Anda di halaman 1dari 15

PERILAKU AUDITOR DALAM PELAKSANAAN AUDIT

MANAJEMEN

Tugas Mata Kuliah


Manajemen Audit

Oleh Kelompok 3:
1. Sayuri (11.62201.473)
2.Rohmaniyah (11.62201.542)
3.Fajar Supriyadi (11.62201.582)

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi
Universitas Madura
2014
I.    PENDAHULUAN
Audit pada saat ini telah menjadi bagian penting dalam dunia akuntansi, khususnya aspek-
aspek yang terkait dengan proses pengambilan keputusan dan aktivitas-aktivitas auditor dalam
mempertimbangkan sesuatu sebelum mengambil keputusan. Terdapat banyak hal yang dapat
dipertimbangkan sebagai data pendukung dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada
aspek keperilakuan auditor.
Salah satu karakteristik yang membedakan akuntan publik dengan auditor internal
berkaitan dengan keterikatan secara pribadi. Akuntan publik terikat dengan catatan-catatan suatu
organisasi dan prinsip-prinsip akuntansi yang dibangun oleh badan profesi akuntansi.
Sebaliknya, auditor internal terkait dengan aktivitas-aktivitas manajemen dan orang-orang yang
menjalankan operasi organisasi.
Auditor merupakan profesi yang lahir dan besar dari tuntutan publik akan adanya
mekanisme komunikasi independen antara entitas ekonomi dengan para stakeholder terutama
berkaitan dengan akuntabilitas entitas yang bersangkutan.

Jasa audit akuntan publik dibutuhkan oleh publik atau pengguna laporan keuangan, hal
ini disebabkan untuk menentukan keandalan pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh
manajemen dalam laporan keuangan.

Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi inilah
masyarakat memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan.
Guna menunjang profesionalismenya sebagai akuntan publik maka auditor dalam melaksanakan
tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI), yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.

Standar umum merupakan cerminan kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang
auditor yang mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup
dalam melaksanakan prosedur audit. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan standar
pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang
dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan
atas laporan keuangan yang diauditnya secara keseluruhan.
Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi kunci di era globalisasi untuk
mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu profesionalisme akuntabilitas
mutlak diperlukan, dengan mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota
profesi, yaitu keahlian, berpengetahuan, dan berkarakter.

Profesi akuntan publik atau auditor mempunyai standar yang seharusnya bisa mencegah
terjadinya kegagalan audit. Auditor tidak boleh memihak kepada kepentingan siapapun, sebab
jika auditor memihak maka dia akan kehilangan sikap untuk mempertahankan kebebasan
berpendapatnya.

Fenomena konflik audit merupakan hal yang lazim terjadi di Kantor Akuntan Publik
(KAP). Konflik merupakan proses yang dimulai saat salah satu pihak merasa dikecewakan oleh
pihak yang lain (French dan Allbright, 1998 dalam Renata Zoraifi, 2005:12). Auditor yang
memiliki profesi sebagai penyediaan jasa pemeriksaan laporan keuangan, menyimpan banyak
konflik dalam pekerjaannya. Hal ini berhubungan dengan kedudukan auditor sebagai pihak
independen.

Konflik adalah suatu karakteristik yang kerap kali terjadi pada proses audit (Chambers et
al, 1987 dalam Arfan Ikhsan-Muhammad Ishak, 2005:261). Konflik audit adalah suatu situasi
ketika auditor dihadapkan pada kondisi apabila klien menekan auditor untuk mengambil tindakan
yang melanggar standar auditing di antaranya memaksakan opini yang tidak sesuai fakta,
sedangkan secara umum auditor termotivasi oleh etika profesi dan standar auditing.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa audit internal mengevaluasi aktivitas
yang dilakukan oleh orang-orang sehingga terdapat hubungan pribadi antara orang yang
dievaluasi dengan orang yang mengevaluasi dengan para auditor.
II. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Hubungan antar manusia dalam manajemen audit

Hubungan antar manusia adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara seseorang dengan
orang lain untuk mendapatkan saling pengertian, kesadaran, dan kebutuhan psikologis (O.U
Effendi). Pengetahuan hubungan antar manusia dapat digunakan untuk memecahkan berbagai
masalah yang berhubungan dengan faktor manusia dalam manajemen.

Beberapa prinsip umum dari aspek hubungan antar manusia berlaku bagi setiap kejadian di mana
dua atau lebih orang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi juga dalam
kegiatan audit intern, antara auditor dan auditee.
Beberapa prinsip tersebut yang kiranya berlaku dan berpengaruh dalam kegiatan audit intern.
Apabila kita perhatikan, kegiatan itu menempatkan orang-orang yang saling berhubungan dalam
posisi tertentu dan khusus. Bila kedua pihak tak mampu membangun hubungannya secara baik,
maka pintu konflik yang berkepanjangan dan berakibat destruktif bagi organisasi makin terbuka.
Karenanya kita perlu menempatkan masalah ini pada proporsi yang benar, sehingga misi kerja
dari para auditor dan auditeenya dapat tercapai serta memberi kontribusi positif bagi organisasi.

2. Hubungan kerjasama antara manajemen dan eksternal audit

Dalam beberapa hal, manajemen dan auditor eksternal memiliki kesamaan. Keduanya
merupakan profesi yang memainkan peran penting dalam tata kelola organisasi serta memiliki
kepentingan bersama dalam hal efektivitas pengendalian internal keuangan. Keduanya
diharapkan memiliki pengetahuan yang luas tentang bisnis, industri, dan risiko strategis yang
dihadapi oleh organisasi yang mereka layani. Dari sisi profesionalitas, keduanya juga memiliki
kode etik dan standar profesional yang ditetapkan oleh institusi profesional masing-masing yang
harus dipatuhi, serta sikap mental objektif dan posisi independen dari kegiatan yang mereka
audit. Namun, selain berbagai kesamaan tersebut,manajemen dan audit eksternal adalah dua
fungsi yang memiliki banyak pula perbedaan.
Perbedaan antara Pemeriksaan Management dengan Pemeriksaan Eksternal.

1. Perbedaan Misi

Tanggung jawab utama auditor eksternal adalah memberikan opini atas kewajaran pelaporan
keuangan organisasi, terutama dalam penyajian posisi keuangan dan hasil operasi dalam suatu
periode. Mereka juga menilai apakah laporan keuangan organisasi disajikan sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum, diterapkan secara konsisten dari periode
ke periode, dan seterusnya. Opini ini akan digunakan para pengguna laporan keuangan, baik di
dalam organisasi terlebih di luar organisasi, antara lain untuk melihat seberapa besar tingkat
reliabilitas laporan keuangan yang disajikan oleh organisasi tersebut. Sementara itu, tanggung
jawab utama auditor internal tidak terbatas pada pengendalian internal berkaitan dengan tujuan
reliabilitas pelaporan keuangan saja, namun juga melakukan evaluasi desain dan implementasi
pengendalian internal, manajemen risiko, dan governance dalam pemastian pencapaian
tujuan organisasi. Selain tujuan pelaporan keuangan, auditor internal juga mengevaluasi
efektivitas dan efisiensi serta kepatuhan aktivitas organisasi terhadap ketentuan perundang-
undangan dan kontrak, termasuk ketentuan-ketentuan internal organisasi.

2. Perbedaan organisasional

Auditor Internal merupakan bagian integral dari organisasi di mana klien utama mereka adalah
manajemen dan dewan direksi dan dewan komisaris, termasuk komite-komite yang ada.
Biasanya auditor internal merupakan karyawan organisasi yang berasngkutan. Meskipun dalam
perkembangannya pada saat ini dimungkinkan untuk dilakukan outsourcing atau co-sourcing
internal auditor, namun sekurang-kurangnya penanggung jawab aktivitas audit internal (CAE)
tetaplah bagian integral dari organisasi. Sebaliknya, auditor eksternal merupakan pihak ketiga
alias bukan bagian dari organisasi. Mereka melakukan penugasan berdasarkan kontrak yang
diatur dengan ketentuan perundang-udangan maupun standar profesional yang berlaku untuk
auditor eksternal.
3. Perbedaan pemberlakuan

Secara umum, fungsi audit internal tidak wajib bagi organisasi. Namun demikian untuk
perusahaan yang bergerak di industri tertentu, seperti perbankan, dan juga perusahaan-
perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia diwajibkan untuk memiliki auditor internal.
Perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) juga diwajibkan untuk memiliki auditor internal.
Sementara itu, pemberlakuan kewajiban untuk dilakukan audit eksternal lebih luas dibandingkan
audit internal. Perusahaan-perusahaan yang listing, badan-badan sosial, hingga partai politik
dalam keadaan-keadaan tertentu diwajibkan oleh ketentuan perundang-undangan untuk
dilakukan audit eksternal.

4. Perbedaan kualifikasi

Kualifikasi yang diperlukan untuk seorang auditor internal tidak harus seorang akuntan,
namun juga teknisi, personil marketing, insinyur produksi, serta personil yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman lainnya tentang operasi organisasi sehingga memenuhi syarat
untuk melakukan audit internal. Auditor Eksternal harus memiliki kualifikasi akuntan yang
mampu memahami dan menilai risiko terjadinya errors dan irregularities, mendesain audit untuk
memberikan keyakinan memadai dalam mendeteksi kesalahan material, serta melaporkan
temuan tersebut. Pada kebanyakan negara, termasuk di Indonesia, auditor perusahaan publik
harus menjadi anggota badan profesional akuntan yang diakui oleh ketentuan perundang-
undangan.

5. Perbedaan focus dan orientasi

Auditor internal lebih berorientasi ke masa depan, yaitu kejaidan-kejadian yang diperkirakan
akan terjadi, baik yang memiliki dampak positif (peluang) maupun dampak negatif (risiko), serta
bagaimana organisasi bersiap terhadap segala kemungkinan pencapaian tujuannya. Sedangkan
auditor eksternal terutama berfokus pada akurasi dan bisa dipahaminya kejadian-kejadian
historis sebagaimana terefleksikan pada laporan keuangan organisasi.

6. Perbedaan timing
Auditor internal melakukan review terhadap aktivitas organisasi secara berkelanjutan, sedangkan
auditor eksternal biasanya melakukan secara periodik/tahunan.

3. Hubungan kerjasama antara manajemen auditor dengan auditee

&nb sp; Perlu kita fahami bahwa hubungan yang terjadi antara internal auditor dengan auditee-
nya adalah hubungan kerja biasa. Hubungannya seperti hubungan kerja antara satu bagian
dengan bagian lainnya. Hubungan ini mempunyai tujuan seperti apa yang diinginkan dalam
suatu perusahaan adalah menciptakan perusahaan yang sehat dan berkembang secara wajar.
Walaupun dari pihak auditee terdapat perbedaan sudut pandang tapi pada hakekatnya tujuannya
adalah sama.

Karena posisi Internal Auditor adalah Staf dari Pimpinan Puncak (Dirut). Ia tentunya diharapkan
memiliki pengetahuan dalam bidang :

• Teknis operasional.
• Teknis operasional auditing.
• Hubungan antar manusia yang efektif. Keberhasilan tugasnya secara konsepsional merupakan
penjabaran dari apa yang dimilikinya itu.
Dengan demikian keberhasilan pelaksanaan tugasnya akan sangat dipengaruhi oleh :

1. Kemampuan mengolah masukan yang diperolehnya menjadi satu keluaran yang bermakna

2. Cara/metode/prosedur yang digunakan dalam pelaksanaan tugasnya.

3. Proses interaksi kerjasama yang terjadi antara dirinya dengan kelompok.

Jika diperhatikan faktor ke 3 itu, maka hubungan yang terjadi memang menjadi ikut berperan.
Apalagi kalau diperhatikan bahwa selalu ada kesan bahwa kegiatan audit seringkali disalah
artikan sebagai kegiatan untuk mencari kesalahan. Hal tersebut harus selalu dicoba untuk
disingkirkan dan diganti dengan pengertian yang lebih positif. Ini hanya bisa dibina jika terdapat
kerjasama yang efektif antara kedua pihak atau dapat dihindarkan timbulnya konflik yang
merugikan. Dengan demikian pembinaan hubungan antar auditor dengan auditee harus
didasarkan pada sasaran kepentingan bersama dalam posisi mereka sebagai anggota organisasi.
Perbedaan yang ada secara fungsional tidak boleh dijadikan titik tolak mempertentangkan posisi
dalam kegiatan mencapai sasaran tersebut. Hal ini dalam pelaksanaannya memang sulit, karena
pemahaman dari para pihak baik auditor maupun auditee yang sering kali punya persepsi yang
berbeda.

Tugas fungsional sedapat mungkin diusahakan hanya untuk mencari dan menyediakan informasi
secara obyektif. Khusus bagi Auditor, maka pengolahan dan penilaian hasil harus didasarkan
pada standar dan penilaian yang profesional sifatnya dan hal ini tentunya telah diatur dalam
pedoman kerja para auditor intern. Singkatnya hubungan antara Auditor dengan Auditee-nya
harus dikembangkan dalam bentuk hubungan kerja. Pendekatan yang digunakan berorientasi
pada pemecahan masalah dan pengambilan keputusan atas berbagai alternatif dengan orentasi
peningkatan/perbaikan bagi organisasi bank secara menyeluruh. Menempatkan hal-hal tersebut
dalam bentuk konsep seperti yang diuraikan diatas bukanlah perkara mudah. Perlu kematangan
kedua pihak buat memahami posisinya masing-masing dalam bentuk yang lebih konkrit.

ASPEK KEPERILAKUAN PADA AUDIT INTERNAL

 Peranan internal auditor

1. Peran sebagai “Problem Solver”

Temuan Audit pada hakekatnya adalah problem. Internal Auditor harus mampu menggunakan
metode problem solving yang rasional sifatnya. Rangkaian proses berfikir analisis yang standar
perlu dikuasai secara mantap. Hal ini juga sangat membantunya untuk cepat dalam mengambil
kesimpulan/keputusan. Informasi yang dikemukakan harus obyektif dan benar-benar merupakan
fakta. Pengembangan berbagai alternatif perbaikan harus mampu pula dihasilkannya dan dapat
diterapkan sesuai dengan kondisinya.Dalam kaitan ini maka sang auditor perlu memahami akar
permasalahan, serta mampu menganalisisnya, sehingga solusi yang direkomadasikan menjadi
valid. Disini auditor perlu memahami bagaimana bobot temuan yang menjadi problem tersebut.
Bagaimana intensitasnya. Dia perlu menilai siklusnya, akibatnya, ramalan-ramalan kejadian
sebagai akibat yang akan terjadi dari temuan tersebut. Jika hal tersebut dilaksanakannya dengan
baik, maka pemecahan “konflik”, yang tidak mungkin dihindarkan akan dapat diselesaikan
secara rasional dan memuaskan bagi semua pihak.
2. Peran sebagai “Conflict Resolution”

Temuan audit yang ada dari pelaksanaan audit bisa menjurus pada timbulnya konflik bila
seorang auditor kurang mampu untuk menyelesaikannya dengan auditee. Konflik itu sendiri
adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, sasaran-
sasaran yang tidak sejalan. (Christ Mitchell, Thr Structur Of International Conflict, Macmillan.
London,1981, Bab 1).Dalam kaitan ini maka masalah penyelarasan agar menjadi sejalan antara
auditor dan auditee dalam mencapai visi bank menjadi fokus utama. Penyelarasan ini berpijak
pada visi keinginan semua pihak di bank untuk melahirkan bank yang sehat dan berkembang
wajar adalah yang paling pokok.

Dalam praktiknya konflik ini bisa dilalui dengan jalan :


• Menghindari
• Membekukan
• Dikonfrontasikan

Menghindari konflik, Auditor semacam ini cenderung menekan reaksi emosional &nb sp;
dengan mencari cara lain yang lebih enak atau bahkan mungkin dia minta pindah atau keluar dari
pekerjaan sebagai internal auditor. Hal ini dimungkinkan pula bila si Auditor kurang punya
kemampuan untuk bernegosiasi secara efektif. Meskipun strategi menghindari bisa mengatasi
persoalan, namun sifatnya sementara saja. Karena pada kesempatan lain persoalan itu dapat
timbul dan si auditor tetap tidak dapat mengatasinya.

Membekukan konflik, ini adalah suatu taktik untuk menangguhkan tindakan. Strategi ini bisa
digunakan Auditor untuk mendinginkan situasi untuk sementara, sehingga usaha untuk
konfrontasi tetap tidak mungkin.Konfrontasi konflik, artinya atas problem atau temuan ini
langsung dikonfrontasikan dengan auditee. Konfrontasi bisa dilakukan dengan dengan dua jalan :
Dengan memakai kekerasan, misalnya dipaksa dengan power dari Diektur Utama maka auditee
harus melaksanakan rekomendasi audit. Strategi ini dapat efektif, tapi auditee dapat merasa
kalah. Bila merasa kalah maka bisa timbul kebencian, kekhawatiran, bahkan menjurus pada
kerugian. Dengan memakai strategi negosiasi, Strategi ini kedua pihak bisa menang. Masing-
masing langkah akan mengundang masalahnya sendiri. Strategi “Win-Win” harus dipakai
sebagai dasar dalam kerangka pemecahan. Setiap kegiatan dan keputusan yang diambil,
dilakukan berdasar motif yang konstruktif sifatnya. Teknik-teknik seperti kemampuan
memahami orang lain, komunikasi dan juga negosiasi perlu dimiliki.

3. Peran “interviewer”

Komunikasi yang akan dilakukan oleh Auditor, sering kali dalam bentuk wawancara.

Tujuannya adalah mencari fakta dan bukan opini. Karena itu internal auditor harus faham mengenai ;

Konteks dari wawancara yang dilakukan

Isi dari bahan yang ingin dicarinya

Pola interogasi harus dihindarkan. Hal ini mungkin terjadi jika keterampilan wawancara kurang
dikuasai dan pewawancara kurang mampu menggali persoalan dengan memotivasi auditee.
Wawancara sebaiknya dimulai dengan menentukan posisi kepercayaan (trust), baru kemudian
diikuti dengan penetapan berbagai aspek yang diperlukan dalam wawancara (positioning) dan
dilanjutkan dengan mengembangkan wawancara sendiri.

4. Peran “Negosiator” dan “Komunikator”

Kedua peran ini juga dijumpai pada saat melakukan auditing. Mungkin peran komunikator akan
lebih menonjol dibanding dengan negosiator. Dalam peran negosiator, seseorang dituntut untuk
terus menerus mampu menjual “posisi auditor”, program sang auditor ataupun ide-ide -nya.
Karena itu kriteria dan materi yang harus disampaikan haruslah masuk akal. Sebaiknya jangan
memandang remeh orang lain, karena keberhasilan seorang negosiator adalah jika ia berhasil
menciptakan kondisi dimana semua fihak dapat terpenuhi keinginannya.Sebaiknya jangan
memandang remeh orang lain, karena keberhasilan seorang negosiator adalah jika ia berhasil
menciptakan kondisi dimana semua fihak dapat terpenuhi keinginannya.
Tetaplah berpegang pada sasaran dan sebaiknya diusahakan hubungan tidak tegang. Lebih baik
diciptakan situasi agak longgar, tetapi nantinya tidak menyesal.
Usahakan mendapat hasil yang positif dalam setiap proses, walaupun mungkin belum tentu dapat
mencapai apa yang diharapkan.
Dalam peran komunikator, posisi auditor agak berbeda. Ingatlah bahwa sebagian besar konflik
dan ketidak setujuan itu datangnya karena saling kurang fahamnya fihak-fihak yang
berkepentingan. Komunikasi bukan barang baru bagi kita. Tetapi mendapatkan yang efektif
bukanlah hal yang mudah.

Selama kumunikasi berlangsung fahamilah lawan bicara. Tetapkan strategi atas reaksinya.
Jangan cepat-cepat sampai pada kesimpulan. Berpikirlah positif dan sikap yang terkendali
merupakan sarana pentingyang harus kita jaga. Kuasailah bahan yang dibicarakan dan
berdasarkan pada fakta
Berbagai peran tersebut perlu difahami karena bisa jadi dalam berhadapan dengan berbagai
anggota manajemen, diperlukan langkah-langkah khusus. Perlu dicatat bahwa keberhasilan dari
hubungan antar manusia ini juga ditentukan oleh peran kepribadian sang auditor sendiri.
Sifat keterbukaan, tepat waktu, tidak menjatuhkan orang dimuka umum, bertanya secara bijak
dengan wawasan yang luas dan lain-lainnya juga sangan menentukan pengembangan hubungan
yang ada.
Perlu dicatat juga pada akhirnya, walaupun auditor sudah berbuat sebaik mungkin dengan
melaksanakan hal-hal yang disarankan atau auditor memang sudah memiliki sendiri hal-hal
tersebut, namun perlu juga diingat :
• Auditor perlu mendengarkan orang lain, karena wawancara adalah seni mendengarkan orang
lain. Jika itu dilakukan, jelas tidak mungkin dapat tahu apa kata akhir yang telah diucapkan oleh
lawan bicara.
• Telitilah kembali hal-hal yang sudah diperoleh dan konfirmasikan oleh lawan bicara kita.

1.Hubungan dengan Gaya Manajemen

Terdapat empat gaya manajemen (kepemimpinan) secara umum. Empat gaya tersebut

meliputi gaya mengarahkan, gaya melatih, gaya mendukung, dan gaya mendelegasikan.

Menggunakan suatu pendekatan audit yang konflik dengan filosofi manajemen dari manajemen

pihak yang diaudit akan menyebabkan audit kesulitan dalam perolehan bantuan serta kerja sama

secara sukarela.
Dari empat gaya tersebut, gaya pertama dan gaya keempat merupakan gaya yang

terpenting. Pada gaya pertama, auditor seharusnya mencoba untuk bekerja sama dengan seluruh

manajemen dalam proses audit sehingga dapat meyakinkan pihak manajeman bahwa auditor

berada di pihak mereka dan mempunyai tujuan untuk mengembangkan desain guna membantu

memperbaiki operasi.

Pada gaya keempat, auditor seharusnya mengambil pendekatan bahwa mereka

merupakan bagian dari tim manajemen dan bertindak sebagai rekan kerja atau konsultan.

2. Pengelolaan Konflik

Dalam hal perubahan, konflik sering kali terjadi pada proses audit. Konflik terjadi dalam

hal lingkup (manajemen), tujuan (auditor eksternal), tanggung jawab (layanan manajemen), dan

nilai.

Dalam bidang akuntansi, konflik dapat terjadi antara auditor yang cenderung

mempertahankan profesionalismenya dan pihak yang diaudit yang cenderung mempertahankan

lembaga atau keinginannya. Oleh sebab itu terdapat empat metode khusus yang secara umum

digunakan untuk menyelesaikan konflik, yaitu arbitrasi, mediasi, kompromi, dan langsung.

3. Kesadaran pada diri Sendiri

Dalam suatu situasi dimana banyak hubungan interpersonal, hal terpenting adalah untuk

menyadari dan memegang teguh keseimbangan serta untuk memandang diri sendiri sebagaimana

orang lain memandangnya (Ratcliff et al., 1988). Elemen-elemen utama tersebut adalah:

1.      Adanya pengetahuan terhadap kekuatan dan kelemahan orang lain dalam hubungan secara

mental, fisik, emosional, dan karakteristik pribadi.

2.      Rasa memiliki terhadap produktivitas dan kepuasan kelompok kerja.


3.      Kesadaran terhadap perintah dasar dalam lingkungan relatif yang dimiliki seseorang, dimana

orang tersebut harus menyesuaikan diri dengan kelompok organisasi yang luas.

4.      Suatu keinginan untuk melayani kebutuhan-kebutuhan orang lain.

5.      Suatu perasaan memiliki atas produktivitas yang didasarkan pada ego seseorang.

6.      Suatu perasaan keterpaduan yang berasal dari kepercayaan bahwa seseorang berpartisipasi dalam

suatu lingkungan secara etis.

4 . komunikasai dalam manajemen audit

Sebagai dasar melakukan koordinasi dan interaksi, komunikasi tak bisa dianggap remeh dan
kecil peranannya dalam sebuah organisasi. Makin ke depan, komunikasi makin menjadi elemen
terpenting dalam organisasi. Sering kali keberhasilan personal dan program sangat tergantung
dari keberhasilan komunikasi yang dilakukan para anggota dalam organisasi itu.

Selama kumunikasi berlangsung fahamilah lawan bicara. Tetapkan strategi atas reaksinya.
Jangan cepat-cepat sampai pada kesimpulan. Berpikirlah positif dan sikap yang terkendali
merupakan sarana penting yang harus kita jaga. Kuasailah bahan yang dibicarakan dan
berdasarkan pada fakta atas informasi nyata.

Komunikasi yang efektif antara auditor dan auditee merupakan suatu hal yang harus dibina oleh
auditor dan dipahami oleh auditee. Kontribusi kedua pihak untuk menjadikan pekerjaannya
bermanfaat bagi organisasi adalah merupakan titik awal bermulanya sukses bagi semua pihak.
Segala kendala yang terjadi bisa ditekan sedemikian rupa bila pemahaman bersama telah
terbentuk. Ini memang perjalanan yang perlu ditempuh para anggota organisasi dalam mencapai
kedewasaan.

5. Komunikasi Secara Efektif

Komunikasi terdiri atas wawancara, musyawarah, laporan lisan, dan laporan tertulis.

Bahasa yang menggunakan aksioma (pernyataan) seharusnya jelas, ringkas, bebas akronim
(singkatan), dalam struktur gramatikal yang baik, dan mengungkapkan isi dalam aturan

sederhana yang logis.

Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan kominikasi yang efektif adalah:

1.      Jangan bicara atau menulis dalam bentuk langsung sebab auditor bukanlah bagian dari

manajemen.

2.      Jangan menggunakan istilah-istilah yang berimplikasi pada kesalahn-kesalahan kerja dari pihak

yang diaudit.

3.      Jangan menjadikan pihak yang diaudit sebagai pokok bahasan, baik secara verbal atau tertulis.

4.      Pertimbangkan sifat ego pihak yang diaudit ketika memberi saran.

5.      Menjaga laporan dan memberikan keadilan.

6.      Jangan berargunen mengenai moralitas.

7.      Mengaitkan dengan kondisi lingkungan ketika mencari penyebab dari temuanya.

6.      Pelakasanaan Audit Partisipasi

Selain masalah perilaku pihak yang diaudit, auditor internal juga perlu memahami budaya

organisasi. Porter et al. (1985) mengatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi sikap dan

perilaku auditor.

Elemen-elemen keperilakuan dalan audit partisipasi:

1.      Pada awal audit, tanyakan pada pihak yang diaudit bidang mana yang akan diaudit.

2.      Bangun suatu pendekatan kerja sama dengan staf pihak yang diaudit dalam menilai

pemrograman dan pelaksanaan audit.

3.      Peroleh persetujuan dan rekomendasi untuk tindakan koreksi.

4.      Dapatkan persetujuan atas isi laporan.

5.      Memasukkan informasi nyata pada laporan audit.


7. Komunikasi dengan menajemen selama Audit

Selama berlangsungnya audit, auditor melakukan pembicaraan dengan manajemen mengenai


berbagai hal yang mencakup berikut ini :

Pemahaman atas bisnis klien.

Rencana audit.

Dampak perundangan atau standar professional atas audit.

REFERENSI

Ikhsan Lubis Arfan. 2010. Akuntansi Keperilakuan Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.

renny.staff.gunadarma.ac.id/.../2.PerilakuDlmAudtMa.

primaconsultinggroup.blogspot.com/.../aspek-hubung

https://ml.scribd.com/doc/59910158/Audit-Manajemen

www.academia.edu/.../AU

Anda mungkin juga menyukai