Anda di halaman 1dari 2

In House Training dalam Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Penyusunan Instrumen

Ranah Afektif
In House Training merupakan program pelatihan yang diselenggarakan di tempat sendiri,
sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi guru, dalam menjalankan pekerjaannya dengan
mengoptimalkan potensi-potensi yang ada (Sujoko, 2012). In House Training merupakan
pelatihan yang dilaksanakan secara internal oleh kelompok kerja guru, sekolah atau tempat lain
yang ditetapkan sebagai penyelenggaraan pelatihan yang dilakukan berdasar pada pemikiran
bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karier guru tidak harus
dilakukan secara eksternal, namun dapat dilakukan secara internal oleh guru sebagai trainer yang
memiliki kompetensi yang belum dimiliki oleh guru lain. Sedangkan ketentuan peserta dalam In
House Training minimal 4 orang dan maksimal 15 orang (Danim, 2012). Berdasarkan pengertian
dari Sujoko dan Danim, Nampak bahwa esensi dari IHT adalah kegiatan untuk meningkatkan
kompetensi guru dengan menggunakan segala sarana dan prasarana yang ada di sekolah.
Marwansyah (2010: 36) mengemukakan kompetensi adalah perpaduan pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan karakteristik pribadi lainnya yang diperlukan untuk mencapai
keberhasilan dalam sebuah pekerjaan, yang bisa diukur dengan standar yang telah disepakati, dan
dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan pengembangan. Berkaitan dengan kompetensi guru
Mulyasa (2003: 20) mengemukakan bahwa kompetensi guru : “…is a knowledge, skills, and
abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the
extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor
behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi guru diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan, dan
kemampuan yang dikuasai oleh guru yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat
melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Sejalan
dengan itu Mulyasa (2003: 21) mengartikan kompetensi guru sebagai penguasaan terhadap suatu
tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.
Muhaimin (2004: 59) menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh
tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu
melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukkan
sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus
ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi
maupun etika.
Ranah afektif merupakan salah satu taksonomi tujuan instruksional yang berkaitan dengan
kondisi psikologis atau perasaan seseorang. Ada lima karakteristik afektif yang penting, yaitu
sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral (Depdiknas, 2008: 4). Menurut Krathwohl ranah afektif
dalam taksonomi dirinci dalam lima jenjang (Sudijono, 2008:54), yaitu: receiving/attending
(menerima), responding (menanggapi), valuing (menilai), organization (organisasi), and
characterization by a value or value complex (pembentukan pola hidup). Ada sepuluh langkah
pengembangan instrumen penilaian afektif, yaitu: (1) menentukan spesifikasi instrumen, (2)
menulis instrumen, (3) menentukan skala instrumen, (4) menentukan sistem penskoran, (5)
menelaah instrumen, (6) merakit instrumen, (7) melakukan uji coba, (8) menganalisis instrumen,
(9) melaksanakan pengukuran, dan (10) menafsirkan hasil pengukuran (Mardapi, 2012: 148-
149).

Kerangka Berpikir
Mengacu pendapat Ayuningtyas (2017) menyatakan bahwa In House Training (IHT) merupakan
program yang diselenggarakan di sekolah atau tempat lain menggunakan peralatan dan materi
yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi, tujuannya adalah untuk mengembangkan
kompetensi berupa skill , knowledge dan attitude. Menjadi seorang guru wajib memiliki
kompetensi-kompetensi tertentu untuk dapat melaksanakan tugas secara profesional. Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 menjelaskan guru wajib memiliki empat
kompetensi yang meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian,
dan kompetensi profesional. Kompetensi-kompetensi tersebut mencerminkan guru ideal yang
terlihat ketika guru berinteraksi dengan peserta didik melalui kegiatan proses belajar mengajar di
kelas dan berinteraksi dengan rekan-rekan kerja dan masyarakat di luar kelas. Sangat penting
bahwa guru memiliki kompetensi dalam penyusunan instrumen ranah afektif. Ranah afektif
mencangkup watak, perilaku, perasaan, minat, sikap, emosi dan nilai. Ciri-ciri hasil belajar
afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti perhatiannnya
terhadap mata pelajaran dan kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran disekolah. Popham
seperti dikutip oleh Naniek Sulistyawardani, dkk (2012: 94) menyatakan bahwa keberhasilan
seseorang dipengaruhi oleh kondisi afeksinya. Seseorang dengan kemampuan afektif yang buruk
tentu akan kesulitan mencapai keberhasilan belajar yang optimal. Oleh karena itu, pendidikan
harus memberikan perhatian yang serius menyangkut pengembangan penilaian ranah afektif.

Anda mungkin juga menyukai