Anda di halaman 1dari 50

TUGAS

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


“OTITIS MEDIA, OMSA, OMSK, OTITIS MEDIA EFUSI, VERTIGO”

OLEH :
DINDA MELISRI JOESA
NIM. 183310804

DOSEN PENGAMPU :
NS. YOSI SURYARINILSIH, M.KEP., SP. KMB

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat-Nya
sehingga makalah tentang “Otitis Media” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini dibuat guna untuk menyelesaikan tugas pembuatan makalah sebagai salah satu penunjang nilai
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III.
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
III serta semua pihak yang turut mendukung pembuatan makalah ini. Penulis Menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu,kami sangat mengharapkan kritik dan saran
demi penyempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan serta wawasan bagi
pembaca, khususnya bagi kami sendiri sebagai penyusunnya.

Padang, 21 Oktober 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Telinga

Secara anatomi, telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :


1. Telinga Luar
 Auricle : untuk menangkap gelombang suara dan mengarahkannya ke dalam Meatus
Auditorius Externa
 Liang telinga (Meatus Auditorius Externa) : Mengarahkan bunyi untuk masuk ke telinga
tengah
2. Telinga Tengah
 Membran timpani membentang Terdiri dari jaringan fibrosa elastic berbentuk bundar
dan cekung. Untuk mengubah bunyi menjadi getaran
 Tulang pendengaran (osikel : malleus, incus, stapes) : untuk menghantarkan getaran yang
diterima dari membran tympani ke jendela oval.
 Tuba eustachii: untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di luar tubuh dengan di
dalam telinga tengah
3. Telinga Dalam
 Koklea berfungsi sebagai sistem pendengaran karena mengandung reseptor untuk
mengubah suara yang masuk menjadi impuls saraf sehingga dapat didengar.
 Aparatus vestibularis berfungsi sebagai sistem keseimbangan yang terdiri dari tiga buah
canalis semisirkularis, dan organ otolit yaitu sacculus dan utriculus

B. Definisi
Infeksi saluran telinga meliputi, infeksi saluran telinga luar (otitis eksternal),
saluran telinga tengah (otitis media), mastoid (mastoiditis) dan telinga bagian dalam
(labyrinthitis). Otitis media, suatu inflamasi telinga tengah berhubungan dengan efusi
telinga tengah, yang merupakan penumpukan cairan ditelinga tengah. (Rahajoe, 2012).
Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan
karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2001).
Otitis Media Akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum
telinga tengah (Mansjoer,Arif,2001). Otitis media adalah peradangan sebagian atau
seluruh mukosa telinga tengah, tube eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Otitis media ialah radang telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak yang
biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas. (William, M. Schwartz., 2004).

C. Etiologi
Otitis Media (OM) sering terjadi setelah infeksi saluran nafas atas oleh bakteri atau
virus yang menyebabkan peradangan di mukosa, gangguan drainase telinga tengah dan
menyebabkan penumpukan cairan steril. Bakteri atau virus masuk ke telinga tengah melalu
tuba eustachius, yang menyebabkan infeksi telinga tengah. Kuman penyebab utama otitis
media akut adalah bakteri piogenik seperti Streptococcus hemolitikus, Stapilococcus
aureus, Diplococcus penumokukus. Selain itu kadang ditemukan juga Hemofilus influens
sering ditemukan pada anak yang berusia dibawah 5 tahun, Escherichia colli, streptokokus
anhemolitikus, Proteus vulgaris dan pseudomonas aurugenos. (Efiaty, 2007)

D. Patofisiologi
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas (ISPA) yang
diebabkan oleh bakteri, kemudian menyebar ke telinga tengah melewati tuba
eustachius. Ketika bakteri memasuki tuba eustachius maka dapat menyebabkan infeksi
dan terjadi pembengkakan, peradangan pada saluran tersebut. Proses peradangan yang
terjadi pada tuba eustachius menyebabkan stimulasi kelenjar minyak untuk
menghasilkan sekret yang terkumpul di belakang membran timpani. Jika sekret
bertambah banyak maka akan menyumbat saluran eustachius, sehingga pendengaran
dapat terganggu karena membran timpani dan tulang osikel (maleus, incus, stapes)
yang menghubungkan telinga bagian dalam tidak dapat bergerak bebas. Selain
mengalami gangguan pendengaran, klien juga akan mengalami nyeri pada telinga.
Otitis media akut (OMA) yang berlangsung selama lebih dari dua bulan dapat
berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila faktor higiene kurang
diperhatikan, terapi yang terlambat, pengobatan tidak adekuat, dan adanya daya tahan
tubuh yang kurang baik.

E. Klasifikasi
Klasifikasi otitis media: (Efiaty, 2007) :
a. Otitis media akut
Terjadi karena faktor pertahanan tubuh terganggu.
b. Otitis media sub akut
Bila otitis media akut berlanjut dengan keluarnya secret dari telinga tengah
lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif sub akut.
c. Otitis media kronik
Terjadi infeksi dengan peforasi membran timpani dan secret yang keluar dari
telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Secret mungkin encer atau
kental, bening atau berupa nanah. Otitis media akut menjadi otitis media kronik
apabila proses infeksi lebih dari 2 bulan.
Path Away

Invasi Bakteri

Infeksi Telinga Tengah

Proses Peningkatan Tekanan udara Pengobatan tak


peradangan produksi cairan telinga tengah (-) tuntas / episode
serosa berulang

MK : NYERI Retraksi
Akumulasi cairan Infeksi berlanjut
membrane
mucus dan serosa dapat sampai
timpani
telinga dalam

Hantara suara/
udara yang
diterima menurun
Terjadi erosi pada Tindakan
kanalis mastoidektomi
semisirkularis
MK : GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI
MK : RISIKO
MK : RISIKO INFEKSI
CEDERA
F. Tanda dan Gejala
Gejala otitis media cenderung muncul mendadak dan berkembang dengan cepat.
Gejala tersebut antara lain :
 Sakit di telinga
 Keluar cairan dari telinga
 Kesulitan mendengar
 Sakit kepala
 Telinga bau

G. Pemeriksaan Penunjang dan Pemeriksaan Diagnostik


1) Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
2) Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membrane timpani.
3) Kultur dan uji sensitifitas: dilakukan bila dilakukan timpanosensitesis (Aspirasi
jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani)
4) Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap
frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai
prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif
derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
Manfaat audiometri:
 Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga
 Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi
 Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak
5) Test Rinne
Tujuan melakukan tes rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran
tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
6) Test Weber
Tujuan melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang
antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan
garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal.
Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika
telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi
lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar
atau samsama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
7) Test Swabach
Tujuannya yaitu untuk membandingkan daya transport melalui tulang mastoid
antara pemeriksa (normal) dengan probandus.
Dasar :
Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh: Getaran yang
datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo
temporale

H. Komplikasi
Sebagian besar kasus otitis media jarang menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. Tapi jika terjadi pada anak yang masih kecil, risiko terjadinya komplikasi
cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh mereka yang masih
berkembang dan belum terbentuk sempurna. Berikut ini adalah beberapa komplikasi
yang mungkin terjadi akibat otitis media:
a. Gangguan dalam berbicara atau perkembangan berbahasa
Kondisi ini dapat terjadi jika anak Anda sering mengalami infeksi telinga dan
memengaruhi indera pendengaran mereka saat masih kecil.
b. Labirintitis
Labirin adalah struktur halus yang berada jauh di dalam telinga. Terkadang, infeksi
bisa menyebar hingga ke area ini. Kondisi ini dikenal dengan istilah labirintitis.
Gejala dari labirintitis dapat berupa pusing, vertigo, kehilangan pendengaran, dan
kehilangan keseimbangan. Gejala ini akan hilang dalam beberapa minggu, tapi
mungkin Anda akan diberikan resep obat-obatan untuk meredakan gejala ini.
c. Lubang pada gendang telinga
Dalam kondisi tertentu, tekanan atau kerusakan yang terjadi di telinga tengah dapat
merobek gendang telinga. Walau kondisi ini dapat pulih dalam waktu 72 jam
dengan sendirinya, terdapat beberapa kasus parah yang mengharuskan
penderitanya menjalani operasi untuk memulihkannya.
d. Mastoiditis
Mastoid adalah tulang yang berada di belakang telinga. Jika infeksi yang terjadi
menyebar hingga ke area ini, maka dikenal dengan istilah mastoiditis. Gejala dari
mastoiditis adalah demam, sakit kepala, kehilangan indera pendengaran, serta
pembengkakan, merah, dan rasa sakit pada bagian belakang telinga. Kondisi ini
bisa ditangani dengan antibiotik yang diberikan lewat pembuluh darah atau dengan
operasi.
e. Kolesteatoma
Kolesteatoma adalah kumpulan sel-sel kulit abnormal di dalam telinga. Kondisi ini
bisa muncul akibat infeksi telinga tengah yang sering kambuh atau yang bersifat
kronis. Jika dibiarkan, kolesteatoma bisa merusak struktur telinga dan mengganggu
fungsi pendengaran. Gejala dari kolesteatoma adalah kehilangan pendengaran,
kelumpuhan pada setengah bagian wajah, pusing, dan tinnitus atau telinga berdesir.
Operasi pengangkatan kolesteatoma akan diperlukan pada kebanyakan kasus ini.
f. Meningitis
Apabila infeksi yang terjadi menyebar hingga ke selaput pelindung otak dan saraf
tulang belakang, maka akan muncul kondisi yang disebut meningitis. Komplikasi
otitis media jenis ini cukup jarang terjadi. Gejala akibat meningitis adalah sakit
kepala parah, demam, mual, leher kaku, jantung berdetak cepat dan sensitif
terhadap cahaya. Segera temui dokter jika Anda mencurigai terjadi meningitis.
g. Abses otak
Abses otak adalah pembengkakan yang berisi nanah dan muncul di dalam otak. Ini
adalah komplikasi otitis media yang jarang terjadi. Gejalanya berupa sakit kepala
parah, kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh, demam, kebingungan, dan kejang-
kejang. Ini adalah kondisi darurat yang membutuhkan penanganan di rumah sakit.
Pengobatan biasanya dilakukan melalui pemberian antibiotik dan operasi untuk
mengeluarkan nanah yang ada di dalam otak.
h. Kelumpuhan wajah
Saraf wajah adalah kelompok saraf yang melewati tempurung kepala dan
digunakan untuk mengontrol ekspresi wajah. Pembengkakan yang terjadi akibat
infeksi telinga tengah bisa menekan saraf-saraf wajah, meski kondisi ini sangat
jarang sekali terjadi. Akibat tekanan tersebut, penderita tidak bisa menggerakkan
sebagian atau seluruh bagian wajah mereka. Kondisi ini akan pulih kembali jika
infeksi yang terjadi sudah diobati.

I. Discharge Planning
a. Istirahat yang cukup untuk mengatasi infeksi
b. Tidak dianjurkan mengobati sendiri sebelum konsultasi dengan dokter
c. Liang telinga dapat bersih dengan sendirinya sehingga tidak perlu dibersihkan
dengan katenbuds
d. Hindari memasukkan apapun ketelinga
e. Bila kotoran terbentuk berlebih konsultasikan dengan dokter spesialis THT
f. Jagalah telinga tetap keringhindari penerbangan saat menderita infeksi telinga.

J. Diagnosa dan Intervensi


NO. DIAGNOSA (SDKI) INTERVENSI (SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan dengan Manajemen Nyeri (SIKI hal : 201)

proses peradangan ditandai Tindakan

dengan edema (pembengkakan) Observasi :

- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

- Identifikasi skala nyeri

- Identifikasi respon nyeri non verbal


- Identifikasi factor yang memperberat dan

memperingan nyeri

- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang

nyeri

- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon

nyeri

- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang

sudah diberikan

- Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik :

- Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi

rasa nyeri (kompres hangat/ dingin, hypnosis, dll)

- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

- Fasilitasi istirahat dan tidur

- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam

pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi :

- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

- Jelaskan strategi meredakan nyeri

- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri


- Anjukan menggunakan analgetik secara tepat

- Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi

rasa nyeri

Kolaborasi :

- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Resiko Cedera berhubungan Pemcegahan Cedera (SIKI hal : 275)


dengan disfungsi imun- Tindakan
autoimun (peningkatan Observasi :
produksi cairan serosa) - Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan
cedera

Terapeutik :
- Pertahankan posisi tempat tidur disisi terendah saat
digunakan
- Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik yang
diperlukan
- Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang
sesuai
- Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat
mendampingi pasien
- Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan
pasien, sesuai kebutuhan
3. Resiko infeksi berhubungan Pencegahan Infeksi (SIKI hal : 278)
dengan respon inflamasi Tindakan
Observasi :
- Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik

Terapeutik :
- Batasi jumlah pengunjung
- Berikan perawatan kulit pada area edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko
tinggi

Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara cuci tangan yang benar
- Ajarkan etika batuk
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tube
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media adalah peradangan sebagian atau
seluruh mukosa telingatengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis
mediaakut dan kronik paling sering terjadi pada bayi dan anak. Kelainan inimenyebabkan eksudasi
serosa (jika disebabkan oleh virus), tetapi dapatmenjadi supuratif jika terjadi karena infeksi
bakteri. Penyebab otitis mediaakut disebabkan oleh masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga
tengahyang normalnya steril. Gejala dapat bervariasi menurut beratnya infeksi,bisa sangat
ringan dan sementara atau sangat berat.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz H. (2007). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta :

Salemba Medika

Bylander, A., dkk. (2007). Journal of Children Microbiology

Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Revai, R, et al. (2007). Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating Upper

Respiratory Tract Infection. Journal of The American Academy Pediatrics

Rahajoe, N. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI

Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (1998). Buku Ajar Ilmu penyakit THT. FKUI :
Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta :

Dewan Pengurus PPNI


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang
berarti kondisi. Vertigo atau yang disebut juga pusing, pening (giddiness), dan pusing
ringan adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya
dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh
gangguan alat keseimbangan tubuh.
Vertigo didefinisikan sebagai ilusi gerakan, yang paling sering adalah perasaan atau
sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita
rasakan berputar. Vertigo juga dirasakan sebagai suatu perpindahan linear ataupun miring,
tetapi gejala seperti ini relatif jarang dirasakan. Secara etiologi, vertigo disebabkan oleh
adanya abnormalitas organ-organ vestibuler
Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai dalam praktek yang digambarkan sebagai
rasa berputar, pening, tak stabil (giddiness,unsteadiness). Vertigo merupakan suatu gangguan
orientasi atau Keseimbangan tubuh terhadap suatu ruangan yang membuat penderita merasa
bergerak ataupun berputar.Umur merupakan salah satu faktor risiko terjadinya vertigo perifertau
pusing (dizziness). Vertigo didefinisikan sebagai ilusi gerakan, yang paling sering adalah
perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya,
lingkungan sekitar kita rasakan berputar. Vertigo juga dirasakan sebagai suatu perpindahan
linear ataupun miring, tetapi gejala seperti ini relatif jarang dirasakan. Secara etiologi,
vertigo disebabkan oleh adanya abnormalitas organ-organ vestibuler.

B. Jenis-jenis Vertigo
Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular yang
mengalami kerusakan, yaitu :
1. Vertigo Periferal
Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis
semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol keseimbangan.
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal antara lain
penyakitpenyakit seperti benign parozysmal positional vertigo (gangguan akibat
kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan keseimbangan yang sering
kali menyebabkan hilang pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel
saraf keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian dalam pendengaran)
2. Vertigo Sentral
Saluran vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa
mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga keseimbangan.
Vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di
bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak kecil)

C. Patofiologi
Dalam kondisi fisiologi / normal , informasi yang tiba dipusat integrasi alat
keseimbangan tubuh yang berasal dari reseptor vestibular , visual dan propioseptik kanan
dan kiri akan diperlukan jika semuannya sinkron dan wajar akan diproses lebih lanjut
secara wajar untuk direspon. Respon yang muncul beberapa penyesuaian dari otot-otot
mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Disamping itu orang menyadari
posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitarnnya. Tidak ada tanda dan gejala
kegawatan dalam bentuk vertigo gejala dari jaringan otonomik. Namun jika kondisi tidak
normal dari fungsi alat keseimbangan tubuh dibagian tepi atau sentral maupun ransangan
gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi yang wajar tidak
berlangsung dan muncul tanda-tanda kegawatan dalam bentuk vertigo dan gejala dari
jaringan otonomik. Disamping itu respon penyesuaian otot-otot tidak menjadi adekuat
sehingga muncul gerakan abnormal dari mata yang disebut nistagnus. (Eko Stifanny
2017.)
Path Away

Trauma Ukuran lensa Aliran darah ke Infeksi pada


cerebellum mata tidak otak telinga
sama dalam(vesibull
er)

VERTIGO

Penurunan Tekanan Stress Tekanan pada


fungsi kognitif intracranial meningkat otot leher
meningkat

MK : ANSIETAS MK : KOPING MK :
MK : NYERI TIDAK EFEKTIF GANGGUAN
AKUT POLA TIDUR

D. Terapi Diet
Di jantung beberapa kondisi yang menyebabkan vertigo (labyrinthitis, neuroma ak
ustikdan multiple sclerosis) adalah pembengkakan.Untuk melawannya,harus mengandalk
an makanan organik dan utuh yang menyediakan semua vitamin dan mineral penting
yang dibutuhkan tubuh, bersama dengan lemak esensial dan antioksidan yang dapat
membersihkan racun tubuh :
1. Selai kacang olahan mengandung vitamin B6 mengkomsumsi selai kacang satu
sedok makan setiap hari untuk penderita vertigo bisa memebantu meningkatkan
metabolisme dan menangkal radikal bebas agar tidak memperparah penyakit
vertigo
2. Ikan air tawar . penderita vertigo dianjurkan untuk menghindari komsumsi daging
dan akan digantikan dengan ikan air tawar karna ikan air tawar bagus untuk
mengurangi timbulnnya vertigo selain itu ikan air tawar juga tidak banyak
mengandung garam.
3. Bayam , ayam mengandung vitamin B6 yang bisa memberikan suplemen makanan
secukupnnya
4. Pisang ,pisang bagus untuk menambah energi dan dapat mengembalikan sistem
kekebalan tubuh bagi penderita vertigo
5. Alpokat , mengandung banyak vitamin B6 juga merupakan lemak tak jenuh yang
sangat cocok untuk dikomsumsi penderita vertigo.
6. Membatasi asupan garam diet tinggi garam dapat meningkatkan peluang terkena
vertigo terutama
7. Mengkudu , mengandung nutrisi yang baik untuk membantu meringankan penyakit
vertigo. Tidak perlu memakan buah langsung vertigo yang pahit namun meminum
dalam bentuk pil yang sudah banyak dijual ditoko obat. Buah mengkudu dipercaya
dapat membuat tubuh lebih segar dan tidak meudah letih.
8. Jahe , air rebusan jahe yang ditambahsedikit gula juga bagus

E. Peran dan Fungsi Perawat pada Kasus Vertigo


Penyuluhan kepada masyarakat untuk Pola hidup sehat, rajin berolahraga agar
berkurangnya masyarakat yang mengalami penyakit Struk

1. Advokat
Sebagai narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya /
tindakan kesehatan yang harus dijlani oleh klien
2. Sebagai Pendidik
Perawat membantu klien meningkatkan kesehatanny melalui pemberian pengetahuan yang
terkait dengan keperawatan dan tindakan medic yang diterima
3. Sebagai Pembaharu
Perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir , bersikap , bertingkah laku dan
meningkatkan keterampilan klien : sehat
F. Diagnosa dan Intervensi
NO. DIAGNOSA (SDKI) INTERVENSI (SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan dengan Manajemen Nyeri (SIKI hal : 201)
agens cerdera fisik (mis., abses, Tindakan
amputasi, luka bakar terpotong , Observasi :
mengangkat berat, prosedur - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
bedah , trauma olahraga frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
berlebihan) - Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi factor yang memperberat dan
memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik :
- Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (kompres hangat/ dingin,
hypnosis, dll)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjukan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Intoleransi aktivitas berhubungan Manajemen Energi (SIKI hal : 176)
dengan gayar hidup kurang gerak, Tindakan
imobilitas, tirah baring Observasi :
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas

Terapeutik :
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/ atau
aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan

Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makan
3. Defisit pengetahuan berhubungan Edukasi Kesehatan (SIKI hal : 65)
dengan kurang informasi , kurang Tindakan
sumber pengetahuan. Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
- Identifikasi factor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku
hidup bersih dan sehat

Terapeutik :
- Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi :
- Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Vertigo didefinisikan sebagai ilusi gerakan, yang paling sering adalah perasaan
atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar
kita rasakan berputar. Vertigo juga dirasakan sebagai suatu perpindahan linear ataupun
miring, tetapi gejala seperti ini relatif jarang dirasakan. Secara etiologi, vertigo
disebabkan oleh adanya abnormalitas organ-organ vestibuler.
Vertigo juga bisa disebabkan oleh adanya gangguan keseimbangan pada telinga
bagian dalam atau bagian vestibular dan kemungkinan disebabkan oleh gangguan pada
otak. Vestibular merupakan suatu sistem dari telinga bagian dalam yang berfungsi
sebagai alat keseimbangan
DAFTAR PUSTAKA
Herlina Andika & dkk. Efektifitas Latihan Brand Daroft Terhadap Kejadian Vertigo pada
Subjek Penderita Vertigo. Jurnal medika saintika vol 8(2). E-ISSN:2540-
961 , pISSN:2087 8508. http://syedzasaintika.ac.id/jurnal

Yulianto Rustam (2016). Jurnal of physical education, health and sport. Perkembangan Terapi
Massage Terhadap Penyembuhan Penyakitv Vertigo.
ISSN 23548231 (online) / ISSN 23547901 (cetak). http://journal.unnes.ac.id/nju/index .p
hp/jpehs
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta :

Dewan Pengurus PPNI


A. Definisi
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga
tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Djaafar, Z.A, 2007).
Otitis Media adalah infeksi telinga meliputi infeksi saluran telinga luar (Otitis
Eksterna), saluran telinga tengah (Otitis Media), dan telinga bagian dalam (Otitis Interna).
(Rahajoe, N. 2012).
Otitis media ialah radang telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak
yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas. (William, M. Schwartz.,
2004).
Otitis Media adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, S. 2001).

B. Etiologi
1. Bakteri

Contoh bakteri penyebab Otitis Media adalah Staphylococcus aureus, Pneumococcus,


Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus,
Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa.
2. Virus
Beberapa virus juga dapat menyebabkan Otitis Media Akut. Contoh: Virus Influenza
*Proses penjalaran virus dan bakteri lebih lanjut dibahas pada patofisiologi.

C. Prevalensi
OMA biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering mengenai
bayi dan anak-anak. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak berhubungan dengan
belum matangnya system imun. Pada anak-anak, makin tinggi frekuensi ISPA, makin besar
resiko terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak mudah terkena OMA Karena anatomi saluran
eustachi yang masih relative pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal. (Djaafar, Z.A,
2007).
OMA lebih sering terjadi pada kelompok umur yang lebih muda (0 sampai 5 tahun)
dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (5 sampai 11 tahun). Pada umur 6 bulan,
sekitar 25% dari semua anak mendapat satu atau lebih episode OMA. Pada umur 1 tahun
gambaran ini meningkat menjadi 62%. Pada umur 3 tahun menjadi 81%. Pada umur 5
tahun menjadi 91%. Setelah umur 7 tahun, insiden menurun. (Aziz, 2007). Faktor resiko
berulangnya episode OMA telah digambarkan dan termasuk diantaranya ISPA yang terjadi
dalam rentan waktu yang tidak lama. Telah ditemukan bahwa 29-50% dari keseluruhan
ISPA (rhinitis, bronchitis, sinusitis, dll.) bekembang menjadi OMA. Dengan pertimbangan
tingginya insiden ISPA sehingga membuat insiden OMA sudah diperkirakan sebelumnya.
(Revai, et al 2007).
Terjadinya penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu efusi pada
telinga tengah yang akan bekembang menjadi pus yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme disertai tanda-tanda inflamasi akut, demam, othalgia, dan iritabilitas.
(WHO, 2010). Adapun bakteri penyebab otitis media yaitu Staphylococcus aureus,
Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus,
Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa.

D. Factor Risiko
Berikut factor resiko terjadinya Otitis Media Akut:
1. Usia (Bayi dan Anak-anak)
2. Konsumsi ASI yang menurun
3. Alergi
4. Kongenital
5. Trauma atau cedera

E. Manifestasi Klinis
Secara umum, manifestasi klinis yang biasa ditemukan pada pasien dengan Otitis Media
Akut adalah : Othalgia (Nyeri telinga)
1. Demam, batuk, pilek
2. Membran timpani abnormal (sesuai stadium)
3. Gangguan pendengaran
4. Keluarnya secret di dari telinga berupa nanah
5. Anak rewel, menangis, gelisah
6. Kehilangan nafsu makan, dan lain-lain.
Path Away

F. Pemeriksaan Penunjang
Dalam menegakkan diagnosis OMA terdapat tiga hal yang harus diperhatikan:
1. Penyakit muncul secara mendadak (akut)
2. Ditemukan tanda efusi pada telinga tengah, dengan tanda: menggembungnya
membran timpani(bulging), terbatas atau tidak adanya gerakan membran timpani,
adanya bayangan cairan dibelakang membran timpani, dan adanya cairan yang
keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan pada telinga tengah, dengan tanda:
kemerahan pada membran timpani, adanya nyeri telinga yang mengganggu tidur dan
aktivitas
Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan:
 Otoskopi
Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop terutama untuk
melihat gendang telinga. Pada otoskopi didapatkan hasil adanya gendang
telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi
kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga
 Otoskop Pneumatic
Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas membran timpani
pasien terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani normal akan
bergerak apabila diberitekanan. Membrane timpani yang tidak bergerak dapat
disebabkan oleh akumulasi cairan didalam telinga tengah, perforasi atau
timpanosklerosis. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA.
Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa
 Timpanometri
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan
timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas
membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri merupakan
konfirmasi penting terdapatnya cairan di telinga tengah.Timpanometri juga
dapat mengukur tekanan telinga tengah dan dengan mudah menilai patensi
tabung miringotomi dengan mengukur peningkatan volume liang telinga
luar.Timpanometri punya sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi
cairan telinga tengah, tetapi tergantung kerjasama pasien. Pemeriksaan
dilakukan hanya dengan menempelkan sumbat ke liang telinga selama beberapa
detik, dan alat akan secara otomatis mendeteksi keadaan telinga bagian tengah.
 Timpanosintesis
Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,
bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau
pada imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran
timpani, dengan analgesia lokal untuk mendapatkan sekret dengan tujuan
pemeriksaan dan untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk
mengidentifikasi patogen yang spesifik.
 Uji Rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara
telinga pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid (hantaran
tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian dipindahkan ke
depan telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+),
bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-)
 Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan
telinga kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di
verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila
bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana
bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi
 Uji Swabach
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang
diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai
tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada
prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila
pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya
yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila
pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila
pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan
Schwabach sama dengan pemeriksa.

G. Penatalaksaan Medis
1. Berdasarkan stadium
a) Stadium Oklusi. Bertujuan untuk membuka tuba eustachius. Diberikan obat tetes
hidung.
 HCl Efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 tahun
 HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak >12 tahun atau
dewasa.
 Sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
b) Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgetik.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila membran timpani sudah hiperemi
difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Untuk terapi awal, diberikan penisilin IM
agar konsentrasinya adekuat dalam darah.
 Ampisilin 4 x 50-100 mg/KgBB
 Amoksisilin 4 x 40 mg/KgBB/hari
 Eritromisin 4 x 40 mg/KgBB/hari
c) Stadium Supurasi. Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga diperlukan agar nyeri
dapat berkurang.
d) Stadium Perforasi. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
e) Stadium Resolusi. Biasanya akan tampak sekret keluar. Pada keadaan ini dapat
dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret diduga
telah terjadi mastoiditis. Pada stadium ini, harus di follow up selama 1 sampai 3
bulan untuk memastikan tidak terjadi otitis media serosa.
2. Tindakan
a) Timpanosintesis

Tindakan dengan cara mengambil cairan dari telinga tengah dengan menggunakan
jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini adalah perforasi kronik
membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran, dan tuli sensorineural traumatik,
laserasi nervus fasialis atau korda timpani. Timpanosintesis merupakan prosedur yang
invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan berpotensi menimbulkan bahaya sebagai
penatalaksanaan rutin.

b) Miringotomi

Tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari telinga tengah.
Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-inferior membran
timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang, corong telinga yang
sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril. Indikasi untuk
miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif, otalgia berat, gagal dengan terapi
antibiotik, pasien imunokompromis, neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan
intensif.

H. Komplikasi
a. Intra-Temporal
 Abses subperiosteal
 Labirintitis
 Paresis fasial
 Petrositis
b. Intra-Kranial
 Abses ekstradura
 Abses perisinus
 Tromboflebitis sinus lateral
 Abses otak
 Meningitis otikus

I. Diagnosa dan Intervensi


NO. DIAGNOSA (SDKI) INTERVENSI (SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan dengan Manajemen Nyeri (SIKI hal : 201)
agens cerdera fisik (mis., abses, Tindakan
amputasi, luka bakar terpotong , Observasi :
mengangkat berat, prosedur - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
bedah , trauma olahraga frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
berlebihan) - Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi factor yang memperberat dan
memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik :
- Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (kompres hangat/ dingin,
hypnosis, dll)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjukan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Intoleransi aktivitas berhubungan Manajemen Energi (SIKI hal : 176)
dengan gayar hidup kurang gerak, Tindakan
imobilitas, tirah baring Observasi :
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas

Terapeutik :
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/ atau
aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan

Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makan
3. Defisit pengetahuan berhubungan Edukasi Kesehatan (SIKI hal : 65)
dengan kurang informasi , kurang Tindakan
sumber pengetahuan. Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
- Identifikasi factor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku
hidup bersih dan sehat

Terapeutik :
- Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi :
- Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
DAFTAR PUSTAKA
Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Revai, R, et al. (2007). Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating Upper

Respiratory Tract Infection. Journal of The American Academy Pediatrics

Alimul Aziz H. (2007). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta :

Salemba Medika

Bylander, A., dkk. (2007). Journal of Children Microbiology

Rahajoe, N. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI

Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (1998). Buku Ajar Ilmu penyakit THT. FKUI :
Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta :

Dewan Pengurus PPNI


A. Defenisi
Otitis media supratif kronik (OMSK) atau yang biasa disebut dengan istilah congek,
dalam perjalanan penyakit ini berasal dari OMA stadium perforasi yang berlanjut, sekret tetap
keluar dari telinga tengah dalam bentuk encer, bening, ataupun mikopurulen. Proses hilang
timbul atau terus menerus lebih dari 2 minggu berturut-turut. Tetap terjadi perforasi membran
timpani. Perforasi yaitu membran timpati tidak intake/terdapat lubang pada membran timpani itu
sendiri.
Otitis media supratif kronik (OMSK) ialah infeksi kronik di telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secara terus menerus dan hilang timbul.
Sekret ungkin encer atau kental, bening, dan berupa nanah. Biasanya disetai gangguan
pendengaran. (arif mansjoer, 2001 : 82)

B. Etiologi
Sebagian besar OMSK merupakan lanjutan dari OMA yang prosesnya sudah berjalan
lebih dari 2 bulan. Bebrapa faktor penyebabnya adalah terapi yang lambat, terapi tidak adekuat,
virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah. Bila kurang dari 2 bulan disebut sub akut.
Sebagian kecil disebabkan oelh perforasi membran timpani terjadi akibat trauma telinga tengah.
Kuman penyebabnya biasanya kuman gram positif aerob, pada infeksi yang sudah berlansung
lama sering juga terdapat kuman gram negatif dan kuman anaerob. (arief masjoer, 2001).
Kuman penyebab OMSK antara lain kuman stapilococcus aureus, pneudomonas
aeruginosa, streptococcus epidemidimis, gram positif lain, dan kuman gram negatif lain.
Bisanya pasien mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran napas atas misalnya
influenza/sakit tenggorok. Melalui salurang yang menghubungkan antara hidung dan telinga
(saluran tuba eustasius), infeksi di saluran napas atas yang tidak dibagi dengan baik dapat
menjalar sampai mengenai telinga.

C. Klasifikasi
OMSK dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1) OMSK tipe benigna (tipe mukosa = tipe aman)
Proses peradangan terbatas pada mukosa saja dan biasnaya tidak mengenai tulang.
Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK jarang menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. Tidak terdapat kolesteaton.
2) OMSK tipe maligna (tipe tulang = tipe berbahaya)
Disertai dengan kolesteaton. Perforasi terletak pada maligna atau di atik, kadang-
kadang terdapat juga kolesteaton dengan perforasi sub total. Sebagian komplikasi yang
berbahaya/total timbul pada atau fatal, timbul OMSK tipe maligna.

D. Tanda dan Gejala


 Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh pada telinga atau gangguan
pendengaran.
 Nyeri telinga/tidak nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya tekanan
di telinga. Gejala-gejala tersebut dapat secara terus menerus atau intermiten dan
dapat terjadi pad salah satu atau pada kedua telinga.

E. Penatalaksanaan
Menurut arif mansjoer, dkk. 2001 :
Terapinya sering lama dan harus berulang karena :
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen
2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranosal
3. Telah terbentuk jaringan patologik yang irreversible dalam rongga mastoid
4. Gizi an kebersihan yang kurang

Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kornik, baik tipe bengna maupun maligna ialah sebagai berikut :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplastik
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti
F. Komplikasi
 Kerusakan permanen dari telinga dengan berkurangnya pendengaran atau
ketulian.
 Mastoiditis, colesteaton, labirinitis, peradangan di sekitar otak, paralilsia wajah.
 Paralisis nervus parsial, fistula labirin, labirinitis, labirinits supratif,
tromboflebitis sinus lateral, abses eksito durat, abses subdural, meningitis, abses
otak, hidrosefalus otitis.

G. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan audiometri
Biasanya didapatkan tuli konduktif. Tetapi dapat pula sensorineural. Beratnya
ketulian tergantung besar dan letaknya perforasi membran timpani serta keluhan
dan mobiltas sistem penghantar suara di telinga tengah. Gangguan pendengaran
dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, berat, dan ketulian total, tergantung
dari hasil pemeriksaan (audiometri/test berisik).
Derajat ketulian niai ambang pendengaran :
Normal – 10 Db sampai 26 db
Ringan – 27 db sampai 40 db
Sedang – 41 db sampai 55 db
Sedang berat – 56 db sampai 70 db
Berat – 71 db sampai 90 db
Total – lebih dari 90 db
 Pemeriksaan radiologi
Biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan
pneumatisosi leb ini sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang
normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteaton.

H. Diagnosa dan Intervensi


NO. DIAGNOSA (SDKI) INTERVENSI (SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan dengan Manajemen Nyeri (SIKI hal : 201)
agens cerdera fisik (mis., abses, Tindakan
amputasi, luka bakar terpotong , Observasi :
mengangkat berat, prosedur - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
bedah , trauma olahraga frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
berlebihan) - Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi factor yang memperberat dan
memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik :
- Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (kompres hangat/ dingin,
hypnosis, dll)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjukan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Intoleransi aktivitas berhubungan Manajemen Energi (SIKI hal : 176)
dengan gayar hidup kurang gerak, Tindakan
imobilitas, tirah baring Observasi :
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas

Terapeutik :
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/ atau
aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan

Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makan
3. Defisit pengetahuan berhubungan Edukasi Kesehatan (SIKI hal : 65)
dengan kurang informasi , kurang Tindakan
sumber pengetahuan. Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
- Identifikasi factor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku
hidup bersih dan sehat

Terapeutik :
- Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi :
- Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
A. Definisi
Otitis media efusi adalah inflamasi pada telinga tengah yang ditandai dengan
adanya penumpukan cairan efusi di telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa
adanya tanda dan gejala inflamasi akut.

B. Etiologi

Etiologi dan patogenesis OME bersifat multifaktorial antara lain infeksi virus atau
bakteri, gangguan fungsi tuba Eustachius, status imunologi, alergi, faktor lingkungan dan
sosial. Walaupun demikian tekanan telinga tengah yang negatif, abnormalitas imunologi,
atau kombinasi dari kedua faktor tersebut diperkirakan menjadi faktor utama dalam
pathogenesis OME. Faktor penyebab lainnya termasuk hipertropi adenoid, adenoiditis
kronis, palatoskisis, tumor nasofaring, barotrauma, terapi radiasi, dan radang penyerta
seperti sinusitis atau rinitis. Merokok dapat menginduksi hiperplasi limfoid nasofaring dan
hipertropi adenoid yang juga merupakan patogenesis timbulnya OME.
a. Gangguan fungsi tuba
Gangguan fungsi tuba menyebabkan mekanisme aerasi ke rongga telinga tengah
terganggu, drainase dari rongga telinga ke rongga nasofaring terganggu dan gangguan
mekanisme proteksi rongga telinga tengah terhadap refluks dari rongga nasofaring.
Akibat gangguan tersebut rongga telinga tengah akan mengalami tekanan negatif.
Tekanan negatif di telinga tengah menyebabkan peningkatan permaebilitas kapiler dan
selanjutnya terjadi transudasi. Selain ituterjadi infiltrasi populasi sel-sel inflamasi dan
sekresi kelenjar. Akibatnya terdapat akumulasi sekret di rongga telinga tengah.
Inflamasi kronis di telinga tengah akan menyebabkan terbentuknya jaringan granulasi,
fibrosis dan destruksi tulang. Obstruksi tuba Eustachius ytang menimbulkan terjadinya
tekanan negatif di telinga tengah akan diikuti retraksi membran timpani. Orang dewasa
biasanya akan mengeluh adanya rasa tak nyaman, rasa penuh atau rasa tertekan dan
akibatnya timbul gangguan pendengaran ringan dan tinnitus. Anak-anak mungkin tidak
muncul gejala seperti ini. Jika keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu lama cairan
akan tertarik keluar dari membran mukosa telinga tengah, menimbulkan keadaan yang
kita sebut dengan otitis media serosa. Kejadian ini sering timbul pada anak-anak
berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas dan sejumlah gangguan pendengaran
mengikutinya
b. Infeksi
Infeksi bakteri merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya OME sejak
dilaporkan adanya bakteri di telinga tengah. Streptococcus Pneumonia, Haemophilus
Influenzae, Moraxella Catarrhalis dikenal sebagai bakteri pathogen terbanyak
ditemukan dalam telinga tengah. Meskipun hasil yang didapat dari kultur lebih rendah.
Penyebab rendahnya angka ini diduga karena :
 Penggunaan antibiotik jangka lama sebelum pemakian ventilation tube akan
mengurangi proliferasi bakteri pathogen
 Sekresi immunoglobulin dan lisosim dalam efusi telinga tengah akan menghambat
proliferasi pathogen
 Bakteri dalam efusi telinga tengah berlaku sebagai biofilm
c. Status Imunologi
Faktor imunologis yang cukup berperan dalam OME adalah sekretori Ig A.
immunoglobulin ini diproduksi oleh kelenjar di dalam mukosa kavum timpani.
Sekretori Ig A terutama ditemukan pada efusi mukoid dan di kenal sebagai suatu
imunoglobulin yang aktif bekerja dipermukaan mukosa respiratorik. Kerjanya yaitu
menghadang kuman agar tidak kontak langsung dengan permukaan apitel, dengan cara
membentuk ikatan komplek. Kontak langsung dengan dinding sel epitel adalah tahap
pertama dari penetrasi kuman untuk infeksi jaringan. Dengan demikian Ig A aktif
mencegah infeksi kuman.
d. Alergi
Bagaimana faktor alergi berperan dalam menyebabkan OME masih belum jelas. Akan
tetapi dari gambaran klinis di percaya bahwa alergi memegang peranan. Dasar
pemikirannya adalah analogi embriologik, dimana mukosa timpani berasal sama
dengan mukosa hidung. Setidak-tidaknya manifestasi alergi pada tuba Eustachius
merupakan penyebab okulasi kronis dan selanjutnya menyebabkan efusi. Namun
demikian dari penelitian kadar Ig E yang menjadi kriteria alergi atopik, baik kadarnya
dalam efusi maupun dalam serum tidak menunjang sepenuhnya alergi sebagai
penyebab.
Etiologi dan patogenesis otitis media oleh karena alergi mungkin disebabkan oleh satu
atau lebih dari mekanisme di bawah ini :
 Mukosa telinga tengah sebagai organ sasaran ( target organ )
 Pembengkakan oleh karena proses inflamasi pada mukosa tuba Eustachius
 Obstruksi nasofaring karena proses inflamasi, dan
 Aspirasi bakteri nasofaring yang terdapat pada sekret alergi ke dalam ruang
telinga tengah.

C. Gejala Klinis

Penderita OME jarang memberikan gejala sehingga pada anak-anak sering


terlambat diketahui. Gejala OME ditandai dengan rasa penuh dalam telinga, terdengar
bunyi berdengung yang hilang timbul atau terus menerus, gangguan pendengaran dan rasa
nyeri yang ringan. Dizziness juga dirasakan penderita- penderita OME. Gejala kadang
bersifat asimtomatik sehingga adanya OME diketahui oleh orang yang dekat dengan anak
misalnya orang tua atau guru.
Anak-anak dengan OME juga kadang-kadang sering terlihat menarik-narik telinga
mereka atau merasa seperti telinganya tersumbat.
Pada kasus yang lanjut sering ditemukan adanya gangguan bicara dan
perkembangan berbahasa. Kadang-kadang juga ditemui keadaan kesulitan dalam
berkomunikasi dan keterbelakangan dalam pelajaran

D. Ptofisiologi
Otitis media dengan efusi (OME) dapat terjadi selama resolusi otitis media akut (OMA)
sekali peradangan akut telah teratasi. Di antara anak-anak yang telah memiliki sebuah
episode dari otitis media akut, sebanyak 45 % memiliki efusi persisten setelah 1 bulan,
tetapi jumlah ini menurun menjadi 10 % setelah 3 bulan.
Terdapat 3 fungsi utama tuba eustachius yaitu ventilasi untuk menjaga agar tekanan
udara antara telinga tengah dan telinga luar selalu sama, pembersihan sekret dan sebagai
proteksi pada telinga tengah. Gangguan fungsi yang dapat disebabkan oleh sejumlah
keadaan dari penyumbatan anatomi peradangan sekunder terhadap alergi , infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA) atau trauma. Jika gangguan fungsi tuba eustachius berlangsung
terus-menerus, tekanan negatif berkembang dalam telinga tengah dari penyerapan dan
atau penyebaran nitrogen serta oksigen ke dalam sel mukosa telinga tengah. Jika
berlangsung cukup lama dengan sejumlah besar yang sesuai, terjadi transudasi dari
mukosa akibat tekanan negatif yang menyebabkan terjadinya akumulasi serosa dengan
dasar efusi yang steril. Disebabkan gangguan fungsi dari tuba eustachius, efusi menjadi
media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri dan bisa mengakibatkan terjadinya
otitis media akut. Hampir keseluruhan otitis media efusi disebabkan gangguan fungsi
tuba eustachius. Apabila peradangan dan infeksi bakteri akut telah jelas, kegagalan dari
mekanisme pembersihan telinga tengah memungkinkan terjadinya efusi pada telinga
tengah. Banyak faktor yang telah terlibat dalam kegagalan dari mekanisme pembersihan ,
termasuk gangguan fungsi siliar, edema mukosa, hiperviskositas efusi, dan tekanan udara
antar telinga tengah dan telinga luar yang tidak baik.

E. Penatalaksanaan
Diagnosis dan pengobatan sedini mungkin memegang peranan penting. Keberhasilan
dari penatalaksanaan ditentukan dengan mencari faktor penyebab dan mengatasinya guna
mencegah akibat lanjut penyakit tersebut. Sumbatan tuba dan infeksi saluran nafas atas
yang kronis serta berulang merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan.
Namun penatalaksanaan OME sendiri masih menjadi perdebatan, ini disebabkan oleh
karena baik pengobatan yang bersifat konservatif maupun tindakan operatif, masing-
masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pengobatan OME secara konservatif ada
yang belum terbukti menyembuhkan penderita dengan OME, namun pada pokoknya
dapat mengurangi morbiditas ketika terapi konservatif dianggap gagal atau tidak
memuaskan. Pengobatan pada OME meliputi pengobatan konservatif dan tindakan
operatif. Pengobatan konservatif secara local ( obat tetes hidung atau spray ) dan sistemik
antara lain antibiotika spektrum luas, antihistamin, dekongestan, dengan atau tanpa
kortikosteroid. Pengobatan dan control terhadap alergi dapat mengurangi atau
menyembuhkan otitis media efusi. Pengobatan secara operatif dilakukan pada kasus
dimana setelah dilakukan pengobatan konservatif selam lebih dari 3 bulan tidak sembuh.
Untuk memberikan hasil yang baik terhadap drainase dilakukan miringotomi dan
pemasangan pipa ventilasi. Pipa ventilasi dipasang pada daerah kuadran antero inferior
atau antero superior. Pipa ventilasi akan dipertahankan sampai fungsi tuba ini paten.
Penatalaksanaan secara operatif meliputi mirigotomi dengan atau tanpa pemasangan pipa
ventilasi dan adenoidektomi dengan atau tanpa tonsilektomi.
Tujuan pemasangan pipa ventilasi adalah menghilangkan cairan pada telinga tengah,
mengatasi gangguan pendengaran yang terjadi, mencegah kekambuhan, mencegah
gangguan perkembangan kognitif, bicara, bahasa dan psikososial.

F. Diagnosa dan Intervensi


NO. DIAGNOSA (SDKI) INTERVENSI (SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan dengan Manajemen Nyeri (SIKI hal : 201)
agens cerdera fisik (mis., abses, Tindakan
amputasi, luka bakar terpotong , Observasi :
mengangkat berat, prosedur - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
bedah , trauma olahraga frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
berlebihan) - Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi factor yang memperberat dan
memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik :
- Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (kompres hangat/ dingin,
hypnosis, dll)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjukan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Intoleransi aktivitas berhubungan Manajemen Energi (SIKI hal : 176)
dengan gayar hidup kurang gerak, Tindakan
imobilitas, tirah baring Observasi :
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas

Terapeutik :
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/ atau
aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan

Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makan
3. Defisit pengetahuan berhubungan Edukasi Kesehatan (SIKI hal : 65)
dengan kurang informasi , kurang Tindakan
sumber pengetahuan. Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
- Identifikasi factor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku
hidup bersih dan sehat

Terapeutik :
- Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi :
- Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
DAFTAR PUSTAKA
Djaafar ZA. (2001). Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar

ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI

Helmi. (2001). Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA,

Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi

kelima. Jakarta: FKUI

Irwan AG. Sugianto. Atlas bewarna teknik pemeriksaan kelainan telinga hidung tenggorok. FK

UNSRI. Penerbit buku kedokteran EGC

Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Effendi H,

Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai