Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empiris tentang penggunaan bahasa yang secara
hakikat melanggar konvensi. Pelanggaran terhadap konvensi seringkali memarginalkan aspek
bahasa yang pada dasarnya menduduki “posisi wajib” dalam proporsi tertentu. Hal ini berdampak
pada penyebaran ragam tuturan yang tidak semestinya. Bahkan, lebih tepatnya terjadi perbenturan
antara kebiasaan berbahasa penutur dan tuntutan untuk taat pada asas yang berlaku. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik analisis isi. Melalui hasil
penelitian ini diharapkan permasalahan dapat diperbaiki dengan adanya kesadaran yang sungguh-
sungguh, baik dari pelaku tuturan, pemerhati maupun figur-figur yang memang dijadikan contoh
berbahasa yang baik dan benar. Salah satunya adalah bahasa para insan pers yang kehadirannya
cenderung cukup tinggi di tengah masyarakat.
Abstract
The aim of this research is to get the empirical data about the use of language that violates the
essence of the convention. Violations of the conventionare often marginalized aspects of language
that basically occupy “a must position” in a certain proportion. This resulted in a widespread of
improper speech. In fact, more precisely happened clash between speakers of language habits
and demands obedience to the principle applicable. The method uses descriptive method which
content analysis. The results of this study, problem be fixed as long as there is consciousness, in
speech user, observers, and the figures that aroused as examples is language of the press whose
becomes to be quite high in the community.
111
DEIKSIS | Vol. 08 No.02 | Mei 2016 | 111-121
112
Kelogisan Bahasa: Sebuah Fenomena yang Terabaikan
(Siti Jubei)
113
DEIKSIS | Vol. 08 No.02 | Mei 2016 | 111-121
bahasa yang baik. Oleh karena itu, dalam an tentang linguistik, sehingga arus
penulisan yang berwibawa justru peng- komunikasi berlangsung lancar tanpa
gunaan bahasanya belun tentu benar. hambatan sedikitpun akibat dari adanya
Meskipun demikian, dalam tulisan yang kata atau istilah yang sulit dipahami
berwibawa dan sekaligus mencerminkan orang lain. Bahkan, kata atau istilah ter-
otak penulisnya yang cemerlang dapat di- sebut melewati batas logika manusia. Hal
jamin bahasanya dapat berfungsi dengan inilah yang semestinya dihindari dalam
baik, lincah, dan tidak kaku (Darma, rangka menciptakan keselarasan hubung-
2007: 7). an interpersonal dalam seluruh aspek
Dengan demikian, kelogisan kehidupan. Dalam berbagai pranata sosial
bahasa merupakan fenomena pemanfaat- yang telah dianut dan dijalankan oleh
an bahasa yang secara universal dapat di- masyarakat, bahasa menjadi ‘pengikat’
terima dan dipahami bersama oleh hubungan sosial tersebut. Bahasa, ter-
masyarakat tutur. Setiap masyarakat utama berkaitan dengan diksi merupakan
dapat menerima pesan yang disampaikan kecermatan sikap yang ditunjukkan oleh
tanpa pretensi dan interpretasi di luar pelaku bahasa. Sikap yang cermat dalam
konsepsi pemaknaan yang secara memilih kata akan senantiasa mem-
normatif terkandung dalam setiap keping- pertimbangkan kelogisannya.
an informasi. Dengan demikian, diksi adalah
pemilihan kata yang bermakna tepat dan
Peran Diksi dalam Habitus Linguistik selaras (cocok penggunaannya) untuk
Istilah diksi dalam bahasa mengungkapkan gagasan dengan pokok
Indonesia, berasal dari kata dictionary pembicaraan, peristiwa, kepada khalayak
(bahasa Inggris yang kata dasarnya pembaca atau pendengar (KBBI, 2007:
diction) yang berarti pemilihan kata. 264). Jadi, merujuk pada makna kamus
Dalam Webstern, diction diuraikan se- tersebut bahwa pemilihan kata berkaitan
bagai choice of words esp with regard to dengan konteks makna. Jika kata yang
correctness, clearness, or effective-ness. digunakan tidak selaras, gagasan tersebut
Jadi, diksi membahas penggunaan kata, tidak terungkap oleh pembaca atau pen-
terutama pada soal kebenaran, kejelasan, dengar.
dan keefektifannya. Diksi juga pada dasarnya adalah
Untuk menyusun konstruksi hasil dari upaya memilih kata tertentu
kalimat, terutama kalimat efektif, pelaku untuk dipakai dalam kalimat, alinea, atau
bahasa dapat memilih kata yang tepat, wacana. Pemilihan kata dilakukan
yaitu kata yang memenuhi isoformisme, apabila tersedia sejumlah kata yang arti-
sebuah kata yang memiliki kesamaan nya hampir sama atau bermiripan (Finoza
makna karena kesamaan pengalaman 2005: 105). Terkait dengan yang di-
masa lalu atau adanya kesamaan struktur jelaskan oleh Finoza di atas lebih melebar
kognitif. Isoformisme terjadi manakala kepada kata yang memiliki makna yang
komunikan-komunikan berasal dari mirip, lebih kepada sinonim, yaitu ke-
budaya yang sama, status sosial yang samaan makna kata.
sama, dan ideologi yang sama. Pendek- Sementara itu, diksi atau pemilih-
nya, komunikan-komunikan tersebut an kata memiliki tiga definisi lain, yaitu
mempunyai sejumlah pengalaman yang Pertama, pilihan kata atau diksi men-
sama (Putrayasa, 2007: 7). cakup pengertian kata-kata mana yang di-
Menyikapi pernyataan di atas, ke- pakai untuk menyampaikan suatu gagas-
samaan pengalaman merupakan suatu an, bagaimana membentuk pengelompo-
pengungkapan akan kesamaan pemaham- kan kata-kata yang tepat atau meng-
114
Kelogisan Bahasa: Sebuah Fenomena yang Terabaikan
(Siti Jubei)
115
DEIKSIS | Vol. 08 No.02 | Mei 2016 | 111-121
pembaca menjadi semakin akrab dengan baik atau membuat tulisan baik men-
bahasa surat kabar. Namun, pada ke- jadi sempurna. Sifat penanganan
nyataannya, masih terdapat bahasa dalam berita yang tergesa-gesa itu sedikit
surat kabar yang belum memadai. Oleh banyak menjadi kendala untuk ter-
karena itu, bahasa yang dipergunakan capainya kualitas penulisan berita
dalam komunikasi (cetak) harus logis, yang baik.
dan fenomena kelogisan berbahasa inilah 2. kemasabodohan dan kecerobohan;
yang menjadi titik tumpu kajian, terutama komponen ini mencerminkan sikap
bahasa yang digunakan oleh pihak media malas yang dimiliki oleh para penulis/
massa. penyampai berita. Kemalasan yang
Kehadiran media massa atau surat timbul tersebut dapat memicu
kabar sebagai pengantar informasi ke munculnya sikap masa bodoh serta
ruang-ruang baca masyarakat atau pe- kecerobohan. Hal ini disebabkan oleh
nikmat berita memang perlu diperhitung- kemalasan berpikir, mencari kata-
kan. Beragam informasi menyerbu tanpa kata baru serta meniru bentuk-bentuk
mengenal ruang dan waktu. Ironisnya, yang sudah ada atau dilakukan orang
tidak semua sumber informasi tersebut tanpa mau menciptakan sendiri.
menciptakan masyarakat yang pintar, 3. malas mengikuti petunjuk, dalam hal
tetapi banyak informasi yang diterima ini petunjuk bahasa tulis, seperti tata-
menimbulkan spekulasi di masyarakat, bahasa, kamus, dan pedoman ejaan
sehingga terjadi kesimpangsiuran ter- yang disempurnakan, termasuk dalam
hadap sebuah kasus. Hal ini tidak lepas hal penggunaan kata-kata baru,
dari peran bahasa yang dipakai dalam seringkali sembrono. Artinya, peng-
mengemas informasi. gunaan kata baru dengan arti yang
Dalam Pedoman Pemakaian tidak konsisten, sehingga mem-
Bahasa dalam Pers, terdapat ketentuan bingungkan pembaca.
yang harus dipenuhi, antara lain “pers 4. ikut-ikutan, hal ini berkaitan dengan
hendaknya secara konsekuen melaksana- kebiasaan berbahasa para tokoh ter-
kan pedoman ejaan bahasa Indonesia kenal, sehingga gaya bahasanya akan
yang disempurnakan”. Isi pedoman ter- selalu ditiru oleh orang-orang di
sebut jelas mengindikasikan bahwa se- sekitarnya dan itu dapat berlangsung
luruh media pers harus menaati aturan dalam waktu yang tanpa batas. Hal ini
yang ada. Sebagian besar para insan pers juga terjadi pada para jurnalis.
telah melaksanakan isi pedoman tersebut, 5. merusak arti. Penggunaan kata atau
tetapi di sisi lain, ada pula insan pers yang pilihan kata tidak jarang merusak arti
mengalami kendala dalam aplikasi kata itu sendiri. Itulah sebabnya se-
bahasa yang baik. Kendala dalam ber- orang penulis (berita) memper-
bahasa yang baik, disebabkan oleh: timbangkan sebuah kata supaya tidak
1. menulis di bawah tekanan waktu, arti- merusak arti (Kusumaningrat, 2005:
nya kegiatan menulis dilakukan 166-170).
karena dikejar waktu oleh tenggat Berdasar pada paparan atau kendala
(deadline) yang harus dipatuhi. Pe- yang dikemukakan oleh Kusumaningrat
nulis berita yang dikejar tenggat di atas jelas bahwa setiap kegiatan me-
nyaris tidak memiliki waktu untuk nulis tentu terikat oleh pedoman tertentu,
memoles tulisannya agar indah sehingga kecenderungan pada ketidak-
dengan pilihan kata yang tepat, me- logisan bahasa dapat dihindari. Untuk itu,
mangkas kalimat yang tidak perlu pesan jurnalistik meski bersifat umum
agar membuat tulisan buruk menjadi dan sejenak, berita atau setiap kepingan
116
Kelogisan Bahasa: Sebuah Fenomena yang Terabaikan
(Siti Jubei)
117
DEIKSIS | Vol. 08 No.02 | Mei 2016 | 111-121
Sejumlah data di atas diperoleh dari tersebut baru logis apabila kata
berbagai sumber harian yang terbit di ‘pecah’ diganti dengan bentuk verba,
DKI Jakarta dan sekitarnya. Persoalan seperti kata ‘terjadi’, sehingga di-
ketidaklogisan bahasa yang terdapat peroleh sebuah pernyataan yang
dalam konteks kalimat atau pernyataan logis, seperti ‘Kerusuhan terjadi di
tersebut dapat dikaji, seperti berikut ini. Lampung Tengah’.
1. Pada kalimat atau pernyataan 2. Pernyataan ‘KPK kembangkan pe-
‘Kerusuhan pecah di Lampung nyelidikan Surya Dharma Ali’ juga
Tengah’ ditemukan bentuk yang tidak merupakan bentuk tidak logis. Ke-
logis, yaitu pada kata ‘pecah’. Kata tidaklogisan bentuk atau pernyataan
‘pecah’ merupakan bentuk kata sifat tersebut terdapat pada kata
yang artinya sesuatu atau benda yang ‘kembangkan’ yang merupakan
telah retak atau hancur. Jika menilik bentuk verba imperatif atau perintah.
pernyataan di atas, kata ‘pecah’ tidak Padahal kalimat di atas tergolong
logis dari segi makna karena kalimat aktif yang bernuansa
‘kerusuhan’ bukanlah sesuatu atau representatif. Jadi, dengan melihat
benda yang telah retak atau hancur, kedudukan kalimat tersebut sebagai
melainkan kondisi tertentu yang ter- bentuk pemberitahuan, maka kata
jadi di sebuah komunitas. Pernyataan ‘kembangkan’ harus diubah menjadi
118
Kelogisan Bahasa: Sebuah Fenomena yang Terabaikan
(Siti Jubei)
kata verba aktif transitif, yaitu kata logis dilakukan oleh ‘banjir’ yang
‘mengembangkan’, sehingga kalimat bukan nomina pelaku.
berubah bentuk menjadi ‘KPK 6. Dalam bentuk pernyataan ‘Jangan
mengembangkan penyelidikan Surya kecewakan harapan’ sebenarnya me-
Dharma Ali’ atau ‘Pengembangan rupakan komponen interjeksi se-
Penyelidikan KPK terhadap Kasus seorang kepada siapapun yang men-
Surya Dharma Ali’. jadi interlekutornya. Akan tetapi, se-
3. Bentuk pernyataan ‘Sabet medali di buah pemberitaan dalam media
olimpiade matematika dunia’ tidak adalah suatu realisasi dari fungsi
hanya tidak logis, tetapi pernyataan representasional bahasa yang mem-
tersebut juga merupakan bentuk beri informasi baru yang bukan seru-
kalimat minor yang sebagian an atau perintah. Hal ini jelas bahwa
konstituen intinya tidak ada. Ketidak- pernyataan di atas adalah sebuah ke-
logisan ditemukan pada kata ‘sabet’ salahan berbahasa yang mengungkap-
yang merupakan bentuk verba pe- kan maksud tanpa melihat kejelasan
rintah yang secara semantis bermakna makna. Dalam pernyataan di atas juga
menyakiti dengan alat atau benda memperlihatkan bentuk yang tidak
tajam dan ‘medali’ seakan-akan lengkap dari sisi struktur kalimat,
sasaran yang harus disakiti. tidak jelas siapa yang melarang, tidak
Sementara itu, pernyataan di atas juga jelas siapa yang dikecewakan, bahkan
merupakan bentuk minor yang subjek kesan umum yang diperoleh dari per-
kalimatnya tidak ada. Pernyataan ter- nyataan tersebut adalah tidak logis.
sebut akan menjadi logis dan lengkap 7. Bentuk ‘Buku yang menyelamatkan’
unsur-unsurnya apabila diubah men- termasuk kalimat yang tidak logis.
jadi ‘ Si A memenangkan medali di Hal itu terbukti dengan penggunaan
olimpiade matematika dunia’. kata ‘menyelamatkan’ sebagai ‘pusat’
4. Bentuk ‘Ikhtiar berkembang’ secara yang didahului oleh konjungsi ‘yang’,
struktur kalimat benar, tetapi diksi sehingga mengubah fungsi ‘menye-
yang digunakan, yaitu kata ber- lamatkan’ tidak bisa lagi sebagai
kembang, memiliki makna lain di luar predikat atau pusat dan menimbulkan
makna konseptualnya, terutama perubahan pada status kalimat men-
ketika digabung dengan kata ikhtiar. jadi frase. Selain itu, subjek ‘buku’
Kata ‘berkembang’ secara logika ber- juga tidak dapat melakukan kegiatan
makna ‘memiliki kembang’, bukan atau pekerjaan apapun dalam konteks
‘semakin luas’, sehingga kata tersebut kalimat seperti di atas karena ‘buku’
tidak tepat digabungkan dengan adalah benda mati yang tidak dapat
subjeknya, yaitu ‘ikhtiar’. melakukan tindakan penyelamatan.
5. Pada kalimat ‘Beberapa pekan ter- Apalagi kata ‘menyelamatkan’ me-
akhir ini, banjir menghantui Jakarta’ rupakan satuan aktif dwitransitif yang
termasuk kalimat yang tidak logis. memerlukan pendamping sebelah kiri
Ketidaklogisan kalimat tersebut di- dan kanan. Jadi, kalimat di atas
tandai dengan penggunaan kata merupakan bentuk konstruksi kalimat
‘menghantui’ yang diikuti nama tidak lengkap dan masih meng-
tempat. Selain bermakna konotatif, gantung.
kata ‘ menghantui’ mengikuti subjek 8. Pernyataan ‘Jumlah dosen ditertib-
yang bukan agent atau pelaku, se- kan’ sebenarnya memenuhi standar
hingga tindakan ‘menghantui’ tidak sebuah kalimat utuh, tetapi dengan
hadirnya kata ‘dosen’ sebagai subjek,
119
DEIKSIS | Vol. 08 No.02 | Mei 2016 | 111-121
120
Kelogisan Bahasa: Sebuah Fenomena yang Terabaikan
(Siti Jubei)
121