Anda di halaman 1dari 14

TAHAPAN PEMETAAN DAN APLIKASI

3
Tahapan Pemetaan dan
Pengenalan Aplikasi

RASTER2 15
TAHAPAN PEMETAAN DAN APLIKASI

3.1. Tahapan Pemetaan


Adapun tahapan Pemetaan Foto udara yang di sarikan dari Fredi Satya C. Rosaji, 2015)
sebagai berikut:
a. Tahapan Pre- Flight atau Perencanaan Misi Pemotretan Udara
Tahapan pre-flight yang dimaksud di sini adalah proses atau tahapan yang dilakukan oleh tim
pemotretan udara dalam perencanaan dan persiapan segala hal mengenai pemotretan
udara. Perencanaan pemotretan udara yang berkaitan dengan peralatan, logistik, jalur
terbang (flight plan), estimasi waktu, jumlah personil, serta biaya (budgeting) ditentukan
dalam tahapan ini. Seorang manager project adalah yang paling bertanggung jawab dalam
proses tersebut.
1) Spesifikasi Output yang Diinginkan
Spesifikasi output yang diinginkan oleh user adalah hal pertama yang harus
diketahui oleh tim pemotretan udara terutama project coordinator. Hal yang perlu
dipertimbangkan antara lain skala (ground pixel size), luasan area, lokasi area, serta
tujuan penggunaan foto udara oleh pengguna (user), harapan user tentang waktu
pengerjaan, prioritas perekaman objek (apakah terdapat object tertentu yang harus
terekam dengan kualitas yang baik pada foto), dan beberapa hal lain permintaan
user perlu diketahui dalam tahap ini. Beberapa hal tersebut akan mempengaruhi
persiapan yang dilakukan selanjutnya seperti pemilihan peralatan, penentuan jalur
terbang, estimasi waktu pekerjaan, jumlah personil, biaya, dan parameter lainnya.
2) Karakteristik Wilayah Pemotretan Udara
Bentuk dan luas wilayah pemotretan akan berkaitan dengan efektifitas pemilihan
wahana dan pembuatan jalur terbang. Misal area yang dipotret adalah lokasi
longsor dengan luasan kurang dari 1 ha, maka pemilihan wahana multirotor atau
balon udara dapat menjadi alternatif. Berbeda lagi apabila yang dipetakan adalah
jalur kereta api sepanjang 3 km, maka akan lebih efektif menggunakan wahana
flying wing. Lokasi pemotretan perlu dipahami terutama kondisi cuacanya (kabut,
angin, tutupan awan, hujan) sebelum berangkat melakukan pemotretan seperti
misalnya wilayah pegunungan dengan gangguan kabut yang semakin
mempersempit waktu pemotretan, ataupun wilayah pantai dengan kecepatan
angin yang relatif lebih besar.
3) Pemilihan Wahana
Terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan wahana
diantaranya:
Kemampuan Manuver Wahana : Terkait erat dengan tujuan perekaman dan
cakupan area yang akan direkam. Beragam jenis UAV mampu memberikan
kemampuan manuver yang berbeda-beda, misalnya pesawat jenis fix wing
akan lebih baik digunakan untuk pemotretan blok area yang lebih luas daripada
jenis multirotor. Hal ini dikarenakan wahana UAV bersayap mampu mengikuti
jalur terbang dengan lebih flexible dibandingkan jenis lainnya. Sebaliknya
multirotor (rotary-wing) atau layang-layang dan balon udara akan lebih baik
untuk tujuan area pemetaan yang lebih kecil dengan spot objek tertentu
seperti analisa lalu lintas ataupun untuk tujuan fotografi obliquekarena
memiliki kemampuan diam di tempat (hovering) untuk beberapa saat.

RASTER2 16
TAHAPAN PEMETAAN DAN APLIKASI

Payload : merupakan kemampuan daya angkut yang dimiliki oleh suatu wahana
terbang, dalam pemotretan udara beban yang ditanggungkan pada wahana
antara lain sensor kamera, bahan bakar/ baterai dan komponen elektronik
lainnya. Keseluruhan beban yang akan dibawa seharusnya disesuaikan dengan
kemampuan pesawat untuk dapat terbang optimal. Parameter ini juga menjadi
salah satu pertimbangan pemilihan jenis kamera yang tepat terkait beban
kamera terhadap wahana.
Kemampuan Daya Jelajah dan Ketinggian Terbang: Luasan area, skala, dan
desain jalur terbang (pertampalan samping/ sidelap) amat menentukan
panjang jalur terbang yang harus dijelajahi oleh pesawat, sehingga kemampuan
jarak jelajah maksimal menjadi pertimbangan dalam menentukan jenis
pesawat. Jarak jelajah maksimal pesawat terkait dengan bahan bakar/baterai,
tipe pesawat, dan kondisi angin. Semakin besar kapasitas bahan bakar/daya
baterai maka daya jelajah pesawat akan semakin jauh; namun hal tersebut
dibatasi juga oleh kemampuan payload pesawat. Kondisi angin juga
berpengaruh terhadap kinerja mesin dan konsumsi bahan bakar/baterai,
sehingga hal tersebut juga harus dipertimbangkan dalam pemilihan wahana.
Semakin tinggi terbang pesawat, area yang tercakup semakin luas dan jarak
jalur terbang yang harus ditempuh semakin pendek, namun hal tersebut
dibatasi oleh kemampuan kamera mengingat semakin tinggi wahana terbang
maka resolusi spasial yang dihasilkan akan semakin rendah. Pesawat dapat
saja terbang hingga mencapai ketinggian 1 km, namun tentunya resolusi
spasial yang dihasilkan tidak akan sebaik apabila terbang pada ketinggian lebih
rendah meskipun harus diikuti dengan jarak terbang yang semakin jauh.
Kecepatan jelajah wahana berpengaruh terhadap pemilihan jenis sensor (foto
atau video) dan pengaturannya. Hal ini akan berpengaruh terhadap penentuan
kecepatan rana (shutter speed) untuk meminimalisir dan menghindari nilai
Apparent Image Motion (AIM) yang besar. Nilai AIM yang besar menyebabkan
objek dalam foto akan menjadi kabur (blur). Kecepatan wahana juga
berpengaruh terhadap pertimbangan kemampuan dan pengaturan
intervalometer kamera untuk memotret, hal ini agar endlap yang telah
ditentukan dapat terpenuhi.
4) Penentuan Jumlah Personel Terdapat beberapa peran yang sebenarnya ada dalam
pengoperasian UAV antara lain project leader/coordinator, pilot, co-pilot, take-off
landing crew, teknisi, dan tim GCP. Tiap orang dalam tim tersebut mempunyai
peran masing-masing, namun dalam prakteknya tidak jarang beberapa peran
dapat dirangkap oleh satu orang. Pengalaman tim penulis, biasanya membutuhkan
5-6 orang untuk melakukan pemotretan udara dengan UAV, dimana pilot
merangkap sebagai teknisi, kemudian coordinator dapat merangkap sebagai co-
pilot, dan 3–4 orang lainnya dapat menjadi tim GCP untuk melakukan pemasangan
dan pengukuran GCP menggunakan gps geodetik. Apabila tim GCP telah
memasang marker, maka sebagian akan menuju tempat take-off untuk membantu
pilot dan co-pilot dalam menerbangkan pesawat dan membantu proses landing
pesawat apabila membutuhkan jaring.

RASTER2 17
TAHAPAN PEMETAAN DAN APLIKASI

5) Desain Ground Control Point ( GCP)


Ground Control Point (GCP) digunakan untuk memberikantitik ikat koordinat pada
foto udara. Bahan yang digunakan untuk dijadikan GCP marker sebaiknya berwarna
tajam dan relatif kontras dengan objek di sekitarnya seperti orange, biru tua atau
merah, agar mudah dilihat pada foto yang dihasilkan nantinya. Selain pemilihan
warna, perlu juga memperhatikan ukuran marker (panjang dan lebar) terhadap
ukuran piksel foto yang akan didapat sehingga marker tersebut masih dapat
diidentifikasi. Beberapa bahan yang dapat dijadikan untuk marker GCP di lapangan
seperti kain terpal, plat seng, kayu yang dicat dengan warna tajam/mencolok dan
terang. Penentuan jumlah dan posisi GCP prinsipnya adalah tersebar merata dan
mewakili topografi dari area yang akan dipotret. Jumlah dan desain lokasi GCP
dibutuhkan untuk mengetahui berapa alat GPS Geodetic yang digunakan, jumlah
personil, serta mempengaruhi estimasi waktu pekerjaan di lapangan.

GCP (Ground Control Point) GPS Geodetic RTK

6) Estimasi Waktu Pelaksanaan Pemotretan


Terdapat beberapa faktor yang dapat dimasukkan dalam mengestimasi waktu
pelaksanaan pemotretan udara antara lain: estimasi waktu yang didapatkan dari
penggambaran jalur terbang general, estimasi waktu peletakan dan pengukuran
GCP, estimasi waktu dari basecamp menuju lokasi pemotretan (PP) dan
penambahan waktu toleransi terhadap kondisi cuaca atau error lainnya yang tidak
dapat diprediksi.
7) Estimasi Biaya
Estimasi biaya mempertimbangkan beberapa hal seperti jumlah personil, estimasi
waktu pelaksanaan, sewa peralatan, transportasi menuju lokasi pemotretan (PP),
biaya akomodasi (penginapan dan biaya makan personel), transportasi di lapangan
(sewa motor/mobil), honorarium personil. Serta faktor penentuan estimasi biaya
yang tidak kalah penting adalah biaya pengamanan terhadap potensi
jatuh/hilangnya pesawat, hal ini dikarenakan kemungkinan tersebut dapat terjadi.

RASTER2 18
TAHAPAN PEMETAAN DAN APLIKASI

b. Tahapan In-Flight
Tahapan in-flight dimaksudkan adalah proses pada saat pemotretan udara di lapangan.
Tahapan ini meliputi studi overview area pemotretan, perencanaan penerbangan (flight
plan) detail, pemasangan GCP, pemotretan udara, dan yang dimaksud adalah proses di
lapangan saat pemotretan udara. Apa saja yang perlu dicermati dan dilakukan, bagaimana
pembagian tugas tiap personel dan beberapa hal yang dapat ditemui di lapangan.
1) Studi Overview Area Pemotretan
Overviewarea pemotretan dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum terkait
kondisi lapangan seperti topografi, pola arah dan kecepatan angin, dan pola
pembentukan awan. Mengetahui hal-hal tersebut dimaksudkan agar tim
pemotretan mengetahui waktu-waktu terbaik untuk melakukan pemotretan.
Contoh yang pernah dialami tim penulis, saat melakukan pemotretan di sebagian
hulu sungai di Gunung Merapi dan kegiatan pemotretan di Gunung Batu Kau, Bali,
dimana kondisi kabut yang dapat datang sewaktu-waktu perlu diperhatikan. Di
wilayah pegunungan dengan adanya kabut tersebut, terkadang baru dapat
melakukan pemotretan di atas jam 10.00 menunggu hilangnya kabut. Arah dan
kecepatan angin juga berbeda-beda disetiap wilayah, pada wilayah pesisir
kecepatan angin relatif lebih besar sehingga kapasitas baterai cepat menurun yang
menyebabkan durasi penerbangan menjadi lebih pendek.
Kegiatan overview lapangan juga dilakukan untuk mencari lokasi takeoff landing
sebagai masukan pembuatan flight plandetail. Overview lapangan dapat dibantu
dengan citra resolusi tinggi yang di-overlay dengan fishnet, dimana lokasi takeoff
landingdapat diinterpretasi dari citra resolusi tinggi dengan persebaran yang
disesuaikan dengan fishnet dan jangkauan terbang pesawat. Pemilihan tempat
take-off dan landing juga mempertimbangkan minimumnya keberadaan
obstaclesekitar. Overview area pemotretan juga mendukung dalam perencanaan
pergerakan tim baik tim pemotretan udara maupun tim GCP, mengenai rute efektif
menuju lokasi dan estimasi waktu pelaksanaan setiap harinya.
2) Perencanaan Jalur Terbang
Overview lapangan menghasilkan titik-titik lokasi take-off landing dan informasi
umum tentang arah angin maupun topografi yang dijadikan sebagai dasar utama
pembuatan flight plan. Beberapa parameter yang ditentukan dalam pembuatan
flight plan detail antara lain: ketinggian terbang, persentase overlap
(endlapsidelap), kecepatan wahana, kecepatan rana, interval pemotretan (setting
intervalometer), focal length, jarak terbang maksimal, arah jalur terbang, arah dan
kecepatan angin, waktu pemotretan, dan parameter lain yang bersifat teknis. Flight
plan detail dibuat berdasarkan batas fishnetdari flight plan pertama.
Dalam suatu pekerjaan fotogrametri memerlukan suatu rencana jalur terbang agar
foto yang di hasilkan mempunyai kualitas yang baik. Proses pengambilan jalur
terbang biasanya diambil jarak yang terpanjang untuk melakukan perekaman, hal
ini untuk memperoleh kestabilan pesawat di saat pemotretan. Dalam mendesain
jalur terbang di buat sepanjang garis yang sejajar untuk membuat foto yang
bertampalan (Eisenbei, 2009).
Area yang bertampalan overlap, merupakan daerah yang bertampalan antara foto
satu dengan foto yang lainnya sesuai dengan nomor urutan jalur terbang. Besarnya
tampalan antar foto tersebut umumnya sebesar 60%. Misalnya foto X1 memiliki

RASTER2 19
TAHAPAN PEMETAAN DAN APLIKASI

informasi yang sama dengan foto X2 sebesar 60%. Tujuan dari tampalan ini adalah
untuk menghindari daerah yang kosong disaat perekaman dikarenakan wahana
pesawat terbang melaju dengan kecepatan yang tinggi. Selain overlap foto udara
juga harus sidelap, Sidelap merupakan pertampalan antara foto udara satu dengan
foto udara lain yang ada diatas maupun dibawah area yang direkam. Sidelap ini
terjadi pada jalur terbang yang berbeda jadi suatu wilayah pada jalur terbang 1 yang
telah direkam akan direkam kembali sebesar 25% dari liputan jalur terbang 2
Berikut ini gambaran dari proses Overlap dan Sidelap (Surya, 2017).

Overlap dan Sidelap

3) Perekaman Udara
Tahapan perekaman udara diawali dengan persiapan pesawat yang meliputi
perakitan hingga, kalibrasi hingga integrasi dengan kamera. Setelah pesawat benar-
benar siap, jalur terbang yang telah dipersiapakan sebelumnya diprogramkan pada
sistem autopilot. Hingga tahap ini pesawat sudah siap untuk terbang. Namun
sebelum takeoff, terlebih dahulu dilakukan pengecekan akhir dengan mengisi form
check list. Takeoff dilakukan dengan metode hand launch yang dilakukan oleh co-
pilot ataupun oleh kru tambahan. Kontrol dilakukan oleh pilot dengan mode manual

RASTER2 20
TAHAPAN PEMETAAN DAN APLIKASI

hingga ketinggian aman dan selanjutnya pilot menghidupkan mode auto, pada
mode auto pesawat akan terbang mengikuti jalur yang telah diprogram.
Posisi pesawat beserta parameter terbang dapat dipantau oleh co-pilot melalui
sistem telemetri. Beberapa hal yang menjadi perhatian utama terkait parameter
terbang adalah: GPS, baterai, thorttle, airspeed, signal radio, dan besar error dari
jalur terbang. Durasi terbang berkisar antara 15-30 menit dan selanjutnya pesawat
didaratkan setelah mendekat pada base dengan modus manual oleh pilot. Pada
tahap landing terkadang dibutuhkan kru tambahan untuk menghentikan pesawat
dengan bantuan jaring. Setelah pesawat landing, dilakukan pengecekan kondisi
pesawat, backup data hasil perekaman serta mengisi check list. Check list/ log berisi
data-data tentang informasi penerbangan dalam satu nomor flight plan dimana
Check list/ log diisi sebelum dan sesudah pemotretan. Check list berguna untuk
memantau kinerja pesawat dan mempermudah manajemen pengolahan hasil
pemotretan di tahap selanjutnya. Ceklist tersebut disimpan dalam satu folder
dengan hasil foto tiap penerbangan.

RASTER2 21
TAHAPAN PEMETAAN DAN APLIKASI

c. Tahapan Post- Flight


Tahapan post-flight merupakan proses pengolahan foto udara hasil pemotretan udara di
lapangan. Proses tersebut fokus pada pengolahan dan editing mosaik foto udara
(orthomosaic) dan Digital Surface Model (DSM).
Langkah pertama yang sebaiknya dilakukan sebelum melakukan processing foto udara
adalah menilai kualitas tiap foto asli hasil pemotretan, seleksi perlu dilakukan terutama pada
foto-foto yang blur atau pada foto dengan tingkat oblique yang tinggi untuk tidak
dimasukkan dalam proses. Kemudian langkah selanjutnya adalah penyamaan tingkat
brightness/contrastdan tone tiap single foto tersebut, karena terkadang perangkat lunak
akan gagal dalam merekonstruksi (mosaikfoto) dengan perbedaan brightness/contrast yang
tinggi antar foto.
Pada dasarnya perangkat lunak untuk memproses foto udara yang ada saat ini seperti
Agisoft Stereoscan, Pix4D, SFM, dan lainnya menghasilkan data mosaic ortho dan DSM
dengan langkah yang memudahkan pengguna. Kombinasi input antara foto udara dan nilai
GCP menghasilkan data mosaic ortho dan DSM yang tergeoreference.
Apabila luasan area pemotretan kecil dan dapat diselesaikan dalam satu kali perekaman
udara, maka hasil akhir foto udara sudah didapatkan dari pemrosesan tersebut. Namun, jika
terdapat lebih dari satu kali perekaman, maka dibutuhkan mosaic orthophoto antar
perekaman. Sedangkan kekurangan dari penggabungan antar hasil penerbangan adalah
perbedaan tone, brightness, dan contrast dikarenakan perbedaan waktu pengambilan
gambar. Hal ini membutuhkan color adjustment/color balanching untuk keseluruhan
mosaik, dengan meminimalisir perbedaan.

Color balanching antar hasil mosaic flight1 dan flight2, dimana perbedaan brightness dan
contrast dapat diminimalisir antara sebelum (a) dan sesudah (b) color balanching dilakukan

RASTER2 22
TAHAPAN PEMETAAN DAN APLIKASI

3.2. Pengenalan Aplikasi


Penggunaan teknologi drone pada saat ini merupakan hal biasa dikalangan para praktisi,
peneliti maupun konsultan dalam bidang fotografi, videografi serta pemetaan
menggunakan drone. Dalam mengoperasikan drone, tidak lepas dari penggunaan beberapa
aplikasi penunjang guna membantu melancarkan kegiatan kita dalam menggunakan drone.
Adapun aplikasi serta cara penggunaannya adalah sebagai berikut :

a. Penggunaan Aplikasi DJI Go 4


Aplikasi DJI Go 4 merupakan aplikasi yang dirilis untuk penggunaan drone dari merk
DJI. Dalam dunia pemetaan, aplikasi DJI Go 4 ini digunakan untuk menghubungkan
drone dengan handphone untuk melihat tampilan serta dimanfaatkan guna
mengetahui apakah drone sudah terikat dengan GPS (Home Point) atau belum.
Adapun tahapan penggunaan aplikasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sambungkan handphone dengan remote drone, kemudian hidupkan drone dan


remote control. Setelah itu klik icon DJI Go 4, seperti gambar dibawah ini.

RASTER2 23
TAHAPAN PEMETAAN DAN APLIKASI

2. Selanjutnya, pilih drone yang digunakan lalu klik “Enter Device”. Usahakan
mengeklik pada saat semua alat terhubung, dari handphone, remote control,
hingga drone.

3. Tunggu hingga muncul tampilan seperti dibawah ini, lihat status pada drone hingga
muncul tulisan “Ready to Go (GPS)” berlatar belakang warna hijau. Hal itu
menunjukkan bahwa drone telah terikat GPS (Home Point).

RASTER2 24
TAHAPAN PEMETAAN DAN APLIKASI

4. Serta jangan lupa mengecek apakah posisi terbang kita sudah aman atau belum
dengan cara klik kotak layar pada kiri bawah tampilan. Jika terjadi kesalahan dalam
sambungan remote control dengan drone, cara cepat mengatasinya adalah dengan
cara melepas sambungan kabel data pada handphone kemudian sambungkan
kembali.

RASTER2 25
TAHAPAN PEMETAAN DAN APLIKASI

b. Penggunaan Aplikasi Pix4D Capture


Aplikasi Pix4D Capture merupakan aplikasi yang digunakan untuk melakukan
pemetaan udara secara otomatis (auto pilot) dengan membuat pola rencana terbang
sebelumnya. Aplikasi ini tersedia di App Store (Pengguna iOS) maupun Play Store
(Pengguna Android).

Jika kita melakukan kegiatan pemetaan, handphone yang disarankan dari pihak DJI
adalah iPhone, dari seri iPhone 6+ keatas hingga iPad Mini 2 keatas. Karena perangkat
tersebut memiliki layar yang lumayan besar, sehingga pada saat melakukan kegiataan
survei pemetaan, lebih leluasa dalam memantau drone lewat handphone. Adapun
cara penggunaan aplikasi tersebut adalah sebagai berikut :

RASTER2 26
TAHAPAN PEMETAAN DAN APLIKASI

1. Klik aplikasi Pix4D Capture pada handphone, tunggu hingga aplikasi membuka
tampilan. Setelah itu klik “Setting” pada bagian kiri atas. Pada bagian setting ini
ditujukan untuk memilih jenis drone yang kita gunakan.

2. Lalu cari dan pilihdrone yang kita gunakan.

RASTER2 27
TAHAPAN PEMETAAN DAN APLIKASI

3. Jika sudah, klik bagian menu “Map” untuk memilih basemap tampilan citra di
Aplikasi Pix4D Capture, hal ini digunakan untuk mempermudah melihat area,
apakah jalur terbang kita sudah sesuai dengan yang akan kita petakan. Serta
memilih satuan “Meters” pada bagian menu “Units” dibawah menu “Maps”.

4. Selanjutnya, kembali ke menu awal dengan cara klik “close” pada bagian kanan
atas. Pilih menu “GRID For 2D maps’ untuk membuat rencana jalur terbang untuk
pemetaan.

RASTER2 28

Anda mungkin juga menyukai