PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Balita merupakan masa dimana proses pertumbuhan dan perkembangan
terjadi sangat pesat. Pada saat ini balita membutuhkan asupan gizi yang cukup
dalam jumlah dan kualitas yang lebih banyak karena balita umumnya
mempunyai aktivitas fisik yang cukup tinggi dan masih dalam proses belajar
(Welassih & Wirjatmadi, 2012).
Berbagai permasalahan gizi saat ini baik gizi kurang termasuk stunting dan
gizi lebih, terjadi hampir di seluruh strata ekonomi masyarakat baik di
perdesaan maupun perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa yang mendasari
terjadinya masalah gizi tersebut bukan hanya kemiskinan, namun juga
kurangnya pengetahuan masyarakat akan pola hidup sehat dan pemenuhan gizi
yang optimal.
Stunting merupakan suatu kondisi bayi yang gagal tumbuh pada usia 0-11
bulan dan anak balita berusia 12-59 bulan. Kekurangan gizi kronis terutama
dalam 1.000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk
usianya disesbabkan oleh terjadinya stunting. Kekurangan gizi biasa terjadi
sejak bayi yang masih dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi
lahir, tetapi untuk kodisi stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun
(Ramayulis, 2018).
Stunting merupakan kondisi dimana kurang gizi kronis yang disebabkan
oleh asupan gizi yang kurang dalam jangka waktu yang cukup lama akibat
pemberian yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi (Millenium Challenga
Accound, 2014). Kekurangan gizi pada usia dini bisa meningkatkan angka
kematian bayi dan anak, menyebabkan penderita sakit dan meiliki postur
tubuh tidak maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif pada penderita juga
berkurang, bisa mengingatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi
Indonesia (Millenium Challenga Accound, 2014). Kejadian stunting pada
balita lebih sering mengenai balita pada usia 12-59 bulan dari pada balita usia
1
2
B. Rumusan Masalah
Stunting adalah kondisi bayi yang gagal tumbuh pada usia 0-11 bulan
dan anak balita berusia 12-59 bulan. Terjadinya stunting karena akibat dari
kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan
sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.salah satu yang dapat
menyebabkan stunting adalah kurangnya pengetahuan ibu oleh karena itu
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu tentang Stunting pada
Anak Balita di Posyandu Mekar Jaya Silaberanti Wilayah Kerja Puskesmas
Pembina Palembang”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui adakah Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
Peningkatkan Pengetahui Ibu tentang Stunting pada Anak Balita di
Posyandu Mekar Jaya Silaberanti Wilayah Kerja Puskesmas Pembina
Palembang.
2. Tujuan khusus
a. Diketahui tingkat pengetahuan ibu sebelum Diketahui tingkat
pengetahuan ibu setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang
stunting pada anak balita di Posyandu Mekar Jaya Silaberanti Wilayah
Kerja Puskesmas Palembang.
b. Diketahui tingkat pengetahuan ibu sebelum Diketahui tingkat
pengetahuan ibu setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang
stunting pada anak balita di Posyandu Mekar Jaya Silaberanti Wilayah
Kerja Puskesmas Palembang.
5
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya pada Keperawatan anak.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Peneltian ini bermanfaat sebagai sarana untuk mengembangkan dan
memperluas wawasan yang di dapat selama pendidikan akademik
dengan mengaplikasikannya dalam penelitian berdasarkan kejadian di
lapangan. Penelitian ini juga bisa menambah pengetahuan penulis
dalam bidang keperawatan dan sebagai media untuk mengemukakan
pendapat secara objektif.
b. Bagi Puskesmas
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan ibu
tentan stunting pada anak tersebut. Serta dapat memberikan masukan
bagi pembuat kebijakan dan petugas kesehata di bidang keperawata
tentang pendidikan kesehatan untuk mencegah stunting pada anak.
6
F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Judul Penulis Tahun Metodelogi Hasil Persamaan Perbedaan
1 Hubungan Toliu 201 1. Desain Hasil 1. Sama sama 1. Pada Penelitian
antara et al 8 penelitian penelitian melihat jumlah sample 28
tinggi (2018) cross diperoleh kejadian sedangkan dalam
badan sectional pervalensi stunting penelitian ini
orang tua 2. Teknik ayah pada anak berjumlah 100
dengan sampling pendek 2. Responden sampel
kejadian purposive sebesar dalam 2. Pada penelitian
stunting sampling 9% , penelitian menggunakan
pada anak 3. Analisis data pervalensi ini sama- analisis data Uji T
usia 24-59 uji chi square ibu sama orang berpasangan
bulan di pendek tua dan sedangkan penelitian
kecamata sekitar balita ini menggunakan Uji
n pasan 15% dan Chi Square
kabupaten kejadian 3. Waktu dan tempat
minahasa stunting penelitian berbeda
tenggara balita
19%
2. Hubungan Ni’ma 201 1. Desain pada 1. Sama sama 1. Pada penelitian
tingkat hC 5 penelitian ini keluarga melihat menggunakan
pendidika cross miskin kejadian analisis data uji T
n, tingkat sectional persentas stunting Berpasangan
pengetahu 2. Teknik e stunting pada anak sedangkan penelitian
an dan sampling lebih dan ini mengguanakn uji
pola asuh simple besar dari mengukur chi square
ibu random pada tingkat 2. Sample dalam
dengan sampling wasting pengetahuan penelitian berjumlah
stunting 3. Analisis data ibu 28 sedangkan
dan Uji Chi penelitian ini
wasting Square berjumlah 47.
pada 3. Pada penelitian
balita hanya mengukur
keluarga pengetahuan dengan
miskin kejadian stunting
sedangkan penelitian
ini mnegukur tingkat
pendidikan,
pengetahuan dan
pola asuh ibu dengan
wasting dan stunting.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Balita
1. Definisi Balita
Balita merupakan suatu masa dimana proses pertumbuhan dan
perkembangan terjadi dengan sangat pesat. Pada saat ini balita
membutuhkan asupan gizi yang cukup dalam jumlah dan kualitas yang
lebih banyak karena balita umumnya mempunyai aktivitas fisik yang
cukup tinggi dan masih dalam proses belajar (Welassih & Wirjatmadi,
2012). Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak dalam
mencapai keoptimalan fungsinya, pertumbuhan dasar yang akan
mempengaruhi serta menentukan perkembangan berbahasa, kreatifitas,
kesadaran social, dan intelegensia.
2. Karakteristik balita
Septiari 2012 menyatakan karakteristik balita dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Anak usia 1-3 tahun
Usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif artinya anak menerima
makanan yang di sediakan orang tuanya. Laju pertumbuhan usia balita
lebih besar dari usia prasekolah, sehingga diperlukan jumlah makanna
yang relative besar. Perut yang lebih kecil menyebabkan jumlah
makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil bila
dibandingkan dengan anak yang usianya lebih besar. Oleh sebab itu
pola makan yang diberikan adalah versi kecil dengan frekuensi sering.
b. Anak usia prasekolah (3-5 tahun)
Pada usia ini anak menjadi konsumen aktif. Anak sudah mulai
memilih makanna yang disukainya pada usia ini berat badan anak
cendrung mengalami penurunan disebabkan karena anak beraktivitas
lebih banyak dan mulai memilih dan menolak makanan yang
disediakan orang tuanya.
7
8
kebutuhan tubuh.
b. Perubahan proporsi
Selain bertambahnya ukuran-ukuran, tubuh juga memperlihatkan
perubahan proporsi. Anak bukanlah dewasa kecil, tubuh anak
memperlihatkan perbedaan proporsi jika dibandingkan dengan tubuh
orang dewasa. Proporsi seorang bayi baru lahir sangat berbeda
dibandingkan tubuh anak dan orang dewasa. Pada bayi baru lahir,
kepala relative mempunyai proporsi yang lebih besar dibandingkan
dengan usia-usia lain. Titik pusat tubuh bayi baru lahir kurang lebih
setinggi umbilicus sedangkan pada orang dewasa titik pusat tubuh
setinggi simpisis pubis.
c. Hilangnya ciri-ciri lama
Selama proses pertumbuhan terdapat hal-hal yang terjadi perlahan-
lahan, seperti menghilangnya kelenjar thymus, lepasnya gigi susu, dan
menghilangnya reflex-refleks primitif.
d. Timbulnya ciri-ciri baru
Perubahan fisik yang penting selama pertumbuhan adalah
munculnya gigi tetap yang menggantikan gigi susu yang lepas, dan
munculnya tanda-tanda seks sekunder seperti tumbuhnya rambut pubis
dan aksila, tumbuhnya buah dada pada wanita, dan sebagainya
(Fitriani 2011).
Ciri-ciri perkembangan :
a. Perkembangan melibatkan perubahan
Karena perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan,
maka setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi.
Perkembangan system reproduksi disertai dengan perubahan pada
organ kelamin, perkembangan intelegensia menyertai pertumbuhan
otak dan serabut saraf.
b. Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya
Seseorang tidak akan bias melewati suatu tahap perkembangan
sebelum melewati tahapan sebelumnya. Seorang anak tidak akan bias
10
C. Konsep Gizi
1. Pengertian Gizi
Gizi berasal dari bahasa arab “ghidzah” adalah makanan. Gizi
dalam bahasa inggris disebut nutrition. Gzi merupakan rangkaian proses
secara organic makanan yang dicerna oleh tubuh untuk memenuhi
11
2. Gizi seimbang
Menurut Kemenkes RI (2014) Gizi seimbang merupakan susunan
pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan memperhatikan prinsip keaneka
ragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidp bersih dan mempertahankan
berat badan normal untuk mencegah masalah gizi.
3. Jenis-jenis gizi
Sedangkan menurut Winarsih (2018) jenis jenis gizi seimbang adalah
sebagai berikut :
a. Karbohidrat
Karbohidrat adalah zat zigi yang hanya dihasilkan oleh
tumbuhan-tumbuhan melalui fotosintesis terdiri dari unsur carbon (C)
Hidrogen (H), dan oksigen (O). Peran penting karbohidrat dalam ilmu
gizi adalah sebagai sumber tenaga, pemgatur metabolism lemak,
penghemat protein, pemberian rasa alami pada makanan, dan
membantu pengeluaran feses. Karbohidrat dibagi menjadi kerbohidrat
sederhana dan karbohidrat kompleks.
b. Lemak
Lemak adalah senyawa organik tersusun atas unsur-unsur C,H
dan O. Lemak dibedakan menjadi 3, yang pertama lemak sederhana,
yang kedua lemak majemuk dan yang terakhir lemak turunan. Lemak
sederahana terdiri dari lemak netral dan ester lemak dengan alcohol
12
D. Konsep Stunting
1. Definisi Stuting
Stunting adalah suatu kondisi dimana kurang gizi kronis yang
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam jangka waktu yang cukup
lama akibat pemberian yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi
(Millenium Challenga Accound, 2014).
Stunting terjadi akibat kekurangan gizi atau kegagalan pertumbuhan di
masa lalu dan digunakan sebagai indicator jangka panjang untuk gizi
kurang pada anak (Kemenkes RI 2015).
13
Stunting adalah kondisi bayi yang gagal tumbuh pada usia 0-11 bulan
dan anak balita berusia 12-59 bulan. Terjadinya stunting karena akibat dari
kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan
sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi biasa terjadi
sejak bayi yang masih dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi
lahir, tetapi untuk kodisi stunting baru nampak setelah anak berusia 2
tahun (Ramayulis, 2018).
2. Gejala stunting
Adapun gejala stunting menurut Kemenkes RI (2018) yaitu :
a. Anak memiliki tubuh lebih pendek dibandingkan anak seusianya
b. Proporsi tubuh yang cenderung nomal namun anak terlihat lebih kecil
dari usianya 3.
c. Berat badan yang rendah untuk anak seusianya.
d. Pertumbuhan tulang anak yang tertunda
menikah ketika usia dibawah 20 tahun. Hal ini akan berpengaruh pada
pengetahuan dan kesiapan untuk merawat anak (Hidayat et al 2013).
Pola pemberian MP-ASI dini pada anak balita merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting (Aridiyah et al
2015). MP-ASI pada usia dini (0–2 bulan) dapat meningkatkan risiko
stunting pada balita usia 24 – 48 bulan (Anugraheni 2012). Di
kabupaten Sumenep, ibu mempunyai kebiasaan memberikan air degan
kelapa hijau dan air madu pada saat bayi baru lahir. Selain bayi berusia
0 bulan sampai usia 6 (enam) bulan, juga mendapat makanan
tambahan lain berupa biskuit, telur, daging dan lain-lain. Keadaan ini
menyebabkan ibu tidak dapat memberikan inisiasi menyusu dini dan
ASI eksklusif pada bayi (Adriani 2011). Tradisi ibu-ibu di Madura
yang menganggap anak yang sehat adalah anak yang gemuk. Budaya
memberi makan yang belum waktunya sudah menjadi hal yang biasa,
seperti diberi nasi pisang saat masih usia bayi, atau juga budaya ter ater
saat bayi lahir.
Terdapat juga budaya pemberian makan dini dengan istilah
pemberian lontong, gedheng sabeh atau gedheng sapeh dan gedheng
gaji selama bayi agar anaknya cepat besar dan kuat, selain itu pula
tradisi pemberian makan/minum kelapa muda atau ro’moro’ dan madu
yang dijadikan sebagai makanan bayi (Hidayat et al 2013). Selain itu
budaya di Madura lebih banyak mengkonsumsi nasi dan sedikit jenis
sayuran dan sangat jarang mengkonsumsi telur dan susu, daging.
Sehingga dapat mempengaruhi status gizinya (Hidayat et al 2013).
Ibu-ibu di Sumenep juga mempunyai kebiasaan memberikan mie
instan, sebagai pengganti nasi untuk konsumsi balita. Kebiasaan ini
karena balita mengalami kesulitan makanan, sehingga para ibu lebih
memilih memberikan mie instan yang lebih disukai balita. Sebagian
besar ibu balita memberikan makanan pada balita agar kenyang dan
tidak rewel. Pemberian makanan tersebut lebih diutamakan sesuai
dengan keinginan anak tanpa memperhatikan nilai gizi makanan yang
17
Tabel 2.1 Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks PB/U
atau TB/U.
Kategori status
Indeks Ambang batas
gizi
panjang badan menurut umur Sangat Pendek < -3 SD
(pb/u) atau tinggi badan Pendek -3 SD sampai dengan <-2 SD
menurut umur (tb/u) anak 0- Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
60 bulan Tinggi >2 SD
Sumber: Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak Kemenkes
(2010).
nampak dalam waktu yang relatif lama (Supariasa 2012). Stunting dapat
didiagnosis melalui indeks antropometri PB/U atau TB/U yang
mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca
persalinan.
Alat pengukur tinggi badan dapat menggunakan microtoise, sedangkan
alat yang digunakan untuk mengukur panjang badan adalah papan
pengukur panjang badan (infantometer) (Ningtyas 2010). Menurut WHO
pada balita diukur panjang badan (PB) untuk anak usia < 2 tahun belum
bisa berdiri dan tinggi badan (TB) untuk anak usia ≥ 2 tahun sudah bisa
berdiri. Apabila pengukurannya dilakukan secara berbeda maka akan
dilakukan koreksi. Anak usia ≥ 2 tahun tetapi diukur PB, maka TB = PB -
0.7 cm, sedangkan anak usia < 2 tahun diukur berdiri maka PB = TB + 0.7
cm. Adapun prosedur pengukuran tinggi badan dan panjang badan adalah
sebagai berikut (Kemenkes RI 2013).
a. Prosedur pengukuran tinggi badan
1) Persiapan (cara memasang microtoise)
Gantungkan bandul benang untuk membantu memasang
microtoise didinding agak tegak lurus. Setelah itu letakkan alat
pengukur dilantai yang datar tidak jauh dari bandul tersebut dan
menempel pada dinding. Dinding jangan ada lekukan atau tonjolan
(rata). Tarik papan penggeser tergak lurus keatas sejajar dengan
benang berbandul yang tergantung dan tarik sampai angka pada
jendela baca menunjukkan angka 0 (nol). Kemudian dipaku atau
dikerat dengan lakban pada bagian atas microtoise. Untuk
menghindari terjadi perubahan posisi pita, beri lagi perakat pada
posisi sekitar 10 cm dari bagian atas microtoise.
2) Prosedur pengukuran tinggi badan
a) Mintalah responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi
(penutup kepala).
b) Pastikan alat geser berada diposisi atas.
c) Responden diminta berdiri tegak, persisi dibawah alat geser.
20
6. Penyebab Stunting
Menurut Kemenkes RI (2018) permasalahan stunting ini memang
sangat menghantui para orang tua yang memiliki anak usia balita. Stunting
disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor yang berkembang dalam
jangka panjang diantaranya :
a. Kekurangan gizi kronis dalam jangka panjang
b. Retardasi pertumbuhan intrauterine
c. Kebutuhan protein tidak tercukupi sesuai proporsi total kalori
d. Adanya perubahan hormon akibat stres
e. Sering mengalami infeksi pada awal kehidupan anak
7. Dampak stunting
Stunting dapat meneyebabkan penurunan intelegensi (IQ) sehingga
prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila
mencari pekerjaan peluang gagal tes waancara menjadi besar dan tidak
dapat pekerjaan dengan baik, yang berakibat penghasilan rendah dan juga
tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan. Oleh karena itu anak yang
stuting tidak hanya berdampak pada fisik yang lebih pendek saja tetapi
juga dengan kecerdasan, produksivitas dan prestasinya setelah dewasa
sehingga akan menjadi beban negara. Selain itu juga ada berdampak dari
aspek estetika karena yang tubuhnya proposional akan lebih menarik dari
yang tubuhnya pendek. Stunting pada masa anak merupakan factor resiko
meningkatnya kematian pada anak kemampuan kognitif dan
22
8. Pencegahan stunting
Mencegah stunting dilakukan melalui intervensi gizi spesifik di
tunjukkan dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Pemberian konsling gizi
pada orang tua dapat membantu untuk mengenali masalah keshatan terkait
gizi, memahami terjadinya masalah penyebab gizi, serta membantu
keluarga untuk memecahkan masalah sehingga terjadi perubahan prilaku
untuk dapat menerapkan perubahan prilaku makan yang telah disepakati
bersama (Ramayulis et al 2018)
Menurut (Kemenkes 2019) cegah stunting dapat dilakukan dengan cara :
a. Ibu hamil makan lebih banyak dari biasanya, banyak makan buah dan
sayur danlengkapi dengan lauk pauk.
b. Mengkonumsi tablet tambah darah
c. Melakukan IMD (Insiasi Menyusui Dini)
d. Atasi kekurangan iodium
e. Asi eksklusif 0-6 bulan
f. Pemberian asi hingga 24 bulan didampingi
g. Menaggulangi kecacingan
h. Mendorong ibu mencuci tangan dengan benar
i. Memberikan imunisasi dasar lengkap
j. Askes terhdap air bersih
k. Gunakan selalu jamban sehat.
E. Pengetahuan Ibu
1. Definisi Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2014), pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan
ini terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu. Pengindraan terhadap objek terjadi melalui panca indra manusi
yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri.
Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut
23
2. Tingkatan pengetahuan
Menurut purwoestuti (2015) terdapat 6 tingkat pengetahuan :
a. Tahu (Know)
Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya.
Disebut juga dengan istilah recall (mengingat kembali) terhadap suatu
yang spesifik terhadap suatu bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan yang menjelaskan
secara benar tentang suatu objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya,
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau konsisi rill (sebenarnya).
Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi atau pengguanaan hokum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisa (analysis)
24
5. Tahap pengetahuan
Menurut Purwoastuti (2015) ada 5 tahap pengetahuan antara lain :
a. Awareness (kesadaran) dimana orang-orang menyadari dalam artian
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek)
b. Interest, pada tahapan ini individu mulai menaruh perhatian dan
tertarik pada stimulus.
c. Evaluation (menimbang-nimbang), dimana individu akan
mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut
bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial adalah tahapan dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adaption (menerima) tahapan terakhir adalah dimaa subjek telah
berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya
terhadap stimulus.
f. Kriteria tingkat pengetahuan
Pegetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan
skala yang bersifat kualitatif seperti :
1) Baik : jika responden dapat menjawab benar kuisioner 76-
100 %.
2) Cukup : jika responden dapat menjawab benar kuisioner 56-
75%.
27
2) Metode Demonstrasi
30
G. Kerangka Teori
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL,
HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau
antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin
di teliti. Kerangka hubungan konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur
melalui penelitian-penelitian yang dilakukan (Notoatmodjo, 2012).
Variabel independen (variabel bebas) adalah merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependen (terikat). Sedangkan variabel dependen (variabel terikat)
adalah merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena
adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011).
Berdasarkan teori maka dibuat kerangka konsep dimana pada penelitian
ini pengetahuan ibu tentang stunting pada anak dependen merupakan variabel
dependen sedangkan pendidikan kesehatan merupakan variabel independen.
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
B. Definisi Oprasional
Menurut Notoatmodjo (2012)35definisi operasional adalah uraian tentang
batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel
yang bersangkutan.
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Cara
No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Pendidikan Suatu kegiatan - - - -
kesehatan atau usaha
tentang pemberian
stanting informasi
dengan metode
ceramah,
sehingga dapat
menjelaskan
tentang
stunting
2 Pegetahuan Segala yang Wawancara Kuisioner Mean/ Interval
ibu tentang diketahui ibu median
stunting tetang stunting
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara suatu penelitian, patokan
duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam
penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012).
37
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dengan desain
penelitian preeksperimen atau quasi eksperimen, dengan rancangan one grup
pretest-posttest design, tanpa kelompok kontrol. Teknik yang digunakan
adalah teknik total sampling. Uji statistik yang digunakan adalah uji T
berpasangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan ibu
sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan tentang stunting pada
anak di Puskesmas. Pada pretest dilakukan pengukuran pengetahuan ibu,
kemudian posttest dilakukan pengukuran pengetahuan ibu , yaitu sebelum dan
sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang stunting pada anak balita.
Gambar 4.1
Desain Penelitian
Pretest Perlakuan Posttest
01 X 02
Keterangan:
01 = Pengukuran pengetahuan ibu sebelum dilakukan pendidikan kesehatan
tentang stunting pada anak balita (pretest)
X = Intervensi (pendidikan kesehatan stunting pada anak balita )
02 = Pengukuran pengetahuan ibu setelah dilakukan pendidikan kesehatan
tentang stunting pada anak balita (posttest)
38
39
1. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan
penelitian setelah kegiatan pengumpulan data. Menurut Notoatmodjo
(2012) agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, ada 4
tahapan dalam pengolahan data yang harus diteliti, yaitu: editing, coding,
processing, cleaning.
a. Analisis univariat
Menurut Notoatmodjo (2012) analisis univariat bertujuan
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel
penelitian. Analisis univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karateristik responden seperti umur, dan jenis kelamin
yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata
pengetahuan ibu dan tindakan sebelum dan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan.
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan ibu dengan
kejadian stunting pada anak di Puskesmas. Uji statistic yang
digunakan berdasarkan skala data, jumlah populasi, sampel, dan
jumlah variabel yang diteliti, sehingga dapat menganalisis pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan ibu dengan
kejadian stunting pada anak di puskesmas, melalui uji normalitas data
terlebih dahulu, cara melakukan uji normalitas data adalah sebagai
berikut:
1) Menggunakan nilai skewnes dan standar error, jika nilai skewnes
dibagi standar error mengasilkan angka ≤ 2, maka distribusi data
normal.
2) Dilihat dari grafik histogram dan kurva normal, bila bentuknya
menyerupai bel shape, berarti distribusi normal (Hastono, 2013).
43
G. Etika Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2012), dalam melakukan penelitian menunjuk
pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan penelitian.
Pertimbangan etik yang lazim digunakan dalam penelitian ini untuk mengatasi
resiko atau dampak yang muncul dalam penelitian ini adalah:
1. Lembar persetujuan (Informed consent)
Bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan. Lembar persetujuan diberikan
kepada responden yang diteliti dan memenuhi kriteria inklusi. Responden
sebaiknya membaca informed consent terlebih dulu. Tujuannya adalah
agar responden tahu maksud dan tujuan dari penelitian. Jika responden
bersedia berpartisipasi maka menandatangani lembar persetujuan dan
apabila responden tidak bersedia maka responden memiliki hak untuk
menolak memberikan informasi dan peneliti harus menghormati hak
tersebut.
44
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, M dan Kartika, V.2013. Pola Asuh Makan pada Balita degan Status Gizi
Kurang, di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan.
Anugraheni, H.S. 2012. Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-36
Bulan di Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Jurnal Of Nutrision Collage.
Vol. 1. No. 1. Tanggal Akses 18 Desember 2019.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan.
48
Kemenkes RI. 2015. Situasi Balita Pendek.. Jakarta : Pusat Data dan Informasi
Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2018. Cegah Stunting Itu Penting. Warta Kesmas Edisi 2.
Kemenkes RI. 2019. Gizi Seimbang Prestasi Gemilang. Warta Kesmas Edisi 1.
Khamzah, Siti Nur. 2012. Segudang keajaiban ASI yang harus anda ketahui.
Flashbooks: Yogyakarta.
Kumala, M. 2013. Hubungan Pola Pemberian Makan dengan Status Gizi Anak
Usia Toddler (1-3 tahun) di Posyandu Kelurahan Sidomulyo Godean
Sleman. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Stikes Aisyiyah.
Purwoastuti Th. E. & Elisabeth, S. W. 2015. Perilaku dan Soft Skills Kesehatan.
Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Septiari, B. 2012. Mencetak Balita Cerdas dan Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta
: Nuha Medika.
Setiadi. 2013. Konsep dan Praktek Penilisan Riset Keperawata (ed 2).
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Subarkah et al. 2016. Pola Pemberia Makan Terhadap Peningkatan Status Gizi
Anak Usia 1-3 Tahun . Jurnal inject, Vol. 1. No 2. Tanggal akses 18
Desember 2019.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitia Kuamtitatif, Kualitatif & RND. Bandung : UPI
PERSS.
Supariasa et al. 2012. Penelitian Status Gizi 2nd Edition. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran.
Toliu et al. 2018. Hubungan antara Tinggi Badan Orang Tua dengan Kejadian
Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kecamatan Pasan Kabupaten
Minahasa Tenggara. Jurnal Kesmas, Vol.7 No 5. Tanggal Akses 16
Desember 2019.
Wawan & Dewi. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.