Anda di halaman 1dari 18

2020

BALAI DIKLAT KEAGAMAAN


JAKARTA

PENGELOLAAN PENGADUAN
MASYARKAT (DUMAS)
Pengertian dan Motif Pengadua, Pengertian Pengaduan Masyarakat, Pelanggan
Pelayanan, Motif Pengaduan Masyarakat, Mengidentifikasi Pengaduan Masyarakat,
Mengelola Pengaduan Masyarakat, Pembentukan Pengelolaan Pengaduan, Tujuan
dibentuk Pengelola Pengaduan, Peran dan Fungsi Pengelola Pengaduan, Pedoman
Pengaduan Masyarakat, Prinsip-prinsip Pengelolaan Pengaduan, Sarana dan Prasarana
Pengelolaan Pengaduan, Prosedur Pengelolaan Pengaduan, Mekanisme Pengelolaan
Pengaduan.
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada hakikatnya, penyelenggaraan program kerja pemerintah bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu wujud peningkatan
tersebut adalah melalui pemberian pelayanan publik yang baik bagi masyarakat.
Pemberian pelayanan publik oleh unit-unit kerja pemerintah kepada masyarakat
merupakan perwujudan fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat. Dalam
kehidupan bernegara, pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai
pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam
bentuk pengaturan, pelayanan dalam bentuk jasa, infrastruktur dan pelayanan
akan jaminan keselamatan hukum.
Di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
dijelaskan bahwa, “pelayanan publik adalah kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap
warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Salah satu wujud
pemerintahan yang baik adalah tersedianya sarana dan prasarana untuk
pemberian informasi, mendengar dan memperhatikan harapan masyarakat
sehingga dapat menjadi perbaikan pelayanan dan kinerja pemerintah.
Pada hakekatnya, tugas utama pemerintah adalah memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Selain didasarkan pada prinsip-prinsip seperti efisien,
efektif, dan transparan, pelayanan kepada masyarakat yang diberikan oleh
pemerintah juga harus profesional dan responsif. Profesional mengacu pada
kompetensi pemberi layanan, sedangkan responsif mengacu pada sikap tanggap
terhadap masukan, tuntutan, maupun keluhan yang muncul dari masyarakat
sebagai pihak penerima layanan. Dalam pengertian demikian maka upaya
perbaikan pelayan kepada masyarakat sebagai pembeli jasa, adalah sebuah
proses, bukan tujuan. Sebagai sebuah proses, maka perbaikan merupakan
proses yang berkelanjutan dan dilakukan secara terus menerus.
Salah satu upaya untuk dapat memberikan pelayanan yang responsif
dilakukan dengan menyediakan akses yang mudah untuk menerima keluhan
atau pengaduan. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan pedoman tentang

1
2

Pengelolaan Pengaduan Masyarakat di lingkungan Kementerian Agama yang


dapat dijadikan rujukan oleh aparat Kementerian Agama dalam mengelola
pengaduan masyarakat. Pedoman tersebut juga bermanfaat bagi penerima
layanan untuk, memahami mekanisme penyampaian pengaduan masyarakat

B. Deskripsi Singkat
Mata diklat ini membahas tentang pengertian dan motif pengaduan
masyarakat; Ombudsman dan peranannya dalam pelayanan publik; mekanisme
pengelolaan pengaduan masyarakat.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata diklat ini peserta mampu memahami
pengelolaan pengaduan masyarakat.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari mata diklat pengelolaan pengaduan masyarakat,
peserta mampu :
a) Menjelaskan makna pengaduan masyarakat;
b) Menyikapi dan menindaklanjuti keluhan masyarakat dalam pelayanan
publik;
c) Menyusun pedoman pengaduan masyarakat dalam bidang pelayanan
publik di instansinya;
d) Menjelaskan mekanisme pengelolaan pengaduan masyarakat, baik
melalui instansi terkait atau Ombudsman;
e) Menerapkan mekanisme pengelolaan pengaduan pelayanan publik.

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi pokok dan sub materi pokok Mata diklat Pengelolaan Pengaduan
Masyarakat ini sebagai berikut :
1. Pengertian dan Motif Pengaduan Masyarakat.
a) Pengertian Pengaduan Masyarakat;
b) Ketidakpuasan Masyarakat dalam Pelayanan Publik merupakan Pangkal
dari Pengaduan;
c) Pelanggan Internal;
3

2. Ombudsman dan Peranannya dalam Pelayanan Publik.


a. Sejarah Ombudsman;
b. Lembaga Ombudsman di Indonesia;
c. Tujuan Ombudsman;
d. Manfaat Undang-Undang Ombudsman;
e. Mekanisme Pengaduan/Laporan;
f. Rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia Wajib Dilaksanakan;
3. Mekanisme Pengelolaan Pengaduan Masyarakat.
a. Peran dan Fungsi Pengelolaan Pengaduan Masyarakat;
b. Tujuan Pembentukan Pengelolaan Pengaduan Masyarakat;
c. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Pengelolaan Pengaduan Masyarakat;
d. Sarana dan Prasarana yang Diperlukan;
e. Contoh Sarana Pengaduan Masyarakat;
f. Jenis atau Sifat Pengaduan;
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengelolaan Pengaduan Masyarakat


Menurut Harold Koontz dan Cyril O’Donnel dalam Saifuddin (2014:53-54).
Pengelolaan sebagai usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan
orang lain. Prajudi Atmosudirdjo menyatakan: Pengelolaan adalah pengendalian
dan pemanfaatan dari pada semua faktor dan sumber daya, yang menurut suatu
perencanaan (planning), diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu
prapta atau tujuan kerja yang tertentu. Menurut Sondang P. Siagian
menyatakan: Pengelolaan dapat didefinisikan sebagai kemampuan atau
ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan
melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
Pengaduan masyarakat merupakan solusi dari munculnya penyimpangan
yang terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pengaduan atau keluhan
yang muncul dari masyarakat atas rasa ketidaksesuaian harapan dan kenyataan
yang dirasakan masyarakat, menjadi sebuah tantangan bagi penyelenggara
organisasi untuk dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan
masyarakat. Oleh sebab itu, sudah seharusnya kini peyelenggara organisasi
publik harus memiliki sistem yang tepat dan akurat dalam menangani keluhan
yang disampaikan oleh masyarakat dalam menerima suatu pelayanan, demi
terwujudnya kualitas serta kepuasan yang baik dari masyarakat. Menurut Anwar
Hadi (2000 : 67-68) pengaduan adalah pernyataan secara lisan atau tertulis atau
ketidakpuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh suatu sistem
pelayanan.
Dalam Buku Guide to Complaint Handling in Health Service Care (Michael
Gorton, 2005 : 2) : “Complaints are a vital form of cunsumer feedback that rovide
unique and valuable information to an organization concerned with quality
improvement and risk management”. (Pengaduan merupakan bentuk timbal balik
dari konsumen yang berisi informasi yang unik dan berharga, sehingga
organisasi dapat memperhatikan peningkatan kualitas dan manajemen resiko).
Dalam konteks pelayanan publik berdasar Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan
Publik pasal (1) ayat (8), Pengaduan adalah penyampaian keluhan yang

4
5

disampaikan pengadu kepada pengelola pengaduan pelayanan publik atas


pelayanan pelaksana yang tidak sesuai dengan standar pelayanan, atau
pengabdian kewajiban dan/atau pelanggaran larangan oleh penyelenggara. Di
dalam praktek penyelenggaraan pelayanan publik menurut Sutopo dan Adi
Suryanto (2006:31), keluhan-keluhan pelanggan akan selalu ada. Keluhan di
dalam pelayanan publik sering disebut dengan aduan. Sebagai lembaga pemberi
layanan publik sudah semestinya menyediakan sarana pengaduan untuk
menyalurkan berbagai keluhan dari masyarakat.
Pengelolaan dalam konteks pengaduan pelayanan publik telah dijelaskan
pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik pasal (1) ayat (5), yang menyatakan
bahwa pengelolaan pengaduan adalah kegiatan penanganan pengaduan sesuai
dengan mekanisme dan tata cara pengelolaan pengaduan. Pengelolaan
pengaduan dalam pelayanan publik dapat diartikan sebagai penanganan
pengaduan sesuai mekanisme yang telah ditetapkan dimana didalamnya
mengandung tata cara penanganan pengaduan mulai dari diterimanya aduan
hingga penyelesaian, dengan melibatkan kegiatan manusia sebagai pelaksana
disertai sumber daya lain yang dibutuhkan dalam penanganan.

B. kOmbudsman dan Peranannya dalam Pelayanan Publik


Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi
Ombudsman Nasional jadilah pada tanggal 10 Maret 2000 Lembaga
Ombudsman resmi dibentuk di Indonesia. Lembaga baru ini secara lengkap
bernama “Komisi Ombudsman Nasional”, berfungsi sebagai lembaga pengawas
eksternal yang secara independen akan melakukan kerja-kerja pengawasan
terhadap penyelenggara negara dalam memberikan pelayanan umum yang
menjadi tanggung jawab mereka. Kemudian lembaga tersebut dibentuk kembali
berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman
Republik Indonesia dan disetujui dalam pembuatan Undangundang dalam Rapat
Paripurna DPR RI pada tanggal 9 September 2008, dengan nama ”Ombudsman
Republik Indonesia”.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Pasal 1 (pengertian Ombudsman) Ombudsman Republik Indonesia
yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai
6

kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang


diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang
diselenggarakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan
badan hukum milik negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi
tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh
dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Dalam Pasal 4 (tujuan Ombudsman) disebutkan bahwa Ombudsman
bertujuan:
a) Mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera;
b) Mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan
efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme;
c) Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga
negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan
kesejahteraan yang semakin baik;
d) Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan
dan pencegahan praktek-praktek maladministrasi, diskriminasi, kolusi,
korupsi, serta nepotisme;
e) Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan
supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.
Pasal 7 (tugas Ombudsman) Ombudsman bertugas:
a) Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik;
b) Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan;
c) Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan
Ombudsman;
d) Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan
maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
e) Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau
lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan
perseorangan;
f) Membangun jaringan kerja;
7

g) Melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan


pelayanan publik; dan h. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-
undang
Dalam Undang-Undang tersebut Ombudsman Republik Indonesia diberi
kewenangan mengawasi pemberian pelayanan umum oleh penyelenggara
negara dan pemerintah kepada masyarakat. Penyelenggara negara dimaksud
meliputi Lembaga Peradilan, Kejaksaan, Kepolisian, Badan Pertanahan
Nasional, Pemerintah Daerah, Instansi Departemen dan NonDepartemen,
BUMN, dan Perguruan Tinggi Negeri, serta badan swasta dan perorangan yang
seluruh/sebagian anggarannya menggunakan APBN/APBD. Ombudsman
Republik Indonesia yang merupakan lembaga negara bersifat mandiri dan tidak
memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan
lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur
tangan kekuasaan lainnya.
Dalam Pasal 11 susunan organisasi Ombudsman terdiri atas: 1 (satu) orang
ketua merangkap anggota; 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota; dan
7 (tujuh) orang anggota. Dalam hal ketua Ombudsman berhalangan, wakil ketua
Ombudsman menjalankan tugas dan kewenangan ketua Ombudsman. Pasal 12
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Ombudsman dibantu oleh
asisten Ombudsman. Asisten Ombudsman diangkat atau diberhentikan oleh
ketua Ombudsman berdasarkan persetujuan rapat anggota Ombudsman.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan
pemberhentian serta tugas dan tanggung jawab asisten Ombudsman diatur
dengan peraturan Ombudsman. Pasal 13 Ombudsman dibantu oleh sebuah
sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris jenderal. Sekretaris jenderal
diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
Syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian sekretaris jenderal
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang kepegawaian. Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, susunan
organisasi, fungsi, tugas, wewenang, dan tanggung jawab, sekretariat jenderal
diatur dengan peraturan presiden. Ketentuan mengenai sistem manajemen
sumber daya manusia pada Ombudsman diatur dengan peraturan pemerintah.
Ombudsman Dalam Pengawasan Terhadap Institusi Pelayanan Publik
Ombudsman adalah salah satu lembaga pengawasan di Indonesia.
8

Persoalannya adalah adakah perbedaan fungsi pengawasan yang dijalankan


oleh Ombudsman dengan lembagalembaga pengawasan lainnya? Apabila dikaji
dengan seksama peraturan-peraturan yang mengatur tentang lembaga-lembaga
pengawasan yang ada, nampaknya kedudukan dan fungsi lembaga Ombudsman
sebagai lembaga pengawasan tidaklah sama dengan lembaga-lembaga
pengawasan yang lain, baik yang bersifat eksternal seperti Pengadilan, Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK)/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
maupun yang bersifat internal seperti Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP); Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan,
Inspektorat Jendral (IRJEN) pada tiap-tiap departemen atau LPND, Inspektorat
Daerah di tiap-tiap Provinsi, Kabupaten/Kota. Perbedaan Ombudsman dengan
lembaga-lembaga pengawasan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Perbedaannya dengan Pengadilan terletak pada keputusannya. Putusan
pengadilan atau yang disebut Vonis memiliki beberapa upaya hukum
banding, kasasi dan peninjauan kembali, sedangkan keputusan
Ombudsman RI yang disebut Rekomendasi tidak memiliki upaya hukum
tersebut melainkan bersifat final dan mengikat (legal binding). Hal ini
merupakan perbedaan ORI dengan Ombudsman pada umumnya yang
hanya bersifat rekomendasi dan tidak mengikat (non legal binding), tidak
dapat dipaksakan untuk dieksekusi;
b) Perbedaannya dengan Inspektorat Departemen atau Inspektorat LPND
keputusannya yang bersifat administratif dan mengikat hanya terhadap
pejabat dalam lingkungan instansi yang bersangkutan karena ruang lingkup
tugasnya terbatas pada Departemen/LPND yang bersangkutan semata.
Sedangkan Ombudsman bersifat eksternal dan melingkupi semua institusi
penyelenggara negara dan pemerintahan, bahkan individu dan swasta.
c) Perbedaannya dengan BPK dan BPKP, kedua institusi ini hanya melakukan
pengawasan terkait dengan penggunaan anggaran belanja negara dan
daerah semata. Sedangkan Ombudsman RI mengawasi perilaku aparat
administrasi terutama yang terkait dengan pelayanan publik
Dibandingkan Lembaga pengawasan yang lain, Ombudsman memiliki
kelebihan-kelebihan, diantaranya:
a) Pemohon tidak dikenakan biaya apapun (bebas biaya);
9

b) Tidak membutuhkan prosedur yang berbelit-belit dalam arti melalui suatu


hukum acara tertentu atau melalui tahap-tahap tertentu seperti di lembaga
peradilan;
c) Laporan dapat dilakukan melalui lisan maupun tulisan dan dapat
menggunakan sarana komunikasi jarak jauh;
d) Tidak perlu menggunakan pengacara;
e) Pemeriksaan dapat dilakukan dimana saja tanpa harus datang ke kantor
Ombudsman;
f) Bersifat aktif, tidak harus menunggu laporan akan tetapi cukup adanya
berita di media massa, maka Ombudsman sudah bisa mencari kebenaran
atas telah terjadinya maladministrasi;
g) Kerahasiaan pelapor dijamin dan tidak perlu terjadi replik dan duplik.
Karakteristik Ombudsman yang demikian itu, justru menurut pendapat saya
akan menjadi kekuatan modal lembaga ini serta peluang untuk mendapat
simpati dari pelapor maupun terlapor. Tetapi memang akan sangat
tergantung pula kepada kualitas para Ombudsman dan komitmen lembaga
Ombudsman itu sendiri dalam menjalankan misinya serta tergantung juga
pada supporting dana untuk mendukung kegiatan-kegiatan Ombudsman.
Negara Indonesia yang merupakan salah satu negara demokratis hampir
sama seperti negara demokrasi lainnya di dunia, yakni menganut sistem trias
politica. Sistem trias politica ini membagi kekuasaan ke dalam legislatif, yudikatif
dan eksekutif. Ombudsman tidak mempunyai yurisdiksi terhadap cabang
kekuasaan legislatif dan yudikatif, namun mempunyai wewenang untuk
melakukan investigasi atas keluhan masyarakat terhadap lembaga eksekutif.
Secara umum lembaga Ombudsman berhubungan dengan keluhan masyarakat
akan adanya malpraktik yang dilakukan oleh lembaga penyelenggara
pemerintahan untuk melakukan penyelidikan secara obyektif terhadap keluhan-
keluhan masyarakat mengenai administrasi pemerintahan.
Sering kali Ombudsman juga mempunyai kewenangan untuk berinisiatif
melakukan penyelidikan walaupun tanpa adanya pengaduan. Hal yang
terpenting dari keberadaan lembaga Ombudsman adalah independen dari
administrasi pemerintah dan tidak memihak pihak manapun serta bertindak adil
dan merata. Ombudsman dalam melaksanakan segala kebijakannya senantiasa
tidak terlibat dalam pembuatan kebijakan (policy making) layaknya lembaga
10

pemerintahan. Ombudsman hanya mengawasi kegiatan termasuk kebijakan


penguasa publik. Dalam melaksanakan fungsi pengawasannya, Ombudsman
juga dapat bekerjasama dengan lembaga berwenang lainnya, seperti : Dewan
Perwakilan Rakyat dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ombudsman nasional adalah lembaga pengawasan yang berasaskan
Pancasila dan bersifat mandiri serta berwenang melakukan klarifikasi, monitoring
atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara
khususnya oleh penyelenggara negara dalam hal ini pemerintah. Berdasarkan
ketentuan inilah, maka kewenangan Ombudsman nasional lebih difokuskan
kepada masalah pelayanan kepada masyarakat. Dalam bidang peradilan,
kewenangan Ombudsman dibatasi sepanjang yang terkait dengan bidang
administrasi pelayanan, bukan kepada materi putusan pengadilan. Hal ini sesuai
dengan prinsip yang dianut oleh lembaga peradilan sebagai pelaksana
kekuasaan kehakiman, yaitu: bahwa kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan.
Administrasi pelayanan dalam bidang peradilan antara lain meliputi kapan
para pencari keadilan mengetahui perkaranya dapat diperiksa, kecepatan
penanganan dan pemeriksaan perkara, biaya perkara yang pasti, penanganan
perkara yang tidak berlarut-larut. Apabila seseorang tidak puas dengan
keputusan pengadilan, maka pihak korban tidak dapat mengadukan masalahnya
ke Ombudsman, tetapi sudah tersedia upaya hukum lainnya, yaitu : banding,
kasasi dan peninjauan kembali. Semua Ombudsman di dunia mempunyai
kewenangan untuk melakukan penyelidikan terhadap keluhankeluhan yang
berasal dari perorangan. Selain itu kebanyakan Ombudsman juga hanya
berwenang untuk membuat rekomendasi jika ditemukan penyimpangan-
penyimpangan dan tidak bias mengambil keputusan yang mengikat secara
hukum. Namun, ada juga beberapa Ombudsman yang diberikan kewenangan
lebih besar, yakni kewenangan untuk mengambil keputusan, menuntut dan
meneruskan kasus tersebut ke pengadilan untuk diputuskan. Ombudsman
Indonesia tidak berwenang untuk membuat atau mengubah undang-undang,
meskipun Ombudsman mempunyai wewenang untuk merekomendasikan
amandemen undang-undang terhadap badan legislative.
11

Kewenangan sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-


undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, lebih
sering digunakan untuk penyelesaian laporan masyarakat, sedangkan yang
tercantum dalam ayat (2) merupakan kewenangan yang berkaitan dengan
praktek pengawasan yang dilakukan dalam wujud kegiatan pemeriksaan inisiatif
(own motion investigation) terhadap peraturan perundangundangan dan
implementasinya dalam bentuk pelaksanaan pemberian pelayanan publik
kepada masyarakat.

C. Mekanisme Pengelolaan Pengaduan Masyarakat


Adanya mekanisme pengaduan berguna untuk melindungi hak individu dan
masyarakat apabila ada hak yang terlanggar karena tindakan suatu pihak, maka
ada pihak lain yang memiliki kewenangan lebih tinggi daripada pihak yang
melanggar tersebut yang akan mengoreksi atau memperbaiki tindakan tersebut.
Koreksi atau perbaikan dari tindakan pihak yang melanggar bertujuan untuk
menghindari atau mengembalikan kerugian individu atau masyarakat yang
bersangkutan, atau mencegah perbuatan serupa diulangi kembali di kemudian
hari sehingga tidak akan ada individu atau masyarakat yang lebih luas yang
mengalami kerugian yang sama.
1. Tujuan Pengelolaan Pengaduan Masyarakat adalah:
a) Terwujudnya pengelolaan pengaduan masyarakat secara baik dan
benar, efektif, efisien, tepat sasaran dan transparan;
b) Terwujudnya sistem pengelolaan pengaduan masyarakat yang baku,
terintegrasi, dan komprehensif antar satuan kerja; dan
c) Terwujudnya pengaduan masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan masukan terhadap penyelenggaraan tata kelola pemerintahan
yang baik (good governance) di lingkungan Kementerian Agama.

2. Prinsip Pengelolaan dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip:


a) Legalitas, yaitu melakukan pengelolaan Dumas dan Whistleblowing
dengan merujuk pada peraturan perundang-undangan;
b) Transparansi, yaitu melakukan pengelolaan Dumas dan
Whistleblowing secara terbuka dan memberi kesempatan kepada
12

masyarakat dalam melaksanakan hak-haknya untuk memperoleh


informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif terhadap
Pengelolaan Dumas dan Whistleblowing berdasarkan mekanisme dan
prosedur yang ditetapkan;
c) Koordinasi, yaitu melakukan pengelolaan Dumas dan Whistleblowing
dengan melakukan kerja sama yang baik antar pejabat dan instansi
terkait;
d) Efektivitas, yaitu melakukan pengelolaan Dumas dan Whistleblowing
secara tepat sasaran, akurat, dan valid;
e) Efisiensi, yaitu melakukan pengelolaan Dumas dan Whistleblowing
secara hemat tenaga, waktu, sarana, dan biaya;
f) Akuntabilitas, yaitu melakukan pengelolaan Dumas dan Whistleblowing
yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat baik proses
maupun tindak lanjutnya;
g) Objektivitas, yaitu melakukan pengelolaan Dumas dan Whistleblowing
berdasarkan data dan bukti yang sebenarnya tanpa dipengaruhi
prasangka, interpretasi, kepentingan pribadi, golongan ataupun
kepentingan pihak tertentu;
h) Adil, yaitu melakukan pengelolaan Dumas dan Whistleblowing tanpa
membeda-bedakan dan tanpa diskriminasi perlakuan terhadap pelapor
dan terlapor;
i) Rahasia, yaitu melakukan pengelolaan Dumas dan Whistleblowing
dengan melindungi dan menjaga kerahasiaan pelapor dan terlapor
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
j) Profesionalitas, yaitu pengelolaan Dumas dan Whistleblowing
dilakukan oleh aparatur Kementerian Agama yang memiliki
kompetensi, komitmen, dan integritas; dan
k) Independen, yaitu melakukan pengelolaan Dumas dan Whistleblowing
yang terbebas dari intervensi pihak manapun atau siapapun;
l) Praduga tak bersalah, yaitu melakukan proses klarifikasi, konfirmasi,
dan pemeriksaan terhadap terlapor dengan menganggapnya tidak
bersalah sebelum terbitnya keputusan tentang penjatuhan sanksi
hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang.
13

3. Media Pengaduan Masyarakat adalah Dumas dapat disampaikan secara


lisan maupun tertulis baik melalui surat, media elektronik, dan media cetak.
Dumas yang disampaikan secara lisan, dituangkan dalam berita acara
pengaduan. Media elektronik yang dapat digunakan untuk akses
menyampaikan Dumas adalah www.kemenag.go.id dan
www.itjen.kemenag.go.id serta website yang dikembangkan dan dikelola
oleh satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama.
4. Kriteri Pengaduan Masyarakat :
a) Dumas meliputi pengaduan terhadap kelemahan sistem tata kelola
pelayanan publik dan/atau indikasi terjadinya pelanggaran,
penyimpangan, penyelewengan, penyalahgunaan wewenang atau
kesalahan yang dilakukan oleh aparatur pada satuan
organisasi/satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama.
b) Dumas yang dapat ditindaklanjuti harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
➢ mencantumkan nama dan alamat pelapor dan identitas terlapor
dengan jelas; dan
➢ memberikan data dan bukti yang diduga mendukung kebenaran
Dumas.
5. Pengelola Dumas. Pengelolaan Dumas di tingkat Kementerian dilakukan
oleh: Inspektorat Jenderal; dan Sekretariat Jenderal. Pengelolaan Dumas
di tingkat satuan kerja dilakukan oleh bagian atau subbagian yang
menangani urusan di bidang organisasi, tata laksana, dan kepegawaian.
6. Penerimaan. Setiap Dumas diterima oleh pengelola Dumas pada
Kementerian Agama Pusat dan masing-masing satuan kerja. Dumas
tersebut diteruskan oleh pengelola Dumas kepada yang berwenang untuk
melakukan pengelolaan Dumas yang meliputi pencatatan materi,
pemilahan materi, telaahan dan verifikasi, analisis dan laporan,
rekomendasi tindak lanjut, dan pemantauan penyelesaian tindak lanjut
sesuai dengan kedudukan, tugas, fungsi, dan kewenangannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Pencatatan Materi. Pencatatan Materi dilakukan sesuai dengan prosedur
penatausahaan/pengadministrasian yang berlaku di lingkungan
Kementerian Agama, dengan cara manual dan/atau menggunakan aplikasi
14

komputer, sesuai dengan sarana dan prasarana yang dimiliki satuan


organisasi/satuan kerja yang bersangkutan. Pencatatan materi pengaduan
paling sedikit memuat, substansi pengaduan, pihak yang terlibat, waktu
dan tempat kejadian, dan kronologi kejadian.
8. Pemilahan Materi. Dumas yang telah dicatat kemudian dipilah berdasarkan
jenis penyimpangan dengan kode masalah sebagai berikut:
a) Penyalahgunaan wewenang;
b) Pelayanan masyarakat;
c) Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
d) Kepegawaian;
e) Barang Milik Negara;
f) Hukum/peradilan dan Hak Asasi Manusia;
g) Tatalaksana/regulasi; dan
h) Umum.
9. Telaahan dan Verifikasi. Penelaahan dan verifikasi materi Dumas meliputi
kegiatan sebagai berikut:
a) merumuskan inti masalah;
b) menilai dan meneliti materi Dumas berdasarkan peraturan perundang-
undangan;
c) meneliti dokumen dan/atau informasi yang sudah pernah ada
sebelumnya dalam kaitannya dengan materi Dumas yang baru
diterima; dan
d) melakukan klarifikasi, konfirmasi atau pemeriksaan Dumas untuk
membuktikan kebenaran materi Dumas.
10. Analisis dan Laporan. Pengelola Dumas melakukan analisis terhadap hasil
telaahan dan verifikasi materi Dumas. Analisis meliputi pengumpulan materi
Dumas, menganalisis Dumas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan, dan mengklarifikasi, serta melakukan koordinasi dengan
pimpinan satuan organisasi/satuan kerja terkait. Hasil analisis Dumas yang
terbukti kebenarannya dilaporkan oleh pengelola Dumas kepada kepala
satuan organisasi/satuan kerja untuk ditindaklanjuti. Kepala satuan
organisasi/satuan kerja menindaklanjuti laporan Dumas yang terbukti
kebenarannya dan menginformasikan kepada pelapor yang tidak terbukti
kebenarannya.
15

11. Rekomendasi Tindak Lanjut. Kepala satuan organisasi/satuan kerja wajib


menindaklanjuti hasil analisis dan laporan Dumas. Penyeleasian tindak
lanjut dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan berupa:
a) tindakan administratif;
b) tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi;
c) tindak pidana; dan
d) perbaikan manajemen.
Bagi Dumas yang tidak terbukti, kepala satuan organisasi/satuan kerja
melakukan pengembalian nama baik bagi terlapor. Batas waktu
penyelesaian tindak lanjut Dumas paling lama 60 (enam puluh) hari sejak
surat klarifikasi atau konfirmasi diterima pengelola Dumas.
12. Pemantauan Penyelesaian Tindak Lanjut. Inspektorat Jenderal melakukan
pemantauan penyelesaian tindak lanjut Dumas melalui pemantauan
langsung ke satuan organisasi/satuan kerja, pemutakhiran data, rapat
koordinasi, serta surat menyurat secara elektronik dan nonelektronik.
PENUTUP

Era reformasi birokrasi dan keterbukaan informasi publik menuntut setiap


instansi pemerintah memberikan pelayanan melebihi apa yang diharapkan oleh
penerima pelayanan dan kinerja pemerintah salah satunya diukur dari kemampuannya
menyediakan layanan publik yang efisien, efektif dan akuntabel bagi seluruh
masyarakat. Dewasa ini masyarakat dan para pemangku kepentingan sebagai
penerima pelayanan lebih sadar akan hak-haknya. Mereka menuntut pelayanan di
sektor pemerintah sama kualitasnya dengan pelayanan yang biasa diterima dari sektor
bisnis yaitu pelayanan yang sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, aman, dan
efisien. Terkait hal tersebut, maka upaya yang dapat dilakukan penyelenggara
pelayanan publik untuk membenahi kinerjanya adalah dengan menetapkan para
penerima pelayanan publik sebagai pusat atau inti dari perancangan dan pelaksanaan
dari pelayanan yang akan diberikan.
Hal ini dapat diwujudkan dengan memberi kesempatan pada masyarakat untuk
menyampaikan keluhan atau pengaduan ketika pelayanan yang diterimanya tidak
sesuai dengan harapan atau tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh pemberi
layanan. Kegiatan Penanganan Pengaduan Masyarakat Pengaduan Masyarakat yang
diterima secara langsung maupun tidak langsung akan ditindaklanjuti sesuai
rekomendasi yang diberikan dan dilakukan tindak lanjut penanganannya. Seluruh
kegiatan dilakukan secara sistematis dengan memberikan perlindungan terhadap
pelapor dengan memperhatikan kerahasiaan dan tingkat profesionalisme pihak yang
terlibat.
Setiap masyarakat berhak untuk memberikan keterangan secara bebas tanpa
paksaan ataupun tekanan namun tetap memperhatikan norma dan prosedur
penyampaian pengaduan yang benar akan terus berupaya melakukan pembenahan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat,
antara lain dengan upaya mengadakan evaluasi secara teratur terhadap kinerja
petugas pelayanan, meningkatkan kualitas sarana dan prasarana yang mendukung
pemberian layanan, dan memberikan pelatihan pelayanan prima kepada petugas
pelayanan serta mengoptimalkan koordinasi dan kerja sama yang agar masyarakat
sebagai penerima layanan mendapatkan kepuasan dalam menerima layanan yang
diberikan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Gorton, Michael dkk. 2005. Guide to Complaint Handling in Health Care Services.
William Troedel & Co Pty Ltd
Saifuddin AB. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
EGC. 2009.
Sutopo dan Suryanto, A. 2006. Pelayanan Prima. Jakarta : Lembaga Administrasi.
Negara–Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.

Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan


Publik

Permen PAN-RB Nomor 24 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan


Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Secara Nasional

KMA RI Nomor 95 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengelolaan Pengaduan


Masyarakat dan Whistleblowing di Lingkungan Kementerian Agama

17

Anda mungkin juga menyukai