Anda di halaman 1dari 14

Gagal Ginjal Kronik dengan Anemia dan Diabetes Melitus

Yuan Alessandro Suros


102013009
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Ginjal adalah organ yang berfungsi untuk mengekskresikan zat-zat yang tidak dibutuhkan
lagi oleh tubuh melalui urine. Ginjal memiliki tiga fungsi, filtrasi, reabsorbsi, augmentasi,
ketiga fungsi ginjal ini membantu tubuh untuk mengatur keadaan homeostasis tubuh agar
tubuh dapat berfungsi dengan baik. Fungsi ginjal yang terganggu dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit, mulai dari nyeri lokal di Costo Vertebra Angle (CVA), sampai
dengan gagal ginjal. Kelainan pada ginjal lebih baik segera ditangani agar kerusakan pada
ginjal masih reversible, agar fungsi ginjal dapat kembali normal, bila dibiarkan terlalu lama,
maka kerusakan pada ginjal akan menetap atau irreversible, dan penderita beresiko untuk
cuci darah agar dapat hidup dengan normal. Sebagai dokter, kita harus mengenali gejala-
gejala yang ada dan dapat menentukan diagnosis serta melakukan penanganan yang tepat
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Skenario
Seorang laki-laki 59 tahun datang dibawa keluarga ke UGD dengan keluhan sesak nafas
memberat sejak 1 minggu terakhir.

Rumusan Masalah
Laki-laki 59 tahun dengan keluhan sesak napas memberat sejak 1 minggu terakhir.

Isi
1. Anamnesis

Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien akan lebih baik melakukan anamnesis
terlebih dahulu. Ada baiknya untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada pasien,
dilanjutkan dengan meminta identitas pasien. Setelah itu lanjutkan dengan keluhan utama,
apa yang membawa pasien datang berobat pada anda, kemudian tanyakan riwayat dari
keluhan utama, sudah berapa lama sakitnya, minta pasien untuk mendeskripsikan sakitnya

1
secara detail untuk menunjang diagnosis, gunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh
pasien, jika ada hal yang kurang jelas jangan malu untuk mengklarifikasi ulang pada pasien
agar tidak misdiagnosis. Setelah cukup menggali keluhan utama, lanjutkan dengan riwayat
penyakit dahulu, tanyakan riwayat penyakit yang diderita saat ini dan sebelumnya, gunakan
pertanyaan terbuka, jangan terkesan mengiring pertanyaan pasien, catat tanggalnya apabila
memungkinkan. Lanjutkan dengan riwayat pengobatan, apakah saat ini pasien sedang
mengkonsumsi suatu obat atau sedang menjalani suatu terapi, lalu tanyalah riwayat alergi
pasien termasuk alergi terhadap obat-obatan tertentu. Kemudian tanyalah riwayat penyakit
keluarga pasien, apakah di keluarga pasien ada yang sedang sakit. Lanjutkan dengan riwayat
sosial pasien, tanyakan apakah pasien merokok, minum alkohol, atau menggunakan obat-
obatan terlarang, tanyakan juga pola makan dan pola hidup pasien, kemudian kondisi
lingkungan tempat tinggal pasien dan riwayat bepergian jika ada, mungkin ada pertanyaan
yang sangat pribadi, tanyakan dengan hati-hati.1,2

Pada anamnesis didapati keluhan utama sesak napas yang memberat sejak 1 minggu
terakhir, sering, dan memberat bila berbaring datar dan beraktivitas, keluhan sudah dirasakan
sejak 1 tahun yang lalu dan lupa minum obat apa, sejak obat habis tidak dilanjutkan, ada mual
muntah 1-2 kali sejak 1 tahun terakhir, batuk hilang timbul, tidak ada dahak, tidak ada nyeri
dada, sering bengkak di kedua kaki, ada DM sejak 20 tahun yang lalu. Kulit sering gatal dan
BAK sedikit, warna kuning, tidak ada darah.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital

Pertama-tama tentu dalam pemeriksaan harus menilai keadaan umum pasien dan
kesadarannya.2 Setelah melihat keadaan umum pasien selanjutnya pemeriksaan tanda-tanda
vital yang meliputi tekanan darah, frekuensi napas, suhu, dan nadi. 2 Pada kasus didapatkan
hasil kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit berat. Hasil tanda-tanda vital
yaitu tekanan darah 140/70 mmHg, nadi 100 kali per menit, nafas 28 kali permenit, suhu 36o
C, BB 70, TB 170.
Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang
diperiksa melalui pengamatan. Lihat apakah ada bekas operasi, apakah ada distensi, apakah
ada kateter untuk dialysis.3

2
Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Lakukan palpasi secara
sistematis, kemudian lanjutkan dengan pemeriksaan ballotemen untuk mencari apakah ada
perbesaran ginjal, jika teraba, tentukan ukuran, permukaan, dan konsistensinya. Pasien
diminta untuk duduk, kemudian lakukan palpasi pada CVA, jika tidak ditemukan rasa sakit,
beri tahu pasien bahwa anda akan melakukan uji nyeri ketuk CVA dan melihat apakah terjadi
rasa tidak nyaman pada pasien.3

Perkusi ginjal tidaklah bermanfaat. Perkusi kandung kemih pada daerah timpani di bagian
atas abdomen pada garis tengah kearah bawah ke simfisis pubis. Perubahan menjadi pekak
mengindikasikan batas atas kandung kemih.3

Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara
yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop
bertujuan untuk mendengarkan adanya bising abnormal maupun normal. Lakukan auskultasi
pada daerah renal untuk mencari bruit dari arteri renalis.3

Pada laki-laki, lakukan pemeriksaan genitalia externa dan rectal touche untuk mengetahui
apakah ada perbesaran pada prostat. Pada wanita, lakukan pemeriksaan vagina untuk
menyingkirkan adanya keganasan pelvis dan untuk mengetahui adanya prolapse dan
intergritas dasar panggul.3

Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan extermitas udem, pitting udem +, ronki basah
halus bilateral pada paru, konjungtiva anemis.

2. Pemeriksaan Penunjang

Urinalisis

Urinalisis bertujuan untuk melihat kelainan traktus urogenital secara general. Urinalisis
dibagi menjadi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, protein, glukosa, benda keton,
bilirubin, dan urobilinogen. Makroskopik terdiri dari warna urin, kejernihan, berat jenis, bau
urin, dan pH urin. Mikroskopik urin dilakukan dengan melihat sedimen urin hasil dari
endapan urin yang sudah disentrifus dengan menggunakan mikroskop cahaya, kondensor
diturunkan dan diafragma dikecilkan, pelaporan dilakukan dalam Lapang Pandang Kecil
(10x10) dan Lapang Pandang Besar (10x40), hasil pemeriksaan dibagi menjadi dua, unsur
bermakna yang meliputi Eritrosit, Leukosit, dan Silinder, sedangkan unsur tidak bermakna

3
meliputi Epitel dan Kristal, jika menemukan silinder atau Kristal, sebutkan jenis silinder atau
Kristal yang ditemukan.4

Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)

Dengan rumus LFG = {(140-umur) x BB(jika wanita, x 0,85 lagi)}/72 x kreatinin plasma,
maka kita dapat menentukan derajat kerusakan ginjal di tabel berikut.3

Stadium Deskirpsi LFG mL/menit/1,73m2

PGK 1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ≥90


meningkat
PGK 2 Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan LFG 60-89
PGK 3 Penurunan sedang LFG 30-59
PGK 4 Penurunan berat LFG 15-29
PGK 5 Penyakit ginjal tahap akhir (membutuhkan <15
dialysis)

Tabel 1. Perbandingan antara LFG dengan Stadium Penyakit Ginjal Kronik

Ureum dan Kreatinin

Ureum termasuk dalam golongan senyawa nitrogen. Nilai normalnya di bawah 50mg/dL.
Amonia hasil pembakaran protein oleh tubuh akan diubah menjadi urea. Ammonia bersifat
racun maka harus dikatabolisme menjadi urea yang mudah larut dan mudah dieksresi melalui
ginjal.5

Bila ginjal kerjanya tidak normal, urea akan menumpuk dalam darah. Keadaan yang
demikian disebut uremia dengan gejala mual, muntah, pusing, lesu, dan lemah, bila tidak
ditolong dengan hemodialisis orang akan mengalami koma uremikum.5

Kreatinin termasuk dalam golongan senyawa nitrogen, merupakan hasil katabolisme dari
protein di otot. Berbeda dengan ureum yang kadarnya dalam darah dipengaruhi oleh intake,
kadar kreatinin di dalam darah tidak dipengaruhi oleh diet. Nilai kreatinin ini sangat baik
untuk menilai fungsi ginjal. Nilai normal kreatinin pada laki-laki 0,5-1,2 mg/dL sedangkan
pada perempuan 0,5-0,9 mg/dL.5

4
Hasil dari pemeriksaan adalah ureum 120 mg/dL dan kreatinin 6 mg/dL

Klirens Kreatinin

Klirens kreatinin diukur dengan menggunakan urin 24 jam, kemudian dihitung


menggunakan rumus Crockfort-Gault.6

Hasil dari klirens kreatinin pasien adalah 13,125 mL/menit

3. Diagnosis

Seperti yang telah kita ketahui diagnosis terbagi menjadi diagnosis kerja (working
diagnosis) dan diangnosis banding (differential diagnosis). Diagnosis kerja pada kasus ini
yaitu gagal ginjal kronis dengan diagnosis banding alkalosis metabolik, glomerulo nefritis,
dan nefropati diabetik.

Diagnosis Kerja

Chronic kidney disease (CKD) / Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir
(ESRD) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana
kemampuan tubuh untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit gagal,
menyebabkan uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. The Kidney Disease
Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) menyatakan gagal
ginjal kronik terjadi apabila berlaku kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus filtration
rate (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Berikut adalah tahap yang
telah ditetapkan K/DOQI:7

Tingkat 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (>90 mL/min/1.73 m2)
Tingkat 2: GFR sedikit menurun (60-89 mL/min/1.73 m2)
Tingkat 3: GFR menurun sedang (30-59 mL/min/1.73 m2)
Tingkat 4: GFR menurun banyak (15-29 mL/min/1.73 m2)

5
Tingkat 5: Gagal ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m2 atau dialisis)
Gejala Klinis
Manifestasi klinik yang terjadi pada gagal ginjal kronik,antara lain:7,8
1. Poliuria, terutama pada malam hari (nokturia).
2. Udem pada tungkai dan mata (karena retensi air).
3. Hipertensi.
4. Kelelahan dan lemah karena anemia atau akumulasi substansi buangan dalam tubuh.
5. Anoreksia, nausea dan vomitus.
6. Gatal pada kulit, kulit yang pucat karena anemia.
7. Sesak nafas dan nafas yang dangkal karena akumulasi cairan di paru.
8. Neuropati perifer. Status mental yang berubah karena ensefalopati akibat akumulasi
bahan buangan atau toksikasi uremia.
9. Nyeri dada karena inflamasi di sekitar jantung penderita.
10. Perdarahan karena mekanisme pembekuan darah yang tidak berfungsi.
11. Libido yang berkurangan dan gangguan seksual.
Diagnosis Banding

Alkalosis Metabolik

Alkalosis metabolik akibat ketidak-mampuan ginjal mengekskresikan beban bikarbonat.


Alkalosis metabolik juga akibat peningkatan reabsorpsi bikarbonat oleh tubulus proximalis,
akibat peningkatan reabsorbsi natrium oleh tubulus distalis, akibat pengurangan filtrasi
glomerulus atau kombinasi proses tersebut. Alkalosis metabolik dapat timbul karena
pemberian bikarbonat, dan kadang-kadang timbul pada orang yang terlalu banyak
menggunakan antasid, sindroma alkali-susu.9

Tanda dan gejala alkalosis metabolik akan terjadi depresi pernapasan yang bertujuan
untuk menahan CO2, sehingga dapat dikombinasi dengan ion hidrogen untuk membentuk
asam karbonat. Oleh sebab itu, pada klien yang mengalami alkalosis metabolik diupayakan
untuk menggunakan masker rebreathing agar CO2 dapat dihirup kembali.9

Glomerulonefritis

Glomerulonefritis dapat bermanifestasi sebagai:10

 Gagal ginjal akut dan kronis


 Sindroma nefrotik

6
 Hematuria
 Proteinuria dan hipertensi.

Glomerulonefritis adalah penyebab gagal ginjal pada sepertiga pasien yang membutuhkan
dialisis atau transplantasi. Gambaran utama glomerulonefritis adalah:10

 Proteinuria
 Hematuria
 Silinder pada urin

Glomerulonefritis mengenai kedua ginjal secara simetris. Penyakit ini bisa berupa
penyakit primer pada ginjal (glomerulonefritis primer) atau berkaitan dengan penyakit
sistemik seperti granulomatosis Wegener, lupus eritematosus sistemik (SLE), dan berbagai
kelainan vaskulitis (glomerulonefritis sekunder). Jenis glomerulonefritis biasanya ditentukan
dengan biopsi ginjal (dengan mikroskop cahaya, mikroskop imunofluoresensi, dan mikroskop
electron). Masing-masing tipe histologist dari glomerulonefritis memiliki spectrum
manifestasi klinis, prognosis, dan respon terhadap terapi yang berbeda.10

Nefropati Diabetik

Penyakit ginjal diabetik, yang biasa disebut nefropati diabetik, disebabkan oleh kelainan
pembuluh darah halus pada glomerulus ginjal. Pada keadaan normal, protein yang terkandung
di dalam darah tidak akan bisa menembus ginjal. Namun, jika sel di dalam ginjal rusak,
beberapa molekul protein (albumin) bisa melewati dinding pembuluh darah halus dan masuk
ke saluran urin.11

Pertanda adanya kelainan nefropati adalah terdapatnya albumin di dalam urin, awalnya,
hanya albumin yang halus (mikro-albumin). Selanjutnya, sejalan dengan memberatnya
komplikasi, akan dijumpai makro-albumin (atau biasa disebut albumin saja) di dalam urin.
Seorang pasien dinyatakan mengalami nefropati diabetik juka pada dua dari tiga kali
pemeriksaan dalam kurun wakt 3-6 bulan ditemukan mikroalbumin ≥ 30 mg. dengan catatan,
tidak ditemukan penyebab albuminuria lain. Jika tidak segera diatasi, nefropati diabetik bisa
menyebabkan gagal ginjal.11

4. Etiologi

7
Etiologi GGK adalah glomerulonefritik, nefropati analgesik, nefropati refluks, ginjal
polikistik, nefropati diabetik, serta penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, gout, dan penyebab
yang tidak diketahui. Penyebab utama GGK adalah diabetes dan hipertensi. Diabetes
menyebabkan kerusakan organ-organ vital tubuh seperti jantung dan ginjal, serta pembuluh
darah, saraf dan mata. Hipertensi bisa menjadi puncak utama kepada serangan jantung, stroke dan
gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga bisa menyebabkan hipertensi . Secara garis besar,
penyebab timbulnya GGK yaitu:7
1. Infeksi seperti pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri renalis.
4. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit polikistik ginjal, dan asidosis tubulus.
5. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, dan amiloidosis.
6. Penyakit ginjal obstruktif seperti pembesaran prostat, batu saluran kemih, dan refluks
ureter.

5. Epidemiologi

Di Amerika serikat data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit gagal ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun dan angka ini meningkat 8%
pertahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan 1800 kasus baru gagal ginjal
kronik pertahunnya. Di Negara-negara berkembang lainnya insiden ini diperkirakan sekitar
40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.

6. Patofisiologi
Awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan
selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi.7,9
Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak ada
lagi.7,9
Penurunan fungsi ginjal kemudian menyebabkan produk akhir metabolism meningkat seperti
ureum yang normalnya diekskresi melalui urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia.

8
Penurunan jumlah glomerulus yang normal menyebabkan penurunan kadar pembersihan
substansi darah oleh ginjal.7,9
Pada stadium dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal. Pada
keadaan ini GFR masih normal atau meningkat sedikit. Kemudian secara perlahan tapi pasti
akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang ditandai dengan peningkatan kadar
kratinin serum dan urea. Sampai pada GFR 60% pasien masih belum merasakan keluhan
(asimptomatik) tapi sudah ada peningkatan kadar kreatinin serum dan urea. Sampai pada
GFR 30% mulai terjadi keluhan pada pasien yaitu mual, muntah, nafsu makan berkurang,
nokturia, dan penurunan berat badan.7,9
Pasien juga mudah terkena infeksi saluran napas maupun infeksi saluran cerna. Juga
terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan
elektrolit antara natrium dan kalium pada GFR 15% akan terjadi gejala dan komplikasi lebih
serius dan pasien sudah membutuhkan terapai penggantian ginjal.7,9

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama
terdiri dari terapi konservatif yang ditujukan untuk meredakan atau memperlambat gangguan
fungsi ginjal progresif, kemudian tahap kedua dimulai saat tindakan konservatif tidak lagi
efektif. Pada keadaan ini terjadi gagal ginjal terminal dan satu-satunya pengobatan yang
efektif adalah dyalisis dan transplantasi ginjal.9

Penatalaksanaan konservatif terdiri dari:9

a) Mengoptimalisasikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan garam

Biasanya diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema
betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1.000 mg/hari) atau diuretic
loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan,sementara
pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat oral.
Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urin, dan pencatatan keseimbangan cairan
(masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml)

b) Diet tinggi kalori dan rendah protein

9
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan
nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan
berlebihan dari kalium dan garam.

c) Kontrol hipertensi

Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal jantung kiri. Pada pasien
hipertensi dengan penyakir ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa
tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretic loop, selain obat antihipertensi.

d) Kontrol ketidakseimbangan elektrolit

Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah
hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretic
hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium(misalnya, pengahmbat
ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang
menyebabkan pelepasan kalium dari sel dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui
kadar kalium plasma dan EKG. Biasa terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan
dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat
berbahaya.

e) Mencegah penyakit tulang

Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium


hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan. Namun
hati-hati dengan toksisitas obat tersebut. Diberikan suplemen vitamin D dan dilakukan
paratiroidektomi atas indikasi.

f) Deteksi dini dan terapi infeksi

Pasien uremia harus diterapi sebagai paien imunosupresif dan diterapi lebih ketat.

g) Deteksi terapi komplikasi.

Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer,


hiperkalemia yang meningkat, kelabihan cairan yangh meningkat, infeksi yang mengancam
jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis.

10
h) Persiapkan dialysis dan program tranplantasi

Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan dialysis
biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi
konservatif atau telah terjadi komplikasi.12

Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.

1. Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK
yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi


elektif.Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif
dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) >
120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre
kidney).Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai
sekarang 14 tahun.Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).

2) Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di


pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak
dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat

11
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat
ginjal (Sukandar, 2006).

3) Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).


Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:13

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
b)Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
8. Komplikasi

Stadium Laju filtrasi glomerulus Komplikasi


(ml/menit/1,73m2 )

Stadium 1 > 90 (ada kerusakan ginjal, -


proteinuria menetap, kelainan
sedimen urin, kelainan kimia
darah dan urin, kelainan pada
pemeriksaan radiologi)
Stadium 2 60-89 Tekanan darah mulai ↑

Stadium 3 30-59 - Hiperfosfatemia


- Hipokalsemia
- Anemia
- Hiperparatiroid
- Hipertensi
Stadium 4 15-29 - Malnutrisi
- Asidosis metabolic
- Hiperkalemia
- Dislipidemia
Stadium 5 < 15 - Gagal jantung
- uremia

12
Tabel 1. Komplikasi penyakit ginjal kronik12

9. Prognosis
Prognosis gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi komplikasi penyakit14
10. Pencegahan

Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit
ginjal dan kardiovaskular adalah:15
a. pengobatan hipertensi yaitu makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan
fungsi ginjal
b. pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia
c. penghentian merokok
d. peningkatan aktivitas fisik
e. pengendalian berat badan
f. obat penghambat sistem renin angiotensin seperti penghambat ACE (angiotensin
converting enzyme) dan penyekat reseptor angiotensin telah terbukti dapat mencegah
dan menghambat proteinuria dan penurunan fungsi ginjal.
Kesimpulan

Gagal ginjal kronis tidak bersifat mematikan tetapi dapat menimbulkan komplikasi yang
cukup berbahaya. Oleh karena itu, pengetahuan dan pemahaman akan penyakit ini sangat
penting dalam membantu diagnosis dan penatalaksanaannya. Oleh karena itu, hal ini sangat
perlu diperhatikan

Daftar Pustaka

13
1. O’Neill P, Evans A, Pattison T, Tolhurst-Cleaver M, Tolhurst-Cleaver S. OSCE Klinis
Macleod. Edisi 1. Singapore: Penerbit Elsevier; 2017.h.24-5.
2. Japp AG, Robertson C. Diagnosis Klinis Macleod. Singapore: Penerbit Elsevier;
2015.h.7-12.
3. Douglas G, Nicol F, Robertson C. Pemeriksaan Klinis Macleod. Edisi 13 Singapore: Penerbit
Elsevier; 2014.h.203-9.
4. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Sinsanta. Hematologi, Urinalisis, Tinja dan Cairan Tubuh.
Edisi 4. Jakarta: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2012.h.50-68.
5. Djojodibroto RD. Seluk-Beluk Pemeriksaan Kesehatan (General Medical Check Up): Bagaimana
Menyikapi Hasilnya. Edisi 1. Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2001.h.66-7.
6. Aziz MF, Witjaksono J, Rasjidi HI. Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin
Penatalaksanaan Kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal. Edisi 1. Jakarta: EGC; 2008.h.33.
7. Gleadle J. At a Glance : Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2005. h. 146-7.
8. Price, Wilson. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi Ke-6. Jakarta:
EGC;2006.h.1342-45.
9. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke - 13. Jakarta:
EGC; 2000.h.1435-1443.
10. Davey P. At a glance Medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.246.
11. Kariadi SHKS. Diabetes? Siapa Takut!!: Panduan Lengkap untuk Diabetisi, Keluarganya,
dan Profesional Medis. Edisi 1. Bandung: Qanita; 2009.h.64-5.
12. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi ke - 3. Jakarta: FKUI; 2001.h.437-
41.
13. Skorecki K, Green J, Brenner B M. Harrison’s principles of internal medicine. Edisi ke
-17. USA: McGraw-Hill ; 2007. p. 1858-69.
14. Mitchel. Buku saku dasar patologis penyakit. Edisi ke- 7. Jakarta: EGC; 2008. h. 553-4.
15. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke - 15. Volume
III.Jakarta : EGC; 2006 p.1851-56.

14

Anda mungkin juga menyukai