Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38º C,
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial.1pada referensi lain dikatakan, kejang demam bias terjadi pada anak
usia diatas 1 bulan dan dibawah 5 tahun, yang berhubungan dengan demam. 2
Kejang demam merupakan kasus yang paling sering terjadi di bidang neurologi
anak.Prevalensi kejang demam berkisar antara 2-5% di negara-negara Amerika
dan Eropa, pucak kejadian usia 18 bulan.2Di Indonesia, kejang demam terjadi
pada 2-4% anak berumur 6 bulan hingga 5 tahun. Rasio kejadian kejang demam
umumnya pada anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan. 3Secara
universal, hampir semua studi menyetujui bahwa kejang demam paling sering
terjadi pada rentang usia 6 hingga 60 bulan, dengan kejadian tertinggi pada
sepanjang tahun kedua kehidupan, dan usia paling sering yaitu pada usia 16
bulan.4,5
Terdapat dua jenis kejang demam, yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks.Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara
seluruh kejang demam1. Kisaran 20-30 % kejang demam sederhana menjadi
kejang demam komplek.2Kejang pada anak merupakan suatu peristiwa yang
menakutkan bagi orang tua. Selain itu, 25-50%kejang demam akanmengalami
kejang berulang dan 4% penderita kejang demam dapat mengalami gangguan
tingkah laku.6
Kasus ini membahas mengenai kejang demam kompleks. Diagnosis dan
tatalaksana yang tepat dinilai penting untuk mencegah berulangnya kejang demam
di masa yang akan datang.

1
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 IDENTIFIKASI
Nama : An. RI
Umur/Tanggal Lahir : 5 bulan / 16 November 2018
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 5 kg
Panjang Badan : 76 cm
Agama : Islam
Alamat : Desa Air Pahlawan Kecamatan Nasal
MRS : 7April 2019
No. Rekam Medis : 00019256

2.2 ANAMNESIS
(Aloanamnesis dari Ibu kandung penderita tanggal 7 April 2019, pukul
16.50 WIB)
Keluhan Utama : Demam
Keluhan Tambahan : Kejang
Riwayat Perjalanan Penyakit
Kisaran 1 hari sebelum, Anak demam tidak teralalu tinggi, demam
naik turun, turun dengan pemberian obat penurun panas.Demam tidak
dipengaruhi waktu.Kisaran 3 jam SMRS, Anak demam tinggi. Anak
dibawa ke UGD RSUD Kaur.Anak menangis dan tidak mau
berhenti.Batuk dan pilek tidak ada, Muntah tidak ada, trauma/jatuh
sebelumnya tidak ada, mimisan tidak ada.BAK tidak nyeri.BAK dan
BAB tidak ada keluhan.
Kisaran 1 jam di rumah sakit, anak mengalami kejang, tangan dan
kaki kanan kaku, anak menangis.Dilakukan pemberian injeksi diazepam
1 mg intravena, namun kejang masih berlangsung, Konsultasi dokter
spesialis anak, diberikan intruksi untuk injeksi Phenobarbital 100 mg
intravena, kejang berhenti. Setelah kejang lemas dan tertidur.Riwayat
kejang (+) sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit.Lama setiap kejang

2
± 15 menit, jarak kejang pertama dengan selanjutnya dalam 4 sampai 6
jam. Anak berobat ke dokter, diberikan obat penurun panas dan
disarankan ke UGD RSUD Kaur.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat kejang demam sebelumnya (-)
 Riwayat kejang tanpa demam sebelumnya disangkal.
 Riwayat trauma sebelumnya disangkal.
 Riwayat minum obat-obatan disangkal.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


 Riwayat kejang dalam keluarga disangkal

Riwayat Pengobatan
 Pasien berobat ke dokter, diberikan obat penurun panas (orang tua
lupa nama obat)
 Pengobatan rumat tidak ada.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


 Kehamilan
Perawatan Antenatal : Tidak rutin periksa ke bidan
Penyakit Kehamilan : Tidak ada
 Kelahiran (lahir dari ibu G1P0A0)
Tempat kelahiran : Rumah Bidan
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Partus pervaginam spontan
Masa gestasi :38 minggu
Keadaan bayi
 Berat badan lahir : 2700 gram
 Panjang badan lahir : ibu tidak tahu
 Lingkar kepala : ibu tidak tahu

3
 Langsung menangis : langsung menangis
 Nilai APGAR : ibu tidak tahu
 Kelainan bawaan : tidak ada
 Inisiasi Menyusu Dini : ada
Kesan : Riwayat neonatus cukup bulan (NCB) + sesuai masa kehamilan
(SMK).

Riwayat Nutrisi
 ASI : lahir – sekarang
 Susu botol : tidak pernah

Riwayat Imunisasi
Ibu tidak mengetahui apakah anaknya di imunisasi saat baru lahir, dan
seteleh itu tidak pernah imunisasi ke bidan atau puskesmas.

Riwayat Keluarga
Perkawinan : Pertama
Umur : Ayah : 24 th Ibu : 22 th
Pendidikan Orang Tua : Ayah : SD Ibu : SD
Pekerjaan Orang Tua : Ayah : Petani Ibu : IRT

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal pemeriksaan: 7 April 2019 (16.50 WIB)
Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 112 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
Pernapasan : 32 x/menit, regular
Suhu : 39,8°C
SpO2 : 99%
Data Antropometri
Berat Badan : 5 kg

4
Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk :Normosefali
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tidak kering
Mata : Cekung (-/-), edema palpebra (-/-), konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor(+/+),
Hidung : nafas cuping hidung (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi intercostal(-)
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler (+) normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Redup, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi :Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-),massa (-), turgor baik
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3”, tidak ada deformitas,
pucat tidak ada

5
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi (7-04-2019 Pukul 17.50 WIB)
Hb :10g/dL(nilai normal 11,3-14,1 g/dl )
Leukosit : 18.600 u/L(nilai normal 4.500-13.500 /mm3)
Eritrosit : 4.100.000/uL(nilai normal 4,40-4,48 x10 mm3)
Ht : 32%(nilai normal 37-41 vol%)
PLT : 742.000/uL(nilai normal 217.000-497.000 /mm3)
MCV : 79 fl
MCH : 23 pg
MCHC : 29 g/dL
Diff count :
Segmen : 54 %
Limfosit : 39 %
Monosit :7%

GDS : 148 mg/dL


NS-1 : (-) negatif
DDR : (-) negatif

Widal :
Typhi O : 1/80
Paratyphi OA: 1/80
Paratyphi OB: (-) negatif
Paratyphi OC: (-) negatif
Typhi H : (-) negatif
Paratyphi HA: (-) negatif
Paratyphi HB: (-) negatif
Paratyphi HC: (-) negatif

6
2.5 DAFTAR MASALAH
 Kejang
 Demam

2.6 DIAGNOSA BANDING


Kejang Demam Komplek dd/ Kejang Demam Simplek

2.7 DIAGNOSA KERJA


Kejang Demam Kompleks + Sepsis

2.8 PENTALAKSANAAN
Farmakoterapi
 Kebutuhan cairan 500 ml/ 24 jam
 IVFD NaCl 09 % 20 tpm mikro
 Injeksi Paracetamol 60 mg / 6 jam intravena
 Injeksi fenobarbital 100 mg intravena (jika pasien kejang)
 Injeksi ampisilin 125 mg/ 6 jam intravena
 Injeksi gentamisin 12.5 mg /12 jam intravena
 Injeksi ranitidine 2.5 mg / 8 jam
Nonfarmakologis
 Oksigen 1-2 lpm via nasal canul
 Pasang NGT
 Masukka cairan ASI atau Susu Formula melalui NGT
 Kompres bayi dengan kompres hangat
 Observasi tanda vital tiap jam
 Observasi kejang saat demam

2.9 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

7
3.9 FOLLOW UP
Tanggal 8 April 2019
S : demam (+) kejang (+), 1 kali, tangan dan kaki kanan, seiktar 5 menit,
pasien menangis
O : Sensorium : compos mentis
N : 146 x/menit (isi dan tegangan cukup)
RR : 40 x/menit reguler
T : 37.6oC
Kepala : edemapalpebra (-/-), napas cuping hidung (-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorax : simetris, retraksi dada (-)
Cor : ictus cordis tidak terlihat dan tidak teraba,
BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+/+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba,
nyeri tekan epigastrium (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat (+), CRT <3 s, petechie (-)
A : Kejang demam kompleks
Sepsis
P :
 Kebutuhan Cairan 800 ml/ 24 jam
 IVFD NaCl 0.9 % 25 tpm mikro
 Injeksi Paracetamol 60 mg / 6 jam intravena
 Injeksi fenobarbital 100 mg intravena (jika pasien kejang)
 Injeksi dexamethasone 0.75 mg / 8 jam intravena
 Injeksi meropenem 100 mg/ 8 jam intravena
 Injeksi gentamisin 13 mg/12 jam intravena
 Nebulisasi NaCl 0.9 % 3 ml / 12 jam

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 KejangDemam
3.1.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 0 C,
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial.1
Keterangan:
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit
atau metabolik lainnya.
2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai
kejang demam.
3. Anak berumur antara 1–6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun
jarang sekali. National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih
dari 3 bulan, sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) meng
gunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama
infeksi susunan saraf pusat.
4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini
melainkan termasuk dalam kejang neonatus

3.1.2 Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan sampai dengan 5
tahun.Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam 1.
Kisaran 20-30 % kejang demam sederhana menjadi kejang demam komplek. 2Di
Indonesia, kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan hingga 5 tahun.
Rasio kejadian kejang demam umumnya pada anak laki-laki lebih tinggi daripada
anak perempuan.3,4,6

9
3.1.3 Etiologi
Penyebab langsung dari kejang demam masih belum diketahui, tetapi
faktor-faktor yang berperan paling penting terkait kejang demam ini diantaranya
adalah kerentanan genetik, faktor risiko dalam kandungan,defisiensi dan
abnormalitas metabolik.2Suhu badan, infeksi berulang dan ketidakseimbangan
neurotransmitter mempunyai risiko terjadinya kejang demam. Kerentanan
genetikkemungkinan mengakibatkan kerentanan neurodevelopmental, perubahan
ekspresi saluran natrium, disregulasi hipotalamus, dan rangsangan kortikal dan
hippokampus.525-50% kejang demam memiliki riwayat serupa pada keluarga.
Kejadian pada kembar monozigot lebih tinggi daripada kembar heterozigot. 2Anak
dengan retardasi pertumbuhan fetal, faktor genetik dan lingkungan buruk
mempunyai risiko mengalami kejang demam. Anak dengan riwayat berat lahir
rendah dan usia kehamilan yang kurang juga memiliki risiko terjadi kejang
demam.2

3.1.4 Klasifikasi
Kejang demam dikelompokan atas1:
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Adapun ciri-ciri kejang demam simplek adalah sebagai berikut:
- Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
- Bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik)
- Tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan
berhenti sendiri.1

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)


Adapun ciri-ciri kejang demam simplek adalah sebagai berikut:
- Kejang lama > 15 menit

10
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak
sadar.Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
- Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial.
- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang
mengalami kejang demam.1

3.1.5 Patofisiologi
Kejang merupakan manifestasi klinis akibat terjadinya pelepasan muatan
listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron
tersebut baik berupa fisiologi, biokimia, maupun anatomi.Patofisiologi kejang
demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa dalam keadaan demam
terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi
terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah
keadaan hipoksia. Transpor aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na
intrasel dan K ekstrasel meningkatyang akan menyebabkan potensial membran
cenderung turun dan kepekaan sel saraf meningkat.
Di saattubuhmengalamipeningkatansuhu1°Csecarafisiologitubuhakan
menaikkanmetabolisme basal10%-15%dankebutuhanoksigensebesar20%.
Padaseoranganakberumur3tahunsirkulasi otakmencapai65%dari seluruh
tubuh,dibandingkan dengan orangdewasayanghanya15%.Jadi padakenaikan
suhutubuh tertentudapatterjadi perubahankeseimbangandarimembransel
neurondandalamwaktuyangsingkatterjadi difusi dariionKaliummaupunion
Natriummelaluimembrantadi,denganakibat terjadinyalepasmuatanlistrik.
Lepasmuatanlistrikini demikianbesarnyasehinggadapatmeluaskeseluruhsel
maupun kemembran seltetangganyadenganbantuanbahanyang disebut
neurotransmitterdanterjadilahkejang.
Tiapanakmempunyai ambangkejangyangberbedadan tergantung tinggi
rendahnya ambangkejangseoranganakmenderitakejangpadakenaikan suhu
tertentu.Padaanakdengan ambangkejangyangrendah,kejang telah terjadi pada

11
suhu38°Csedangkan pada anakdengan ambangkejangyang tinggi,kejangbaru
terjadi padasuhu40°Cataulebih.Dari kenyataaninilahdapat disimpulkan
bahwaterulangnyakejangdemamlebihseringterjadi padaambangkejangyang
rendahsehinggadalam penanggulangannyaperludiperhatikan padatingkatsuhu
berapapenderitakejang.
Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,
jantung, otot, dan tearjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan
menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak semakin
bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa
hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktivitas motorik dan
hiperglikemia. Semua ini akan mengakibatkan iskemia neuron karena kegagalan
metabolism di otak.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:
a. Demam dapat menurunkan ambang kejang pada sel-sel immatur
b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan
gangguan permeabilitas membrane sel.
c. Metabolism basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan
karbondioksida yang dapat merusak neuron.
d. Demam menigkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta menignkatkan
kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan
pengaliran ion-ion keluar masuk sel.
Kejang demam berlangsung singkat umumnya tidak akan menimbulkan
gejala sisa. Kejang demam yang lama (disebabkan karena meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal), asidosis laktat
(disebabkan metabolisme anaerob meningkat), hiperkapnia, hipoksisa arterial,
dan selanjutnya menyebabkan metabolism otak meningkat.Rangkaian kejadian
ini menyebabkan gangguan peredaran darah di otak, sehingga terjadi hipoksemia
dan edema otak, pada akhirnya terjadi kerusakan neuron.

3.1.6 Manifestasi Klinis


Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi

12
diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis,
furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam
pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik–klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi
dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik),
gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar
kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak
akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang
berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan
dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.

3.1.7 Penegakkan Diagnosis


a. Anamnesis
1) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat
kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan
saraf pusat.
2) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam
keluarga.
3) Singkirkan penyebab kejang lainnya.

b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda


peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi

13
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.1
2) Pemeriksaan pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru,
saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak
berusia< 12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan
keadaan umum baik.1Indikasi pungsi lumbal:
- Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
- Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis.
- Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik
tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.

3) Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali
apabila bangkitan bersifat fokal.1 EEG hanya dilakukan pada kejang fokal
untuk menentukan adanya fokus kejang di otak yang membutuhkan
evaluasi lebih lanjut.Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan
kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan
kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak
usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.

4) Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin
dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana (level of evidence
2, derajat rekomendasi B). Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat
indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya
hemiparesis atau paresis nervus kranialis.1

14
3.1.8 Tatalaksana
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada
waktu pasien datang, kejang sudah berhenti.Apabila saat pasien datang dalam
keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-
lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg.1
Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang
pada umumnya.Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital)adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.Bila setelah pemberian diazepam rektal
kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama
dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.Di rumah sakit dapat diberikan
diazepam intravena.Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status
epileptikus.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.1
a. Pemberian obat pada saat demam
 Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam (level of evidence 1, derajat rekomendasi
A).Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan.Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-
15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4
kali sehari.1

 Antikonvulsan
1. Pemberian obat antikonvulsan intermiten
Antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang
diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada
kejang demam dengan salah satu faktor risiko:

15
- Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
- Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
- Usia.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3-0,5 mg/kg/kali per
oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis
maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama
48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis
tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta
sedasi.1

2. Pemberian obat antikonvulsan rumat


Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan,
maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam
jangka pendek (level of evidence 3, derajat rekomendasi D). Indikasi
pengobatan rumat:
- Kejang fokal
- Kejang lama >15 menit
- Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat adalah obat
fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang.Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50%
kasus.Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil
kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati.1
Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3
dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.Pengobatan
diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk kejang
demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat anak
tidak sedang demam.1

16
3.1.1 Prognosis
a. Kecacatan atau Kelainan Neurologis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik.Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.Perkembangan mental
dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal.Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang
berulang, baik umum maupun fokal.Suatu studi melaporkan terdapat gangguan
recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama.Hal tersebut
menegaskan pentingnya terminasi kejangdemamyangberpotensi menjadikejang
lama.1

b. Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kemungkinan berulangnya kejang demam. Kejang demam akan berulang
kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah: 1.
Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga 2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang 4.Interval waktu yang
singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang. 5. Apabila kejang demam
pertama merupakan kejang demam kompleks. Bila seluruh faktor tersebut di atas
ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak
terdapat faktor tersebutkemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%.
Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.1

c. Faktor resiko terjadinya epilepsi


Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah: 1. Terdapat
kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama 2. Kejang demam kompleks 3.Riwayat epilepsi pada orangtua atau
saudara kandung 4.Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih
dalam satu tahun. Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan
kejadian epilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi
epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam.1

17
BAB IV
ANALISIS KASUS

PasienRI/5bulan/laki-laki, Kisaran 1 hari sebelum, Anak demam tinggi dan


kejang saat observasi di ugd RSUD Kaur. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, kejang terjadi saat suhu tubuh masih 39˚C.
Pasien didiagnosis kejang demam karenapasien mengalami kejang yang
diakibatkan oleh demam atau peningkatan suhu lebih dari 38ºC, yang disebabkan
oleh proses ekstrakranial. Pasien RI yang berusia 5 bulan sebenarnya tidak
termasuk kriteria dalam usia khas kejadian kejang demam, yaitu 6 bulan sampai
dengan 5 tahun.Selain itu, riwayat pasien juga tidak pernah kejang tanpa demam
sehingga kondisi saat ini dapat dikatakan kejang demam. Hal ini sesuai literatur
bahwa kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 0 C,
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial.1Diagnosis banding dengan kejang akibatproses intrakranial dapat
disingkirkan karena pada pasien tidak didapatkan gangguan pemeriksaan
neurologis, kelainan sejak lahir, riwayat trauma dan riwayat kejang didahului
demam saat berusia kurang dari 6 bulan.11
Kejang demam komplek ditegakkan karena pada pasien ini didapatkan salah
satu kriteria kejang demam komplek yaitu kejang berulang dengan frekuensi >1
kali dalam 24 jam dan jenis kejang yang dialami pasien merupakan kejang fokal
atau parsial yanitu satu sisi tunuh kanan saja. Berdasarkan pustaka, kejang demam
komplek dapat diklasifikasikan jika terdapat kejang demam dengan salah satu
kriteria berikut yaitu kejang lama (>15 menit), kejang fokal atau parsial satu sisi
atau kejang umum didahului kejang parsial, dan berulang atau lebih dari 1 kali
dalam waktu 24 jam.1
Pemeriksaan darah rutin pada kasus ini didapatkan peningkatan pada
leukosit yang menunjukkan adanya infeksi dan peningkatan limfosit yang
menunjukkan adanya infeksi akibat virus.Trombosit pada pasien ini juga
meningkat, naum biasanya ada kasus sepsis, akan terjadi trombositopenia.

18
Pemeriksaan laboratorium pada pasien kejang demam tidak rutin dilakukan, dapat
untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab.1,11 Pada kasus, dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk membuktikan penyebab demam.Peningkatan
leukosit mungkin disebakan oleh pengingkatan neutrophil atau eusinofil.
Beberapa penyebab leukositosis adalah neutrofillia (infeksi akut, inflamasi dan
nekrosis jaringan), eosinofillia (alergi, parasit), monositosis (infeksi kronik,
gangguan inflamasi), basofilia (cacar air), limfositosis (infeksi akut oleh
mononucleosis, infeski kronik misalnya tuberkulosis)16. Selain factor genetic,
factor lingkungan (infeski bakteri maupun virus) membuktikan kontrbusi pada
kejang demam.Pada kondisi hipertermi karena infeksi ternyata mampu
memprovokasi timbulnya episode kejang pada sebagian besar populasi. Penelitian
menunjukkan bahwa pada populasi demam dengan kejang, RNA virus mampu
merangsang leukosit menstimulasi peningkatan kadar IL-1β secara bermakna
dibandingkan dengan populasi demam tanpa kejang. Kejang demam diduga
terjadi karena IL-1β menginduksi kondisi hipertermia yang dapat memicu
kejang.8,9,10
Anak tidak menerima tatalaksana awal kejang karena anak datang dalam
keadaan tidak kejang, hanya panas tinggi. Dan pengakuan keluar yang kurang
kooperatif, mengtakan anak tidak demam dan kejang, hanya menangis dan tidak
mau berhenti.Namun ssat observasi di UGD RSUD Kaur, anak tampak kejang
fokal pada tangan dan kaki kanan saja. Dilakukan tindakan kejang, pemberian
oksigen 1 lpm via nasal kanul, pemberian diazepam 0.3 mg/kgBB 1 intravena 1
kali. Namun kejang tidak berhenti.Konsultasi dengan dokter spesialis anak,
diberikan intruksi injeksi fenobarbital 100 mg intravena segera.1 menit kemudian,
kejang berhenti.Anak tampak lemas dan tertidur. Pemberian antikonvulsan saat
demam dapat menurunkan risiko berulangnya kejang.Terapi intermiten yang
diberikan ialah pemberian antipiretik sebanyak 10-15 mg/kgBB/kali yang
diberikan tiap 6 jam atau 4 kali sehari. Pada kasus ini, diberikan injeksi
paracetamol 60 mg / 6 jam intravena.Pada terapi antikonvulsan diberikan injeksi
fenobarbital 20 mg / kgBB.Pada kasus ini dierikan 100 mg intravena setiap anak
kejang. Pemberian terapi ini dihentikan sampai suhu rektal pasien mencapai
<38˚C. Indikasi pemberian terapi intermiten pada anak iniadalah kejang terjadi

19
pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat celcius, usia anak kurang . Berdasarkan
konsensus kejang demam, terapi intermiten diberikan pada kejang demam dengan
salah satu faktor risiko berupa kelainan neurologis, berulang 4 kali atau lebih
dalam setahun, usia <6 bulan, kejang terjadi pada suhu <38 derajat dan ada
peningkatan suhu tubuh yang cepat pada riwayat kejang sebelumnya.1
Setelah pemberian terapi, pasien harus dipantau keadaannya melalui
monitoring observasi tanda vital tiap 6 jam dan observasi kejang saat demam.
Pada pasien ini sebaiknya diberikan terapi rumatan karena pasien ini
memenuhi indikasi terapi rumatan, yaitu kejang lama > 15 menit, adanya kelainan
neurologis yang nyata setelah kejang, kejang fokal, dan pertimbangan rumat
berupa kejang berulang lebih dari dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang
demam pada bayi kurang dari 12 bulan, dan kejang demam 4 kali atau lebihper
tahun.1
Prognosis pasien ini untuk ad vitam yaitu dubia ad bonam karena kematian
akibat kejang demam tidak pernah dilaporkan untuk saat ini. 1 Sedangkan pada ad
functionam yaitu dubia ad bonam, mengingat anak masih dalam usia tumbuh
kembang, perlu dilakukan observasi ketat, apakah kejang mempengaruhi proses
tersebut. Control rutin diedukasikan kepada keluarga.Pada penelitian lain secara
retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan
kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang
baik umum atau fokal. Pada ad sanationam yaitu dubia ad bonam karena pada
kasus ini hanya didapatkan satu faktor risiko, kejang demam akan berulang
dengan faktor risiko riwayat kejang dalam keluarga, usia <12 bulan, temperatur
kurang dari 39 derajat celcius saat kejang, dan peningkatan suhu yang cepat.Bila
seluruh faktor tersebut ada, kemungkinan kejang berulang adalah 80%, jika tidak
ada faktor tersebut kemungkinan kejang berulang 10-15%.1

20
DAFTAR PUSTAKA

1. UKK Neurologi Anak.2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang


Demam.IDAI: Jakarta.
2. Seinfeld, S., Pellock J.M. 2013. Recent Research on Febrile Seizures. J
Neurol Neurophysiol.4 (4):1–6.
3. Nindela, R., Dewi, M.R., Ansori, I.Z. 2014. Karakteristik Penderita Kejang
Demam di Instalasi Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Muhammad
Hoesin Palembang. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 1 (1): 41-45.
4. Ojha, A.R., Shakya, K.N., Aryal, U.R. 2012. Recurrence Risk of Febrile
Seizures in Children. J Nepal Paediatr. 32 (1): 33-36.
5. Khair, A.M., Elmagrabi, D. 2015. Febrile Seizures and Febrile Seizure
Syndromes: An Updated Overview of Old and Current Knowledge. Neurol
Res Int.
6. Pasaribu, A.S. 2013. Kejang Demam Sederhana pada Anak yang Disebabkan
Karena Infeksi Tonsil dan Faring. Medula. 1(1): 65-71
7. Rani, S., Sarumpaet, S.M., Jemadi. 2012. Karakteristik Penderita Kejang
Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-
2011. USU: Medan.
8. Utama IMGDL. 2012. Uji Diagnostik C-Reaktif Proterin, Leukosit, Nilai
Total Neutrofil dan Suhu pada Anak demam dengan penyebab yang tidak
diketahui. Sari Pediatri: 13(6); 412-419
9. Castelli GP, et al. 2004. Procalcitonin and C-Reactive Protein during
Systemic Inflamatory Respon Syndrom, Sepsis and Organ Dysfunction.
Critical Care: 8(4): 234-242
10. Nurindah, D. et al. 2014. Hubungan antara Kadar TNF-α Plasma dengan
Kejang Demam Sederhana pada Anak. Jurnal kedokteran Brawijaya: 28 (2).
11. Arief, R.F. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical
Education. 42(9):658-661.

21

Anda mungkin juga menyukai