Anda di halaman 1dari 33

A.

Latar Belakang

Mioma uteri atau kanker jinak yang terdapat di uterus adalah tumor jinak yang tumbuh pada rahim.
Dalam istilah kedokteranya disebut fibromioma uteri, leiomioma, atau uterine fibroid. Mioma uteri
merupakan tumor kandungan yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Kejadiannya lebih tinggi
antara 20% – 25 % terjadi pada wanita diatas umur 35 tahun, tepatnya pada usia produktif seorang
wanita, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen (Sjamsuhidajat, 2010).

Berdasarkan penelitian World Health Organisation (WHO) penyebab dari angka kematian ibu karena
mioma uteri pada tahun 2010 sebanyak 22 kasus (1,95%) dan tahun 2011 sebanyak 21 kasus (2,04%). Di
Indonesia kasus mioma uteri ditemukan sebesar 2,39% -11,7% pada semua pasien kebidanan yang di
rawat. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada wanita kulit hitam dibandingkan wanita kulit putih.
Data statistik menunjukkan 60% mioma uteri terjadi pada wanita yang tidak pernah hamil atau hamil
hanya satu kali (Handayani, 2013).Berdasarkan otopsi novak didalam buku Winkjosastro, 2009
menemukan 27 % wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit
hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche.

Setelah menopause hanya kira –kira 10 % mioma yang masih bertumbuh. Bahaya mioma uteri ini
apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi zat besi karena
terjadinya perdarahan yang abnormal pada uterus dan selama usia reproduksi dapat menyebabkan
infertilitas (Anwar, 2011). Hasil data dari rekam medis di RS. PKU Muhammadiyah Surakarta terdapat
jumlah pasien mioma uteri dalam satu terakhir ini pada tahun 2012 adalah sebanyak 104 kasus
penderita mioma uteri, sedangkan dalam satu bulan terakhir yaitu pada bulan April terdapat 10 kasus
penderita mioma uteri.

Rumusan Masalah
Apa pengertian dari mioma uteri ?
Apa etiologi dari mioma uteri ?
Apa manifestasi klinis dari mioma uteri ?
Bagaimana patofisiologi dari mioma uteri ?
Apa komplikasi dari mioma uteri ?
Bagaimana penatalaksanaan dari mioma uteri ?
Apa pemeriksaan penunjang untuk mioma uteri ?
Bagaimana asuhan keperawatan dari mioma uteri ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian dari mioma uteri
Untuk mengetahui etiologi dari mioma uteri
Untuk mengetahui manifestasi klinis dari mioma uteri
Untuk mengetahui patofisiologi dari mioma uteri
Untuk mengetahui komplikasi dari mioma uteri
Untuk mengetahui penatalaksanaan dari mioma uteri
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk mioma uteri
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari mioma uteri
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus (tumor jinak uterus yang
berbatas tegas) dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga berbentuk padat karena jaringan
ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya dominan. Selain itu memiliki kapsul, terbentuk
dari otot polos yang imatur dan elemen jaringan penyambung fibrosa sehingga dapat disebut
juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid (Wiknjosastro, 2005), (Pierce, 2005), ( Manuaba,
2007), (Mansjoer, 2002), (Taber, 1994), (Thomas, 1992), Saifuddin (1999).

B. Etiologi
Menurut Manuaba (2007), faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui,
namun ada 2 teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri, yaitu:
Teori Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi dengan alasan :
Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum menarche
Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma uteri
Teori Cell nest atau Genitoblas
Terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell nest
yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.
Selain teori tersebut, menurut Muzakir (2008) faktor risiko yang menyebabkan
mioma uteri adalah:
Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar 40%-50%
pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum
mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10%.
Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil
histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen endogen
pada wanita-wanita menopause pada level yang rendah/sedikit (Parker, 2007). Otubu et al
menemukan bahwa konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dibandingkan
jaringan miometrium normal terutama pada fase proliferasi dari siklus menstruasi
(Djuwantono, 2005).
Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita
tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat
keluarga penderita mioma mempunyai 2 (dua) kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α
(a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak
mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007).
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin berhubungan
dengan konversi hormon androgen menjadi esterogen oleh enzim aromatease di jaringan
lemak (Djuwantono, 2005). Hasilnya terjadi peningkatan jumlah esterogen tubuh yang mampu
meningkatkan pprevalensi mioma uteri (Parker, 2007).
Makanan
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi atau
pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red
meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan
insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau
phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Parker, 2007).
Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen
dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus kemungkinan dapat
mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2007).
Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan dengan
wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali.
Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan dengan penurunan
bioaviabilitas esterogen dan penurunan konversi androgen menjadi estrogen dengan
penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007).

Etiologi

Etiologi yang pasti terjadi mioma uteri sampai saat ini belum diketahui. Stimulasi
estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini di dukung oleh
adanaya mioma uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan kejadiannya rendah
pada usia menopause. Ichimura dalam Prawirohardjo (2011) mengatakan bahwa hormon
ovarium dipercaya menstimuasi pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan insidennya
setelah menarche. Pada kehamilan pertumbuhan tumor ini semakin besar, tetapi menurun
setelah menopause. Perempuan nulipara mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya
mioma uteri, sedangkan perempuan multipara mempunyai resiko relatif rendah untuk
terjadinay mioma uteri. Dalam jaringan mioma uteri lebih banyak mengandung reseptor
estrogen jika dibandingkan dengan mometrium normal. Pertumbuhan mioma uteri bervariasi
pada setiap individu,bahkan diantara nodul mioma pada uterus yang sama. Perbedaan ini
berkaitan dengan jumlah reseptor estrogen dan reseptor progesterone ( Prawirohardjo, 2011).
Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dalam pertumbuhan dan
perkembangan mioma :
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche, setelah terdapat pertumbuhan tumor yang
cepat selam kehamilan. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan setelah
pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium
dan wanita dengan sterilitas. Pada mioma reseptor estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus
menstruasi.

b. Progesteron
Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang siklus menstruasi
dan kehamilan. Progesteron menghambat pertumbuhan mioma dengan cara menurunkan
jumlah reseptor estrogen pada mioma. Dari manapun asalnya, mioma mulai berasal dari benih-
benih multiple yang sangat kecil yang tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat
lambat tetapi progesif (bertahuntahun, bukan dalam hitungan bulan) di bawah pengaruh
estrogen dan jika terditeksi dan segera diobati dapat membentuk tumor dengan berat 10 kg
atau lebih. Mula-mula mioma berada di bagian intramural,tetapi ketika tumbuh dapat
berkembang ke berbagai arah (Llewellyn, 2001).

C. Manifestasi Klinis
Faktor-faktor yang menimbulkan gejala klinis ada 3, yaitu :
Besarnya mioma uteri,
Lokalisasi mioma uteri,
Perubahan pada mioma uteri.
Gejala-gejala yang timbul tergantung dari lokasi mioma uteri (cervikal, intramural,
submucous), digolongkan sebagai berikut :
1. Perdarahan abnormal
Perdarahan abnormal yaitu menoragia, menometroragia dan metroragia. Perdarahan
sering bersifat hipermenore dan mekanisme perdarahan tidak diketahui benar. Faktor-
faktor yang mempengaruhinya yaitu telah meluasnya permukaan endometrium dan
gangguan dalam kontraktibilitas miometrium (Manuaba, 1998).
2. Rasa nyeri pada pinggang dan perut bagian bawah, dapat terjadi jika :
a. Mioma menyempitkan kanalis servikalis
b. Mioma submukosum sedang dikeluarkan dari rongga rahim
c. Adanya penyakit adneks, seperti adneksitis, salpingitis, ooforitis
d. Terjadi degenerasi merah
3. Tanda-tanda penekanan/pendesakan
Terdapat tanda-tanda penekanan tergantung dari besar dan lokasi mioma uteri. Tekanan
bisa terjadi pada traktus urinarius, pada usus, dan pada pembuluh-pembuluh darah.
Akibat tekanan terhadap kandung kencing ialah distorsi dengan gangguan miksi dan
terhadap ureter bisa menyebabkan hidro uretre.
4. Infertilitas
Infertilitas bisa terajadi jika mioma intramural menutup atau menekan pors interstisialis
tubae.
5. Abortus
Abortus menyebabkan terjadinya gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim melalui
plasenta.
6. Gejala sekunder
Gejala sekunder yang muncul ialah anemia karena perdarahan, uremia, desakan ureter
sehingga menimbulkan gangguan fungsi ginjal.

Tanda dan gejala

1. Pendarahan abnormal : hipermenore, menoragia, metroragia.

Sebabnya :

a. Pengaruhnya ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium

b. Permukaan endometrium yang lebih luar dari biasanya


c. Atrofi endometrium di atas mioma submukosum

d. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma di antara serabut
miometrum sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.

2. Nyeri : dapat timbul karena gangguan sirkulasi yang disertai nekrotis setempat dan peradangan. Pada
mioma submukosum yang dilahirkan dapat menyempit canalis servikalis sehingga menimbulkan
dismenore.

3. Gejala penekanan : penekanan pada vesika urianaria menyebabkan poliuri, pada uretra menyebabkan
retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum menyebabkan
obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan limfe menyebabkan edema tungkai dan nyeri
panggul.

4. Disfungsi reproduksi

Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-
40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Mioma yang terletak didaerah kornu dapat
menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba
bilateral. Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya
diperlukan untuk motilitas sperma didalam uterus. Perubahan bentuk reproduksi. Gangguan implantasi
embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histology endrometrium dimana terjadi
atrofi karena kompresi massa tumor.

Mekanisme Gangguan Fungsi reproduksi dengan Mioma uteri

1) Gangguan transportasi gamet dan embrio

2) Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus

3) Perubahan aliran darah

4) Perubahan histologi endometrim


D. Klasifikasi Mioma Uteri

Menurut letak pertumbuhannya, mioma uteri


dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu :

a. Mioma Subserosa

Berada diluar rahim (serosa) dan berlanjut tumbuh keluar dinding rahim sehingga menonjol pada
permukaan uterus. Dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma
intraligamenter dan juga dapat tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau
omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wandering atau parasitic
fibroid ( Manuaba dkk, 2009).

b. Mioma Intramular

Berada di dinding uterus diantara serabut miometrium dan biasanya multiple. Mioma jenis ini sering
tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor didaerah
perut sebelah bawah. Di dalam otot rahim, mioma ini dapat besar dan padat jika jaringan ikat yang
dominan juga lunak jika jaringan otot rahim dominan.

c. Mioma Submukosa

Berada dibawah endometrium dan menonjol kedalam rongga uterus yang menyebabkan peregangan
pada endometrium dan menghambat pembuluh darah lokal berkontraksi selama menstruasi. Mioma
semacam ini dapat menyebabkan menstruasi yang berat, lama dan hebat dan menyebabkan anemia
yang berlangsung terus. Sebagian mioma ini dapat tumbuh bertangkai
E. WOC

F.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer (2002), pemeriksaan yang dilakukan pada kasus mioma uteri
adalah :
Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb turun, Albumin turun, Lekosit turun/meningkat, Eritrosit
turun.
USG : terlihat massa pada daerah uterus.
Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan
operasi.
ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi.
Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya
mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yng kecil.
Uterus atau massa yang paling besar paling baik diobservasi melalui ultrasonografi
transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang
mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi
ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik
ditandai adanya daerah yang hipoekoik.
Histeroskopi

Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta
bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,ukuran dan lokasi mioma, tetapi jarang
diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan dapat dibedakan
dari miometrium yang normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi
dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada
kasus -kasus yang tidak dapat disimpulkan.

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Umum
Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara konservatif dan
penanganan secara operatif (Manuaba, 2011).

a. Penanganan Konservatif sebagai berikut

1) Obervasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodic setiap 3-6 bulan

2) Bila anemia, Hb <8g/dl di transfuse PRC

3) Pemberian suplemen yang mengandung zat besi

b. Penanganan operatif apabila :

1) Apabila tumor lebih besar dari ukuran uterus

2) Pertumbuhan tumor cepat

3) Mioma subserosa bertangkai dan torsi

4) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya

5) Hipermenorea pada mioma submukosa

6) Penekanan pada organ sekitarnya

Jenis penanganan operatif yang dapat dilakukan diantaranya yaitu :

a. Histerektomi

Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada

penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang sudah

bergejala. Kriteria untuk histerektomi adalah sebagai berikut :


1) Terdapat 1 sampai 3 leimioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan
oleh pasien.

2) Pendarahan uterus berlebihan Yaitu pendarahan yang banyak menggumpal-gumpal atau


berulang-ulang selama lebih dari 8 hari yang dapat mengakibatkan anemia.

3) Rasa tidak nyaman di pelvis

Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi : nyeri hebat dan akut, rasa tertekan
dibagian punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis, penekanan buli-buli dan
frekuensi saluran kemih.

b. Miomektomi

Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Apabila wanita
sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30 – 50 % dan perlu disadari
oleh penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan histerektomi.

c. Penanganan secara kuret

1) Pengertian Kuretase

Prosedur kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding
kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrumen (sendok kuret) ke dalam
kavum uteri. Sendok kuret akan melepaskan jaringan tersebut dengan teknik pengerokan
secara sistematik (Saifuddin, 2009).

2) Persiapan dan hal yang perlu diperhatikan

a) Pre Kuret

a. Konseling pra tindakan :


- Memberi informed consent

- Menjelaskan pada klien tentang penyakit yang diderita

- Menerangkan kepada pasien tentang tindakan kuretase yang akan dilakukan: prosedur
tindakan, tujuan dan manfaat tindakan

- Memeriksa keadaan umum pasien, bila memungkinkan pasien dipuasakan

b. Pemeriksaan sebelum curretage

- USG (ultrasonografi)

- Mengukur tensi dan Hb darah

- Memeriksa sistem pernafasan

- Mengatasi perdarahan

- Memastikan pasien dalam kondisi sehat dan fit

c. Persiapan tindakan

- Menyiapkan pasien

- Mengosongkan kandung kemih

- Membersihkan genetalia eksterna

- Membantu pasien naik ke meja ginek

- Lakukanlah pemeriksaan umum : Tekanan Darah, Nadi, Keadaan Jantung, dan Paru – paru dan
sebagainya.

- Pasanglah infuse cairan sebagai profilaksis


- Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi local atau umum secara IV dengan ketalar.

- Sebelum masuk ke ruang operasi, terlebih dahulu pasien harus dipersiapkan dari ruangan

- Puasa: Saat akan menjalani kuretase, dilakukan puasa 4-6 jam sebelumnya agar perut dalam
keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal.

- Cek adanya perdarahan untuk mengetahui apakah pasien mengalami gangguan perdarahan
atau tidak. Jika ada indikasi gangguan perdarahan, kuret akan ditunda sampai masalah
perdarahan teratasi.

Namun tak menutup kemungkinan kuret segera dilakukan untuk kebaikan pasien.

- Persiapan psikologis

Memberi penjelasan kepada ibu dan keluarga secara jelas dan seperlunya tentang tindakan
kuretase, jangan menjelaskan yang terlalu berlebihan. Berikan ibu motivasi untuk menjalani
tindakan kuretase.

- Mengganti baju pasien dengan baju operasi dan memakaikan gelang sebagai identitas

- Pasien dibawa ke ruang operasi yang telah ditentukan

- Mengatur posisi pasien sesuai dengan jenis tindakan yang akan dilakukan, kemudian pasien
dibius dengan anestesi narkose

- Setelah pasien tertidur, segera pasang alat bantu napas dan monitor EKG

- Bebaskan area yang akan dikuret

b) Post Kuret

a. Perawatan Pascakuretase
Menurut Saifuddin (2009) perawatan pasca tindakan kuretase meliputi:

a. Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan beri instruksi apabila terjadi
kelainan/ komplikasi.

b. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan.

c. Kolaborasi pengobatan lanjutan dan pemantauan pasien.

d. Beritahukan kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai dilakukan, tetapi
pasien masih memerlukan perawatan.

e. Jelaskan pada petugas jenis perawatan yang masih diperlukan, lama perawatan dan kondisi
yang harus dilaporkan. Menurut Prasetyadi (2008) dalam yuni (2015) perawatan usai kuretase
umumnya sama dengan operasi- operasi lain. Ibu harus menjaga bekas kuretase dengan baik,
tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat, tidak melakukan hubungan intim untuk jangka
waktu tertentu sampai keluhannya benarbenar hilang, dan meminum obat secara teratur.
Setelah melakukan kuretase, bagi pasangan yang ingin mengupayakan kehamilan bisa mencoba
kembali mendapatkan keturunan setelah lewat 2-3 kali fase haid. Melewati fase haid ini
ditujukan untuk menormalkan kembali dinding rahim yang menipis akibat kuretase. Sehingga,
risiko terjadinya perlekatan plasenta pada dinding rahim saat melahirkan dapat diminimalisasi.

3) Prosedur Kuret

a) Pasien ditidurkan dalam posisi litotomi (posisi seperti sedang mau melahirkan)

b) Infus cairan dengan drips oksitosin (mengurangi kemungkinan perforasi)

c) Anestesi Blok paraservikal atau Total Intavenous Anestesi

d) Kateterisasi urin

e) Pemeriksaan bimanual ulang untuk menentukan besar & arah uterus

f) Bersihkan vulva & vagina dengan larutan antiseptik


g) Pasang spekulum vagina

h) Jepit dinding depan porsio uteri dengan tenakulum atau klem ovum

i) Masukkan sonde uterus letak & panjang kavum uteri

j) Dilatasi kanalis servikalis dengan busi Hegar (bila perlu)

k) Pengeluaran isi rahim dilakukan dengan kuret tajam

4) Komplikasi Kuret

Menurut Fajar (2007) dalam yuni (2015) ada beberapa dampak atau komplikasi yang mungkin
terjadi pada post kuretase diantaranya:

a. Perdarahan

Bila saat kuret jaringan tidak diambil dengan bersih, dikhawatirkan terjadi perdarahan. Untuk
itu jaringan harus diambil dengan bersih dan tidak boleh tersisa sedikit pun.

Bila ada sisa kemudian terjadi perdarahan, maka kuret kedua harus segera dilakukan. Biasanya
hal ini terjadi pada kasus jaringan yang sudah membatu. Banyak dokter kesulitan melakukan
pembersihan dalam sekali tindakan sehingga ada jaringan yang tersisa. Namun biasanya bila
dokter tidak yakin sudah bersih, dia akan memberi tahu untuk datang lagi ke dokter bila terjadi
perdarahan.

b. Gangguan Dinding Rahim

Pengerokan jaringan pun harus tepat sasaran, jangan sampai meninggalkan cerukan di dinding
rahim. Jika menyisakan cerukan, dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan rahim.

c. Gangguan Haid
Jika pengerokan yang dilakukan sampai menyentuh selaput otot rahim, dikhawatirkan akan
mengganggu kelancaran siklus haid.

d. Infeksi

Jika jaringan tersisa di dalam rahim, muncul luka, cerukan, dikhawatirkan bisa memicu
terjadinya infeksi. Sebab, kuman senang sekali dengan daerah-daerah yang basah oleh cairan
seperti darah.

e. Kanker

Sebenarnya kecil kemungkinan terjadi kanker, hanya sekitar 1%. Namun bila kuret tidak
dilakukan dengan baik, ada sisa yang tertinggal kemudian tidak mendapatkan penanganan yang
tepat, bisa saja memicu munculnya kanker. Disebut kanker trofoblast atau kanker yang
disebabkan oleh sisa plasenta yang ada di dinding rahim.

Penatalaksanaan
Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor
Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor,
dan terbagi atas :
Penanganan konservatif, yaitu dengan cara :
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan,
2) Monitor keadaan Hb,
3) Pemberian zat besi,
4) Penggunaan agonis GnRH, agonis GnRH bekerja dengan menurunkan regulasi
gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior. Akibatnya, fungsi
ovarium menghilang dan diciptakan keadaan menopause yang reversibel.
Sebanyak 70% mioma mengalami reduksi dari ukuran uterus telah dilaporkan
terjadi dengan cara ini, menyatakan kemungkinan manfaatnya pada pasien
perimenopausal dengan menahan atau mengembalikan pertumbuhan mioma
sampai menopause yang sesungguhnya mengambil alih. Tidak terdapat resiko
penggunaan agonis GnRH jangka panjang dan kemungkinan rekurensi mioma
setelah terapi dihentikan tetapi, hal ini akan segera didapatkan dari pemeriksaan
klinis yang dilakukan.
Penanganan operatif
Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah:
1) Perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia,
2) Nyeri pelvis yang hebat,
3) Ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena mioma berukuran
kehamilan 12 minggu atau sebesar tinju dewasa),
4) Gangguan buang air kecil (retensi urin),
5) Pertumbuhan mioma setelah menopause,
6) Infertilitas,
7) Meningkatnya pertumbuhan mioma.
Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :
1. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan rahim/uterus.
Miomektomi lebih sering di lakukan pada penderita mioma uteri secara umum.
Suatu studi mendukung miomektomi dapat dilakukan pada wanita yang masih
ingin bereproduksi tetapi belum ada analisa pasti tentang teori ini tetapi
penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita yang belum memiliki
keturunan setelah penyebab lain disingkirkan.
2. Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat
rahim, baik sebahagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total)
berikut serviks uteri. Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan
anak lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau
yang sudah bergejala.
Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists
(ACOG) dalam Chelmow (2005) untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
1) Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan
dikeluhkan oleh pasien.
2) Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan
bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan anemia akibat
kehilangan darah akut atau kronis.
3) Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan akut, rasa
tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis dan penekanan pada
vesika urinaria mengakibatkan frekuensi miksi yang sering.
Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil
Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring, analgesia
dan observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu lebih disukai
apabila janin imatur. Namun, pada torsi akut atau perdarahan intra abdomen
memerlukan interfensi pembedahan. Seksio sesarea merupakan indikasi untuk
kelahiran apabila mioma uteri menimbulkan kelainan letak janin, inersia uteri atau
obstruksi mekanik (Taber, 1994).

H. PENCEGAHAN

Pencegahan Mioma Uteri

Pencegahan Primordial

Pencegahan ini dilakukan pada perempuan yang belum menarche atau sebelum terdapat resiko
mioma uteri. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang tinggi
serat seperti sayuran dan buah.

Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan awal pencegahan sebelum seseorang menderita mioma. Upaya
pencegahan ini dapat dilakukan dengan penyuluhan mengenai faktor-faktor resiko mioma
terutama pada kelompok yang beresiko yaitu wanita pada masa reproduktif. Selain itu tindakan
pengawasan pemberian hormon estrogen dan progesteron dengan memilih pil KB kombinasi
(mengandung estrogen dan progesteron), pil kombinasi mengandung estrogen lebih rendah
dibanding pil sekuensil, oleh karena pertumbuhan mioma uteri berhubungan dengan kadar
estrogen.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan untuk orang yang telah terkena mioma uteri, tindakan ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya komplikasi. Pencegahan yang dilakukan adalah dengan
melakukan diagnosa dini dan pengobatan yang tepat.
I. ASKEP

(Asuhan Keperawatan ( Askep Kasus) Mioma Uteri


ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny M. K DENGAN GANGGUAN
SISTEM REPRODUKSI “MIOMA UTERI” DI PAVILIUN MARIA
RSU GMIM BETHESDATOMOHON

Pengkajian
A. Identitas klien :
Nama : Ny. M.K
Umur : 48 tahun
Alamat : Rumoong Atas Jaga II, Tareran
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Suku/ Bangsa : Minahasa/Indonesia
Pekerjaan : Pegawai
Pendidikan : SMP
Status : Sudah menikah
No. RM : 457288
Tanggal MRS : 25 Sept 2009, Jam 06.00 Wita
Tanggal Pengkajian : 28 Sept 2009, jam 09.30 Wita
Diagnosa Medis : Mioma Uteri

Identitas penanggungjawab
Nama : Tn. L.M
Umur : 50 tahun
Alamat : Rumoong Atas jaga II, Tareran
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tani
Hubungan dengan klien : Suami

B. Keluhan Utama
Keluar darah lewat jalan lahir
C. Riwayat kesehatan
1. Riwayat keluhan utama
Pada tanggal 26 Sept 2009 jam 06.00 Wita klien diantar oleh suami ke RSU Bethesda GMIM Tomohon
lewat UGD dan diantar di ruang Maria. Klien mengeluh keluar darah lewat jalan lahir sudah sejak 9 hari
yang lalu. Klien sudah pernah berobat di Klinik Ruth Kawangkoan pada dr. N.W. Klien mengatakan
setiap hari klien harus mengganti duk 4-5x (duk dari pakaian tua klien). Klien juga mengeluh nyeri perut
bagian bawah, badan terasa lemah dan tak berdaya, makan dan minum serta BAB dan BAK klien
dibantu.
2. Riwayat kesehatan lalu
Kien mengatakan sudah pernah menderita penyakit seperti ini 2 tahun yang lalu dan dirawat di RSU
GMIM Bethesda Tomohon dan sempat ditransfusi  700 cc. (2 kantong darah).
3. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan dalam keluarga tidak ada penyakit turunan seperti hipertensi, DM, asam urat dan lain-
lain. Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga klien yang menderita penyakit seperti yang ia derita
saat ini.
D. Riwayat psikososial
Hubungan dengan anggota keluarga klien cukup akrab. Hubungan dengan masyarakat sekitar cukup
baik, klien menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah dalam berinteraksi, klien mengatakan
pasrah dengan keadaanya.
E. Riwayat spriritual
Klien beragama Kristen Protestan. Klien yakin akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, klien yakin bahwa
penyakit yang dideritanya merupakan gangguan kesehatan bukan berasal dari kekuatan supranatural.
F. Riwayat penyakit keturunan
Klien mengatakan keluarga tidak ada yang menderita hipertensi, DM, dan penyakit turunan lainnya.
G. Riwayat operasi
Klien mengatakan sudah pernah dioperasi tubektomi di RSU Bethesda Tomohon sejak 12 tahun yang
lalu.

H. Riwayat alergi
Klien mengatakan bahwa pernah alergi terhadap obat anti histamine (Salep)
I Riwayat kehamilan dan persalinan lalu
Jenis Jenis Keadaan saat
Hamil Tgl/ Tahun Penolong BB
kelamin persalinan ini
I 03 - 05 - 1979 ♂ Pervagina Bidan - Hidup
II 14 – 10 – 1983 ♀ Pervagina Bidan 3800 gr Hidup
III 20 – 08 – 1985 ♂ Pervagina Bidan - Meninggal
pada usia 2
hari lahir
lalu mati
IV 24 – 12 – 1991 ♂ Pervagina Bidan - Hidup

J. Riwayat Menarche

Siklus : 28 hari
Lamanya : 4-5 hari
: 2-3x ganti duk (pembalut)
Warna : merah
Bau : amis
Usia menarche : 14 hari
Usia menopause : 47 tahun
K. Kebutuhan hidup sehari-hari
1. Nutrisi
Di Rumah : Makan 3x/hari, jenis nasi, ikan, sayur, buah.
minum 8-9 gelas/hari, jenis air masak
DI RS : Makan 3x/hari jenis bubur
Saat Di kaji : Sudah 2x, jenis bubur yang dibawa dari rumah.

2. Pola eliminasi
h : BAB 2x/hari BAK 5-6x/hari konsistensi padat warna kuning kecoklatan.
aji : Klien belum BAB, dan BAK sudah 2 x, warnah kinung, keceoklatan
3. Pola istirahat dan tidur
Di Rumah : Tidur malam 6-7 jam/hari
Tidur siang 1 jam/hari
: Klien tidur malam 2-4 jam/hari,
Tidur siang kadang 1 jam, kadang tidak tidur
4. Aktivitas dan rekreasi
h : Klien biasanya beraktifitas sebagai guru, memasak di rumah dan berperan sebagai ibu rumah tangga
aji : Saat masuk rumah sakit aktivitas klien dibantu, dan hanya terbaring di tempat tidur.

5. Personal hygiene
h : Mandi 2x/hari menggunakan sabun,
Cuci rambut 1xsehari menggunakan shampoo,
menggosok gigi 2x/hari menggunakan pasta gigi
aji : Klien belum mandi sejak MRS

saan
: Tidak pernah
: Tidak pernah
an : Tidak pernah
ik
umum : Klien tampak lemah.
an : Compos mentis
a vital
: 90/60 mmHg, N : 88 x/m, R : 20 x/m, Sb : 36,4 0C
an Head to toe

si : Rambut warna hitam beruban dan sedikit botak. Kebersihan cukup.


: Tidak ada masa/benjolan
si : Simetris kiri dan kanan, tampak pucat, ekspresi wajah meringis

si : Kunjungtiva pucat, sklera tidak ikterus,


: Tidak ada nyeri. Tidak ada edema

si : Tidak ada serumen dan, kebersihan cukup, tidak ada gangguan pendengaran

si : Penciuman klien baik kebersihan cukup, terdapat secret pada lubang hidung, tidak ada polip.
an Gigi
si : Bibir simetris, tampak kering.

si : Tidak ada distensi vena jugularis.


: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembengkakan kalenjar getah bening

si : Pergerakan simetris kiri dan kanan,


: Iktus kordis berada pada posisi Sela iga kelima garis klavikula tengah
: Bunyi resonan
asi : Bunyi vesicular, bunyi jantung normal, teratur, tidak terdengar bunyi jantung tambahan,

en
si : Tampak lemas
i : Teraba lemas, ada nyeri tekan bagian simfisis pubis, terasa sedikit ada benjolan di bagian kuadran bawah,
nyeri tekan abdomen kuadran bawah
asi : Terdengar adanya bising usus.
lia
si : Tampak keluar darah lewat vagina, terpasang duk.
mitas atas
si : Terpasang IVFD RL 20 gtt/m pada tangan kanan, pada sendi tangan kiri ROM pasif, kekuatan otot baik
mitas bawah
si : Tidak ada kelainan, tidak ada fraktur
: Tidak ada odema

Terapi Medik
As. Mefenamat : 3 x 500 mg tablet/oral (Golongan analgetik)
Amoxicilin : 3 x 500 mg tablet/oral (Golongan Antibiotik)

Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 27 sept 2009, jam 08.00
HB : 6,7 gr %

Pengelompokan Data
Data subjektif
1. Klien mengeluh keluar darah lewat vagina
1. Klien mengatakan badan terasa lemah.
4. Klien mengeluh makan, minum, BAK dan BAB dibantu.
Data objektif
1. Ada darah yang keluar lewat vagina/perdarahan pervagina.
2. Wajah tampak pucat.
3 .Konjungtiva pucat.
4 Ekspresi wajah meringis.
5 Terpasang IVFD RL 20 gtt/menit pada tangan kanan
7 Klien tampak lemah.
8 TD : 90/60 mmHg, N : 88 x/m, Sb : 36,4 o C, R : 20 x/m.
9 Aktivitas klien dibantu.
10. HB 6,7 gr %.
11 Nyeri tekan abdomen kuadran bawah.
12. Terasa sedikit ada benjolan di bagian kuadran bawah

ANALISA DATA
SIGN/ SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM
DS : Tumor bertumbuh secara progresif Defisit volume
- Klien mengeluh keluar  cairan
darah lewat vagina. Membentuk tumor
DO : (massa di miometrium)
Tampak darah keluar 
lewat vagina Gangguan kontraksi otot rahim
Wajah tampak pucat 
Konjungtiva pucat Miometrium tidak dapat menjepit pembuluh
Terpasang IVFD RL 20 darah yang melaluinya dengan baik
gtt/menit pada tangan 
kanan Gangguan sirkulasi
Klien tampak lemah 
TD : 90/60 mmHg Perdarahan abnormal
N : 88 x/m (hypermenore)
Sb : 36,4o C, 
R : 20 x/m. Deficit volume cairan

Perdarahan berkepanjangan dan abormal Intoleransi


- Klien mengatakan badan (hipermenore) Aktivitas
terasa lemah, 
- Makan, minum, BAB Anemis
dan BAK dibantu Penurunan TD 
DO : Nafsu makan berkurang
Klien tampak lemah 
Kurangnya suplai Suplai nutrisi ke
Bedrest
jaringan Darah ke otak
SIGN/ SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM
TD : 90/60 mmHg berkurang
N : 88 x/m  
Sb : 36,4o C, Pusing ATP & ADP
R : 20 x/m.  
- HB : 6,7 gr % Intoleransi Kelemahan fisik
Aktivitas
DS : Resiko infeksi
- Klien mengeluh keluar Perdarahan
darah lewat vagina. abnormal
DO : 
Tampak keluar darah Terpasang alat-alat Defisit volume
lewat vagina. invasive cairan
Nyeri tekan abdomen  
kuadran bawah. Terpajannya Anemis
Terasa sedikit ada mikroorganisme
benjolan di bagian pathogen melalui
kuadran bawah darah
Tampak lemah.
- Terpasang IVFD RL 20 Resiko infeksi
gtt/menit pada tangan
kanan

Diagnosa keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan menoragie (perdarahan) yang ditandai dengan, data subjektif
Klien mengeluh keluar darah lewat vagina, data objektif Tampak darah keluar lewat vagina, Wajah
tampak pucat, Konjungtiva pucat, Terpasang IVFD RL 20 gtt/menit pada tangan kanan, Klien tampak
lemah, TD : 90/60 mmHg, N : 88 x/m, Sb : 36,4 o C, R : 20 x/m.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kekuatan fisik yang ditandai dengan, data subjektif Klien
mengatakan badan terasa lemah, Klien mengatakan badan terasa lemah, Makan, minum, BAB dan BAK
dibantu, data objektif Klien tampak lemah, TD : 90/60 mmHg, N : 88 x/m, Sb : 36,4 o C, R : 20 x/m,
HB : 6,7 gr %
3. Resiko infeksi berhubungan dengan menoragie (perdarahan) yang ditandai dengan, data subjektf Klien
mengeluh keluar darah lewat vagina, data objektif Tampak keluar darah lewat vagina, Nyeri tekan
abdomen kuadran bawah, Terasa sedikit ada benjolan di bagian kuadran bawah, Tampak lemah,
Terpasang IVFD RL 20 gtt/menit pada
Diagnosa Perencanaan Keperawatan Implementasi Eval
No Rasional
Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan Kepera
1. Defisit Setelah dilakukan Jam: 09.30 Tanggal 2
volume cairan keperawatan selama1. Observasi 1. Perubahan TD dan1. Mengobservasi 2009 jam
berhubungan 3 hari Perdarahan vital sign. nadi dapat TTV, TD : 90/60
S:
dengan berkurang sampai digunakan untuk mmHg, N : - Klien
menoragie hilang dengan perkiraan kisaran 86x/m. mengatak
(perdarahan) kriteria hasil : kehilangan darah, yang kelu
yang ditandai- Klien dapat misalnya TD < 90 berkurang
dengan: menunjukkan mmHg, nadi > 110
DS : perdarahan diduga 25 % - Perdarahan
- Klien berkurang. penurunan volume pervagina
mengeluh - Tanda-tanda vital atau kurang lebih berkurang
keluar darah Normal, tidak pucat. 1000 ml darah yang 90/60 mm
lewat vagina. keluar. Hipotensi 86x/m.
DO : postural - Masih pica
- Tampak darah menunjukkan - Diberi dar
keluar 2. Ukur penurunan volumeJam : 10.45
lewat vagina kehilangan sirkulasi. 2. Mengukur A:
- Wajah darah. 2. Sebagai pedoman kehilangan - Masalah t
tampak pucat untuk penggantian darah. Darah sebagian..
- Konjungtiva cairan. yang keluar
pucat kurang lebih 500P :
- Terpasang 3. layani cc - Lanjutkan
IVFD RL 20 transfusi 3. Darah yang akan Jam: 11.30 intervensi
gtt/menit pada darah pada ditransfusikan dan 3. Melayani keperawat
tangan kanan klien sesuai golongan darah transfusi darah
- Klien tampak instruksi, yang akan pada klien sesuai
lemah darah I bag diberikan. instruksi darah I
- TD : 90/60 bag
mmHg
N : 88 x/m
Sb : 36,4o C,
R : 20 x/m.
2 Intoleransi Setelah dilakukan Jam: 08.30 Tanggal 2
aktivitas keperawatanselma 31. Observasi 1. Perubahan TD dan 1. Mengobservasi 2009
berhubungan hari Aktivitas tidak tanda-tanda nadi untuk TD dan Nadi. Jam 14.00
dengan dibantu, dengan vital mengetahui TD : 90/60 S :
kekuatan fisik kriteria hasil : kehilangan darah mmHg, N : - Klien men
yang ditandai- Klien menunjukkan 86x/m. sudah bole
berkurangnya 2. Meningkatkan melakuka
dengan
intoleransi terhadap2. Ciptakan istirahat untuk Jam: 09.00 aktivitas s
DS : lingkungan
aktivitas menurunkan 2. Menciptakan sesuai
- Klien tenang dan kebutuhan energi. lingkungan yang kemampu
- TD dan Nadi dalam
mengatakan kondisi normal pertahankan tenang. O:
Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Implementasi Eval
No badan terasa - pusing tidak ada. tirah baring. Rasional - Aktivitas b
Keperawatan Keperawatan Kepera
lemah, 3. Agar klien dalam dilakukan
- Makan, 3. Bantu dalam beraktivitas dan Jam: 10.30 -TD : 100/6
minum, BAB aktivitas dan meningkatkan 3. Membantu klien mmHg, N
dan BAK anjurkan harga diri klien dan dalam A:
dibantu untuk bila klien dapat beraktivitas, -Masalah te
beraktivitas melakukan sendiri, seperti duduk, sebagian.
DO :
sesuai Anemia dapat memberikan P :
- Klien tampak
kemampuan. menimbulkan dan makanan -Lanjutkan
lemah mengakibatkan intervensi
- TD : 90/60 resiko injuri. keperawat
mmHg
N : 88 x/m
Sb : 36,4o C,
R : 20 x/m.
- HB : 6,7 gr %

3 Resiko infeksi Setelah dilakukan Jam: 11.00 Tgl:28Septemb


berhubungan keperawatan selama 1. Beri 1. Cara pertama untuk1. Memberikan Jam 14.00
dengan 3 hari Tidak terjadi perawatan menghindari perawatan S:
menoragie infeksi dengan aseptik terjadinya infeksi tangan sebelum - Klien men
(perdarahan) kriteria hasil : antiseptik, nosokomial. dan sesudah darah yan
yang ditandai- Suhu badan dalam pertahankan melakukan mulai berk
keadaan normal (360 teknik cuci tindakan. O:
dengan :
C- 370 C), tangan yang - Masih ad
DS :
- Tidak ada tanda- baik. perdaraha
- Klien
tanda infeksi. 2. peningkatan suhu pervagina
mengeluh
2. Ukur suhu tubuh > 370 C Jam: 11.30 terpasang
keluar darah
badan. menunjukkan 2. Mengukur Sb : RL,
lewat vagina.
terjadinya infeksi 36,40 C. A:
DO :
sekunder. -Masalah t
- Tampak
3. Antibiotik sebagian.
keluar darah
3. Layani membantu P:
lewat vagina. Jam: 12.30
antibiotik membasmi -Lanjutkan
- Nyeri tekan
untuk mikroorgasnisme, 3. Melayani intervensi
abdomen antibiotik
pencegahan dan mencegah keperawat
kuadran Amoxicilin 500
infeksi. infeksi bakteri
bawah. mg.
Amoxicilin
- Terasa sedikit
500 mg.
ada benjolan
di bagian
kuadran
bawah
- Tampak
lemah.
- Terpasang
Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Implementasi Eval
No IVFD RL 20 Rasional
Keperawatan Keperawatan Kepera
gtt/menit pada
Catatan perkembangan

No. Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan


DX
I. 1. Mengobservasi TTV, TD : 90/60 Tanggal: 29 sept 2009
mmHg, N : 86x/m. Jam: 14.10

S:
2. Mengukur kehilangan darah. Darah - Klien
yang keluar kurang lebih 500 cc mengatakan darah yang keluar
mulai berkurang.
3. Melayani transfusi darah pada klien
sesuai instruksi darah I bag
- Perdarahan pervagina berkurang.
TD : 90/60 mmHg, N : 86x/m.
- Masih picat
- Diberi darah I bag

A:
- Masalah teratasi sebagian..

P :
- Lanjutkan intervensi keperawatan
II. 1. Mengobservasi TD dan Nadi. TD : Tanggal: 29 sept 2009
90/60 mmHg, N : 86x/m. Jam: 14.00

2. Menciptakan lingkungan yang S :


tenang. - Klien mengatakan sudah boleh
melakukan aktivitas sendiri sesuai
3. Membantu klien dalam beraktivitas, kemampuan tanpa bantuan orang
seperti duduk, memberikan makanan lain.

O:
- Aktivitas boleh dilakukan sendiri.
-TD : 100/60 mmHg, N : 88x/m.

A:
-Masalah teratasi sebagian.

P :
-Lanjutkan intervensi keperawatan.

III. 1. Memberikan perawatan tangan Tanggal:29 Sept 2009


sebelum dan sesudah melakukan Jam: 14.00
tindakan.
No. Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
DX
S:
0
2. Mengukur Sb : 36,4 C. - Klien mengatakan darah yang
3. Melayani antibiotik Amoxicilin 500 keluar mulai berkurang.
mg.
O:
- Masih ada perdarahan pervagina,
terpasang IVFD RL.

A:
-Masalah teratasi sebagian.

P:
-Lanjutkan intervensi keperawatan..
I. 1. Mengobservasi TTV, TD : 120/60 Tanggal : 30 Sept 2009
mmHg, N : 84x/m. Jam: 14.00

S:
- Klien
mengatakan darah yang keluar
2. Melayani makan 200cc, dan minum mulai berkurang.
600cc.

- Perdarahan pervagina berkurang.


TD : 90/60 mmHg, N : 86x/m.
- Masih picat
- Diberi darah I bag

A:
- Masalah teratasi sebagian..

P :
- Lanjutkan intervensi keperawatan
II. 1. Mengobservasi TD dan Nadi. TD : Tanggal: 30 sept 2009
90/60 mmHg, N : 86x/m. Jam: 14.00

2. Menciptakan lingkungan yang S :


tenang. - Klien mengatakan sudah boleh
melakukan aktivitas sendiri sesuai
3. Membantu klien dalam beraktivitas, kemampuan.
seperti duduk, memberikan makananO :
- Aktivitas boleh dilakukan sendiri.
-TD : 100/80 mmHg, N : 80x/m.

A:
-Masalah teratasi sebagian.
No. Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
DX

P :
-Lanjutkan intervensi keperawatan.
III. 1. Memberikan perawatan tangan Tanggal: 30 Sept 2009
sebelum dan sesudah melakukan Jam: 14.00
tindakan.
S:
2. Mengobsevasi tanda-tanda vital TD : - Klien mengatakan darah yang
110/70, N: 64 x/mnt, R : 20 x/mnt, Sb keluar mulai berkurang.
: 36,80 C.
O:
3. Melayani antibiotik Amoxicilin 500 - Masih ada perdarahan pervagina,
mg. terpasang IVFD RL.

A:
-Masalah teratasi sebagian.

P:
-Lanjutkan intervensi keperawatan..

Anda mungkin juga menyukai