Anda di halaman 1dari 6

Pemenang di Tengah Pandemi

Muh Ilham S

Pada awal bulan Maret tahun 2020, Indonesia dikejutkan dengan adanya pasien
“zero" Covid-19 yang ternyata adalah seorang wanita paruh baya yang menjadi
penari di Jepang. Sontak saja, hal itu membuat geger beberapa masyarakat
sehingga dampaknya mulai terasa pada saat itu juga. Salah satu hal yang membuat
kita miris adalah karena terjadinya “panic buying” di beberapa daerah di
Indonesia. Hal itu membuat kita bertanya-tanya, apakah masyarakat Indonesia
sudah tidak lagi merasakan empati bagi orang-orang lain yang membutuhkan di
luar sana? Atau apakah kita tidak lagi menjadikan gotong-royong sebagai falsafah
hidup kita di tengah arus globalisasi yang begitu kuat ini? Dan deretan pertanyaan
lain bagi diri kita sendiri masyarakat Indonesia.

Melihat gambaran situasi di atas, penulis beranggapan bahwa di balik masalah


struktural tersebut, pemuda dapat mengambil kesempatan untuk menunjukkan di
masyarakat sekitarnya bahwa mereka adalah “Intelektual organik” sebenarnya,
bukan hanya seorang pemuda yang kerjaan nya “rebahan” dan menonton konten
yang tidak jelas di dunia maya dan cenderung apatis terhadap kondisi sosial
masyarakat nya. Jelas stigma ini harus dilawan, mengingat kita pemuda adalah
calon pemimpin bangsa ini. Apa jadinya jika calon pemimpin bangsa Indonesia
ini justru tidak mampu berpartisipasi dalam pembangunan bangsa? Apa jadinya
pula jika pemuda bangsa Indonesia tidak mampu bersaing dengan pemuda dari
bangsa lain dalam bidang sains misalnya? Tan Malaka pernah berujar dalam buku
nya “Materialisme, Dialektika, dan Logika” walaupun Indonesia terkaya di dunia,
tetapi selama sains tiada merdeka, seperti politik negaranya, maka kekayaan
Indonesia tidak akan menjadikan penduduk Indonesia senang, melainkan akan
menyusahkannya, seperti ketika 350 tahun dijajah bangsa asing. Akan sangat
berbahaya jika kita pemuda yang beberapa tahun lagi akan mengambil kendali
atas negara kita tercinta ini justru tertinggal dalam berbagai bidang. Mengapa?
Sebagai gambaran, bonus demografi Indonesia pada tahun 2030 kedepan adalah
sesuatu yang sangat fatal apabila pemerintah dan masyarakatnya sendiri tidak
mengoptimalkan kesempatan tersebut. Indonesia harus menyediakan “workforce”
yang kualitas nya dapat bersaing dengan tenaga kerja lain di dunia yang sudah
mulai membuka batas-batas nya. Apabila Indonesia tidak mengoptimalkan bonus
demograi tersebut, maka diproyeksikan aka nada banyak kriminalitas terjadi
karena efek “domino” dari maraknya pengangguran. Secara, Indonesia tidak dapat
menghindari adanya pasar bebas tersebut.

Penulis melihat bahwasanya pemuda Indonesia memiliki beberapa masalah.


Masalah-masalah tersebut digolongkan menjadi tiga, yaitu: Pertama, masalah di
lingkup masyarakat. Kedua, masalah di lingkup keluarga. Yang terakhir, masalah
pemuda secara individual.

Pertama, masalah pemuda di lingkup masyarakat. Masyarakat Indonesia itu


sebagian besar masih memakai logika mistika ketika menghadapi situasi darurat
seperti ini. Seperti apa contoh nya? Kita masih mengingat pada akhir Maret
kemarin, kita melihat “trending topic” di Twitter soal kaitan antara wabah, erupsi,
dan sebagainya yang terjadi saat ini dengan “Sabdo Palon Nagih Janji”. Bukan
hanya itu, masyarakat Indonesia juga dihebohkan dengan adanya video bayi
berbicara kepada ibunya agar ibunya segera memakan telur rebus agar terhindar
dari virus Covid-19. Ini tentunya membuat kita menggeleng-gelengkan kepala dan
tentu sangat disayangkan apabila pemuda yang jadi harapan bangsa ini juga turut
memercayai informasi tersebut karena secara saintifik hal-hal tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Untuk itu, pemuda dengan daya nalar kritis nya dan
kemampuan nya dalam mengolah informasi tentu nya sangat diharapkan peran
nya dalam masyarakat agar masyarakat tidak perlu panik karena kesimpangsiuran
infornasi yang ada di dunia yang semakin terbuka ini. Selain itu, pemuda
diharapkan mampu mengkawal dan turut berpartisipasi dalam program
pemerintah yang ada di lingkungan nya minimal di lingkup desa masing-masing
agar program tersebut berjalan sebagaimana mestinya tanpa ada penyelewengan.

Kedua, masalah di lingkup keluarga. Pemuda sebagai calon pemimpin keluarga


harus membuat lingkungan dalam keluarganya tersebut terasa nyaman. Bukan
hanya itu, pemuda yang secara teknologi informasi jauh lebih “up to date”
dibandingkan dengan orangtuanya harus sigap dan tanggap dalam membantu
keluarganya mencaritahu informasi terkini mengenai wabah covid-19 ini.
Contohnya seperti, cara mandiri membuat “hand-sanitizer”, atau bisa juga ketika
ada berita yang simpang-siur mengenai pasien positif covid-19 di daerah
setempat, pemuda harus tanggap dan mencaritahu lebih lanjut mengenai benar
atau tidak nya informasi tersebut, sehingga tidak terjadi kepanikan dalam lingkup
keluarga.

Ketiga, masalah pemuda secara Individual. Masalah ini adalah masalah yang
paling krusial. Mengapa? Karena inilah hal yang paling fundamental dari
pembahasan ini. Dari awal penulis menjelaskan apabila pemuda Indonesia tidak
mampu bersaing dengan pemuda dari bangsa lain, maka akibatnya akan sangat
fatal. Masalah-masalah yang seringkali kita temui dari kalangan pemuda saat ini
diantaranya adalah, prokrastinasi, apatis, dan kurang membaca. Prokrastinasi atau
keinginan untuk menunda-nunda sesuatu adalah hal yang membuat beberapa
orang menjadi tidak produktif. Bagaimana mungkin orangtua kita akan
memercayakan sesuatu kepada kita pemuda jika menjadikan prokrastinasi sebagai
budaya? Siapa pula yang mau menjadikan seseorang yang sering bermalas-
malasan untuk mengambil posisi yang krusial dan strategis dalam masyarakat?
Contoh nya, dalam keadaan darurat wabah covid-19 misalnya, pemuda yang
jdiharapkan ikut aktif dalam menanggulangi wabah ini justru pemudanya lah yang
bermalas-malasan. Akibatnya masyarakat tetap akan memandang sebelah mata
pemuda-pemuda tersebut.

Selanjutnya adalah apatis, atau tidak tanggap terhadap perubahan sosial yang
terjadi. Sebagai pemuda yang seharusnya akan mengambil alih kendali atas negara
ini, sangat disayangkan apabila pemudanya justru tidak tanggap akan perubahan
sosial tersebut. salah satu contoh apatisme yang marak terjadi di kalangan pemuda
adalah “golput” atau golongan putih. Demokrasi tidak akan berjalan dengan baik
apabila tingkat partisipasi politik masih rendah. Pemuda diharapkan mampu
memberikan edukasi kepada masyarakatnya betapa pentingnya turut aktif dalam
pemilu misalnya karena itu akan menentukan jalannya suatu bangsa kedepannya.
Dalam kasus wabah ini, pemuda janganlah buta terhadap kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam menanggulangi wabah ini, karena
apabila hal tersebut tidak dikawal dengan baik, maka rakyat banyaklah yang akan
menerima dampak buruk nya.

Dan yang terakhir yaitu, kurang membaca. Pada abad 17, ketika Inggris sedang
mengalami epidemi pes disebabkan kuman“Yersinia Pestis”. Namun situasi
tersebut justru melahirkan seorang ilmuwan yang sangat berpengaruh bagi dunia
dalam bidang sains sampai saat ini. Beliau adalah Sir Isaac Newton, dalam situasi
“lockdown”, Newton muda memanfaatkan situasi tersebut untuk mengembangkan
dirinya. Berbagai literatur dibaca olehnya untuk membuka cakrawala berpikir
beliau, selain itu Newton juga melakukan beberapa eksperimen seperti memecah
spektrum cahaya dengan prisma, dan juga melakukan eksperimen lanjutan dari
“wahyu” yang dia dapatkan setelah duduk di bawah pohon apel. Sehingga yang
terjadi kemudian adalah lahirnya teori mengenai gravitasi. Itu adalah contoh
bagaimana situasi yang kurang menguntungkan ini dapat dimanfaatkan untuk
melakukan pengembangan diri seperti membaca buku, artikel, esai, dan lain
sebagainya. Meskipun begitu, penulis paham bahwa tidak semua orang
mendapatkan akses untuk literatur tersebut. Ini adalah kesalahan struktural yang
harus dipecahkan Bersama. Penulis menegaskan kemerdakaan bangsa Indonesia
ini tidak ada artinya apabila tidak dibarengi dengan kemerdekaan dalam bidang
ilmu pengetahuannya.

Pertanyaannya, apakah kita sudah menyelesaikan berbagai masalah tersebut?


Marilah kita pemuda mempersiapkan diri untuk menjadi calon pemimpin bangsa
ini. Sampai suatu saat, bangsa ini menyadari bahwa kitalah generasi yang
ditunggu-tunggu. Marilah kita Bersama-bersama menyingsingkan lengan baju kita
agar kita menjadi pemenang di tengah pandemi ini.

Hidup pemuda Indonesia..!!!

Hidup Bangsa Indonesia…!!!


Daftar Pustaka

Hart, Michael. 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia. Noura Books, 2017.

Malaka, Tan. MADILOG. Teplok Press, 1951.

Prof. Dr. Damsar. Pengantar Sosiologi Politik. Kencana Prenana Media Group,
2010.

Mulyana, Andika Mei. Peran Pemilihan Umum Raya Dalam Membangun


Kesadaran Politik Mahasiswa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Pasundan Bandung. Diss. FKIP UNPAS, 2016

Anonim. Diakses dari laman web pada 22 April 2020 13.25 WIT dari:
https://kumparan.com/kumparansains/kisah-isaac-newton-temukan-gravitasi-
hingga-kalkulus-berkat-wfh-saat-pandemi-1t2fUQqTTn.

Adrian Pratama Taher, Mohammad Bernie. Diakses dari laman web pada 21 April
21.15 WIT dari: https://tirto.id/kronologi-penularan-pasien-positif-corona-covid-
19-di-indonesia-eD6x.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai