Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Balita merupakan masa dimana proses pertumbuhan dan perkembangan
terjadi sangat pesat. Pada saat ini balita membutuhkan asupan gizi yang cukup
dalam jumlah dan kualitas yang lebih banyak karena balita umumnya
mempunyai aktivitas fisik yang cukup tinggi dan masih dalam proses belajar
(Welassih & Wirjatmadi, 2012).
Berbagai permasalahan gizi saat ini baik gizi kurang termasuk stunting dan
gizi lebih, terjadi hampir di seluruh strata ekonomi masyarakat baik di
perdesaan maupun perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa yang mendasari
terjadinya masalah gizi tersebut bukan hanya kemiskinan, namun juga
kurangnya pengetahuan masyarakat akan pola hidup sehat dan pemenuhan gizi
yang optimal.
Stunting merupakan suatu kondisi bayi yang gagal tumbuh pada usia 0-11
bulan dan anak balita berusia 12-59 bulan. Kekurangan gizi kronis terutama
dalam 1.000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk
usianya disesbabkan oleh terjadinya stunting. Kekurangan gizi biasa terjadi
sejak bayi yang masih dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi
lahir, tetapi untuk kodisi stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun
(Ramayulis, 2018).
Stunting merupakan kondisi dimana kurang gizi kronis yang disebabkan
oleh asupan gizi yang kurang dalam jangka waktu yang cukup lama akibat
pemberian yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi (Millenium Challenga
Accound, 2014). Kekurangan gizi pada usia dini bisa meningkatkan angka
kematian bayi dan anak, menyebabkan penderita sakit dan meiliki postur
tubuh tidak maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif pada penderita juga
berkurang, bisa mengingatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi
Indonesia (Millenium Challenga Accound, 2014). Kejadian stunting pada
balita lebih sering mengenai balita pada usia 12-59 bulan dari pada balita usia

1
2

0-24 bulan. Kejadian stunting bisa menigkatkan beberapa risiko misalnya


kesakitan dan kematian serta terhambatnya kemampuan motorik dan mental
(Chirande et al., 2015).
Pada tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami
stunting. Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%.
Menurut Word Health Organization (WHO) tahun 2017 23% dari seluruh
anak di dunia usia dibawah 5 tahun mengalami stunting selang tahun 2005-
2016 yang di dominasi negara-negara di benua Afrika. Pada wilayah di benua
asia, prevalensi tertinggi stunting terjadi di Negara Timor Leste mencapai
50,2%. Prevalensi stunting paling rendah terjadi di Negara Sri Lanka
mencapai 14,7%. Sedangkan di Indonesia 36,4% anak-anak usia dibawah 5
tahun mengalami stunting. Berdasarkan rata-rata regional menurut WHO
sebesar 33,8%, artinya kejadian stunting di Indonesia masih berada diatas rata-
rata.
Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health
Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan
prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional
(SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017
adalah 36,4%.
Prevalensi balita stunting di Indonesia cenderung statis. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita
pendek di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit
penurunan menjadi 35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali
meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%. Prevalensi balita stunting
selanjutnya akan diperoleh dari hasil Riskesdas tahun 2018 yang juga menjadi
ukuran keberhasilan program yang sudah diupayakan oleh pemerintah.
Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mencatat
bahwa prevalansi stunting di Indonesia sebesar 37,2 % meningkat dari tahun
2010 35,6% dan tahun 2007 (36,8%) Kemenkes RI tahun 2016 prevelensi
3

stunting didapatkan 27,6% , kasus tertinggi terjadi di Sulawesi Barat sebesar


39,7%.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya kejadian stunting pada
balita. Salah satunya, adalah kurangnya asupan makanan dan adanya penyakit
infeksi. Faktor lainnya adalah pengetahuan ibu yang kurang, pola asuh yang
salah, sanitasi dan hygiene yang buruk dan rendahnya pelayanan kesehatan
Unicef, 1990; Hoffman, 2000; Umeta, 2003 (dalam mitra,2015). Selain itu
masyarakat belum menyadari anak pendek merupakan suatu masalah, karena
anak pendek di masyarakat terlihat sebagai anak-anak dengan aktivitas yang
normal, tidak seperti anak kurus yang harus segera ditanggulangi. Demikian
juga halnya gizi ibu waktu hamil, masyarakat belum menyadari pentingnya
gizi selama kehamilan berkontribusi terhadap keadaan gizi bayi yang akan
dilahirkannya kelak (Unicef Indonesia, 2013).
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan gizi anak adalah dengan
cara meningkatkan pengetahuan ibu. Pengetahuan ibu dapat ditingkatkan
dengan dilakukan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan memiliki
berbagai metode, salah satu metode pembelajaran yang efektif adalah metode
ceramah. Metode ini merupakan metode yang baik untuk sasaran yang
berpendidikan tinggi maupun rendah. Kunci dari keberhasilan metode ini
adalah penceramah harus menguasai materi dan sasaran ceramah. Adapun
keunggulan dari metode ini adalah tidak memerlukan setting ruangan yang
beragam dan metode ini juga relative murah dan mudah untuk dilaksanakan
(Sudjana, 2011)
Berdasarkan hasil study pendahuluan yang peneliti lakukan di Puskesmas
Pembina pada Januari 2020 didapatkan bahwa balita stunting pada tahun 2019
ada 76 anak dari seluruh jumlah balita 2829 anak. Berdasarkan hasil
wawancara dengan kader posyandu menyatakan bahwa masih ditemukan
orang tua yang jarang datang ke posyandu ini menunjukkan bahwa salah satu
faktor terjadnya stunting adalah kurangnya pengetahuan ibu. Dari data diatas
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu tentang Stunting pada
4

Anak Balita Di Posyandu Mekar Jaya Silaberanti di Wilayah Kerja Puskesmas


Pembina Palembang”.

B. Rumusan Masalah
Stunting adalah kondisi bayi yang gagal tumbuh pada usia 0-11 bulan
dan anak balita berusia 12-59 bulan. Terjadinya stunting karena akibat dari
kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan
sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.salah satu yang dapat
menyebabkan stunting adalah kurangnya pengetahuan ibu oleh karena itu
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu tentang Stunting pada
Anak Balita di Posyandu Mekar Jaya Silaberanti Wilayah Kerja Puskesmas
Pembina Palembang”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui adakah Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
Peningkatkan Pengetahui Ibu tentang Stunting pada Anak Balita di
Posyandu Mekar Jaya Silaberanti Wilayah Kerja Puskesmas Pembina
Palembang.
2. Tujuan khusus
a. Diketahui tingkat pengetahuan ibu sebelum Diketahui tingkat
pengetahuan ibu setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang
stunting pada anak balita di Posyandu Mekar Jaya Silaberanti Wilayah
Kerja Puskesmas Palembang.
b. Diketahui tingkat pengetahuan ibu sebelum Diketahui tingkat
pengetahuan ibu setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang
stunting pada anak balita di Posyandu Mekar Jaya Silaberanti Wilayah
Kerja Puskesmas Palembang.
5

c. Diketahui Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatkan


Pengetahui Ibu tentang Stunting pada Anak Balita di Posyandu Mekar
Jaya Silaberanti Wilayah Kerja Puskesmas Pembina Palembang.

D. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini termasuk area penelitian keperawatan anak yang dilakukan
untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan
pengetahuan ibu tentang stuting pada anak di puskesmas. Variabel dependen
pada penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang stunting pada anak di
Puskesmas, sedangkan vaiabel independen adalah pendidikan kesehatan.
Respon penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak balita.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya pada Keperawatan anak.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Peneltian ini bermanfaat sebagai sarana untuk mengembangkan dan
memperluas wawasan yang di dapat selama pendidikan akademik
dengan mengaplikasikannya dalam penelitian berdasarkan kejadian di
lapangan. Penelitian ini juga bisa menambah pengetahuan penulis
dalam bidang keperawatan dan sebagai media untuk mengemukakan
pendapat secara objektif.
b. Bagi Puskesmas
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan ibu
tentan stunting pada anak tersebut. Serta dapat memberikan masukan
bagi pembuat kebijakan dan petugas kesehata di bidang keperawata
tentang pendidikan kesehatan untuk mencegah stunting pada anak.
6

c. Bagi Institut Pendidikan


Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi ilmu
keperawatan anak terkait pendidikan kesehatan terhadap peningkatan
pengetahuan ibu tentang stunting pada anak di Puskesmas.

F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Judul Penulis Tahun Metodelogi Hasil Persamaan Perbedaan
1 Hubungan Toliu 201 1. Desain Hasil 1. Sama sama 1. Pada Penelitian
antara et al 8 penelitian penelitian melihat jumlah sample 28
tinggi (2018) cross diperoleh kejadian sedangkan dalam
badan sectional pervalensi stunting penelitian ini
orang tua 2. Teknik ayah pada anak berjumlah 100
dengan sampling pendek 2. Responden sampel
kejadian purposive sebesar dalam 2. Pada penelitian
stunting sampling 9% , penelitian menggunakan
pada anak 3. Analisis data pervalensi ini sama- analisis data Uji T
usia 24-59 uji chi square ibu sama orang berpasangan
bulan di pendek tua dan sedangkan penelitian
kecamata sekitar balita ini menggunakan Uji
n pasan 15% dan Chi Square
kabupaten kejadian 3. Waktu dan tempat
minahasa stunting penelitian berbeda
tenggara balita
19%
2. Hubungan Ni’ma 201 1. Desain pada 1. Sama sama 1. Pada penelitian
tingkat hC 5 penelitian ini keluarga melihat menggunakan
pendidika cross miskin kejadian analisis data uji T
n, tingkat sectional persentas stunting Berpasangan
pengetahu 2. Teknik e stunting pada anak sedangkan penelitian
an dan sampling lebih dan ini mengguanakn uji
pola asuh simple besar dari mengukur chi square
ibu random pada tingkat 2. Sample dalam
dengan sampling wasting pengetahuan penelitian berjumlah
stunting 3. Analisis data ibu 28 sedangkan
dan Uji Chi penelitian ini
wasting Square berjumlah 47.
pada 3. Pada penelitian
balita hanya mengukur
keluarga pengetahuan dengan
miskin kejadian stunting
sedangkan penelitian
ini mnegukur tingkat
pendidikan,
pengetahuan dan
pola asuh ibu dengan
wasting dan stunting.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Balita
1. Definisi Balita
Balita merupakan suatu masa dimana proses pertumbuhan dan
perkembangan terjadi dengan sangat pesat. Pada saat ini balita
membutuhkan asupan gizi yang cukup dalam jumlah dan kualitas yang
lebih banyak karena balita umumnya mempunyai aktivitas fisik yang
cukup tinggi dan masih dalam proses belajar (Welassih & Wirjatmadi,
2012). Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak dalam
mencapai keoptimalan fungsinya, pertumbuhan dasar yang akan
mempengaruhi serta menentukan perkembangan berbahasa, kreatifitas,
kesadaran social, dan intelegensia.

2. Karakteristik balita
Septiari 2012 menyatakan karakteristik balita dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Anak usia 1-3 tahun
Usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif artinya anak menerima
makanan yang di sediakan orang tuanya. Laju pertumbuhan usia balita
lebih besar dari usia prasekolah, sehingga diperlukan jumlah makanna
yang relative besar. Perut yang lebih kecil menyebabkan jumlah
makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil bila
dibandingkan dengan anak yang usianya lebih besar. Oleh sebab itu
pola makan yang diberikan adalah versi kecil dengan frekuensi sering.
b. Anak usia prasekolah (3-5 tahun)
Pada usia ini anak menjadi konsumen aktif. Anak sudah mulai
memilih makanna yang disukainya pada usia ini berat badan anak
cendrung mengalami penurunan disebabkan karena anak beraktivitas
lebih banyak dan mulai memilih dan menolak makanan yang
disediakan orang tuanya.

7
8

B. Konsep Tumbuh Kembang


1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Hakikatnya semua manusia akan mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan tanpa terkecuali. Pertumbuhan akan terjadi setiap saat
dalam tubuh setiap manusia manusia. Pertumbuhan adalah bertambahnya
ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler, berarti bertambahnya
ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau keseluruhan
(Fitriani, 2011).
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan interseluler, bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur
menggunakan satuan panjang, satuan berat, dan ukuran kepala Khamzah
(2012). Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan
ukuran, besar atau jumlah dimensi pada tingkat sel, organ, ataupun
individu, yang bias diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram),
ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolic
(retensi kalsium dan nitrogen tubuh) Soetjiningsih (2012).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks, bersifat kualitatif, pengukuran dapat dilakukan
menggunakan skrining perkembangan ( Khamzah, 2012; Fitriani 2011).
Perkembangan merupakan progresif yang teratur sebagai akibat
kematangan. Pengertian perubahan progresif adalah perubahan menuju
kemajuan (Herri dan Namora 2010).

2. Ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan


Secara garis besar terdapat 4 (empat) perubahan sebagai ciri
pertumbuhan, yaitu :
a. Perubahan ukuran
Perubahan ini terlihat jelas pada pertumbuhan fisik yang dengan
bertambahnya umur anak terjadi pula penambahan berat badan, tinggi
badan, lingkar kepala, dan lain-lain. Organ tubuh seperti jantung, paru-
paru, dan usus akan bertambah besar sesuai dengan peningkatan
9

kebutuhan tubuh.
b. Perubahan proporsi
Selain bertambahnya ukuran-ukuran, tubuh juga memperlihatkan
perubahan proporsi. Anak bukanlah dewasa kecil, tubuh anak
memperlihatkan perbedaan proporsi jika dibandingkan dengan tubuh
orang dewasa. Proporsi seorang bayi baru lahir sangat berbeda
dibandingkan tubuh anak dan orang dewasa. Pada bayi baru lahir,
kepala relative mempunyai proporsi yang lebih besar dibandingkan
dengan usia-usia lain. Titik pusat tubuh bayi baru lahir kurang lebih
setinggi umbilicus sedangkan pada orang dewasa titik pusat tubuh
setinggi simpisis pubis.
c. Hilangnya ciri-ciri lama
Selama proses pertumbuhan terdapat hal-hal yang terjadi perlahan-
lahan, seperti menghilangnya kelenjar thymus, lepasnya gigi susu, dan
menghilangnya reflex-refleks primitif.
d. Timbulnya ciri-ciri baru
Perubahan fisik yang penting selama pertumbuhan adalah
munculnya gigi tetap yang menggantikan gigi susu yang lepas, dan
munculnya tanda-tanda seks sekunder seperti tumbuhnya rambut pubis
dan aksila, tumbuhnya buah dada pada wanita, dan sebagainya
(Fitriani 2011).
Ciri-ciri perkembangan :
a. Perkembangan melibatkan perubahan
Karena perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan,
maka setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi.
Perkembangan system reproduksi disertai dengan perubahan pada
organ kelamin, perkembangan intelegensia menyertai pertumbuhan
otak dan serabut saraf.
b. Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya
Seseorang tidak akan bias melewati suatu tahap perkembangan
sebelum melewati tahapan sebelumnya. Seorang anak tidak akan bias
10

berjalan sebelum ia bisa berdiri.


c. Perkembangan mempunyai pola yang tetap
Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum
yang tetap, yaitu sefalokaudal dan proksimodistal. Perkembangan yang
terjadi lebih dahulu di daerah kepala kemudian akan menuju ke kaudal,
pola ini disebut sefalokaudal. Sedangkan proksimodistal adalah
perkembangan yang terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (Gerakan
kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang yang
mempunyai kemampuan dalam gerakan halus.
d. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan
Tahap ini dilalui seorang anak mengikuti pola yang teratur dan
berurutan, tahap-tahap tersebut tidak dapat terjadi secara terbalik.
Seorang anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum
mampu membuat gambar kotak, berdiri sebelum berjalan, dan
sebagainya.
e. Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda
Seperti halnya pertumbuhan, perkembangan berlangsung dala
kecepatan yang berbeda-beda. Kaki dan tangan berkembang pesat pada
awal masa remaja, sedangkan bagian tubuh yang lain mungkin
berkembang pada masa yang lainnya.
f. Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan
Menurut fitriani 2011 Pada saat terjadinya pertumbuhan,
perkembangan juga terjadi, terjadi peningkatan mental, daya nalar,
asosiasi, dan lainnya.

C. Konsep Gizi
1. Pengertian Gizi
Gizi berasal dari bahasa arab “ghidzah” adalah makanan. Gizi
dalam bahasa inggris disebut nutrition. Gzi merupakan rangkaian proses
secara organic makanan yang dicerna oleh tubuh untuk memenuhi
11

kebutuhan pertumbuhan dan fungsi normal organ, serta mempertahankan


kehidupa seseorang (Mardalena 2017).
Gizi sangat berpengaruh terhadap proses dan perkembangan
anak, memelihara kesehatan umum, mendukung aktifitas kehidupan serta
dapat juga melibdungi tubuh terhadap penyakit. Bagi orang yang sedang
sakit, gizi sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan penyakit,
terjadinya komplikasi, lamanya waktu dirawat dan mortalitas (Kemenkes
RI 2014).

2. Gizi seimbang
Menurut Kemenkes RI (2014) Gizi seimbang merupakan susunan
pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan memperhatikan prinsip keaneka
ragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidp bersih dan mempertahankan
berat badan normal untuk mencegah masalah gizi.

3. Jenis-jenis gizi
Sedangkan menurut Winarsih (2018) jenis jenis gizi seimbang adalah
sebagai berikut :
a. Karbohidrat
Karbohidrat adalah zat zigi yang hanya dihasilkan oleh
tumbuhan-tumbuhan melalui fotosintesis terdiri dari unsur carbon (C)
Hidrogen (H), dan oksigen (O). Peran penting karbohidrat dalam ilmu
gizi adalah sebagai sumber tenaga, pemgatur metabolism lemak,
penghemat protein, pemberian rasa alami pada makanan, dan
membantu pengeluaran feses. Karbohidrat dibagi menjadi kerbohidrat
sederhana dan karbohidrat kompleks.
b. Lemak
Lemak adalah senyawa organik tersusun atas unsur-unsur C,H
dan O. Lemak dibedakan menjadi 3, yang pertama lemak sederhana,
yang kedua lemak majemuk dan yang terakhir lemak turunan. Lemak
sederahana terdiri dari lemak netral dan ester lemak dengan alcohol
12

berberat alcohol tinggi. Lemak majemuk terdiri dari fosfolipida dan


lipoprotein. Lemak turunan terdiri atas asam lemak, sterol : kolestrol
dan egosentrol, hormon steroida, vitamin D, serta garam empedu.
Lemak turunan dan lain-lain.
c. Protein
Protein adalah molekul makro dalam tubuh terbesar setelah air
dan berada pada setiap sel hidup. Protein terdiri dari rantai asam amino
yang terikatsatu sama lain dalam ikatan peptide. Unsur-unsur
penyusun asam amino antara lain karbon, hydrogen, oksigen, dan
nitrogen.
d. Vitamin
Vitamin adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, hydrogen
oksigen dan terkadang nitrogen atau elemen lain yang yang dibutuhkan
dalam jumlah kecil agar metabolisme pertumbuhan dan perkembangan
berjalan normal.
e. Mineral
Mineral adalah kofaktor dari enzim-enzim yang berperan dalam tubuh.
Beberapa kandungan dalam mineral seperti :
1) Kalsium : susu, tempe, tahu dan ikan teri
2) Fosfor : daging, ikan, telur, sayur hijau.

D. Konsep Stunting
1. Definisi Stuting
Stunting adalah suatu kondisi dimana kurang gizi kronis yang
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam jangka waktu yang cukup
lama akibat pemberian yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi
(Millenium Challenga Accound, 2014).
Stunting terjadi akibat kekurangan gizi atau kegagalan pertumbuhan di
masa lalu dan digunakan sebagai indicator jangka panjang untuk gizi
kurang pada anak (Kemenkes RI 2015).
13

Stunting adalah kondisi bayi yang gagal tumbuh pada usia 0-11 bulan
dan anak balita berusia 12-59 bulan. Terjadinya stunting karena akibat dari
kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan
sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi biasa terjadi
sejak bayi yang masih dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi
lahir, tetapi untuk kodisi stunting baru nampak setelah anak berusia 2
tahun (Ramayulis, 2018).

2. Gejala stunting
Adapun gejala stunting menurut Kemenkes RI (2018) yaitu :
a. Anak memiliki tubuh lebih pendek dibandingkan anak seusianya
b. Proporsi tubuh yang cenderung nomal namun anak terlihat lebih kecil
dari usianya 3.
c. Berat badan yang rendah untuk anak seusianya.
d. Pertumbuhan tulang anak yang tertunda

3. Kelompok usia beresiko stunting


Masa balita merupakan kelompok usia yang berisiko mengalami
kurang gizi salah satunya adalah stunting (Aridiyah et al 2015). Kejadian
stunting sering dijumpai pada anak usia 12-36 bulan dengan prevalensi
sebesar 38,3 - 41,5% (Anugraheni 2012). Oleh karena itu, keadaan gizi
yang baik dan sehat pada masa anak balita merupakan hal yang penting
bagi kesehatannya di masa depan. Masa usia 12-24 bulan adalah masa
rawan dimana balita sering mengalami infeksi atau gangguan status gizi,
karena pada usia ini balita mengalami peralihan dari bayi menjadi anak.
Apabila pola pengasuhan tidak betul diperhatikan, maka balita akan sering
mengalami penyakit terutama penyakit infeksi (Welasasih and Wirjatmadi
2012).
14

4. Faktor yang mempengaruhi stunting


a. Faktor genetik
Faktor genetic orang tua merupakan faktor yang mempengaruhi
terjadinya stunting pada anak balita. Salah satu atau kedua orang tua
yang pendek akibat kondisi patologis dan memiliki gen dan kromosom
yang membawa sifat pendek dapat mengakibatkan anak balita
mewarisi gen tersebut dan membuat anak menjdai pendek atau
stunting (Aridiyah et al. 2015).
b. Faktor pendidikan ibu
Sedangkan menurut penelitian Subarkah et al (2016) di
Posyandu Kalijudan Kota Surabaya menjelaskan bahwa pendidikan
ibu mempengaruhi pola makan yang tepat pada anak usia 1-3 tahun.
Faktor Pendidikan ibu merupakan faktor yang penting dalam hal
pemilihan jenis dan jumlah makanan serta penentuan jadwal makan
anak sehingga pola pemberian makan tepat dan sesuai usia 1-3 tahun.
Apabila pola pemberian makan tidak tepat maka anak akan mengalami
status gizi kurang. Sama halnya dengan penelitian Aridiyah et al
(2015) yang menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan
ibu dengan kejadian stunting pada anak balita. Secara tidak langsung
tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi kemampuan dan
pengetahuan ibu mengenai perawatan kesehatan terutama dalam
memahami pengetahuan mengenai gizi.
c. Faktor pola pemberian makan
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting
adalah asupan gizi (Kemenkes RI 2015). Pola pemberian makan dapat
memberikan gambaran asupan gizi mencakup jenis, jumlah, dan
jadwal makan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi (Kemenkes RI
2014). Pola pemberian makan pada tiap usia berbeda-beda. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Subarkah (2016) bahwa pola pemberian
makan yang tepat pada balita, sebagian besar balita memiliki status
gizi normal. Ibu yang memiliki pola pemberian makan yang baik,
15

menunjukkan bahwa ibu telah memberikan makanan yang tepat


kepada balita yaitu makanan yang diberikan sesuai dengan usia anak
dan memenuhi kebutuhan nutrisi anak (Kumala 2013).
d. Faktor pengetahuan ibu
Pengetahuan ibu mengenai gizi merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting pada anak balita Secara
tidak langsung tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi
kemampuan dan pengetahuan ibu mengenai perawatan kesehatan
terutama dalam memahami pengetahuan mengenai gizi (Aridiyah et al
2015).
e. Faktor Ekonomi
Pendapatan keluarga menjadi faktor yang berhubungan dengan
stunting pada anak balita. Apabila ditinjau dari karakteristik
pendapatan keluarga bahwa akar masalah dari dampak pertumbuhan
bayi dan berbagai masalah gizi lainnya salah satunya disebabkan dan
berasal dari krisis ekonomi. Sebagian besar anak balita yang
mengalami gangguan pertumbuhan memiliki status ekonomi yang
rendah (Aridiyah et al. 2015). Status ekonomi yang rendah berdampak
pada ketidakmampuan untuk mendapatkan pangan yang cukup dan
berkualitas karena rendahnya kemampuan daya beli. Kondisi ekonomi
seperti ini membuat balita stunting sulit mendapatkan asupan zat gizi
yang adekuat sehingga mereka tidak dapat mengejar ketertinggalan
pertumbuhan (catch up) dengan baik (Anugraheni 2012).
f. Faktor budaya dan gaya hidup
Faktor budaya dan gaya hidup dapat mempengaruhi kejadian
stunting pada balita. Beberapa budaya atau perilaku masyarakat
Madura yang terkait dengan masalah kesehatan khususnya gizi kurang
pada anak yaitu tradisi perempuan Madura khususnya di daerah
pedesaan yaitu menikah usia muda, kebiasaan ini didasarkan adanya
ikatan pertunangan bagi anak perempuan yang sudah memasuki usia
menstruasi (Hidayat et al 2013). Mayoritas perempuan Madura
16

menikah ketika usia dibawah 20 tahun. Hal ini akan berpengaruh pada
pengetahuan dan kesiapan untuk merawat anak (Hidayat et al 2013).
Pola pemberian MP-ASI dini pada anak balita merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting (Aridiyah et al
2015). MP-ASI pada usia dini (0–2 bulan) dapat meningkatkan risiko
stunting pada balita usia 24 – 48 bulan (Anugraheni 2012). Di
kabupaten Sumenep, ibu mempunyai kebiasaan memberikan air degan
kelapa hijau dan air madu pada saat bayi baru lahir. Selain bayi berusia
0 bulan sampai usia 6 (enam) bulan, juga mendapat makanan
tambahan lain berupa biskuit, telur, daging dan lain-lain. Keadaan ini
menyebabkan ibu tidak dapat memberikan inisiasi menyusu dini dan
ASI eksklusif pada bayi (Adriani 2011). Tradisi ibu-ibu di Madura
yang menganggap anak yang sehat adalah anak yang gemuk. Budaya
memberi makan yang belum waktunya sudah menjadi hal yang biasa,
seperti diberi nasi pisang saat masih usia bayi, atau juga budaya ter ater
saat bayi lahir.
Terdapat juga budaya pemberian makan dini dengan istilah
pemberian lontong, gedheng sabeh atau gedheng sapeh dan gedheng
gaji selama bayi agar anaknya cepat besar dan kuat, selain itu pula
tradisi pemberian makan/minum kelapa muda atau ro’moro’ dan madu
yang dijadikan sebagai makanan bayi (Hidayat et al 2013). Selain itu
budaya di Madura lebih banyak mengkonsumsi nasi dan sedikit jenis
sayuran dan sangat jarang mengkonsumsi telur dan susu, daging.
Sehingga dapat mempengaruhi status gizinya (Hidayat et al 2013).
Ibu-ibu di Sumenep juga mempunyai kebiasaan memberikan mie
instan, sebagai pengganti nasi untuk konsumsi balita. Kebiasaan ini
karena balita mengalami kesulitan makanan, sehingga para ibu lebih
memilih memberikan mie instan yang lebih disukai balita. Sebagian
besar ibu balita memberikan makanan pada balita agar kenyang dan
tidak rewel. Pemberian makanan tersebut lebih diutamakan sesuai
dengan keinginan anak tanpa memperhatikan nilai gizi makanan yang
17

seimbang, sehingga makanan yang dikonsumsi hanya mengandung


sumber karbohidrat (Adriani 2011).
Budaya di Madura lebih banyak mengkonsumsi nasi dan
sedikit jenis sayuran dan sangat jarang mengkonsumsi telur dan, susu
dan daging (Hidayat et al 2013). Konsumsi makanan balita sebagian
besar tidak sesuai dengan aturan pola makan balita sesuai usia. Jika
keadaan ini berlangsung terus menerus maka balita akan kekurangan
zat gizi, sehingga dapat menghambat pertumbuhan balita dan akhirnya
menjadi stunting (Adriani 2011).
g. Sanitasi
Higene dan sanitasi yang rendah yang rendah dapat
menyebabkan faktor kejadian stunting pada balita. Anak yang tinggal
di lingkungan dengan sanitasi rendah lebih rawan terkontaminasi
bakteri (Anugraheni 2012).
h. Penyakit infeksi
Timbulnya status gizi stunting tidak hanya karena makanan
yang kurang tetapi juga karena penyakit. Kejadian penyakit infeksi
berulang tidak hanya berakibat pada menurunnya berat badan atau
akan tampak pada rendahnya nilai indikator berat badan menurut
umur, akan tetapi juga indikator tinggi badan menurut umur. Hal
tersebut bisa dijelaskan bahwa status gizi stunting disebut juga
sebahgai gizi kurang kronis yang menggambarkan adanya gangguan
pertumbuhan tinggi badan yang berlangsung pada kurun waktu cukup
lama. Sebagian besar balita pada kelompok stunting menderita
penyakit ISPA. Memburuknya keadaan gizi anak akibat penyakit
infeksi dapat menyebabkan turunnya nafsu makan, sehingga masukan
zat gizi berkurang padahal anak justru memerlukan zat gizi yang lebih
banyak (Welasasih and Wirjatmadi 2012).
18

5. Penilaian status gizi stunting


Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan
cara penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh
dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk
melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Keseimbangan ini
terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh, seperti
lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Beberapa indeks antropometri
yang sering digunakan adalah BB/U, TB/U, dan BB/TB yang dinyatakan
dengan standar deviasi unit z (z score) (Supariasa et al 2012). Stunting
dapat diketahui bila seorang balita sudah diketahui usianya dan diukur
panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar dan
hasilnya berada di bawah normal. Jadi, secara fisik balita stunting akan
lebih pendek dibandingkan balita seumurnya. Perhitungan ini
menggunakan standar z-score dari WHO.

Tabel 2.1 Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks PB/U
atau TB/U.
Kategori status
Indeks Ambang batas
gizi
panjang badan menurut umur Sangat Pendek < -3 SD
(pb/u) atau tinggi badan Pendek -3 SD sampai dengan <-2 SD
menurut umur (tb/u) anak 0- Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
60 bulan Tinggi >2 SD
Sumber: Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak Kemenkes
(2010).

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan


pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring
dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat
badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam
waktu pendek. Pengaruh defisiansi zat gizi terhadap tinggi badan akan
19

nampak dalam waktu yang relatif lama (Supariasa 2012). Stunting dapat
didiagnosis melalui indeks antropometri PB/U atau TB/U yang
mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca
persalinan.
Alat pengukur tinggi badan dapat menggunakan microtoise, sedangkan
alat yang digunakan untuk mengukur panjang badan adalah papan
pengukur panjang badan (infantometer) (Ningtyas 2010). Menurut WHO
pada balita diukur panjang badan (PB) untuk anak usia < 2 tahun belum
bisa berdiri dan tinggi badan (TB) untuk anak usia ≥ 2 tahun sudah bisa
berdiri. Apabila pengukurannya dilakukan secara berbeda maka akan
dilakukan koreksi. Anak usia ≥ 2 tahun tetapi diukur PB, maka TB = PB -
0.7 cm, sedangkan anak usia < 2 tahun diukur berdiri maka PB = TB + 0.7
cm. Adapun prosedur pengukuran tinggi badan dan panjang badan adalah
sebagai berikut (Kemenkes RI 2013).
a. Prosedur pengukuran tinggi badan
1) Persiapan (cara memasang microtoise)
Gantungkan bandul benang untuk membantu memasang
microtoise didinding agak tegak lurus. Setelah itu letakkan alat
pengukur dilantai yang datar tidak jauh dari bandul tersebut dan
menempel pada dinding. Dinding jangan ada lekukan atau tonjolan
(rata). Tarik papan penggeser tergak lurus keatas sejajar dengan
benang berbandul yang tergantung dan tarik sampai angka pada
jendela baca menunjukkan angka 0 (nol). Kemudian dipaku atau
dikerat dengan lakban pada bagian atas microtoise. Untuk
menghindari terjadi perubahan posisi pita, beri lagi perakat pada
posisi sekitar 10 cm dari bagian atas microtoise.
2) Prosedur pengukuran tinggi badan
a) Mintalah responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi
(penutup kepala).
b) Pastikan alat geser berada diposisi atas.
c) Responden diminta berdiri tegak, persisi dibawah alat geser.
20

d) Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat, dan


tumit menempel pada dinding tempat microtoise di pasang.
e) Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung
bebas.
f) Gerakkan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala
responden.
g) Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden.
Dalam keadan ini bagian belakang alat geser berada tepat di
tengah kepala responden. Dalam keadaan ini bagian belakang
alat geser harus tetap menempel pada dinding.
h) Baca angka tinggi badan pada jendela baca kearah yang lebih
besar (ke bawah). Pembacaan dilakukan tepat di depan angka
(skala) pada garis merah, sejajar dengan mata petugas.
i) Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur
harus berdiri diatas bangku agar hasil pembacaanya benar.
j) Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu angka
dibelakang koma (0,1 cm).
3) Prosedur pengukuran panjang badan
a) Letakkan pengukur panjang badan pada meja atau tempat yang
rata. Bila tidak ada meja, alat dapat diletakkan diatas tempat
yang datar (misalnya: lantai).
b) Letakkan alat ukur dengan posisi panel kepala disebelah kiri
dan panel penggeser disebelah kanan pengukur. Panel kepala
adalah bagian yang tidak bisa digeser.
c) Tarik geser bagian panel yang dapat digeser sampai
diperkirakan cukup panjang untuk menaruh bayi/anak.
d) Baringkan bayi/anak dengan posisi terlentang, diantara kedua
siku, dan kepala bayi/anak menempel pada bagian panel tidak
dapat digeser.
e) Rapatkan kedua kaki dan tekan lutut bayi/anak sampai lurus
dan menempel pada meja/tempat menaruh alat ukur. Tekan
21

telapak kaki bayi/anak sampai membentuk siku, kemudian


geser bagian panel yang dapat digeser samapai tepat menempel
pada telapak kaki bayi/anak.
f) Bacalah panjang badan bayi/anak pada skala ke arah yang lebih
besar.
g) Setelah pengukuran selesai, kemudian bayi/anak diangkat.

6. Penyebab Stunting
Menurut Kemenkes RI (2018) permasalahan stunting ini memang
sangat menghantui para orang tua yang memiliki anak usia balita. Stunting
disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor yang berkembang dalam
jangka panjang diantaranya :
a. Kekurangan gizi kronis dalam jangka panjang
b. Retardasi pertumbuhan intrauterine
c. Kebutuhan protein tidak tercukupi sesuai proporsi total kalori
d. Adanya perubahan hormon akibat stres
e. Sering mengalami infeksi pada awal kehidupan anak

7. Dampak stunting
Stunting dapat meneyebabkan penurunan intelegensi (IQ) sehingga
prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila
mencari pekerjaan peluang gagal tes waancara menjadi besar dan tidak
dapat pekerjaan dengan baik, yang berakibat penghasilan rendah dan juga
tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan. Oleh karena itu anak yang
stuting tidak hanya berdampak pada fisik yang lebih pendek saja tetapi
juga dengan kecerdasan, produksivitas dan prestasinya setelah dewasa
sehingga akan menjadi beban negara. Selain itu juga ada berdampak dari
aspek estetika karena yang tubuhnya proposional akan lebih menarik dari
yang tubuhnya pendek. Stunting pada masa anak merupakan factor resiko
meningkatnya kematian pada anak kemampuan kognitif dan
22

perkembangan motorik yang rendah serta fungsi tubuh yang tidak


seimbang.

8. Pencegahan stunting
Mencegah stunting dilakukan melalui intervensi gizi spesifik di
tunjukkan dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Pemberian konsling gizi
pada orang tua dapat membantu untuk mengenali masalah keshatan terkait
gizi, memahami terjadinya masalah penyebab gizi, serta membantu
keluarga untuk memecahkan masalah sehingga terjadi perubahan prilaku
untuk dapat menerapkan perubahan prilaku makan yang telah disepakati
bersama (Ramayulis et al 2018)
Menurut (Kemenkes 2019) cegah stunting dapat dilakukan dengan cara :
a. Ibu hamil makan lebih banyak dari biasanya, banyak makan buah dan
sayur danlengkapi dengan lauk pauk.
b. Mengkonumsi tablet tambah darah
c. Melakukan IMD (Insiasi Menyusui Dini)
d. Atasi kekurangan iodium
e. Asi eksklusif 0-6 bulan
f. Pemberian asi hingga 24 bulan didampingi
g. Menaggulangi kecacingan
h. Mendorong ibu mencuci tangan dengan benar
i. Memberikan imunisasi dasar lengkap
j. Askes terhdap air bersih
k. Gunakan selalu jamban sehat.

E. Pengetahuan Ibu
1. Definisi Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2014), pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan
ini terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu. Pengindraan terhadap objek terjadi melalui panca indra manusi
yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri.
Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut
23

sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek.


Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Menurut Hidaya (2012), pengetahuan (knowledge) adalah suatu proses
dengan menggunakan pancaindra yang dilakuakn seseorang terhadap
objek tertentu dapat mengghasilkan pengetahuan dan keterampilan.
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Dari pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan segala sesuatu yang ada
di kepala kita. Kita dapat mengetahui sesuatu berdasarkan pengalaman
yang kita miliki. Selain pengalaman, kita juga menjadi tahu karena kita
beritahu oleh orang lain. Pengetahuan juga bias didapatkan dari tradisi.

2. Tingkatan pengetahuan
Menurut purwoestuti (2015) terdapat 6 tingkat pengetahuan :
a. Tahu (Know)
Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya.
Disebut juga dengan istilah recall (mengingat kembali) terhadap suatu
yang spesifik terhadap suatu bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan yang menjelaskan
secara benar tentang suatu objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya,
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau konsisi rill (sebenarnya).
Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi atau pengguanaan hokum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisa (analysis)
24

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau


suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitan satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan
atau menghubungkan bagian suatu bentuk keseluruhan yang baru .
dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluasi)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian
ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

3. Cara memperoleh pengatuhuan


Menurut wawan (2010), cara memperoleh pengetahuan yaitu :
a. Cara kuno
1) Cara coba salah (Trial and Error)
Dilakukan dengan menggunnakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil
maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut
dapat dipecahkan
2) Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin
masyarakat formal atau informal, ahli agama, pemegang
pemerintah dan berbagai prinsip orang lain yang menerima
mempunyai yang dikemukankan oleh orang yang mempunyai
otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan
kebenaran baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran
sendiri.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
25

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya untuk


memeperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali
penngalaman yang pernah terjadi dalam memecahkan
permasalahan yang pernah di hadapi di masa lalu.
b. Cara modern
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular
disebut metode penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh
Francis Bacon (1961-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold
Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian
yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.

4. Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Wawan (2010) factor yang memepengaruhi pengetahuan
dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Faktor internal
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita
tertentu. Kegiatan pendidikan formal maupun informal berfokus
pada proses belajar-mengajar, dengan tujuan agar terjadi perubahan
prilaku yaitu dari tidak thau menjadi tahu, dari tidak mengerti
menjadi mengerti dan tidak dapat menjadi dapat. Maka semakin
tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi
sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.
2) Pekerjaan
Wadanya suatu pekerjaan pada seseorang akan menyita banyak
waktu dan tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan yang dianggap
penting dan menyita waktu tersebut, sehingga masyarakat yang
sibuk hanya sedikit mempunyai waktu untuk memperoleh
informasi.
3) Umur
26

Semakin cukup umur tingkat kemampuan dan kekuatan


seseorang akan lebih matang dalam berfikir maupun bekerja. Dari
segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan
dipercayai dari orang yang belum cukup umur.
b. Factor eksternal Lingkungan
1) Lingkungan tentu saja akan sangat berpengaruh perkembangan dan
perilaku orang atau kelompok.
2) Sosial budaya
Sistem social budaya pada masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima infoemasi.

5. Tahap pengetahuan
Menurut Purwoastuti (2015) ada 5 tahap pengetahuan antara lain :
a. Awareness (kesadaran) dimana orang-orang menyadari dalam artian
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek)
b. Interest, pada tahapan ini individu mulai menaruh perhatian dan
tertarik pada stimulus.
c. Evaluation (menimbang-nimbang), dimana individu akan
mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut
bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial adalah tahapan dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adaption (menerima) tahapan terakhir adalah dimaa subjek telah
berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya
terhadap stimulus.
f. Kriteria tingkat pengetahuan
Pegetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan
skala yang bersifat kualitatif seperti :
1) Baik : jika responden dapat menjawab benar kuisioner 76-
100 %.
2) Cukup : jika responden dapat menjawab benar kuisioner 56-
75%.
27

3) Kurang : jika responden dapat menjawab benar kuisioner


<56%.
F. Pendidikan Kesehatan
1. Pengertian
Menurut Notoadmodjo (2012) mengutip dari WHO, pendidikan
kesehatan adalah suatu proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu
juga untk mecapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik mental dan
sosial. Maka masyarakat harus mampu mewujudkan aspirasinya,
kebutuhannya dan mengubah atau mengatasi lingkungannya.

2. Bentuk-bentuk metode pendidikan kesehatan


Ada beberapa metode yang dapat diterapkan dalam pendidikan kesehatan
baik yang berupa pendidikan individual, kelompok maupun massa
(notoatmodjo, 2010).
a. Metode Pendidikan Kesehatan
Metode pendidikan individual merupakan metode yang digunakan
dalam membina prilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik
dengan suatu perubahan perilaku atau inovasi, contohnya seorang yang
telah tertarik untuk mempergunakan filter di depan layar monitor
karena baru saja memperoleh edukasi tentang cara pengguanaan
computer yang aman. Pendekatan yang dapat dilakukan adalah secara
perorangan sehingga siswa tersebut mampu menanamkan kebiasaan ini
secra abertahap juga menularkan pengetahuannya kepada teman-teman
lain dan keluarganya. Berikut bentuk pendekatan perorangan, yaitu :
1) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and conseling)
Dengan pendekatan ini petugas secara intensif melakukan
kontak dengan klien sehingga penyelesaian yang dihadapi dapat
dikorek an dibantu penyelesaiannya.
2) Wawancara (interview)
28

Ada dasarnya wawancara merupakan bagian dari bimbingan


dan penyuluhan. Melalui metode ini informasi mengenai mengapa
klien tidak atau belum menerima perubahan dapat digali. Apabila
klien belum mempunyai pengertian dan kesadaran yang kuat
tentang perilaku yang sudah atau akan di adopsi, maka perlu
penyuluhan yang lebih mendalam.
b. Metode pendidikan kelompok
Menurut Sudjana (2011), metode pendidikan kelompok
mempunyai beberapa bentuk baik yang sifat komunikasinya berpusat
pada pemateri maupun yang berpusat pada peserta. Beberapa bentuk
pendidikan kelompok yaitu :
1) Metode ceramah
Metode ini merupakan metode yang baik untuk sasaran yang
berpendidikan tinggi maupun rendah. Kunci dari keberhasilan
metode ini adalah penceramah harus menguasai materi dan sasaran
ceramah. Oleh sebab itu, seorang penceramah harus bersikap dan
berpenampilan meyakinkan, suara hendaknya cukup keras dan
jelas, pandangan harus tertuju pada semua peserta, berdiri didepan
atau ditengah dan menggunakan alat-alat bantu lihat semaksimal
mungkin. Adapun yang harus diperhatikan dalam metode ceramah
adalah :
a) Persiapan
Keberhasilan sebuah ceramah ditentukan oleh penguasaan
materi ceramah yang akan dibawakan, untuk itu seorang
penceramah harus mempersiapkan diri dengan mempelajari
materi secara sistematik dan bila perlu disusun dengan diagram
atau skema serta menyiapkan alat-alat bantu pengajaran
(makalah singkat, slide, transparan, sound system dan
sebagainya).
b) Pelaksanaan
29

Kunci keberhasilan metode ceramah adalah harus menguasai


sasaran ceramah (secara psikologis), untuk itu dapat dilakukan
beberapa hal berikut : sikap dan penampilan yang meyakinkan,
tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara jelas dan
sebaiknya cukup keras, pandangan tertuju kepada seluruh
peserta, usahaka berdiri di depan, tidak boleh duduk dan
menggunakan alat-alat bantu lain (AVA) semaksimal mungkin
(Notoatmodjo, 2012)
Metode ceramah mempunyai beberapa kelebihan dan
kelemahan (Sudjana, 2011) kelebihan metode ceramah antara lain:
a) Metode ini relatif murah dan mudah untuk dilaksankan karena
tidak memerlukan persiapan dan peralatan-peralatan yang
murni.
b) Dapat menyajikan materi secara lebih luas, artinya materi yang
banyak dapat dirangkum dan dijelaskan pojok-pojoknya dalam
waktu yang singkat .
c) Dapat memberikan pokok-pokok materi yag perlu ditonjolkan
sesuai dengan kebutuhan dan tuuan yang ingin dicapai.
d) Keadaan ruangan lebih mudah di control dengan metode ini.
e) Metode ini tidak memerluakan setting ruangan yang beragam.

Sedangkan kelemahan metode ini adalah:


a) Materi yang dikuasai terbatas pada apa yang dikuasai pemateri.
b) Jika tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan
terjadinya verbalisme yaitu tidak tauh makna tapi tahu kata.
c) Metode ini sering dianggap membosankan.
d) Sulit untuk mengetahui apakah peserta sudah mengerti atau
tidak dengan apa yang telah dijelaskan.

2) Metode Demonstrasi
30

Menurut Notoadmodjo (2010) metode demonstrasi merupakan


metode yang memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta
mengenai suatu proses, situasi, atau benda tertentu baik berupa
benda sebenarnya maupun hanya sekedar benda tiruan. Proses
penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara
mendalam, sehingga membentuk penegrtian dengan baik dan
sempurna, selain itu peserta dapat mengamati dan memperhatikan
apa yang diperlihatkan dengan penggunaan metode ini:
a) Persiapan
Pada tahap persiapan ada berbagai hal yang harus
dilakukan, seperti merumuskan tujuan yang harus dicapai
peserta setelah dilakukan demonstrasi berakhir dan
mempersiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang
akan dilakukan.
b) Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakuakan pada tahap pelaksanaan seperti
mengatur tempat duduk yang memungkinkan peserata dapat
memperhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan,
menggunakan tujuan apa yang harus dicapai oleh peserata,
mengemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh
peserta misalnya digunakan untuk hal-hal yang dianggap
penting dalam melaksanakan demonstrasi, memulai
demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang
peserta untuk berpikir misalnya teka-teki yang mendorong
peserta untuk memperhatikan demonstrasi, menciptakan
suasana yang nyaman dan tidak menegangkan, meyakinkan
bahwa semua peserta mengikuti jalan demonstrasidengan
memperhatikan reaksi peserta, memberikan kesempatan
kepada pewerta untuk aktif memikirkan lebih lanjut sesuai
dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi.
c) Penutup
31

Memberikan tugas-tugas tentu yang ada kaitannya dengan


oelaksanaan deminstrasi serta melakukan evaluasi bersama
mengenai proses jalannya demonsrtrasi.

Kelebihan metode demonstrasi:


1) Menghindari terjadinya verbalisma karena peserta
langsung memeperhatikan bahan pelajaran/ materi yang
dijelaskan
2) Proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab peserta
tidak hanya melihat tapi juga mendengar peristiw ayang
akan terjadi
3) Dengan pengamatan secara langsung maka peserta dapat
membandingkan antara teori dan kenyataan sehingga
mereka akan meyakini kebenaran.
Kekurangan metode ini :
1) Memerlukan persiapan yang lebih matang, sebab tanpa
adanya persiapan yang matang metode ini tidak akan
efektif.
2) Memerlukan pembiayaan yang lebih mahal dibandingkan
metode ceramah.
3) Diskusi Kelompok
Temapat duduk para peserta harus diatur sedemikian rupa
sehingga mereka dapat saling berhadapan atau saling memandang
sau sama lain, misalnya bentuk lingkaran atau segi empat. Hal ini
sangat penting agar para peserta dapat berpartisipasi dalam diskusi.
Pemimpin diskusi harus memberikan pancingan-pancingan berupa
pernyataan ata kasus terkait dengan topic yang dibahas.
4) Curah pendapat
Pada dasarnya metode ini sama dengan metode diskusi
kelompok. Namun dalam metode ini, pada awal diskusi pemimpin
32

kelompok memancing dengan satu masalah kemudian tiap peserta


memberikan tanggapan atau jawaban. Setiap tanggapan atau
jawaban yang diberikan di tulis diflipchart atau papan tulis.
Setelah semua peserta mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota
dapat mengomentari dan pada akhirnya terjadi diskusi.

3) Metode permainan peran


Metode ini dilakukan dengan cara bermain perang degan
anggota kelompoknya. Contohnya : sebagai masyarakat da
penyuluh kesehatan.
5) Metode pendidikan masa (public)
Metode ini ditunjukkan pada masyarakat yang sifatnya
massa atau publik. Sasarannya bersifat umum yaitu tidak
membedakan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status
social ekonomi dan sebagainy. Pendekatan ini biasanya untuk
menggugah perhatian atau kesadaran masyarakat akan suatu
inovasi. Adapun beberapa bentuk pendekatan yang dapat dilakukan
seperti ceramah umum, pidato-pidato diskusi, simulasi melalui
televise atau radio, dan tulisan dimajalah atau Koran
(Notoatmodjo, 2010).

3. Media Pendidikan Kesehatan


Menurut Notoatmodjo (2012) pesan kesehatan harus dikemas
semenarik mungkin untuk marik perhatian masyarakat atu klien. Salah
satu cara yang digunakan untuk mempermudah penyampaian dan
penerimaan pesan-pesan kesehatan adalah penggunaan media pendidikan
kesehatan. Media pendidikan kesehatan pada dasarnya adalah alat bantu
pendidikan (AVA). Disebut dengan media pendidikan karena alat-alat
tersebut merupakan saluran untuk mempermudah menerima pesan-pesan
kesehatan. Media pendidikan dibedakan menjadi dua macam berdasarkan
fungsinya:
33

a. Media cetak, contohnya:


1) Booklet merupakan media penyampaian pesan dalam bentuk buku.
2) Leaflet adalah media penyampaian aplikasi atau pesan-pesan
kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Informasi dapat dalam
bentuk kalimat atau gambar, atau kombinasi keduanya.
3) Flyer, menyerupai leaflet tapi tidak dalam bentuk lipatan.
4) Flipchart (lembaran balik) biasanya dalam bentuk buku dimana
tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan baliknya berisi
kalimat sebagai pesan atau informasi terkait gambar.
5) Rubric atau tulisan pada surat kabar, jurnal atau makalah.
6) Poster adalah bentuk media cetak berisi pesan atau informasi
kesehatan dan biasanya di temple ditembok-tembok , tempat
umum atau dikendaraan umum.
7) Foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.
8) Modul
b. Media elektronik
Terdapat berbagai media elektronik yang dipergunakan sebagai sarana
penyampaian pesan, contohnya:
1) Televisi
Melalui televisi penyampaian pesan atau informasi kesehatan dapat
berupa: sandiwara, sinetron, forumdiskusi, atau tanya jawab, quiz,
atau cerdas cermat.
2) Radio
Melalui media radio penyampaian pesan dapat berupa: obrolan,
ceramah, radio spot, dan sebaginya,
3) Video
Melalui video dapat menyampaikan pesan atau informasi
kesehatan. Metode ini dapat memberikan realita yang mungkin
sulit direkam kembali oleh mata dan pikirkan sasaran, serta dapat
memacu diskusi mengenai sikap dan prilaku.
4) Slide
34

Media slide cocok digunakan untuk sasaran yang jumlahnya relatif


besar, dan pembuatannya relative murah dan mudah digunakan.
5) Film stripc
Media pesan bill board yang dipasang ditempat-tempat umum yang
berisi pesan-pesan atau informasi kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

G. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Balita Faktor-faktor mempengaruhi


stunting
1. Genetik
2. Pendidikan ibu
3. Pola pemberian makan
Stunting 4. Pengetahuan ibu
5. Ekonomi
6. Budaya dan gaya hidup
7. Sanitasi
8. Penyakit infeksi
Pendidikan kesehatan

Pengetahuan Pengetahuan meningkat

Sumber : Millenium (2014) Ardiyah (2015) Wawan (2010)


35

BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL,
HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau
antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin
di teliti. Kerangka hubungan konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur
melalui penelitian-penelitian yang dilakukan (Notoatmodjo, 2012).
Variabel independen (variabel bebas) adalah merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependen (terikat). Sedangkan variabel dependen (variabel terikat)
adalah merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena
adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011).
Berdasarkan teori maka dibuat kerangka konsep dimana pada penelitian
ini pengetahuan ibu tentang stunting pada anak dependen merupakan variabel
dependen sedangkan pendidikan kesehatan merupakan variabel independen.
Bagan 3.1
Kerangka Konsep

Pretest Intervensi Posttest

Pengetahuan ibu Pengetahuan ibu


Pendidikan
sebelum diberikan sesudah diberikan
Kesehatan
pendidikan kesehatan pendidikan kesehatan
36

B. Definisi Oprasional
Menurut Notoatmodjo (2012)35definisi operasional adalah uraian tentang
batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel
yang bersangkutan.

Tabel 3.1
Definisi Operasional
Cara
No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Pendidikan Suatu kegiatan - - - -
kesehatan atau usaha
tentang pemberian
stanting informasi
dengan metode
ceramah,
sehingga dapat
menjelaskan
tentang
stunting
2 Pegetahuan Segala yang Wawancara Kuisioner Mean/ Interval
ibu tentang diketahui ibu median
stunting tetang stunting

C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara suatu penelitian, patokan
duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam
penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012).
37

Berdasarkan tujuan dari penelitian dan berdasarkan penjabaran dari


kerangka konsep yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya yaitu sebagai
berikut :
Ha : Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatkan
pengetahuan ibu tentang stunting pada anak balita di Posyandu Mekar
Jaya Silaberanti Wilayah Kerja Puskesmas Palembang.
Ho : Tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatkan
pengetahuan ibu tentang stunting pada anak balita di Posyandu Mekar
Jaya Silaberanti Wilayah Kerja Puskesmas Palembang.
38

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dengan desain
penelitian preeksperimen atau quasi eksperimen, dengan rancangan one grup
pretest-posttest design, tanpa kelompok kontrol. Teknik yang digunakan
adalah teknik total sampling. Uji statistik yang digunakan adalah uji T
berpasangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan ibu
sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan tentang stunting pada
anak di Puskesmas. Pada pretest dilakukan pengukuran pengetahuan ibu,
kemudian posttest dilakukan pengukuran pengetahuan ibu , yaitu sebelum dan
sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang stunting pada anak balita.
Gambar 4.1
Desain Penelitian
Pretest Perlakuan Posttest

01 X 02

Keterangan:
01 = Pengukuran pengetahuan ibu sebelum dilakukan pendidikan kesehatan
tentang stunting pada anak balita (pretest)
X = Intervensi (pendidikan kesehatan stunting pada anak balita )
02 = Pengukuran pengetahuan ibu setelah dilakukan pendidikan kesehatan
tentang stunting pada anak balita (posttest)

38
39

B. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Menurut Sugiyono (2015) Populasi adalah keseluruhan dari subjek
penelitian yang terdiri atas objek dan subjek yang mempunyai sifat dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitia untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini berjumlah
28 ibu yang memiliki anak balita berusia 1-5 tahun.
2. Sampel
Sampel adalah bagian yang diambil dari keseluruhan objek akan
diteliti (Sugiyono, 2014). Metode pengambilan data pada penelitian ini
menggunakan teknik total sampling. Sampel dalam penelitian ini
berjumlah 28 ibu yang memiliki anak balita berusia 1-5 tahun.

C. Tempat dn Waktu penelitian


1. Tempat Penelitian
Menurut Hidayat (2011) lokasi merupakan tempat yang dilakukan
peneliti melaksanakan kegiatan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di
Rumah Kader Posyandu Mekar Jaya Silaberanti.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan maret 2020.

D. Teknik Pengumpulan Data


1. Data Primer
Menurut Setiadi (2013) data primer merupakan data yang diperoleh
sendiri oleh peneliti dari hasil pengukuran, pengamatan survey, dan lain-
lain. Data primer dari penelitian ini diperoleh langsung dari responden
melalui penyebaran kuesioner berupa jawaban pengetahuan ibu tentang
stunting pada anak.
2. Data Sekunder
40

Menurut Nursalam (2013) data sekunder merupakan data yang didapat


tidak secara langsung dengan objek peneliti. Cara mendapatkan data sekunder
dalam penelitian ini harus melakukan studi pendahuluan terlebih dahulu. Dalam
penelitian ini data sekunder didadaptkan dari dari ibu yang mempunyai anak
balita yang hadir di Posyandu Mekar jaya silaberanti.

E. Instrumen Pengumpulan Data


Menurut Arikunto (2013) instrumen pengumpulan data merupakan alat
bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data agar
kegiatan tersebut menjadi sistematis dan mudah. Penelitian ini menggunakan
beberapa instrumen, yaitu:
1. Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoadmodjo (2012) mengutip dari WHO, pendidikan
kesehatan adalah suatu proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya
2. Kuisioner
Menurut Arikunto (2013) kuesioner merupakan sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang hal-hal yang dia ketahui. Kuisioner
dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang stunting. Kuisioner
pengetahuan meliputi pengertian stunting, gejala stunting, kelompok usia
beresiko stunting, faktor yang mempengaruhi stunting, penyebab stunting,
dampak stunting dan pencegahan stunting. Variable pengetahuan
menggunakan pertanyaan bernar salah yang terdiri dari 20 soal dengan
nilai benar 1 dan salah 0. Uji validitas untuk kuesioner ini akan dilakukan
di Puskesmas Plaju dengan jumlah 20 item dengan menggunakan uji T
berpasang. Pertanyaan juga ditemukan seluruh item dengan nilai p < 0,005
dan tidak valid > 0,005.

F. Pengolahan dan Analisa Data


41

1. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan
penelitian setelah kegiatan pengumpulan data. Menurut Notoatmodjo
(2012) agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, ada 4
tahapan dalam pengolahan data yang harus diteliti, yaitu: editing, coding,
processing, cleaning.

a. Editing (Pengeditan data)


Merupakan kegiatan melakukan pengecekan isian formulir atau
kuesioner apakah jawaban yang berada di kuesioner sudah:
1) Lengkap: semua pertanyaan sudah terisi jawabannya.
2) Jelas: jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas terbaca.
3) Relevan: jawaban yang tertulis apakah antara beberapa
pertanyaan yang berkaitan ini jawabannya konsisten.
Caranya adalah dengan meneliti kembali pada setiap kuesioner
yang telah dikumpulkandari responden kemudian apabila ada
kesalahan atau ketidaklengkapan, peneliti menemui kembali
responden untuk klarifikasi
b. Coding (Pengkodean)
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf
menjadi data berbentuk angka/bilangan. Coding digunakan untuk
mempermudah pada saat analisis dan juga mempercepat pada saat
entry data.
c. Processing atau entry data (Memasukkan data)
Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga
sudah melewati pengkodingan, maka selanjutnya adalah memproses
data agar dapat dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan
menggunakan aplikasi SPPS.
d. Cleaning (Pembersihan)
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan
kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.
42

Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat kita meng-entry ke


komputer. Ketidaklengkapan kemudian dilakukan koreksi.
2. Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua
macam analisis data, yaitu:

a. Analisis univariat
Menurut Notoatmodjo (2012) analisis univariat bertujuan
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel
penelitian. Analisis univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karateristik responden seperti umur, dan jenis kelamin
yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata
pengetahuan ibu dan tindakan sebelum dan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan.
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan ibu dengan
kejadian stunting pada anak di Puskesmas. Uji statistic yang
digunakan berdasarkan skala data, jumlah populasi, sampel, dan
jumlah variabel yang diteliti, sehingga dapat menganalisis pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan ibu dengan
kejadian stunting pada anak di puskesmas, melalui uji normalitas data
terlebih dahulu, cara melakukan uji normalitas data adalah sebagai
berikut:
1) Menggunakan nilai skewnes dan standar error, jika nilai skewnes
dibagi standar error mengasilkan angka ≤ 2, maka distribusi data
normal.
2) Dilihat dari grafik histogram dan kurva normal, bila bentuknya
menyerupai bel shape, berarti distribusi normal (Hastono, 2013).
43

3) Menggunakan uji kolmogrov smirnov, kriteria sebaran data


dikatakan normal jika didapatkan nilai kemaknaan p > 0,05. Uji
kolmogrov smirnov digunakan untuk sampel besar (> 50)
(Dahlan, 2011)
Setelah dilakukan uji normalitas data, data yang didapatkan
berdistribusi normal maka peneliti menggunakan uji statistik T
berpasangan. Derajat kepercayaan 95% bila p value ≤ 0,05
menunjukkan ada pengaruh pengetahuan ibu tentang stunting pada
anak balita di posyandu mekar jaya silaberanti wilayah kerja
Puskesmas sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan, dan
sebaliknya bila p value ≥ 0,05 berarti tidak ada pengaruh pengetahua
ibu dengan kejadian stunting pada anak di Puskesmas, sebelum dan
sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Jika sebaran data tidak
berdistribusi normal maka uji alternatif yang digunakan yaitu uji
statistik Wilcoxon.

G. Etika Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2012), dalam melakukan penelitian menunjuk
pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan penelitian.
Pertimbangan etik yang lazim digunakan dalam penelitian ini untuk mengatasi
resiko atau dampak yang muncul dalam penelitian ini adalah:
1. Lembar persetujuan (Informed consent)
Bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan. Lembar persetujuan diberikan
kepada responden yang diteliti dan memenuhi kriteria inklusi. Responden
sebaiknya membaca informed consent terlebih dulu. Tujuannya adalah
agar responden tahu maksud dan tujuan dari penelitian. Jika responden
bersedia berpartisipasi maka menandatangani lembar persetujuan dan
apabila responden tidak bersedia maka responden memiliki hak untuk
menolak memberikan informasi dan peneliti harus menghormati hak
tersebut.
44

2. Anonimity (tanpa nama)


Peneliti memberikan jaminan kepada responden bahwa dalam
penggunaan subjek penelitian tidak memberikan atau mencantumkan
nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada
lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan. Pada
penelitian ini, peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden, seperti:
nama responden tidak dicantumkan, hanya mencantumkan nama inisial
pada masing-masing kuesioner.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik
informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Peneliti menjaga
informasi responden dengan tidak memberikan informasi apapun kepada
orang yang tidak memiliki kepentingan dengan penelitian.
4. Benefit (Keuntungan)
Peneliti harus melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur
penelitian agar hasilnya bermanfaat semaksimal mungkin bagi
responden. Peneliti juga harus meminimalisasikan dampak yang
merugikan responden. Responden juga mendapatkan penjelasan tentang
manfaat yang didapat dari penelitian ketika responden ikut berpartisipasi.
5. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan mempunyai makna keterbukaan dan adil.
Penelitian harus dilakukan secara jujur, hati-hati, dan profesional. Prinsip
keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian membagikan
keuntungan dan beban secara merata kepada responden. Semua
responden dalam penelitian ini diperlakukan secara adil dengan
memberikan hak yang sama dengan memberikan kesempatan pada semua
responden, tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, dan budaya, baik
sebelum, selama, dan setelah berpartisipasi dalam penelitian.
6. Azaz Kemanfaatan
45

Penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan manfaat dan


resiko yang mungkin terjadi. Penelitian boleh dilakukan apabila manfaat
yang diperoleh lebih besar daripada dampak negatif yang akan terjadi.
Selain itu, penelitian yang dilakukan tidak akan membahayakan
responden dan berresiko negatif terhadap pribadi maupun pekerjaan
responden.

H. Tahapan pelaksanaan penelitian


Prosedur pengumpulan data dalam penelitian berguna untuk memper,udah
peneliti dalam menyelesaikan penelitian, penelitian ini melalui tahap persiapan
dan pelaksanaan. Adapun langkah-langkah penelitian ini sebagai berikut :
1. Tahap persiapan
a. Mengurus perizinan tempat penelitian dalam mengajukan surat
permohonan izin study pendahuluan dari pimpinan Program Studi Ilmu
Keperawatan Stikes Muhammadiyah Palembang yang diajukan kepada
Puskesmas Pembina Palembang
b. Setelah mendapatakan surat izin dari akademik peneliti membuat surat
izin ke Kesbangpol dan selanjutnya ke Dinkes kemudian baru
menyerahkan surat izin ke Puskesmas Pembina Palembang.
c. Pengumpulan data dilakukan dengan cara meminta data ibu yang
mempunyai anak balita berusia 1-5 tahun di Posyandu Mekar Jaya
Silaberanti.
d. Melakuakn kontrak waktu penelitian
2. Tahap pelaksanaan
a. Setelah mendapatkan izin dari Puskesmas peneliti mengumpulkan ibu
yang punya anak balita di Posyandu.
b. Peneliti membagikan informed consent
c. Peneliti melakukan pengukuran pertama yaitu pretest dengan
membagikan kuisioner tentang stunting.
46

d. Kemudian peneliti menjelaskan cara pengisian kuisioner


e. Responden diberikan waktu 15 menit untuk mengisi kuisioner
f. Responden di perkenankan untuk menanyakan pertanyaan yang kurang
jelas
g. Setelah kuisioner dikumpulkan dan peneliti melakukan pengecekan
terhadap kelengkapan dan kejelsan kuisioner
h. Selanjutnya peneliti menjelaskan tentang stunting selama 20 menit
i. Setelah dilakuakan penkes peneliti membagikan kuisioner kembali
untuk mengukur pengetahuan ibu
j. Kuisioner dikumpulkan dan peneliti melakuakan pengecekan terhadap
kelengkapan dan isi kuisioner
k. Peneliti melakukan pengolaan data dengan program komputer
3. Tahap akhir
a. Membuat laporan hasil penelitian
b. Hasil penelitian di seminarkan dalam siding komprehensif
c. Memasukkan penelitian kedalam jurnal
47

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M dan Kartika, V.2013. Pola Asuh Makan pada Balita degan Status Gizi
Kurang, di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan.

Aridiyah et al. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Di


Wilayah Pedesaan dan Perkotaan. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, Vol.3
No. 1. Tanggal akses 18 Desember 2019.

Arikunto. 2013. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Prakti. Jakarta : Rineka


Cipta.

Anugraheni, H.S. 2012. Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-36
Bulan di Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Jurnal Of Nutrision Collage.
Vol. 1. No. 1. Tanggal Akses 18 Desember 2019.

Fitriani, Rini. 2011. Kesehatan reproduksi. Alauddin press: Makasar.

Hidayat, A, Aziz. 2011. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis


Data. Jakarta : Selemba Medika.

Hidayat et al. 2013. Pengembangan Model Keperawatan Berbasis Budaya pada


Keluarga Etnis Madura dengan Masalah Balita Gizi Kurang di
Kabupaten Suenep. Prosiding Konferensi Nasional Ppni Jawa Tengah.

Herri et al. 2011. Pengantar psikologi untuk kebidanan.Cet.II. Kencana :Jakarta.

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan.
48

Kemenkes RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta : Kementrian Kesehatan.

Kemenkes RI. 2015. Situasi Balita Pendek.. Jakarta : Pusat Data dan Informasi
Kesehatan RI.

Kemenkes RI. 2018. Cegah Stunting Itu Penting. Warta Kesmas Edisi 2.

Kemenkes RI. 2019. Gizi Seimbang Prestasi Gemilang. Warta Kesmas Edisi 1.

Khamzah, Siti Nur. 2012. Segudang keajaiban ASI yang harus anda ketahui.
Flashbooks: Yogyakarta.

Kumala, M. 2013. Hubungan Pola Pemberian Makan dengan Status Gizi Anak
Usia Toddler (1-3 tahun) di Posyandu Kelurahan Sidomulyo Godean
Sleman. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Stikes Aisyiyah.

Mardalena Ida. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Gizi dalam Keperawatan. Yogyakarta :


Pustaka Baru Press.

Ningtyas, F. 2010. Penentuan Status Gizi Secara Langsung. Jember : Jember


University Press.

Ni’mah C, Muniroh L. 2015. Hubungan Tingkat Pendidikan, Tingkat


Pengetahuan dan Pola Asuh Ibu dengan Wasting dan Stunting pada
Balita Keluarga Miskin. Departemen Gizi Kesehatan. Vol 10, No.1
Januari-Juni 2015: hlm. 84-89. Tanggal akses 16 Desember 2019.

Notoadmodjo, S. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoadmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoadmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam, 2013. Konsep Penerapan Metode penelitian Ilmu Keperawatan.


Jakarta : Salemba Medika

Purwoastuti Th. E. & Elisabeth, S. W. 2015. Perilaku dan Soft Skills Kesehatan.
Yogyakarta : Pustaka Baru Press.

Septiari, B. 2012. Mencetak Balita Cerdas dan Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta
: Nuha Medika.

Setiadi. 2013. Konsep dan Praktek Penilisan Riset Keperawata (ed 2).
Yogyakarta : Graha Ilmu.

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh kembang anak. Cet. 2012. EGC: Jakarta.


49

Subarkah et al. 2016. Pola Pemberia Makan Terhadap Peningkatan Status Gizi
Anak Usia 1-3 Tahun . Jurnal inject, Vol. 1. No 2. Tanggal akses 18
Desember 2019.

Sudjana, Primal. 2011. Diagnosis Dini Penderita Demam Berdarah dengue


Dewasa. Buletin Jendela Epidemologi. Vol.2.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitia Kuamtitatif, Kualitatif & RND. Bandung : UPI
PERSS.

Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif


dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung :


Alfabeta.

Supariasa et al. 2012. Penelitian Status Gizi 2nd Edition. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran.

Toliu et al. 2018. Hubungan antara Tinggi Badan Orang Tua dengan Kejadian
Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kecamatan Pasan Kabupaten
Minahasa Tenggara. Jurnal Kesmas, Vol.7 No 5. Tanggal Akses 16
Desember 2019.

Wawan & Dewi. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.

Welassih & Wirjatmadi. 2012. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan


Status Gizi Balita Stunting. The Indonesia Jurnal of Public Health, Vol.
8, No. 3: 99-104. Tanggal Akses 18 Desember 2019.

Winarsih. 2018. Pengantar Ilmu Gizi dalam Kebidanan. Yogyakarta : Pustaka


Baru Press.
50

Anda mungkin juga menyukai