Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

DOGMATIKA 1

Dari:
Kelompok 1
Semester III B
Nama :
1. Jules J. T Kamengmau
2. Rivilen Mataen
3. Rambu Naha A. A Kollo
4. Sayang F. C Henukh
5. Astuti S. Galla

FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA KUPANG
2020/2021
1. Akar semua Dogma

Ajaran tentang Allah Tritunggal adalah dogma yang membedakan ajaran kristen tentang Allah
dan ajaran tentang Allah yang ada di agama keyakinan lain (Karl Bart)

Dogma ini merupakan inti dari iman kristen. Dan ia mempunyai tempat dan fungsi yang
unik di antara dogma kristen lainnya. Tanpa ajaran tentang Allah Tritunggal, pemahaman kristen
tentang semua hal dalam iman kristen tidak memiliki keunikan apa-apa. Tanpa ibadah kepada
Allah Tritunggal, ibadah dan penyembahan kristen hampa, tak bermakna dan kehilangan
pengharapan. Di dalam diri Allah yang satu itu, ada kejamakan. Allah inilah yang
memungkinkan kita ada, dari Dia kita berasal dan kepada Dia pula kita akan kembali
( meninggal). Allah yang kita kenal dalam Yesus Kristus merupakan sumber penghibur and satu-
satunya bagi orang kristen, baik hidup maupun mati.

Aksi dari menolak ajaran tentang ke Tritunggal-an Allah, menurut mereka Alkitab tidak
mengajarkan tentang keTritunggal-an Allah, Allah hanya satu, Yesus Kristus bukan Allah. Ia
adalah makhluk yang diciptakan Allah sebelum ada segala sesuatu, dan sebagai makhluk yang
diciptakan, Yesus Kristus lebih rendah hakekatnya dari Allah. Roh kudus tidak berpribadi, Ia
hanya sebuah daya semacam sebuah kekuatan gaib yang tak kasat mata. Tetapi ajaran mereka
ini, metode nya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara teologis.

Mereka tidak berbicara sebagai seorang teolog, melainkan sebagai "tukang sulap"dengan gaya
berdebat yang terkadang irasional, mereka berupaya menurunkan derajat Allah dari sang
pencipta menjadi sama dengan ciptaan. Dengan metode tukang sulap, mereka membuat warga
gereja terkesima hingga ada warga gereja yang meninggalkan gereja dan bergabung dengan
ajaran mereka. Mereka memperkenalkan diri sebagai pemberi tahu kerajaan Allah dengan Yesus
Kristus sebagai rajanya tetapi diam-diam menolak Kelilahian Yesus Kristus.

Doktrin lebih menunjuk pada penafsiran atau penjelasan yang lebih rinci terhadap dogma yang
berlaku dalam sebuah komunitas atau yang dikembangkan oleh seorang Teolog. Dengan
demikian, doktrin bersifat definisi atau penguraian yang lebih luas, mendetail dan sistematis
terhadap kebenaran iman yang ditetapkan oleh gereja.
2. Allah dalam Ketersembunyian

Alkitab adalah buku tentang Allah. Apa yang manusia katakan tentang Allah dalam Alkitab
merupakan buah dari tindakan Allah memperkenalkan diri-Nya. Dalam Alkitab kita menemukan
kesaksian manusia tentang Allah, yang dibangun di atas kesaksian Allah tentang diri-Nya kepada
manusia. Hal pertama yang patut kita catat ialah: Allah itu pribadi yang diselimuti misteri. Ia ada
di luar jangkauan akal, dan berdiam di tempat yang tidak terhampiri. ( 1 Timotius 6:16 ).

Menurut Dionysius, ada dua cara manusia berbicara tentang Allah: secara cataphatic atau posiyif,
yakni dengan cara penegasan, cara ini membawa kita pada pengenalan akan Allah, tetapi
pengenalan itu bersifat imperfect, tidak sempurna. Dan secara apophatic atau negatif, yaitu
penyangkalan. Cara sempurna dan paling tepat berbicara tentang Allah ialah kedua. Cara ini
membawa kita pada ketidaktahuan. Allah adalah pribadi yang tidak dapat kita kenal. Ia bukan
manusia. Tidak dapat di lihat. Ia berada di luar jangkauan kata-kata, bahasa, dan akal budi
manusia. Ia adalah Deus absconditus, Allah yang tersembunyi. Kata yang paling cocok untuk
menggambarkan keberadaan Allah ini adalah misteri. Allah adalah misteri yang tidak terselami.
Misteri yang kita maksudkan di sini ialah bahwa Ia adalah Allah yang lain, Deus non est in
aliquo genere. Maksudnya, Allah tidak dapat kita pahami sebagai satu ilah di antara ilah-ilah
yang lain. Tidak. Ia adalah Allah yang unik, sebuah novum, realitas yang baru di dalam dunia
yang lama.

3. Dua Gerakan dalam Allah

Pernyataan pertama,Allah adalah pribadi yang tersembunyi. Ia adalah Deus absconditus, sebuah
misteri yang berbahagia dalam kesendirian dan keterpisahan dari dunia dan sejarah. Pernyataan
kedua, Allah sebagai Deus absconditus ternyata bukan kata terakhir yang dapat kita buat tentang
Allah. Alkitab tidak hanya berbicara tentang Allah sebagai sebuah misteri. Ia adalah Deus
absconditus pada saat yang sama ingin juga untuk menjadi Deus relevatua, Allah yang membuka
diri-Nya bagi manusia. Ia adalah Tuhan di atas kita juga mau untuk menjadi Tuhan di antara kita.

Peristiwa di mana Allah keluar dari persembunyian-Nya untuk memperkenalkan diri terjadi di
dalam Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah pribadi, yang melaluiNya Allah yang adalah Tuhan
di atas kita, Allah yang transenden,menjadi Tuhan di antara kita (Imanuel), Allah yang imanen
(Matius 1:23). Hellmut Rosin menulis, "Peristiwa firman menjadi daging adalah bahwa
barangsiapa telah melihat Yesus, ia telah meliha Allah (Yoh. 14:9).

Dari dua kenyataan ini, ada satu hal yang patut kita renungkan bersama. Di dalam diri Allah ada
gerakan. Allah adalah Tuhan yang hidup. Dari keadaan sebagai Allah di tempat yang mahatinggi,
Ia melakukan eksodus untuk berada di tempat yang rendah, yakni di bumi. Bukan hanya itu. Ia
malah turun ke tempat yang paling rendah di bumi. Ia turun juga ke dalam kerajaan maut.

Allah Alkitab ternyata Allah yang mau dan mampu untk mengulang keberadaan atau kehadiran
diri-Nya. Keberadaan yang pertama sebagai Allah yang tersembunyi Ia ulang sekali lagi
sehingga Ia hadir untuk kali kedua sebagai Allah yang menyatakan diri-Nya. Dari Allah di atas
kita, Ia mengulang diri-Nya sehingga menjadi Allah di antara kita.

4. Repetisi yang Mengherankan

Disini menjelaskan pengulangan diri Allah. Yaitu keberadaan yang pertama dari Allah sebagai
Bapa, dan hadir serentak dengan keberadaan kedua dari Allah dalam Yesus Kristus, yakni Allah
Anak.

Kehadiran Allah untuk kali pertama (Allah di atas kita) tidak berhenti atau hilang ketika Allah
itu juga hadir untuk kali kedua yakni sebagai Allah diantara kita. Ketika Allah menjadi Tuhan
yang imanen, Allah dalam momen pertama, yakni Tuhan yang transenden, tidak habis.

Saat Yesus Kristus datang kepada kita sebagai Allah yang menyatakan diri ( Deus relevatus ),
Allah yang tersembunyi (Deus absconditus) tidak berhenti ada atau hilang, Allah tetap ada
sebagai misteri saat Ia menyingkapkan diri-Nya kepada manusia.

Allah sudah ada sejak zaman kekekalan sebagai Bapa dan Anak.

Jadi, kita mempunyai dua cara berada Allah yang berbeda: cara berada Allah sebagai Bapa dan
cara berada Allah sebagai Anak. Allah yang satu itu melakukan dua gerakan, gerakan pertama
sebagai Allah yang tidak dikenal ( Allah Bapa) yang berdiam ditempat mahatinggi, dan gerakan
kedua sebagai Allah yang dikenal (Yesus Kristus) yang berdiam diantara kita. Kedua gerakan
ini saling melengkapi dan saling mengisi.
Seperti yang ditegaskan oleh Alkitab bahwa Yesus Kristus tidak menggantikan Allah Bapa,
tetapi datang menyatakan Allah Bapa kepada kita. Dan ketika Ia datang, Allah Bapa tetap
sebagai Allah Bapa. Seperti dikatakan oleh Yohanes 1:1-3, “ Firman itu Bersama-sama dengan
Allah dan firman itu adalaha Allah.”

Allah Bapa tidak berhenti ada ketika Yesus Kristus ada, melainkan ada Bersama-sama dengan
Yesus Kristus. Jadi, kehadiran Yesus Kristus sebagai perwujudan sempurna Allah diantara
manusia tidak membuat Allah yang tersembunyi itu hilang.

Contoh lain dapat kita temukan juga dalam Kitab Yohanes terutama dalam pasal 17. Di situ
Yesus, sang anak berdoa kepada sang Bapa.

Sekarang menjadi jelas bahwa kehadiran Yesus Kristus sebavai perwujudan sempurna Allah di
antara manusia tidak membuat Allah yang tersembunyi itu habis. Ini pun menjadi satu kenyataan
yang mengherankan. Sebuah pengetahuan yang berada di luar nalam insani dan tak terselami
secara akali.

5. Kesetaraan Yesus Kristus dengan Allah Bapa

Yesus bukanlah Allah yang lebih rendah dari sang Bapa seperti yang dipropagandakan
oleh beberapa orang orang seperti ajaran Arius. Arius adalah pentolan utama dari ajaran ini.
Ajaran ini telah dikenakan anathema (kutukan atau larangan keras untuk dipakai dalam gereja
sebba bertentangan dengan kesaksian Alkitab dengan Allah). Mereka menggunakan Alkitab
untuk untuk membenarkan pikiran mereka. Prinsip berteologi thinking after the bible tidak
mereka gunakan, melainkan thinking before the bible.

Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Yesus itu adalah Allah, setara, sehakikat dengan
sang Bapa (Yoh 1:1-3), sehingga siapa yang telah melihat Dia, ia melihat Bapa (Yoh 14:9-
10,20). Di dalam Dia berdiam secara jasmani seluruh kepenuhan Alllah (Kol 2:9).

Memang ada bagian dalam Alkitab yang memberi kesan bahwa Yesus Kristus tidak
sama dengan Allah. Ia lebih rendah hakikatnya dari sang Bapa. Dan Yohanes 14:28 merupakan
ayat favorit dari para penentang dogma Trinitas. Arius memakai ayat ini untuk memperlihatkan
kelemahan dogma Kristen tentang keilahian Yesus. Begitupun dengan pengikut Saksi Yehova
pada masa kini menggunakan referensi yang sama untuk menolak kesetaraan Yesus dengan
Allah Bapa.

Bunyi ayat ini adalah, “Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi,
tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekirannya Aku kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan
bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku.”

Ada banyak tafsiran yang dibuat berdasarkan ungkapan terakhir Yt ini “ Sebab Bapa lebih besar
dari pada Aku.”

Semua tafsirran itu pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi dua, yang pertama
melihat ayat ini sebagai penyangkalan akan kesetaraan Yesus dan Allah Bapa. Tafsiran seperti
ini bisa saja dibenarkan secara harfiah, tetapi bersifat statis. Tetapi bertentangan dengan prinsip
dogmatis Kristen yang melihat Alkitab sebagai sebagai sebuah kesaksian yang tidak terbagi. Jadi
jika kita mengikuti cara membaca ini, apakah yang akan kita katakana nanti sewaktu bertemu
dengan ayat-ayat lain yang berasal dari Yesus sendiri tentang kesetaraan Yesus dengan Allah
Bapa ?

Kelompok kedua mengajukan cara memahami ayat ini dalam konteks yang lebih dinamis
dan perspektif, yaitu dalam hubungan dengan satu seri khutbah Yesus yang beermula dari
Yohanes pasal 13, “ Sebab Bapa lebih besar dari pada Aku,” menurut Raimond E. Brown adalah
pasal 13:16, “ Sesungguhnya seorang utusan tidaklah lebih tinggi dari pada yang mengutusnya”.

Jadi, yang mau ditegaskan disini adalah statuus Yesus sebagai utusan Allah. Yesus, sang
Anak bersedia untuk meninggalkan keilahian-Nya dan mmenjadi rendah dalam rangka menjalani
tugas yang Ia emban dari Allah.

Memang ada bagian dalam Alkitab yang memberi kesan bahwa Yesus Kristus tidak sama dengan
Allah dan dalam Yohanes 14:28 merupakan ayat fablrit dari para penentang dogma Trinitas.
Arius memakai ayat ini untuk memperlihatlan kelemahan dogma Kristen tentang keilahian
Yesus.

Semua tafsiran itu pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua. Kelompok pertama melihat
ayat ini sebagai penyangkalan akan kesetaraan Yesus dan Allah Bapa. Kelompok kedua
mengajukan cara memahami ayat ini dalam pengertian yang lebih dunawi dan membuka
perspektif. Pernyataan Yesus dalam ayat ini tidak dipahami sebagai sebuah kalimat yang
terisolasi dari penyataan Yesus lainnya dalam Kitab Yohanes, melainkan ditempatkan dalam satu
konteks Yesus bermula dari Yohanes pasal 13.

Jadi, ungkapan dalam Yohanes 14:28 tadi memiliki konteks dalam pemahaman orang Yahudi
mengenai relasi antara seorang utusan dan yang mengutus. J.J Stam menegaskan hal menarik
mengenai Kitab Yohanes. Seluruh Injil Yohanes ditulis dengan dasar pemikiran tentang
pengutusan Anak oleh sang Bapa. Yesus hadir dalam kitab Yohanes sebagai utusan Allah.

Selanjutnya pernyataan dalam Yohanes 14:28 harus dipertautkan dengan konteksnya: murid-
murid hendaknya bersukacita bahwa Yesus pergi kepada Bapa, karena Bapa lebih besar dari
Yesus. Selama tugas-Nya di bumi, Ia memang kurang dibandingkan dengan Dia yang mengutus.
Akan tetapi, keberangkatan-Nya kembali kepada Bapa mengandaikan bahwa pekerjaan sang
Bapa kepada-Nya sudah digenapi. Sekarang Ia akan dipermuliakan dengan kemuliaan yang Ia
miliki sebelum dunia ada, tetapi yang Ia telah tinggalkan dengan sukarela karena harus
menjalankan misi dipercayakab kepada-Nya oleh sang Bapa.

Sekarang sudah jelas bahwa Yohanes 14:28 sama sekali tidak berbicara tentang status keilahian
Yesus sebagai yang lebih rendah daru Allah Bapa. Yang mau ditekankan di sini justru adalah
status Yesus sebagai utusan Allah. Yesus, sang Anak bersedia untuk meninggalkan keilahian-
Nya dan menjadi rendah dalam rangka menjalankan tugas yang Ia emban dari Allah.

6. Kebhinekaan dan Ketunggalan Allah

Untuk menyimpulkan semua yang sudah kita uraikan di atas, saya dapat mengatakan bahwa
dalam Allah ada kejamakan. Allah yang satu, sang Bap, sumber dari segala sesuatu, mengulang
diri-Nya.Ia tidak mau hanya ada pribadi yang tersembunyi. Ia mengulang diri-Nya untuk ada
dengan cara yang berbeda dan baru. Allah dalam cara berada yang kedua ini, sang Anak,ada
bersama dan serentak dengan Allah dalam cara berada yang pertama, sang Bapa.

Ini bukanlah hasil reka-rekaa para bapak gereja pertama. Alkitab sendiri mengatakan hal itu
kepada kita di dalam Kejadian 1:26.

Kebhinekaan yang ada dalam Allah itu adalah kebhinekaan dalam cara berada Allah sebagai
Bapa dan cara berada Allah sebagai Anak
Sementara itu, ketunggalan berhubungan dengan kesatuan dalam firman dan karya.
Kepelbagaian cara berada dalam Allah sama sekali tidak merusak kesatuan dalam firman dan
karya untuk manusia dan untuk keselamatan kita. Kebhinekaan itu berelasi secara damai. Ada
harmoni di antara sang Bapa dan sang Anak.

7. Pengulangan Diri Allah Kali Ketiga

Kita sudah mengatakan di atas bahwa Allah, sang Bapa, yang berdiam di tempat yang tak
terhampiri (Deus absconditus) mengulang diri-Nya untuk ada sebagai Allah kali kedua, dalam
diri sang Anak, yakni Allah yang memperkenalkan diri (Deus revelatus). Kita simpulkan
kenyataan ini dengan mengatakan bahwa dalam Allah ada gerakan. Allah yang tersembunyi
bergerak keluar dari ketersembunyian-Nya untuk memperkenalkan diri. Dua cara berada Allah,
yakni sebagai Bapa dan Anak terus bergerak. Gerakan dalam Allah tidak habis. Allah dalam dua
cara berada tadi senantiasa terjadi. Sang Bapa tetap ada dalam gerakan, begitu juga sang Anak.

Gerakan yang ada dalam sang Bapa dan sang Anak ternyata melahirkan cara berada yang baru,
cara berada yang ketiga dari Allah. Cara berada Allah yang baru atau yang untuk ketiga kalinya
keluar dari gerakan yang terjadi dalam sang Bapa dan sang Anak. Cara berada yang ketiga inilah
yang Alkitab namakan Roh Kudus. Ia keluar/lahir dari sang Bapa dan sang Anak.

Roh Kudus berbeda denga sang Bapa karena Ia keluar juga dari sang Anak, tetapi Ia sama
dengan sang Bapa karena Ia lahir dari sang Bapa. Begitu juga hubungan Roh Kudus dengan sang
Anak. Gerakan Roh Kudus keluar dari sang Bapa dan sang Anak hanya melahirkan satu cara
berada Allah yang baru, bukan dua karena gerakan Roh Kudus keluar dari sang Bapa tertuju
kepada sang Anak dan gerakan Roh Kudus keluar dari sang Anak terarah kepada sang Bapa.

Karena Roh Kudus, sang Bapa, dan sang Anak, kejamakan-kejamakan dalam Allah memiliki
relasi yang damai, harmonis, dan saling menhormati dab mengisi. Roh Kudus membuat
kepelbagaian dan kebhinekaan dalam Alkitab memadu dengan baik sehingga mampu
menghasilkan karya-karya yang sungguh amat baik. Itu sebabny Roh Kudus di sebut-sebut
sebagai vinculum caritatis, kasih yang mempersatukan sang Bapa dan sang Anak dan sebaliknya.

Penjelejahab kita sejauh ini membawa kita tiba pada sebuah perhentian. Jelasnya, Allah yang
satu itu berada dalam tiga cara dan dalam ketiga cara berada itu Ia tetap satu. Itulah yang di sebut
"Allah Tritunggal". Pengakuan Iman GMIT mengartikulasikan keberadaan Allah yabg
menakjubkan ini dengan tiga ungkapan: Ia Allah di atas kita, Ia Allah di antara kita, dan Ia Allah
di dalam kita.

8. Roh Kudus sebagai Pribadi yang Bebas

Kata "Roh" yang kita gunakan berasal dari kata Yunani pneuma yang dalam bahasa Ibrani ruakh
lalu dalam bahasa Latin animus atau anima. Roh bukanlah sesuatu yang ada pada Allah tetapi
Allah sendiri adalah Roh (Yoh.4:24). Kristus yang bangkit bukan hanya sama dengan Roh tetapi
Ia malah menjadi Roh. Allah adalah Roh itu berarti Allah memiliki pribadi yang hidup, dapat
dilihat, diraba, bicara, mendengar merasa, dan seterusnya. Sebenarnya Roh adalah pribadi,
individu yang bebas. Ini yang kita kenal dalam Yesus Kristus, yaitu Tuhan yang setelah bangkit
dari antara orang mati menjadi Roh. Kalau Roh Kudus adalah Allah, maka Ia juga tentulah
berpribadi, pribadi yang bebas.

9. Makna Iman kepada Allah Tritunggal dalam Konteks Kekinian

Kepelbagaian yang kita temui dalam masyarakat perlu dibangun menurut model pluralitas dalam
Allah, dimana tiap komponen yang berbeda-beda ada untuk saling mengisi dan melengkapi.
Pluralisme dalam masyarakat yang berpola pada pluralisme dalam Allah pasti menikmati
banyak berkat dalam kehidupan bersama.
Kesimpulan

Dogma Kristen secara terus menerus dan berusaha untuk menberikan pemahaman tentang
Allah Tritunggal ( Trinitas). Yaitu bagaimana Allah yang tersembunyi dari umat-Nya, yang
diwududkan dalam hakekat Tuhan Allah adalah hakekat Tuhan Allah adalah hakekat dalam
karya-Nya, Ia mahatinggi dalam firman dan karya-Nya. Ia adalah esa dalam firman dan karya-
Nya. Ia adalah esa dalam firman dan karya-Nya. Demikianlah penyatan-Nya sebagai bapak,
Anak dan Roh kudus. Ketiga-tiganya adalah penyataan hakekat Allah sebagai sekutu umat-Nya.
Allah adalah Bapa di dalam firman dan karya-Nya. Ketritunggalan di dalam firman dan karya-
Nya, Ia adalah Roh kudus di dalam firman dan karya -Nya. Tuhan Allah adalah Bapa, sebab
Dialah yang menciptakan, memanggil, dan menyelamtkan umat-Nya. Tuhan Allah adalah anak,
sebab Dialah yang menyatakan atau menjelmakan hakekat Bapa sebagai sekutu umat-Nya,
sehingga benar-benar umat Allah menjadi sekutu umat Allah menjadi sekutu-Nya. Tuhan Allah
adalah Roh kudus, sebab Dialah yang membenarkan, menyucikan serta menyempurnakan umat-
Nya.

Anda mungkin juga menyukai