Oleh:
Pembimbing:
Puji Syukur atas rahmat Allah SWT Yang Maha Esa, karena atas
KehendakNya penulis dapat menyelesaikan makalah laporan kasus dengan judul
Kejang Demam Simplek.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak. Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis serta waktu yang
tersedia untuk menyusun makalah ini sangat terbatas, penulis sadar masih banyak
kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa maupun sistematika penulisannya.
Untuk itu kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan.
Pada kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada dr. H. Wilson, Sp.A, M.Biomed selaku pembimbing Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Tengku Rafi’an Siak, yang telah
memberikan masukan yang berguna dalam proses penyusunan makalah ini. Tidak
lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang juga turut
membantu dalam upaya penyelesaian makalah ini.
Akhir kata penulis berharap kiranya makalah ini dapat menjadi masukan yang
berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain yang terkait
dengan masalah kesehatan pada umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 2
2.1 Definisi Kejang Demam.......................................................................... 3
2.2 Epidemiologi .......................................................................................... 3
2.3 Klasifikasi .............................................................................................. 4
2.4 Faktor Risiko........................................................................................... 5
2.5 Etiologi dan Patogenesis......................................................................... 6
2.6 Penegakan Diagnosis.............................................................................. 8
2.7 Diagnosis Banding.................................................................................. 10
2.8 Penatalaksanaan...................................................................................... 10
2.9 Konseling dan Edukasi............................................................................ 13
2.10 Kriteria Rujukan.................................................................................... 14
BAB III STATUS PASIEN............................................................................... 15
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................. 24
BAB V KESIMPULAN .................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 27
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium (Pudijadi et al,2010; Ismael et al, 2010;Pusponegoro et al,2012).
Kejang demam adalah gangguan kejang yang paling umum di masa kanak-kanak.
Pendapat para ahli, kejang demam terbanyak terjadi pada waktu anak berusia antara 3
bulan sampai dengan 5 tahun. Berkisar 2%-5% anak di bawah 5 tahun pernah
mengalami bangkitan kejang demam. Lebih dari 90% kasus kejang demam terjadi
pada anak berusia di bawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada
anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan, insiden bangkitan kejang
demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan. Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi
kejang demam berkisar 2%-5%. Di Asia prevalensi kejang demam meningkat dua
kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan di Amerika. Kejadian kejang demam di
Jepang berkisar 8,3% - 9,9%.9,10 bahkan di Guam insiden kejang demam mencapai
14% (Fuadi,2010)
Banyak gangguan yang akan terjadi akibat kejang demam. Gangguan tingkah
laku, meningkatnya metabolisme dan menurunnya intelegasi. Apabila anak sering
mengalami kejang demam dapat terjadi kekurangan oksigen, aliran darah ke otak
berkurang, dan kekurangan glukosa. Kejadian kejang demam yang terus menerus
akan menganggu kerja sel dengan mengakibatkan kerusakan pada neuron sampai juga
mengakibatkan retardasi mental (Pasaribu, 2013).
1
2
Meskipun memiliki prognosis yang baik, namun kejang demam tetap menjadi
hal yang menakutkan bagi orang tua. Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi berulangnya kejang demam yang bisa diberikan
kepada orangtua untuk meredakan ketakutan yang berlebihan dan kepentingan
tatalaksana. Adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kejang
demam berulang adalah riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 12
bulan, temperatur yang rendah saat kejang, dan cepatnya kejang setelah demam.
Selain empat faktor di atas, adanya faktor jenis kelamin, riwayat epilepsi dalam
keluarga, dan kejang demam kompleks pada kejang demam pertama juga
ditambahkan sebagai faktor prediktif kejang demam berulang (Marudur,2012).
Berdasarkan hal yang telah dijelaskan diatas, maka penulis tertarik menyusun
laporan ini untuk membahas lebih lanjut tentang penegakan diagnosis dan tatalaksana
pada kejang demam pada anak di fasilitas pelayanan kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak umur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu diatas 38°C, dengan
metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial
dengan keterangan (Pudijadi ,2010; Lumbantobing, 2007):
a) Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit
atau metabolik lainnya.
b) Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai
kejang demam.
c) Anak berumur antara 1 sampai 6 bulan masih dapat mengalami kejang demam,
namun jarang sekali.
d) Bayi berusia < 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan
termasuk dalam kejang neonatus.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Kejang demam adalah gangguan neurologis yang paling umum pada
kelompok usia anak-anak, mempengaruhi 2-5% anak-anak antara 6 bulan dan 5 tahun
di Amerika Serikat dan Eropa Barat dengan insiden puncak antara 12 dan 18 bulan.
Meskipun kejang demam terlihat di semua kelompok etnis, itu lebih sering terlihat
pada populasi Asia (5-10% anak-anak India dan 6-9% anak-anak Jepang).
Kejadiannya setinggi 14% di Guam. Rasio pria-wanita sekitar 1,6 hingga 1,8. Kondisi
ini lebih umum pada anak-anak yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih
rendah, mungkin karena akses yang tidak memadai ke perawatan medis. Variasi
musiman dan diurnal dalam kejadian tersebut kejang demam telah diamati oleh para
peneliti di Amerika Serikat, Finlandia, dan Jepang. Pada dasarnya, sebagian besar
kejang demam terjadi pada bulan-bulan musim dingin dan sore hari (Leung, , 2018)
3
4
2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi kejang demam terbagi dalam kejang demam sederhana
(Simple febrile seizure) dan kejang demam kompleks (Complex febrile
seizure) (Beherman, 2002; Ikatan Dokter Indonesia, 2017; Pudijadi, 2010):
riwayat keluarga yang positif. Risiko kejang demam untuk anak-anak adalah sekitar
20% dengan saudara kandung yang terkena dan sekitar 33% dengan orang tua yang
terkena. Tingkat konkordansi sekitar 35-69% dan 14-20% pada kembar monozigot
dan kembar dizigotik, masing-masing. Gen yang mungkin meningkatkan risiko
kejang demam telah dipetakan ke lokus kromosom berikut: 1q31, 2q23-34, 3p24.2-
23, 3q26. 2-26.33, 5q14-15, 5q34, 6q22-24, 8q13-21, 18p11.2, 19p13.3, 19q, dan 21q
(Leung,2018).
Beberapa mode pewarisan telah diperkirakan, seperti mode pewarisan
autosom dominan dengan pengurangan penetrasi dan mode pewarisan multi-
poligenik atau multifaktorial. Telah diperlihatkan bahwa ketinggian suhu daripada
kecepatan kenaikan dalam suhu adalah faktor risiko yang paling signifikan untuk
pengembangan kejang demam pertama. Secara umum, semakin tinggi suhu, semakin
besar kemungkinan kejang demam. Anak-anak dengan demam kejang memiliki
ambang kejang yang lebih rendah. Infeksi virus adalah penyebab demam pada sekitar
80% kasus kejang demam. Roseola infantum (exanthem subitum), influenza A, dan
human coronavirus HKU1 menimbulkan risiko tertinggi untuk kejang demam. Viral
pernapasan atas infeksi saluran, faringitis, otitis media, dan Shigella gastroenteritis
adalah penyebab penting kejang demam lainnya (Beherman,2002; Leung,2018).
Anak-anak yang lahir prematur rentan terhadap kejang demam dan perawatan
pascanatal dengan kortikosteroid meningkatkan risiko lebih lanjut. Paparan nikotin
sebelum kehamilan dan / atau alkohol dikaitkan dengan sedikit peningkatan risiko
kejang demam. Prenatal atau stres perinatal dapat memiliki efek pemrograman pada
otak yang berkembang yang meningkatkan rangsangan saraf yang menghasilkan
ambang kejang yang lebih rendah. Eksposur perumahan terhadap kebisingan lalu
lintas dan polusi udara adalah faktor risiko lain (Leung,2018).
Zat besi sangat penting untuk berfungsinya neurotransmiter tertentu, seperti
monoamine oksidase dan aldehida oksidase. Anemia defisiensi besi dapat menjadi
predisposisi kejang demam. Defisiensi seng terlibat sebagai faktor risiko kejang
demam. Studi pendahuluan telah menunjukkan bahwa kekurangan vitamin B12, asam
8
folat, selenium, kalsium, dan magnesium meningkatkan risiko kejang demam. Faktor
risiko lain termasuk riwayat kejang demam, kejang demam pada kerabat tingkat
pertama, retardasi pertumbuhan intrauterin, tinggal di kamar bayi> 28 hari,
keterlambatan perkembangan saraf, dan kehadiran di tempat penitipan anak
(Leung,2018).
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak
3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik(Beherman,
2002).
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi
kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Beherman, 2002)
2.8 PENATALAKSANAAN
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu
pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan
kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam
intravena. Dosis diazepam IV adalah 0,2-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan
kecepatan 2mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10mg.
Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada
umumnya (Ismael,2016; Pudijadi, 2010; Pusponegoro;2012).
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehopital)
adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan dari 12 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 12 kg. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum
berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang kurang,
11
dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam IV 0,2- 0,5 mg.
Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus. Bila kejang
telah berhenti, pemberian obat selnajutnya tergantung dari indikasi terapi
antikonvulsan profilaksis (Ismael,2016; Pudijadi, 2010; Pusponegoro;2012).
Pemberian obat saat demam
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam (level of evidence 1, derajat rekomendasi A).
Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan
adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-
10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari (Ismael,2016; Pudijadi, 2010;
Pusponegoro;2012).
2. Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam.
Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu
faktor risiko dibawah ini (Ismael,2016; Pusponegoro;2012):
Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
Usia < 6 bulan
Bila kejang terjadi pada suhu tubuh < 39°C
Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kgBB/kali
per oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan
10 mg untuk berat badan ≥12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis
12
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
a. No Rekam Medis :228059
b. Tanggal Masuk : 4 Febuari 2020
c. Nama : An. MZA
d. Umur : 2 tahun 3 bulan
e. Jenis Kelamin : Laki-laki
f. Agama : Islam
g. Alamat : Jl. Merempan Hulu
Ayah Ibu
Nama Badrun Rominah
Umur 37 tahun 37 tahun
Pekerjaan Kerja Kampung IRT
Agama Islam Islam
Perkawinan Kawin Kawin
III. Anamnesis
15
16
Keluhan Utama :
Pasien datang ke IGD RSUD Tengku Rafi,an Siak diantar oleh ayah dan
ibunya pada tanggal 4 Febuari 2020 pukul 18.12 dengan keluhan kejang 30 menit
sebelum masuk RS. Awalnya pasien mengeluhkan demam tinggi sejak 12 jam
sebelum masuk RS.
Demam dirasakan tinggi dan terus menerus hingga mencapai suhu 38,6ºc. saat
suhu mencapai 38,6ºc tidak lama anak langsung kejang. Lamanya kejang kurang
lebih selama 5 menit, kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan mata
mendelik.
Kejang tidak diawali dengan kejang pada sebagian tubuh. Setelah kejang anak
sadar dan dalam 24 jam tidak ada kejang berulang. Kejang ini baru pertama kali
terjadi. Pasien ada batuk pilek sebelumnya, batuk kering(+), muntah(-) BAK
normal, BAB normal, nyeri telinga(-) sesak(-) .
Riwayat Imunisasi
Riwayat Keluarga
Kepala : normocephali
cekung -/-
Thorax
Paru :
Jantung :
Reflek fisiologis
• Hoffmann-Trommer: -/-
• Babinski: -/-
• Oppenheim: -/-
• Chaddock: -/-
Meningeal Sign
Darah
o Leukosit : 6.500 mm3
o Eritrosit : 4.900.000 mm3
o HB : 11,4 gr/dl
o Hematokrit : 36,4%
o Trombosit : 204.000 mm3
VI. Diagnosis
Kejang demam sederhana
VII. Diagnosis Banding
Meningitis
Epilepsi
Epilepsi Trigger of Fever
VIII. Penatalaksanaan
IVFD RL 85cc/kgBB/hari 17 tpm makro
Diazepam oral 3 x 2mg
Parasetamol syr 4 x 1 ½ cth
Diazepam suppos 10mg (bila kejang)
Diazepam 5mg IV (bila masih kejang)
IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
22
FOLLOW UP
No Tgl / Bulan Follow up
1. 05Febuari 2020 S : Demam(-) , Lemas(-) , Kejang(-), Mencret(-)
O : - Respirasi : 24 x /menit
- Nadi : 100 x /menit
- Suhu : 37,10C
A: Kejang Demam Sederhana
P : IV Plug
Diazepam oral 3 x 2 mg
Paracetamol 4 x 1 ½ cth
2 06 Febuari 2020 S : Demam, Kejang (-)
O : - Respirasi : 20 x /menit
- Nadi : 100 x /menit
- Suhu : 36,50C
A: -
P : Diazepam oral 3 x 2 mg
Paracetamol 4 x 1 ½ cth
Methisoprinol syr 3 x 1 cth
3 07 Febuari 2020 S : Demam (-), Kejang (-), batuk (+)
O : - Respirasi : 24 x/menit
- Nadi : 100 x/menit
- Suhu : 36,10C
A:-
P : Pasien dipulangkan
Diazepam oral 3 x 2 mg
Paracetamol 4 x 1 ½ cth
Methisoprinol syr 3 x 1 cth
Cefixime syr 2 x cth ¾
Bromhexin syr 3 x cth ½
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 ANAMNESIS
Pasien datang dengan keluhan kejang 30 menit sebelum masuk RS. Lamanya
kejang kurang lebih selama 5 menit, kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan
mata mendelik. Kejang tidak diawali dengan kejang pada sebagian tubuh. Setelah
kejang anak sadar dan dalam 24 jam tidak ada kejang berulang. Kejang ini baru
pertama kali terjadi. Kejang disertai oleh adanya demam tinggi sejak 12 jam sebelum
masuk IGD. Demam dirasakan tinggi terus menerus hingga mencapai suhu 38,6 O C.
Saat suhu mencapai 38,6O C, tidak lama anak langsung kejang. Pasien ada batuk pilek
sebelumnya, batuk kering(+), muntah(-) BAK normal, BAB normal, nyeri telinga(-)
sesak(-) . Berdasarkan gejala yang dialami pasien, menurut Pudijadi (2016)
penegakan diagnosis dari anamnesis ke pasien tersebut maka pasien termasuk kejang
demam sederhana. Kejang demam sederhana memiliki ciri kejang umum, durasi < 15
menit, kejang tidak berulang dalam 24 jam dan disertai adanya kenaikan sushu tubuh
diatas 38ºc. Pasien juga di dahului penaykit ISPA sebelum kejang.
4.2 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan kesadaran komposmentis, tanda
tanda vital yang sudah stabil yaitu suhu 36,2 nadi 100x/menit nafas 24x/menit.
Pemeriksaan reflek fisiologis sulit dinilai karena pasien tidak kooperatif. Pada
pemeriksaan reflek patologis didapatkan reflek babisnski(-/-) chaddok(-) hoofman-
tromner(-/-) kaku kuduk (-) brudzinski 1(-) brudzinski 2(-). Menurut Pudijadi (2016)
pemeriksaan fisik yang harus dinilai pada kejang demam yaitu pemeriksaan tanda-
tanda vital, pemeriksaan neurologi, tanda rangsang meningeal, pupil, saraf kranial,
reflek fisiologis dan patologis.
23
24
4.3 TATALAKSANA
Menurut Ismael (2016) pengobatan pada pasien kejang demam adalah apabila
saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan
kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam IV adalah 0,2-0,5 mg/kgBB
perlahan-lahan dengan kecepatan 2mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan
dosis maksimal 10mg.
Untuk mengobati demam pada pasien tersebut diberikan parasetamol dengan
dosis 10-15 mg/kgBB/kali diberikan tiap 4-6 jam, oleh karena berat pasien 15,4 kg
maka parasetamol diberikan 180 mg.
BAB V
KESIMPULAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak umur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu diatas 38°C, dengan
metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diklasifikasikan
menjadi 2 yaitu kejang demam sederhana dengan ciri kejang umum tonik, klonik atau
tonik-klonik, durasi < 15 menit, kejang tidak berulang dalam 24 jam dan kejang
demam kompleks dengan ciri kejang fokal atau fokal menjadi umum, durasi > 15
menit, kejang berulang dalam 24 jam (Lumbantobing, 2007; Pudijadi, 2010).
Pengobatan pada kejang demam terbagi menjadi pengobatan pada saat
kejang akut dan profilaksisnya. Pengobatan pada saat kejang akut adalah diazepam
IV adalah 0,2-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 2mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10mg. Secara umum, penatalaksanaan
kejang akut mengikuti algoritma kejang pada umumnya. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital) adalah diazepam rektal. Dosis
diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
Untuk pengobatan profilaksisnya, dapat diberikan antipiretik pada saat demam
dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali dan antikonvulsan dengan diazepam oral 0,3
mg/kgBB/kali per oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan
10 mg untuk berat badan ≥12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum
diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam
(Ismael,2016; Pusponegoro, 2012).
25
DAFTAR PUSTAKA
Beherman, R.E, Kliegman, R,M., 2002. Nelson Esensi Pediatri: Gangguan Kejang,
Edisi:4, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal: 854-861
Deliana,M., 2002, Tatalaksana Kejang Demam Pada Anak, Vol:4 No.59-62
Fuadi, Bahtera T., Wijayahadi N., 2010. ‘Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam
pada Anak’ Vol:12 No. 142-149
Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.
Ismael, S., Pusponegoro, Hardiono D., Widodo, Dwi P., Mangunatmadja, I.,
Handryastuti, S. 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta
Ismael, S., Pusponegoro, Hardiono D., Widodo, Dwi P., Mangunatmadja, I.,
Handryastuti, S. 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Status Epileptikus.
Badan Penerbit IDAI. Jakarta
Lumbantobing,S.M, 2007.Ilmu Kesehatan Anak: Kejang Demam. Jakarta, Balai
Penerbit FKUI
Leung, Alexander K. C., Hon, Kam L., Leung, Theresa N. H. 2018. Febrile Seizure.
Diakses: 24 febuari 2020, Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6052913/.
Marudur,, P.T., Herini, E.S., Satria, C.D., 2012. Predictive factors for recurrent
febrile seizures. Paediatrica Indonesiana; 52(6):317 – 23.
Pasaribu. 2013. Kejang Demam Sederhana pada Anak yang disebabkan karena
Infeksi Tonsil dan Faring. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung. Diakses: 27 Febuari 2020.
Pudijadi, A,H., Hegar,B., Handryastuti,S., Idris, N.S., Gandaputra, E.P., Harmoniati,
E.D., 2010, Pedoman Pelayanan Medis Jilid:1, Jakarta, Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
26
27
Pudijadi A.H., Latief A., Budiwardhana N., 2013, Buku Ajar Pediatri Gawat
Darurat, Jakarta, Ikatan Dokter Anak Indoneisa.
Pusponegoro, H.D, Widodo, D.P, Ismael,S. 2012. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam, Diakses: 24 Febuari 2020, http://www.idai.or.id/wp-
content/uploads/2013/02/Kejang-Demam-Neurology-2012.pdf
Tejani, Nooruddin R. 2018. Febrile Seizures. Diakses: 24 Febuari 2020, Available
from : https://emedicine.medscape.com/article/1176205-overview.