Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT HIPERTENSI

Nama Mahasiswa : NURFIANA SAPUTRI

NIM : 18.028

Institusi : Akper Pemkab Konawe

AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN

KONAWE

UNAAHA

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN PENNYAKIT HIPERTENSI

I. KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi Hipertensi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten

dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90

mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan

sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001).

Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection

(JIVC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan

diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari

tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.

Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara

95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan

114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau

lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena

dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik (Smith Tom, 1995).

B. Etiologi

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik

(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output

atau peningkatan tekanan perifer.  Namun ada beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya hipertensi:

1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau

transport  Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan

tekanan darah meningkat.

3. Stress Lingkungan.

4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta

pelebaran pembuluh darah.

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

1. Hipertensi Primer

Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang

mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan

saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na,

obesitas. Ciri lainnya yaitu: umur (jika umur bertambah maka TD

meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan), ras

(ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih), kebiasaan hidup

(konsumsi garam yang tinggi melebihi dari 30 gr, kegemukan atau

makan berlebihan, stres, merokok, minum alcohol, dan minum obat-

obatan (ephedrine, prednison, epineprin).

2. Hipertensi Sekunder

Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal,

diabetes melitus, stroke.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya

perubahan-perubahan pada:

1. Elastisitas dinding aorta menurun.

2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.


3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun

sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah

menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya

efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya

resistensi pembuluh darah perifer.

C. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat

vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke

korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di

toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam

bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke

ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,

yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.

Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun

tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla

adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks


adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.

Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah

menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan

structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab

pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan

tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume

sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan

tahanan perifer (Smeltzer, 2001).

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi

palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh

cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang

diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan
darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi

pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya

perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi

pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu

juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi

natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah.

Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan

pada organ-organ seperti jantung. (Suyono, Slamet. 1996).

D. Tanda Dan Gejala

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi

meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan

gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari

pertolongan medis.

Menurut Rokhaeni (2001) manifestasi klinis beberapa pasien yang

menderita hipertensi yaitu: mengeluh sakit kepala, pusing lemas, kelelahan,

sesak nafas, gelisah, mual muntah, epistaksis, kesadaran menurun.

Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah:

1. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.

2. Sakit kepala

3. Pusing / migraine

4. Rasa berat ditengkuk

5. Penyempitan pembuluh darah

6. Sukar tidur

7. Lemah dan lelah


8. Nokturia

9. Azotemia

10. Sulit bernafas saat beraktivitas

E. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan

mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan

pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.

Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:

1. Terapi tanpa Obat  Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan

untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi

sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi: diet destriksi garam

secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan

rendah asam lemak jenuh.

2. Penurunan berat badan

3. Penurunan asupan etanol

4. Menghentikan merokok

5. Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang

dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai

empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti

lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga

yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari

denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan

berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi

latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu

6. Edukasi Psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi:

a. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk

menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh

yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.

Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi

gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk

gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

b. Tehnik relaksasi

Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan

untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara

melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam

tubuh menjadi rileks Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan).

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan

pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya

sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah

komplikasi lebih lanjut.

7. Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan

darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat

hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi

umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.

Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli

Hipertensi (Joint National Committee On Detection, Evaluation And

Treatment Of High Blood Pressure, Usa, 1988) menyimpulkan bahwa

obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE


dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan

keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

1. Riwayat Keperawatan

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter


yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah

terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

2. Pemeriksaan fisik, Data Fokus

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,

takipnea.

2. Sirkulasi

Gejala : giwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung

koroner /   katup, penyakit serebrovaskuler.

Tanda : kenaikan TD, nadi (denyutan jelas), frekuensi / irama

(takikardia, berbagai disritmia), bunyi jantung (murmur, distensi

vena jugularis, ekstermitas, perubahan warna kulit), suhu dingin

(vasokontriksi perifer),  pengisian kapiler mungkin lambat.

3. Integritas Ego

Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,

euphoria, marah, faktor stress multiple (hubungsn, keuangan,

pekerjaan).

Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue

perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang (khususnya

sekitar mata), peningkatan pola bicara.

4. Eliminasi

Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (infeksi, obstruksi, 

riwayat penyakit ginjal).


5. Makanan / Cairan

Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan

tinggi garam, lemak dan kolesterol, mual, muntah, riwayat

penggunaan diuretik.

Tanda : BB normal atau obesitas, edema, kongesti vena,

peningkatan JVP, glikosuria.

6. Neurosensori

Gejala : keluhan pusing / pening, sakit kepala, episode kebas,

kelemahan pada satu sisi tubuh, gangguan penglihatan

(penglihatan kabur, diplopia), episode epistaksis.

Tanda : perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses

pikir atau memori (ingatan), respon motorik (penurunan kekuatan

genggaman), perubahan retinal optik.

7. Nyeri / ketidaknyamanan

Gejala : nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital

berat, nyeri abdomen.

8. Pernapasan

Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea,

ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa

sputum, riwayat merokok.

Tanda : distress respirasi / penggunaan otot aksesoris pernapasan,

bunyi napas tambahan (krekles, mengi), sianosis.

9. Keamanan

Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan.


Tanda       : episode parestesia unilateral transien.

10. Pembelajaran / Penyuluhan

Gejala       : faktor resiko keluarga (hipertensi, aterosklerosis,

penyakit jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal), faktor

resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain, penggunaan

obat / alkohol.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:

1. Pemeriksaan yang segera seperti:

a. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji

hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan

dapat mengindikasikan factor resiko seperti:

hipokoagulabilitas, anemia.

b. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang

perfusi / fungsi ginjal.

c. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus

hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar

ketokolamin (meningkatkan hipertensi).

d. Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya

aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping

terapi diuretik.

e. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat

menyebabkan hipertensi.
f. Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat

mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak

ateromatosa (efek kardiovaskuler).

g. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan

vasokonstriksi dan hipertensi.

h. Kadar aldosteron urin/serum: untuk mengkaji aldosteronisme

primer (penyebab).

i. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi

ginjal dan ada DM.

j. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor

resiko hipertensi.

k. Steroid urin: Kenaiakn dapat mengindikasikan

hiperadrenalisme.

l. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya

hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan

menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian

gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung

hipertensi.

m. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah

pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi

kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.

2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil

pemeriksaan yang pertama):


a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti

penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.

b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

c. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu

ginjal,

perbaikan ginjal.

d. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi:

Spinal tab, CAT scan.

e. USG untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai

kondisi klinis pasien

B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan

dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas

ventrikuler, iskemia miokard.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan,

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler

serebral.

4. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya

hipertensi yang diderita klien.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

tentang proses penyakit.

C. Intervensi Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN

NO DIANGOSA KEPERAWATAN
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX DAN KOLABORASI
1 Resiko tinggi terhadap penurunan NOC : NIC :
curah jantung berhubungan   Cardiac Pump effectiveness Cardiac Care
dengan peningkatan afterload,   Circulation Status   Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
  Vital Sign Status
vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas   Catat adanya disritmia jantung
ventrikuler, iskemia miokard Kriteria Hasil:   Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
  Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah,   Monitor status kardiovaskuler
Nadi, respirasi)   Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
  Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan   Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
  Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites   Monitor balance cairan
  Tidak ada penurunan kesadaran   Monitor adanya perubahan tekanan darah
  Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
  Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
  Monitor toleransi aktivitas pasien
  Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
  Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
  Monitor kualitas dari nadi
  Monitor adanya pulsus paradoksus
  Monitor adanya pulsus alterans
  Monitor jumlah dan irama jantung
  Monitor bunyi jantung
  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
  Monitor suara paru
  Monitor pola pernapasan abnormal
  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
  Monitor sianosis perifer
  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2 Intoleransi aktivitas berhubungan NOC : NIC :


dengan   Energy conservation
kelemahan, Energy Management
ketidakseimbangan suplai dan   Self Care : ADLs   Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
kebutuhan oksigen. Kriteria Hasil :   Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai
  Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
peningkatan tekanan darah, nadi dan RR   Monitor nutrisi  dan sumber energi tangadekuat
  Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs)   Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
secara mandiri   Monitor respon kardivaskuler  terhadap aktivitas
  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi
yang tepat.
  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi
dan social
  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
  Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
  Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
  Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
  Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
  Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
  Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
  Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

3 Nyeri akut berhubungan dengan NOC : NIC :


peningkatan tekanan vaskuler  Pain Level, Pain Management
serebral   Pain control,   Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
  Comfort level frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Kriteria Hasil :   Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,   Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk   Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
mengurangi nyeri, mencari bantuan)   Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan   Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
menggunakan manajemen nyeri masa lampau
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi
  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
dan tanda nyeri)   Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang pencahayaan dan kebisingan
 Tanda vital dalam rentang normal   Kurangi faktor presipitasi nyeri
  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
  Tingkatkan istirahat
  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
  Cek riwayat alergi
  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih
dari satu
  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
  Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
4 Cemas berhubungan dengan krisis Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Anxiety Reduction
situasional sekunder adanya 24 jam,   cemas pasien berkurang dengan kriteria  Gunakan pendekatan yang menenangkan
hipertensi yang diderita klien hasil:   Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
 Anxiety Control   Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
 Coping   Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
 Vital Sign Status   Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
 Menunjukan teknik untuk mengontrol cemas   Dorong keluarga untuk menemani anak
teknik nafas dalam   Lakukan back / neck rub
 Postur tubuh pasien rileks dan ekspresi wajah tidak  Dengarkan dengan penuh perhatian
tegang   Identifikasi tingkat kecemasan
 Mengungkapkan cemas berkurang   Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
 TTV dbn   Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
TD = 110-130/ 70-80 mmHg   Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
RR = 14 – 24 x/ menit   Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
N   = 60 -100 x/ menit
S    = 365 – 375 0C

5 Kurang pengetahuan NOC : NIC :


berhubungan dengan kurangnya   Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
informasi tentang proses penyakit  Kowledge : health Behavior   Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
Kriteria Hasil : spesifik
  Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman   Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
pengobatan   Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
  Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur   Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
yang dijelaskan secara benar   Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali   Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.   Hindari harapan yang kosong
  Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat
  Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
  Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
  Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
  Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
  Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
  Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
D. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku

keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk

mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan

(Potter & Perry 1997, dalam Haryanto, 2007).

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam

Potter & Perry, 2011).

Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan

aktivitas pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk

mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan

yang telah dilakukan (Nettina, 2002).

Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian

perilaku perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota

tim kesehatan lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai

dengan perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara

mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan

yang telah dilakukan.

E. Evaluasi

Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil

menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari

tindakan. Penilaian peoses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap


tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan,

dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009)

Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai

apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak

untuk mengatasi suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi,

perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana

tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai.

Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperwatan

tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses

keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan

kecukupan data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang

observasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan

kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi untuk

menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif.

(Nursalam, 2008)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2,

Jakarta, EGC,

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit

Buku Kedokteran, EGC,

Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,

Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd edition.

Oxford: Oxford University Press

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.

Jakarta: Prima Medika

Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo:Jakarta

Soeparman dkk,2007  Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta

Smeljer,s.c Bare, B.G ,2002 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,

Imam, S Dkk.2005. Asuhan Keperawatan Keluarga.Buntara Media:malang

Anda mungkin juga menyukai