Anda di halaman 1dari 42

A.

 Definisi
        1.      HIV
      Human Imunodeficiency Virus (HIV) 
adalah sejenis retrovirus yang termasuk dalam family lintavirus, retrovirus
memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA penjamu untuk
membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang.
Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang
(klinik laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS.
HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya.
Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk
mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+
dan limfosit (Nursalam 2007).Human immunodeficiency virus (HIV) adalah
penyebabacquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari
dua grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan
AIDS, tetapi HIV-1 yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia, dan
HIV-2 banyak ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan ke
dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Genom virus ini adalah RNA,
yang mereplikasi dengan menggunakan enzim reverse transcriptase untuk
menginfeksi sel mamalia (Finch, Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ).HIV
(Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4
sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit.
Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan
berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan
dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan
sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan
pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang
terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan
pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).Virus HIV
diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini
secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada
enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk
manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri
dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi
berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat
mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak
menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1
(Zein, 2006).HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat
hidup dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan
jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan
AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri,
parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi
oportunistik (Zein, 2006).           
 2.      AIDSAIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome,
yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh
yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk
melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).AIDS adalah sindroma
yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti
keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan
sebagainya (Laurentz, 2005).     AIDS adalah singkatan dari acquired
immunodeficiency syndrome dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi
yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi
virus HIV (Brooks, 2009). Virus HIV ini akan menyerang sel-sel sistem imun
manusia, yaitu sel T dan sel CD4 yang berperan dalam melawan infeksi dan
penyakit dalam tubuh manusia. Virus HIV akan menginvasi sel-sel ini, dan
menggunakan mereka untuk mereplikasi lalu menghancurkannya. Sehingga pada
suatu tahap, tubuh manusia tidak dapat lagi mengatasi infeksi akibat berkurangnya
sel CD4 dan rentan terhadap berbagai jenis penyakit lain. Seseorang didiagnosa
mengalami AIDS apabila sistem pertahanan tubuh terlalu lemah untuk melawan
infeksi, di mana infeksi HIV pada tahap lanjut (AVERT, 2011). 
B.     ETIOLOGI
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS.
Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas
morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris
dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi
retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur
ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi
fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen
virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi
pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV.
Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev membantu
keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef menginduksi
produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks,
2005). 
C.     PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel
yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi
dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus
( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan
bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi
dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian
sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha
mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.Virus HIV dengan suatu enzim,
reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi genetik
dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan
disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi
infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat
mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam
tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang
menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen
yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi
limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap
infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang
biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk
menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.Dengan menurunya jumlah
sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti
berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap
tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama
waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah
sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah
infeksi.Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster
dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya
penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi
yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh
dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker
atau dimensia AIDS.
 
D.PATHWAY  E.     MANIFESTASI KLINIK
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala
yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
1.      Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologise. Demensia/ HIV ensefalopati 
2.      Gejala minor
a.   Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b.  Dermatitis generalisata
c.  Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeale.       Herpes simpleks kronis
progresiff.       Limfadenopati generalisatag.      Infeksi jamur berulang pada alat
kelamin wanitah.      Retinitis virus SitomegaloMenurut Mayo Foundation for
Medical Education and Research (MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS
dibagi atas beberapa fase
1.      Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.
Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada
orang lain.
2.      Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.
Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,
penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti
pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare,
berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.3.      Fase
akhirSelama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS. Gejala Minor  Menurut Anthony (Fauci dan
Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan mengikut fasenya.           
 3.   Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu
selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam,
faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia,
penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal
neuropati, myelopathy,mucocutaneous ulceration, dan erythematous
maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma
viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika
seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual.
Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun
terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami
limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri. 
4.  Fase asimptomatik    
 Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan
bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara
langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA
virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada
pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.
5.  Fase simptomatik    Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun
atau lebih       setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi       
tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS. 
F. CARA PENULARANHIV 
berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu
(KPA, 2007).Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak
seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa
kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006)
1.      SeksualPenularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling
dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat
terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-
laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral
(mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal
yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
2.      Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus
HIV.
3.     Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk
ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau
pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika
melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja
(tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
4.     Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya
dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut
disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.
5.      Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6.      Penularan dari ibu ke anak
7.      Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung,
dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.       
8.     Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas             
laboratorium.Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun
defenitif, yaitu pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang
bekerja dengan spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda
tajam (Fauci, 2000).
Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi
baik melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada pekerja
kesehatan. Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci,
2000). Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat
ditularkan antara lain:
1.      Kontak fisik
Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas
dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan
pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan
dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular.Dari
keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi toilet atau melalui hal-hal sehari-
hari seperti berbagi makanan, tidak akan menyebabkan seseorang tertular.
2.      Memakai milik penderita
Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan
kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular.
3.      Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
4.   Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.    
G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat tetap
sehat lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi orang lain dengan
mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein yang
menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus. Protein ini yang
dikenal sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu
setelah infeksi awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6 minggu selepas paparan
akan memberi hasil tes yang negatif (Swierzewski, 2010).Menurut University of
California San Francisco (2011), ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay)
adalah salah satu tes yang paling umum dilakukan untuk menentukan apakah
seseorang terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi HIV.kronis, tetapi karena
antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil tes mungkin negatif
selama beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu
jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan infeksi.
Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi.
Tes Western blotadalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di mana
protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke
kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat antibodi,
maka ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan protein gp41 dan
p24. Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel secara enzimatis terhadap
IgG manusia. Reaksi warna mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum
pasien yang telah terinfeksi (Shaw dan Mahoney, 2003) Tes OraQuick adalah tes
lain yang menggunakan sampel darah untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes
ini dapat diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes positif harus dikonfirmasi
dengan tes Western blot (MacCann, 2008).Tes ELISA dan Western blot dapat
mendeteksi antibodi terhadap virus, manakala polymerase chain reaction (PCR)
mendeteksi virus HIV. Tes ini dapat mendeteksi HIV bahkan pada orang yang
saat ini tidak memproduksi antibodi terhadap virus. Secara khusus, PCR
mendeteksi “proviral DNA”. HIV terdiri dari bahan genetik yang dikenal
RNA. Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR digunakan untuk
konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan Western blot negatif; dalam
beberapa minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi dapat dideteksi; jika
hasil Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana antibodi ibunya
merumitkan tes lain (Swierzewski, 2010). 
H.     KOMPLIKASI
Komplikasi primer :
1.     MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder
2.   Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati )
3.  Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV 
4. Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium) 
I.     PENCEGAHAN
Menurut The National Women’s Health Information Center (2009), tiga cara
untuk pencegahan HIV/AIDS secara seksual adalah abstinence (A), artinya tidak
melakukan hubungan seks, be faithful (B), artinya dalam hubungan seksual setia
pada satu pasang yang juga setia padanya, penggunaan kondom (C) pada setiap
melakukan hubungan seks. Ketiga cara tersebut sering disingkat dengan
ABC.Terdapat cara-cara yang efektif untuk motivasikan masyarakat dalam
mengamalkan hubungan seks aman termasuk pemasaran sosial, pendidikan dan
konseling kelompok kecil. Pendidikan seks untuk remaja dapat mengajarkan
mereka tentang hubungan seksual yang aman, dan seks aman. Pemakaian kondom
yang konsisten dan betul dapat mencegah transmisi HIV (UNAIDS, 2000).Bagi
pengguna narkoba harus mengambil langkah-langkah tertentu untuk mengurangi
risiko tertular HIV, yaitu beralih dari NAPZA yang harus disuntikkan ke yang
dapat diminum secara oral, jangan gunakan atau secara bergantian menggunakan
semprit, air atau alat untuk menyiapkan NAPZA, selalu gunakan jarum suntik
atau semprit baru yang sekali pakai atau jarum yang secara tepat disterilkan
sebelum digunakan kembali, ketika mempersiapkan NAPZA, gunakan air yang
steril atau air bersih dan gunakan kapas pembersih beralkohol untuk bersihkan
tempat suntik sebelum disuntik (Watters dan Guydish, 1994).Bagi seorang ibu
yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus tersebut kepada bayinya ketika masih
dalam kandungan, melahirkan atau menyusui. Seorang ibu dapat mengambil
pengobatan antiviral ketika trimester III yang dapat menghambat transmisi virus
dari ibu ke bayi. Seterusnya ketika melahirkan, obat antiviral diberi kepada ibu
dan anak untuk mengurangkan risiko transmisi HIV yang bisa berlaku ketika
proses partus. Selain itu, seorang ibu dengan HIV akan direkomendasikan untuk
memberi susu formula karena virus ini dapat ditransmisi melalui ASI ( The
Nemours Foundation, 1995).Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti
Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) yang meliputi, cara penanganan
dan pembuangan barang-barang tajam , mencuci tangan dengan sabun dan air
sebelum dan sesudah dilakukannya semua prosedur, menggunakan alat pelindung
seperti sarung tangan, celemek, jubah, masker dan kacamata pelindung (goggles)
saat harus bersentuhan langsung dengan darah dan cairan tubuh lainnya,
melakukan desinfeksi instrumen kerja dan peralatan yang terkontaminasi dan
penanganan seprei kotor/bernoda secara tepat.Selain itu, darah dan cairan tubuh
lain dari semua orang harus dianggap telah terinfeksi dengan HIV, tanpa
memandang apakah status orang tersebut baru diduga atau sudah diketahui status
HIV-nya (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010-2011). 
J.    PENATALAKSANAAN MEDIS
1.      Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk
HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV.
Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV
biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orangyang
mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka
suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah
mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV
berikut ini dapat mengunakan:a.       Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase
Inhibitors (NRTI'), mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV
dalam mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya
AZT, ddl, ddC & 3TC).b.      Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors
(NNRTI's) memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse
transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial
untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan
NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza
(Sustiva).c.       Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan
menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah
dan dilepaskan.
2.      Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang
mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan,
persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan,
kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan
terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi
penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut
adalah:a.       Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang         
dari 14–28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini
menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai
pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu
rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah
menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan
Lamivudine (3TC)b.      Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu
dalam masa persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari.
Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%.
Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah
ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis
dalam 3 hari.
3.      Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat
antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari,
untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi,
baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan
dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani
untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan
perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan,
keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang
aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan
untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah
memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP
yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi
yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72
jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang
memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP
tidak merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS
sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek
samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman.
4.      Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi
untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula
kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi
HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV,
menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS.
Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi
pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh
respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks, 2005).5.      Pengendalian
Infeksi Opurtunistik  Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan
infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis. 
K.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN
 Riwayat : Tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi,
menggunakan obat-obat.
 Penampilan umum : pucat dan kelaparan
 Gejala Subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil,
keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun,
nyeri, dan sulit tidur.
 Kepala: Sakit kepala, edem muka, ulser pada bibir atau mulut, mulut
kering, suara berubah, epsitaksis.
 Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo,
ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.
 Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan
ADL.
 Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi.
 Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, menggunakan otot  bantu
pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
 GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun,
diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
 Genital : lesi atau eksudat pada genital.
 Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.
  L.       DIAGNOSA KEPERAWATAN   
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1.    Nyeri b.d agen injury biologis
2.  Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis, psikologis
3.    Resiko kekurangan  volume cairan b.d diare berat
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi 
metabolisme           M. INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


O
1. Nyeri Setelah dilakukan -       Kaji -       Mengindikasik
berhubungan tindakan keluhan nyeri, an kebutuhan untuk
dengan inflamasi/ keperawatan perhatikan intervensi dan juga
kerusakan selama 3x24 jam lokasi, tanda-tanda
jaringan ditandai diharapkan nyeri intensitas, perkembangan 
dengan keluhan hilang dengan frekuensi dan komplikasi.
nyeri, perubahan kriteria hasil : waktu. Tandai  
denyut nadi, 1.    Pasien tidak gejala  
kejang otot, mengeluh nyeri. nonverbal -       Meningkatkan
ataksia, lemah 2.    Menunjukkan misalnya relaksasi dan
otot dan gelisah. ekspresi wajah gelisah, perasaan sehat.
tenang. takikardia,  
3.    Dapat meringis.  
istirahat/tidur -       Instruksik -       Dapat
dengan adekuat. an pasien mengurangi ansietas
untuk dan rasa sakit,
menggunakan sehingga persepsi
visualisasi atau akan intensitas rasa
imajinasi, sakit.
relaksasi -       Memberikan
progresif, penurunan
teknik nafas nyeri/tidak nyaman,
dalam. mengurangi demam.
-       Motivasi Obat yang dikontrol
pengungkapan pasien berdasar
perasaan. waktu 24 jam dapat
  mempertahankan
-       Berikan kadar analgesia
analgesik atau darah tetap stabil,
antipiretik mencegah
narkotik. kekurangan atau
Gunakan ADP kelebihan obat-
(analgesic obatan.
yang dikontrol -       Meningkatkan
pasien) untuk relaksasi atau
memberikan menurunkan
analgesia 24 tegangan otot.
jam.
 
 
-       Lakukan
tindakan
paliatif misal
pengubahan
posisi, masase,
rentang gerak
pada sendi
yang sakit.
2. Ketidakseimbang Setelah dilakukan -       Kaji -        Lesi mulut,
an nutrisi kurang tindakan kemampuan tenggorok dan
dari kebutuhan keperawatan untuk esophagus dapat
tubuh selama 3x24 jam mengunyah, menyebabkan
berhubungan diharapkan berat perasakan dan disfagia, penurunan
dengan gangguan badan kembali menelan. kemampuan pasien
intestinal ditandai normal dengan   untuk mengolah
dengan kriteria hasil :   makanan dan
penurunan berat 1.    Menunjukkan   mengurangi
badan, penurunan peningkatan berat -       Auskultas keinginan untuk
nafsu makan, badan. i bising usus makan.
kejang perut, 2.    Nafsu makan   -        Hopermotilita
bising usus pasien kembali   s saluran intestinal
hiperaktif, normal.   umum terjadi dan
keengganan 3.    Tidak ada   dihubungkan
untuk makan, tanda-tanda -       Rencanak dengan muntah dan
peradangan malnutrisi an diet dengan diare, yang dapat
rongga bukal. 4.    Berat badan orang terdekat, mempengaruhi
ideal sesuai dengan jika pilihan diet atau
tinggi badan. memungkinak cara makan.
an sarankan -        Melibatkan
makanan dari orang terdekat
rumah. dalam rencana
Sediakan member perasaan
makanan yang control lingkungan
sedikit tapi dan mungkin
sering berupa meningkatkan
makanan padat pemasukan.
nutrisi, tidak Memenuhi
bersifat asam kebutuhan akan
dan juga makanan
minuman nonistitusional
dengan pilihan mungkin juga
yang disukai meningkatkan
pasien. Dorong pemasukan.
konsumsi  
makanan  
berkalori  
tinggi yang  
dapat  
merangsang -        Rasa sakit
nafsu makan. pada mulut atau
-       Batasi ketakutan akan
makanan yang mengiritasi lesi
menyebabkan pada mulut
mual atau mungkin akan
muntah. menyebabakan
Hindari pasien enggan untuk
menghidangka makan. Tindakan ini
n makanan akan berguna untuk
yang panas meningkatakan
dan yang susah pemasukan
untuk ditelan. makanan.
  -        Mengindikasi
-       Tinjau kan status nutrisi
ulang dan fungsi organ,
pemerikasaan dan
laboratorium, mengidentifikasi
misal BUN, kebutuhan
Glukosa, pengganti.
fungsi hepar,  
elektrolit, -        Mengurangi
protein, dan insiden muntah dan
albumin. meningkatkan
-       Berikan fungsi gaster
obat anti
emetic
misalnya
metoklopramid
.
3. Resiko tinggi Setelah dilakukan -       Pantau -        Mempertahan
kekurangan tindakan pemasukan kan keseimbangan
volume cairan keperawatan oral dan cairan, mengurangi
berhubungan selama 3x24 jam pemasukan rasa haus dan
dengan diare diharapkanresiko cairan melembabkan
berat tinggi kekurangan sedikitnya membrane mukosa.
volume cairan 2.500 ml/hari. -        Meningkatkan
tidak terjadi   pemasukan cairan
dengan kriteria -       Buat tertentu mungkin
hasil : cairan mudah terlalu
1.   Mempertahank diberikan pada menimbulkan nyeri
an urine output pasien; untuk dikomsumsi
sesuai dengan usia gunakan cairan karena lesi pada
dan BB, BJ urine yang mudah mulut.
normal, HT ditoleransi  
normal. oleh pasien  
2.    Tekanan dan yang -        Indicator tidak
darah, nadi, suhu menggantikan langsung dari status
tubuh dalam batas elektrolit yang cairan.
normal. dibutuhkan, -        Mungkin
3.    Tidak ada misalnya dapat mengurangi
tanda-tanda Gatorade. diare
dehidrasi, -       Kaji  
elastisitas turgor turgor kulit,  
kulit baik. membrane  
mukosa dan  
rasa haus.  
-       Hilangak  
an makanan -        Menurunkan
yang potensial jumlah dan
menyebabkan keenceran feses,
diare, yakni mungkin
yang pedas, mengurangi kejang
berkadar usus dan peristaltis.
lemak tinggi,
kacang, kubis,
susu.
Mengatur
kecepatan atau
konsentrasi
makanan yang
diberikan
berselang jika
dibutuhkan.
-       Berikan
obat-obatan
anti diare
misalnya
ddifenoksilat
(lomotil),
loperamid
Imodium,
paregoric.
4. Intoleransi Setelah dilakukan -       Kaji pola -       Berbagai
aktivitas tindakan tidur dan catat factor dapat
berhubungan keperawatan perunahan meningkatkan
dengan selama 3x24 jam dalam proses kelelahan, termasuk
penurunan diharapkan berpikir atau kurang tidur,
produksi intoleransi berperilaku tekanan emosi, dan
metabolisme aktivitas dapat   efeksamping obat-
ditandai dengan teratasi dengan -       Rencanak obatan
kekurangan kriteria hasil : an perawatan -       Periode
energy yang tidak 1.    berpartisipasi untuk istirahat yang sering
berubah atau dalam aktivitas menyediakan sangat yang
berlebihan, yang diinginkan fase istirahat. dibutuhkan dalam
ketidakmampuan dalam tingkat Atur aktifitas memperbaiki atau
untuk kemampuannya. pada waktu menghemat energi.
mempertahankan 2.    Mampu pasien sangat Perencanaan akan
rutinitas sehari- melakukan berenergi membuat pasien
hari, kelesuan, aktivitas sehari-   menjadi aktif saat
dan hari dengan   energy lebih tinggi,
ketidakseimbanga mandiri,   sehingga dapat
n kemampuan 3.    Tanda-tanda -       Dorong memperbaiki
untuk vital normal. pasien untuk perasaan sehat dan
berkonsentrasi. melakukan control diri.
apapun yang -       Memungkinka
mungkin, n penghematan
misalnya energy, peningkatan
perawatan diri, stamina, dan
duduk dikursi, mengijinkan pasien
berjalan, pergi untuk lebih aktif
makan tanpa menyebabkan
-       Pantau kepenatan dan rasa
respon frustasi.
psikologis -       Toleransi
terhadap bervariasi
aktifitas, misal tergantung pada
perubahan TD, status proses
frekuensi penyakit, status
pernafasan nutrisi,
atau jantung keseimbangan
-       Rujuk cairan, dan tipe
pada terapi penyakit.
fisik atau -       Latihan setiap
okupasi hari terprogram dan
aktifitas yang
membantu pasien
mempertahankan
atau meningkatkan
kekuatan dan tonus
otot.
            
 
   DAFTAR PUSTAKA 
Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media
SculapiusMarilyn , Doenges , dkk . 1999 .Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien .
Jakarta : EGCPrice , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis
Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit . Jakarta : EGCUGI.2012.”Diet Penyakit
HIV/AIDS”,(Online),(http://ugiuntukgiziindonesia. blogspot.com/2012/05/diet-
penyakit-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012
 
Pasted from <https://anisahshintarini14.blogspot.co.id/>
 

HIV - AIDS
A.    PENGERTIAN    
           1.      HIV
 Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang
termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan
menggunakan RNA nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA
dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya
HIV menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik laten), dan utamanya
penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa
kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan
menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri.
Dalam proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit
(Nursalam 2007).
 Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu
HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1
yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia, dan HIV-2 banyak
ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan
lentivirus atau retroviridae. Genom virus ini adalah RNA, yang mereplikasi
dengan menggunakan enzim reverse transcriptase untuk menginfeksi sel
mamalia (Finch, Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ).
 HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS.
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas
menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki
CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel
limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan
berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan
dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan
sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan
pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang
terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
 Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau
retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang
tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel
mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara
lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing
grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara
evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang
paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah
grup HIV-1 (Zein, 2006).
 HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup
dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke
dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini
ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit
maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik
(Zein, 2006).
            2.      AIDS
 AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome,
yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan
tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai
kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan
penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini,
sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).
 AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler
pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat
menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat
supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya (Laurentz,
2005).
 AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency
syndrome dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait
dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus
HIV (Brooks, 2009). Virus HIV ini akan menyerang sel-sel sistem imun
manusia, yaitu sel T dan sel CD4 yang berperan dalam melawan infeksi dan
penyakit dalam tubuh manusia. Virus HIV akan menginvasi sel-sel ini, dan
menggunakan mereka untuk mereplikasi lalu menghancurkannya. Sehingga
pada suatu tahap, tubuh manusia tidak dapat lagi mengatasi infeksi akibat
berkurangnya sel CD4 dan rentan terhadap berbagai jenis penyakit lain.
Seseorang didiagnosa mengalami AIDS apabila sistem pertahanan tubuh
terlalu lemah untuk melawan infeksi, di mana infeksi HIV pada tahap lanjut
(AVERT, 2011).
B.     ETIOLOGI
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab
AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili
lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya
nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus ini
mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag,
pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus
yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase
awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen
virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya.
Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari
infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural
virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari
nukleus. Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag,
yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).
C.     PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah
sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan
terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan
dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu
antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon
imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel
lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4
yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha
mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan
melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi
untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam
nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi
yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat
mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV
didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus
HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper
adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi
limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau
fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan
menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin
lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag
dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama
waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml
darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun
setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster
dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat
timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi.
Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap
AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau
apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
D.    TANDA DAN GEJALA
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2
gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum
terjadi):
1.      Gejala mayor:
a.       Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b.      Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c.       Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d.      Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e.       Demensia/ HIV ensefalopati
2.      Gejala minor:
a.       Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b.      Dermatitis generalisata
c.       Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d.      Kandidias orofaringeal
e.       Herpes simpleks kronis progresif
f.       Limfadenopati generalisata
g.      Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h.      Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and
Research (MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas
beberapa fase.
1.      Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda
infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit
kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat
menularkan virus kepada orang lain.
2.      Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau
lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun
tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis
seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang
khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
 
3.      Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan
berakhir pada penyakit yang disebut AIDS. Gejala Minor
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat
dibagikan mengikut fasenya.
      1.      Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu
selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam,
faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia,
penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal
neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous
maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma
viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika
seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual.
Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun
terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami
limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
      2.      Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan
bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara
langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA
virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada
pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.
      3.      Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS.

 
E.     CARA PENULARAN
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang
berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan
vagina dan air susu ibu (KPA, 2007).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak
seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak
selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu).
(Zein, 2006)
1.      Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi
selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki.
Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral
(mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau
anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
2.      Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus
HIV.
3.      Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk
ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau
pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika
melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja
(tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
4.      Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya
dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut
disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.
5.      Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6.      Penularan dari ibu ke anak
7.      Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung,
dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
            8.      Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas
laboratorium.
Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif,
yaitu pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja
dengan spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda
tajam (Fauci, 2000).
Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan
infeksi baik melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu
bekerja pada pekerja kesehatan. Selain itu air liur terdapat inhibitor
terhadap aktivitas HIV (Fauci, 2000). Menurut WHO (1996), terdapat
beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan antara lain:
1.      Kontak fisik
 Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS,
bernapas dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu
ruangan dengan pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun
mencium pipi, tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan
menyebabkan seseorang tertular.
 Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi toilet atau
melalui hal-hal sehari-hari seperti berbagi makanan, tidak akan menyebabkan
seseorang tertular.
2.      Memakai milik penderita
Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun
peralatan kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular.
3.      Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
4.      Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.
D.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat
tetap sehat lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi
orang lain dengan mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi
keberadaan virus dan protein yang menghasilkan sistem kekebalan tubuh
untuk melawan virus. Protein ini yang dikenal sebagai antibodi, biasanya
tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu setelah infeksi awal. Maka
jika melakukan tes 3 hingga 6 minggu selepas paparan akan memberi
hasil tes yang negatif (Swierzewski, 2010).
Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA
(enzyme-linked immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling
umum dilakukan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV.
ELISA sensitif pada infeksi HIV.
kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi,
maka hasil tes mungkin negatif selama beberapa minggu setelah infeksi.
Walaupun hasil tes negatif pada waktu jendela, seseorang itu mempunyai
risiko yang tinggi dalam menularkan infeksi. Jika hasil tes positif, akan
dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi. Tes Western blot adalah
diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di mana protein virus
ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke kertas
nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat
antibodi, maka ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan
protein gp41 dan p24. Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel
secara enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi warna mengungkapkan
adanya antibodi HIV dalam serum pasien yang telah terinfeksi (Shaw
dan Mahoney, 2003) Tes OraQuick adalah tes lain yang menggunakan
sampel darah untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat
diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes positif harus dikonfirmasi
dengan tes Western blot (MacCann, 2008).
Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap virus,
manakala polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes
ini dapat mendeteksi HIV bahkan pada orang yang saat ini tidak
memproduksi antibodi terhadap virus. Secara khusus, PCR mendeteksi
“proviral DNA”. HIV terdiri dari bahan genetik yang dikenal
RNA. Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR
digunakan untuk konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan Western
blot negatif; dalam beberapa minggu pertama setelah infeksi, sebelum
antibodi dapat dideteksi; jika hasil Western blot tidak tentu dan pada
bayi baru lahir dimana antibodi ibunya merumitkan tes lain
(Swierzewski, 2010).
E.     KOMPLIKASI
Komplikasi primer :
   §  MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder
   §  Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati )
   §  Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV 
   §  Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)
F.     PENCEGAHAN
Menurut The National Women’s Health Information Center (2009), tiga
cara untuk pencegahan HIV/AIDS secara seksual adalah abstinence (A),
artinya tidak melakukan hubungan seks, be faithful (B), artinya dalam
hubungan seksual setia pada satu pasang yang juga setia padanya,
penggunaan kondom (C) pada setiap melakukan hubungan seks. Ketiga
cara tersebut sering disingkat dengan ABC.
Terdapat cara-cara yang efektif untuk motivasikan masyarakat dalam
mengamalkan hubungan seks aman termasuk pemasaran sosial,
pendidikan dan konseling kelompok kecil. Pendidikan seks untuk remaja
dapat mengajarkan mereka tentang hubungan seksual yang aman, dan
seks aman. Pemakaian kondom yang konsisten dan betul dapat
mencegah transmisi HIV (UNAIDS, 2000).
Bagi pengguna narkoba harus mengambil langkah-langkah tertentu
untuk mengurangi risiko tertular HIV, yaitu beralih dari NAPZA yang
harus disuntikkan ke yang dapat diminum secara oral, jangan gunakan
atau secara bergantian menggunakan semprit, air atau alat untuk
menyiapkan NAPZA, selalu gunakan jarum suntik atau semprit baru
yang sekali pakai atau jarum yang secara tepat disterilkan sebelum
digunakan kembali, ketika mempersiapkan NAPZA, gunakan air yang
steril atau air bersih dan gunakan kapas pembersih beralkohol untuk
bersihkan tempat suntik sebelum disuntik (Watters dan Guydish, 1994).
Bagi seorang ibu yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus tersebut
kepada bayinya ketika masih dalam kandungan, melahirkan atau
menyusui. Seorang ibu dapat mengambil pengobatan antiviral ketika
trimester III yang dapat menghambat transmisi virus dari ibu ke bayi.
Seterusnya ketika melahirkan, obat antiviral diberi kepada ibu dan anak
untuk mengurangkan risiko transmisi HIV yang bisa berlaku ketika
proses partus. Selain itu, seorang ibu dengan HIV akan
direkomendasikan untuk memberi susu formula karena virus ini dapat
ditransmisi melalui ASI ( The Nemours Foundation, 1995).
Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan Universal
(Universal Precaution) yang meliputi, cara penanganan dan pembuangan
barang-barang tajam , mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah dilakukannya semua prosedur, menggunakan alat pelindung
seperti sarung tangan, celemek, jubah, masker dan kacamata pelindung
(goggles) saat harus bersentuhan langsung dengan darah dan cairan
tubuh lainnya, melakukan desinfeksi instrumen kerja dan peralatan yang
terkontaminasi dan penanganan seprei kotor/bernoda secara tepat.Selain
itu, darah dan cairan tubuh lain dari semua orang harus dianggap telah
terinfeksi dengan HIV, tanpa memandang apakah status orang tersebut
baru diduga atau sudah diketahui status HIV-nya (Komisi
Penanggulangan AIDS, 2010-2011).
G.    PENATALAKSANAAN MEDIS
1.      Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk
HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV.
Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV
biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orangyang
mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka
suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah
mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV
berikut ini dapat mengunakan:
a.       Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'),
mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah
perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC &
3TC).
b.      Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's)
memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse
transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial
untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan
NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
c.       Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan
menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan
rumah dan dilepaskan.
2.      Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang
mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan,
persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan,
kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan
terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi
penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
a.       Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari
14–28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini
menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek
dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50%
penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas
38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT)
dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
b.      Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa
persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari.
Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar
47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet
kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan
satu dosis dalam 3 hari.
3.      Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa
obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang
30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah
terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational.
Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu
pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang
bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan
orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan
untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui
pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT
dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan
mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang
berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi
yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama
72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal
seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih
besar. PEP tidak merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke
HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat
memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang
tidak aman.
4.      Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak
terinfeksi untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan
pula kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang
terinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti
HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset
AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak
diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara
sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks, 2005).
5.      Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi
yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan
perawatan kritis
H.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN
 Riwayat : Tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi,
menggunakan obat-obat.
 Penampilan umum : pucat dan kelaparan
 Gejala Subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil,
keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun,
nyeri, dan sulit tidur.
 Kepala: Sakit kepala, edem muka, ulser pada bibir atau mulut, mulut
kering, suara berubah, epsitaksis.
 Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo,
ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.
 Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan
ADL.
 Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi.
 Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, menggunakan otot  bantu
pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
 GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun,
diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
 Genital : lesi atau eksudat pada genital.
 Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.
 
I.       DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas : spasme
jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan energi, kelelahan, nyeri,
kecemasan
1. Hipertermia b.d proses penyakit, peningkatan metabolisme, dehidrasi
1. Nyeri b.d agen injury biologis
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.
d ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi
zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis
1. Kurang Pengetahuan b.d kurangnya paparan atau informasi
1. Deficit volume cairan b.d kegagalan mekanisme pengaturan
1. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolik
1. Resiko infeksi dengan factor resiko prosedur Infasif, malnutrisi,
imonusupresi , ketidakadekuatan imun buatan , tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi), tidak
adekuat pertahanan tubuh primer
1. Kelelahan b.d anemia, status penyakit
1. Tidak efektifnya mekanisme koping keluarga b.d kemampuan dalam
mengaktualisasi diri
1. Deficit perawatan diri b.d kelemahan fisik
 
Pasted from <http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/laporan-pendahuluan-
hiv-aids.html#.WqX1jh1ubDc>
 

Anda mungkin juga menyukai