Anda di halaman 1dari 3

Gunung Merapi Kembali Meletus

KOMPAS.com - Gunung Merapi kembali mengalami erupsi,


Jumat (11/5/2018). Erupsi terjadi sekitar pukul 07.50 WIB. "Untuk
erupsi benar terjadi. 30 menit yang lalu," kata Edi Danarto dari
Tim reaksi Cepat BPBD DIY saat dihubungi, Jumat. Menurut Edi,
saat ini tim BPBD DIY sedang melakukan pendataan dan
evakuasi warga di sekitar kawasan Merapi. BPBD juga
mengingatkan warga di sekitar kawah untuk segera mengungsi.
"Warga yang tinggal di radius 5 km dari kawah Merapi diharapkan
segera turun dan mengungsi," tuturnya.

Operator Pusadalops BPDB Magelang, Kristian yang dihubungi


Kompas.com menambahkan, letusan yang terjadi di Gunung
Merapi adalah freatik, yaitu letusan gas atau embusan asap dan
material yang dipicu oleh tekanan gas yang berada di bawah
permukaan. "Itu letusan freatik. Untuk letusan seperti ini tidak ada
wedhus gembel," kata Kristian. Terkait tinggi letusan, Kristian
mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum mendapat
informasi. "Kami pantau terus perkembangannya dan akan kami
rilis via media sosial," tandas Kristian.
Di Balik Elok Danau Toba

KOMPAS - Toba ibarat Indonesia kecil. Dia menampilkan ironi


tentang pemandangan yang elok, sumber air dan kehidupan,
namun sekaligus menyimpan riwayat—dan ancaman—
mematikan.
Danau Toba, yang sejatinya merupakan kaldera gunung api
raksasa pernah meletus hebat sehingga mengubah iklim dunia
dan nyaris menamatkan umat manusia. Jauh di balik permai
Danau Toba yang menghampar di Sumatera Utara, sebuah daya
rusak yang mahadahsyat tersembunyi di dalamnya.
Sekitar 74.000 tahun lampau, Gunung Toba meletus hebat
(supereruption), mengirim awan panas raksasa yang menutup
nyaris seluruh ujung timur hingga barat Pulau Sumatera. Jutaan
kubik abu dimuntahkan, menutupi Lautan Hindia hingga Laut
Arab dan sebagian Samudera Pasifik.
Aerosol asam sulfat yang dilepaskan kemudian menyebar luas ke
atmosfir dan menutupi bumi hingga mencipta kegelapan total
selama enam tahun. Suhu bumi mendingin hingga 5 derajat
Celsius. Musim dingin global tercipta dari letusan gunung api
(volcanic winter).
Fotosintesis terhenti. Tumbuhan sekarat, hewan buruan menipis.
Homo sapiens, nenek moyang manusia modern, berada di titik
nadir, hanya bertahan sekitar 3.000 jiwa. Migrasi manusia pun
terhenti dan mereka terisolasi di Afrika, seperti yang terekam
dalam kemiripan genetika manusia modern di seluruh penjuru
dunia. Periode ini dikenal sebagai kemacetan populasi manusia
modern atau population bottlenecks.
Berada di level tertinggi letusan gunung api, yaitu skala 8 volcanic
eruption index (VEI), Toba adalah gunung api super
(supervolcano), yang letusannya menjadi yang terkuat dalam dua
juta tahun terakhir. Walaupun letusan gunung api, kini, bukan
sepenuhnya kejutan geologis dan penelitian tentang hal ini telah
berkembang jauh.
Namun, beberapa pertanyaan dasar tentang supervolcano,
seperti Toba, tetap sulit dijawab, karena sedikitnya pengetahuan
kita tentangnya. Karena itu, Toba yang terbentuk dari kombinasi
proses vulkano-tektonik sesungguhnya merupakan gudang ilmu
geologi dan vulkanologi sekaligus, yang menantang untuk ditelisik
lebih jauh.
Toba juga menyedot perhatian para ahli iklim dunia, karena
dampak letusannya yang pernah mendinginkan suhu bumi. Selain
juga menarik para antropolog, arkeolog, dan ahli genetika terkait
dampaknya terhadap perkembangan dan migrasi manusia
modern. Laporan lengkap tentang Toba akan disajikan di Harian
Kompas selama empat hari berturut-turut, dimulai, 12 Oktober
2011 dan ditutup dengan edisi khusus Sabtu, 15 Oktober 2011.
Setelah "Tambora Mengguncang Dunia" yang dilaporkan
September 2011, Ekspedisi Cincin Api Kompas, sampai pada
"Toba Mengubah Dunia." Ahmad Arif  

Anda mungkin juga menyukai