Anda di halaman 1dari 12

Jurnal

Kardiologi Indonesia
J Kardiol Ind 2007; 28:70-80
ISSN 0126/3773 Tinjauan Pustaka

Tatalaksana Gagal Jantung Akut pada pasien dengan


Gangguan Fungsi Ginjal
Muhammad A. Basalamah

Gagal jantung (GJ) merupakan penyebab utama SOLVD menyebutkan bahwa risiko kematian pada pasien
mortalitas dan morbiditas kardiovaskular. Dalam dengan insufisiensi renal adalah 40%.3-5 Fungsi ginjal
kurun waktu 20 tahun terakhir jumlah pasien GJ terus juga sangat penting dalam tatalaksana GJ dikaitkan
meningkat hingga mencapai 155%. Hal ini terjadi dengan penggunaan obat-obatan, misalnya penyekat
karena populasi usia lanjut terus bertambah dan Enzim Konverting Angiotensin (EKA), penghambat
tatalaksana infark miokard akut semakin berkembang.1 reseptor angiotensin II (ARB), spironolakton dan
Gagal jantung akut (GJA) merupakan salah satu digoksin.3-5 Yang menjadi fokus perhatian adalah,
penyakit yang menghabiskan biaya perawatan Peningkatan efek samping obat-obatan tersebut bila ada
kesehatan terbesar. Sekitar 47% pasien GJA yang insufisiensi renal.3 Semua pedoman tatalaksana GJ yang
pulang dari perawatan rumah sakit, akan menjalani telah disusun mencantumkan rekomendasi tatalaksana
rawat ulang dalam kurun waktu 90 hari. Yang menjadi bila GJ disertai insufisiensi renal.6
alasan utama adalah, perawatan medis yang kurang
agresif, terapi sub-optimal dan tingkat kepatuhan
pasien yang rendah.2 Definisi
Insufisiensi renal berkaitan erat dengan GJ, baik
dalam patofisiologi maupun tatalaksana. Studi SOLVD Secara umum GJ didefinisikan sebagai suatu sindroma
(Studies of Left Ventricular Dysfunction) membuktikan klinis, yang memperlihatkan kegagalan sirkulasi akibat
bahwa, sepertiga pasien yang didiagnosis GJ mempunyai disfungsi jantung; sehingga aliran darah dan suplai
laju filtrasi glomerular < 60 ml/menit. Sedangkan studi oksigen ke jaringan berkurang, dan tidak mencukupi
PRIME - II (Second Prospective Randomized study of kebutuhan metabolisme tubuh. Hingga sekarang
Ibopamine on Mortality and Efficacy) membuktikan belum ada definisi yang tegas untuk GJA. Beberapa
bahwa, separuh pasien GJ berat sudah mengalami studi menyebutkan tanda-tanda GJA berdasarkan
gangguan fungsi renal.3-5 Studi ini juga menyebutkan edema tungkai lebih dari 2 mm, bunyi ronkhi basah
bahwa, pada pasien GJ yang disertai insufisiensi renal, halus (rales) pada auskultasi paru, PCWP > 18 mmHg,
mempunyai risiko kematian 2 kali lebih besar diban- tekanan jantung kanan > 10 mmHg, atau peningkatan
dingkan bila fungsi ginjalnya baik. Sedangkan studi berat badan > 4,5 kg. Beberapa studi lainnya juga
merekomendasikan kadar brain natriuretic peptide
(BNP) endogen > 80 pg/ml sebagai kriteria diagnos-
tik. Meskipun GJA dapat timbul pada semua tahap
Dari Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas GJ, tetapi lebih sering terjadi pada GJ yang sudah
Kedokteran Universitas Indonesia disertai kelainan struktural, atau yang pernah
Pusat Jantung Nasional, Harapan Kita, Jakarta. mengalami GJ sebelumnya.7,8

70 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 1 • Januari 2007


Muhammad A. Basalamah: Tatalaksana Gagal Jantung Akut pada pasien dengan Gangguan Fungsi Ginjal

Klasifikasi diikuti oleh kenaikan indeks kardiak, sampai pada


suatu titik dimana peningkatan PCWP tidak lagi
Gagal jantung dibedakan menurut 3 sistem klasifika- menambah indeks kardiak (hukum Starling). Ketika
si, yaitu: 1) klasifikasi American Heart Association PCWP meningkat > 18-20 mmHg, terjadi dorongan
(AHA), 2) klasifikasi The New York Heart Association cairan dari vaskular ke jaringan paru dan meng-
(NYHA), dan 3) klasifikasi status hemodinamik (tabel akibatkan gejala bendungan paru. Pada GJA dengan
1, 2, 3). bendungan paru, mengurangi preload hingga PCWP
Klasifikasi NYHA kurang baik untuk menilai 16-18 mmHg merupakan target yang diharapkan.2,9
prognostik, karena beratnya keluhan dan gejala dapat
berubah-ubah dengan terapi farmakologis dan non
farmakologis yang sama.7 Tabel 1. Klasifikasi American Heart Association7
Sistem klasifikasi status hemodinamik memerlu-kan ♥ Tahap A: kelompok pasien yang mempunyai risiko terjadi
pemahaman parameter baku hemodinamik8 yaitu: indeks kelainan struktural jantung dan GJ.
kardiak, tekanan baji kapiler pulmonal (pulmonary capil- ♥ Tahap B: kelompok pasien yang telah mengalami kelainan
lary wedge pressure = PCWP), dan resistensi vaskular perifer. struktural jantung, tetapi belum ada gejala-gejala GJ.
Semua parameter tersebut dapat diperoleh dengan ♥ Tahap C: kelompok pasien yang telah mengalami kelainan
menggunakan kateter Swan-Ganz yang dimasukkan struktural jantung disertai gejala-gejala GJ yang masih berespons
melalui vena jugularis ke atrium kanan, ventrikel kanan, terhadap terapi.
kemudian arteri pulmonal.2,9 Hubungan antara ketiga jenis ♥ Tahap D: kelompok pasien yang refrakter ter-hadap terapi
klasifikasi dapat dilihat pada gambar 1. konvensional, sehingga memerlu-kan alat bantu ventrikel,
transplantasi dan perawatan paliatif.
Curah jantung (cardiac output)
Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa Tabel 2. Klasifikasi The New York Heart Association (NYHA)7
keluar dari jantung setiap menit. Karena setiap pasien ♥ NYHA kelas I - tak ada limitasi dalam aktifitas sehari-hari (artinya
memiliki ukuran badan berbeda, maka nilai normal aktifitas fisik yang biasa diker-jakan tidak akan menyebabkan
curah jantung pun bervariasi. keluhan fatigue, sesak napas, atau palpitasi).
Indeks kardiak (cardiac index) adalah curah jantung ♥ NYHA kelas II - ada sedikit limitasi pada aktifitas fisik (artinya
per m2 luas permukaan tubuh; parameter ini dalam saat istirahat tak ada keluhan, tetapi pada aktifitas fisik sehari-
praktek klinik lebih disukai. Nilai normal indeks hari sudah menyebabkan keluhan fatigue, sesak napas, atau
kardiak pada individu normal adalah 2,5-4,2 L/ palpitasi).
menit/m2. Salah satu cara untuk menambah indeks ♥ NYHA kelas III - terjadi limitasi yang jelas (artinya tak ada
kardiak dengan cepat adalah memakai obat golongan gangguan pada saat istirahat tetapi aktifi-tas fisik yang ringan
inotropik dan kronotropik positif; tetapi kebutuhan saja sudah menyebabkan keluhan fatigue, sesak napas, atau
oksigen miokard juga akan meningkatkan. Secara palpitasi).
umum peningkatan beban kerja miokard akan ♥ NYHA kelas IV – keluhan atau gejala GJ sudah terlihat pada
meningkatkan risiko takhiaritmia ventrikel. Jika saat istirahat dan bertambah pada aktifitas fisik.
curah jantung dapat ditingkatkan dengan obat yang GJA ditandai perubahan status kelas NYHA masing-masing, menjadi
hanya mempunyai efek inotropik positif saja, maka kelas NYHA IV.7
kenaikan beban kerja miokard akan lebih kecil
dibanding jika obat juga berefek kronotropik positif. Tabel 3. Klasifikasi status hemodinamik (Killip) 2,9
Indeks kardiak juga dipengaruhi oleh beban awal ♥ Kelas I: status hemodinamik masih dapat dikom-pensasi, hanya
(preload) dan beban akhir (afterload).2,9 perlu terapi peroral dan observasi ketat
♥ Kelas II: nilai indeks kardiak masih normal, tetapi sudah timbul
Preload bendungan paru dan perlu terapi untuk mengurangi preload
Preload adalah beban awal ventrikel sebelum dan afterload
kontraksi. PCWP mencerminkan preload - bila tak ♥ Kelas III: status cairan masih adekuat tetapi sudah terjadi
ada obtruksi pada segmen wegde dan atrium kiri. penurunan curah jantung, perlu obat inotropik
Penambahan preload pada PCWP yang rendah, akan ♥ Kelas IV: sudah terjadi bendungan paru dan penurunan curah
meningkatkan indeks kardiak melalui kenaikan isi jantung, perlu terapi inotropik dan penurun preload serta
sekuncup (stroke volume). Peningkatan PCWP akan afterload.

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 1 • Januari 2007 71


Jurnal Kardiologi Indonesia

Gambar 1. Berbagai klasifikasi gagal jantung dan inter-relasi di antara klasifikasi yang berbeda.

Afterload Edema paru kardiogenik akut adalah peningkatan


Afterload adalah resistensi vaskular perifer (systemic vas- akumulasi cairan di jaringan paru, akibat ekstra-
cular resistance = SVR) yang harus dihadapi oleh ventikel vasasi cairan dari kapiler dan vena pulmonal ke
saat kontraksi; SVR merupakan komponen penting jaringan interstisiel dan alveoli paru pada pasien
tekanan darah. Pada individu normal, penurunan SVR GJA.
akan menurunkan tekanan darah. Pada pasien GJA, Syok kardiogenik adalah penurunan curah jantung yang
penurunan sedikit SVR tidak akan berimplikasi negatif menyebabkan hipoksia jaringan, pada kondisi volume
pada tekanan darah. Sebaliknya, penurunan SVR akan intravaskular yang adekuat. Kriteria hemodinamik
meningkatkan isi sekuncup dan menambah curah berupa hipotensi dengan tekanan sistolik < 90 mmHg
jantung. Disisi lain, penurunan SVR akan mengurangi selama minimal 30 menit, dan indeks kardiak < 1,8 L/
beban kerja jantung. Nilai normal SVR adalah 950- menit/m2 pada PCWP > 18 mmHg.10,11
1300 dyne-detik/cm5. 2,9 Dekompensasi akut pada GJ kiri kronik terjadi pada
pasien GJ kronis yang mengalami perburukan kelas
fungsional NYHA akibat faktor presipitasi tertentu2,11
Manifestasi klinis GJA
Patofisiologi
Secara klinis manifestasi GJA terbagi atas10: 1) edema Penurunan curah jantung akan mencetuskan se-
paru kardiogenik akut, 2) syok kardiogenik, dan 3) rentetan respons sistem neurohumoral. Tujuan respons
dekompensasi akut pada gagal jantung kiri yang ini adalah untuk mempertahankan status cairan
kronik. melalui mekanisme retensi cairan atau vasokonstriksi

72 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 1 • Januari 2007


Muhammad A. Basalamah: Tatalaksana Gagal Jantung Akut pada pasien dengan Gangguan Fungsi Ginjal

atau keduanya. Pada individu normal respons ini akan pelepasan katekolamin, retensi natrium dan pelepasan
berhenti setelah status cairan normal tercapai. Pada aldosteron.1,2 Pada individu normal, respons retensi
pasien dengan GJ, peningkatan respons neurohumoral cairan oleh aldosteron dapat menambah volume
ini berlangsung terus menerus, sehingga terjadi plasma sekitar 1,5-2 liter. Sedangkan pada pasien GJ
bendungan sistemik dan paru yang kronik. Walaupun proses retensi cairan dan natrium akan terus
telah terjadi kenaikan kadar BNP endogen sebagai berlangsung, disertai penurunan kadar kalium.
respons kompensasi, tetapi respons neurohumoral ini Akumulasi cairan yang hebat pada GJA menimbulkan
terus berlangsung. bendungan vena, dan penurunan kadar kalium yang
Aktivasi respons neurohumoral juga menstimulasi bisa berakibat henti jantung mendadak.2 Pelepasan
peru-sakan oleh sitokin dan mediator dari miosit angiotensin II juga menyebabkan kenaikan konsentrasi
apoptosis. Peningkatan neurohormon dan imuno- endotelin-1 dan arginin vasopressin, suatu vaso-
modulator pada pasien GJA berhubungan dengan konstriktor paling kuat pada manusia. Keadaan ini
perburukan gejala dan perburukan prognosis. akan lebih meningkatkan beban kerja jantung.
Meskipun hormon-hormon ini meningkat pada gagal Peningkatan endotelin - 1 pada GJA menyebabkan
jantung yang terkompensasi, namun akan menjadi umpan balik positif yang merusak sehingga mem-
faktor presipitasi timbulnya episode gagal jantung akut, perburuk derajat dekompensasi.2
bila tidak disupresi dengan obat-obatan atau tubuh Secara keseluruhan, peningkatan aktifitas sistem
menjadi toleran terhadap efek obat untuk mengatasi saraf simpatis, renin plasma dan endotelin-1 akan
hal tersebut.2 meningkatkan risiko progresifitas dan mortalitas pasien
GJ. Peningkatan kadar aldosteron juga memberikan
dampak negatif terhadap survival pasien GJ.1,2
Aktifitas neurohormonal pada GJA Tidak seperti mekanisme neurohormon sebelum-
nya yang berdampak negatif, BNP endogen men-
Pada pasien GJA, terjadi aktivasi sistem saraf simpatis stimulasi natriuresis sebagai respons terhadap tekanan
yang mencegah berkurangnya pengisian arterial, berlebihan pada miokard ventrikel. Mekanisme
dengan cara menambah curah jantung. Upaya ini kompensasi ini teraktifasi pada pasien GJA, sehingga
didapat melalui 2 mekanisme, yaitu: 1) reseptor ß1 dipakai sebagai petanda klinis terjadinya GJA. Tetapi
miokard dijauhkan dari protein mesenger kedua yang BNP masih belum dapat mengatasi akumulasi cairan
akan mengurangi jumlah cAMP, 2) mekanisme akibat stimulasi arginin vasopressin. Peningkatan kadar
defosforilasi yang menginternalisasi reseptor ß 1 BNP endogen juga dikaitkan dengan perburukan
sepanjang vesikel sitoplasma di miosit. penyakit.1-2
Pada tingkat yang masih dapat ditoleransi,
peningkatan tajam katekolamin pada pasien GJA
tetap akan meningkatkan c-AMP miokard, menam-
bah konsentrasi kalsium intraselular dan mening-
katkan metabolisme anaerob. Kondisi ini mening-
katkan risiko ventrikular takiaritmia dan apoptosis.
Sebagai tambahan overdrive simpatis, akan menyebab-
kan peningkatan stimulasi reseptor a1 dan menyebab-
kan vasokonstriksi.
Peningkatan vasokonstriksi sistemik berakibat
penurunan laju filtrasi glomerular yang berperan dalam
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron. 1,2
Aktivasi lebih lanjut pada sistem tersebut meng-
akibatkan peningkatan angiotensin II, aldosteron,
endotelin -1 dan arginin vasopressin. Seperti yang
terjadi pada sistem saraf simpatis, peningkatan angio-
tensin II pada penderita GJA menyebabkan vaso-
konstriksi sehingga menambah stress dinding miokard. Gambar 2. Pengaruh mediator patofisiologis terhadap
Aktifasi angiotensin II akan lebih meningkatkan hemodinamik pada penderita gagal jantung.

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 1 • Januari 2007 73


Jurnal Kardiologi Indonesia

Aktivitas imunomodulator pada GJA Disfungsi renal, disfungsi jantung dan


aktivasi neurohormonal
Peran sistem imun dalam kaitannya dengan GJA dan
disfungsi ventrikel kiri kini semakin menjadi Laju filtrasi glomerular merupakan prediktor kuat
perhatian. mortalitas pasien GJ. Semakin buruk fungsi ginjal,
TNF (tumor necrosis factor) - α diketahui: semakin tinggi angka mortalitas pasien GJ. Pada tahap
berperan dalam koagulasi mikrovaskular, pembentukan awal GJ, laju filtrasi glomerular dapat dipertahankan
radikal super-oksida, bersifat inotropik negatif dan dengan kompensasi peningkatan fraksi filtrasi.
meningkat-kan aktifitas sistem saraf simpatis. Pada Sedangkan pada GJ berat, laju filtrasi glomerular
pasien penyakit autoimun yang disertai GJ, konsentrasi semakin tergantung pada aliran arteriolar, stimulasi
TNF- ber-korelasi langsung dengan kelas fungsional pada fungsi hemodinamik dan jalur hormonal. Bahkan
NYHA dan fraksi ejeksi, serta mortalitas. Konsentrasi kini sudah terbukti bahwa, fungsi cadangan hemo-
TNF-α paling tinggi pada pasien GJ fungsional kelas dinamik ginjal sudah terganggu pada penderita
NYHA III (kelompok dengan insiden kematian disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik.13
jantung mendadak tertinggi). Terdapat korelasi negatif Jadi, kontribusi ginjal terhadap kondisi GJ
antara fraksi ejeksi dan konsentrasi TNF-α. Pada diketahui sebagai mekanisme respons adaptif yang
miokard yang mengalami hibernasi, kadar TNF -α membangkitkan serentetan perubahan kompensasi
juga meningkat.2 neurohormonal. Perubahan ini terutama menyangkut
Pada GJ juga terjadi peningkatan interleukin (IL)- peningkatan pengaturan adrenergik dan aktivasi sistem
6, aktifasi komplemen dan petanda intraselular. renin – angio-tensi - aldosteron (RAAS), guna
Semua faktor ini meningkatkan aktifitas autoimun mempertahankan perfusi organ vital dan meningkat-
yang me-nyebabkan kenaikan resistensi pulmonal dan kan volume darah yang tidak adekuat.1,13 Aktivasi
sistemik, induksi remodeling ventrikel melalui RAAS tidak hanya sebagai suatu respons untuk
peningkatkan sintesis c-GMP. Meskipun belum ada mempertahankan volume sirkulasi sistemik, tetapi juga
bukti sinergisme aktivasi neurohormonal dan untuk mempertahankan laju filtrasi glomerular pada
imunomodulator, dikatakan bahwa hipertrofi dan saat terjadi penurunan aliran darah renal dan tekanan
fibrosis ventrikel akibat apoptosis diinduksi oleh perfusi ginjal. Hubungan antara fungsi renal dan
aktifitas imunomodulator yang meningkatkan aktivasi neurohormonal secara bermakna lebih kuat
aktivasi sistem neurohormonal, hal ini dapat daripada hubungan fraksi ejeksi ventrikel kiri dan
menjelaskan hubungan antara konsentrasi IL-6 dan aktivasi neurohormonal. Hubungan yang kuat antara
beratnya penyakit. 2 fungsi neurohormon vasoaktif diperlihatkan dengan
peningkatan konsentrasi ANP N-terminal yang meru-
pakan salah satu dari neurohormon vasoaktif. Oleh
karenanya, peningkatan konsentrasi ANP N - termi-
nal dapat dipakai sebagai prediktor prognosis GJ
tingkat lanjut. Sebagian besar neurohormon vasoaktif
lain termasuk yang berhubungan dengan RAAS sangat
lemah bila dihubungkan sebagai prediktor prognostis
GJ13
10
Faktor presipitasi GJA
1. Kardiak
• iskemia/infark
• takiaritmia/bradiaritmia
2. Pengobatan
• inotropik negatif (beta-blocker, Calcium channel
blocker)
• NSAID
Gambar 3. Kurva mortalitas Kaplan - Meier pada berbagai • steroid
laju filtrasi glomerular yang berbeda • tidak patuh

74 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 1 • Januari 2007


Muhammad A. Basalamah: Tatalaksana Gagal Jantung Akut pada pasien dengan Gangguan Fungsi Ginjal

3. Diet • Stenosis aorta


• Diet natrium berlebih • HOCM
4. Curah jantung tinggi (high output) g. Gangguan pengisian ventrikel kiri
• anemia • Stenosis mitral
• infeksi • Miksoma atrium kirih
• kehamilan • Regurgitasi mitral akut (akibat ruptur chorda)
• AV fistula i. Insufisiensi aorta akut.
• hiperthiroidisme
5. Lain-lain
• gagal ginjal Tatalaksana GJA dan pengaruhnya pada
• emboli paru fungsi ginjal
Etiologi GJA.11 Tujuan tatalaksana
1. Infark miokard akut Farmakoterapi pada pasien GJA bertujuan untuk me-
a. Kegagalan pompa jantung ningkatkan kualitas dan harapan hidup. Sedangkan
• Infark luas untuk pasien dengan GJ tahap D yang akan menjala-
• Infark kecil dengan disfungsi ventrikel kiri ni transplantasi jantung, tujuan tatalaksana adalah
yang sudah ada sebelumnya. untuk memperbaiki hemodinamik dan mengurangi
• Perluasan infark lama perawatan di rumah sakit. Terapi ideal untuk
• Infark ulang pasien GJA adalah: obat yang dapat mengurangi gejala
b. Komplikasi mekanik dan mengoptimalkan hemodinamik, tanpa me-
• Regurgitasi mitral akut disebabkan ruptur nambah kebutuhan oksigen otot jantung dan konsen-
muskulus papillaris trasi kalsium intrasel. Beberapa obat yang sering
• Defek septum ventrikel digunakan untuk pengobatan GJ yaitu : diuretik,
• Ruptur freewall. nitrat, milrinon, nesiritid dan katekolamin. Beberapa
• Tamponade obat lain belum dipakai secara luas dan masih dalam
c. Infark ventrikel kanan tahap uji coba, misalnya tezosentan, antagonis vaso-
2. Kondisi lain pressin dan levosimendan.2
a. Kardiomiopati stadium lanjut
b. Miokarditisc Diuretik
• Kontusio miokard Loop diuretik (bumetanide, furosemid, torsemid dan
d. Bypass jantung-paru yang lama asam etakrinat) mempunyai efek menghambat kerja
e. Syok septik dengan depresi miokard berat natrium, kalium dan klorida di loop asending dari ansa
f. Obtruksi LVOT Henle. Dengan mengurangi reabsorpsi maka pe-

Tabel 4. Hubungan antara neurohormon, fraksi ejeksi dan laju filtrasi glomerular
GFRe LVEF
Univriate Multivariate Univriate Multivariate
r P P r P P
Norepinephrine -0.28 <0.001 0.001 -0.15 0.004 NS
Epinephrine -0.05 0.365 NS -0.15 0.004 0.007
Dopamine -0.23 <0.001 0.001 -0.08 0.143 NS
Renin -0.13 0.013 0.005 -0.22 <0.001 NS
Aldosterone -0.15 0.005 0.006 -0.04 0.501 NS
ANP -0.35 <0.001 <0.001 -0.27 <0.001 0.002
N-feminal ANP -0.53 <0.001 <0.001 -0.33 <0.001 <0.001
Endothelin -0.10 0.069 NS -0.18 0.001 0.046
Epinine -0.07 0.201 NS -0.01 0.899 NS

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 1 • Januari 2007 75


Jurnal Kardiologi Indonesia

Gambar 4. Bagan penatalaksanaan Gagal Jantung akut berdasarkan presentasi hemodimaik.

ngeluaran cairan dan natrium meningkat, sehingga porter, sehingga terjadi hipertrofi dan hiperplasi tubu-
preload berkurang, Hasil penelitian menyata-kan lus distal. Diduga toleransi lebih cepat terjadi pada
bahwa, semua jenis loop diuretik mempunyai efek pemberian secara bolus dibanding dengan cara infus
yang sama. Pada pasien GJA usus juga mengalami intermiten.2
edema, sehingga mengganggu penyerapan obat Penambahan terapi dengan tiazid atau thiazide-like
diuretik yang diberikan per oral, akibatnya diuretics sering digunakan pada pasien yang berespons
konsentrasi dalam serum tidak cukup untuk me- buruk dengan loop diuretik. Diuretik tiazid seperti
lampaui ambang efek natriuretik; jadi sebaiknya hidroklorotiazid tidak boleh dipakai bila CCT < 30
diberikan secara intra-vena, agar dapat segera ml/menit, karena memerlukan filtrasi glomerulus
mengurangi preload dan gejala-gejala kongestif. Loop untuk meningkatkan aksesnya ke tubulus. Karena GJ
diuretik (furosemid) diberikan intra-vena pada pasien dan penyakit ginjal sering terjadi bersamaan,
GJA dengan dosis maksimum 100 mg bolus. Dapat pemberian diuretik tiazid pada pasien GJA tidak
pula diberikan secara intermiten, dengan dosis tidak dianjurkan. Akan tetapi thiazide-like diuretic seperti
melebihi 4 mg/menit untuk mengurangi efek metolazon dapat mengaktifkan sekresi tubular, dan
ototoksik. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak tergantung pada filtrasi glomerulus. Sampai
pemberian infus intermiten lebih baik daripada bo- sekarang data klinik mengenai pemberian tiazid atau
lus, karena efek terhadap pengeluaran natrium dan urin thiazide-like diuretic bersamaan dengan loop diuretik
lebih besar. Hal ini terjadi karena infus intermiten pada tatalaksana GJA masih terbatas. Tiazid dan
dapat mempertahankan ambang natriuretik lebih baik metolazon memberikan efek penurunan berat badan
dibanding bolus.2 Peningkatan kadar natrium di tu- yang sama, respons klinik yang lambat dan kekerapan
bulus distal mengakibatkan thiazide-sensitive trans- hipokalemia yang lebih tinggi. Terapi tiazid juga tidak

76 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 1 • Januari 2007


Muhammad A. Basalamah: Tatalaksana Gagal Jantung Akut pada pasien dengan Gangguan Fungsi Ginjal

dapat diberikan dalam waktu lama, karena reseptor ini juga mengurangi sirkulasi neurohormonal
thiazid akan mengalami down regulation yang sistemik. Nesiritide pada dosis tertentu dapat
menyebabkan resistensi. 2 menyebabkan vasorelaksasi arteri dan vena. Efek ini
Sesuai data-data klinik, pasien dengan GJA se- diperoleh dengan cara menstimulus natriuretic pep-
baiknya diberikan infus intermiten loop diuretik, mulai tide reseptor (NPR-A dan NPR-B) yang mengaktifkan
dengan dosis yang sama dengan dosis oral yang dipakai enzim guanylate cyclase untuk menghasilkan cGMP.
sebelumnya, dan dititrasi untuk mencapai PCWP 16 Hingga kini belum ada laporan memuaskan tentang
mmHg. Pemberian infus intermiten setelah bolus dosis penggunaan klinis obat ini, sehingga hanya
tinggi mungkin tidak memberikan efek diuresis, jadi diindikasi bila terapi nitrogliserin infus selama 24
sebaik digunakan infus intermiten sejak awal. jam gagal dan refrakter terhadap dosis maksimal
Penambahan terapi dengan thiazide like diuretic harus diuretik per-infus kontinu atau kombinasi terapi
dipertimbangkan bila pasien menunjukan pe-nurunan diuretik.2
produksi urin atau gagal mencapai PCWP yang opti-
mum. Jika pengobatan dengan diuretik tidak Katekolamin
memperbaiki gejala kongesti, perlu dipikirkan penam-
bahan obat lain untuk mengurangi preload. Dopamin
Dopamin adalah obat yang mempengaruhi tiga jenis
Nitrat reseptor, sesuai dosis pemberiannya. Pada dosis
Nitrat mempunyai efek vasodilator, dan sering rendah, dopamin bersifat agonis terhadap reseptor
digunakan pada pasien GJ disertai penyakit jantung dopamin DA1, sehingga meningkatkan filtrasi glom-
koroner, atau telah refrakter dengan diuretik. Nitro- erular. Pada dosis sedang dan tinggi, dopamin
gliserin menstimulasi produksi c-GMP melalui memperlihatkan efek pada reseptor β-1 (dopamin
aktivasi guanyl cyclase. Peningkatan c-GMP menye- tidak mempengaruhi reseptor β-2 secara luas), dan
babkan vasorelaksasi melalui stimulasi enzim protein reseptor α-1 sehingga terjadi peningkatan konsentrasi
kinase yang meningkatkan fosforilasi miosin pada norepinefrin pada jaringan yang terkena.2 Walaupun
otot pem-buluh darah. Nitrogliserin mengurangi belum terbukti ada hubungan langsung antara terapi
preload tanpa pengaruh banyak terhadap afterload. dopamin dan tingkat mortalitas, namun dopamin
Berbeda dengan sodium nitroprusid yang bekerja terbukti meningkatkan kadar IL-6 yang berhubungan
setelah mengalami perubahan menjadi nitogliserin dengan beratnya GJ.2 Meskipun dopamin berpotensi
melalui guanyl pathway yang berbeda, dan mem- memberikan efek neurohormonal negatif, resimen
punyai efek mengurangi preload dan afterload dengan dosis rendah tetap diberikan pada pasien GJA, untuk
vasorelaksasi pada vena dan arteri. Penggunaan sodiun menghilangkan gejala. Infus dopamin dosis rendah
nitropusid harus berhati-hati pada pasien iskemik (0.5-2.0 µg/kg/menit) digunakan untuk mengaktifasi
kardiomiopati, karena dapat menimbulkan sindroma reseptor DA1 sehingga afterload berkurang dan filtrasi
coronary steal, yaitu vasorelaksasi arteri yang glomerular meningkat. Kombinasi terapi dopamin
menyebabkan beralihnya darah dari pembuluh darah dengan diuretik dapat menghilangkan gejala kongestif
kolateral yang bertanggung jawab untuk mensuplai pada dosis diuretik yang lebih rendah. Dopamin dosis
nutrisi miokardium. Walaupun data klinik mengenai sedang (3.0-10.0 µg/kg/menit) diberikan untuk
efektifitas vasodilator nitrat pada GJ masih kurang, meningkatkan kontraktilitas miokard melalui aktivasi
tetapi obat tersebut telah dipakai sebagai prosedur reseptor b1. Mengingat dosis sedang dan tinggi
standar dalam tatalaksana GJA. (> 10.0 µg/kg/menit) cenderung berefek buruk
terhadap sistem reseptor (meningkatkan afterload dan
Nesiritide PCWP), maka pemakaian dopamin pada GJA
Rekombinan BNP (nesiritide) adalah terapi baru umumnya terbatas pada terapi kombinasi dengan
untuk GJA. Meskipun konsentrasi BNP endogen diuretik loop.2
meningkat pada pasien GJ, namun tetap tak dapat
mengatasi mekanisme patofisiologi dari retensi Fenoldopam
cairan. Pemberian BNP eksogen misalnya nesiritide, Fenoldopam adalah agonis reseptor DA1 selektif yang
dapat meningkatkan konsentrasi BNP yang memperlihatkan afinitas lebih tinggi dibanding dopa-
mempunyai efek mengurangi retensi cairan. Obat min. Walaupun penelitian klinis memperlihatkan

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 1 • Januari 2007 77


Jurnal Kardiologi Indonesia

perbedaan bermakna dalam parameter hemodinamik, Penyekat enzim konverting angiotensin


namun penelitian komparatif gagal memperlihatkan Penyekat enzim konverting angiotensin (penyekat
keunggulannya dibanding vasodilator konvensional EKA) merupakan pilar utama tatalaksana GJ,
seperti nitropruside.2 tujuannya untuk meningkatkan survival dan mem-
perbaiki disfungsi ventrikel kiri. Berbagai studi sudah
Dobutamin memperlihatkan efektifitas penggunaan penyekat EKA
Dobutamin adalah campuran racemic yang setiap pada semua kelas GJ yang simtomatik. Efek penyekat
isomer secara bersama-sama merupakan agonis EKA pada pasien GJ dengan insufisiensi renal belum
reseptor β1 dan β2. Melalui efek agonis reseptor β1, diketahui secara jelas, karena beberapa alasan yaitu :
Dobutamin meningkatkan kontraktilitas miokard. 1) kriteria eksklusi penelitian hanya berdasarkan
Afterload tidak terpengaruh, karena Dobutamin konsentrasi kreatinin serum, bukan laju filtrasi glom-
memberi efek agonis reseptor α1 sehingga terjadi erular, 2) sampel penelitian memakai konsentrasi
vasokonstriksi, sedangkan stimulasi reseptor β 2 kreatinin serum > 2,0 mg/dL masih sangat sedikit, 3)
menyebabkan dilatasi arteriol di otot skeletal. banyak studi yang tidak melaporkan fungsi renal
Penelitian klinis membuktikan bahwa, Dobutamin sebagai suatu subgroup. Penggunaan penyekat EKA
menambah inotropik serta menurunkan tekanan pada penderita insufisiensi renal harus hati-hati, karena
arteri sistemik dan pulmonal. Dobutamin sering dapat memperburuk fungsi renal dan risiko
dipakai bersama Dopamin, keduanya meningkatkan hiperkalemia. Pada penderita GJ ringan dan sedang,
kontraktilitas, tetapi dobutamin mencegah pening- terapi harus dimulai dengan dosis kecil, dosis dapat
katan afterload akibat pemberian dopamin. 2 ditingkatkan secara bertahap dengan monitor ketat
fungsi ginjal dan elektrolit.Studi CONSENSUS (Co-
Milrinone operative North Scandinavian Enalapril Survival Study)
Milrinone adalah obat yang mempunyai efek mening- melaporkan bahwa 35% pasien GJ yang diterapi
katkan konsentrasi c-AMP miokard dengan cara dengan enalapril akan mengalami kenaikan konsentrasi
menghambat fosfodiesterase II secara selektif. Akibatnya kalium > 30%, namun akan kembali normal setelah
terjadi kenaikan kalsium intraselular yang kemudian beberapa saat, meskipun dosisnya tidak dikurangi.
meningkatkan kontraktilitas miokard dan relaksasi Studi SOLVD pada pasien GJ berat, memperlihatkan
endotel. Milrinone juga menyebabkan waktu pengisian insiden perburukan fungsi renal (ditandai dengan pe-
isometrik menjadi lebih lambat. Kemampu-an ningkatan kreatinin serum > 0,5 mg/dL) sebesar 16%
milrinone untuk meningkatkan c-AMP akan menurun- dibanding 12% pada plasebo. Tetapi studi ATLAS
kan preload dan afterload, sehingga curah jantung (Assessment of Lisinopril and Survival) membuktikan
bertambah. Selintas milrinone kelihatannya lebih bahwa lisinopril dapat ditoleransi oleh penderita
menguntungkan dibanding dobutamin pada pasien insufisiensi renal. Studi ini menghilang-kan kekha-
yang memerlukan penurunan preload dan peningkatan watiran terhadap gangguan ireversibel akibat terapi
curah jantung. Namun belum ada studi yang mem- penyekat EKA. Perburukan fungsi ginjal yang
bandingkan secara langsung keduanya. Pemakaian ireversibel biasanya terjadi pada penderita usia lanjut,
Milrinone harus berhati-hati bila pasien berisiko diduga akibat penyakit renovaskular sebelumnya.3
mengalami hipotensi, karena kemampuannya untuk Penggunaan penyekat EKA yang dikombinasi dengan
menurunkan preload dan afterload.2 Hingga sekarang anti inflamasi non steroid (NSAID) harus dihindari,
belum ada obat inotropik positif yang dapat me- sehubungan dengan risiko perburukan fungsi renal.3,12
nurunkan angka kematian, bahkan ada indikasi bahwa Meskipun sejumlah studi menemukan adanya interaksi
survival semakin buruk, sehingga pemberian obat negatif antara penggunaan aspirin dan penyekat EKA
inotropik hanya atas indikasi simtomatik dan tidak pada penderita GJ, studi meta-analisis dari 4 studi besar
untuk terapi jangka panjang.2 Meskipun milrinone menyimpulkan bahwa, survival pada kelompok yang
dapat memberikan pengaruh negatif terhadap harapan menerima penyekat EKA tanpa aspirin sama dengan
hidup, tetapi tetap dapat diberikan pada pasien yang yang diberi penyekat EKA dengan aspirin. Pada pasien
memerlukan peningkatan curah jantung yang tidak yang tidak toleran terhadap aspirin, golongan
berespons baik terhadap dobutamin. Dosis awal antiplatelet lain seperti clopidogrel dapat diguna-
milrinone adalah 2,5 µg/kg/menit dan dititrasi hingga kan. 2,3,12Pedoman ACC/AHA untuk evaluasi dan
tercapai hemodi-namik yang optimal. tatalaksana GJ kronik pada pasien dewasa menye-

78 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 1 • Januari 2007


Muhammad A. Basalamah: Tatalaksana Gagal Jantung Akut pada pasien dengan Gangguan Fungsi Ginjal

butkan bahwa pemberian penyekat EKA harus hati- dan aliran darah ginjal dapat terjadi pada awal
hati pada penderita dengan : tekanan darah sistolik < pemberian penyekat beta, sehingga menimbulkan
80 mmHg, kadar kreatinin serum > 3 mg/dL, stenosis hipotensi dan perburukan fungsi ginjal. Selanjutnya,
arteri bilateral, dan konsentrasi kalium > 5.5 mmol/L. fraksi ejeksi akan meningkat dan aliran darah ginjal
Terapi harus dihenti-kan bila terjadi angio-edema atau membaik, bahkan lebih baik daripada sebelumnya.
gagal ginjal anuria.7 Pada semua pasien GJ, efek samping penyekat beta
dapat dihindari dengan dosis serendah mungkin, yang
Penghambat Reseptor Angiotensin II (Angio- kemudian ditambah secara bertahap tiap 2 minggu.
tensin Reseptor Blocker, ARB) Penyekat beta perlu digunakan pada pasien GJ, baik
Studi ELITE (Evaluation of Losartan in the Elderly) dengan atau tanpa disfungsi ginjal. Karena meto-
yang membandingkan penyekat EKA dan ARB, prolol dan carvedilol sebagian besar diekskresi melalui
mendapatkan efek penurunan mortalitas lebih besar hepar, obat-obat ini mungkin lebih aman digunakan
dengan losartan dibanding dengan captopril. Tetapi pada pasien dengan insufisiensi ginjal, daripada
studi ELITE II tidak dapat mengkonfirmasi nadolol dan atenolol, yang sebagian diekskresi
perbedaan ini. Pada kedua studi tersebut angka melalui ginjal.3
perburukan fungsi ginjal tidak berbeda bermakna.Studi
Val - HeFT (Valsartan in Chronic Heart Failure Trial) Spironolakton
membandingkan penggunaan valsartan dengan pla- Studi RALES (Randomized Aldactone Evaluation
cebo pada penderita GJ. Sebagian besar pasien juga Study), membuktikan bahwa spironolakton me-
menerima penyekat EKA, ternyata mortalitas pada nurunkan mortalitas pasien GJ berat sebesar 30%.
kedua kelompok tersebut tidak berbeda bermakna. Penelitian ini mengeksklusi pasien dengan kadar
Disimpulkan bahwa ARB dapat meningkatkan sur- kreatinin serum > 221 mol/L (2,5 mg/dL). Hiper-
vival pasien yang tidak toleran terhadap penyekat EKA. kalemia berat (kadar kalium > 6.0 mmol/L) terjadi
Tetapi pasien yang mengalami hiperkalemia atau pada 2% pasien namun studi ini tidak melaporkan
perburukan fungsi renal setelah terapi penyekat EKA, hubungan antara fungsi ginjal dengan timbulnya
ternyata akan mengalami gangguan yang sama dengan hiperkalemia. Dalam studi ini pasien juga mendapat
terapi ARB.3 furosemid dosis rata-rata 80 mg, inilah yang mungkin
dapat mencegah terjadinya hiperkalemia. Angka
Penyekat Beta (Beta Blocker) kejadian hiperkalemia berat meningkat setelah
Penelitian klinis bisoprolol, carvedilol dan metoprolol temuan studi RALES disebarluaskan. Schepkens dkk
pada pasien GJ yang disertai disfungsi ventrikular kiri melaporkan analisis terhadap 25 kasus hiperkalemia
membuktikan bahwa, penyekat beta mengurangi berat (kadar kalium rerata 7.7 mmol/L) yang terjadi
mortalitas hingga 35%. Satu penelitian tidak me- selama terapi kombinasi penyekat EKA dan spiro-
masukkan fungsi renal dalam kriteria eksklusi, tiga nolakton. Sedangkan Obialo dkk menemukan 18
penelitian lainnya mengeksklusi pasien dengan kadar kasus, mereka usia tua dengan GJ dan insufisiensi
kreatinin > 250-300 mol/L (2,8-3,4 mg/dL), dan satu ginjal (estimasi GFR 60 mL/min per 1.73 m2), kadar
lagi penelitian mengeksklusi pasien dengan penyakit kreatinin masih normal. Satu kesimpulan sama yang
ginjal yang secara klinis penting. Tidak satupun diambil dari kasus-kasus ini adalah: hiperkalemia pada
penelitian klinis tentang penyekat beta pada GJ yang terapi spironolakton terjadi pada pasien GJ yang
melaporkan analisa subgrup berdasarkan fungsi ginjal. disertai insufisiensi ginjal. Karenanya kemudian
Suatu studi yang mengevaluasi hubungan antara dibuat rekomendasi pemberian spironolakton sebagai
penyekat beta dengan survival setelah infark miokard berikut:
pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri menemu-
kan angka survival yang sama diantara pasien-pasien ♥ jangan diberikan bila GFR < 30 mL/min.
dengan kadar kreatinin serum < 175 mol/L (2.0 mg/ ♥ batasi dosis tidak lebih dari 25 mg/hari bila GFR
dL). Berbeda dengan terapi penyekat EKA, sedikit 30-60 mL/min,
sekali perbedaan fisiologik akibat efek klinis penyekat ♥ sebaiknya tidak diberikan pada pasien GJ dengan
beta pada pasien GJ dengan dan tanpa insufisiensi insufisiensi ginjal yang disertai penyakit penyerta
renal. Efek samping pada ginjal dilaporkan dalam berisiko hiperkalemia, misalnya diare (karena
beberapa penelitian klinis. Penurunan curah jantung dehidrasi dapat menyebabkan hiperkalemia).

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 1 • Januari 2007 79


Jurnal
Kardiologi Indonesia
J Kardiol Ind 2007; 28:I
Kalender Ilmiah ISSN 0126/3773

INFO ACARA ILMIAH KARDIOVASKULAR

TANGGAL LOKASI ACARA ILMIAH INFORMASI


13 – 14 Jan 07 Jakarta, Indonesia Scientific Meeting Indonesian Society of inaheart@indosat.net.id
Hypertention
2 - 4 Feb 07 Hong Kong SAR Cardiorhytm www.cardiorhythm.com
23 – 24 Feb 07 Palembang, Indonesia Kongres Nasional PERKI XI & The inaheart@indosat.net.id
Regional Cardiology Update II
10 – 13 Mar 07 Kyoto, Japan 1st International Congress of Cardio- www.apafs06.umin .jp
myopathies and Heart Failure
24 – 27 Mar 07 New Orleans, Lousiana 56th Annual Scientific Sessions
American College of Cardiology
18 – 21 Apr 07 Bali, Indonesia 16th ASEAN Congress of Cardiology www.16thacc.org
9 – 12 May 07 Denver - CO, USA Heart Rhythm Society Scientific
Sessions
9 – 12 Jun 07 Hamburg, Germany Heart Failure 2007
22 – 26 Jun 07 Bologna, Italy XIX ISHR World Congress
24 – 27 Jun 07 Lisbon, Portugal EuroPace 2007
28 – 31 Jun 07 Vancouver Canada World Congress on Heart Disease
2 – 4 Agust 07 Jakarta, Indonesia 16th Annual Scientfic Meeting of inaheart@indosat.net.id
Indonesian Heart Association
1 – 5 Sept 07 Vienna, Austria ESC Congress 2007

16 – 19 Sept 07 Washington - DC, USA Heart Failure Society of America

7 – 10 Oct 07 Venice, Italy Venice Arrythmias 2007

4 – 7 Nov 07 Orlando - FL, USA AHA Scientific Sessions

13 – 16 Des 07 Taipe, Taiwan ROC 16th Asia Pacific Congress of Cardiology

31 Jan-3Feb 07 Melbourne, Autralia 4th Asian Pacific Congress of Heart


Failure

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 1 • Januari 2007 I


Jurnal Kardiologi Indonesia

Kombinasi Hidralazin - Nitrat Daftar Pustaka


Studi V-HeFT (Vasodilator - Heart Failure Trial) mem-
buktikan bahwa kombinasi hidralazin dengan nitrat 1. Epstein FH, Chrier RW, Abraham WT. Hormones And He-
memberikan survival lebih tinggi dibanding dengan modynamics In Heart Failure. N Engl J Med 2003; 341:
penggunaan prazosin atau plasebo. Pengaruh 577-85.
hidralazin-nitrat terhadap fungsi ginjal tidak disebut- 2. McBride BF, White CM. Acute Decompensated Heart Failure:
sebut dalam studi ini. Studi V-HeFT II mencan- A Contemporary Approach to Pharmaco-therapeutic Manage-
tumkan kelebihan enalapril dibanding hidralazin- ment. Pharmacotherapy 2003; 23 (8) : 997-1020.
nitrat dalam meningkatkan survival. Terapi kom- 3. Shlipak MG. Pharmacotherapy for Heart Failure in Patients
binasi Hidralazin-Nitrat diindikasikan bagi pasien with Renal Insufficiency. Ann Intern Med 2003; 138 : 917-23.
yang tidak toleran terhadap penyekat EKA atau ARB. 4. Shlipak MG, Heidenreich PA, Noguchi H, et al. Association of
renal insufficiency with treatment and outcomes after
Digoksin myocardial infarction in elderly patients. Ann Intern Med 2002
Digitalis merupakan obat GJ paling tua dan hingga ; 137 : 555-62.
sekarang masih merupakan obat yang paling sering 5. Wright RS, Reeder GS, Herzog CA, et al. Acute myocardial
diresepkan untuk terapi GJ. Karena klirens digoksin infarction and renal dysfunction: a high-risk combination. Ann
tergantung pada laju filtrasi glomerular, fungsi ginjal Intern Med 2002 ; 137:563–70.
sangat berperan terhadap tingkat keamanan peng- 6. Ritz. E, Minor renal dysfunction: an emerging independent
gunaan digoksin. Studi DIG (Digitalis Investigation cardiovascular risk factor. Jour Med Gen 2003 ; 40 : 141–
Group) mengevaluasi efektifitas digoksin.Ternyata 145.
digoksin tidak berpengaruh terhadap survival, tetapi 7. Hunt SA, Baker DW, Chin MH, et al. ACC/AHA Guidelines
mengurangi angka rawat inap hingga 28%. Belum ada for the management of chronic heart failure in the adult. J Am
studi yang meneliti efek digoksin pada berbagai tingkat Coll Cardiol 2001;38:2101-13.
fungsi renal. Untuk keamanan, digoksin diberikan 8. Gottlieb SS, Khata M, Wentworth D, Roffman D, Fisher ML,
tanpa dosis pembebanan (loading dose), dan dosis Kramer WG. The effect of diuresis on the pharmacokinetics of
pemeliharaan yang rendah (0,125 mg).2 the loop diuretics furosemide and torsemide in patients with
heart failure. Am J Med 1998;104:533-8.
Kesimpulan 9. Stevenson LW, Massie BM, Francis GS. Optimizing therapy
for complex or refractory heart failure: a mana-gement algo-
1. Insufisiensi renal berkaitan erat dengan gagal jantung, rithm. Am Heart J 1998;135:S293-309.
baik dalam patofisiologi maupun tatalaksana. 10. Shelton D. Acute Congestive Heart Failure. Available at www.-
2. Fungsi ginjal sangat penting dalam tatalaksana gagal emergencytoronto.com/clerks%20manual/18%20CHF%2099.pdf
jantung akut, dikaitkan dengan beberapa jenis obat 11. Hollenberg SM., Kavinsky CJ, Parrillo JE. Cardiogenic Shock
yang dipakai. Obat-obat untuk gagal jantung akut Ann Intern Med. 1999;131 : 47-59.
dapat memperburuk fungsi ginjal, sebaliknya fungsi 12. Dietz R, Nagel F, Osterziel KJ. Angiotensin-converting enzyme
ginjal yang terganggu dapat mempengaruhi inhibitors and renal function in heart failure Am J Cardiol. 1992
keberhasilan tatalaksana gagal jantung akut. Oct 8;70(10):119C-125C.
3. Pedoman tatalaksana gagal jantung harus disusun 13. Hillege HL et al. Renal Function, Neurohormonal Activation,
dengan memperhatikan pengaruhnya terhadap and Survival in Patients With Chronic Heart Failure. Circula-
fungsi ginjal. tion. 2000;102:203-210.

80 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 1 • Januari 2007

Anda mungkin juga menyukai