbegin.com/penatalaksanaan-syok-neurogenik/.20.10.2015
https://ml.scribd.com/doc/92985428/SYOK-NEUROGENIK.20.10.2015
20