Eukariotik
3 4
Pembentukan senyawa kompleks itu Pembentukan materi genetik dan enzim
disebut sup primordial pertama (RNA)
5 6
Terjadi proses replikasi RNA dengan Sesama RNA sederhana terjadinya
molekul RNS sbg katalis translasi primitif menjadi polipeptida
7 8
Terjadi proses replikasi RNA dengan Molekul tersebut terkumpul ke dalam
molekul RNA sbg katalis bulatan mikoskopis yang terbuat dari
fosfolipid
9 10
Bentuk kumpulan molekul dalam Protobion berkembang menjadi kompleks
membran tersebut dikenal protobion dan mengandung DNA
11 12
Protobion digantikan organisme autotrof Terbentuklah sel eukariotik yang
dengan bantuan cahaya matahari memiliki struktur yang kompleks
3. Buatlah peta konsep tentang protista
PROTISTA
A
“Acetobacter xylinum”
Di Susun Oleh
Nama : Adelia Alfitri Hasibuan
NIM : A1C418066
Kelas : Reguler A 2018
Dosen Pengampu :
UNIVERSITAS JAMBI
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur pada Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan Makalah mengenai
“Acetobacter xylinum”. Makalah ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas Mata
Kuliah Taksonomi Monera dan Protista di Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jambi. Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk mengetahui asal mula
ditemukannya bakteri Acetobacter xylinum. Selain itu dalam menyusun dan merancang
makalah ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memiliki banyak
kekurangan. Oleh karenanya, berbagai bentuk kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi para
pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
JUDUL....................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................11
3.2 Saran................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Klasifikasi spesies tata nama bakteri tidak muncul dengan cepat atau dengan mudah.
Pendekatan Linnaean merupakan pendekatan pertama kali dalam penamaan bentuk
kehidupan bakteri mempertimbangkan genera bakteri pada zaman tersebut. Ada sedikit
pengamatan, dan ada diskriminasi yang tidak memadai dalam karakter yang tersedia selama
sebagian besar abad kesembilan belas untuk memungkinkan sistem apa pun, bahkan upaya
berpengaruh oleh Ehrenberg (1838) dan Cohn (1872, 1875), memberikan lebih dari
beberapa nama yang masih bertahan (misalnya Spirillum, Spirochaeta, dan Bacillus).
Sebagian besar deskripsi bisa bersandar hanya pada bentuk, perilaku, dan habitat semenjak
mikroskop sebagai alat utama.
4
1.3 TUJUAN MASALAH
1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana sejarah nama Acetobacter?
1.3.2 Untuk memahami apa saja pembentukan dari Acetobacter xylinum?
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana proses biosintesis cellulose pada Acetobacter
xylinum?
1.3.4 Untuk memahami bagaimana proses produksi asam ssetat oleh Acetobacter?
5
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagai konsekuensi dari Opini 3 Bacteriological Code spesies tersebut harus diberi
nama Acetobacter xylinus. Skerman (1980) dan Yamada (1983) menyetujui nama tersebut,
bagaimanapun mencantumkan organisme tersebut sebagai Acetobacter aceti subspesies
xylinum. Penyusun Daftar Validasi 14 (Jurnal Internasional Bakteriologi Sistematis, 1984)
salah menempatkan sic setelah xylinus dan mengubahnya menjadi bentuk netral xylinum.
Tanpa diduga sebelumnya penulis mematuhi perubahan yang memalsukan ini dan bahkan
mencoba memberikan justifikasi julukan netral dengan menjelaskannya sebagai kata benda
nominatif dalam aposisi. Acetobacter, yang disebut kapas tidak masuk akal dan tentu saja
tidak memenuhi persyaratan nominatif kata benda dalam aposisi, Akhirnya, Euze (1997)
mengoreksi nama tersebut menjadi A. Xylinus.
6
2.2 PEMBENTUKAN ACETOBACTER XYLINUM
Kebanyakan bakteri asam asetat diperoleh dari kultur koleksi adalah yang diisolasi
dari bahan di daerah beriklim sedang. Yamada dkk. (1999) berhasil mengisolasi bakteri
asam asetat dari buah, bunga, dan makanan fermentasi tradisional yang dikumpulkan di
Indonesia, sebagai perwakilan negara tropis. Sebanyak 64 asam asetat bakteri diisolasi
dengan pendekatan kultur pengayaan. Dari 64 isolat, 45 asetat dan laktat teroksidasi dan
memiliki Q-9 sebagai ubikuinon utama. Isolat ini dianggap sebagai strain Acetobacter.
7
Gambar 1. Jalur sintesis selulosa oleh Acetobacter xylinum. 1 glukokinase, 2 isomerase, 3
fosfoglukomutase, 4 UDPG-pirofosforilase, 5 sintase selulosa
Bakteri Acetobacter xylinum telah muncul sebagai organisme klasik untuk studi
biosintesis selulosa, dan terutama rincian struktur biogenesis mikrofibril selulosa.
Sejumlah penelitian telah menjelaskan jalur metabolisme karbohidrat pada bakteri ini pada
awal 1958, Glaser mendemonstrasikan sintesis sejumlah kecil selulosa dalam ekstrak bebas
sel dari bakteri ini. Visualisasi selanjutnya dari produk yang diperoleh secara in vitro,
identifikasi kimiawi dari senyawa pengatur dan lokalisasi membran dari selulosa sintase
8
membuat À. xylinum cocok untuk analisis lengkap biosintesis selulosa. Sayangnya, studi
genetik pada organisme ini agak terbatas (Hassan, Abdelhady, Abd l-Salam & Abdullah,
2015).
Perubahan fenotipe yang diamati pada mutan ini mungkin disebabkan oleh
ketidakstabilan genetik yang melekat pada bakteri ini. Apakah ketidakstabilan ini bersifat
umum, atau terkait dengan produksi selulosa, dapat dipahami dengan analisis berbagai
mutan secara biokimia dan struktural. Dalam satu strain A. xylinum, keberadaan plasmid
berkorelasi dengan kapasitas untuk mensintesis selulosa, tetapi karena ketidakstabilan
plasmid pada strain yang digunakan, bukti tidak meyakinkan. Mutan ini menghasilkan
selulosa II. Perbedaan morfologi yang diamati dalam budaya mutan ini terkait dengan
jumlah selulosa yang diproduksi. Setelah analisis mutan ini dan sejumlah strain tipe liar,
tidak ada korelasi yang diamati antara keberadaan plasmid dan kapasitas untuk mensintesis
selulosa. Upaya untuk mendapatkan komplemen mutan ini dan mutan lainnya akan
mengarah pada identifikasi berbagai urutan DNA yang terlibat dalam biosintesis dan
pengorganisasian polimer sederhana ini menjadi struktur fibrillar kristal.
9
2.4 PRODUKSI ASAM ASETAT OLEH ACETOBACTER
Proses fermentasi lanjutan paling awal yang tercatat adalah produksi cuka oleh
Acetobacter sp. Dalam proses ini, larutan gula menetes ke bioreaktor yang mengandung sel
Acetobacter sp. melekat pada serutan kayu, contoh imobilisasi sel yang tercatat paling
awal. Asetat asam yang dihasilkan membuat kondisi tidak ramah bagi organisme lain,
sehingga meminimalkan risiko kontaminasi. Perlu dicatat, bagaimanapun, bahwa
penggunaan kultur berkelanjutan dalam industri fermentasi banyak kurang umum
dibandingkan proses batch terutama karena regulasi kendali mutu menetapkan kebutuhan
untuk "nomor batch". Selain itu, budidaya berkelanjutan jauh lebih rentan terhadap
kontaminasi, yang agak berisiko terutama dalam produksi obat-obatan bioaktif (El-Mansi,
Bryce, Hartley, & Demain, 2011)
Lebih dari 7 juta ton asam asetat dibuat di seluruh dunia per tahun, lebih dari
setengahnya diproduksi melalui fermentasi mikroba. Cuka telah diproduksi secara
mikrobiologis sejauh 4000 Fermentasi cuka BC paling baik dilakukan dengan spesies
Gluconacetobacter dan Acetobacter. Larutan etanol diubah menjadi asam asetat selama 90–
98% etanol diserang, menghasilkan larutan cuka yang mengandung 12–17% asam asetat.
Titer asam asetat telah mencapai 53 g l − 1 dengan E. coli yang direkayasa secara genetik,
83 g l − 1 oleh mutan Clostridium thermoaceticum, dan 97 g l − 1 oleh strain rekayasa
Acetobacter aceti ssp. xylinium (Sengun & Doyle, 2017).
10
BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang terdapat pada makalah ini adalah Genus Acetobacter
terdiri dari 3 spesies, yaitu, Acetobacter aceti, A. pasteurianus, dan A. Peroxydans.
Selanjutnya A. aceti terdiri dari 4 subspesies: A. aceti subsp. aceti, A. aceti subsp.
liquefaciens, A. aceti subsp. orleanensis, dan A. aceti subsp. xylinum. Acetobacter xylinum
adalah bakteri gram negatif yang menghasilkan rantai estraseluler selulosa 1. Jalur sintesis
selulosa oleh Acetobacter xylinum. 1 glukokinase, 2 isomerase, 3 fosfoglukomutase, 4
UDPG-pirofosforilase, 5 sintase selulosa. Biosintesis cellulose Acetobacter dapat
memperolah produk secara in vitro, identifikasi kimiawi dari senyawa pengatur dan
lokalisasi membran dari selulosa sintase membuat À. xylinum cocok untuk analisis lengkap
biosintesis selulosa. Acetobacter dapat memproduksi fermentasi asam asetat (cuka) dengan
kandungan larutan etanol yang diubah menjadi asam asetat selama 90–98% etanol diserang,
menghasilkan larutan cuka yang mengandung 12–17% asam asetat.
3.1 SARAN
Adapun saran yang terdapat pada makalah ini adalah diharapkan pembaca mendapat
ilmu dan manfaat mengenai sejarah nama dari Acetobacter xylinum, Klasifikasi
pembentukan Acetobacter xylinum, Pembentukan biosintesis oleh Acetobacter xylinum, dan
Produksi asam asetat oleh Acetobacter. Adanya saran dan kritik yang sifatnya membangun
dari semua pihak diperlukan demi penyempurnaan makalah ini.
11
DAFTAR PUSTAKA
El-Mansi, E. M. T., Bryce, C. F. A., Hartley, B. S., & Demain, A. L. (2011). Fermentation
Microbiology and Biotechnology, Third Edition. In Fermentation Microbiology and
Biotechnology, Third Edition. https://doi.org/10.1201/b13602
Hassan, E., Abdelhady, H., Abd l-Salam, S., & Abdullah, S. (2015). The Characterization
of Bacterial Cellulose Produced by Acetobacter xylinum and Komgataeibacter
saccharovorans under Optimized Fermentation Conditions. British Microbiology
Research Journal. https://doi.org/10.9734/bmrj/2015/18223
Sengun, I. Y., & Doyle, M. P. (2017). Microbiology of fermented foods. In Acetic Acid
Bacteria: Fundamentals and Food Applications. https://doi.org/10.1201/97813-
15153490
12