Mohammad Hefni
Pascasarjana STAIN Pamekasan
Jln. Pahlawan KM. 04 Pamekasan
email: hefni_mohd@yahoo.com
Abstrak:
Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki tradisi khas. Madura sebagai salah
satu suku bangsa di Indonesia memiliki tradisi khas, yaitu kerapan sapi.
Dalam event kerapan sapi, penonton tidak hanya disuguhi kecepatan sapi,
tetapi juga tradisi lok-olok yang berlangsung setelah kerapan sapi berakhir.
Dalam hubungan ini, persoalan yang diketengahkan dalam tulisan ini adalah
bagaimana deskripsi tradisi lok-olok dan bagaimana perspektif etnome-
todologis atas tradisi lok-olok tersebut. Kajian ini menggunakan pendekatan
kualitatif berjenis etnemetodologis. Jenis kajian ini dipilih karena tradisi lok-
olok berlangsung dalam setting institusional tertentu, yaitu lapangan kerapan
sapi. Dalam kajian etnometodologi, beberapa pakar etnometodologi memu-
satkan perhatiannya pada analisis percakapan. Konsep terpenting dari model
ini adalah apa yang disebut dengan adjacency pair (pasangan yang
berdekatan). Konsep ini mencakup observasi pertanyaan dan jawaban atau
pernyataan dan respons yang dilakukan secara berpasangan. Yang terpenting
dalam hal ini adalah bahwa respons orang atau pihak kedua menduduki
posisi penting. Dalam pidato lok-olok, respons yang ditunjukkan oleh
penonton, sebagai pihak kedua, atas pidato yang disampaikan oleh tokang lok-
olok, sebagai pihak pertama, bisa berupa kesetujuan dan ketidaksetujuan.
Kese-tujuan dan ketidaksetujuan tersebut ditunjukkan melalui kata-kata dan
perilaku tertentu.
Abstract:
Every ethnic group in Indonesia has a distinctive tradition. Madura as one of
Indonesia's ethnic groups have distinctive traditions, namely bull racing. In
bull racing event, the audience was not only treated cows speed, but also the
tradition of lok-olok after bull racing ends. In this connection, the issues
addressed in this paper is how description of the tradition of lok-okok and how
etnometodological perspective on the tradition of lok-olok. This study used a
qualitative approach with a etnemetodological approach. This approach have
been chose because the tradition of lok-olok takes place in certain institutional
settings, ie bull racing field. In ethnometodological study, some experts of
ethnometodology reverses their attention on the analysis of conversations.
The most important concept of this model is the so-called adjacency pair. This
concept includes the observation questions and answers or statements and
responses are done in pairs.. The most important concept of this model is the
so-called adjacency pair. This concept includes the observation questions and
answers or statements and responses are done in pairs. Most important in this
regard is that the response of the person or both occupy an important
Tradisi Lisan di Madura
and Research (New York: Random House, 1970), 14 (Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 1997), hlm. 327.
hlm. 12. 5 Tradisi lisan mempunyai hubungan dengan
2Koentjaraningrat (ed.), Masalah-masalah Pem- dengan bahasa. Bahasa merupakan wahana
bangunan: Bunga Rampai Antropologi Terapan paling signifikan untuk mengomunikasikan dan
(Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 346-347. memertahankan warisan takbenda (intangible
3 Bahasa dan adat-istiadat merupakan elemen- heritage) dan pengetahuan lokal (local knowledge).
elemen simbolik yang ditetapkan sebagai Lihat Katubi, “Bahasa, Kebudayaan Material, dan
lambang kesukuan. Lihat Schemerhorn, Tradisi Lisan: Studi Etnolinguistik Orang Kui di
Comparative Ethnic Relation, hlm. 12. Berkaitan Alor, Nusa Tenggara Timur”, Prosiding The 4th
dengan hal ini, Barker menyatakan bahwa International Conference on Indonesian Studies:
seringkali kesatuan bahasa, adat-istiadat, norma, Unity, Diversity, and Future:
yaitu seni berdeklamasi untuk peng- pernah diteliti secara ekstensif. Para
umuman nama sapi yang ikut serta peneliti tentang sastra Madura selama ini
dalam lomba. Tidak seperti tradisi agèsèr menfokuskan pada penelitian tentang
yang berlangsung pada setiap kerapan cerita yang berkembang di Madura,
sapi resmi mulai dari tingkat kecamatan seperti yang dilakukan oleh Bustami8 dan
hingga tingkat karesidenan (se-Madura/ Suhartono, dkk.9 Dalam konteks inilah,
gubeng), tradisi lok-olok ini hanya ber- kajian ini dilakukan, karena di samping
langsung pada kerapan sapi tingkat desa berguna sebagai bentuk cerminan pemi-
atas prakarsa perorangan. Tradisi lol-olok kiran, pengetahuan, dan harapan,10 juga
ini, terutama, berkembang di Kabupaten berguna sebagai sarana eksplorasi dan
Sumenep wilayah daratan. dokumentasi nilai-nilai budaya.
Sebagai sebuah jenis sastra lisan7 Berkaitan dengan hal tersebut,
berbahasa Madura, tradisi lok-olok belum permasalahan yang dikaji dalam kajian
ini dirumuskan dalam bentuk perta-
nyaan, yaitu bagaimana kajian etnome-
https://icssis.files.wordpress.com/2012/05/0910
2012-40.pdf. Tentang local knowledge, para todologis atas tradisi lok-olok di Madura?
antropolog menyebutnya dengan sebutan yang
berbeda-beda. Mereka ada yang menyebut
Kajian Terdahulu
dengan pengetahuan lokal (local knowledge), Selama ini, kajian-kajian tentang
pengetahuan pribumi (indigenous knowledge), sastra lisan secara umum berbentuk
kearifan lokal (local wisdom), kearifan tradisional cerita.11 Di Madura, kajian-kajian tersebut
(traditional wisdom), dan pengetahuan tradisional
(traditional knowledge). Lihat Saleh M. Ali,
”Pengetahuan Lokal dan Pembangunan Pertanian dan kuat dalam memegang tradisi. Lihat S. D.
Berkelanjutan: Perspektif dari Kaum Marjinal”, Hutomo, Mutiara yang Terlupakan: Panduan
Jurnal Antropologi Indonesia (2000); Paul Sillitoe, Penelitian Sastra Lisan (Surabaya: HISKI, 1991),
“The Development of Indigenous Knowledge.” hlm. 2; Idem, Merambah Matahari (Surabaya: Gaya
Current Anthropology, Vol. 39, No. 2. (April, 1998), Mas, 1992), hlm. 25; Endraswara, Metodologi
hlm. 223-247; Schafer, Utilizing Agricultural Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: UGM Press,
Knowledge in the Planning of Agricultural Research 2003), hlm. 251. Kedua faktor tersebut, menurut
projects designed to Aid Small Scale Farmers in Sudikan,(1989:58), membuat sastra lisan lebih
Indigenous Knowledge Systems: Implications for kuat daripada sastra tulis. Lihat SY Sudikan,
Agriculture and International Development, (Amos: “Tradisi Lisan sebagai Sarana Pelestari Ling-
Iowa State University, 1989); Norman Edwin, kungan Hidup”, Jurnal Media Pendidikan, vol. 43,
‘Memahami Kearifan Tradisional Perahu Pinisi’, no. 11 (1989), hlm. 57-68.
Kompas, 26 Desember 1991; M. Sardjono and I. 8A. L. Bustami, “Folklor Kangean: Suatu Kajian
Samsoedin, “Traditional Knowledge and Practice Cerita Bajak Laut (Lanun) sebagai Sumber
of Biodiversity Conservation,” dalam People Sejarah”, Bahasa dan Seni, tahun 32, nomor 2
Managing Forests: The Links Between Human Well- (Agustus 2004), hlm. 267-285.
being and Sustainability, eds. Carol J. Pierce Calfer 9Suhartono, B. Yulianto dan A. Ahmadi, “Cerita
and Yvonne Byron (Washington DC: Resource for Rakyat di Pulau Mandangin: Kajian Struktural
the Future, 2001), hlm. 116-134. Antropologi Claude Lévi Strauss”, Journal of
6Kata dasar “olok” itu sendiri berarti panggilan, Unair, volume 23, nomor 4 (2010), hlm. 304-311
menamai, berseru, dan berteriak. Lihat A. 10 M. Lutfi, “Pergeseran Pengaruh Hindu ke Islam
Safiodien, Kamus Bahasa Madura-Indonesia (Jakarta: dalam Legenda Gunung Gong, Gunung Kelir, dan
Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Banyu Anget”, Jurnal Manusia, Kebudayaan, dan
Departemen P dan K, 1977), hlm. 69. Politik, no. 23 Vol. 1 (2010), hlm. 42-47.
7Sastra lisan yang kuat berada di daerah terpencil. 11 Bentuk lainnya dari sastra lisan adalah: (1)
Mayoritas desa di Madura merupakan daerah bahan yang bercorak noncerita: (a) puisi lisan, (b)
terpencil. Kuatnya sastra lisan di daerah terpencil peribahasa, (c) hukum adat, (d) ratapan, dan lain-
disebabkan penduduknya berdaya baca rendah lain (2) bahan yang bercorak tingkah laku: (a)
drama, (b) tarian, dan lain-lain. Lihat Hutomo, Role of Storytelling in Somalia, The Minnesota
Mutiara yang Terlupakan, hlm. 26-28. Humanities Center (2002):
12Bustami, “Folklor Kangean”, hlm. 267-285. www.minnesotahumanities.org
13Suhartono, et al, “Cerita Rakyat di Pulau 19P. Sheppard, R. Walter, dan S. Aswani, “Oral
seloka berupa simbol pengawak (sosok) bahwa sastra awal Budha tidak sesuai
Semar dengan litera sastra Dentawyanjana. dengan teori karena ia telah mengalami
Pesan filosofisnya ialah bahwa manusia improvisasi dalam pembacaannya.
hidup yang dilengkapi dengan cipta, rasa, Dalam bentuk nyanyian, sastra
dan karsa itu adalah kodrati dan tidak lisan diteliti oleh Ndimofor.21 Sedangkan
menyimpang dari laku jantra kehidupan dalam bentuk puisi, ia pernah dilakukan
(pantarei). oleh Zekriady22 dan Eyoh.23 Dalam
Swanson, dalam tulisannya disertasinya, Ndimofor menginvestigasi
tentang Pele dan Hi‘iaka, menceritakan tentang nyanyian rakyat Suku Akum di
tentang erupsi lava ‘Ailā‘au yang meng- Barat Laut Republik Kamerun, terutama
alir selama 15 abad dan runtuhnya tentang elemen-elemen budayanya. Hasil
kaldera Kīlauea pada permulaan abad ke- penelitian ini menunjukkan bahwa nya-
16. Interpretasi atas cerita tersebut sangat nyian rakyat Suku Akum berguna untuk
penting untuk memahami masa lampau sistem pendidikan Kameron karena ia
dan memberikan gagasan untuk untuk berikhtiyar untuk menginternalisasi para
melakukan observasi geologis. pelajar pada budayanya dan membu-
Ahmed, dalam empat cerita rakyat kanya pada dunia luar.
Somalia, yaitu Qayb Libaax, The Travels of Zekriyadi, dalam kajiannya,
Igal Shidad, The story of Dhegdheer, Wiil menemukan bahwa makna yang terkan-
Waal’s riddle, menyajikam tentang keseng- dung dalam Sakeco (puisi nasihat) adalah
saraan dan kekacauan dalam keluarga, makna kehidupan sosial pada masyarakat
anak, dan masyarakat. Namun demikian, Sumbawa. Perjuangan masyarakat Sum-
cerita tersebut juga menggambarkan bawa untuk membela kebenaran rela
tentang benda-banda yang bagus yang mempertaruhkan nyawa dan tidak memi-
menunjukkan tradisi cerita rakyat Soma- lih golongan yang melakukan kesalahan.
lia yang benar-benar mulia. Eyoh, melalui pendekatan kritis
Sheppard, dalam penelitian terse- berkenaan dengan gaya bahasa, mene-
but, me-review persolaan metodologis mukan adanya banyak kesamaan dalam
seputar penggunaan data pada masa hal kepentingan, pemikiran, pandangan
prasejarah (1000 tahun yang lalu) di dunia, dan nilai-nilai di antara berbagai
Roviana Lagoon (kelompok New Geor- suku yang berbeda di Negeria. Ini dapat
gia, Pulau Solomon). Akhirnya, ia
menyimpulkan bahwa model formasi 21N. D. Ndimofor, Oral Literature of the Akum
Roviana Chiefdom yang muncul bolak- People:A case Study of the Folksong and Cultural
Elements (Disertasi Ph.D, the Post-Graduate
balik antara arkeologi dan etnohistori
Teachers’ Diploma (DIPES II) pada Cameroonian
memiliki kekuatan menjelaskan yang Languages and Cultures, 2011):
jauh lebih besar ketimbang dari sumber http://www.Cameroonian-Languages-and-
data itu sendiri. Cultures.ph/about-culture-and-arts/articles-on-c-
Terakhir, Wynne, dalam kajian n-a/article.php?igm=4&i=231
22Zekriady, Analisis Bentuk dan Makna Sastra Lisan
tersebut, menguji teori-teori yang berbe- Sumbawa Sakeco Suku Samawa di Kabupaten
da dan menunjukkan bahwa bukti Sumbawa dengan Pendekatan Foklor:
internal dari teks-teks agama Pāli men- http://ta.umm.ac.id/images/line_orange_right.gi
dukung teori transmisi lisan dari sastra f
23L. Eyoh, “Indigenous Oral Poetry in Nigeria as a
Budha awal, tidak seperti temuan para
Tool for National Unity”, Communication, Volume
cendekiawan lainnya yang menyatakan 2, Number 2 (2011), hlm. 83-91.
dijadikan sebagai alat yang efektif bagi secara purposive sesuai dengan tema lok-
integrasi, kesatuan, perkembangan nasio- olok.
nal. Teknik pengumpulan data yang
Penelitian ini berbeda dengan digunakan dalam penelitian ini adalah
beberapa penelitian di atas. Secara materi, dokumentasi, observasi, dan wawancara.
penelitian ini mengkaji tentang tradisi lok- Analisis data dalam penelitian ini akan
olok, seni berdeklamasi untuk mengu- menggunakan analisis model interaktif.27
mumkan nama sapi yang ikut serta da- Dengan mengikuti model ini, analisis
lam lomba, baik lomba sapi sonok (lomba data berlangsung bersamaan dengan
“kecantikan” dan kelincahan sapi betina) proses pengumpulan data, dengan tahap-
maupun dalam kerapan sapi jantan. Lok- an alur sebagai berikut: Pengum-pulan
olok adalah penampilan kepandaian ber- data, display data, reduksi data, dan
tutur kata yang diarahkan kepada sapi menarik kesimpulan atau verifikasi.28
dan juga kepada pemilik dan pengikut
rombongan pasangan sapi. Walaupun Lok-olok sebagai Sebuah Seni
dalam batas-batas tertentu ada kesamaan Deklamasi
dengan puisi, yakni dalam hal pencip- Salah satu tradisi lisan yang masih
taan vokal dengan intonasi yang menge- berkembang dalam bahasa Madura hing-
sankan sebagaimana pembacaan puisi, ga saat ini, terutama di Kabupaten
namun lok-olok lebih menekankan pada Sumenep wilayah daratan, adalah lok-
irama dan rhyme (sajak), sehingga makna olok, yakni acara pengumuman nama sapi
kata dan bahasanya terbebas. yang ikut serta dalam lomba, baik lomba
sapi sonok (lomba “kecantikan” dan
Metode Kajian kelincahan sapi betina) maupun dalam
Studi ini menggunakan pende- kerapan sapi jantan. Lok-olok29 adalah
katan kualitatif. Pemilihan pendekatan ini adalah penampilan kepandaian bertutur
didasarkan pada pertimbangan bahwa kata yang diarahkan kepada sapi dan
penelitian ini menekankan pada proses juga kepada pemilik dan pengikut
atau pada apa yang terjadi. Sedangkan rombongan pasangan sapi. Para tokang
jenis penelitian yang digunakan adalah lok-olok dalam pidato lok-olok memper-
etnometodologi, yakni dengan memela- lakukan sapi seperti manusia atau anak.
jari secara intensif sebuah tradisi lok-olok, Sapi kadangkala disapa dengan sebutan
baik ungkapan verbal24 maupun gestur “bâ’na (engkau)”. Untuk sapi jantan, ia
saat berdeklamasi,25 dalam scene terten- juga sering disapa dengan sebutan
tu,26 yakni dalam scene kerapan sapi di “kacong (bocah)” dan sapi betina dengan
Desa Gedang-gedang Kecamatan Batu sebutan “cebbhing (gadis)”. Perlakuan atas
Putih, Kabupaten Sumenep. Subjek pe-
nelitian ini adalah para tokang lok-olok
27Miles, dan Hubermas. An Expanded Source Book,
(deklamator) tradisi lok-olok yang dipilih
hlm., 10-14.
28 S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-
24 J. M. Atkinson, “Public Speaking,” hlm. 370- Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1992), hlm. 128-130.
407. 29 Kata dasar “olok” itu sendiri berarti panggilan,
25 J. S. Turner, The Structure of Sociological Theory menamai, berseru, dan berteriak. Lihat Asis
(California: Wadsworth Publishing Company, Safiodien, Kamus Bahasa Madura-Indonesia (Jakarta:
1991), hlm. 384. Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
26 Garfinkel, Studies. Departemen P dan K, 1977), hlm. 69.
sapi layaknya anak sendiri juga ditun- beberapa pasang sapi, tokang lok-olok (juru
jukkan oleh pilihan ondhâghâh bhâsa pidato) memanfaatkan nama32 untuk
(tingkatan berbahasa) yang menggu- mengembangkan ekspresi pribadi yang
nakan bahasa kasar (ênjâ’-iyyâh/séngko’- pada umumnya berpangkal pada penga-
bâ’na). Di Madura, ondhâghâh bhâsa ini laman kehidupan sehari-hari. Di samping
digunakan oleh seseorang dalam hubung- itu, mereka juga dapat mengeluarkan
an ke bawah, misalnya kepada anak, uneg-uneg dari frustasi atau penghinaan.
keponakan, dan cucu. Apalagi yang angkat bicara bukanlah
Di zaman dulu, lok-olok berupa pemilik sapi itu sendiri, tetapi wakil
larik bebas meski tetap memenuhi aturan pemilik itu yang juga merangkap sebagai
irama. Tetapi, saat ini para tokang lok-olok penjaga sapi itu, yang berstatus “me-
cenderung mengabaikan aturan irama. nengah” di antara yang kaya dan yang
Gaya puitis lok-olok sangat berbeda dari miskin. Tidak cukup miskin untuk malu
gaya puisi yang dinyanyikan (kèjhung), mengangkat suara di depan umum dan
yang ditampilkan pada acara tandha’ atau tidak cukup kaya untuk enggan mela-
di dalam pertunjukan teater. Saat ini, kukannya. Dalam improvisasi lisan ini,
pidato yang terimprovisasi ini, yang yang paling banyak dibicarakan adalah
dilestarikan di dalam tradisi lisan, meru- manusia bukan sapi. Sementara hewan
pakan turunan dari gaya asli yang lebih ternak walaupun berfungsi sebagai un-
canggih, yaitu kèjhung.30 Menurut Hèlène sur prestise dan ekspresi puitis yang
Bouvier,31 pidato lok-olok yang paling mungkin menjengkelkan atau humoris,
lengkap dan berstruktur terdiri dari jarang dibicarakan ciri-ciri sesungguhnya.
perkataan ramah tamah untuk hadirin Dengan demikian, problem sosio-
pemilik sapi, pemilik tanah lapangan, dan logis yang terdapat dalam tradisi lok-olok
pemrakarsa lomba; kutipan nama tempat adalah adanya pembuktian kepada pub-
dan tanggal; pengenalan desa asal dan lik bahwa dirinya berada dalam status
nama pemilik; pengumuman nama sapi sosial yang tinggi (oreng rajâh, orèng
(jhâjhuluk èpon sapè) yang acapkali diikuti andi’).33 Ini dapat dilihat dari hasil
dengan penjelasan tentang pilihan nama pengamatan atas sebuah lok-olok pada
tersebut, dan dilanjutkan dengan tata
krama penutup. 32 Nama yang diberikan kepada sapi
Demikianlah, lok-olok menjadi salah mencerminkan keragaman pengalaman dan
satu kesempatan untuk berimprovisasi kepekaan dari pencipta nama itu. Oleh kare-
secara lisan di depan umum. Dengan nanya, sepasang sapi diberi nama secara bersama-
sama. Misalnya, inspirasi yang datang dari
mengenakan sarung, kemeja atau kaos, perasaan atau keadaan batin pemilik, keluarga
dan songkok serta berdiri di depan pemilik, atau juru pidato melahirkan nama-nama
seperti Sè Mellas (Yang Sedih), Sè Tèmang (Yang
30 Selengkapnya lihat Zawawi Imron, “Sasatra Dirayu), Sè Tangès (Yang Menangis); inspirasi dari
Madura: Yang Hilang Belum Berganti”, dalam bidang seksualitas melahirkan nama-nama seperti
Agama, Kebudayaan dan Ekonomi, Studi-studi Sè Mèyang (Yang Genit/Gatal), Sè Ghatel (Yang
Interdisipliner tentang Masyarakat Madura, Huub de Gatal); dan sebagainya.
Jonge (ed.) (Jakarta: Rajawali Pers, 1989), hlm. 186. 33 Oreng rajâh di sini dikaitkan dengan
31 Hèlène Bouvier, Lèbur: Seni Musik dan kepemilikan harta kekayaan yang melimpah,
Pertunjukan dalam Masyarakat Madura, terj. Rahayu terutama yang berasal dari hasil pertanian.
S. Hidayat dan Jean Couteau (Jakarta: Yayasan Walaupun demikian, kategori oreng rajeh juga
Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi berkaitan dengan orang yang mempunyai
Lisan, 2002), hlm. 175. kedudukan tinggi dalam struktur pemerintahan.
penonton. Ini dapat dilihat dari contoh Dulu, sebelum menikah, kau senang
Lok-olok di bawah ini. bermain-main dengan sapi
Tetapi, setelah menikah, kau jangan
Bâdhân kaulâ sobung sè èkerrabâ bermain-main dengan sapi lagi
Bâdhân kaulâ ta’ andi’ dhunnya Kau harus berbakti kepada suamimu
Tapè mon ka kahormadhân
Bâdhân kaulâ andi’ sakonè’ Intinya, pidato dalam tradisi Lok-
Kaulâ ghi’ aromasa orèng Madhurâ olok banyak mengandung pesan moral
Ca’ èpon orèng, èngghi kepada masyarakat Madura untuk tetap
Pa’, dhunnyana èpatao ka tengnga mempertahankan jati diri35 dan harga diri
lapangan orang Madura. Setelah menyampaikan
Mon bâdhân kaulâ bhunten, tarètan pidato lok-olok, tokang lok-olok menari
Ta’ andi’ dhunnya. (atandâ’) beberapa saat diiringi oleh
saronèn. Selama tarian itu, pemilik sapi
Terjemahan: atau anggota keluarganya dan rom-
Saya tidak punya sapi untuk ikut serta bongan menyelipkan rokok atau sejumlah
dalam kerapan uang ke dalam saku tokang lok-olok
Saya tidak punya harta, tapi saya (ngèrèm).
masih punya sedikit harga diri
Saya masih merasa sebagai orang Lok-olok dalam Perspektif
Madura Etnometodologi
Katanya orang, ya Etnometodologi36 sebagai sebuah
Pak, hartanya dipajang saja di tengah teori sosial digunakan dalam kajian ini
lapangan
Tetapi saudaraku, saya tidak begitu 35 Bagi masyarakat Madura, jati diri ini berkaitan
Saya tidak punya harta dengan sistem keberagamaan. Sebagai suatu
kelompok etnik, masyarakat Madura memiliki
Di samping itu, pidato dalam sentimen keagamaan Islam yang tinggi. Sifat
tradisi lok-olok juga berkaitan masalah keislaman masyarakat Madura diaktualisasikan
gender terutama berkenaan dengan dalam institusi keagamaan, perilaku sosial, dan
kedudukan perempuan Madura, khusus- istitusi kekerabatan. Lihat Huub de Jonge,
Madura dalam Empat Zaman: Pedagang,
nya, setelah menikah yang harus
Perkembangan Ekonomi, dan Islam (Jakarta:
sepenuhnya mengabdi dan melayani Gramedia, 1989), hlm. 141-142.
suaminya. Contoh lok-olok di bawah ini 36 Etnometodologi pertama kali diperkenalkan
untuk menganalisis lok-olok. Ethnome- kan perhatiannya pada apa yang dipi-
thodology merupakan gabungan dari kata kirkan orang, sosiolog etnometodologi
ethno (folk/rakyat), method (cara), dan mencurahkan perhatiannya pada studi
ology (ilmu pengetahuan/studi).37 Ethno, terinci tentang percakapan orang.40
yang meruju pada anggota sebuah Dalam kaitan ini, tradisi lok-olok
kelompok sosial, method, yang mengin- merupakan sebuah jenis seni berdek-
dikasikan proses tindakan praktis dan lamasi yang di dalam studi etnome-
penalaran praktis melalui mana aktor todologi dipusatkan pada percakapan
sosial menciptakan dan menciptakan orang. Percakapan di dalam tradisi lok-
kembali tatanan sosial yang dapat olok berlangsung antara tokang lok-olok
dikenal, dan ology, yakni studi tentang dengan penonton. Karenanya, di dalam
metode ini.38 Karenanya, etnometodologi etnometodologi, tradisi lok-olok dapat
sebagai disiplin sosiologis menekankan dianalisis melalui analisis percakapan.
pada metode dan prosedur yang di- Analisis percakapan, sebagai seje-
lakukan oleh orang-orang ketika mereka nis etnometodologi, dikembangkan oleh
mendefinisikan dan menginterpretasikan Sacks dalam pada dekade 1960-an di
kehidupan sehari-hari.39 mana pada saat itu ditandai dengan
Etnometodologi membawa dan keruntuhan teori fungsional struktural
memperluas ide-ide, salah satunya, dari dan dengan kemunculan teori etnometo-
fenomenologi. Tetapi perbedaannya, apa- dologi model setting institusional sebagai
bila fenomenologi cenderung memusat- perspektif teoritis yang berada di bawah
tajuk kehidupan sehari-hari.41
Konsep terpenting dari model
adalah tanaman. Lebih lanjut, hal itu terjadi pada analisis percakapan ini adalah apa yang
dirinya, bahwa dalam bertindak sebagai anggota
disebut dengan adjacency pair (pasangan
juri, maka juri tersebut menggunakan sebuah
metode untuk menjalankan aksinya. Dengan kata yang berdekatan). Konsep ini mencakup
lain, mereka menggunakan sebuah “metodologi” observasi jenis-jenis tindakan tertentu,
untuk menjadi juri kaitannya dengan seperti pertanyaan dan jawaban, pernya-
pengetahuan akal-sehatnya tentang segala taan dan respons, yang secara konven-
masalah sehari-hari. Karena itulah, ia meng-
sional dilakukan secara berpasangan.42
gunakan istilah “etnometodologi”. Robert
Emerson, Ethnomethodology and Ethnography: Dalam hal ini ungkapan yang dikemu-
http://www.sscnet.ucla.edu/classes/profbylid.p kakan oleh orang atau pihak pertama
hp?lid-493 (Diakses pada 12 Juni 2006) dan Jenny membutuhkan jawaban atau respons
Perry, Schutz, Garfinkel, and Sacks and Their orang kedua atau pihak kedua. Yang
Interrelatedness: http://www.bangor.ac.uk
terpenting dalam hal ini adalah bahwa
/so/postgraduate/Perry-conf-pl-htm. (Diakses
pada 15 Juni 2006) respons orang atau pihak kedua
37 David Jary dan Julia Jary, Dictionary of Sociology menduduki posisi penting. Artinya orang
(Glasgow: Harper Collins Publisher, 1991), hlm.
231.
38A. Rawls dan H. Garfinkel, Editors Introduction. 40 Jenny Perry, Schutz, Garfinkel, and Sacks and Their
Ethnomethodology's Program: Working out Interrelatedness, 2006:
Durkheim's Aphorism, (A. Rawls & Littlefield http://www.bangor.ac.uk/so/postgraduate/Perr
Publishers Inc, 2002), hlm. 30. y-conf-pl-htm. (Diakses pada 12 Juni 2006)
39 Mohammad Ali Torabi, “Ethnomethodology 41 Piotr Sztompka, System and Function: Toward a
and Conversational Analysis”, Journal of English Theory of Society (New York: Academic Press,
Language Teaching and Learning Year 53 No. 217 1974), 129.
(2005), hlm. 155-164. 42 Turner, The Structure, hlm. 478.
46 Ritzer dan Goodman, Teori Sosiologi, hlm. 508- 53M. Lynch, Art and Artifact in Laboratory Science: A
509. Study of Shop Work and Shop Talk in a Research
47 H. Garfinkel, Studies in Ethnomethodology: Social Laboratory (London: Routledge & Kegan Paul,
and Political Theory (Camridge: Polity Press, 1967) 1985).
48 Garfinkel dan Heritage, “On Formal”, hlm. 67 54J. M. Atkinson, “Public Speaking and Audience
49J. M. Atkinson dan P. Drew, Order in Court, Responses: Some Techniques for Inviting
(London: Macmillan, 1979). Audience Applause, dalam J. M. Atkinson dan J.
50 Ritzer dan Goodman, Teori Sosiologi, hlm. 337- Heritage (Eds.), Structures of Social Action: Studies
339. in Conversation Analysis (Cambridge: Cambridge
51A. W. McHoul, “The Organization of Turns at University Press, 1984), hlm. 370-407.
Formal Talk in the Classroom. Lang. Soc. 7 (1978), 55 C. West, Routine Complications:Troubles With Talk
hlm. 183-213 dan C. Scharff, "Doing Class: A Between Doctors and Patients (Bloomington:
Discursive and Ethnomethodological Approach," Indiana Univ. Press, 1984)
Critical Discourse Studies, vol. 5, number 4 (2008), 56 Paul Ten Have, Sequential structures and
Fallman, Daniel, Enabling Physical Perry, Jenny. Schutz, Garfinkel, and Sacks
Collaboration in Industrial Settings and Their Interrelatedness:
Designing for Embodied Interaction: http://www.bangor.ac.uk/so/pos
http://daniel.fallman.org/resourc tgraduate/Perry-conf-pl-htm.
e/papers/fallman-clihc03.pdf Pollner, Melvin, "Left of Ethnome-
Filmer, Paul. On Harol Garfinkel's thodology: The Rise and Decline of
Ethnomethodology, 2002: Radical Reflexivity", American
http://www.sagepub.co.uk/ Sociological Review, 56: 370-380,
home.nav?currTree Subjects& 1991: http://userwww. sfsu.edu/-
level1=N00&level2=N80 kazbeki/Greek.html.
Have, Paul Ten, Sequential structures and Sacks, Harvey. “Sociological
categorical implications in doctor- Description”, dalam Berkeley
patient interaction: ethnomethodology Journal of Sociology, No. 8 Th. 1963,
and history, 2002: hlm. 1-16. http://www.answers.
http://www2.fmg.uva.nl/emca/s com/topic/harveysacks+sacks&hl
eqstruct.htm\l =id&lr=&strip=1
Jarmon, Leslie H. Top Four Papers In tn., A chart over Subjectivistic traditions &
Language And Sosial Interaction, persons, 2005: http://www.
2002: business.aau.dk/ha/Organisation
http://www.ohiou.edu/scalsi/pa /7sem/E2005/Videnskabteori/Sli
nels2002.pdf. defigur-26-9-mf-05.pdf.
Ji, Joo Hyoung Reflexivity in Sosial Tp., Ethnometodology and Other
Research: Its Sosial and Perspective, http://www.loc.
Epistemological Possibilities, 2006: gov/catdir/enhancements/
http://www.lancs.ac.uk/postgrad fy0657/2002115922-t.html.
/jijh1/writings/article/ref- Zimmerman, Don H. & Wieder, D.
res.htm. Lawrence, Ethnomethodology and the
Murphy, David, Ethnomethodology in the Problem of Order, 2002:
Design of Human-Computer http://www.loc.gov/catdir/enha
Interaction: ncements/fy0657/2002115922-
http://70.67.52.254/digest/pdfs/d t.html.
igest.pdf.