Anda di halaman 1dari 5

Soal :

1. Dalam pandangan agama Hindu mengenal konsep Catur Warna, Relevansikah catur warna
dalam kehidupan di era globalisasi?

Jawaban :

Pernahkan kalian mendengar kata warna dan kasta? Saya kira kalian sudah biasa mendengar kata –
kata tersebut dalam kehidupan sehari – hari. Kedua kata tersebut sudah sangat lekat dalam kehidupan
masyarakat di Bali bahkan sejak jaman kerajaan beratus – ratus tahun yang lalu. Namun hingga
sekarang masih kerap terjadi berbagai polemik yang disebabkan oleh warna dan kasta tersebut.
Warna merupakan kata yang berasal dari bahasa sansekerta yang berarti pilihan. Warna terdiri dari
empat bagian sehingga di bali sering disebut dengan catur warna. Jika digabungkan catur warna
berarti empat pilihan bagi setiap orang terhadap profesi yang cocok untuk pribadinya. 
Masing – masing bagian dari catur warna adalah:
1. brahmana warna yaitu individu yang berkecimpung di bidang kerohanian
2. ksatrya warna yaitu individu yang memiliki keahlian dalam memimpin suatu masyarakat dan
organisasi 
3. wesya warna yaitu individu yang memiliki keahlian dalam bidang pertanian dan perdagangan
4. sudra wesya yaitu individu yang meiliki keahlian dalam bidang pelayanan atau membantu 
Dalam (Bhagawad Gita XVIII.14) dikatakan bahwa:
”Oh, Arjuna tugas-tugas adalah terbagi menurut sifat dan watak kelahirannya sebagai halnya
Brahmana, Ksatrya, Vaisya, dan juga Sudra”.
Dari sana dapat dilihat bahwa setiap orang yang lahir ke dunia sudah dibekali dengan kelebihan dan
keahliannya masing-masing dalam rangka mencapai tujuan dari catur purusha artha yaitu dharma
,artha , kama, dan moksa.
Namun dalam implementasinya dalam kehidupan nyata, masih banyak orang yang merasa enggan
mengambil dan melaksanakansuatu pekerjaan padahal terang – terangan terlihat bahwa orang tersebut
memiliki bakat dan kemampuan dalam bidang tersebut. Banyak alasan yang menjadi dalih untuk
menghindari hal tersebut, mulai dari gengsi, tipe pekerjaan yang kurang bonafide hingga masalah
kesesuaian dengan kasta.
Hal ini membuat jumlah pengangangguran terus membengkak setiap tahunnya padahal sebenarnya
banyak sekali terdapat peluang – peluang yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Sebagai contoh
di pulau kita sendiri, Bali. Kini jumlah remaja Bali yang menganggur semakin banyak padahal dilain
pihak banyak pendatang – pendatang yang mengadu nasib di bali dan sukses meningkatkan taraf
hidup.
Hal ini dikarenakan karena karakter orang bali kebanyakan yang cara pandangnya masih sempit di era
globalisasi ini. Sikap priyayi terus dipelihara dari generasi ke generasi. Salah satu contohnya
tercermin dari sebagian besar remaja bali kini yang setelah menamatkan pendidikannya berlomba –
lomba untuk mencari pekerjaan sebagai PNS ataupun di sektor formal lainnya, padahal secara
intelegensia dan kemampuan sama sekali tidak memenuhi syarat. Sebaliknya sektor – sektor
nonformal seperti pedagang makanan dan ahli/tukang bangunan sangat jarang diminati oleh remaja
kini. Keadaan ini diperparah lagi oleh pandangan dari kalangan orang tua terutama yang berasal dari
kasta tinggi yang selalu memandang rendah ketika anaknya tidak berprofesi seperti yang mereka
kehendaki.
Sebagai contoh, seorang anak dari kasta kstria selalu diharapkan untuk menjadi seorang pejabat atau
ahli pemerintahan dan hukum. Mereka tidak diharapkan untuk menjadi seorang pedagang ataupun
bidang non formal lainnya.
Permasalahan ini terjadi karena masih kaburnya perbedaan antara warna dan kasta di bali. Banyak
orang beranggapan bahwa warna dan kasta merupakan hal yang sama. Padahal sebenarnya kedua hal
tersebut saling bertolak belakang. Catur warna membagi masyarakat menjadi empat kelompok profesi
secara paralel horizontal. Warna ditentukan guna dan karma seseorang. Jadi warna ditentukan oleh
sifat, bakat, perbuatan seseorang. Sedangkan kasta ditentukan oleh garis keturunan leluhur.
Alangkah bahagianya jika kita dapat bekerja tanpa dengan gembira sesuai bakat dan minat yang kita
miliki tanpa dibatasi oleh ikatan garis keturunan leluhur. Dalam Bhagawadgita IV, 13 dikatakan
”Catur Warna kuciptakan menurut pembagian dari guna dan karma (sifat dan pekerjaan). Meskipun
Aku sebagai penciptannya, ketahuilah Aku mengatasi gerak dan perubahan.
Orang dapat mengabdi sebesar mungkin menurut pembawaannya. Disini ia dapat melaksanakan
tugasnya dengan rasa cinta kasih dan keikhlasan sesuai dengan ajaran agama Hindu.
Jadi rekan – rekan sekalian, marilah kita mulai melaksanakan segala jenis pekerjaan yang sesuai
dengan minat dan kemampuaan kita. Marilah kita sebagai generasi muda memberi pengertian kepada
yang tua dan kemudian menjadi pelopor dalam kemajuan masyarakat Bali. Karena jika rasa gengsi,
malu, kekangan kasta itu masih dipupuk niscaya sebentar lagi kita akan tergilas laju globalisasi.
Biarlah kasta hanya sebatas garis keturunan leluhur semata tanpa ada sangkut pautnya dengan
pekerjaan yang kita minati dan jalankan.
Demikianlah yang dharma wacana yang dapat saya sampaikan untuk hari ini. Jika ada kata – kata saya
yang kurang berkenan mohon dimaafkan.
Saya tutup dengan parama santhi

Om santih santih santih om.


Soal :
2. Keberadaan sejarah hindu dan perkembangan yang terjadi meninggalkan cerita yang unik
terutaman untuk generasi muda saat ini. Tuliskan upaya yang dilakukan generasi muda hindu untuk
menjaga dan melestaraikan warisan budaya dan sejarah yang ada agar tetap terpelihara sebagai
warisan yang adiluhung !
Jawaban :

Tak diragukan lagi, bahwa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya, ratusan bahkan mungkin
ribuan, baik budaya yang berupa benda maupun tak benda. Wayang, batik, keris, tari-tarian, alat
musik tradisional daerah, bangunan bersejarah, lagu-lagu daerah dan lain sebagainya merupakan
warisan budaya yang tak ternilai harganya.

Warisan budaya itu semua adalah cerminan, bahwa leluhur kita bangsa Indonesia memiliki
kecerdasan yang luar biasa dalam menciptakan karya budaya beserta simbol-simbol filosofinya. Saya
yakin, bahwa ini semua untuk diwariskan kepada anak cucunya, kita semua di jaman milenial ini.

Di jaman sekarang, di mana kemajuan teknologi telah demikian pesat, tak seharusnya kita lalai
dengan peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut, karena muatan-muatan nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia tersimpan di setiap karya-karya itu.

Kemajuan teknologi internet dengan kemampuanya menembus batas-batas geografis, bahkan seakan
dunia tak berjarak, bukanlah penghalang untuk tetap melestarikan budaya-budaya kita sendiri.
Menebarnya informasi tentang pola kehidupan beserta budaya Barat, Timur, dan berbagai macam asal
dan bentuknya, seakan meretas dan membongkar akar budaya bangsa Indonesia yang notabene adalah
budaya Timur.

Ini adalah tantangan kita bersama. Maka jika kita lalai akan budaya sendiri, sama saja mencabut akar
dari budaya Indonesia, yang akan melahirkan budaya yang tak beridentitas, bahkan akan terjebak
kepada euforia budaya asing yang tak jelas arahnya.
Di sini perlu ditekankan pula, bahwa mencintai budaya bangsa sendiri, bukan lantas bisa dikatakan
kuno dan ketinggalan jaman. Paradigma ini yang perlu dipegang oleh generasi milenial sekarang ini.
Justru mencintai kebudayaan bangsa sendiri adalah kekuatan untuk mendobrak budaya asing yang
akan masuk di Indonesia. Di samping itu, citra kemandirian bangsa Indonesia akan tampak, jika
bangsa Indonesia tetap menjaga kelestarian budayanya.

Ada beberapa catatan kecil saya untuk generasi milenial terhadap budaya bangsa Indonesia, di tengah
maraknya teknologi informasi yang malang melintang menebarkan berbagai macam pola hidup dan
budaya asing. Di antaranya adalah:

1. Generasi milenial harus bisa menjaga budaya tradisi asli bangsa Indonesia, karena ini adalah
identitas dan bernilai luhur dari nenek moyang bangsa Indonesia.
2. Kemajuan teknologi justru bisa kita manfaatkan untuk mengemas secara kreatif budaya asli
bangsa Indonesia untuk diperkenalkan di dunia internasional.
3. Mencintai budaya asli Indonesia bukanlah hal yang kuno dan ketinggalan jaman. Justru akan
bernilai positif jika bisa dengan kreatifitas menampilkan dan memperkenalkan kepada dunia.
Banyaknya orang asing yang belajar tentang budaya Indonesia telah membuktikan, bahwa
budaya Indonesia mempunyai nilai yang tinggi dan layak untuk dipelajari dan bahkan harus
dilestarikan.

Mencintai dan melestarikan budaya asli bangsa Indonesia mestinya tak menghalangi kita dalam
belajar ilmu sampai di negeri manapun. Di Perancis misalnya, mahasiswa Indonesia bisa
memperkenalkan budaya Indonesia di negeri yang terkenal fashionnya ini. Pola hidupnya pun tak
perlu berubah, tetap memegang nilai-nilai budaya Indonesia, dan tak perlu hingar-bingar mengikuti
budaya asing.

Soal :
3. Setiap umat wajib memahani konsep ketuhanan dalam agama hindu sehingga tidak menimbulkan
prasangka didalam umat hindu itu sendiri. Jelaskan apa yang dimaksud dengan memahami ajaran
agama adalah melalui tahapan. Mengapa demikiian ? Jelaskan !
Jawaban :

Berbicara tentang agama, kita perlu mengetahui dulu apa sih pengertian agama itu?

Agama ialah suatu ajaran religi yang dianut oleh setiap individu, mempercayai adanya Tuhan dan
beriman kepada-Nya, dan sebuah sistem yang mengatur tata kepercayaan dan peribadatan manusia
kepada Tuhan serta sistem yang mengatur tata pergaulan manusia dengan manusia yang lain, manusia
dengan lingkungannya.

Di atas sudah saya jelaskan pengertian agama itu apa, sekarang kita mulai dengan membahas tentang
perkembangan agama pada anak usia dini. Menurut Ernest harms ada 3 tahap perkembangan agama
pada anak, yaitu saya paparkan sebagai berikut.

1. Tingkat dongeng atau yang biasa disebut dengan the fairy tale stage

Tahap ini berada pada umur anak 3-6 tahun. Dalam tahap perkembangan ini, anak masih banyak
menggunakan daya fantasinya dalam menyerap ajaran agama yang diterimanya.

Pemikirannya mengenai Tuhan akan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosinya, sehingga dalam
menanggapi agama, anak akan lebih menggunakan daya fantasinya seperti dalam dunia dongeng.
2. Tingkat Kenyataan atau The Realistic Stage

Pada tahap ini, anak melewatinya antara umur 7-15 tahun. Pada tahap ini anak sudah mulai pada
tingkat pemikiran bahwa Tuhan ini sebagai pencipta alam beserta isinya. Anak yang pada tahap awal
perkembangannya berhubungan dengan Tuhan dengan dunia fantasinya telah berubah atau berganti
dengan menggunakan logika atau pikirannya. Mengapa demikian? Karena menurut teori tahap
perkembangan dan pembentukan logika anak dimulai pada awal umur 7 tahun. Jadi, wajarlah jika
pada usia ini anak mulai diajarkan dengan benar dan dibiasakan dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianut oleh orang tuanya.

3. Tingkat Individu atau The Individual Stage

Dalam tahap perkembangan ini, usianya ialah 15 tahun ke atas. Konsep ini terbagi dalam 3 tahap yaitu
sebagai berikut :

a. konsep keagamaan yang konvensional dan konservatif. Pada tahap ini masih dipengaruhi sebagian
kecil oleh dunia fantasi dalam memahami agama.

b. konsep keagamaan yang bersifat personal, yaitu pada tahap ini murni pandangan agamanya bersifat
personal.

c. konsep keagamaan yang humanistik. Tahap ini merupakan tahap terakhir dimana seorang individu
telah sampai pada tahap dimana ia memandang ajaran Agama telah menjadi etos humanis dalam diri
mereka dalam menghayati ajaran agama.

Nah saya tadi sudah memaparkan beberapa tahap perkembangan agama pada anak, dan anak usia dini
berada pada tahap pertama, yaitu tingkat dongen atau the fairy tale stage. Dari penjelasan yang begitu
singkat di atas dapat di simpulkan bahwa peran orang tua, guru TK atau PAUD mempunyai peran
penting dalam mengenalkan agama pada anak usia dini. Jika terjadi kesalahan sekecil apapun itu,
maka itu akan berpengaruh pada pemahaman agamanya ketika ia beranjak remaja. 

Dan yang paling susah dalam mengenalkan agama pada anak usia dini yaitu konsep tentang
keTuhanan. Belum terlalu banyak orang atau para orang tua yang memahami betul bagaimana cara
yang tepat atau strategi yang benar dalam mengajarkan konsep ke Tuhanan ini kepada anak. Karena
jika salah mengenalkan pada anak tentang konsep keTuhanan ini, maka kedepannya anak ketika
dewasa akan terpengaruh terus tentang konsep ke Tuhanan yang salah ini, dan dapat berakibat fatal
pada pemahaman agamanya dan dapat membuat anak menjadi pribadi yang tidak memiliki agama
atau Atheis.

Tambahan sedikit tentang pengajaran agama pada anak dalam konsep islam. Metode pengajaran
agama untuk anak yang saya rekomendasikan untuk para orang tua yaitu metode pengajaran Ali r.a.
yaitu dengan didiklah anak anak kalian dengan 7 kali 3 tahun (7 tahun pertama, 7 tahun kedua dan 7
tahun ke3).

Tujuh tahun pertama cara pendidikan agama untuk anak ialah denngan mendidik dengan kelembutan.
Disini bisa diketahui bahwa cara mengajarkan agama pada anak usia dibawah 7 tahun dengan
kelembutan. Jelaskan konsep keagamaan pada anak dengan sikap dan suara yang lembut serta
usahakan memakai bahasa anak yang mudah ia mengerti, jangan menghardik anak jika ia tidak
faham-faham tentang apa yang kita ajarkan pada mereka. 

Misalkan ketika kita mengajarakan anak mengaji. Jika anak kesusahan dalam mengeja huruf hijaiyyah
hanganlah sekali-kali memarahinya karena ketidakbisaannya itu, tetapi sebagai orang tua atau
pendidik anak usia dini harus tetap sabar dalam mengajarinya sampai ia bisa mengucapkan huruf
hijaiyyah dengan benar meskipun itu lama, tetaplah motivasi anak itu dengan nada dan sikap yang
lembut.

Tujuh tahun kedua yaitu umur 7 sampai 14 tahun. Ajarkan agama pada anak dengan ketegasan bukan
dengan kekerasan apalagi sampai memukul anak. Banyak yang salah menanggapi tentang hadist nabi
tentang ajarkanlah anakmu shalat saat usia 7 tahun dan pukullah mereka jika ia tidak
melaksanakannya. kata pukullah disini sebagian besar orang tua salah tanggapan mengenai kata ini.

 Pukullah disini dimaksudkan bukan sebagai memukul dengan kekerasan fisik pada anak jika tidak
shalat, karena jika engkau para orang tua memukul anakmu ketika ia tidak melaksanakan shalat, maka
anak melaksanakan shalat itu bukan karena suatu kewajiban dan keharusan yang dilakukan seseorang
sebagai peribadatan kepada Allah, melainkan anak itu akan melaksanakan shalat karena takut akan
pukulan orang tuanya, maka nilai ibadah shalat anak akan sia-sia dan hubungan regional anak dengan
Allah SWT tidak akan terbentuk. 

Lalu kata pukullah dimaksudkan seperti apa? Dimaksudkan sebagai ketegasan orang tua dalam
mengajarkan anak shalat. Ketegasan disini bukan berarti harus tegas dengan malakukan pukulan fisik,
tetapi orang tua harus tegaskan dalam perkataan dan perbuatannya bahwa melaksanakan shalat itu
suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang muslim. 

Lakukan dengan perbuatan, ketika masuk waktu shalat, ajaklah anak bersama kita untuk
melaksanakan shalat bersama-sama, jangan orang tua hanya berbicara shalatlah nak tetapi orang
tuanya sendiri yang tidak atau menunda shalat. Jadi pada 7 tahun kedua ini orang tua dalam
mengajarkan agama pada anak haruslah bersikap tegas, ini boleh dilakukan,  ini tidak boleh
dilakukan. Tapi ini orang tua jangan tegas dalam perkataan saja, tapi tegas jugalah pada perbuatan.
Dalam arti jangan melarang anak namun kita sendiri yang melaksanakan larangan itu.

Tujuh tahun ketiga yaitu umur 14 tahun sampai 21 tahun. Pada tahap terakhir ini, kata Ali r.a ajarkan
pada anak agama dengan mengajaknya musyawarah. Bermusyawarah dalam hal ini yaitu ajak serta
anak bermusyawarah dalam membicarakan masalah agama mempersilahkan anak mengeluarkan
pendapatnya mengenai pandangannya terhapad islam, 

dan sebagai orang tua, luruskanlah pemikiran anak itu jika ada kekeliruan dengan menghadirkan
landasan-landasan yang benar dari ajaran agama dan weda. Janganlah langsung mengatakan pada
anak bahwa pemikirannya itu salah, tetapi ajaklah bermusyawah dengan menjelaskan sesuai apa yang
diajarkan oleh tuhan.

Semoga artikel saya ini membawa manfaat bagi para pembaca dan sekali lagi saya mohon masukan
kritikan dari para pembaca semua jika dalam tulisan saya ini terdapat kekeliruan. Terimak kasih

Anda mungkin juga menyukai