Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Ilmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencangkup seluruh aspek ilmu kedokteran
yang berorientasi kepada pelayanan kesehatan tingkat primer yang saling berhubungan dan
menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga dan masyarakat. Faktor-faktor yang
harus diperhatikan adalah faktor keluarga, lingkungan, ekonomi dan sosial-budaya, termasuk
masalah-masalah pada keluarga yang ada hubungannya dengan masalah kesehatan yang
dihadapi oleh perorangan sebagai bagian dari anggota keluarga. Dokter keluarga merupakan
dokter yang mengabdikan dirinya untuk dapat memiliki pengetahuan dan keterampilan
melalui pendidikan khusus di bidang kedokteran keluarga sehingga dapat menjalankan
kewajibannya untuk menjalankan praktik kedokteran keluarga. [Rifki, Vidiawati dan
Werhani, 2014.; Anggraini, Novitasari, Setiawan, 2015]
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis (TB) yang ditularkan secara langsung melalui droplet penderita penyakit TB
yang terhirup. Penyakit TB paru jika tidak ditangani dengan benar akan menimmbulkan
komplikasi seperti pleuritis, efusi pleura, obstruksi jalan napas, kerusakan parenkim paru
berat, kor-pulmonal, hingga penyebaran hematogen menuju organ diseluruh tubuh seperti
otak ,hati, tulang, ginjal dan lain-lain. Pada tahun 2018, jumlah kasus TB di dunia mencapai
10.000.000 orang dengan angka kematian sebesar 1.200.000 orang dengan HIV negatif
ditambah dengan 251.000 orang dengan HIV positif. Jumlah terbanyak kasus TB di dunia
tertinggi yaitu pada Asia Tenggara (44%), Afrika (24%) dan Pasifik Barat (18%). Delapan
negara yang memberikan dua pertiga dari total global yaitu India (27%), China (9%),
Indonesia (8%), Filipina (6%), Pakistan (6%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%) dan Afrika
Selatan (3%). [WHO, 2019] Indonesia merupakan urutan ketiga terbanyak kasus penderita
TB setelah India dan Tiongkok. Berdasarkan pusat data dan informasi Kemeterian Republik
Indonesia (InfoDATIN) tahun 2018 di Indonesia angka penemuan kasus TB di Indonesia
pada tahun 2017 adalah 420.994 kasus. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TB
tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan. [Kemenkes,
2019, 2020] Jumlah penduduk yang mengidap penyakit TB pada tahun 2018 sebanyak
32.570 (0,3%) dari total penduduk DKI Jakarta. Angka tersebut meningkat dibandingkan
pada tahun 2015 yaitu sebanyak 23.133 jiwa. Jakarta Barat berada diperingkat 2 dengan
kasus TB paru sebanyak 7.613 jiwa. [Unit Pengelola Satistik, 2020] Menurut data dari
Puskesmas DI terdapat 83 kasus baru pasien dengan tuberkulosis paru di bulan Januari –
Desember 2019. Sementara pada bulan Januari – Mei 2020 terdapat penambahan 12 kasus
baru pasien dengan tuberkulosis paru. [Ilustrasi]
World Health Organization (WHO) mengatakan malnutrisi merupakan faktor risiko
yang signifikan dalam meningkatkan kejadian penyakit tuberkulosis. [Jaganath and Mupere,
2012] Begitu pula sebaliknya dan akibatnya, kurang gizi sangat lazim terjadi pada orang
dengan TB. Dapat dinyatakan malnutrisi akut berat pada pasien dewasa jika Indeks Masa
Tubuh (IMT) yaitu sangat rendah (<17.0 kg/m2). Prevalensi malnutrisi di Negara Amerika
sekitar 20-50%, sementara negara Afrika, prevalensi malnutrisi pada pasien TB sekitar 29-
61% dan di Benua Asia sekitar 68.6-87%.[Feleke, Feleke & Biadglegne, 2019] Di Asia
Tenggara beberapa negara dengan prevalensi orang dewasa dengan malnutrisi diantaranya
Bangladesh 30,4%, Malaysia 51,2%, di Thailand 40,9% dan di Vietnam 20,9%. Pengertian
malnutrisi meliputi dua hal yaitu nutrisi kurang dan nutrisi lebih. Prevalensi kekurangan gizi
di Indonesia yaitu 28,8% pada wanita usia reproduksi menderita anemia, 8% wanita dewasa
menderita diabetes dibandingkan dengan 7,4% pada pria. [Indonesia Nutrition Profile -
Global Nutrition Report, 2020] Pada tahun 2013, prevalensi orang dewasa (≥ 18 tahun)
dengan malnutrisi atau IMT sangat rendah di Indonesia yaitu 11,1% penduduk. Status gizi
kurus/underweight penduduk dewasa umur > 18 tahun berdasarkan IMT tertinggi di Nusa
Tenggara Timur yaitu 8,8% kemudian diikuti oleh Maluku 7,6%, Yogyakarta 7,0%, dan
Papua Barat 4,5% dari jumlah total penduduk. Sementara DKI Jakarta penduduk dewasa
>18 tahun yang menderita gizi kusus yaitu 4,3% dari jumlah total penduduk. [Pengpid &
Peltzer, 2017; Kemenkes, 2017]
Tuan R berusia 20 tahun menderita penyakit TB paru sejak 3 bulan yang lalu dan
sedang menjalani pengobatan tuberkulosis paru kategori 2 di Puskesmas DI. Pengobatan
tuberkulosis paru pada Tn. R dilakukan selama 8 bulan dikarenakan pasien merupakan
pasien TB paru kambuh (relaps). Selain itu, status gizi pasien berdasarkan IMT yaitu sangat
rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyakit TB paru pada Tn. R memerlukan
kunjungan dokter keluarga untuk mengetahui faktor resiko penyebab TB paru dan
hubungannya dengan status gizi yang dialami Tn. R. Penanganan kasus pada Tn.R sangat
penting mengingat komplikasi dari gizi buruk dan TB paru yang dapat mengancam nyawa.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Pernyataan Masalah
Tuan R usia 20 tahun dengan tuberkulosis paru relaps dan gizi buruk.
1.2.2. Pertanyaan Masalah
1. Apa saja yang dapat menjadi sumber penularan tuberkulosis paru relaps pada Tn. R?
2. Apa faktor internal dan eksternal yang menyebabkan tuberkulosis paru pada Tn. R?
3. Apa jalan keluar untuk masalah tuberkulosis paru yang dialami Tn. R?
4. Apakah hasil dari jalan keluar yang telah dilakukan untuk masalah tuberkulosis paru
yang dialami Tn. R?
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan umum :
Teratasinya tuberkulosis paru relaps dan tercapainya status gizi baik pada Tn. R serta
meningkatkan kualitas hidup pada Tn. R
1.3.2. Tujuan khusus :
1. Diketahuinya hal-hal yang dapat menjadi sumber penularan tuberkulosis paru relaps
pada Tn. R.
2. Diketahuinya internal dan eksternal yang menyebabkan tuberkulosis paru pada Tn. R.
3. Diketahui jalan keluar untuk masalah tuberkulosis paru yang dialami Tn. R.
4. Diketahuinya hasil dari jalan keluar yang telah dilakukan untuk masalah tuberkulosis
paru yang dialami Tn. R.
Anggraini, MT., Novitasari, A., Setiawan, MR. (2015). Buku Ajar Kedokteran Keluarga.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. hal 35- 36
Feleke, B., Feleke, T. and Biadglegne, F., (2019). Nutritional status of tuberculosis patients,
a comparative cross-sectional study. BMC Pulmonary Medicine, 19(1).
Global Nutrition Report. (2020). Indonesia Nutrition Profile - Global Nutrition Report.
[online] Available at: <https://globalnutritionreport.org/resources/nutrition-
profiles/asia/south-eastern-asia/indonesia/> [Accessed 27 June 2020].
Jaganath, D. and Mupere, E. (2012). Childhood Tuberculosis and Malnutrition. Journal of
Infectious Diseases, 206(12), pp.1809-1815.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Buku Saku Pemantauan Status Gizi
Tahun 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
. (2019). Sistem Informasi Tuberkulosis
Terpadu. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
. (2020). Pusat data dan informasi Kemeterian
Republik Indonesia (InfoDATIN). [online] Available at:
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
tuberkulosis-2018.pdf [Accessed 26 June 2020].
Pengpid, S. and Peltzer, K., (2017). The Prevalence of Underweight, Overweight/Obesity
and Their Related Lifestyle Factors in Indonesia, 2014–15. AIMS Public Health,
4(6), pp.633-649.
Rifki NN, Vidiawati D, Werdhani RA. (2014). Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran
Komunitas. Jakarta:Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI. pp. 41.
Unit Pengelola Statistik. (2020). Penyakit Tuberkulosis Di DKI Jakarta Hingga Tahun 2018
- Unit Pengelola Statistik. [online] Available at:
http://statistik.jakarta.go.id/penyakit-tuberkulosis-di-dki-jakarta-hingga-tahun-2018/
[Accessed 18 June 2020].

Anda mungkin juga menyukai