Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PIUTANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Akuntansi Pajak Dari Ibu Hartati Tuli, SE.Ak,M.Si

OLEH

KELOMPOK 4

MARGARETHA LABADJO (921418144)


EKA PUTRI (921418062)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas limpahan rahmat,
taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad saw kekasih Allah sang pemberi syafaat beserta seluruh keluarga, sahabat dan para
pengikutnya. Makalah yang berjudul “PIUTANG” ini disusun untuk memenuhi Tugas
Kelompok mata kuliah Akuntansi Pajak.

Dalam penyusunan makalah ini kami penulis menyadari bahwa makalah ini tidak
mungkin terlaksana tanpa adanya bantuan baik moral maupun spriritual dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis menyampaikan Terima kasih untuk semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.

Harapan dan doa penulis semoga semua amal kebaikan dan jasa-jasa dari semua pihak
yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini diterima Allah SWT serta mendapat
balasan yang lebih baik dan berlipat ganda.

Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran
konstruktif dari pembaca demi sempurnanya makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat nyata bagi penulis khususnya dan para pembaca
umumnya.

Gorontalo, 19 Oktober 2020

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………...… ii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1

1.1 LATAR BELAKANG …………………………………………….. 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ………………………………………….. 2

1.3 TUJUAN PENULISAN …………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………….... 3

2.1 DEFINISI PIUTANG ……………………….…………………... 3

2.2 PIUTANG USAHA ………………………..…………………….. 4

2.3 PIUTANG DENGAN PIHAK YANG MEMPUNYAI

HUBUNGAN ISTIMEWA………………………..…………....9

2.4 NILAI PIUTANG DALAM NERACA ………………….…... 12

2.5 PIUTANG DI LUAR USAHA ……………………………...... 13

BAB 111 PENUTUP ……………………………………………….…… 14

3.1 SIMPULAN ……………………………………………........... 14

3.2 SARAN ………………………………………………………... 14

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 15


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Piutang timbul dari beberapa jenis transaksi, dimana yang paling umum ialah dari

penjualan barang ataupun jasa. Piutang usaha yang berasal dari transaksi penjualan disebut

sebagai piutang dagang. Sedangkan jenis piutang lainnya adalah piutang bunga, pinjaman

kepada manager atau karyawan dan pinjaman kepada perusahaan anak. Untuk memudahkan

klasifikasi dan penyajiannya dalam neraca setiap jenis piutang dibuka pada perkiraan buku besar

tersendiri dengan buku tambahan masing-masing. Semua piutang yang diharapkanakan ditagih

menjadi kas dalam waktu satu tahun di dalam neraca disajikan sebagai aktiva lancar.

Dalam perusahaan, seperti halnya dengan kas dan investasi, piutang juga merupakan

akun yang tergolong penting. Karena piutang berkaitan langsung dengan pendapatan atau hasil

yang diperoleh atas produk ataupun jasa yang dihasilkan. Penjualan barang atau jasa adalah

sumber pendapatan perusahaan.

Dalam melaksanakan penjualan kepada para konsumen, perusahaan dapat melakukannya

secara tunai atau secara kredit. Sudah pasti perusahaan akan lebih menyukai jika transaksi

penjualan dapat dilakukan secara tunai, karena perusahaan akan segera menerima kas dan kas

tersebut dapat segera digunakan kembali untuk mendatangkan pendapatan selanjutnya. Di pihak

lain para konsumen umumnya lebih menyukai bila perusahaan dapat melakukan penjualan

secara kredit, karena pembayaran dapat ditunda. Dalam kenyataannya, penjualan kredit

menimbulkan adanya piutang atau tagihan. Transaksi kredit paling sedikit melibatkan dua pihak
kreditur (pihak yang menjual barang atau jasa dan memperoleh piutang) dan debitur (pihak yang

melakukan pembelian dan berutang).

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan piutang?

2. Apa itu piutang usaha?

3. Bagaimana piutang dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa?

4. Bagaimana nilai piutang usaha dalam neraca?

5. Apa yang dimaksud piutang di luar usaha

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan piutang

2. Mendeskripsikan piutang usaha

3. Mendeskripsikan piutang dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa

4. Mendeskripsikan nilai piutang usaha dalam neraca

5. Mendeskripsikan piutang di luar usaha


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI PIUTANG

Piutang (account receivable) ialah hak perusahaan kepada pihak lain yang akan diterima
dalam bentuk kas. Piutang biasanya digolongkan ke dalam kelompok piutang usaha dan piutang
di luar usaha. Untuk keperluan fiscal, sebaliknya sistem akuntansi dapat menyajikan salsdo
piutang kepada pihak yang ada dalam hubungan istimewa. Pemisahan ini dimaksudkan untuk
mempermudah fiskus dalam mengetahui WP melakukan penghindaran pembayaran pajak
melalui penetapan harga transfer (transfer pricing).

Agar dari pembukuan piutang dapat diperoleh keadaan mengenai saldo piutang, maka
rekening piutang khususnya untuk keperluan fiscal harus dapat memberikan keterangan data
sebgai berikut.

a.) Nama dan alamat lengkap debitur

b.) Jumlah piutang kepada masing-masing debitur

c.) Saat timbul maupun berkurangnya piutang

d.) Jenis piutang, misalnya piutang usaha, piutang kepada pegawai, piutang kepada pemegang
saham, dan piutang bunga.

e.) Hak penerimaan bunga

f.) Tanggal jatuh tempo piutang

g.) Jumlah piutang yang dapat dihapuskan

h.) Keterangan lainnya yang berkaitan denga piutang.


2.2 PIUTANG USAHA

Piutang usaha terjadi akibat transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa untuk
kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang usaha terjadi karena penjualan barang atau
penyerahan jasa secara kredit. Piutang dapat dicatat jika barang telah diserahkan. Dalam usaha
pelayanan jasa, piutang dicatat pada saat pelayanan jasa dilaksanakan. Pada umumnya piutang
seperti ini tidak disertai suatu surat-surat perjanjian yang formal. Akan tetapi, adakalanya bentuk
piutang usaha dinyatakan dalam bentuk surat dagang komersial yaitu wesel tagih. Piutang yang
dapat ditagih dalam 1 tahun dapat digolongkan ke dalam aset lancar, sedangkan piutang yang
tidak dapt ditagih dalam 1 periode dapat digolongkan pada aset lain-lain. WP yang merupakan
Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib memungut PPN atas penyerahan barang dan jasa kena pajak
yang dilakukannya.

Dalam akuntansi komersial, Wild dan Kwok (2011: 154-161), sering terjadi pemebrian
potongan perniagaan (trade discount) potongan yang diberikan pada saat terjadi transaksi
penjualan dengan mengurangi harga jual yang berlaku) dan potongan tunai (cash discount
potongan yang diberikan kepada pelanggan dengan tujuan agar pelanggan segera melakukan
pembayaran tagihan). Selain itu, sering terjadi retur penjualan. Praktik akuntansi komersial
membukuan potongan tersebut dengan mengurangkannya kepada penjual bruto. Pembukuan
seperti ini diperbolehkan oleh ketentuan perpajakan. Namun, pembukuan penyisihan (allowance)
untuk potongan tunai dan retur penjualan tidak diperkenankan untuk tujuan perpajakan karena
ketentuan perpajakan lebih menekankan pada keadaan senyatanya dan bukan bersifat antisipatif
denga penyisihan tersebut.

Dalam praktik akuntansi komersial, pembentukan penyisihan (cadangan) berguna untuk


mengantisipasi kemungkinan kerugian dari piutang tak tertagih merupakan hal yang lazim.
Terdapat piutang yang diragukan tingkat kolektibilitasnya, perusahaan dapat menghapuskan dan
membebankannya kepada cadangan dimaksud.

Menurut Weygandi, Kimmel dan Kieso (2011: 353-355) pembentukan estimasi


penyisihan piutang tak tertagih didasarkan pada : (1) persentase penjualan income statement
approach; atau (2) persentase piutang usaha balance sheet approach. Selain itu perusahaan
dapat membuat analisa umur piutang (aging scheduleof account receivable) yang menerapkan
persentase yang berbeda untuk berbagai kategori umur piutang.

Perbedaan pencatatan antara metode penghapusan langsung (direct written-off mothod) dengan
metode penyisihan (allowance method) adalah sebagai berikut

direct written-off mothod allowance method


Estimasi jumlah Beban piutang tak tertagih xx -
piutang tak tertagih Tidak diperlukan Cadangan piutang tak - xx
tertagih
Penghapusan Beban piutang tak tertagih xx - Cadangan piutang tak tertagih xx -
piutang usaha Piutang usaha - xx Piutang usaha - xx
Piutang usaha yang Piutang usaha xx - Piutang usaha xx -
telah duhapus Beban piutang tak Cadangan piutang tak
ternyata dapat tertagih - xx tertagih - xx
Kas xx - Kas xx -
dilunasi
Piutang usaha - xx Piutang usaha - xx

Meskipun demikian, ketentuan perpajakan tidak memperkenankan pembentukan


cadangan penghapusan tersebut. Ketentuan perpajakan lebih melihat realitas dan memberlakukan
metode penghapusan langsung (direct written-off method). Adapun syarat-syarat penghapusan
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat
(1) huruf h sebagai berikut.

1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.

2. WP harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Dirjen Pajak.

3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri (PN) atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau
telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur
bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah uang tertentu.
4. Syarat bagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih
debitur kecil.

Akan tetapi, pembentukan cadangan/pemupukan dana cadangan untuk jenis usaha


tertentu seperti :

1. Usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak
opsi, perusahaan pembiayaan dokumen, dan perusahaan anjak piutang

2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan social yang dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

3. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan

4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan

5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan

6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industry untuk
usaha pengolahan limbah industry.

Memperkenankan adanya pembentukan penyisihan (cadangan) sesuai dengan ketentuan


perpajakan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat (1) huruf c jo. PMK-
81/PMK.03/2009.

Contoh :

a. PT. Abadi menjual barang secara kredit kepada PT Zap sebesar Rp. 5.500.000 (sudah
termasuk PPN 10%) pada tanggal 10 Februari 2012. PT Abadi telah dikukuhkan sebagai
PKP pada tanggal 15 Maret 2006. Sistem pencatatan persediaan yang digunakan oleh PT
Abadi adalah sistem perpectual, dimana harga pokok penjualan (HPP) adalah sebesar Rp.
3.500.000.
Jurnal untuk transaksi tersebut adalah :

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Piutang usaha 5.500.000 -
10-Feb-12 Pajak Keluaran - 500.000
Penjualan - 5.000.000
Harga pokok penjualan 3.500.000 -
Persediaan - 3.500.000

Apabila sistem pencatatan persediaan yang digunakan adalah sistem periodik maka akan
dibuat jurnal sebagai berikut.

Tanggal Keterangan Debit Kredit


10-Feb-12 Piutang Usaha 5.500.000 -
Pajak pengeluaran - 500.000
Penjualan - 5.000.000

Nilai HPP dapat diketahui dengan perhitungan laporan HPP. Persediaan akhir dinilai
berdasarkan perhitungan fisik persediaan yang dilakukan pada akhir periode (akhir
bulan/tahun).
Apabila belum dikukuhkan sebagai PKP, maka PT Abadi tidak boleh melakukan
pemungutan PPN dengan membuat faktur pajak. Jurnalnya dengan sistem perpectual ,
adalah sebagai berikut.

Tanggal Keterangan Debit Kredit


10-Feb-12 Piutang usaha 5.000.000 -
Penjualan - 5.000.000
Harga pokok penjualan 3.500.000 -
Persediaan - 3.500.000

Untuk WP yang belum dikukuhkan sebagai PKP, Pajak Masukan tetap dikenakan. Tetapi
tidak dapat dikreditkan, sehingga Pajak Masukannya tidak dibukukan sebagai Pajak
Masukan, .melainkan dibukukan sebagai harga perolehan barang yang dibeli.

b. Pada tanggal 14 Februari 2012, PT Zap mengembalikan barang yang telah dibelinya pada
tanggal 10 februari 2012 dari PT Abadi senilai Rp. 2.000.000. Harga pokok barang
tersebut sebesar Rp. 500.000. PT Abadi mencatat transaksi retur penjualan ini sebagai
berikut.

Tanggal Keterangan Debit Kredit


14-Feb-12 Retur Penjualan 2.000.000 -
Pajak Keluaran 200.000 -
Piutang Usaha - 2.200.000
Harga Pokok Penjualan 500.000 -
Persediaan - 500.000

Apabila menggunakan sistem periodic maka jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut.

Tanggal Keterangan Debit Kredit


14-Feb-12 Retur Penjualan 2.000.000 -
PPN Keluaran 200.000 -
Piutang Usaha - 2.200.000

c. Pada tanggal 26 Februari 2012 PT Abadi menghapuskan piutang usaha terhadap salah satu
debiturnya, karena PT Bola telah mengalami pailit. Adapun syarat-syarat penghapusan
piutang yang tidak dapat ditagih telah memenuhi ketentuan perpajakan. Piutang yang
dihapuskan tersebut sebesar Rp. 1.000.000.

Jurnal untuk transaksi tersebut, apabila menggunakan direct written-off method yaitu
sebagai berikut.

Tanggal Keterangan Debit Kredit


26-Feb-12 Beban Piutang Tak Tertagih 1.000.000 -
Piutang Usaha - 1.000.000

2.3 PIUTANG DENGAN PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA


Piutang dalam hubungan istimewa merupakan saldo tagihan dari transaksi yang
dilakukan dengan pihak di mana perusahaan mempunyai hubungan istimewa. Hubungan
istimewa dapat merupakan memiliki/menguasai. Piutang dalam hubungan istimewa dapat
timbul karena terjadinya transaksi seperti penjualan, atau pengalihan barang/jasa, sewa,
penjaminan, dan penyelesaian oleh perusahaan atas nama pihak yang mempunyai
hubungan istimewa.

Dalam praktik bisnis, harga yang dibebankan kepada pihak pembeli dapat
menggunakan dengan harga yang tidak wajar, misalnya menjual aset dengan harga yang
jauh lebih rendah dari harga harta yang sejenis. definisi harga wajar disini adalah harga
yang berlaku umum atau sama, apabila transaksi tersebut dilakukan dengan pihak lain
yang tidak mempunyai hubungan istimewa.

Penyajian pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa diatur juga dalam


SAK – ETAP (2009:160-163). Apabila terdapat transaksi dengan pihak yang mempunyai
hubungan istimewa, maka harus diungkapkan sifat dari hubungan teresbut, juga informasi
yang diperlukan tentang transaksi dan saldonya untuk memahami dampak potensial
hubungan tersebut terhadap laporan keuangan. Pengungkapan tersebut harus meliputi :

a) jumlah transaksi

b) jumlah saldo

(i) syarat dan kondisinya, termasuk jaminan, dan sifat pembayaran yang disediakan
dalam penyelesaian; dan

(ii) rincian jaminan yang diberikan/diterima

c) penyisihan kerugian piutang tidak tertagih terkait dengan jumlah saldo piutang dan

d) beban yang diakui dalam periode yang berkaitan dengan piutang ragu-ragu yang jatuh
tempo dari pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa

Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 18 ayat (4), hubungan istimewa
terjadi apabila :
a) Kepemilikan atau penyertaan modal.

WP mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25%
pada WP lain. Misalnya PT A mempunyai 50% saham PT B. Pemilikan saham oleh
PT A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya, apabila PT B mempunyai 50%
saham PT C, PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung mempunyai
penyertaan pada PT C sebesar 25%. Dalam hal demikian, antara PT A, PT B, dan PT
C dianggap terdapat hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti di atas dapat
juga terjadi antara orang pribadi atau badan.

b) Adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi

Hubungan istimewa di antara WP dapat juga terjadi karena penguasaan melalui


manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat hubungan
kepemilikan.

c) Adanya hubungan keluarga

Hubungan istimewa di antara WP orang pribadi dapat terjadi karena adanya hubungan
darah atau perkawinan, yaitu hubungan sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan/ atau ke samping satu derajat.

Maksud peraturan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak


akibat adanya hubungan istimewa.

Apabila terdapat hubungan istimewa di antara WP maka akan menimbulkan


dampak terhadap aspek perpajakan masing-masing pihak yang memiliki hubungan
istimewa tersebut. Dampak terhadap hubungan istimewa ini diatur dalam pasal 18 ayat
(3), (3a), (3b), (3c), dan ayat (3d) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 sebagai berikut.

a. Dirjen Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan


pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya
PhKP bagi WP yang mempunyai hubungan istimewa dengan WP lainnya sesuai
dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan
istimewa dengan menggunakan metode harga pasar bebas yang diperbandingkan
(Comparable Uncontrolled Price Meethod-CUPM), metode harga penjualan kembali
(Resale Price Method-RPM), metode biaya-plus (Cost Plus Method-CPM), metode
laba neto transaksional (Transactional Net Margin Method), dan metode pembagian
laba (Transactional Profit Split Method). Tujuannya adalah untuk mencegah
terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa.

Demikian pila kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan


menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang, maka Dirjen Pajak berwenang
untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Dengan demikian,
bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan
modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham
yang menerima atau memperoleh bunga tersebut dianggap sebagai dividen yang
dikenakan pajak.

b. Dirjen Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan WP dan bekerja sama dengan
pihak otoritas pajak negara lain untuk menetukan harga transaksi antar pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa, yang berlaku selama suatu periode tertentu dan
mengawasi pelaksanaanya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu
tersebut berakhir.

Kesepakatan harga transfer (advance pricing agreement-APA) kesepakatan antara


WP dan Dirjen Pajak mengenai harga jual wajar produk yang dihasilkannya kepada
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related parties) dengannya.
Tujuan diadakannya APA adalah untuk mengurangi terjadinya praktik
penyalahgunaan harga transfer oleh perusahaan multinasional. Keuntungan dari APA
selain memberikan kepastian hukum dan kemudahan perhitungan pajak, aparat
perpajakan tdak perlu melakukan koreksi atas harga jual dan keuntungan produk yang
dijual WP kepada perusahaan dalam grup yang sama. APA dapat bersifat unilateral,
yaitu merupakan kesepakatan antara Dirjen Pajak dengan otoritas perpajakan negara
lain yang menyangkut WP di mana berada di wilayah yurisdiksinya.

c. WP yang melakukan pembelian saham atau aset perusahaan melalui pihak lain atau
badan yang dibentuk untuk maksud demikian, maka dapat ditetapkan sebagai pihak
yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang WP yang bersangkutan
mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan terdapat
ketidakwajaran penetapan harga. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah
penghindaran pajak oleh WP yang melakukan pembelian saham atau penyertaan pada
suatu perusahaan WP dalam negeri melalui perusahaan luar negeri yang didirikan
khusus untuk tujuan tersebut. Besarnya penghasilan yang diperoleh oleh WP orang
pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan
perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau
sebagian penghasilan WP orang pribadi dalam negeri tersebut ke dalam bentuk biaya
atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tersebut.

2.4 NILAI PIUTANG DALAM NERACA

Biasanya nilai piutang yang tercantum dalam neraca ialah nilai piutang neto.
Pengertian pitang neto yang harus dicantumkan pada neraca fiscal dan komersial tidaklah
sama. Saldo piutang neto pada neraca fiscal selain usaha :

1. bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.

2. usaha asuransi termasuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

3. Lembaga Penjamin Simpanan

4. usaha pertambangan

5. usaha kehutanan; dan

6. usaha pengolahan limbah industry

Saldo piutang dikurangi dengan piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih.
Sedangkan, saldo piutang neto pada neraca menurut akuntansi komersial ialah saldo
piutang dikurangi penyisihan piutang tak tertagih (piutang yang ditaksir tidak dapat
tertagih). Jadi, metode penghapusan piutang yang diperkenankan dalam perpajakan, diluar
6 usaha yang diatur dalam PMK-81/PMK.03/2009, adalah metode langsung (direct write-
off method); sedangkan dalam akuntansi diperbolehkan memilih metode langsung (direct
write-off method) atau metode pencadangan (allowance method).

2.5 PIUTANG DI LUAR USAHA

Piutang tidak hanya terjadi karena penjualan barang atau jasa. Sering itu pula piutang
timbul karena pemberian pinjaman kepada pihak ketiga dan pegawai, klaim asuransi,
restitusi pajak, dan lain-lain. Apabila yang diharapkan dapat ditagih dalam waktu singkat
maka piutang-piutang tersebut dapat digolongkan sebagai aset lancar. Apabila ternyata
penagihannya lebih dari 1 tahun, maka sebaliknya digolongkan sebagai aset lain-lain.

BAB III

PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Piutang (account receivable) ialah hak perusahaan kepada pihak lain yang akan diterima
dalam bentuk kas. Piutang biasanya digolongkan ke dalam kelompok piutang usaha dan piutang
di luar usaha. Untuk keperluan fiscal, sebaliknya sistem akuntansi dapat menyajikan salsdo
piutang kepada pihak yang ada dalam hubungan istimewa. Piutang usaha terjadi akibat transaksi
penjualan barang atau penyerahan jasa untuk kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang usaha
terjadi karena penjualan barang atau penyerahan jasa secara kredit. Piutang dapat dicatat jika
barang telah diserahkan.

Piutang dalam hubungan istimewa merupakan saldo tagihan dari transaksi yang
dilakukan dengan pihak di mana perusahaan mempunyai hubungan istimewa. Hubungan
istimewa dapat merupakan memiliki/menguasai. Biasanya nilai piutang yang tercantum dalam
neraca ialah nilai piutang neto. Pengertian pitang neto yang harus dicantumkan pada neraca fiscal
dan komersial tidaklah sama. Piutang tidak hanya terjadi karena penjualan barang atau jasa.
Sering itu pula piutang timbul karena pemberian pinjaman kepada pihak ketiga dan pegawai,
klaim asuransi, restitusi pajak, dan lain-lain.

3.2 SARAN

Makalah yang menulis tentang PIUTANG semoga menjadi bahan kajian pembelajaran di
bidang mata pelajaran “Akuntansi Pajak” sehingga dengan adanya makalah ini, Mahasiwa
Mahasiswi terutama jurusan Akuntansi bisa lebih menambah wawasannya,semoga pembaca
lebih apresiasif dari kandungan kajian makalah ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Dosen karena beliulah yang memberikan tugas ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati, 2016 Akuntansi Perpajaakan, Edis 3,Jakarta :
Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai