Anda di halaman 1dari 29

1.

Pendahuluan

Tulisan ini berusaha untuk menguraikan sistem politik India beserta

bagaimana pengaruhnya dalam tata nilai kenegaraan para pemimpin

Indonesia. Namun, tulisan ini tidak akan menguraikan secara mendetail

hingga ke persoalan teknis bagaimana sebetulnya sistem pemerintahan itu di

jalankan di negara India. Pemahaman sistem politik India tampaknya tak

mungkin dipahami dengan tanpa memahami pula persoalan-persoalan yang

mengelilingi negara tersebut, seperti sejarah, penduduk, kepercayaan yang

dominan. Oleh karena itu, agar pemahamannya menjadi komprehensif, dalam

tulisan ini diupayakan pula untuk memahami segi-segi lain yang dianggap

berpengaruh terhadap pembentukan negara India beserta sistem politiknya.

Bagian pertama membahas tentang keragaman penduduk. Kemudian,

melongok sejarah singkat India. Pada bagian ketiga diuraikan pula tentang

masyarakat tradisional India, sebelum negara itu bersentuhan dengan negara

penjajahnya, Inggris. Selanjutnya, dideskripsikan sejarah singkat negara India

sejak masih berupa kerajaan hingga menuju kemerdekaan. Pada bagian

keempat dibahas mengenai kepercayaan agama Hindu India yang

mempengaruhi cara pandang para penduduknya. Sedangkan bagian kelima,

digambarkan pula sistem kasta yang begitu berpengaruh terhadap

pembagian penduduk desa di India.

Pada bagian ketujuh, yang merupakan bagian inti dari tulisan ini,

diuraikan bagaimana negara India yang berusaha keras memacu diri untuk

menjadi negara modern beserta agaiaman mencari sistem politik yang kira-

kira tepat bagi negara baru tersebut. Mengenai pengaru India di Indonesia,
dalam tulisan ini ditempatkan pada bagian ketujuh. Pengaruh itu tentu saja

tidak dimaksudkan bagaimana menerapkan sistem politik India di Indonresia,

tetapi melihat hubungan antara pengaruh pendangan hidup ajaran Hindu

yang sempat menjadi agama mayoritas penduduk Indonesia, terhadap

pandangan dan sistem nilai kehidupan para pemegang kekuasaan di negara

Indonesia. Setelah itu diakhir dengan penutup.

2. Keragaman Penduduk

India merupakan negara dengan penduduk yang saling bercampur di

antara suku-suku bangsa dari sejak awal kesejarahannya. Oleh sebab itu,

dalam warna kulit, struktur tubuh, rambut, atau pun warna mata, sangat

beraneka ragam. Namun dipercaya bahwa penduduk asli India adalah suku

Dravida yang berwarna kulit hitam, berpostur pendek dan berhidung besar.

Sedangkan suku Indo Aria yang berkulit putih, hidung mancung dan

jangkung, diduga termasuk suku Kaukus. Dalam waktu yang demikian

panjang, kedua suku itu bercampur-baur, kemudian ditambah dengan

berbagai suku lainnya, di antaranya suku Mongolia. Kini agak sulit

menentukan kelompok keturunan India. Tetapi jika dilihat dari kasta

(pembagian kelompok sosial dan jabatan dalam masyarakat Hindu),

penduduk yang berkulit putih biasanya lebih tinggi. Sedangkan dari tempat

tinggal, orang kulit putih banyak yang tinggal di India Utara dan yang hitam di

India Selatan.
Kurang lebih 16 % penduduk dunia tinggal di India. Hasil sensus 1986

menyebutkan jumlah penduduk negeri ini 781 jiwa, 24 persen di antaranya

tinggal di daerah industri dan perkotaan. Banyak kota yang jumlahnya lebih

dari 1 juta jiwa. Dua kota yang terbanyak: Bombay dan New Delhi. Kini

penduduk India diperkirakan 1 milyar lebih.

Adat istiadat memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan

masyarakat India, dan seringkali mengalahkan pengaruh hukum negara.

Posisi wanita India, misalnya, dalam hukum negara kurang lebih memiliki

posisi yang sama dengan laki-laki, namun dalam kehidupan rumahtangga dia

menjadi makhluk yang terpinggirkan. Menurut adat, gadis India harus

membayar mas kawin dengan harga yang mahal kepada keluarga laki-laki.

Banyak keluarga wanita mengutang mahar kepada laki-laki. Dalam kondisi

seperti itu, wanita biasanya diperlakukan sebagai budak oleh keluarga laki-

laki. Sampai tahun 1980-an, akibat belum membayar mas kawin, banyak

wanita India yang mati tersiksa.

Penduduk India mayoritas menganut agama Hindua (sekitar 80

persen), Islam menjadi agama terbesar kedua (sekitar 14 persen), kemudian

disusul kristen (2,4 persen), Sikh (2 persen), Budhha (0,7 persen), dan yang

lainnya (0,9 persen). Dalam tabel tergambar seperti di bawah ini:

Tabel 1 Agama di India

Penganut Agama Persen Jumlah dalam

juta

Hindu 80,0 787,0

Islam 14,0 137,0


Kristen 2,4

Sikh 2,0 19,0

Budha 0,7 6,8

Yang lainnya 0,9 8,0

Sumber: CIA, 1999 (Dikutip dari: Curtis, 1997: 317).

Bahasa resmi India adalah Hindi, namun dalam pergaulan umumnya

menggunakan bahasa Inggris. Dalam konstitusi India, selain bahasa Hindi

sebagai bahasa resmi, mengakui 14 bahasa lainnya. Ada sekitar 1650

bahasa dialek di negara tersebut. Pada tahun-tahun pertama kemerdekaan,

bahasa menjadi menjadi salah satu penyebab terjadinya kerusuhan.

Dua kelompok bahasa utama adalah kelompok utara yang meliputi bahasa

Hindi, Oriya, Assam, Sindhi, Punjabi dan Urdu. Kelompok selatan meliputi

bahasa Tamil, Telegu, Kannada, dan Malayalam. Bahasa kelompok utara

merupakan cabang bahasa Sanskerta, dan bahasa selatan termasuk pada

cabang Dravida. Dalam tabel, pengelompokan bahasa di India bisa

digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2. Bahasa Utama di India

Jumlah dalam juta Persentase

Kelompok Sanskerta

Hindi 354,2 36,2

Bengali 69,1 7,6

Marathi 66,5 7,3

Gujarat 44,5 4,9


Oriya 30,7 3,4

Punjabi 24,9 2,7

Assam 15,0 1,6

Kelompok Dravida

Telegu 72,7 8,0

Tamil 60,0 6,6

Kannada 36,0 4,0

Malayalam 34,8 3,8

Yang lainnya

Urdu 47,4 5,2

Inggris (bahasa ibu) 0,3 0,1

Inggris (bahasa pergaulan)30,0 3,3

Sumber: World Data, 1995 (Dikutip dari: Brown, 1994: 461)

Hampir 50 persen penduduk India tinggal di daerah lembah. Daerah ini

subur karena tanahnya berasal dari endapan lumpur sungai. Beberapa suku

yang merupakan keturunan Mongolia umumnya tinggal di bagian utara

negara itu.

3. Sejarah Singkat India

Nama India berasal dari perkataan Sindhu, nama tempat mengalirnya

sungai Indus. Kitab-kitab Veda tidak memberikan nama tertentu kepada tanah

India. Berbagai partai politik mempunyai nama tersendiri bagi India, sepert

Hindustan, Hindu Rashtra dan Bharath. India juga dikenali sebagai Hindustan
(tanah Hindu), tetapi nama ini dipinggirkan setelah kemerdekaan pada 1947

karena India memilih untuk menjadi negara sekular.

Lembah Indus merupakan daerah yang subur. Daerah ini diduduki oleh

kaum Arya, dan selama lebih dari 2000 tahun mengembangkan peradaban

serta memperkenalkan sistem kasta dalam masyarakat.

Dalam catatan sejarah, Iskandar Agung pernah menyerbu India Barat

Laut, yakni tahun 327-325 SM, dan pada abad selanjutnya sebagian besar

dari anak benua ini dipersatukan di bawah pemerintahan Asoka yang

menjadikan Budha sebagai agama negara. Namun kemudian, agama

tersebut terdesak dengan penyebaran agama Hindu, hingga berdirilah

kerajaan Hindu yang pertama pada abad ke-4.

Sedangkan agama Islam pertama kali muncul pada abad ke-8 yang

diperkenalkan di daerah Sindu oleh pandatang asal Arab. Tentang

persentuhan dengan peradaban Barat atau bangsa kulit putih, dimulai sejak

datangnya penjelajah Portugis, Vasco Da Gama, yang kemudian ikut

pernyerbuan Portugis ke Goa.

Antara tahun 1526-1707, India diperintah oleh Dinasti Mogul.

Sementara itu agama Islam berkembang terus. Hal ini menyebabkan

munculnya kebudayaan Islam-India dalam berbagai bentuk kesenian dan

arsitektur. Salah satu bukti kemegahan arsitektur Islam-India adalah

bangunan Taj-Mahal.

Antara tahun 1746-1763, India menjadi medan pertempuran antara

Inggris dan Perancis. Keduanya mencoba menguasai daerah ini. Dengan

perjanjian Paris tahun 1763, Inggris berkuasa penuh atas wilayah ini.
Pada awal tahun peperangan ini, tahun 1746, kekuasaan Inggris pun

dirongrong dari dalam, yakni dengan timbulnya pemberontakan Sepoy yang

dilancarkan oleh prajurit-prajurit (Sipahi) India dalam ketentaraan Inggris di

British East India Company, dan ini ditindak secara kejam. Perusahaan itu

dibubarkan dan India langsung di bawah kekuasaan Kerajaan Inggris.

Pemberontakan terhadap penjajahan Inggris di India mendapatkan

bentuknya yang paling signifikan ketika Mohandas K. Gandhi, atau yang lebih

dikenal sebagai Mahatma Gandhi, pada tahun 1919 mengorganisasikan

suatu kampanye yang sifatnya pasif yang diberi nama Gerakan Swadesi,

yakni gerakan yang lebih mengutamakan barang-barang buatan sendiri

daripada buatan pabrik milik penjajah. Gerakan ini sempat menggoyahkan

industri Inggris karena kehilangan pasar bagi hasil industrinya. Bersama

pemimpin India lainnya, Gandhi ditahan oleh pemerintah Inggris. Rakyat India

kini menganggap Gandhi sebagai Bapak Bangsa.

Sekitar tahun 1942-1945 terjadi perpecahan dalam Kongres Nasional

India antara orang Hindu dan Liga Islam yang menginginkan berdirinya

negara Islam Pakistan, yang pada Perang Dunia II membantu Inggris.

Akhirnya, pada tahun 1947 India terbelah menjadi negara India dan Pakistan.

Jawaharal Nehru diangkat sebagai perdana menetri pertama India.

Sementara itu kerusuhan antara Islam dan Hindu terus terjadi. Kekacauan ini

semakin diperparah oleh pertikaian antara Pakistan dan India yang saling

berebut wilayah Kashmir. Pertikaian ini berakhir dengan gencatan senjata

yang dimediasi oleh PBB. Mahatma Gandhi yang selalu menyerukan

perdamaian harus meregangkan nyawanya, dibunuh oleh seorang penganut

Hindu fanatik.
Pasukan Cina menyerbu Kashmir pada tahun 1962. Serbuan itu

mendapat balasan dari tentara India yang dipimpin oleh Mentri Pertahanan,

Krishna Menon. Tak lama kemudian Nehru menghembuskan nafasnya yang

terakhir, tahun 1964, digantikan oleh Bhadur Shastri, namun setahun

kemudian ia pun meninggal dunia. Penggantinya adalah Indira Gandhi, puteri

Nehru. Tahun 1969, presiden India yang dipegang oleh Sakir Husin juga

meninggal dunia, dan hal ini menyebabkan terjadinya pergolakan kekuasaan

dalam Partai Kongkres, partai yang sedang berkuasa. Partai itu terpecah

menjadi dua, dan akhirnya terpilihlah V.V. Giri sebagai presiden berikutnya

yang didukung oleh Indira Gandhi.

4. Masyarakat Tradisional India

Ketika orang-orang Inggris pertama kali datang ke India pada abad ke-

17, mereka menemukan bentangan timbunan manusia yang luas yang bisa

diurut ke belakang hingga lima milenium. Baru-baru ini para arkeologis

menemukan petunjuk bahwa kota-kota besar berkembang di Lembah Indus

dari 4000 hingga 2500 Sebelum Masehi, yang memiliki tingkat peradaban

yang sama atau sebanding dengan Mesir, Mesopotamia, dan Cina dalam era

yang sama. Elemen-elemen budaya Indus berusaha untuk bertahan dari

bencana yang merusak peradaban ini, dan ini muncul kembali dalam ajaran

Hindu. Pada awal 1500 SM bagian utara dan tengah India diinvasi oleh

gelombang para pengembara Indo-Arya. Suku Indo-Arya yang berkulit putih

secara gradual mendesak suku asli Dravida, secara umum berkulit hitam,
untuk lebih jauh dan lebih jauh lagi pindah ke selatan. Suatu percampuran

budaya (fusi) telah terjadi, dan memunculkan pandangan hidup Hindu.

Selama periode ini berkembang sistem kasta. Sistem ini mungkin muncul

untuk menjaga jarak antara para pendatang suku Arya dengan suku asli,

orang-orang Dravida. Dalam periode ini diketahui telah tercipta kitab Veda

(himne keagamaan) dan kemudian Gita (puisi panjang tentang perang dan

tanggungjawab).

Masyarakat Hindu awal sebagai hasil dari sintesa Arya-Dravida terbukti

sangat kuat dan bertahan lama. Para penakluk yang datang, termasuk

Alexander Agung dari Yunani, diabaikan atau juga diserap ke dalam

kehidupan nasional. Akan tetapi suatu tantangan yang serius telah dibawa

oleh kaum Muslim pada awal tahun 1000 Masehi. Selama 700 tahun kaum

Muslim, dengan ideologi yang militan, menjadi suatu kekuatan yang hebat.

Pada tahun 1526, di bawah dinasti Mogul, seorang Turki keturunan Gengis

Khan, mereka berhasil dalam mengatur negara-negara kecil. Beberapa dari

raja Mogul, terutama Akbar, merupakan orang-orang yang memiliki

keterampilan dan bakat yang patut mendapat pujian. Akan tetapi pada tahun

1700 kerajaan Mogul mengalami kemunduran. Pada periode ini di India

terjadi suatu perubahan dominasi, yakni dominasi dari bangsa-bangsa Eropa,

terutama Inggris.

Ekonomi, struktur sosial, ideologi dan politik India pada abad ke-17 dan

18, pada saat invasi dan penaklukan Inggris, mendasari model tipe

masyarakat tradisional. Masyarakat India hidup dalam sekitar 700. 000 desa,

dan biasanya masing-masing melakukan pemenuhan pengaturan sendiri

sesuai dengan kelas dan divisi kastanya sendiri. Beberapa kota berkembang
sebagai pusat otoritas, perdagangan, dan tempat ziarah, namun mayoritas

penduduk hidup di desa-desa. Para pemegang otoritas terpusat hanya pada

beberapa orang terkemuka di Delhi atau Lahore, akan tetapi kekuasaanya

jarang terasa sampai ke desa, kecuali melalui perantaraan penagih pajak

yang tak dapat diacuhkan. Secara umum, suatu komite yang lebih tua atau

Panchayat, bertanggungjawab pada keteraturan dan keadilan di desa.

Persoalan-persoalan kecil di antara penduduk desa biasanya diselesaikan

melalui dewan kasta, sedangkan persoalan-persolaan yang lebih serius

seperti pencurian lembu, pembunuhan diselesaikan melalui Panchayat. Para

penjajah, kerajaan, penguasa, dan revolusi datang dan pergi, tetapi desa-

desa di India itu cukup stabil karena mereka tidak terlalu tergantung pada

yang lain dalam memenuhi keperluannya sendiri. Ketika berhadapan dengan

tentara yang bermusuhan, mereka akan mempersenjatai diri dan

mempertahankan diri mereka sendiri. Kestabilan yang mengagumkan dari

sistem desa ini memungkinkan para penduduk Lembah Indus dapat

mempertahankan daerah dan kebudayaannya selama 5000 tahun dari

gempuran masalah dan huru-hara.

Pada masa Mogul, pertanian merupakan aktivitas utama para

pendudukya. Namun, industri kerajinan tangan pun berkembang, bersamaan

dengan pembuatan baju. Hasil akhir produk-produk katun, sutera, dan benda-

benda kerajinan dari perak diekspor ke Eropa, dan dibeli oleh para pedagang

kecil yang sengaja datang. Namun kegiatan-kegiatan ini mungkin hanya

melibatkan masyarakat tidak lebih dari dua atau tiga persennya saja, dan

sebetulnya profesi pedagang kurang diberi perhatian. Sedangkan para petani

India menghasilkan jarang bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, dan


berhemat air hujan selama empat bulan pada masa angin muson. Oleh

karena masa kering, kesuburan tanah berkurang, atau kekacauan yang

diakibatkan oleh para penjajah, mengakibatkan terjadinya kelaparan sebagai

kenyataannya tak bisa dihindari. Kekurangan meluaskan teknologi membuat

hal tersebut sulit untuk menyebarkan sumber-sumber alam negara dalam

rangka memberi makan secara cepat yang bersamaan dengan pertumbuhan

penduduk.

5. Agama Hindu

Agama Hindu yang dianut oleh sekitar 80 % penduduk India memiliki

pengaruh yang kuat terhadap kehidupan penduduk India. Oleh karena itu

tampaknya penting untuk mengungkapkan secara singkat tentang agama

yang percaya pada banyak dewa ini.

Agama Hindu ibarat rumah besar yang malang-melintang. Pemikiran,

kepercayaan, pengkultusan dan praktik-praktiknya telah berlangsung selama

berabad-abad dan diambil dari berbagai sumber. Agama Hindu banyak

sektenya, di antaranya yang memuja roh dan Tuhan. Para ahli sejarah

memperkirakan bahwa agama Hindu muncul pada 1500 sebelum Masehi,

yakni saat kitab Weda mulai ditulis. Agama Hindu percaya pada dewa-dewa

sebagai penjelmaan fenomena alam, seperti: guntur, kilat, hujan, matahari,

dan bulan. Semua disembah melalui pengkultusan dan pengorbanan.

Dalam agama Hindu, Tuhan (atau dewa yang dianggap sebagai

penjelmaan dewa tunggal atau roh alam) merupakan pencipta dan


pemelihara seluruh alam. Jiwa, dalam kepercyaan Hindu, itu langgeng dan

tak hancur. Ia akan bersatu dengan Tuhan pada hari pembangkitan.

Penganut Hindu percaya terhadap tanggungjawab moral seseorang terhadap

tindakannya (karma), karena manusia itu diberi kemauan untuk bertindak.

Agama Hindu percaya pada reinkarnasi (kelahiran kembali). Manusia itu ada

melalui serangkaian lahir, mati dan lahir kembali untuk menebus dosa-

dosanya sebelum meneruskan hidupnya ke penyelamatan. Bentuk dan inti

kelahiran berikutnya ditentukan oleh perbuatan hidup sebelumnya. Jadi, jika

pada saat ini seseorang hidup dalam keadaan sengsara, dan orang lain hidup

dalam keadaan kaya raya, karena hal itu sesuai dengan karmanya, sesuai

dengan perbuatan-perbuatannya dalam hidup sebelumnya.

Mode pemujaan Hindu terutama adalah keluarga. Setiap keluarga

memiliki dewa-dewanya sendiri, dan setiap tempat tinggal memiliki sebuah

sudut kecil yang diperuntukkan sebagai tempat suci keluarga. Adalah

kewajiban keluarga untuk melakukan pemujaan ritual sehari-hari serta

berbagai upacara pemujaan pada hari-hari tertentu yang dianggap suci bagi

dewa rumah tangga tersebut. Pada hari-hari khusus, orang Hindu pergi ke

kuil untuk berdoa, hal ini pun dilakukan oleh kelompok keluarga. Kuil ini

dipersembahkan pada dewa-dewa besar Hindu klasik, yakni Wisnu, Syiwa,

Rama dan Krisna. Bersama Brahmana (dewa pencipta), Wisnu (dewa

pemelihara) dan Sywa (dewa perusak) menjadi trinitas Hinduisme. Terdapat

juga dewa lain: Ganesha (seorang dewa berkepala gajah yang merupakan

dewa kekayaan dan kebijaksanaan); subramanya atau Kartikenya atau

Kumara (anak dewa Syiwa, jenderal para dewa dan tentara); Kali, yang
disebut juga Durga (dewi perusak); Laksmi (isteri dewa Wisnu dan dewi

kekayaan), dan Hanuman (dewa kera, pembantu Rama).

Ada dua tingkatan yang berbeda dalam agam Hindu, yaitu tingkat

klasik dan tingkat rakyat. Tingkat klasik menyembah dewa-dewa yang utama:

Rama, Krishna, Wisnu dan Syiwa, upacaranya dipimpin oleh para pendeta

Brahmana. Di tingkat rakyat, biasanya memuja dewa-dewa setempat yang

dianggap sebagai penjelmaan dewa-dewa agung lokal. Upacara keagamaan

di tingkat rakyat tidak perlu dipimpin oleh pendeta Brahmana, tapi bisa

dilakukan oleh pendeta non-Brahmana. Biasanya dalam tingkat rakyat dalam

upacaranya ada hewan kurban.

Upacara keagamaan klasik memakai air, wewangian, bebungaan,

dedaunan yang dianggap suci, lampu minyak, kelapa, dan bel. Musik adalah

bagian agama Hindu yang tak dapat dipisahkan dari pemujaan. Pada hari

libur keagamaan, berbagai nyanyian dipersembahkan dan perbagai peristiwa

kehidupan dewa diceritakan di banyak kuil besarnya. Bagian utama kuil Hindu

adalah sebuah kamar yang relatif kecil yang berisi berbagai gambaran para

dewa. Di India Selatan, kuil memiliki pintu gerbang yang bagus yang diukir

dengan hiasan berbagai pemandangan tentang surga umat Hindu.

Agama Hindu juga memberi petunjuk bagi tingkah laku perorangan dan

masyarakat. Agama Hindu mengatur hubungan keluarga dan berbagai kaidah

Hindu mengatur jutaan umat Hindu selama berabad-abad. Kedisiplinan

keluarga biasanya merupakan tanggungjawab anggota keluarga laki-laki

tertua sehingga semua perintahnya diterima oleh seluruh keluarga.

Sebaliknya, dia bertanggungjawab terhadap kebahagiaan seluruh anggota

keluarga.
6. Sistem Kasta

Karena memiliki peran yang penting bagi perkembangan masyarakat

India, maka sistem kasta tampaknya harus diberi perhatian yang khusus

dalam membahasa sistem politik di India, baik di masa lalu maupun di masa

kini. Memang umumnya sistem kasta ini berlaku bagi masyarakat Hindu,

namun karena ia menjadi kepercayaan penduduk mayoritas di India , maka

pengaruhnya sangat terasa bagi orang-orang yang tidak memeluk agama

Hindu.

Masyarakat Hindu dibagi-bagi ke dalam kelompok kasta yang

keanggotaannya ditentukan berdasarkan kelahiran. Orang akan menjadi

anggota kelompok kasta tertentu sepanjang hayatnya, kecuali kalau diusir

karena melanggar aturan-aturan kasta. Rumah-rumah berdekatan sesuai

dengan kelompok kastanya. Keanggotaan dalam suatu kasta jadi petunjuk

tentang profesi orang bersangkutan. Pernikahan terjadi dengan kasta yang

sama, dan dinikahkan oleh orang tua.

Ada ratusan kasta di India. Namun secara umum ada 4 kata:

Brahmana (kaum pendeta), Ksatria (prajurit), Waisa (pedagang), dan Sudra

(pesuruh). Pembagian ini disebut varna, warna. Setiap varna dibagi menjadi

beberapa kasta dan subkasta.

Dalam masyarakat tradisional India, sistem kasta biasanya dibagi

berdasarkan spesialisasi pekerjaan dan mata pencaharian. Seorang tukang

jahit, misalnya, wajib memberikan pelayanan pada masyarakat. Sebaliknya,


keluarga patronnya pun mesti memberi dia tanah, upah tunai, atau barang-

barang yang sepadan. Hal ini menjamin pelayanan penting di desa secara

keseluruhan. Berabad-abad lamanya pengaturan ekonomi semacam ini telah

membuat kehidupan desa berfungsi lancar dan itulah sebabnya sistem kasta

dapat bertahan lama. Setiap kasta memiliki kewajibannya dan hak sosial

serta ekonominya sendiri-sendiri yang dilindungi oleh dua buah lembaga

pemerintahan desa, yaitu: dewan kasta dan dewan desa.

Dewan Kasta. Walaupun tidak seluruhnya, umumnya kasta memiliki

dewan kastanya sendiri dengan hak dan kewajiban untuk memaksakan

aturan kasta. Seorang anggota yang melanggar aturan kasta, dewan kasta

akan menghukumnya. Hukumannya bisa ringan, atau malah pengusiran

sebagai anggota kasta. Bila orang telah diusir dari keanggotaan kasta, dia

menjadi orang yang tak berkasta. Bekas kastanya atau juga kasta yang

lainnya tak akan berurusan dengannya. Seseorang yang telah diusir akan

memiliki keanggotaan kastanya lagi bila dia telah menjalani hukumannya

sebagai penebus dosa. Bila hukuman yang telah ditentukan oleh dewan kasta

tidak dijalaninya, selamanya ia tak akan mendapatkan kastanya, dan harus

pindah ke tempat lain, tempat yang tak lagi memiliki kenangan tentang masa

lalunya.

Dewan kasta melakukan pengontrolan yang ketat terhadap kegiatan

anggotanya. Dewan kasta pun memberikan perlindungan terhadap hak-hak

tradisional para anggotanya. Dalam beberapa hal, kasta tertentu di suatu

tempat dapat bertindak sebagai suatu marga, atau keluarga secara luas. Para

anggotanya sering bergantung pada kawan-kawan laki-laki sesama kastanya


dalam berbagai fungsi sosial atau bila sedang berada dalam kesulitan

ekonomi.

Di luar masyarakat kasta ada sekelompok orang yang tak boleh

disentuh. Mereka dianggap sebagai kelompok yang terbawah, sehingga

kontak fisik dengan mereka dianggap mengotorinya secara ritual. Awal

munculnya orang-orang yang tak boleh disentuh itu pada abad ke-2 sebelum

Masehi, ketika konsep keagamaan berkembang di kalangan kaum Brahmana

yang mensyaratkan penghindaran terhadap materi tertentu sebagai tidak

pantas dalam upacara Hindu. Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan

dengan kulit dan para pengusung jenazah merupakan orang-orang yang tak

boleh disentuh untuk syarat kesucian ritual agama. Ketidakbolehan disentuh

dalam upacara agama berkembang sejak abad ke-7 menjadi tidak boleh

disentuh selamanya. Meskipun orang yang tak boleh disentuh itu beragama

Hindu, golongan pendeta (Brahmana) tidak boleh melayaninya, dan upacara

keagamaannya pun berbeda dibandingkan kasta-kasta lainnya. Mereka diberi

pekerjaan yang hina, seperti membersihkan got, membuang binatang mati,

dan berbagai fungsi esensial bagi kesehatan masyarakat.

Status orang yang tak boleh disentuh ini terbawah dan secara tradisi

terlarang memasuki segala pendidikan formal. Kehidupan mereka tidak

dihargai dalam sistem kasta. Setiap desa memiliki kelompok yang tak boleh

disentuh, dan jumlahnya biasanya 1 orang dari setiap 10 orang India. Baik

sistem kasta dan golongan yang tak boleh disentuh ini telah dihapus oleh

konstitusi India tahun 1950. Akan tetapi, meskipun kelompok tak boleh

disentuh ini telah memiliki status yang secara hukum sama, tampaknya
hingga kini ia menjadi kelompok yang tetap dibedakan di dalam masyarakat

India.

Dewan Desa. Dewan desa berbeda dengan dewan kasta. Wakil dari

setiap rumah tangga yang ada di desa diharapkan dapat ikut ambil bagian

dalam berbagai kegiatan. Namun, fungsi eksekutif ini biasanya hanya

diberikan kepada kelompok kecil yang terdiri atas golongan kaya, berkuasa,

dan pemuka desa saja. Segala masalah yang menyangkut desa meruapakn

urusan dewan desa. Dewan desa pun menyelesaikan pertikaian penduduk,

menghukum orang-orang yang melanggar aturan tingkah laku desa,

mengatur pemujaan terhadap dewa-dewa desa, serta merayakan festival

desa. Dewan desa pun meminta pekerja sukarela dari penduduk desa untuk

beberapa proyek pekerjaan umum tertentu, seperti memperbaiki sumur-

sumur desa. Dewan desa merupakan lembaga perwakilan dewa. Hubungan

dengan pemerintah biasanya melalui kepala dewa dan akuntan yang ada

dalam kepengurusan dewan desa.

Jabatan kepala desa biasanya turun-temurun dan merupakan prestise

yang besar. Dia bertugas mengawasi terlaksananya hukum serta ketertiban

desa. Di samping itu, kepala desa juga memungut pajak dari warga

pemerintah bagi pemerintahan pusat. Akuntan desa mencatat pajak dan

tanah. Kedua pejabat itu memiliki lahan pertanian sendiri, dan diberi

tambahan bayaran atas pekerjaannya mengurus desa. Pendapat kepala desa

dan akuntan biasanya dihormati baik oleh anggota desa maupun pemerintah.

Keduanya bertindak sebagai penghubung antara warga desa dengan

pemerintah.
7. Sistem Pemerintahan dan Modernisasi di India

Modernisasi dimulai sejak penjajahan Inggris, dan semakin dipacu

ketika India merdeka pada tahun 1947. Awalnya modernisasi hanya

dirasakan di kota-kota besar yang muncul sebagai pusat industri dan

perdagangan pada abad ke-19. Kota-kota yang berkembang dengan pesat itu

kemudian menjadi pusat perubahan di bidang ekonomi, sosial, dan politik

bagi penduduk India yang mayoritas tinggal di desa-desa. Perlahan-lahan

proses modernisasi ini juga merembes ke desa-desa yang masih didominasi

gaya hidup tradisional. Pada sat yang sama, komunikasi modern yang

dibangun oleh Inggris, berbarengan dengan dipakainya bahasa Inggris dan

diciptakannya pelayanan sipil modern dan sistem hukum yang berwawasan

nasional, mulai menyatukan berbagai wilayah yang berbeda yang tidak

mungkin dilakukan sebelumnya.

Para pemimpin India. India mengalami pukulan berat ketika Mohandas

(Mahatma) Gandhi, yang telah berjasa memerdekakan India, terbunuh pada

tahun 1948. Jawaharlal Nehru, perdana menetri India pertama, berusaha

mencari jalan pemecahan terhadap berbagai masalah yang di hadapi oleh

India baru tersebut. Ketika Nehru meninggal pada tahun 1964, Lal Bahadur

Shastri menggantikan posisinya. Namun ia meninggal sebelum jabatannya

selesai, pada tahun 1966, dan digantikan oleh Indira Gandhi, anak

perempuan Nehru.

Indira Gandhi yang terpilih lagi sebagai perdana menteri pada tahun

1971 dengan suara mutlak, mulai memacu India meuju moderisasi. Meskipun
pada periode selanjutnya ia harus berhadapan dengan persoalan pengungsi

Pakistan Timur yang sedangkan melepaskan diri dari negara Pakistan,

Gandhi bisa membawa India menjadi negara yang sedang berkembang yang

berhasil dengan percobaan senjata nuklir. Meskipun pada tahun 1977, Partai

Kongres kalah oleh Partai Janata, tetapi 3 tahun kemudian ia kembali

menguasai pemerintahan India.

Pada periode ini Indira Gandhi berusaha agar India menjadi pimpinan

negara nonblok dan menjadi “polisi” di Asia Selatan. Untuk tujuan ini India

menjadi sponsor yang paling agresif dalam pembentukan Perhimpunan

Negara-negara Asia Selatan. Saat di Srilangka terjadi pemberontakan suku

Tamil, India mengirimkan tentaranya untuk membantu mengamankan negara

tetangganya itu. Di samping itu, India pun turut campur tangan secara militer

saat di Maladewa terjadi percobaan kudeta.

Indira Gandhi tewas dibunuh oleh dua ekstrimis Sikh yang menuntut

negara merdeka di Punyab. Dia digantikan oleh puteranya, Rajiv Gandhi.

Selama lima tahun Rajiv memerintah, dan pada tahun 1989 ia meningal

dunia. Kemudian diganti oleh V.P. Singh dari Partai Janata. Partai Kongres

kembali berkuasa pada tahun 1991 dan mengangkat Narasimha Rao sebagai

perdana menteri. Akan tetapi dalam pemilu tahun 1996, Partai Kongres harus

menelan kekalahan kembali, dan BJP menguasai India. Beberapa kali

berganti, akhirnya saat Parti Kongres dipimpin oleh Sonia Gandhi (isteri

mendiang Rajiv Gandhi yang memiliki latar belakang Katolik). Sonia Gandhi

memutuskan untuk tidak mau menerima jabatan perdana menteri India, akan

tetapi meminta Manmohan Singh untuk memangkunya.


Berbagai masalah di dalam modernisasi muncul di negara India yang

besar itu. India harus dapat memecahkan atau mengatasi berbagai masalah

politik, pemerintahan, dan ekonomi sejak memperoleh kemerdekaan pada

tahun 1947. Pertama, masalah-masalah yang di hadapi India merupakan

masalah yang senantiasa terjadi dalam negara-negara yang baru merdeka

dan berkembang, yang berusaha untuk memajukan ekonomi dan politik.

Kemudian, masalah perbedaan agama dan daerah semakin meruncing dan

menjadi isu yang sensitif, dengan ditandai oleh berbagai peristiwa seperti

penyerang kelompok Hindu terhadap warga muslim, atau juga warga muslim

Kashmir yang ingin memisahkan diri. Masalah lainnya, kemiskinan yang

senantiasa melanda penduduk mayoritas di India, dan pertambahan

pendudukyang semakin lama semakin banyak dengan jumlah yang melebihi

jumlah seluruh penduduk benua Eropa. Berbagai upaya India untuk

memecahkan masalah itu sangat mengesankan, tetapi juga sulit untuk

mencapai sukses.

Masalah agama merupakan dasar alasan pertama ketika pada tahun

1947 India jajahan Inggris itu dibagi antara yang mayoritas Hindu dan

mayoritas Islam. Kini negara itu telah terbagi tiga, yaitu India, Pakistan dan

Banglades. Suatu masalah timbul akibat pembagian itu, yakni migrasi jutaan

orang Hindu dari Pakistan ke India, yang diimbangi migrasi jutaan orang Islam

dari India ke Pakistan. Banyak orang yang meningggal dalam bentrokan

antara orang Islam dan Hindu akibat pembagian ini, dan bahkan hingga kini

pun hal itu masih sering terjadi. Di samping itu, Sikh, yang merupakan

kelompok agama kecil yang didirikan lima ratusan tahun yang lalu, melihat

negaranya sendiri di Punjab terbagi di antara India dan Pakistan. Merka


akhirnya bermukin di India setelah kalah perang suci yang keras melawan

orang Islam di Pakistan. Kedatangan jutaan pengungsi Sikh dan Hindu yang

tak bertempat tinggal ini telah menjadi beban yang sangat berat bagi ekonomi

India. Pembagian ini juga menciptakan ketidakseimbangan ekonomi, karena

areal penanaman padi yang utama terletak di Pakistan, sedangkan di India

kebanyakan daerah industri.

India pun berhadapan dengan masalah kesatuan nasional. Saat Nehru

berkuasa, India merancang suatu konstitusi yang dapat menyatukan negara,

menciptakan proses politik yang dapat dijalankan, dan mengikat berbagai

daerah ke dalam pemerintahan pusat dengan memberikan rasa

tanggungjawab nasional. Hal ini tidaklah mudah untuk dijalankan, sehingga

sampai tahun 1947, Inggris telah memerintahkan sebagain besar India secara

tak langsung melalui lebih darin 500 pemerintahan lokal (maharaja, rajah, dan

satrap). Inggris telah mengizinkan pemerintahan lokal untuk memimpin

wilayahnya, yang dikenal sebagai “negara bagian asli” sebagai imbalan atas

dukungan mereka terhadap berbagai kebijakan Inggris. Setelah India

merdeka, para pemimpin India membujuk para tokoh pemerintahan lokal

untuk menerima uang pensiun bagi wilayahnya sebagai imbalan menciptakan

India yang bersatu. Negara bagian asli ini lalu bersatu dengan negara bagian

yang ada sebelumnya, atau muncul sebagai negara bagian baru. Walaupun

pendekatan baru ini mebgalami berbagai rintangan, hal ini telah membawa

India ke dalam rasa jatidiri nasional.

Konstitusi India disetujui oleh parlemen pada tahun 1950. Konstitusi ini

memperoleh inspirasi dari konstitusi Amerika Serikat serta ide-ide dan praktik-

praktik konstitusi Inggris. Konstitusi ini menetapkan India sebagai Uni Negara
Bagian (kini terdapat 22 negara bagian)dan beberapa wilayah administrasi

federal. Setiap negara bagian memiliki seorang gubernur yang ditunjuk oleh

presiden, badan legislatif, dan badan pengadilannya sendiri. Pemerintahan

uni atau federal dikepalai oleh presiden dan wakilnya yang dipilih oleh dewan

pemilih yang terdiri atas para nggota badan legislatif pusat atau negara

bagian.

Kekuasaan eksekutif pemerintahan pusat dijalankan oleh satu kabinet

yang terdiri dari menteri-menteri yang dipimpin oleh perdana menteri. Badan

legislatif pusat memiliki dua kamar: Lok Sabha (Dewan Rakyat) dan Rajya

Sabha (Dewan Negara Bagian). Anggota Lok Sabha dipilih oleh rakyat setiap

lima tahun. Anggota Rajya Sabha dipilih oleh anggota badan legislatif negara

bagian. Pengadilan negeri pusat memiliki badan pengadilan tinggi yang

dikepalai oleh ketua Mahkamah Agung. Setiap warga negara India yang

berusia dari 21 tahun memiliki hak pilih.

Kesatuan Nasional India masih tetap berlangsung. Konstitusi India

telah berkali-kali diubah. Peta politiknya pun telah berubah karena

terbentuknya beberapa negara bagian baru dan adanya penyesuaian tapal

batas sebagai tanggapan terhadap tuntutan pemerintahan otonomi yang lebih

besar dari beberapa kelompok suku dan bahasa. Salah satu perubahan besar

adalah pembagian Punjab menjadi dua negara bagian pada tahun 1966:

Punjab kecil yang mayoritas berpenduduk Sikh berbahasa Punjabi, dan

negara bagian baru Haryana mayoritas penduduknya Hindu dan berbahasa

Hindi. India modern juga mengambil alih beberapa koloni Perancis di anak

benua ini (Karikal, Mahe, Danam, dan Pondicherry) pada tahun 1959, serta
koloni Portugis di Goa, Diu, dan Daman pada tahun 1961. Sikkim, bekas

wilayah protektorat, diambil-alih India pada tahun 1975.

8. Pengaruh India di Indonesia

India merupakan anak benua yang menjadi salah satu pusat

peradaban dunia. Sejak puluhan abad yang lalu negara-negara di Asia

mendapat pengaruh yang kuat dari India. Di negara-negara Asia Tenggara

pengaruh India ini hingga kini masih saja terasa dan tampaknya tak akan bisa

hilang meski digilas perubahan zaman. Muangthai, Malayalsia, Vietnam,

Burma, atau Indonesia adalah negara-negara yang berkembang setelah

penetrasi Hindu melanda kawasan tersebut.

Di Indonesia pengaruh India tercatat sejak lahirnya lahirnya kerajaan

pertama yang muncul di Kutai Kalimantan, yakni kerajaan Kutai dengan

rajanya yang terkenal Mulawarman pada abad ke-4. Pengaruh itu semakin

menancap dengan dalam saat para Jawa dan rakyat Jawa memeluk agama

Hindu. Candi-candi, cerita-cerita rakyat, atau karya-karya sastera klasik,

meninggalkan ajaran-ajaran Hindu (atau Budha) yang datang dari India.

Bahkan cerita-cerita wayang yang sampai kini masih dipertunjukkan untuk

masyarakat, masih dapat dibaca bagaimana pengaruh Hindu itu masih tersisa

dalam alam pikiran Indonesia.

Ketika pengaruh itu telah mempengaruhi sistem tata nilai dan

pandangan hidup manusia, maka sudah tentu ia akan terus bertengger dalam

suatu kehidupan. Begitu pula dengan pengaruh Hindu atau India. Ia telah
menjadi tata nilai dan pandangan hidup sebagaian besar (terutama yang

tinggal di Pulau Jawa) penduduk Indonesia.

Sejak awal kelahirannya, para founding father Indonesia didominasi

oleh etnik Jawa. Sikap dan pandangan hidup Jawa yang dipengaruhi India

dengan demikian begitu besar terasa muncul dalam kebijakan-kebijakan yang

dikeluarkan oleh para pemimpin Indonesia. Dalam bagian ini penulis ingin

mencoba menelusuri bagaimana pengaruh India yang menjadi sikap dan

pandangan hidup orang-orang Indonesia (Jawa) memasuki kancah politik di

Indonesia.

Sejak diproklamirkannya Negara Indonesia pada tanggal 17 Agustus

1945, cita-cita para pendiri bangsa adalah membangun suatu negara modern

yang bisa merangkum dan mengatasi perbedaan-perbedaan, baik secara

budaya, sosial dan politik, yang demikian besar yang dimiliki negara bekas

jajahan Belanda itu. Slogan “Bhineka Tunggal Ika” yang selalu diartikan

sebagai berbeda-beda tapi satu tujuan yang tercantum dalam lambang

negara, tampak merujuk pada cita-cita tersebut di atas. Namun, seperti yang

disinyalir Mulder (2001: 51-55), oleh sebagian orang dianggap telah terjadi

semacam imperialisme budaya yang dilakukan oleh orang-orang Jawa

sebagai penduduk yang menjadi mayoritas, dari sejak zaman Orde Lama

hingga Orde Baru. Lebih lanjut Mulder mengatakan bahwa tudingan

jawanisasi itu sebagai tudingan yang tidak adil, sebab kebijakan-kebijakan

yang lahir dari kedua orde yang sempat memerintah di Indonesia tidak lebih

dari suatu reduksi dari nilai-nilai kejawaan yang demikian kaya.

Tapi terlepas dari hal tersebut, pemahaman terhadap sistem nilai Jawa

tampaknya penting dalam melihat kecenderungan politik yang berkembang di


Indonesia, karena sedikit banyaknya ia mampu menerangkan kebijakan-

kebijakan para pemimpin negara itu yang bila dilihat dari perspektif politik

modern sebagai kontradiktif dan jauh dari terminologi demokrasi. Istilah-

istilah seperti “demokrasi terpimpin”, “musyawarah mufakat”, “dwifungsi

militer/ABRI”, “kestabilan yang dinamis”, dan “demokrasi Pancasila”, kiranya

sulit dicari rujukannya, kecuali dipahami sebagai perwujudan dari nilai-nilai

budaya Jawa yang dianut oleh para pemimpin tersebut yang mayoritas

berasal dari etnik Jawa, baik dilakukan secara sadar maupun tidak. Oleh

karena itu dalam tulisan di bawah ini, akan dibahas sedikit atau sebagian

tentang sikap dan pandangan hidup orang Jawa yang dianggap relevan

dengan pokok masalah penelitian.

Dalam Ramayana karya Walmiki yang diedit oleh P. Lal (1995: 354-

359) diceritakan tentang seseorang dari kasta Sudra, yakni kasta yang

terendah dalam agama Hindu, yang bernama Sambuka, bertapa di Dwapara

dengan cara bergantung terbalik, karena ingin memiliki dunia para dewa.

Oleh sebab orang tersebut dianggap telah melakukan pelanggaran dharma,

dan ini berarti merusak tatanan yang telah ada, maka kemudian Rama yang

menemuinya secepat kilat mencabut pedangnya dan memenggal kepala

Sumbaka. Dewa-dewa bersorak gembira sambil berseru: “Sadhu! Sadhu!

Bagus! Bagus!”.

Apakah makna yang terbersit dari sepenggal epik yang sangat

termasyur tersebut? Dalam ajaran Hindu manusia lahir dengan membawa

karmanya di masa lalu. Oleh sebab itu manusia memiliki status kastanya

masing masing sejak ia tiba di dunia. Seorang Sudra dilarang untuk bertapa

di Dwapara dengan meminta untuk menjadi dewa. Jika ia melanggar berarti ia


telah melawan hukum alam, dan oleh karena itu ia mengguncangkan kosmos,

dan merusak tatanan yang sudah ada. Ia menjadi Sudra karena

perbuatannya dalam kehidupan sebelumnya, seperti halnya orang-orang dari

kasta yang lainnya. Perubahan status hanya bisa terjadi di kehidupan

mendatang setelah ia menjalankan dharma sebagai manusia yang sesuai

dengan status kastanya. Dalam menjelaskan persoalan perbedaan kasta,

Zaehner, seorang ahli ajaran Hindu, menuliskan:

Menurut dharma Hindu yang kuno, manusia tidak dilahirkan sama;


mereka dilahirkan dalam status kehidupan yang sesuai dengan karma
mereka di masa lalu. Dengan demikian, ketidaksamaan yang diakui
oleh sistem ini dan dipertahankan, pada umumnya tidak dirasakan
sebagai tidak adil karena semata-mata merupakan hasil dari perbuatan
baik atau buruk yang dilakukan dalam kehidupan sebelumnya (1992:
125).

Tampaknya substansi ajaran Hindu tersebut, yakni bahwa manusia

dilahirkan tidak sama, turut membentuk sistem nilai orang-orang Jawa. Hal itu

tentu saja bukan suatu hal yang tak lazim atau aneh, mengingat demikian

lamanya persinggungan mereka dengan nilai-nilai agama yang datang dari

India itu, yakni kira-kira sejak tahun 400 M, saat kerajaan Tarumanegara

berdiri di Bogor. Meskipun kerajaan tertua di Pulau Jawa itu berada di Tatar

Sunda, namun pada perkembangan selanjutnya justru di Jawa Tengah dan

Jawa Timur kerajaan-kerajaan Hindu itu mengalami puncak kejayaan yang

sulit dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia.

Menurut orang Jawa semua manusia mempunyai sifat, kemampuan,

nasib dan kemalangan, status, gengsi dan kedudukan yang tidak sama.

Pimpinan/elite merupakan orang yang memiliki tugas untuk mengatur tatanan

yang telah ditetapkan oleh alam, sedangkan rakyat adalah orang-orang yang

semestinya manut terhadap aturan-aturan. Kondisi harmoni, akur, dan utuh


merupakan suatu kondisi ideal yang harus dijaga bersama-sama. Kebebasan

bukan berarti tidak ada, tapi ia tidak boleh keluar dari norma-norma umum.

Individu hanya berarti ketika berada di tengah-tengah kerukunan hidup

bersama, dan eksistensinya sangat membahayakan ketika mengejar

kepentingan-kepentingan yang hanya ditujukan pada diri sendiri. Dengan kata

lain, rasa egoisme semestinya tidak hadir dalam diri seseorang, karena hal itu

dapat merusak keutuhan hidup bersama.

Logika yang dikembangkan bahwa mengapa dalam menjaga keutuhan

orang-orang harus manut terhadap pimpinan atau raja, sebab dalam sistem

nilai Jawa pimpinan atau raja itu dianggap sebagai “poros, atau paku, tempat

segala sesuatu yang lainnya bergerak memutar di sekitarnya…” (Mulder,

2001: 56). Kedudukannya berada di antara kekuasaan adiduniawi dan

masyarakat manusia. Dalam pengertian tertentu raja bersifat kedewaan, dan

karena itu ia berhak memerintahkan penyembahan dan pelayanan, baik

kepada para pemuka agama maupun penduduk kerajaan lainnya. Dilihat dari

sudut itu, maka raja atau pimpinan memiliki posisi religius yang tinggi. Ia

selalu memancarkan kesaktian dan kuasa yang mampu menyerap segala hal

yang berlawanan dan terkonsentrasikan dalam dirinya (Anderson, 2000: 61).

Dengan mengandalkan wahyu atau wangsit, raja membuktikan bahwa dia

bekerja selaras dengan tujuan adiduniawi. Tanda-tanda bahwa ia memiliki

wahyu tampak terbersit dari wajahnya yang selalu kelihatan “bersinar”, serta

memiliki nafsu seksualitas yang tinggi. Bagi orang Jawa mendekati pusat

kekuasaan berarti sama dengan mendekatkan hidup dalam guyuran penuh

hikmah. Pancaran yang selalu menyinari pimpinan atau raja juga akan

mengenai orang-orang yang dekat dengannya.


Namun dalam tradisi Jawa kesaktian seseorang itu tidaklah selalu

menetap. Bila tidak dijaga maka kesaktian seorang pemimpin atau raja akan

memudar, dan pindah pada orang lain. Indikasi terjadi pemudaran kesaktian,

dengan demikian maka memudar pula kekuasaannya, adalah terjadinya

bencana yang tidak bisa ditangani. Orang-orang kelaparan, terjadi banjir yang

menggagalkan panen, timbul pemberontakan di mana-mana, dan

sebagainya, merupakan peristiwa-peristiwa yang menandai terjadinya

penyusutan kesaktian atau kekuasaan. Bila telah sampai pada puncaknya,

maka pemimpin atau raja yang memegang tampuk kekuasaan, akan

hengkang dari tahtanya, dan diganti oleh orang yang telah mampu menyerap

kesaktian dan kekuasaan tersebut. Jadi dalam perspektif Jawa, seperti yang

dikatakan Anderson, kekuasaan itu bersifat tetap, tidak bertambah atau

berkurang, dan dapat pindah pada seorang pribadi yang telah dikodratkan

sebagai pemimpin.

Oleh sebab itu kiranya bisa dipahami mengapa seorang pemimpin atau

raja Jawa selalu meneguhkan legitimasinya sebagai orang yang menjaga

keutuhan serta ketertiban mikrokosmos (dunia sehari-hari) yang selaras

dengan dengan makrokosmos (dunia supernatural). Para pemuka agama,

cendekiawan, atau para seniman penting hadir di sekeliling pemimpin atau

raja agar pelegitimasian kekuasaan dapat dilakukan. Ini menerangkan juga

tentang pemancaran teja atau cahaya yang mampu mengguyur orang-orang

yang dekat kekuasaan, sehingga orang-orang tersebut disembur oleh hikmah

kehidupan. Tampaknya asumsi dibuat oleh penguasa dengan maksud agar

orang-orang berebut untuk dekat dengan raja, sehingga jika sudah demikian
raja atau pemimpin mampu mengendalikannya untuk kepentingan legitimasi

dan langgengnya kekuasaan.

9. Penutup

Negara India mempunyai sejarah peradaban yang panjang.

Peradabannya telah ada dan maju sejak zaman sebelum Masehi. Negara itu

ibarat sumber sinar yang memancar ke segala arah penjuru dunia, termasuk

Indonesia. Oleh karena itu, tampaknya premahaman terhadap negara India

beserta tata nilai yang dinaut oleh para pendudukinya sungguh penting dalam

rangka memahami perkembangan peradaban dunia. Tulisan yang disajikan di

atas tidak secara detail membahas negara tersebut, namun paling tidak dari

uraian yang sangat sederhana ini dapat memunculkan nuansa-nuansa

pemikiran yang mungkin selama ini terabaikan.

Bagaimana pun India merupakan salah satu negara yang sangat

memberikan pengaruh yang kuat di Indonesia. Namun selama ini tidak ada

telaah yang mencoba mendalami bagaimana pengaruh itu sebetulnya telah

beramalgamasi dengan pandangan-pandangan hidup orang Indonesia.

Melalui tulisan ini, mudah-mudahan ini menjadi suatu dorongan pada siapa

pun yang membacanya untuk kembali merencanakan suatu penelitian yang

komprehensif mengenai posisi pandangan dan peradaban hidup India dalam

sistem nilai dan pandangan hidup orang-orang Indonesia. Semoga.***

Anda mungkin juga menyukai