DISUSUN OLEH :
KATA PENGANTAR................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................
B. Tujuan Pembahasan.................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................
Kesimpulan...................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Semua kontrak bisnis dan finansial dalam kerangka kerja keuangan islam, harus mematuhi
peraturan-peraturan syariah yang bertujuan membantu memcapai tujuan syariah (maqosid
asy syariah). Syariah merupakan seperangkat hukum atau perintah Tuhan yangmengatur
perilaku umat manusia dalam kehidupan individual dan sosialnya.
Sumber utama syariah adalah wahyu, yaitu kitab suci Al Quran dan Sunnah
Nabi Muhammad saw. Sumber lain dari ajaran syariah adalh Ijma’ (konsensus) dan Qiyas
(analogi) yang didasarkan pada ijtihad. Ijtihad merupakan upaya mental para cendekiawan
muslim yang memiliki keahian hukum dalam mencari solusi untuk permasalahan dan persoalan
yang muncul.
Selain itu, Kepentingan umum (maslahat al Mursalah) umat manusia, dan “Urf (adat
istiadat) juga merupakan metode pentig yang dapat digunakan oleh para ahli hukum islam
sebagai bahanpertimbangan untuk memutuskan posisi syariah terhadap beragam kontrak dan
aktivitas tanpa menyalahi ajaran dasar yang ada di dalam Al Quran dan Sunnah.
Ekonomi syariah sebagai salah satu sistem ekonomi yang dipakai di dunia ini, tidak
terlepas dari sistem ekonomi mainstream, seperti kapitalisme. Mengejar keuntungan
sebagaimana kuat dalam sistem ekonomi kapitalisme, juga sangat dianjurkan dalam ekonomi
syariah, namun harus seimbang dengan kemanfaatannya, artinya sebisa mungkin tidak ada pihak
yang dirugikan. Lebih lagi, kehalalan dan kebaikan (halalan thoyiban) dalam setiap aspek
produksi, transaksi, dan konsumsi menjadi prasyarat dalam ekonomi syariah.
Sebagai bagian dari sistem ekonomi syariah, keuangan syariah mewarisi nilai-nilai
ekonomi syariah. “Prinsip dasar keuangan syariah pada dasarnya sedikit”, kata Imam Sugema
dalam Understanding Sharia yang diadakan Prudential Indonesia (15/7) di Hotel Four Season,
Jakarta. Ekonom ini lalu menjelaskan, misalnya terkait dengan riba. Sebagaimana diketahui,
keuangan syariah tidak mengenal riba, bahkan melarangnya. “Definisi riba, tambahan yang tidak
ada fundamentalnya”, kata Imam memulai penjelasannya tentang prinsip dasar keuangan syariah.
Ia mengilustrasikan, jika nilai tambah dalam ekonomi wajarnya dikenakan atas produksi,
riba tidak. Justeru riba ditambahkan atas sesuatu yang tidak fundamental, yaitu waktu. Semakin
lama waktu ditunda, semakin bertambah riba. Misalnya ini diterapkan pada sistem pinjaman
pada keuangan konvensional.
Prinsip lainnya adalah gharar, menurut Imam, “Adalah sesuatu yang sebenarnya bisa
dibuat jelas tetapi malah dibuat tidak jelas”. Berbeda dengan judi yang sudah tidak jelas dari
awalnya. Misalnya dalam konsep asuransi konvensional, gharar terjadi ketika risiko dipindahkan
dari peserta ke perusahaan asuransi. Pun sebaliknya, ketika peserta membeli pertanggungan atas
risiko. Risiko yang secara alami tidak dapat diprediksi dengan tepat alias mengandung
ketidakpastian, kian dibuat tidak pasti dengan pemindahan risiko tersebut. Masing-masing pihak
mendapat zero sum game. Ketika tidak terjadi risiko, kemanfaatan uang peserta yang digunakan
untuk membeli risiko hilang. Sebaliknya, ketika terjadi risiko, risiko menjadi tanggungan
perusahaan asuransi.
Padahal, bisa dibuat jelas, yaitu dengan skema hibah dalam dana tabarru. Tabarru yang
dalam asuransi syariah adalah dana kumpulan yang kemanfaatannya dapat digunakan bersama.
Yaitu, ketika terjadi risiko di antara para peserta. “Melalui akad hibah, orang secara sadar
memberikan sebagian dananya untuk membantu orang lain”, kata Imam menjelaskan.
Didalamnya mencakup seluruh sisi kehidupan individu dan masyarakat, baik
perekonomian, sosial kemasyarakatan, politik bernegara, serta lainnya. Para ulama mujtahid dari
kalangan para sahabat, tabi’in, dan yang setelah mereka tidak henti-hentinya mempelajari semua
yang dihadapi kehidupan manusia dari fenomena dan permasalahan tersebut di atas dasar ushul
syariat dan kaidah-kaidahnya.
Berangkat dari sini, sudah menjadi kewajiban setiap muslim dalam kehidupannya untuk
mengenal dan mengamalkan hukum-hukum syariat terkait dengan amalan tersebut. Seperti yang
akan ditulis oleh pemakalah yaitu tentang kaidah-kaidah fiqh bermuamalah yang bertujuan
sebagai acuan/sandaran kita dalam hubungan kepentingan antar sesama manusia
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka akan timbul beberapa permasalahan, yaitu :
1. Apa Pengertian Dasar Keuangan Syariah ?
2. Apa saja Dasar – dasar manajemen syariah ?
3. Pengertian fiqih muamalah ?
4. Ruang lingkup fiqih muamalah ?
5. Kaidah fiqih dalam transaksi ekonomi ( muamalah ) ?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Pengertian Dasar Keuangan Syariah
2. Untuk mengetahui Dasar – dasar manajemen syariah
3. Untuk mengetahui Pengertian fiqih muamalah
4. Untuk mengetahui Ruang lingkup fiqih muamalah
5. Untuk mengetahui Kaidah fiqih dalam transaksi ekonomi ( muamalah )
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan untuk menambah khasanah keilmuan, pengetahuan, dan wawasan
tentang dasar - dasar manajemen keuangan syari’ah, dan fiqh
2. Sebagai bahan referensi dari sumber-sumber yang telah ada sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam manajemen syariah terdapat 3 usur yang yang tidak dapat terpisahkan yaitu:
1.Hablun Min Allah
Hablun min Allah yaitu hubungan manusia dengan Allah SWT sebagai pencipta segala
sesuatuyang ada di bumi dan di langit, yang mana dalam manajemensyariah diatur bagaim
ana seorang hamba dengan Tuhannya dalam melakukan suatu pekerjaan baik itu pekerjaan
dari organisasi maupun tugas pribadi dalam kehidupansehari hari.
Dalam islam hubungan manusia dengan tuhannya sangat mempengarui bagaimana suatu m
anajemen itu akan berjalan sesuai dengan aturan islam atau syariah,dan juga ini yang serin
g membedakan antara manajemen konvensional enganmanjemen syariah. Dimana dalam
manajemen syariah tidak semata mata mencarikeutungan saja, tetapi dalam melakukan su
atu pekerjaan juga sebagai ibadah seorang hamba kepada Tuhannya.
2.Hablun Minan Nas
Hablun minan nas yaitu hubungan antara manusia dengan manusia baik itu
antara pekerja dengan masyarakat, pekerja dengan piminanan maupun organisasi
dengan masyarakat dimana organisasi tersebut berdomisili. Dengan menjalin hubungan
baik antar manusia ini maka suatu organisasi akan berjalan dengan baik untukmencapai tuj
uan orgaisasi tersebut.Hal ini dijunjung tinggi oleh setiap manajemenyang ada baik itu man
ajemen syariah maupun manajemen konvensional.
3.Hablun Minal Alam
Hablun minal alam yaitu hubungan antara organisasi dengan linkungan sekitar,yang ma
na suatuorganisasi harus menjaga lingkunganya dengan baik agar tidakterkena dampak ter
hadap masyarakat yang hidup disekitar lingkungan organisasi beroprasi. Jika lingkungan te
rjaga dengan baik maka opersional organisasi akan berjalan sebagaimana diharapkan, jika
sebaliknya maka organisasi tersebut akan berselisih dengan masyarakat sekitar lingkungan
nya dan operasionalnya tidak akan berjalan sebagai mana diharapkan.
Ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan
hokum-hukum islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti
wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah.hokum-hukum fiqih terdiri dari hokum-hukum yang
menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertical antara manusia dengan
Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Ruang lingkup fiqih muamalah mencakup segala aspek kehidupan manusia, seperti
social,ekonomi,politik hokum dan sebagainya. Aspek ekonomi dalam kajian fiqih sering disebut
dalam bahasa arab dengan istilah iqtishady, yang artinya adalah suatu cara bagaimana manusia
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membuat pilihan di antara berbagai pemakaian atas
alat pemuas kebutuhan yang ada, sehingga kebutuhan manusia yang tidak terbatas dapat
dipenuhi oleh alat pemuas kebutuhan yang terbatas.
Ruang linkup fiqh muamalah terbagi menjadi dua. Ruang lingkup fiqh muamalah yang
bersifat adabiyah ialah ijab dan kabul, saling meridahi, tidak ada keterpaksaan dari salah satu
pihak, hak dan kawajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, penimbunan, dan segala
sesuatu yang bersumber dari indra manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta dalam
hidup bermasyarakat.
Ruang lingkup pembahasan adiniyah ialah masalh jual beli ( al- bai’ al-tijarah ), gadai
( al-rahn ), jaminan dan tanggungan ( kafalan dan dlaman ), pemindahn utang ( hiwalah ), jatuh
bangkrut ( taflis ), batas tindakan ( al-harju ), perseroan dan perkongsian ( al-syirkah ), perseroan
harta dan tenaga ( al-mudharabah ), sewa menyewa ( al-ijarah ), pemberian hak guna pakai ( al-
ariyah ), barang titipan ( al-wadlit’ah ), barang temuan ( al- luqathah ), garapan tanah ( al-
mujara’ah )sewa menyewa tanah ( al-mukhabarah ), upah ( ujrat al ’amal ), gugatan ( al-
syuf’ah ), syembara ( al-ji’alah ), pembagian kekayan bersama ( al-qismah ), pemberian ( al-
hibbah ), pembebasan ( al-ibra ), damai ( al-shulhu ), dan ditambah dengan beberapa masalh
mu’ashirah ( muhaditsah ), seperti masalah bungah bank, asuransi, kredit, dan masalah masalh
baru lainnya.
Kegiatan ekonomi merupakan salah satu dari aspek muamalah dari sistem Islam,
sehingga kaidah fiqih yang digunakan dalam mengidentifikasi transaksi-transaksi ekonomi juga
menggunakan kaidah fiqih muamalah. Kaidah fiqih muamalah adalah “al ashlu fil mua’malati al
ibahah hatta yadullu ad daliilu ala tahrimiha” (hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh,
kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Ini berarti bahwa semua hal yang berhubungan
dengan muamalah yang tidak ada ketentuan baik larangan maupun anjuran yang ada di dalam
dalil Islam (Al-Qur’an maupun Al-Hadist), maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam.
Kaidah fiqih dalam muamalah di atas memberikan arti bahwa dalam kegiatan muamalah
yang notabene urusan ke-dunia-an, manusia diberikan kebebasan sebebas-bebasnya untuk
melakukan apa saja yang bisa memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, sesamanya dan
lingkungannya, selama hal tersebut tidak ada ketentuan yang melarangnya. Kaidah ini
didasarkan pada Hadist Rasulullah yang berbunyi: “antum a’alamu bi ‘umurid dunyakum”
(kamu lebih tahu atas urusan duniamu). Bahwa dalam urusan kehidupan dunia yang penuh
dengan perubahan atas ruang dan waktu, Islam memberikan kebebasan mutlak kepada manusia
untuk menentukan jalan hidupnya, tanpa memberikan aturan-aturan kaku yang bersifat dogmatis.
Hal ini memberikan dampak bahwa Islam menjunjung tinggi asas kreativitas pada umatnya
untuk bisa mengembangkan potensinya dalam mengelola kehidupan ini, khususnya berkenaan
dengan fungsi manusia sebagai khalifatul-Llah fil ‘ardlh (wakil Allah di bumi).
Efek yang timbul dari kaidah fiqih muamalah di atas adalah adanya ruang lingkup yang
sangat luas dalam penetapan hukum-hukum muamalah, termasuk juga hukum ekonomi. Ini
berarti suatu transaksi baru yang muncul dalam fenomena kontemporer yang dalam sejarah Islam
belum ada/dikenal, maka transaksi tersebut “dianggap” diperbolehkan, selama transaksi tersebut
tidak melanggar prinsip-prinsip yang dilarang dalam Islam. Sedangkan transaksi-transaksi yang
dilarang dalam Islam adalah transaksi yang disebabkan oleh faktor:
1. Haram zatnya
Di dalam Fiqih Muamalah, terdapat aturan yang jelas dan tegas mengenai obyek transaksi
yang diharamkan, seperti minuman keras, daging babi, dan sebagainya. Oleh karena itu
melakukan transaksi yang berhubungan dengan obyek yang diharamkan tersebut juga
diharamkan. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih: “ma haruma fi’luhu haruma tholabuhu” (setiap
apa yang diharamkan atas obyeknya, maka diharamkan pula atas usaha dalam mendapatkannya).
Kaidah ini juga memberikan dampak bahwa setiap obyek haram yang didapatkan dengan cara
yang baik/halal, maka tidak akan merubah obyek haram tersebut menjadi halal.
3. Tidak sah
Segala macam transaksi yang tidak sah/lengkap akadnya, maka transaksi itu dilarang dalam
Islam. Ketidaksah/lengkapan suatu transaksi bisa disebabkan oleh: rukun (terdiri dari pelaku,
objek, dan ijab kabul) dan syaratnya tidak terpenuhi, terjadi ta’alluq (dua akad yang saling
berkaitan), atau terjadi two in one (dua akad sekaligus). Ta’alluq terjadi bila kita dihadapkan
pada dua akad yang saling dikaitkan, di mana berlakunya akad pertama tergantung pada akad
kedua. Yang seperti ini, terjadi bila suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus sehingga
terjadi ketidakpastian (grarar) akad mana yang harus digunakan.maka transaksi ini dianggap
tidak sah.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN :
.1.Dalam ekonomi Islam, berbagai sumberdaya dipandang sebagai pemberianatau titipan Tuhan
kepada manusia. Manusia harus memanfatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam
produksi guna memenuhi kesejahteraan bersama di dunia, yaitu untuk diri sendiri dan orang lain.
Namun yang terpenting bahwa kegiatan akan di pertanggungjawabkan di akhira nanti.
2. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, temasuk kepemilikan alat
produksi dan faktor produksi.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. Seorang Muslim, apakah ia
sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya.
4. Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan
besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat, dan penggunaanya direncanakan untuk kepentingan
orang banyak.
Fiqih muamalah merupakan salah satu dari bagian persoalan hukum Islam seperti yang
lainnya yaitu tentang hukum ibadah, hukum pidana, hukum peradilan, hukum perdata, hukum
jihad, hukum perang, hukum damai, hukum politik, hukum penggunaan harta, dan hukum
pemerintahan
Ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan
hokum-hukum islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti
wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah.hokum-hukum fiqih terdiri dari hokum-hukum yang
menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertikal antara manusia dengan
Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Ruang linkup fiqh muamalah terdiri dari
dua yaitu fiqh muamalah yang bersifat adabiyah dan adiniyah
Kaidah fiqih muamalah adalah “al ashlu fil mua’malati al ibahah hatta yadullu ad daliilu
ala tahrimiha” (hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang
mengharamkannya). Ini berarti bahwa semua hal yang berhubungan dengan muamalah yang
tidak ada ketentuan baik larangan maupun anjuran yang ada di dalam dalil Islam (Al-Qur’an
maupun Al-Hadist), maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam.
Dalam Islam, transaksi utama dalam kegiatan usaha adalah transaksi riil yang
menyangkut suatu obyek tertentu, baik obyek berupa barang ataupun jasa. kegiatan usaha jasa
yang timbul karena manusia menginginkan sesuatu yang tidak bisa atau tidak mau dilakukannya
sesuai dengan fitrahnya manusia harus berusaha mengadakan kerjasama di antara mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, Cet. 1, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2006.
K. Lewis, Mervyn, Perbankan Syari’ah Prinsip, Praktik, dan Prospek, Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, Cet.1., 2007
Al-Maududi, Abul A’la, Asas Ekonomi Islam Al-Maududi, Terj. Imam Munawwir, Surabaya:
PT Bina Ilmu, Cet.1., 2005.
Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Ed. 1., Revisi.2005, Yogyakarta: (UPP)AMPYKPN,
2005.
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, Cet. Ke-12, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001.
Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank syari’ah, Cet. 7.- Tangerang: Azkia Publisher,
2009.
Vogel, Frank E, Hukum Keuangan Islam Konsep, Teori dan Praktik, Cet. 1., Bandung:
Nusamedia, 2007.
P3EI, EKONOMI ISLAM, Ed.1,- 1.- Jakarta: PT Raja Grafinda Persada, 2008.
Muhammad, Sistem & Prosedur operasional Baank Syari’ah, Cet. 1,--Yogyakarta UII Press,
2000.
Nasution, Muhammad Edwin, Pengenalan Eksklusif EKONOMI ISLAM, Cet. 1,--1--, Jakarta:
Kencana, 2006.
[1] MERVEN K. LEWIS & LATIFA M. ALGHOUD, Perbankan Syari’ah; Prinsip, Praktik, dan
Prospek, Jakarta: PT. SERAMBI ILMU SEMESTA Cet.1. halm 123, 2007.