Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
“TANIN”
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
KELAS IV-C
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Makalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan Makalah..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Pengertian Tanin.............................................................................................3
2.2 Klasifikasi Tanin.............................................................................................4
2.3 Biosintesis Tanin............................................................................................6
2.4 Skrining Fitokimia Tanin................................................................................7
2.5 Gambar Tanaman Yang Mengandung Senyawa Tanin..................................8
2.6 Cara Ekstraksi dan Identifikasinya...............................................................10
BAB II KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................13
3.1 Kesimpulan...................................................................................................13
3.2 Saran.............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14
i
BAB I
PENDAHULUAN
BAB IILatar Belakang
1
tumbuhan dari pengaruk buruk lingkungan atau serangan hama (Hagerman,
2002).
2
BAB III
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tanin
3
3. Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic dan pemberi
warna (Harbone, 1996).
Identifikasi Tanin dapat dilakukan dengan cara :
1. Diberikan larutan FeCl3 berwarna biru tua / hitam kehijauan.
2. Ditambahkan Kalium Ferrisianida + amoniak berwarna coklat.
3. Diendapkan dengan garam Cu, Pb, Sn, dan larutan Kalium Bikromat berwarna
coklat (Harbone, 1996).
Kegunaan Tanin :
1. Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa pertumbuhan bagian tertentu
pada tanaman, misalnya buah yang belum matang, pada saat matang taninnya
hilang.
2. Sebagai anti hama bagi tanaman sehingga mencegah serangga dan fungi.
3. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu tanaman.
4. Efek terapinya sebagai adstrigensia pada jaringan hidup misalnya pada
gastrointestinal dan pada kulit.
5. Efek terapi yang lain sebagai anti septic pada jaringan luka, misalnya luka
bakar, dengan cara mengendapkan protein.
6. Sebagai pengawet dan penyamak kulit.
7. Reagensia di Laboratorium untuk deteksi gelatin, protein dan alkaloid.
8. Sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara mengeluarkan asam
tamak yang tidak larut.
Hidrolisa Tanin : Tanin apabila dihidrolisa akan menghasilkan fenol
polihidroksi yang sederhana. Hidrolisa :
1. Asam Gallat terurai pirogalol
2. Asam Protokatekuat Katekol
3. Asam Ellag dan Tenol-fenol lain (Asam Ellag dapat disamak kulit bentuk
bunga) (Harbone, 1996).
2.2 Klasifikasi Tanin
4
Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk
jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan
asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini adalah gallotanin
yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan asam galat. Selain
membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang
bisa disebut Ellagitanins.Berat molekul galitanin 1000-1500,sedangkan Berat
molekul Ellaggitanin 1000-3000. Ellagitanin sederhana disebut juga ester asam
hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galic
jika dilarutkan dalam air. Asam elagat merupakan hasil sekunder yang terbentuk
pada hidrolisis beberapa tanin yang sesungguhnya merupakan ester asam
heksaoksidifenat (Hagerman, 2002).
5
2.3 Biosintesis Tanin
6
satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin. Kebanyakan
proantosianidin adalah prosianidin, ini berarti bila direaksikan dengan asam akan
menghasilkan sianidin (Hagerman, 2002).
2. Tannin-terhidrolisiskan terutama terdiri atas dua kelas, yang paling
sederhana adalah depsida galoilglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa
glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Pada jenis kedua, inti
molekul berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat,
disini pun berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis elagitanin ini
menghasilkan asam elagat. Tannin terhidolisiskan ini pada pemanasan dengan
asam klorida atau asam sulfat menghasilkan gallic atau ellagic. Hydrolyzable
tanin yang terhidrolisis oleh asam lemah atau basa lemah untuk menghasilkan
karbohidrat dan asam fenolat. Contoh gallotannins adalah ester asam gallic
glukosa dalam asam tannic (C76H52O46), ditemukan dalam daun dan kulit
berbagai jenis tumbuhan. Salah satu contoh tanaman yang mengandung senyawa
tannin adalah jambu biji (Hagerman, 2002).
2.4 Skrining Fitokimia Tanin
7
tanaman berkayu. Sebaliknya, tanin yang terhidrolisiskan penyebarannya terbatas
pada tanaman berkeping dua; di Inggris hanya terdapat dalam suku yang nisbi
sedikit. Tetapi, kedua jenis tanin itu dijumpai bersamaan dalam tumbuhan yang
sama seperti yang terjadi pada kulit daun ek, Quercus (Endarini, 2016).
Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap
terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galokatekin) yang
membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Ikatan
karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui
ikatan 4-8 atau 6-8. Kebanyakan flavolan mempunyai 2 sampai 20 satuan flavon.
Nama lain untuk tanin terkondensasi adalah proantosianidin karena bila
direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung
satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin. Kebanyakan
proantosianidin adalah prosianidin, ini berarti bila direaksikan dengan asam akan
menghasilkan sianidin. Dikenal juga dengan prodelfinidin dan properlargonidin,
demikian juga campuran polimer yang menghasilkan sianidin dan delfinidin pada
penguraian oleh asam (Endarini, 2016).
Tanin terhidrolisiskan terutama terdiri dari dua kelas yang sederhana yaitu
depsida galoilglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa glukosa dikelilingi oleh
lima gugus ester galoil atau lebih. Pada jenis kedua, inti molekul berupa senyawa
dimer asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat, disini pun berikatan dengan
glukosa. Bila dihidrolisis elagitanin ini menghasilkan asam elagat. Senyawa
dalam kedua golongan ini dapat dipilah lebih lanjut
berdasarkan biogenesisnya (Endarini, 2016).
Uji skrining tanin dapat dilakukan dengan 2 metode yaituuji gelatin FeCl3.
Untuk uji FeCl3, maka sebanyak 2 ml ekstrak air dari suatu bagian tanaman
ditambahkan ke dalam 2 ml air suling. Selanjutnya, larutan ekstrak tersebut
ditetesi dengan satu atau dua tetes larutan FeCl31%. Adanya kandungan tanin
ditandai dengan timbulnya warna hijau gelap atau hijau kebiruan (Endarini, 2016).
Suatu esktrak bagian tanaman mengandung tanin jika terbentuk endapan
putih, setelah diberi larutan gelatin 1% yang mengandung NaCl 10% (Endarini,
2016).
8
2.5 Gambar Tanaman Yang Mengandung Senyawa Tanin
9
ebrasal dari Amerika Tengah dan masuk ke Pulau Jawa pada tahun 1936.
Kaliandara sebagai tanaman leguminosa mempunyai kandungan protein
yang cukup tinggi yaitu sebesar 22% berdasarkan bahan kering. Namun
kadar tanin cukup tinggi yaitu sekitar 10% menyebabkan kecernaannya
menjadi rendah yaitu sekitar 35-42% (Jayadi, 1991). Kaliandra yang
termasuk daun legum diketahui mengandung protein kasar yang cukup
banyak jumlahnya (Tangenjaja et al., 1992), sehingga dapat digunakan
sebagai suplemen bagi hijauan rendah protein (Mannetje dan Jones, 1992).
Pemanfaatan daun ini, baik dalam bentuk segar maupun kering telah lama
diketahui, terutama untuk ternak ruminansia. Sedangkan untunk unggas
belum berkembang karena daun kaliandra ini mengandung serat kasar
yang cukup tinggi (Tangenjaja dan Wina, 2000). Zat antinutrisi yang
terdapat pada kaliandra adalah tanin (National Research Council, 1983).
2.6 Cara Ekstraksi dan Identifikasinya
10
pendeteksi ferri sulfat (Yuliani, 2008), forestal (asam asetat glasial : H2O : HCl
pekat) (30:10:3) (Nuraini, 2002), etil asetat : metanol : asam asetat (6:14:1)
dengan pendeteksi aluminium klorida 5% (Olivina, 2005), n-butanol : asam
asetat : air (4:1:5), metanol : etil asetat (4:1) dengan pendeteksi AlCl3 1%
(Lidyawati, 2006), etil asetat : kloroform : asam asetat 10% (15:5:2). Setelah
gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi dihentikan. Noda yang
terbentuk masing-masing diukur harga Rf nya, selanjutnya dengan
memperhatikan bentuk noda pada berbagai larutan pengembang ditentukan
perbandingan larutan pengembang yang paling baik untuk keperluan preparatif.
Noda yang terbentuk diperiksa dengan lampu UV-Vis pada panjang gelombang
254 nm dan 366 nm (Sa'adah, 2010).
Pada pemisahan dengan KLT preparatif digunakan plat silika G 60 F254
dengan ukuran 10 cm x 20 cm. Ekstrak pekat hasil ekstraksi dilarutkan dengan
aseton-air, kemudian ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm dari garis bawah
dan 1 cm dari garis tepi. Selanjutnya dielusi dengan menggunakan eluen n-butanol
: asam asetat : air (BAA) (4:1:5) yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT
analitik. Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi
dihentikan. Noda yang terbentuk masing-masing diukur nilai Rf nya. Noda-noda
diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Isolat-
isolat yang diperoleh dari hasil KLT preparatif, dilarutkan dengan aseton : air dan
disentrifuge kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis merk
Shimadzu. Masing-masing isolat sebanyak 2 mL dimasukkan dalam kuvet dan
diamati spektrumnya pada bilangan gelombang 200-800 nm. Identifikasi
dilanjutkan dengan penambahan pereaksi geser NaOH 2 M, AlCl3 5%, AlCl3
5%/HCl, NaOAc, NaOAc/H3BO3. Kemudian diamati pergeseran puncak
serapannya. Tahapan kerja penggunaan pereaksi geser adalah sebagai berikut:
a. Isolat yang dapat diamati pada panjang gelombang 200-800 nm, direkam dan
dicatat spektrum yang dihasilkan.
b. Isolat dari tahap 1 ditambah 3 tetes NaOH 2 M kemudian dikocok hingga
homogen dan diamati spektrum yang dihasilkan. Sampel didiamkan selama 5
menit dan diamati spectrum yang dihasilkan.
c. Isolat dari tahap 1 kemudian ditambah 6 tetes pereaksi AlCl3 5 % dalam
metanol kemudian dicampur hingga homogen dan diamati spektrumnya.
11
Sampel ditambah dengan 3 tetes HCl kemudian dicampur hingga homogen dan
diamati spektrumnya.
d. Isolat dari tahap 1 ditambah serbuk natrium asetat kurang lebih 250 mg.
Campuran dikocok sampai homogen menggunakan fortex dan diamati lagi
spektrumnya. Selanjutnya larutan ini ditambah asam borat kurang lebih 150 mg
dikocok sampai homogen dan diamati spektrumnya.
Isolat hasil KLT preparatif yang diduga senyawa tanin diidentifikasi dengan
menggunakan spektrofotometer FTIR. 0,2 g pelet KBr ditambahkan dengan
satu tetes isolat yang diduga senyawa tanin, dikeringkan kemudian
diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR merk IR Buck M500 Scientific
dengan panjang gelombang 4000-400 cm-1 (Sa'adah, 2010).
Identifikasinya
Identifiaksi dengan spektrofotometri inframerah (FTIR) hasil
pemisahan KLTP menunjukkan bahwa isolat 2 mengandung gugus fungsi seperti
rentangan asimetri O-H pada bilangan gelombang 3372,4 cm-1, sebagai akibat
dari vibrasi ikatan hidrogen intramolekul. Bilangan gelombang 2071,8 cm-1
menunjukkan puncak serapan C-H deformasi keluar bidang. Pada spektrum ini
tidak terlihat adanya pita serapan karbonil di daerah 1700 cm-1, tetapi terdapat
pita serapan agak melebar di bilangan gelombang 1625,8 cm-1 dimungkinkan
merupakan pita gabungan dari uluran C=O dan serapan ikatan rangkap C=C
aromatik. Hal ini mungkin dikarenakan kuatnya efek resonansi gugus karbonil
dengan cincin aromatik. Dugaan senyawa tanin diperkuat dengan adanya cincin
aromatik yang tersubstitusi pada posisi orto yang ditunjukkan dengan puncak
serapan pada bilangan gelombang 782,5. Puncak-puncak spesifik tersebut
merupakan puncak spesifik dari senyawa tanin, sehingga memperkuat dugaan
bahwa dalam isolat 2 hasil pemisahan senyawa tanin dengan KLTP mengandung
senyawa tanin. Jenis senyawa tanin yang diperoleh dari hasil pemisahan ekstrak
(isolat 2) daun belimbing wuluh dengan kromatografi lapis tipis diduga adalah
flavan-3,6,7,4',5'-pentaol atau flavan- 3,7,8,4',5'-pentaol (Sa'adah, 2010).
12
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Tanin merupakan salah satu senyawa polifenol dengan berat molekul lebih
dari 1000mg yang dapat diperoleh dari semua jenis tumbuhan. Tanin memiliki
sifat yang khas baik fisik maupun kimianya. Tanin biasanya dalam tumbuhan
berfungsi sebagai sistem pertahanan dari predaptor, contohnya pada buah yang
belum matang, buah akan terasa asam dan sepat, hal ini sama dengan sifat tanin
yang asam dan sepat. Selain itu tanin juga dapat mengendapkan protein, alkaloid,
dan gelatin. Tanin juga dapat membentuk khelat dengan logam secara stabil,
sehingga jika manusia kebanyakan mengkonsumsi makanan yang memiliki tanin
maka Fe pada darah akan berkurang sehingga menyebabkan anemia Tanin
diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu tanin terhidrolisis dan tanin
terkondensasi. Masing-masing jenis memiliki struktur dan sifat yang berbeda.
Untuk tanin yang tehidrolisis memiliki ikatan glikosida yang dapat dihidrolisis
oleh asam. Kalau tanin terkondensasi biasanya berbentuk polimer.
3.2 Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
Bokuchava M.A, Skobeleva N.I. (1969). The Chemistry and Biochemistry of Tea
and Tea Manufacture, Advances in Food Research. New York London :
Academic Press.
Endarini, H.L. (2016). Farmakognisi dan Fitokimia. Jakarta Selatan: Pusdik
SDM Kesehatan.
Hagerman, A.E. (2002). Condensed Tannin Structural Chemistry. Department of
Chemistry and Biochemistry, Miami University, Oxford, OH 45056.
Harborne, J.B. (1996). Metode Fitokimia. Edisi ke-2. ITB : Bandung.
Kondo, M. ; Kita, K. ; Yokota, H. (2004). Feeding value to goats of whole-crop
oat ensiled with green tea waste. Anim. Feed Sci. Technol., 113: 71-81
National Research Council. (1983). Risk Assesment In The Federal Government:
Managing The Process. Washington (DC): National Academies Press
(US).
Oliveira, F. R. A. ; Oliveira, F. A. ; Guimarães, I. P. ; Medeiros, J. F. ; Oliveira,
M. K. T. ; Freitas, A. V. L. ; Medeiros, M. A. (2009). Emergency of
seedlings of Moringa oleifera Lam irrigated with water of different levels
of salinity. Biosci. J., 25 (5): 66–74.
Sa'adah, Lailis. (2010). Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Tanin Dari Daun
Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.). Skripsi. Fakultas Sains Dan
Teknologi Universitas Islam Negeri : Malang.
14