UAS PFPM - Nur Hizzah Pulungan
UAS PFPM - Nur Hizzah Pulungan
KONSEP SEKULARISME
UNIVERSITAS INDONESIA
DESEMBER 2018
NPM : 1706073490
A. Pengertian Sekularisme
Secara Etimologi Sekularisme berasal dari bahasa Latin, yaitu saeculum yang
artinya sekaligus ruang dan waktu, yang dibedakan dengan sacred (suci). Yang mana,
ruang merujuk pada duniawi sedangkan waktu menunjukkan makna zaman sekarang.
Namun secara konseptual, sekularisme adalah suatu paham tentang pemisahan antara
agama (sacred) dan non-agama (sekuler), sehingga agama tidak boleh terbawa pada
urusan umum yang dapat menggoyahkan wilayah yang suci tersebut. Istilah
Sekularisme sendiri pertama kali diperkenalkan pada tahun 1846 oleh George Jacob
Holyoake. Ia mengatakan bahwa sekularisme adalah suatu sistem etik yang
didasarkan pada prinsip moral alamiah dan terlepas dari agama-wahyu dan
supranaturalis.
Selain itu, dalam bahasa Indonesia dikenal pula istilah sekularisasi. Secara
etimologi sekularisasi adalah suatu proses penduniawian, profanisasi dan pelepasan
dari nilai-nilai keagamaan. Istilah sekularisasi kemudian mengalami perkembangan
secara konseptual yang panjang, sehingga memiliki makna dan arti yang beragam
namun tetap mengandung nuansa makna tentang perubahan peran agama dalam
masyarakat. Sekularisasi dan sekularisme adalah dua hal yang berbeda, meski tidak
bisa dipungkiri bahwa diantara keduanya terdapat hubungan. Sekularisasi merupakan
suatu proses sedangkan sekularisme adalah suatu ideologi. Sekularisasi sebagai
sebuah proses adalah niscaya karena pada kenyataannya, sekularisasi adalah sebuah
gerakan perubahan atau sebuah perkembangan pada sistem kepercayaan atau sistem
religius yang terjadi pada masyarakat sebagai akibat dari adanya interaksi sosial.
Menurut Barry Kosmin, terdapat dua jenis sekularisme, yaitu sekularisme
aliran keras dan sekularisme aliran lunak. Sekularisme keras menganggap bahwa
pernyataan keagamaan tidak mempunyai legitimasi secara epistemologi dan tidak
dijamin baik oleh akal maupun pengalaman. Sedangkan dalam konsep sekularisme
lunak dikatakan bahwa “pencapaian kebenaran mutlak adalah mustahil. Oleh karena
itu, toleransi, skeptisme yang sehat, dan bahkan agnositisme harus menjadi prinsip
dan nilai yang dijunjung dalam diskusi antara ilmu pengetahuan dan agama”.
B. Sejarah Sekularisme
Sekularisme pertama kali muncul di Eropa pada abad ke-17 dan ke-18. Pada
masa itu, raja menerapkan sistem pemerintahan Monarki Absolut yang menguasai
seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk gereja dengan mencampuradukkan
hukum pemerintahan dan agama. Hal itu menjadi protes masyarakat karena dianggap
tidak sesuai dengan ajaran agama. Jauh sebelum itu, Eropa mengalami masa yang
terpuruk, yang dikenal dengan istilah “Dark ages” (masa kegelapan). Gereja berada
dalam kebodohan yang memusuhi ilmu pengetahuan, pemikiran dan bertindak
sewenang-wenang dengan menentang kebebasan. Menurut Yusuf Qardhawi
kemunculan sekularisme di Eropa terjadi karena beberapa Faktor, di antaranya ialah:
Faktor Agama, yaitu berkenaan dengan ajaran Bibel sendiri.
Faktor Pemikiran, yaitu pertentangan doktrin Gereja dan ilmu pengetauhan
yang berkembang pada waktu itu.
Faktor Psikologi, yaitu yang berhubungan dengan trauma sejarah ketika
Gereja berkuasa. Eropa berada dalam kemunduran, perpecahan, dan
keterpurukan ilmu pengetauhan.
Faktor Sejarah, yaitu yang berhubungan dengan sejarah Gereja khususnya
ketika Gereja berkuasa pada abad pertengahan.
Faktor realitas kehidupan Empiris.
C. Periodisasi Sekularisme
Secara garis besar terdapat dua periode sekularisme, yaitu sekularisme moderat
(antara abad ke-17 dan ke-18) dan sekularisme ekstrem (berkembang pada abad ke-
19).
Periode Sekularisme Moderat
Pada periode ini, agama dianggap sebagai masalah individu yang tidak
ada kaitannya dengan negara, namun negara masih berkewajiban untuk
memelihara gereja. Dalam hal ini, agama tidak sepenuhnya dipisahkan dari
negara. Meskipun hal itu berarti bahwa agama mengingkari sebagian
ajarannya, namun agama di sini berusaha untuk mengikuti perkembangan akal
manusia dan prinsip-prinsip alam. Paham ini kemudian disebut dengan aliran
“Deisme”, yang mengakui adanya Tuhan sebagai Sang Pencipta, tetapi
mengingkari adanya mukjizat dan menggolongkan Tuhan ke dalam “alam”.
Contoh Filsuf yang menganut paham ini adalah Francois Voiltare (1694-
1778), seorang Filsuf Perancis dan Lessing (1729-1781), yang merupakan
Filsuf Jerman. Lessing mengatakan bahwa agama bukanlah terminal akhir,
melainkan sebagai batu loncatan menuju kehidupan manusia yang lebih baik.
Tuhan bermaksud memberikan manusia petunjuk kepada kebenaran, namun
kebenaran abadi tidaklah ada, yang ada hanyalah usaha menuju kepada
kebenaran.
Selain itu, juga terdapat beberapa tokoh penting yang termasuk dalam
periode sekularisme moderat dan sekaligus ikut mendorong sekularisme pada
periode ini dengan pemikiran-pemikirannya, yaitu
a. Thomas Hobbes (1588-1679)
Hobbes berpendapat bahwa negara merupakan “akad” atau kesepakatan,
dimana negara berkewajiban mendorong manusia secara paksa ke dalam
akad tersebut. Artinya adalah negara memiliki kewajiban penting, yang
menjadikan negara sebagai sumber undang-undang, moral dan agama.
b. John Locke (1632-1704)
Filsuf Inggris ini berpendapat bahwa negara yang modern telah
menghapuskan wasiat gereja. Karena memandang kepercayaan terhadap
agama merupakan hasil pemikiraan individual dan persaudaraan dalam
agama sebagai hubungan yang bebas, yang harus dijaga dan
dipertahankan selama tidak mengancam kehancuran undang-undang
negara.
c. G.W. Leibniz (1646-1716)
Leibniz memiliki pendapat yang sama dengan Locke, bahwa agama
menjadi masalah perorangan yang hanya berurusan dengan individu saja
tanpa ada suatu hubungan dengan negara. Bahkan ia menganjurkan
penghapusan sebagian ajaran agama Masehi yang tidak sesuai dengan akal
budi manusia.
D. Ajaran Sekularisme
Pemisahan antara agama dan negara mulai terjadi di masa Renaisans, yaitu
dengan membentuk sistem pemerintahan Monarki Konstitusional. Konstitusi dibuat
dengan maksud sebagai pembatas antara agama dan agama sehingga dapat menjaga
agar wilayah yang suci (sacred) tetap suci. Dalam menjaga sekularitas, dibangunlah
masyarakat demokrasi agar mencapai kebahagiaan (eudomonia). Beberapa tokoh
demokrasi, yaitu
a. Thomas Hobes
Filsuf Inggris ini merupakan penegak dasar demokrasi yang membuat
istilah Machstaat (kekuasaan) dan Rechstaat (keadilan). Ia merupakan
seorang penganut konsep Realistis. Menurut Hobes, manusia substansinya
adalah ingin menguasai (Homo homini lupus), manusia adalah makhluk
yang jahat dan peperangan adalah wujud dari kejahatan. Hal itu
menyebabkan munculnya insting ketakutan dalam masyarakat, sehingga
timbullah kesadaran demokratis dan kemudian membentuk Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Hobes juga berpendapat bahwa pemimpin
harus bersifat Leviatus (keras, kuat, adil).
b. Jean Jaeques Rosseau.
Rosseau merupakan seorang Filsuf Perancis dan menganut paham idealis.
Ia berpendapat bahwa manusia itu baik adanya, namun ia menjadi jahat
setelah mengenal orang lain. Rosseau juga mengemukakan konsep
sacrifie, yaitu konsep yang menyatakan “kebaikan dapat ditetapkan dalam
suatu negara dengan doktrin kehendak bersama. Kebaikan suatu
masyarakat adalah pengorbanan untuk kebaikan bersama (back to the
nature). Dengan kehendak bersama, maka tidak ada lagi mayoritas dan
minoritas.
c. John Locke
Filsuf yang berasal dari Inggris ini mengangkat HAM dalam
pemikirannya. Ia mengatakan bahwa manusia berhak atas hak-hak
kemanusiaan dan negara hendaknya berpusat pada antroposentris. Karena
pada masa Monarki Absolut, manusia tidak benar-benar mendapatkan
haknya, melainkan hanya sebatas kaum rohaniawan dan penguasa.
Namun pada perkembangan selanjutnya, teknologi semakin maju. Ekonomi
menempati posisi yang agung dalam kehidupan, sehingga muncullah paham
kapitalisme oleh Adam Smith. Namun, pada praktiknya sistem kapitalisme tidak
sesuai dengan landasan fairness dan asas free yang dikemmukakan oleh Adm Smith.
Kapitalisme justru menyebabkan kesenjangan ekonomi antara Proletar dan Borjouis.
Paham ini bahkan mematikan nilai kemanusiaan dengan memperlakukan buruh
dengan kejam tanpa perikemanusiaan. Lalu Karl membahas konsep “Keterasingan
Kerja” sebagai wujud pemberontakannya terhadap eksploitasi Sumber Daya Manusia
(SDM). Dengan dukungan dari partai sosialis-komunis, kapitalisme akhirnya runtuh
dan digantikan oleh pemerintahan yang komunis. Kemudian Sosialisme itu sendiri
baru dibentuk oleh Robert Owen. Sekarang ini manusia telah memasuki masa, dimana
segalanya menggunakan teknologi dan pemikiran sekarang bermuara pada “speed”.
Karena informasi membutuhkan kecepatan.
III. Kesimpulan
https://www.republika.co.id/berita/shortlink/8088/
https://media.neliti.com/media/publications/145768-ID-kritik-terhadap-
sekularisme-pandangan-yu.pdf
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Religious/article/download/1372/pdf_4
https://budieagung.wordpress.com/2011/10/23/pemikiran-filsafat-sekularisme/
https://thedimasprabu.wordpress.com/2016/09/23/sekularisme/
https://www.academia.edu/6906488/sekularisme