Ilmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencangkup seluruh aspek ilmu kedokteran yang berorientasi kepada pelayanan kesehatan tingkat primer yang saling berhubungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga dan masyarakat. Faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah faktor keluarga, lingkungan, ekonomi dan sosial-budaya, termasuk masalah-masalah pada keluarga yang ada hubungannya dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh perorangan sebagai bagian dari anggota keluarga. Dokter keluarga merupakan dokter yang mengabdikan dirinya untuk dapat memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan khusus di bidang kedokteran keluarga sehingga dapat menjalankan kewajibannya untuk menjalankan praktik kedokteran keluarga. [Rifki, Vidiawati dan Werhani, 2014.; Anggraini, Novitasari, Setiawan, 2015] Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (TB) yang ditularkan secara langsung melalui droplet penderita penyakit TB yang terhirup. Penyakit TB paru jika tidak ditangani dengan benar akan menimmbulkan komplikasi seperti pleuritis, efusi pleura, obstruksi jalan napas, kerusakan parenkim paru berat, kor-pulmonal, hingga penyebaran hematogen menuju organ diseluruh tubuh seperti otak ,hati, tulang, ginjal dan lain-lain. Pada tahun 2018, jumlah kasus TB di dunia mencapai 10.000.000 orang dengan angka kematian sebesar 1.200.000 orang dengan HIV negatif ditambah dengan 251.000 orang dengan HIV positif. Jumlah terbanyak kasus TB di dunia tertinggi yaitu pada Asia Tenggara (44%), Afrika (24%) dan Pasifik Barat (18%). Delapan negara yang memberikan dua pertiga dari total global yaitu India (27%), China (9%), Indonesia (8%), Filipina (6%), Pakistan (6%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%) dan Afrika Selatan (3%). [WHO, 2019] Indonesia merupakan urutan ketiga terbanyak kasus penderita TB setelah India dan Tiongkok. Berdasarkan pusat data dan informasi Kemeterian Republik Indonesia (InfoDATIN) tahun 2018 di Indonesia angka penemuan kasus TB di Indonesia pada tahun 2017 adalah 420.994 kasus. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TB tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan. [Kemenkes, 2019, 2020] Jumlah penduduk yang mengidap penyakit TB pada tahun 2018 sebanyak 32.570 (0,3%) dari total penduduk DKI Jakarta. Angka tersebut meningkat dibandingkan pada tahun 2015 yaitu sebanyak 23.133 jiwa. Jakarta Barat berada diperingkat 2 dengan kasus TB paru sebanyak 7.613 jiwa. [Unit Pengelola Satistik, 2020] Menurut data dari Puskesmas DI terdapat 83 kasus baru pasien dengan tuberkulosis paru di bulan Januari – Desember 2019. Sementara pada bulan Januari – Mei 2020 terdapat penambahan 12 kasus baru pasien dengan tuberkulosis paru. [Ilustrasi] World Health Organization (WHO) mengatakan malnutrisi merupakan faktor risiko yang signifikan dalam meningkatkan kejadian penyakit tuberkulosis. [Jaganath and Mupere, 2012] Begitu pula sebaliknya dan akibatnya, kurang gizi sangat lazim terjadi pada orang dengan TB. Dapat dinyatakan malnutrisi akut berat pada pasien dewasa jika Indeks Masa Tubuh (IMT) yaitu sangat rendah (<17.0 kg/m2). Prevalensi malnutrisi di Negara Amerika sekitar 20-50%, sementara negara Afrika, prevalensi malnutrisi pada pasien TB sekitar 29- 61% dan di Benua Asia sekitar 68.6-87%.[Feleke, Feleke & Biadglegne, 2019] Di Asia Tenggara beberapa negara dengan prevalensi orang dewasa dengan malnutrisi diantaranya Bangladesh 30,4%, Malaysia 51,2%, di Thailand 40,9% dan di Vietnam 20,9%. Pengertian malnutrisi meliputi dua hal yaitu nutrisi kurang dan nutrisi lebih. Prevalensi kekurangan gizi di Indonesia yaitu 28,8% pada wanita usia reproduksi menderita anemia, 8% wanita dewasa menderita diabetes dibandingkan dengan 7,4% pada pria. [Indonesia Nutrition Profile - Global Nutrition Report, 2020] Pada tahun 2013, prevalensi orang dewasa (≥ 18 tahun) dengan malnutrisi atau IMT sangat rendah di Indonesia yaitu 11,1% penduduk. Status gizi kurus/underweight penduduk dewasa umur > 18 tahun berdasarkan IMT tertinggi di Nusa Tenggara Timur yaitu 8,8% kemudian diikuti oleh Maluku 7,6%, Yogyakarta 7,0%, dan Papua Barat 4,5% dari jumlah total penduduk. Sementara DKI Jakarta penduduk dewasa >18 tahun yang menderita gizi kusus yaitu 4,3% dari jumlah total penduduk. [Pengpid & Peltzer, 2017; Kemenkes, 2017] Tuan R berusia 20 tahun menderita penyakit TB paru sejak 3 bulan yang lalu dan sedang menjalani pengobatan tuberkulosis paru kategori 2 di Puskesmas DI. Pengobatan tuberkulosis paru pada Tn. R dilakukan selama 8 bulan dikarenakan pasien merupakan pasien TB paru kambuh (relaps). Selain itu, status gizi pasien berdasarkan IMT yaitu sangat rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyakit TB paru pada Tn. R memerlukan kunjungan dokter keluarga untuk mengetahui faktor resiko penyebab TB paru dan hubungannya dengan status gizi yang dialami Tn. R. Penanganan kasus pada Tn.R sangat penting mengingat komplikasi dari gizi buruk dan TB paru yang dapat mengancam nyawa.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Pernyataan Masalah Tuan R usia 20 tahun dengan tuberkulosis paru relaps dan gizi buruk. 1.2.2. Pertanyaan Masalah 1. Apa saja yang dapat menjadi sumber penularan tuberkulosis paru relaps pada Tn. R? 2. Apa faktor internal dan eksternal yang menyebabkan tuberkulosis paru pada Tn. R? 3. Apa jalan keluar untuk masalah tuberkulosis paru yang dialami Tn. R? 4. Apakah hasil dari jalan keluar yang telah dilakukan untuk masalah tuberkulosis paru yang dialami Tn. R? 1.3. Tujuan 1.3.1 Tujuan umum : Teratasinya tuberkulosis paru relaps dan tercapainya status gizi baik pada Tn. R serta meningkatkan kualitas hidup pada Tn. R 1.3.2. Tujuan khusus : 1. Diketahuinya hal-hal yang dapat menjadi sumber penularan tuberkulosis paru relaps pada Tn. R. 2. Diketahuinya internal dan eksternal yang menyebabkan tuberkulosis paru pada Tn. R. 3. Diketahui jalan keluar untuk masalah tuberkulosis paru yang dialami Tn. R. 4. Diketahuinya hasil dari jalan keluar yang telah dilakukan untuk masalah tuberkulosis paru yang dialami Tn. R. Anggraini, MT., Novitasari, A., Setiawan, MR. (2015). Buku Ajar Kedokteran Keluarga. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. hal 35- 36 Feleke, B., Feleke, T. and Biadglegne, F., (2019). Nutritional status of tuberculosis patients, a comparative cross-sectional study. BMC Pulmonary Medicine, 19(1). Global Nutrition Report. (2020). Indonesia Nutrition Profile - Global Nutrition Report. [online] Available at: <https://globalnutritionreport.org/resources/nutrition- profiles/asia/south-eastern-asia/indonesia/> [Accessed 27 June 2020]. Jaganath, D. and Mupere, E. (2012). Childhood Tuberculosis and Malnutrition. Journal of Infectious Diseases, 206(12), pp.1809-1815. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. . (2019). Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. . (2020). Pusat data dan informasi Kemeterian Republik Indonesia (InfoDATIN). [online] Available at: https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin- tuberkulosis-2018.pdf [Accessed 26 June 2020]. Pengpid, S. and Peltzer, K., (2017). The Prevalence of Underweight, Overweight/Obesity and Their Related Lifestyle Factors in Indonesia, 2014–15. AIMS Public Health, 4(6), pp.633-649. Rifki NN, Vidiawati D, Werdhani RA. (2014). Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas. Jakarta:Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI. pp. 41. Unit Pengelola Statistik. (2020). Penyakit Tuberkulosis Di DKI Jakarta Hingga Tahun 2018 - Unit Pengelola Statistik. [online] Available at: http://statistik.jakarta.go.id/penyakit-tuberkulosis-di-dki-jakarta-hingga-tahun-2018/ [Accessed 18 June 2020].