Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia, akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadaptenaga


kesehatan dengan dakwaan melakukan malpraktek makin meningkat dimana-
mana, termasuk di negara kita. Ini menunjukkan adanya peningkatan
kesadaran hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari akan
haknya. Disisi lain para tenaga kesehatan dituntut untuk melaksanakan
kewajiban dan tugas profesinya dan dengan lebih hati-hati dan penuh
tanggung jawab. Seorang tenaga kesehatan hendaknya dapat menegakkan
diagnosis dengan benar sesuai dengan prosedur, memberikan terapi dan
melakukan tindakan medik sesuai dengan standar pelayanan medik dan
tindakan itu memang wajar dan diperlukan. Dinegara-negara maju tiga
besar tenaga kesehatan yang  menjadi sasaran utama tuntutan ketidak layakan
dalam praktek, yaitu spesialis bedah (ortopedi, plastik dan syaraf),
spesialis anestesi dan spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Pada
spesialis kebidanan dan kandungan salah satu malpraktek yang dilakukan
adalah aborsi.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian PP/UU tentang Aborsi
2. Pengertian PP/UU tentang Bayi Tabung
3. Pengertian PP/UU tentang Adopsi
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui PP/UU tentang Aborsi
2. Mengetahui PP/UU tentang Bayi Tabung
3. Mengetahui PP/UU tentang Adopsi

1
BAB II
PEMBAHASAN

PERATURAN PEMERINTAH / UNDANG-UNDANG REPUBLIK


INDONESIA TENTANG ABORSI, BAYI TABUNG, DAN ADOPSI

A. PP/UU TENTANG ABORSI


1. Pengertian Aborsi
Aborsi : Pengguguran: Abortus provocatus
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya
kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian
janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20
minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur. (Wikipedia, 2009)
Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja
dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin
dapat hidup di luar tubuh ibu.
Aspek-aspek aborsi: Etik, Medis, Agama,  Sosial, Hukum, KB, Sumpah
dokter/bidan.
2. Aborsi dari sudut pandang Hukum
a. Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara
maupun kode etik kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan melakukan
tindakan aborsi atau pengguguran kandungan.
b. Jika ditinjau dari aspek hukum , pelarangan abortus justru tidak bersifat
mutlak.

2
Abortus atas indikasi medik  diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia, No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Pasal 75

1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi


2.  larangan pada ayat (1) dpt dikecualikan berdasarkan:
Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan.
3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dpt dilakukan setelah
melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang
4. Tindakan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah

Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:

1. Sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari hari pertama haid


terakhir, kecuali dlm hal kedaruratan medis
2. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri
3. Dengan persetujuan ibu hamil yg bersangkutan
4. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
5. Penyedia layanan kesehatan yg memenuhi syarat yg ditetapkan oleh menteri

3
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam psl 75 ayat (2) dan ayat (3) yg tdk bermutu, tdk aman,
dan tdk bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 194 (ketentuan pidana)


Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 tahun dan denta paling banyak Rp1.000.000.000,00 ( satu
milyar rupiah)

Berikut dijelaskan beberapa pasal dalam Kitab-Undang-Undang Hukum


Pidana (KUHP) yang mengatur abortus Provocatus:
Pasal 229
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati dengan diberitahukan atau ditimbulkjan harapan bahwa karena pengobatan
itu hamilnya dapat digugurkan. Maka orang tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat puluh ribu
rupiah.
2. Jika yang bersalah berbuat demikian demi mencari keuntungan , menjadikan
pebuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atrau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian,
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian

Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan, menghabisi nyawa
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.

4
Pasal 347
Ayat 1
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pi penjara paling lama
dua belas tahun. 2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya orang tersebut,
dikenakan pidana penjara paling lama lima belas  tahun

Pasal 348
Ayat 1
Siapa yang dengan sengaja menggugurkan  atau menghabisi nyawa
kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan. 2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan
matinya wanita teersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan kejahatan
yang diterangkan dalam Pasal  347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam
Pasal itu ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut haki untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

Pasal 535
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatru sarana untuk
menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau diminta menawarkan,
ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta,
menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantara yang demikian itu, diancam
dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah.

Aborsi Di Indonesia diatur oleh:

5
a. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) – dengan alasan apapun, aborsi adalah tindakan
melanggar hukum.  Sampai saat ini masih diterapkan.
b. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984tentang Pengesahan Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
c. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992tentang kesehatan – dalam kondisi
tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi).  Sampai dengan saat ini
masih diterapkan.
Keuntungan:
Undang-undang (KUHP) dibuat pada jaman Belanda untuk menyelamatkan
ibu dari kematian akibat tindak aborsi tak aman oleh tenaga tak terlatih (dukun).
Kerugian:
Aborsi masih dianggap sebagai tindakan kriminal, padahal aborsi bisa
dilakukan secara aman (safe abortion).
UU Kesehatan dibuat untuk memperbaiki KUHP, tapi memuat definisi aborsi
yang salah sehingga pemberi pelayanan (dokter) merupakan satu-satunya yang
dihukum.  Pada KUHP, baik pemberi pelayanan (dokter), pencari pelayanan (ibu),
dan yang membantu mendapatkan pelayanan, dinyatakan bersalah.
Akibat aborsi dilarang, angka kematian dan kesakitan ibu di Indonesia
menjadi tinggi karena ibu mencari pelayanan pada tenaga tak terlatih

B. PP/UU TENTANG BAYI TABUNG


1. Pengertian Bayi Tabung
Fertilisasi  In Vitro – transfer embrio
Proses pembuahan diluar tubuh / pertemuan antara sperma dan ovum
dilakukan di luar tubuh yaitu di dalam tabung (piring petri).
Suatu usaha jalan pintas untuk mempertemukan sel telur (ovum) dengan sel
jantan (sperma) di luar tubuh manusia (in vitro), yaitu dalam tabung gelas dan
kemudian setelah terjadi pembuahan dimasukkan kembali ke dalam rahim wanita
sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana layaknya janin biasa.

6
2. Dasar Hukum Pelaksanaan Bayi Tabung di Indonesia
Undang-Undang RI No 36/2009
 
Pasal 127
Ayat (1) Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya dpt dilakukan
oleh pasangan suami istri yang sah dgn ketentuan:

1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang


bersangkutan ditanamkan dlm rahim istri darimana ovum berasal
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu; dan
3. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu
Ayat (2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara alamiah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

           Undang-undang bayi tabung berdasarkan hukum perdata dapat ditinjau


dari beberapa kondisi berikut ini:
1. Jika sperma berasal dari pendonor dan setelah terjadi embrio diimplantasikan ke
dalam rahim isteri, maka anak yang terlahir statusnya sah dan memiliki
hubungan waris serta keperdataan selama suami menerimanya (Pasal 250 KUH
Perdata).
2. Jika embrio diimplantasikan ke rahim wanita lain yang telah bersuami, maka
anak yang terlahir statusnya sah dari pasangan penghamil, dan bukan dari
pasangan yang memiliki benih (Pasal 42 UU No. 1/1974 dan Pasal 250 KUH
Perdata)
3. Jika sperma dan sel telur berasal dari orang yang tidak terikat perkawinan tetapi
embrionya diimplantasikan ke rahim wanita yang terikat perkawinan, anak yang
terlahir statusnya sah bagi pasutri tersebut.
4. Jika embrio diimplantasikan ke rahim gadis, maka status anak yang terlahir
adalah anak di luar nikah.

7
C. PP/UU TENTANG ADOPSI
1. Pengertian Adopsi
Adopsi adalah suatu proses penerimaan seorang anak dari seseorang
atau lembaga organisasi ketangan orang lain secara sah diatur dalam peraturan
perundang-undangan.

Adopsi juga berarti memasukkan anak yang diketahuinya sebagai anak


orang lain  kedalam keluarganya dengan status fungsi sama dengan anak
kandung

Adopsi juga diartikan sebagai perbuatan hukum, dimana seseorang


yang cakap mengangkat seorang anak orang lain menjadi anak sah-nya.
Pada adopsi tidak berarti memutus-kan hubungan darah dengan orang tua
kandungnya, tetapi secara hukum terbentuk hubungan hukum sebagai orang
tua dan anak.

1. Adopsi dikenal dalam seluruh sistem hukum adat di Indonesia


2. Pengaturan tentang pengangkatan anak diatur antara lain di KUH Perdata,
UU No 2 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, PP no 54 tahun 2007
3. Pengaturan tehnisnya banyak tersebar di Surat Edaran Mahkamah Agung
2. Aspek Hukum Adopsi
Pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak atau yang
memutuskan untuk tidak mempunyai anak dapat mengajukan permohonan
pengesahan atau pengangkatan anak. Demikian juga bagi mereka yang
memutuskan untuk tidak menikah atau tidak terikat dalam perkawinan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan adopsi :
a. Pihak yang mengajukan adopsi
Pasangan Suami Istri ketentuan mengenai adopsi anak bagi
pasangan suami istri diatur dalam SEMA No.6 tahun 1983 tentang
penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 tahun 1979 tentang pemeriksaan

8
permohonan pengesahan/ pengangkatan anak. Selain itu Keputusan
Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak juga menegaskan bahwa
syarat untuk mendapatkan izin adalah calon orang tua angkat berstatus
kawin dan pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak,
sekurang-kurangnya sudah kawin lima tahun. Keputusan Menteri ini
berlaku bagi calon anak angkat yang berada dalam asuhan organisasi
sosial.

b. Orang tua tunggal


1. Staatblaad 1917 No. 129 ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi
orang-orang Tionghoa yang selain memungkinkan pengangkatan anak
oleh Anda yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah terikat
perkawinan (duda atau janda). Namun bagi janda yang suaminya telah
meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat yang isinya tidak
menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat
melakukannya.
Pengangkatan anak menurut Staatblaad ini hanya dimungkinkan untuk
anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akte Notaris. Namun
Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta)
tertanggal 29 Mei 1963, telah membolehkan mengangkat anak
perempuan.
2. Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 ini mengatur
tentang pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI).
Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan
antara orang tua kandung dan orang tua angkat (private adoption), juga
tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang warga
negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum
menikah (single parent adoption). Jadi, jika Anda belum menikah atau

9
Anda memutuskan untuk tidak menikah dan Anda ingin mengadopsi
anak, ketentuan ini sangat memungkinkan Anda untuk melakukannya.
3. Tata cara mengadopsi.
Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang
cara mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk mengadopsi anak
harus terlebih dahulu mengajukan permohonan
pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri di tempat anak
yang akan diangkat itu berada.
Bentuk permohonan itu bisa secara lisan atau tertulis, dan diajukan ke
panitera. Permohonan diajukan dan ditandatangani oleh pemohon
sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi materai secukupnya dan
dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat .
4. Isi permohonan
Adapun isi Permohonan yang dapat diajukan adalah:-motivasi
mengangkat anak, yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan
anak tersebut. -penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut
di masa yang akan datang. Untuk itu dalam setiap proses pemeriksaan,
juga harus membawa dua orang saksi yang mengetahui seluk beluk
pengangkatan anak tersebut. Dua orang saksi itu harus pula orang yang
mengetahui betul tentang kondisi pemohon (baik moril maupun
materil) dan memastikan bahwa pemohon akan betul- betul
memelihara anak tersebut dengan baik. 18Yang dilarang dalam
permohonan.
5. Yang dilarang dalam permohonan
Ada beberapa hal yang tidak diperkenankan dicantumkan
dalam permohonan pengangkatan anak, yaitu:
a. Menambah permohonan lain selain pengesahan atau pengangkatan
anak.

10
b. pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari
pemohon.
Hal ini disebabkan karena putusan yang dimintakan kepada
Pengadilan harus bersifat tunggal, tidak ada permohonan lain dan
hanya berisi tentang penetapan anak tersebut sebagai anak angkat
dari pemohon, atau berisi pengesahan saja.
Mengingat bahwa Pengadilan akan mempertimbangkan
permohonan, maka pemohon perlu mempersiapkan segala
sesuatunya dengan baik, termasuk pula mempersiapkan bukti-
bukti yang berkaitan dengan kemampuan finansial atau ekonomi.
Bukti-bukti tersebut akan memberikan keyakinan kepada majelis
hakim tentang kemampuan pemohon dan kemungkinan masa
depan anak tersebut. Bukti tersebut biasanya berupa slip gaji,
Surat Kepemilikan Rumah, deposito dan sebagainya.
6. Pencatatan di kantor Catatan Sipil
Setelah permohonan Anda disetujui Pengadilan, Anda akan menerima
salinan Keputusan Pengadilan mengenai pengadopsian anak. Salinan
yang Anda peroleh ini harus Anda bawa ke kantor Catatan Sipil untuk
menambahkan keterangan dalam akte kelahirannya. Dalam akte tersebut
dinyatakan bahwa anak tersebut telah diadopsi dan didalam tambahan itu
disebutkan pula nama Anda sebagai orang tua angkatnya.
7. Akibat hukum pengangkatan anak
Pengangkatan anak berdampak pula pada hal perwalian dan waris.
1. Perwalian
Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan,
maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak
saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada
orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama
Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya
hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya. 19

11
2. Waris
Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun
hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya
memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum
mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak
angkat.
3. ASPEK HUKUM ADOPSI
a. Hukum Adat
Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat
tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental,
—Jawa misalnya—, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali
keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya,
selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap
berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan di Bali,
pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak
tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya.
Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan
meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H,
Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991).
b. Hukum Islam
Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat
hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan
waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari
orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah
kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi
hukum, AKAPRESS, 1991)
c. Peraturan Per-Undang-undangan
Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan
anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak
angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua

12
angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat
pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang
berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua
kandung dan anak tersebut.
4. Undang – undang Pengankatan Anak
Pengangkatan Anak diatur dalam pasal 39 – 41 UUPA
Pasal 39
1) Pengangkatan anak hanya dpt dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
2) Pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam ayat (1), tidak memutuskan
hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
3) Calon orang tua anak harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon
anak angkat
4) Pengangkatan anak oleh WMA hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir
5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan
dengan agama mayoritas penduduk setempat

Pasal 40
1) Orang tua wajib memberitahukan keoada anak angkatnya mengenai asal
usulnya dan orang tua kandungnya
2) Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang
bersangkutan

Pasal 41
1) Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
(PP No 54 Tahun 2007)
5. Pihak Yang Dapat Mengajukan Adopsi

13
 
a. Pasangan suami istri
Hal ini diatur dalam SEMA No 6 tahun 1983 ttg pemeriksaan
permohonan pengesahan/pengangkatan anak.
Selain itu Keputusan Mensos RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 ttg Petunjuk
Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

b. Orang tua Tunggal


Janda/duda, kecuali janda yang suaminya pada saat meninggal
meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak
WNI yang belum menikah atau memutuskan tidak menikah.

6. Syarat anak yang akan diangkat (PP no 54 tahun 2007 Pasal 12 ayat (1))
a. belum berusia 18 tahun
b. merupakan anak terlantar atau ditelantarkan
c. berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak,dan
d. Memerlukan perlindungan khusus
7. Syarat usia anak yang akan diangkat (PP no 54 tahun 2007 ayat (2))
a. Anak usia < 6tahun, prioritas utama
b. Anak usia 6 – < 12 tahun , alasan mendesak
c. Anak usia 12 – 18 tahun memerlukan perlindungan khusus
8. Syarat orang tua angkat (PP No 54 tahun 2007 Pasal 13)
a. Sehat jasmani dan rohani
b. Berumur min30 tahun dan maksimal 50 tahun
c. Beragama sama dengan calon anak angkat
d. Berkelakuan baik tidak pernah dihukum
e. Berstatus  menikah paling singkat 5 tahun
f. Tidak menrupakan pasangan sejenis
g. Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu anak
h. Keadaan mampu ekonomi dan social

14
i. Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis ortu wali anak
j. Membuat pernyataan tertulis tentang pengangkatan anak
k. Adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat
l. Telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 bulan sejak ijin
pengasuh diberikan
m. Memperoleh izin menteri/kepala instansi

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Aborsi adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup diluar rahim,
yaitu sebelum 20 minggu. Aborsi juga berarti penghentian kehamilan setelah
tertanamnya ovum yang telah dibuahi dalam rahim sebelum usia janin mencapai 20
minggu.

Macam-macam Aborsi

a.       Aborsi spontan/alamih

b.      Aborsi buatan/sengaja (Aborsi terapeutik/medis dan aborsi kriminalis)

3.      Bayi tabung merupakan proses pembuahan diluar tubuh/ pertemuan antara


sperma dan ovum dilakukan diluar tubuh yaitu didalam tabung (piring petri) dan
kemudian setelah terjadi pembuahan dimasukkan kembali kedalam rahim wanita
sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana layaknya janin biasa.

5.Abortus atas indikasi medik  diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia, No


36 Tahun 2009 tentang Kesehatanyaitu pasal 75, pasal 76, pasal 77, pasal 194
dan beberapa pasal dalam Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang
mengatur aborsi buatan/disengaja yaitu pasal 229, pasal 346, pasal 347, pasal 348,
pasal 349, pasal 535.

6.      Dasar Hukum Pelaksanaan Bayi Tabung di Indonesia Undang-Undang RI No


36/2009 yaitu pasal 127.

7.      Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan adopsi yaitu pasangan suami


istri dan orang tua tunggal.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://melakatrin.wordpress.com/2014/11/10/peraturan-pemerintah-undang-undang-
republik-indonesia-tentang-aborsi-bayi-tabung-dan-adopsi/

http://3.bp.blogspot.com/

http://www.indosiar.com/fokus/

http://www.ilmukesehatan.com/

http://www.suzannita.com/author/suzannita/

http://assets.kompas.com/data/2k10/kompascom2011/images/logo_kompas.png

https://www.artikelkebidanan.com/artikel/pp-dan-uu-tentang-aborsi-bayi-tabung-dan-
adopsi-pdf.html

https://www.downloadjurnal.com/artikel-jurnal-tentang-adopsi-anak-pdf/

https://www.downloadjurnal.com/kumpulan-jurnal-proses-bayi-tabung-download/

Puji, Wahyuningsih Heni.2008.Etika Profesi Kebidanan.Fitramaya.Yogyakarta.


http://aouraito.blogspot.com/2014/12/makalah-hukum-bayi-tabung-dan-aborsi.html
http://leonmilan.blogspot.com/2009/06/makalah-bayi-tabung.html
https://melakatrin.wordpress.com/2014/11/10/peraturan-pemerintah-undang-undang-
republik-indonesia-tentang-aborsi-bayi-tabung-dan-adopsi/

17

Anda mungkin juga menyukai