Anda di halaman 1dari 16

ESTIMASI KEPADATAN

POPULASI SATWA LIAR


dan ANALISIS HABITAT

FAHUTAN
UNIVERSITAS JAMBI
ASRIZAL PAIMAN
Tujuan
Mengestimasi kepadatan populasi satwa di
habitatnya

Alat dan Bahan


a. Populasi satwa di habitatnya
b. Binokuler
c. Kamera
d. Tallysheet
Metode Terkonsentrasi (Concentation Count)

Metode sensus ini dapat dilakukan pada berbagai jenis


satwa liar yang mempunyai kehidupan berkelompok.

Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam


pendugaan populasi metode ini harus digunakan dengan
hati-hati.

Setiap jenis satwa liar mempunyai pola pergerakan yang


berbeda-beda, sehingga sebelum dilakukan penghitungan
perlu terlebih dahulu dilakukan pengamatan awal
mengenai pola pergerakan satwa liar yang akan diteliti,
dan kemudian dapat ditetapkan lokasi-lokasi yang sesuai
dengan keadaan pergerakan dan kondisi lingkungannya.
Agar dapat diperoleh hasil yang mendekati kebenaran
dalam pendugaan populasi dengan metode ini, ada
beberapa hal
1. Melakukan pengamatan pola pergerakan setiap
unit wilayah jelajahnya, sehingga dapat dihindari
terjadinya kesalahan pendugaan.
2. Melakukan pengamatan terhadap struktur
populasi, serta tanda-tanda khas lainnya, untuk
menghindari terjadinya penghitungan ulang
(double counts).
3. Memperhatikan terjadinya kemungkinan adanya
anggota populasi yang berada di dalam hutan,
sehingga tidak dapat dihitung pada saat survei
dilakukan.ng perlu diperhatikan, yakni:
Metode Garis Transek

Metode ini biasanya digunakan untuk sensus primata, burung


dan herbivora besar.

Garis transek merupakan suatu petak contoh dimana seorang


pencatat berjalan sepanjang garis transek dan mencatat setiap
jenis satwa liar yang dilihat baik jumlah maupun jaraknya
dengan pencatat.

Metode transek ini dapat sekaligus untuk mencatat data dan


beberapa jenis satwa.

Wilayah yang dijadikan sampling dibagi menjadi beberapa jalur


dengan jarak tiap jalur 1 km. Garis transek pada wilayah sensus
biasanya dipetakan dalam peta topografi berskala 1 : 50.000.
Asumsi-asumsi yang harus dipegang dalam
penggunaan metode ini adalah :

a. Satwa dan garis transek terletak secara random


b. Satwa tidak bergerak/pindah sebelum terdeteksi
c. Tidak ada satwa yang terhitung dua kali
d. Seekor satwa atau kelompok satwa berbeda satu
sama lainnya. Seekor satwa yang terbang tidak
mempengaruhi kegiatan satwa yang lainnya.
e. Respon tingkah laku satwa terhadap kedatangan
pengamat tidak berubah selama dilakukan sensus.
f. Habitat homogen, bila tidak homogen dapat
menggunakan stratifikasi.
ANALISIS HABITAT SATWA

A. Tujuan :
1. Mengetahui tipe-tipe habitat populasi satwa
2. Mengetahui karakteristik habitat dan pengaruhnya
terhadap populasi satwa
B. Dasar Teori :
Habitat
Habitat mempunyai pengertian umum seperti yang
dikemukakan oleh Alikodra (1990). Habitat merupakan
sebuah kawasan yang terdiri atas komponen baik fisik
maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan
dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang
biaknya satwa liar.
Satwa liar menempati habitat yang sesuai dengan
lingkungan yang diperlukan untuk mendukung
kehidupannya. Habitat yang sesuai untuk satu jenis belum
tentu sesuai untuk jenis yang lain, karena setiap satwa liar
menghendaki kondisi habitat yang berbeda-beda. Habitat
mempunyai fungsi dalam menyediakan makanan, air, dan
pelindung.

Komponen-komponen Habitat
Satwa liar menempati habitat sesuai dengan lingkungan
yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya. Oleh
karena itu, habitat suatu jenis satwa liar belum tentu sesuai
untuk jenis lain. Habitat suatu jenis satwa liar
mengandung suatu sistem yang terbentuk dari interaksi
antar komponen fisik dan biotik.
Shaw (1985) menjelaskan bahwa komponen habitat yang
mengendalikan kehidupan satwa liar terbagi dalam 4 hal
sebagai berikut:
1. Pakan (food)
Pakan merupakan komponen habitat yang paling nyata.
Ketersediaan pakan berhubungan erat dengan perubahan
musim terutama di daerah temperate dan kutub. Tiap jenis
satwa mempunyai kesukaan untuk memilih pakannya.
Kesukaan pakan ini berhubungan dengan palatabilitas dan
selera.
2. Pelindung (cover)
Pelindung diartikan sebagai segala tempat dalam habitat
yang mampu memberikan perlindungan dari cuaca,
predator atau kondisi yang lebih baik dan menguntungkan.
3. Air (water)
Air dibutuhkan dalam proses metabolisme tubuh
satwa. Kebutuhan satwa akan air bervariasi, ada
yang tergantung air dan ada yang tidak.
Ketersediaan air akan mengubah kondisi habitat
sehingga langsung atau tidak langsung akan
mempengaruhi kehidupan satwa.
4. Ruang (space)
Individu-individu satwa membutuhkan variasi ruang
untuk mendapatkan cukup pakan, pelindung, air,
dan tempat untuk kawin. Besarnya ruang tergantung
ukuran populasi. Ukuran populasi tergantung
besarnya satwa, jenis pakan, produktivitas, dan
keragaman habitat.
Tipe Habitat
Dalam habitat terdapat tipe habitat, yaitu
komponen-komponen sejenis yang mendukung
sekumpulan jenis satwa lair untuk beraktivitas. Tipe-
tipe habitat yang diperlukan oleh suatu satwa
biasanya diidentifikasi dengan mengamati berbagai
fungsinya, misalnya untuk makan atau bertelur.
Satwa memilih habitat yang tersedia dan sesuai
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Pemilihan diantara habitat yang cocok ini disebut
habitat selection yang akan digunakan untuk kawin,
makan dan istirahat. Pemilihan suatu habitat yang
paling disukai disebut dengan habitat preference.
Struktur vegetasi
Vegetasi merupakan kumpulan individu-individu
tumbuhan yang membentuk suatu kesatuan yang saling
bergantung satu sama lain (Mueller-Dombois dan Ellenberg,
1974).

Menurut Borbour et al. (1980), vegetasi terdiri dari semua jenis


tumbuhan yang ada dalam suatu wilayah.

Struktur vegetasi dapat dikategorikan paling tidak dalam 5


tingkatan (Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974), yaitu:
1.kenampakan Vegetasi (physiognomy), 2. Struktur biomasa
(biomass strcture), 3. Struktur bentuk tumbuh (life form
structure), 4. Struktur pembungaan (floristic structure), dan
5.Struktur tegakan (stands structure).

Kelima tingkatan struktur vegetasi tersebut secara hirarki


terpadu, dimana tingkatan pertama mancakup yang kedua,
yang kedua mencakup yang ketiga, demikian seterusnya.
Bentuk-bentuk pertumbuhan (growth form) dapat
dinyatakan berdasarkan batas ketinggiannya, misalnya
untuk komunitas hutan, menurut Mueller-Dombois
dan Ellenberg (1974), terdapat 4 tingkatan:
1. Lapisan pohon (tree layer)
Tingkatan ini terdiri atas semua tumbuhan yang
tingginya lebih dari 5 m. Pada hutan-hutan tinggi,
lapisan ini dapat dibagi lagi menjadi 2, 3 atau
bahkan 4 lapisan.
2. Lapisan semak (schrub layer)
Tingkatan ini terdiri atas tumbuhan dengan tinggi
antara 0,5 m sampai 5 m. Lapisan ini dapat dibagi
lagi menjadi S1 (tinggi 2-5 m) dan S2 (tinggi 0,3
atau 0,5 m sampai 2 m).
3. Lapisan herba (herb layer)

Pada tingkatan ini, tumbuhan yang ada adalah dengan


tinggi kurang dari 0,3 atau 0,5 m atau kurang dari 1
m. Seperti tingkatan di atas, lapisan ini dapat dibagi
lagi menjadi H1 atau lapisan herba tinggi (tinggi
lebih dari 0,3 m), H2 (tinggi 0,1 –0,3 m), dan H3
atau lapisan herba rendah (tinggi kurang dari 0,1 m).

4. Lapisan lumut dan lichenes

Merupakan lapisan yang terdiri dari berbagai jenis


tumbuhan lumut.
C. Cara Kerja :
1. Penentuan tipe habitat factor lingkungan habitat satwa
liar.
Tipe habitat Rusa Bawean ditentukan berdasarkan
keadaan vegetasi yang ditemui di lapangan. Satwa liar
dapat menempati tipe habitat yang beranekaragam, baik
hutan maupun bukan hutan, seperti tanaman
perkebunan, tanaman pertanian (sawah dan ladang),
pekarangan, gua, padang rumput, savana dan habitat
perairan (rawa, danau, sungai, la

Faktor lingkungan masing-masing tipe habitat


dideskripsikan dengan mencatat beberapa informasi
penting meliputi: kelerengan, suhu, kelembaban, arah
angin, kecepatan angin, sumber air, kerusakan habitat,
aktivitas manusia, predator/kompetitor, dan hal-hal
menarik lainnya.ut, terumbu karang, dan estuari).
Alat:
- Kompas
- Klinometer
- Termometer
- Hygrometer
- Anemometer
- Tallysheet
- Binokuler

:
- habitat satwa liar
- factor abiotik di habitat satwa liar

Anda mungkin juga menyukai