Anda di halaman 1dari 20

JUAL BELI DAN RIBA

Tugas ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada Mata Kuliah
Al-Fiqh Pada MTS dan MA

Disusun oleh:

Kelompok 8

Muhammad Yusuf (0301181064)

Nona Malasari (0301183232)

Winda Lestari (0301183218)

Dosen Pengampu:

Ihsan Satria, MA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
karunia-NYA kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “ Jual
Beli dan Riba”.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok yang
dibebankan kepada mahasiswa untuk mata kuliah Al-Fiqh Pada MTS dan MA.
Kami sangat berterima kasih kepada Bapak Ihsan Satria, MA . selaku Dosen
pengampu mata kuliah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih untuk teman-
teman yang telah membantu dalam mencari dan berbagi informasi mengenai tugas
yang diberikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran.
Kritik dan saran tersebut akan kami jadikan evaluasi kami kedepannya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Medan, 19November 2019

Kelomp
ok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang..................................................................................................1

B. Rumusan masalah.............................................................................................1

C. Tujuan penulisan...............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli..........................................................................................2

B. Hukum Jual Beli...............................................................................................3

C. Syarat dan Rukun Jual Beli...............................................................................4

D. Macam-macam Jual Beli..................................................................................7

E. Pengerian Qirad....................................................................................................... 7

F. Hukum Qirad............................................................................................................... 8

G. Syarat dan Rukun qirad.............................................................................................. 9

H. Jenis qirad................................................................................................................. 10

I.Pengertian Riba.................................................................................................11

J. Hukum Riba.....................................................................................................12

K. Jenis-jenis Riba...............................................................................................14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................................................15

ii
B. Saran...............................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-
masing berhajat kepada yang lain,saling tolong-menolong, tukar menukar keperluan
dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam
meminjam atau suatu usaha yang lain, baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan
umat. Dengan demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan menjadi ajang
silaturrahmi yang erat. Agar hak masing-masing tidak sia-sia dan guna menjaga
kemaslahatan umat, maka agar semuanya dapat berjalan dengan lancar dan teratur, agama
Islam memberikan peraturan yang sebaik-baiknya.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana tata cara Jual beli,Riba, dan Qirad ?

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui tata cara Jual beli, Riba, dan Qirad.

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Jual Beli

Jual-beli atau perdagangan dalam bahasa arab sering disebut dengan kata al-bay'u

(‫)البيع‬, al-tijarah (‫)التجارة‬, atau al-mubadalah (‫)املبادلة‬. Sebagaimana firman Allah SWT :

‫ور‬ ‫جِت‬ ِ ِ َ‫إِ َّن الَّ ِذين يْتلُو َن كِتَاب اللَّ ِه وأَقَاموا الصَّاَل َة وأَْن َف ُقوا مِم َّا رز ْقن‬
َ ُ‫اه ْم سًّرا َو َعاَل نيَةً َي ْر ُجو َن َ َار ًة لَ ْن َتب‬
ُ ََ َ ُ َ َ ََ

Arti: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan
shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada
mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan
perniagaan yang tidak akan merugi, ( QS. Fathir : 29)

Menurut Istilah, yaitu:


Al-Imam An-Nawawi di dalam Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab menyebutkan
jual-beli adalah :

“Tukar menukar harta dengan harta secara kepemilikan”.

Ibnu Qudamah di dalam Al-Mughni menyebutkan bahwa jual-beli sebagai :

“Pertukaran harta dengan harta dengan kepemilikan dan penguasaan. “

Dr. Wahbah Az-Zuhaili di dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu


mendefinisikan al-bay'u (‫ )البيع‬sebagai :

“Menukar sesuatu dengan sesuatu”.1

Sehingga bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan jual-beli adalah


kegiatan tukar-Menukar barang dengan barang yang lain dengan cara tertentu baik
dilakukan dengan memggunakan akad maupun tidak menggunakan akad. Intinya, antara
penjual dan pembeli telah mengetahui masing- masing bahwa transaksi jual beli telah
1
Ahmad Sarwat. Fiqih Jual Beli. ( Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2018), hal 5

2
berlangsung dengan sempurna. Penukaran itu dilakukan karena ada mamfaat yang
diambil dati barang tersebut dan alat tukarnya pun dianggap sesuatu yang bernilai atau
berharga.2

Dengan demikian jual beli melibatkan dua pihak, dimana satu pihak menyerahkan
uang sebagai pembayaran atas barang yang diterima dari penjual, dan pihak yang lainnya
menyerahkan barang sebagai ganti atas uang yang diterima dari pembeli.

2. Hukum Jual Beli

a. Dalil al-Qur’an

Dasar hukum jual beli adalah sebagai berikut Dasar al-Qur’an Hukum jual beli
pada dasarnya adalah halal atau boleh, berdasarkan :Q.S. al-Baqarah ayat : 275

ِ ‫الربا اَل ي ُقومو َن إِاَّل َكما ي ُقوم الَّ ِذي يتخبَّطُه الشَّيطَا ُن ِمن الْم‬ ِ َّ
َ ‫س ۚ ٰذَل‬
‫ك بِأَن َُّه ْم قَالُوا إِمَّنَا الَْبْي ُع‬ ِّ َ َ ْ ُ َ ََ ُ َ َ ُ َ َ ِّ ‫ين يَأْ ُكلُو َن‬
َ ‫الذ‬
ۖ ‫ف َوأ َْمُرهُ إِىَل اللَّ ِه‬ ِ ِ ِ ِّ ‫َح َّل اللَّهُ الَْبْي َع َو َحَّر َم‬
َ َ‫الربَا ۚ فَ َم ْن َجاءَهُ َم ْوعظَةٌ م ْن َربِّه فَا ْنَت َه ٰى َفلَهُ َما َسل‬ ِّ ‫ِمثْ ُل‬
َ ‫الربَا ۗ َوأ‬
‫اب النَّا ِر ۖ ُه ْم فِ َيها َخالِ ُدو َن‬
ُ ‫َص َح‬ َ ِ‫َو َم ْن َع َاد فَأُو ٰلَئ‬
ْ ‫كأ‬

“ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila . Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya…(Q.S. al-Baqarah : 275)

‫اض ِمْن ُك ْم ۚ َواَل َت ْقُتلُوا‬ ِ ‫يا أ َُّيها الَّ ِذين آمنُوا اَل تَأْ ُكلُوا أَموالَ ُكم بينَ ُكم بِالْب‬
ٍ ‫اط ِل إِاَّل أَ ْن تَ ُكو َن جِت َ َار ًة َع ْن َتَر‬َ ْ َْ ْ َ ْ َ َ َ َ
ِ ِ ِ
ً ‫أَْن ُف َس ُك ْم ۚ إ َّن اللَّهَ َكا َن ب ُك ْم َرح‬
‫يما‬
2
Ali Imran Sinaga. Buku Fiqih dan Ushul Fiqh.(Jakarta: Prenada Merdia Grup, 2018), hal 167.

3
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. ………. (Q.S. an-Nisa : 29)

b. Al-hadist

“Dari Rifa’ah ibn Rafi’ RA. Nabi Muhammad Saw. . Ditanya tentang mata pencaharian
yang paling baik, beliau menjawab, ‘Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap
jual-beli yang mabrur’.”(HR. Bazzar, hakim menyahihkannya dari Rifa’ah ibn Rafi’)

Maksud mabrur dalam hadits di atas adalah jual-beli yang terhindar dari usaha
tipu-menipu dan merugikan orang lain. Berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas maka
hukum dari jual beli adalah halal atau boleh3

3. Syarat dan Rukun Jual Beli

Syarat dan Rukun adalah hal-hal yang harus ada atau dipenuhi sebelum transaksi jual
beli

1) Aqidayn (yang membuat perjanjian), yaitu penjual dan pembeli, dengan syarat
keduanya harus sudah baligh dan berakal sehingga mengerti benar tentang
hakekat barang yang dijual. Adapun syarat-syarat bagi orang yang melakukan akad
adalah sebagai berikut

a. Aqil (berakal). Karena hanya orang yang sadar dan berakallah yang akan
sanggup melakukan transaksi jual beli secara sempurna. Karena itu anak kecil yang
belum tahu apa-apa dan orang gila tidak dibenarkan melakukan transaksi jual beli tanpa
kontrol pihak walinya, karena akan menimbulkan berbagai kesulitan dan akibat-akibat
buruk, misalnya penipuan dan sebagainya.

b. Tamyiz (dapat membedakan). Sebagai pertanda kesadaran untuk membedakan


yang baik dan yang buruk.

c. Mukhtar (bebas atau kuasa memilih). Yaitu bebas melakukan transaksi jual
beli, lepas dari paksaan dan tekanan. Rasulullah Saw. bersabda:
3
Kemenag. Buku Fiqh Kelas IX, HAL 27.

4
“Nabi Muhammad Saw. bersabda sesungguhnya jual beli itu sah, apabila dilakukan atas
dasar suka sama suka” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majjah)

2) Ma’qud ‘alaih, yaitu barang yang dijualbelikan. Syaratnya harus barang yang
jelas dan tidak semu. Barang itu harus ada manfaatnya, karena Allah mengharamkan jual
beli khamr, babi dan lain-lain yang masuk dalam hukumnya.

1) Suci

2) Bermanfaat

3) Dalam kekuasaaan penjual dan pembeli

4) Dapat diserah terimakan

5) Barangnya, kadar dan sifat harus diketahui oleh penjual dan pembeli

3) Sighat (pernyataan), yaitu ijab dan qabul.

Para ulama’ menetapkan tiga syarat dalam ijab dan qabul, yaitu:14

a. Ijab dan qabul harus jelas maksudnya sehingga dipahami oleh pihak yang
melangsungkan akad.

b. Antara ijab dan qabul harus sesuai dan tidak diselangi dengan kata-kata lain
antara ijab dan qabul.

c. Antara ijab dan qabul harus bersambung dan berada di tempat yang sama jika
kedua pihak hadir, atau berada di tempat yang sudah diketahui oleh keduanya.
Bersambungnya akad dapat diketahui dengan adanya sikap saling mengetahui di
antara kedua pihak yang melangsungkan akad, seperti kehadiran keduanya di tempat
berbeda, tetapi dimaklumi oleh keduanya.

Ijab adalah melakukan perbuatan tertentu yang menunjukkan kerelaan dan yang
muncul pertama kali dari salah seorang dari dua orang yang berakad, atau sesuatu yang
menggantikan posisinya, baik ia timbul dari mumalik (orang yang memberikan
kepemilikan) maupun mutamalik (orang yang memiliki).

5
Sementara qabul adalah apa yang disebutkan setelah itu oleh salah seorang di antara dua
orang yang berakad yang menunjukkan persetujuan dan ridhanya atas ijab yang
diucapkan pihak pertama.

4). Syarat dan alat transaksi jual beli

Alat transaksi jual beli haruslah alat yang bernilai dan diakui secara umum
penggunannya.Nilai tukar barang adalah termasuk unsur yang terpenting. Dan pada
zaman sekarang ini umumnya menggunakan mata uang sebagai alat nilai tukar barang

Menurut Imam Syafi'i, jual beli tidak cukup dilakukan hanya dengan serah-terima barang
tanpa ucapan apa pun. Menurut perkiraan saya, ijab dan qabul dua-duanya mempengaruhi
keharusan (implikasi hukum) jual beli, tanpa ada salah satunya yang tertunda dari satu
yang lain, sampai kedua pihak meninggalkan tempat transaksi. Maksudnya, ketika
penjual berkata: " sudah kujual barangku seharga anu dan anu" lalu sipembeli diam tanpa
menyatakan menerima (qabul) sampai mereka berdua berrpisah, lalu si pembeli datang
lagi setelah itu dan berkata: " sudah kuterima (qabaltu), maka itu tidak menjadi keharusan
(implikasi hukum) bagi penjual.

4. Macam-macam jual beli

1. Bai’ al-muqayadhah, yaitu jual beli barang dengan barang, atau yang lazim disebut
dengan barter. Seperti menjual hewan dengan gandum.

2. Ba’i al-muthlaq, yaitu jual beli barang dengan barang lain secara tangguh atau menjual
barang dengan s}aman secara mutlaq, seperti dirham, dolar atau rupiah.

3. Ba’i al-sharf, yaitu menjual belikan saman (alat pembayaran) dengan tsaman lainnya,
seperti dirham, dinar, dolar atau alat-alat pembayaran lainnya yang berlaku secara umum.

4. Ba’i as-salam. Dalam hal ini barang yang diakadkan bukan berfungsi sebagai mabi’
melainkan berupa dain (tangguhan) sedangkan uang yang dibayarkan sebagai saman, bisa
jadi berupa ‘ain bisa jadi berupa ain namun harus diserahkan sebelum keduanya berpisah.
Oleh karena itu saman dalam akad salam berlaku sebagai ‘ain4

6
B. Qirad

1. Pengertian Qiradh

Qiradh dan Mudharabah memiliki persamaan arti, yang berasal dari kata Qardh
“memutuskan”. Jadi dapat disimpulkan Qiradh adalah pemberian pinjaman modal kepada
orang lain untuk diperdagangkan yang bentuk keuntungannya diatur dalam suatu
perjanjian bersama. Adapun menurut istilah Syarak, ia dikenal sebagai suatu akad atau
perjanjian atas sekian uang untuk dipertindakkan oleh amil (pengusaha) dalam
perdagangan, kemudian keuntungannya dibagikan diantara keduanya menurut syarat-
syarat yang ditetapkan terlebih dulu, baik dengan sama rata maupun dengan kelebihan
yang satu atas lainnya.

Adapun menurut fuqaha adalah kesepakatan di antara dua orang untuk memutar
modal usaha, yang satu satu menyiapkan modal sedangkan yang lain bekerja. Kemudian,
hasil perdagangan tersebut dibagi berdua sesuai kesepakatan, dan jika rugi menjadi
tanggung jawab pemilik modal.

Asal hokum Qiradh mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw ketika
beliau mengikat akad Mudharabah dengan Siti Khadijah (sebelum menikah dnegannya)
dengan hartanya diperdagangkan di negeri Syam, sedangkan para sahabat Nabi telah
sepakat menetapkan cara perdagangan seperti ini.

Ada yang mengkisahkan Qiradh ini dengan Musaqah (mengairi tanaman) karena
memenuhi kehendak keperluan umum. Sebab ada kalanya seseorang mempunyai sawah
lading dan uang, namun dia tidak tahu atau mampu untuk bersawah atau bercocok tanam,
manakala yang lain pulasebaliknya. Selain itu, Qirdah juga sesuai dengan apa yang
diriwayatkan Ibnu Majah, bahwa Nabi saw pernah bersabda:

َ ‫ َو ا ل َمقَا َر‬, ‫ ا لبَيَ ُع إِ لَى أَ َج ٍل‬: ُ‫ثَالَ ثَةٌ فِي ِه َّن ا لبَ َر َكة‬
‫ َو ا‬, ُ‫ضة‬
ِ َ‫ير الَ لِلب‬
‫يع‬ ِ ‫ختِالَ طُ ا لبُرِّ بِا ل َّش ِع‬.
Artinya: tiga perkara ada barokah di dalamnya, yaitu jual beli yang diberi
tempo, pinjaman untuk diperniagakan, dan campuran gandum (bur)
dengan sya’ir (terigu) bukan untuk diperjual belikan.

2. Hukum Qiraḍ

Hukum Qiraḍ /Muḍarabah adalah boleh atau dibolehkan. Qiraḍ mengandung unsur saling tolong
menolong, antara pemilik modal (Perseorangan / LKS ) dengan pelaku usaha yang
membutuhkan dana atau modal. Dalam hal ini, Dewan Syari’ah Nasional MUI mengeluarkan

7
Fatwa tertanggal NO : 07/ DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Muḍarabah (Qiraḍ ). Di dalam
Fatwa tersebut dijelaskan tentang dasar-dasar keputusan dan persyaratan-persyaratannya.

Dalam Hadis Nabi riwayat Imam Ṭabrani :

“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai Muḍarabah, ia mensyaratkan
kepada mudharibnya agar tidak melewati lautan dan menuruni lembah, dan tidak membeli
hewan ternak, Jika persyaratan itu di langgar, Ia (mudharib) harus menaggung resikonya. Ketika
persyaratan yang ditetapkan Abbas itu di dengar Rasulullah Saw., beliau membolehkannya” (HR.

3. Rukun dan Syarat-syarat Qiradh

Setelah memahami pengertian dan hokum Qiradh, adapun rukun dan syarat-syarat
dalam Qiradh yaitu:

1. shighat

Yaitu ijab dan qabul dengan ucapan apa saja yang membawa
makna Qiradh atau bagi hasil karena yang menjadi maksud adalah
makna sehingga boleh dengan ucapan yang menunjukan akad seperti
saya memberikan qiradh kepadamu atau saya angkat kamu menjadi
pekerja saya atau dengan ucapan kata lampau, maka qabul
(penerimaan) harus dengan ucapan, dengan mengatakan saya terima
dan tidak cukup qabul hanya dengan perbuatan seperti mengambil
uang setelah si pemilik modal mengatakan saya memberi kamu qiradh
dengan pembagian keuntungan begini di antara kita, namun harus
didahului oleh ucapan.

2. dua pihak yang berakad

Yaitu pemilik modal dan pekerja. Keduanya harus memenuhi


syarat-syarat sebagai berikut;

Syarat pertama, bagi si pemodal sama dengan syarat yang


memberi hak wakil dan si pekerja sama dengan syarat yang menjadi
wakil sebab akad qiradh merupakan wakil dan perwakilan.

Syarat kedua, ada izin secara mutlak, tidak boleh bagi si pemodal
mempersempit ruang gerak si pekerjan.

Syarat ketiga, si pekerja bebas bekerja.

3. Harta

8
Harta dalam akad Qiradh meniscayakan syarat-syarat sebagai
beriku;

Syarat pertama, berupa uang, yaitu yang sudah di cetak atau belum
yang terbuat dari emas dan perak berupa uang dirham atau dinar yang
murni.

Syarat kedua, hendaknya modal di ketahui jumlah, jenis, dan


sifatnya untuk menghindari jahalah (ketidaktahuan) terhadap
keuntungan.

Syarat ketiga, harta yang di qiradhkan diketahui oleh pemilik.

Syarat keempat, hendaknya harta diserahkan kepada pekerja, dan


dia bebas berbuat dan bertindak.

4. Pekerjaan

Pekerjaan ini disyaratkan harus pekerjaan dalam perdagangan dan


bukan semua pekerjaan bisa untuk Qiradh, yang boleh hanya pekerjaan
yang bisa mendatangkan keuntungan didapat dengan cara menekuni
satu keahlian seperti menumbuk, mengadon roti, atau menenun dan
yang serupa itu.

5. Keuntungan

Jika ada keuntungan maka keuntungan tersebut dibagi untuk


sipemilik pemodal dan pekerja dan tidak dibolehkan ada syarat untuk
pihak ketiga karena sipemilik modal mengambil keuntungan karena
pekerjaanya, dan jika dia memberi Qiradh dengan syarat istri, anaknya
atau orang ketiga mendapat sepertiga keuntungan, maka Qiradh
menjadi batal sebab dia memberi orang lain sesuatu tanpa ada jerih
payah tapi jika dia juga mensyaratkan kepada mereka harus bekerja ini
artinya dia memberi Qiradh kepada dua orang.

4. Jenis Qirad

Jenis Qiraḍ Secara garis besar Qiraḍ dapat dibagi menjadi 2 jenis :

1. Muḍarabah Muṭlaqah, adalah bentuk kerjasama antara pemilik dana dan pengelola dana,
yang cakupannya sangat luas, dan tidak dibatasi oleh jenis usaha, lokasi, waktu, bentuk
pengelolaan, dan mitra kerjanya.

2. Muḍarabah Muqayyadah, adalah bentuk kerjasama antara kedua belah pihak, dan
pengelolanya di batasi oleh beberapa persyaratan. (kebalikan dari Muḍarabah Muṭlaqah)

9
C. Riba

1. Pengertian Riba

Riba menurut Bahasa adalah sesuatu yang bertambah dari pokonya, sedangkan
Riba menurut Syara’ adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu baik berbentuk
barang sejenis maupun uang yang berlebih ketika pengembaliannya sesuai dengan jatuh
temponya.

Adapun dalil pengharaman riba ini termaktub dalam firman-firman Allah Swt di
antaranya surah Ali Imran: 30 yang berbunyi:

ٍ ‫س ما ع ِملَت ِمن خ ٍ ضرا وما ع ِملَت ِمن س‬


ً ِ‫َن َبْيَن َها َو َبْينَهُ أ ََم ًدا بَع‬
ۗ ‫يدا‬ َّ ‫وء َت َو ُّد لَ ْو أ‬ ِ
ُ ْ ْ َ َ َ ً َ ْ‫َي ْو َم جَت ُد ُك ُّل َن ْف ٍ َ َ ْ ْ َرْي حُم‬
ِ‫وف بِالْعِبَاد‬
ٌ ُ‫َوحُيَ ِّذ ُر ُك ُم اللَّهُ َن ْف َسهُ ۗ َواللَّهُ َرء‬

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. 5

Contoh transaksi riba:

Anik membutuhkan modal Rp 1.000.000 (Satu Juta Rupiah) untuk berjualan roti.
Anik meminjam uang sebagai modal berjualan roti kepada Yesi. Yesi bersedia
memberikan pinjaman kepada Anik Rp 1.000.000 (satu juta rupiah), asalkan si Anik
nantinya mengembalikan pinjamannya sejumlah Rp 1.500.000 (Satu Juta Lima Ratus
Ribu Rupiah). Yesi tidak mau tahu apakah usaha itu nantinya untung atau rugi. Praktik
transaksi yang dilakukan Anik dan Yesi adalah riba, sebab (1) memberatkan Anik, karena
harus mengembalikan pinjaman Rp. 1.500.000 (tambah 50%). (2) tambahan sebesar Rp
500.000,- itu atas kemauan sebelah pihak, yaitu Yesi selaku pemberi pinjaman.
Contoh transaksi yang tidak mengandung riba:
Ahmad merintis peternakan ayam petelur. Modal yang dibutuhkan Ahmad Rp
2.500.000 (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah). Selanjutnya Ahmad meminjam BPR
Syari’ah Meru. Dalam akad perjanjian disepakati nisbah bagi hasil dari keuntungan 80 :

5
Ali Imran Sinaga. Buku Fiqih dan Ushul Fiqh.(Jakarta: Prenada Merdia Grup, 2018), hal 168.

10
20 (80 % untuk pengelola dan 20 % untuk pemilik modal). Setelah usaha berjalan,
Ahmad mendapat keuntungan bersih sebesar Rp 200.000/bulan. Jadi dalam setahun
Ahmad mendapat keuntungan Rp. 200.000 x 12 bulan = Rp 2.400.000,-.

Berdasar kesepakan nisbah bagi hasil = 80 : 20 maka didapatkan hasil sebagai berikut :

· Pengelola (Ahmad ) memperoleh : 80 % x Rp. 2.400.000 = Rp. 1.920.000


· Pemilik modal (BPRS Meru) memperoleh : 20 % x Rp. 2.400.000 = Rp. 480.000
Jumlah = Rp. 2.400.000

Dari hasil perhitungan di atas maka Ahmad harus mengembalikan Rp 2.980.000 terdiri
dari pinjaman pokok Rp 2.500.000 dan nisbah bagi hasil untuk BPRS Meru Rp. 480.000.

Dari cerita singkat di atas dapat diambil kesimpulan :Uang tambahan yang harus di setor
ke BPRS Meru Rp. 480.000, adalah bukan riba, sebab perhitungan keuntungan tersebut
sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak (Ahmad dan BPRS) dan ada unsur saling
menguntungkan/tidak ada yang dirugikan.6

2. Hukum Riba
Hukum riba dalam hukum Islam secara tegas dinyatakan haram. Berdasarkan dalil
tersebut di bawah ini :

{ۚ ‫س‬
ِّ ‫ان ِم َن الْ َم‬ َّ ُ‫وم الَّ ذِي َي تَ َخ بَّ طُ ه‬
ُ َ‫الش ْي ط‬ ُ ‫ون إِاَّل َك َم ا َي ُق‬
َ ‫وم‬
ُ ‫الر بَ ا اَل َي ُق‬ َ ُ‫ِين يَ أْ ُك ل‬
ِّ ‫ون‬ َّ
َ ‫ال ذ‬

ِّ ‫َح َّل اللَّ هُ الْ َب ْي َع َو َح َّر َم‬


ُ‫الر بَ ا ۚ{ فَ َم ْن َج اءَ ه‬ َ ‫الر بَ ا ۗ{ َو أ‬ َ ‫َٰذ ل‬
ِّ ‫ِك بِأَ نَّ ُه ْم قَ الُ وا إِمَّنَ ا الْ َب ْي ُع ِم ثْ ُل‬

‫اب‬ ٰ ‫م و عِظَ ةٌ ِم ن ر بِّ هِ فَ ا ْن َت ه ٰى َف لَ ه م ا س لَ ف و أَم ر ه إِىَل اللَّ هِ ۖ{ و م ن ع اد فَ أ‬


ُ ‫َص َح‬
ْ ‫ِك أ‬
َ ‫ُولَ ئ‬ َ َ ََْ ُ ُْ َ َ َ َ ُ َ َ ْ َْ

َ‫ِد ون‬
ُ ‫ِيه ا َخ ال‬
َ ‫النَّ ارِ ۖ{ ُه ْم ف‬

“ Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual
6
Ibid, hal 168.

11
beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya”. (Q.S. Al-Baqarah: 275)
Dalam kitab Rowai’ul Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam karya Muhammad Ali al-Ṣabuni
dijelaskan,bahwa bagi pemakan riba kelak di hari kiamat digambarkan akan
sempoyongan jatuh bangun seperti orang kesurupan (gila), karena perut mereka yang
besar dan berat, sehingga semua orang akan mengenalnya sebagai orang yang ketika di
dunia memakan riba.

b. Dalil Hadist

“Dari Jabir Ra. ia berkata, ‘Rasulullah Saw. telah melaknati orang-orang yang
memakan riba, orang yang menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil riba),
orang yang menuliskan, orang yang menyaksikannya, (dan selanjutnya), Nabi bersabda,
mereka itu semua sama saja’.” (H.R. Muslim)

c. Ijma’ para ulama

Ulama berpendapat bahwa, orang yang memakan riba kelak di akhirat akan dikumpulkan
dalam keadaan gila, kekal di neraka, dismakan dengan orang kafir, hingga mendapat
laknat dari Allah dan Rasul yang kekal, di duniapun orang yang makan riba kehidupanya
tercela, penuh kemarahan, hilang rasa keadilanya, dan selalu mendapat doa buruk dari
orang-orang yang merasa dizalimi. Hal itu terjadi disebabkan karena hilangnya kebaikan
dan barokah rizki, oleh karena itu, betapa buruk maksiat riba, betapa besar dosa riba dan
betapa kejinya akibat riba sehingga Allah Swt. sangat mengutuk dan mengharamkan
riba.Riba dengan segala macamnya diharamkan berdasarkan dalil-dalil yang tegas di atas.
Sedikit atau banyak, riba hukumnya sama yaitu haram.7

3. Jenis-Jenis Riba

7
Kemenag. Buku Fiqih Kelas IX, hal 37.

12
Berdasarkan ayat-ayat dan Hadis di atas. Ternyata riba sangat diharamkan dalam
islam. Keharaman riba ini telah disepakati seluruh ulama.

Riba yang diharamkan Islam ada dua macam, yaitu :

a. Riba Faḍli

Riba faḍli yaitu tukar menukar dua buah barang yang sama jenisnya, dengan
mensyaratkan suatu tambahan sehingga terdapat pihak yang dirugikan, contoh 1 Kg beras
ditukar dengan 2 kg beras, 1 liter madu ditukar dengan 2 liter madu. Perkara yang
dilarang adalah kelebihan (perbedaannya) ukuran/takaran tersebut. Nabi Muhammad
Saw. bersabda :

“Dari Ubaidah bin Ash-Shamit ra, Nabi Muhammad Saw. telah bersabda: emas dengan
emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan
kurma, garam dengan garam, hendaknya sama banyaknya, tunai dan timbang terima,
maka apabila berlainan jenisnya ini, maka boleh kamu menjual sekehendakmu, asalkan
dengan tunai.” (HR.Muslim dan Ahmad)

Supaya tukar menukar ini tidak termasuk riba maka harus ada 3 macam syarat yaitu:

1). Tukar menukar barang tersebut harus sama.


2). Timbangan atau takarannya harus sama.
3). Serah terima pada saat itu juga.

b. Riba Qarḍi

Riba qarḍi yaitu dalam utang piutang dengan syarat ada keuntungan atas bunga bagi yang
mengutangi. Contoh, utang Rp. 90.000 harus dikembalikan Rp. 95.000 jadi ada lebihnya
Rp. 5.000.

c. Riba Yad

Riba Yad yaitu bila meninggalkan tempat akad jual beli sebelum serah terima. Contoh,
seseorang membeli 1 kilo beras setelah uang dibayar maka si penjual pergi sedangkan

13
beras jualan dalam karung belum ditimbang ckuptidaknya. Jadi jual beli itu belum benar
-benar serah terima.

d. Riba Nasiah
Riba nasiah yaitu pertukaran barang yang ditangguhkan pengembaliannya dengan
memberikan tambahan dari modal. Biasanya ini terjadi dalam bentuk pinjaman uang yang
melebihi dari uang pokok pinjaman.Contohnya seorang menghutangi uang dalam jumlah
tertentu kepada orang lain dengan batas waktu tertentu, misalnya1 bulan atau 1 tahun.
Apabila sampai batas waktu tersebut penghutang belum mampu mengembalikan
kemudian pemberi hutang member syarat bunga sebagai imbalan dari tambahan batas
waktu yang telah diberikan.8

Para ulama bersepakat bahwa riba terdapat dalam dua hal: dalam jual beli dan
dalam sesuatu yang ditanggung seperti jual beli, pinjaman dan lainnya. Riba yang
terdapat di dalam sesuatu yang ditanggung terdiri dari dua jenis: Jenis pertama, jenis yang
disepakati, yaitu riba jahiliyyah yang terlarang; yaitu tindakan orang-orang jahiliyah yang
meminjamkan dengan pengembalian yang ditambah jika di tangguh kan. Orang-orang
jahiliyah biasa berkata: tangguh kan lah aku koma maka aku akan memberi tambahan
untukmu. inilah riba yang dimaksud oleh rasulullah Saw dalam sabda beliau pada haji
wada'.

" ketahuilah bahwa sesungguhnya riba jahiliah telah dihapuskan dan riba pertama yang
aku hapuskan adalah riba abbas bin abdul muthalib, sementara yang selanjutnya
hapuskanlah dan cepatlah."

jenis kedua adalah yang berkenaan dengan riba dalam jual bel,i para ulama
bersepakat bahwa jenisnya ada dua nasi'ah (penundaan) dan tafadhul (kelebihan); kecuali
pendapat yang diriwayatkan dari ibnu abbas yang mengingkari riba dengan tafadul
berdasarkan apa yang diriwayatkan menyadari Nabi Saw bahwa beliau bersabda,

"Tidak ada riba kecuali pada nasi'ah."

8
Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2016), hal 241.

14
jumhur fuqaha pun berpendapat bahwa ribet terkandung dalam kedua jenis ini berdetak
berdasarkan hadits shahih dari Nabi Saw.9

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
jual-beli adalah kegiatan tukar-Menukar barang dengan barang yang lain dengan
cara tertentu baik dilakukan dengan memggunakan akad maupun tidak menggunakan
akad.
Qiradh adalah pemberian pinjaman modal kepada orang lain untuk diperdagangkan
yang bentuk keuntungannya diatur dalam suatu perjanjian bersama.
Riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu baik berbentuk barang
sejenis maupun uang yang berlebih ketika pengembaliannya sesuai dengan jatuh
temponya.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini kami berharap agar pembaca dan kelompok kami
Mengetahui tentang Jual beli, Riba, dan qirad sesuai dengan agama islam. Dan kami

9
Kemenag. Buku Fiqh kelas IX, hal 38-39.

15
memohon apabila terdapat banyak kekurangan. Kami berharap kepada para pembaca agar
meberi kritik dan saran

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sarwat. 2018. Fiqih Jual Beli. Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing.

Ali Imran Sinaga.2018. Buku Fiqih dan Ushul Fiqh.(Jakarta: Prenada Merdia
Grup.

Kemenag. Buku Fiqh Kelas IX.

Ibnu Rusyd.2016. Bidayatul Mujtahid. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Imam Taqiyuddin Abubakar. 2007 Kifayatul Akhyar. Surabaya: Bina Iman.

Hussein Bahreisy. 1987. Pedoman Fiqih Islam. Surabaya: Usana Offset Printing.

Al Faqih Abul Wahd Muhammad. 2007.Bidayatul Mujtahid cet. Ke III, jilid 3 Jakarta:
Pustaka Amani.

16

Anda mungkin juga menyukai